Anda di halaman 1dari 32

LKTI NASIONAL GEO-SMART COMPETITION 2017

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BALI DALAM PEMBANGUNAN


BERKELANJUTAN

Diusulkan oleh:
(Evi Putri Yuliani) (1301172/2013)
(Ayundha Yudhi Amalia) (1305668/2013)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah S.W.T, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul Kearifan Lokal
Masyarakat Bali dalam Pembangunan Berkelanjutan. Karya Tulis ini penulis susun guna
mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional Geo-Smart Competition Tahun 2017.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti telah berusaha untuk mencapai hasil
yang sempurna. Peneliti tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada;
1. Dr. Ahmad Yani, M.Si selaku Ketua Departemen Pendidikan Geografi;
2. Drs. H. Wahyu Eridiana, M.Si yang telah membimbing dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini.
Akhir kata, semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca terhormat.

Bandung, 31 Januari 2017

Peneliti

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... . i


DAFTAR ISI .................................................................................................. . ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... . iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. . iv
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... . 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ . 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... . 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................. . 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan Wilayah ......................................................................... . 3
B. Pembangunan Berkelanjutan ................................................................ . 6
C. Pariwisata Berbasis Budaya.................................................................. . 8
METODE PENULISAN
A. Pendekatan Penulisan ........................................................................... . 13
B. Sumber Penulisan ................................................................................. . 13
C. Sasaran Penulisan ................................................................................. . 13
D. Tahapan Penulisan ................................................................................ . 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengembangan Pariwisata Bali sebagai Daerah Tujuan Wisata
Utama Indonesia ................................................................................... . 15
B. Pengembangan Pariwisata Bali Berbasis Kearifan Lokal
untuk Pembangunan Berkelanjutan ...................................................... . 18
1. Keberlanjutan Ekologis ..................................................................... . 20
2. Keberlanjutan Ekonomi ..................................................................... . 20
3. Keberlanjutan Sosial Budaya ............................................................ 20
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan .............................................................................................. . 22
B. Saran ..................................................................................................... . 23
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 24

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daerah Tujuan Wisata Budaya Provinsi Bali .............................................. 16


Tabel 2 Daerah Tujuan Wisata Alam Provinsi Bali.................................................. 17

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta Administrasi Provinsi Bali .......................................................... iv


Lampiran 2 Peta Sampel Penelitian ........................................................................... v

iv
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BALI DALAM PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
Evi Putri Yuliani, Ayundha Yudhi Amalia, Drs.H.Wahyu Eridiana, M.Si
Universitas Pendidikan Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumbedaya alam yang melimpah. Potensi wilayah
tersebut dapat dijadikan sebagai modal utama dalam pengembangan pariwisata di Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan wisata dari mancanegara. Semakin banyaknya sumberdaya
maka potensi pariwisata semakin tinggi sehingga idealnya masyarakat lebih makmur dan sejahtera. Hal tersebut
berbanding terbalik dengan indeks ekonomi yang memperkirakan tingkat kemiskinan meningkat dari 10,96
menjadi 11,5 persen pada periode Maret 2014 - Maret 2015. Namun, tidak semua pariwisata di Indonesia
mengalami hal yang sama. Berbeda dengan salah satu provinsi di Indonesia yakni Bali yang salah satu pemasukan
terbesarnya adalah dalam sektor pariwisata. Bali tidak hanya mengembangkan sektor pariwisata berbasis alam
tetapi mengembangkan pariwisata yang berbasis kearifan lokal. Bali memiliki nilai-nilai budaya yang kental
disetiap bidang kehidupannya. Masyarakat Bali masih memegang teguh falsafah hidupnya yaitu Tri Hita Karana
yang merupakan bentuk hubungan manusia dengan tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan
manusia dengan alam. Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya
masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan
(arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dengan adanya potensi
wilayah tersebut maka akan mendukung keberlangsungan kehidupan manusia di muka bumi dan apabila
dikembangkan maka akan berdampak terhadap kesejahteraan manusia. Sehingga perlu adanya analisa terhadap
Provinsi Bali yang mengembangkan pariwisata berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan daya dukung wilayah
dan pembangunan berkelanjutan. Dalam penelitian ini kami menggunakan metode deskriptif melalui survey
dengan melakukan observasi fisik/sosial dan wawancara ke pedagang, masyarakat/pengelola dan wisatawan. Hasil
penelitian ini adalah menunjukkan berapa besar kontribusi kearifan lokal masyarakat Bali dalam pembangunan
berkelanjutan.
Kata Kunci : Kearifan lokal, Pariwisata, Pembangunan Berkelanjutan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia yang melimpah. Sumberdaya alam yang terdapat di Indonesia berupa
mineral, flora, fauna, iklim, dan sebagainya. Tidak hanya sumberdaya alam, Indonesia juga
memiliki kebudayaan yang beragam seperti kesenian daerah, bahasa, adat istiadat dan
sebagainya. Keberagaman potensi wilayah tersebut dapat dijadikan sebagai modal utama
dalam pengembangan pariwisata di Indonesia.
Pariwisata menjadi salah satu sektor terbesar pemasukan sumber pendapatan negara
atau daerah. Hal tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjadi lahan
penanaman modal asing atau investor lokal. Pada hakikatnya seharusnya semakin
banyaknya sumberdaya maka potensi pariwisata semakin tinggi sehingga idealnya
masyarakat lebih makmur dan sejahtera. Akan tetapi, di Indonesia banyak potensi
sumberdaya yang dikembangkan sebagai pariwisata tetapi justru tidak berdampak terhadap
kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Menurut Fadhli Hasan (2015), Indeks ekonomi memperkirakan tingkat kemiskinan
meningkat dari 10,96 menjadi 11,5 persen pada periode Maret 2014 - Maret 2015. Hal itu
berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan metode hampir sama dengan Badan Pusat
Statistik (BPS). Selanjutnya Tingkat kesenjangan antara golongan kaya dengan golongan
miskin (gini rasio) pun semakin melebar pada 2015. Fadhil mengungkapkan, ketimpangan
tersebut meningkat dari 0,41 persen menjadi 0,42 persen.
Disisi lain keadaan pariwisata di Bali berbeda dengan pariwisata Indonesia pada
umumnya. Menurut Dinas Pariwisata Provinsi Bali bahwa Daerah Tujuan Wisata (DTW)
Alam Bali mencakup pantai, hutan bakau, air terjun, agro dan lembah sungai. Potensi
tersebut dapat dikatakan minim apabila dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di
Indonesia.
Provinsi Bali memiliki potensi wilayah yang berbasis budaya seperti agama, bahasa, tari-
tarian, sistem pemerintahan, dan sebagainya. Sehingga Bali menerapkan sektor pariwisata yang
berbasis kearifan lokal dengan mempertahankan kebudayaannya menjadikan salah satu daya
tarik bagi wisatawan mancanegara. Sehingga pariwisata Bali menjadi sangat pesat dan
berdampak pada kesejahteraan manusia. Hal tersebut sesuai dengan visi dan misi Dinas
Pariwisata Provinsi Bali.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa pariwisata tidak hanya
dikembangkan melalui potensi sumberdaya alam saja melainkan dapat dikembangkan
melalui kekayaan budaya yang berbasis kearifan lokal. Dengan adanya potensi wilayah
1
tersebut maka akan mendukung keberlangsungan kehidupan manusia di muka bumi dan
apabila dikembangkan maka akan berdampak terhadap kesejahteraan manusia. Sehingga
perlu adanya analisa terhadap Kearifan Lokal Masyarakat Bali dalam pembangunan
berkelanjutan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah provinsi Bali sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) utama di Indonesia?
2. Bagaimanakah provinsi Bali mengembangkan pariwisata berbasis kearifan lokal untuk
meningkatkan pembangunan berkelanjutan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi provinsi Bali sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) utama di
Indonesia.
2. Menganalisis provinsi Bali mengembangkan pariwisata berbasis kearifan lokal untuk
meningkatkan pembangunan berkelanjutan
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sarana menambah wawasan keilmmuan serta aplikasi ilmu geografi
2. Sebagai sarana agar masyarakat berperan aktif dalam mempertahankan kearifan lokal
Bali.
3. Memberikan kontribusi dalam menjalankan amanat Pemerintah Daerah Provinsi Bali
tentang Kepariwisataan.
4. Sebagai sarana promosi kepariwisataan Bali.

2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan Wilayah
Pengembangan wilayah merupakan proses perumusan dan pengimplementasian
tujuan-tujuan pembangunan dalam skala supra urban. Pembangunan wilayah pada
dasarnya dilakukan dengan menggunakan sumberdaya alam secara optimal melalui
pengembangan ekonomi lokal, yaitu berdasarkan kepada kegiatan ekonomi dasar yang
terjadi pada suatu wilayah. Perencanaan pembangunan wilayah semakin relevan dalam
mengimplementasikan kebijakan ekonomi dalam aspek kewilayahan. Hoover dan
Giarratani (dalam Nugroho dan Dahuri, 2004), menyimpulkan tiga pilar penting dalam
proses pembangunan wilayah, yaitu:
1. Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor). Pilar ini berhubungan dengan
keadaan ditemukannya sumber sumberdaya tertentu yang secara fisik relatif sulit atau
memiliki hambatan untuk digerakkan antar wilayah. Hal ini disebabkan adanya faktor-
faktor lokal (bersifat khas atau endemik, misalnya iklim dan budaya) yang mengikat
mekanisme produksi sumberdaya tersebut sehingga wilayah memiliki komparatif.
Sejauh ini karakteristik tersebut senantiasa berhubungan dengan produksi komoditas
dari sumberdaya alam, antara lain pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan, dan
kelompok usaha sektor primer lainnya.
2. Aglomerasi (imperfect divisibility). Pilar aglomerasi merupakan fenomena eksternal
yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa meningkatnya keuntungan
ekonomi secara spasial. Hal ini terjadi karena berkurangnya biaya- biaya produksi
akibat penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan distribusi produk.
3. Biaya transpor (imperfect mobility of good and service). Pilar ini adalah yang paling
kasat mata mempengaruhi aktivitas perekonomian. Implikasinya adalah biaya yang
terkait dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam proses produksi dan
pembangunan wilayah. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan wilayah antara lain dipengaruhi oleh aspek-aspek keputusan
lokasional, terbentuknya sistem perkotaan, dan mekanisme aglomerasi.
Istilah pertumbuhan wilayah danperkembangan wilayah sesungguhnya tidak
bermakna sama. Pertumbuhandan perkembangan wilayah merupakan suatu proses
kontinu hasil dari berbagai pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi
suatu wilayah. Perkembangan wilayah senantiasa disertai oleh adanya perubahan
struktural. Wilayah tumbuh dan berkembang dapat didekati melalui teori sektor
(sektortheory) dan teori tahapan perkembangan (development stages theory). Teori
sektordiadopsi dari Fisher dan Clark yang mengemukakan bahwa berkembangnya
3
wilayah, atau perekonomian nasional, dihubungan dengan transformasi struktur
ekonomi dalam tiga sektor utama, yakni sektor primer (pertanian, kehutanan dan
perikanan), serta sektor tertier (perdagangan, transportasi, keuangan dan jasa).
Perkembangan ini ditandai oleh penggunaan sumberdaya dan manfaatnya, yang
menurun di sektor primer, meningkat di sektor tertier, dan meningkat hingga pada suatu
tingkat tertentu di sektor sekunder. Sedangkan teori tahapan perkembangan dikemukakan
oleh para pakar seperti Rostow, Fisher, Hoover, Thompson dan lain-lain. Teori ini
dianggap lebih mengadopsi unsur spasial dan sekaligus menjembatani kelemahan teori
sektor. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah dapat digambarkan melalui lima
tahapan:
1. Wilayah dicirikan oleh adanya industri yang dominan. Pertumbuhan wilayah sangat
bergantung pada produk yang dihasilkan oleh industri tersebut, antara lain minyak,
hasil perkebunan dan pertanian, dan produk-produk primer lainnya. Industri
demikian dimiliki oleh banyak negara dalam awal pertumbuhannya.
2. Tahapan ekspor kompleks. Tahapan ini menggambarkan bahwa wilayah telah
mampu mengekpsor selain komoditas dominan juga komoditas kaitannya. Misalnya,
komoditas dominan yang diekspor sebelumnya adalah minyak bumi mentah, maka
dalam tahapan kedua wilayah juga mengekspor industri (metode) teknologi
penambangan (kaitan ke belakang) dan produk-produk turunan dari minyak bumi
(kaitan ke depan) misalnya premium, solar dan bahan baku plastik.
3. Tahapan kematangan ekonomi. Tahapan ketiga ini menunjukkan bahwa aktivitas
ekonomi wilayah telah terdiversifikasi dengan munculnya industri substitusi impor,
yakni industri yang memproduksi barang dan jasa yang sebelumnya harus diimpor
dari luar wilayah. Tahapan ketiga ini juga memberikan tanda kemandirian wilayah
dibandingkan wilayah lainnya.
4. Tahapan pembentukan metropolis (regional metropolis). Tahapan ini
memperlihatkan bahwa wilayah telah menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk
mempengaruhi dan melayani kebutuhan barang dan jasa wilayah pinggiran. Dalam
tahapan ini pengertian wilayah fungsional dapat diartikan bahwa aktivitas ekonomi
wilayah lokal berfungsi sebagai pengikat dan pengendali kota-kota lain. Selain
itu,volume aktivitas ekonomi ekspor sangat besar yang diiringi dengan kenaikan
impor yang sangat signifikan.
5. Tahapan kemajuan teknis dan profesional (technical professional virtuosity).
Tahapan ini memperlihatkan bahwa wilayah telah memberikan peran yang sangat

4
nyata terhadap perekonomian nasional. Dalam wilayah berkembang produk dan
proses-proses produksi yang relatif canggih, baru, efisien dan terspesialisasi.
Aktivitas ekonomi telah mengandalkan inovasi, modifikasi, dan imitasi yang
mengarah kepada pemenuhan kepuasan individual dibanding kepentingan
masyarakat. Sistem ekonomi wilayah menjadi kompleks (economic reciproating
system),mengaitkan satu aktivitas dengan aktivitas ekonomi lainnya (Nugroho
dan Dahuri, 2004).
Sumaatmadja (1988:25) mengemukakan bahwa pertumbuhan dan
pembangunan,merupakan dua konsep yang berbeda, tetapi ada kaitannya satu sama lain.
Pembangunan tidak dapat berlangsung tanpa terjadinya pertumbuhan, tetapi tidak selalu
sebaliknya. Dalam konteks geografi pembangunan, tidak hanya aspek ekonomi yang akan
dibahas, melainkan meliputi juga aspek lain seperti aspek kependudukan, pendidikan,
pelayanan, kesehatan dan sebagainya. Dalam aspek kependudukan, ketenagakerjaan,
ekonomi, pelayanan, sumberdaya dan lain-lainnya, yang diartikan pertumbuhan atau
tegasnya tingkat pertumbuhan adalah persentase kenaikan jumlah (angka) pertahun.
Dalam konsep dan konteks pertumbuhan dapat terjadi pertumbuhan negatif dalam arti
terjadi kemunduran bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya atau tahun-tahun
sebelumnya.
Pada konsep pembangunan tersebut proses meningkatnya taraf hidup masyarakat
tidak berlangsung spontan, malinkan diusahakan atau secara lebih populer lagi
direncanakan berbeda dengan proses pertumbuhan yang sewaktu-waktu terjadi secara
spontan dan dapat bersama-sama berlangsung sesuai dengan pembangunan yang sedang
dilaksanakan. Berdasarkan konsep yang dikemukakan di atas,memperbaiki taraf hidup
melalui pembangunan itu, tidak hanya pada aspek materi saja, melainkan meliputi aspek
non materi dan bahkan non fisik. konsep pembangunan, khususnya pembangunan
Nasional menurut GBHN: Berdasarkan pokok pikiran bahwa hakekat pembangunan
nasionaladalah pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia, maka landasan pelaksanaan pembangunan nasional adalah
Pancasila dan UUD 1945 (Tap.MPR RI No.II/MPR/1983).
Pada konsep MPR RI tersebut, pembangunan itu adalah pembangunan
manusia seutuhnya yang berarti pembangunan yang sesuai dengan hakekat dan
harkat derajat kemanusiaan. Dengan demikian, pembangunan itu direncanakan
dan dilaksanakan secara seimbang antara aspek mental-spiritual dengan fisik materialnya,
tidak mengrobankan aspek mental-spiritual demi pembangunan fisik material dan atau
sebaliknya. Bahkan untuk Bangsa Indonesia, pembangunan itu
5
dilandasi nilai filsafat Pancasila yang telah menjadi pegangan hidup kita bersama.
Pembangunan yang kadang-kadang hanya diartikan sebagai suatu kemajuan
dalam aspek ekonomi dan fisik yang tampak dari luar, sedangkan aspek-aspek
ekonomi dan fisik yang tampak dari luar, sedangkan aspek mental-spiritualnya
terlupakan, dapat membahayakan kehidupan bangsa dan negara hari ini terutama
masa yang akan datang. Konsepsi pembangunan menurut Kartono, dkk (2013:12)
adalah konsepsi pembangunan yang dikembangkan dalam waktu yang relatif baru.
B. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan
generasi saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk
memenuhi kebutuhan mereka). Definisi lain dari pembangunan yang berkelanjutan: The
economic development in a specified area (region, nation, the globe) is sustainable if the
total stock of resources - human capital, physical reproducible capital, environmental
resources, exhaustible resources does not decrease over time (Pembangunan ekonomi
disuatu daerah tertentu (wilayah, negara, dunia) dikatakan berkelanjutan bila jumlah total
sumberdaya, tenaga kerja, barang modal yang dapat diproduksi kembali, sumberdaya
alam, sumberdaya yang habis pakai tidak berkurang dari waktu ke waktu).
Penerapan Konsep, Prinsip dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dalam
pembangunan secara luas dapat dilakukan dengan menetapkan kaidah-kaidahnya
(Djajadiningrat, 1992; Pearce and Warford, 1993):
1. Pemerataan dan Keadilan (Equity and Justice)
Pemerataan dan Keadilan di sini menyangkut dimensi etika, yakni adanya
kesenjangan antara negara ataupun daerah yang kaya danmiskin serta masa depan
generasi mendatang yang tidak dapat dikompromikan dengan kegiatan generasi masa
kini. Oleh karena itu aspek pemerataan dan keadilan ini harus dijawab baik untuk
generasi masa kini maupun untuk generasi mendatang.
2. Pendekatan Integratif (Integrative Approach)
Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan
alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara-carayang bermanfaat atau merusak.
Keberlanjutan masa depan hanya dimungkinkan bila pengertian tentangkompleksnya
keterkaitan antarasistem alam dan sosial dapat dipahami dan cara-cara yang integratif
(terpadu) diterapkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
3. Perspektif Jangka Panjang (Long Term Perspective)
Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakan penilaianyang berbeda
dengan asumsi normal dalam prosedur pengenaan discounting. Perspektif jangka
6
panjang merupakan visi dari pembangunan berkelanjutan sedangkan saat ini
visijangka pendek masih mendominasi dalam pengambilan keputusan.
4. Keberlanjutan Ekologis (Ecological Sustainability)
Keberlanjutan ekologis menjamin keberlanjutan eksistensi bumi. Untuk menjamin
keberlanjutan ekologis integritas tatanan lingkungan harus dipelihara melalui upaya-
upaya peningkatan daya dukung, daya asimilasi, dan keberlanjutan pemanfaatan
sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable resources).
5. Keberlanjutan Ekonomi (Economic Sustainability)
Menjamin kemajuan ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efisiensi
ekonomi. Tiga unsur utama untuk mencapai keberlanjutan ekonomi makro yaitu
efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, serta
meningkatkan kemakmuran dan distribusi kemakmuran.
6. Keberlanjutan Sosial Budaya (Social - Cultural Sustainability)
Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dan budaya dinyatakan dalam keadilan
sosial, harga diri manusia,dan peningkatan kualitas hidupseluruh manusia.
Keberlanjutan segisosial budaya mempunyai sasaran:stabilitas penduduk,
pemenuhan kebutuhan dasar manusia, memelihara keanekaragaman budaya, serta
mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
7. Keberlanjutan Politik (Political Sustainability)
Keberlanjutan politik dicirikan dengan adanya penghormatan terhadap hak asasi
manusia, demokrasi, serta kepastian kesediaan pangan, air danpemukiman.
8. Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan (Defense and Security Sustainability)
Keberlanjutan kemampuan menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman,
gangguan baik dari dalam maupun dari luar yang langsung dan tidak langsung dapat
membahayakan integritas, identitas, keberlangsungan negara dan bangsa.
Sejalan dengan mulai digandrunginya paradigma Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development), dikembangkan pula indikator-indikator pembangunan yang
memiliki kriteria sebagai berikut (IUCN, UNEP dan WWF, 1993):
a. Melestarikan sistem-sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman hayati:
1) Kemajuan dalam pencegahan pencemaran
2) Kemajuan dalam memulihkan dan memepertahankan integritas ekosistem
3) Kemajuan dalam mengembangkan sistem daerah suaka yang komprehensif
4) Kemajuan dalammemulihkan dan mempertahankan spesies dan sediaan genetik
b. Menjamin keberlanjutan penggunaan sumberdaya yang dapat diperbarui dan
meminimkan penipisan sumberdaya yang tak dapat diperbarui:
7
1) Status atau kondisi sumberdaya suatu sektor
2) Status atau kondisi infrasruktur ekologi suatu sektor
3) Kesesuaian dan pertentangan antara suatu sektor dengan keberlanjutan sektor-
sektor lainnya
c. Berusaha tidak melampaui daya dukung ekosistem:
1) Konsumsi pangan, air, kayu,mineral per kapita
2) Pola pertumbuhan penduduk
3) Laju fertilitas total
4) Kerapatan penduduk
C. Pariwisata Berbasis Budaya
Wisata berbasis budaya adalah salah satu jenis kegiatan pariwisata yang
menggunakan kebudayaan sebagai objeknya. Pariwisata jenis ini dibedakan dari
minat-minat khusus lain, seperti wisata alam, dan wisata petualangan.Terdapat 12 unsur
kebudayaan yang dapat menarik kedatangan wisatawan, yaitu:
1. Bahasa (language)
2. Masyarakat (traditions)
3. Kerajinan tangan (handicraft)
4. Makanan dan kebiasaan makan (foods and eating habits)
5. Musik dan kesenian (art and music)
6. Sejarah suatu tempat (history of the region)
7. Cara Kerja dan Teknolgi (work and technology)
8. Agama (religion) yang dinyatakan dalam cerita atau sesuatu yang dapat
disaksikan
9. Bentuk dan karakteristik arsitektur di masing-masing daerah tujuan wisata
(architectural characteristic in the area)
10. Tata cara berpakaian penduduk setempat (dress and clothes)
11. Sistem pendidikan (educational system)
12. Aktivitas pada waktu senggang (leisure activities).
Objek-objek tersebut tidak jarang dikemas khusus bagi penyajian untuk turis,
dengan maksud agar menjadi lebih menarik. Dalam hal inilah seringkali terdapat
kesenjangan selera antara kalangan seni dan kalangan industri pariwisata.
Kompromi-kompromi sering harus diambil. Kalangan seni mengatakan bahwa
pengemasan khusus objek-objek tersebut untuk turis akan menghilangkan keaslian
dari suatu budaya, sedangkan kalangan pariwisata mengatakan bahwa hal tersebut
tidaklah salah asalkan tidak menghilangkan substansi atau inti dari suatu karya

8
seni. Dalam perkembangannya pemanfaatan budaya untuk sektor pariwisata
terdapat pro dan kontra, diantaranya:
a. Pariwisata merusak budaya
Kaum yang menentang pariwisata berbasis budaya berpendapat bahwa
kedatangan turis ke daerah tujuan wisata dapat merusak keaslian atau keutuhan
hayati suatu produk budaya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pariwisata
telah merusak atau, menghancurkan kebudayaan lokal. Pariwisata secara langsung
memaksa ekspresi kebudayaan lokal untuk dimodifikasi, agar sesuai dengan
kebutuhan pariwisata. Ekspresi budaya dikomodifikasi agar dapat dijual kepada
wisatawan. Contoh kasusnya adalah pertunjukkan tari Kecak yang mudah disaksikan
di Bali,kelihatan nilai sakralnya sudah terpotong-potong karena harus disesuaikan
dengan waktu wisatawan yang ingin menyaksikannya.
b. Pariwisata memperkuat budaya
Tidak sedikit pihak yang menentang perkembangan pariwisata berbasis
budaya ini, namun banyak juga Sosiolog dan Antropolog yang justru melihat
bahwa pariwisata (internasionalisasi) tidak merusak kebudayaan, melainkan justru
memperkuat, karena terjadinya proses yang disebut involusi kebudayaan (cultural
involution). Hal tersebut bisa dilihat dari kasus Bali. McKean (1978)
mengatakan,meskipun perubahan sosial ekonomi sedang terjadi di Bali, semua itu
terjadi secara bergandengan tangan dengan usaha konservasi kebudayaan
tradisional. Kepariwisataan pada kenyataannya telah memperkuat proses konservasi
reformasi, dan penciptaan kembali berbagai tradisi.McKean (1978)
Philip F. McKean (1973) bahkan menulis bahwa the traditions of Bali will
prosper in direct proportion to the success of tourist industry (dikutip dalam
Wood, 1979). Ahli lain berpendapat bahwa dampak kepariwisataan di Bali
bersifat aditif, dan bukan substitutif. Artinya, dampak tersebut tidak menyebabkan
transformasi secara struktural, melainkan terintegrasi dengan kehidupan
tradisional masyarakat (Lansing, 1974).
Terlepas dari pro kontra tersebut, sosiolog Selo Soemardjan mengungkapkan
pendapatnya. Menurutnya, kebudayaan akan terus berkembang, karena memang
dengan sengaja atau tidak, memang terus berkembang, karena adanya rangsangan,
seperti adanya perkembangan industri pariwisata. Proses saling memengaruhi
adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi
dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok
masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah
9
mengalami proses dipengaruhi dan memengaruhi. Kemampuan berubah
merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan
tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah, atau
dengan kata lain budaya adalah suatu hal yang dinamis, yang terus berkembang
seiring perputaran waktu, baik karena dipengaruhi pariwisata ataupun dipengaruhi
masyarakat pemilik kebudayaan itu sendiri.
Pada waktunya nanti, diramalkan objek wisata yang diminati wisman
(wisatawan mancanegara) lebih banyak terpusat pada hasil kebudayaan suatu
bangsa. Oleh karena itu dalam industri pariwisata nanti, hasil kebudayaan bangsa
merupakan komoditi utama untuk menarik wisman berkunjung ke Indonesia. Di
samping itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PATA
tahun 1961 di Amerika Utara, diperoleh suatu kesimpulan bahwa lebih dari 50%
wisman yang mengunjungi Asia dan daerah Pasifik, motivasi perjalanan wisata
mereka adalah untuk melihat dan menyaksikan adat-istiadat, the way of life,
peninggalan sejarah, bangunan-bangunan kuno yang tinggi nilainya. Pendapat
tersebut tidaklah salah.
Sedangkan menurut penelitian Citra Pariwisata Indonesia pada tahun 2003,
budaya merupakan elemen pariwisata yang paling menarik minat wisatawan
mancanegara untuk datang ke Indonesia. Budaya mendapatkan skor 42,33 dari
wisatawan mancanegara dalam kategori 'sangat menarik' dan berada di atas
elemen lainnya seperti keindahan alam dan peninggalan sejarah, dengan skor
masing-masing 39,42 dan 30,86. Hal tersebut membuktikan bahwa atraksi budaya
merupakan hal yang paling disukai para turis dari pariwisata di Indonesia.
Pariwisata budaya sebagai salah satu produk pariwisata merupakan jenis
pariwisata yang disebabkan adanya daya tarik dari seni budaya suatu daerah.
Pariwisata budaya pada intinya merupakan jenis pariwisata yang menawarkan
kebudayaan yang berupa atraksi budaya baik yang bersifat tangibel atau konkret
maupun intangibel atau abstrak, juga yang bersifat living culture (budaya yang
masih berlanjut) dan cultural heritage (warisan budaya masa lalu), sebagai daya
tarik utama untuk menarik kunjungan wisatawan. Dalam living culture, unsur-unsur
yang bisa dijadikan sebagai daya tarikantara lain tradisi suatu suku bangsa tertentu,
upacara dan ritual keagamaan, senipertunjukan, dan sebagainya. Sedangkan dalam
cultural heritage, daya tarik yang ditawarkan dapat berupa benda-benda peninggalan
sejarah dan purbakala,lansekap budaya, dan sebagainya.

10
Budaya dan kearifan lokal menjadi salah satu pilihan strategi budaya untuk
meminimalisir dampak globalisasi dan bahkan menjadi counter culture dominasi
budaya massa yang dikuasai oleh negara-negara maju dan berpengaruh besar terhadap
pola pikir dan budaya masyarakat negara-negara berkembang. Daya tarik unsur-unsur
budaya dan kearifan lokal sebagai dasar pengembangan budaya dalam era global ini
dapat lebih rinci berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: (a) Dari perspektif strategi
kebudayaan, meningkatnya pengaruh globalisasi telah mereduksi nilai-nilai budaya
nasional. Budaya lokal memiliki potensi dan peran sebagai budaya tandingan (counter
culture) bagidominasi budaya global yang dimitoskan sebagai sesuatu tidak bisa
dielakkan (Fakih, 2003:5).
Khasanah budaya lokal dapat menjadi sumber kearifan lokal,sebagai salah satu
sumber sikap kritis terhadap globalisasi. Hal ini terjadi bahwadi dalam masyarakat yang
semakin homegen gaya hidup suatu masyarakat akibat globalisasi dan modernitas,
semakin kokoh ketergantungan masyarakat terhadap kepada nilai-nilai yang
lebihmendalam seperti agama, seni dan sastra. Sementara dunia luar tumbuh semakin
sama (homogen) akibat globalisasi, masyarakat semakin menghargai tradisi yang
bersemi dari dalam. Munculnya kecenderungan baru gaya hidup yang berakar pada seni
tradisi merupakan indikasi posititif bangkitnya nilai-nilai lokal dalam kehidupan
masyarakat. Seni tradisi yang masih bertahan sampai sekarang dan masih dipertahankan
oleh masyarakat di Jawa memiliki nilai filsafat yang tinggi. Dari perspektif
desentralisasi atau otonomi daerah, maka daerah dapat menggali dan mengembangkan
budaya lokal sebagai modal sosial dan budaya pembangunan masyarakat setempat
(Thoyibi, 2004).
Keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia merupakan sumber daya tarik
utama yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan berbagai ragam wisata yang
berbasis pada sumberdaya warisan budaya. Berbagai warisan budaya dari masa
Prasejarah, Hindu Budha, Islam maupun Kolonial merupakan objek dan daya tarik
wisata yang menarik minat wisatawan mancanegara.
Berdasarkan ketentuan Organisasi Pariwisata Dunia (WTO), kecenderungan
pariwisata budaya sekarang diarahkan pada pengembangan pariwisata berkelanjutan,
yang memberikan ruang luas untuk partisipasi masyarakat dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Bagi masyarakat, aktivitas pariwisatabudaya menumbuhkan
lapangan kerja mulai dari pelayanan hotel, restoran, cendera mata, perencanaan
perjalanan, dan pramuwisata (tour guide). Tidak hanya itu saja, kegiatan pariwisata juga
memerlukan pula adanya prasarana ekonomi jalan, jembatan, terminal pelabuhan,
11
lapangan udara, fasilitas umum, fasilitas olahraga, kantor pos dan telekomunikasi, bank,
money changer, perusahaan asuransi, advertising agent, percetakan dan banyak sektor
perekonomian lainnya, yang tentunya membutuhkan banyak tenaga kerja yang terlibat
di dalamnya.
Kebudayaan merupakan segala hal yang berlangsung dan terjadi di sekitar
lingkungan kita. Dengan munculnyaindustrialisasi pariwisata, telah mendorong
pengembangan pariwisata budaya diberbagai negara. Namun di balik itu semua,
agaknya perlu disadari bahwapengembangan pariwisata budaya juga harus
memperhatikan unsur kelestariandan keberlanjutan kebudayaan tersebut.

12
METODE PENULISAN
A. Pendekatan Penulisan
Pendekatan penulisan yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif. Menurut
Sugiyono (2009,15) penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat pospositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data
dilakukan secara purposive, teknik pengumpulan dengan triangulasi, analisis data bersifat
induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada
generalisasi.
B. Sumber Penulisan
Sumber Penulisan atau sumber gagasan penyusunan karya ilmiah yang dimaksud
adalah bahan penulisan. Bahan penulisan adalah berbagai informasi dapat diperoleh dari
inferensi atau pengalaman, observasi, deduksi dari suatu teori, kebijakan-kebijakan, dan
laporan penelitian. Karya ilmiah ini sumber penelitian diperoleh dari observasi, observasi
yang dimaksud adalah pengamatan terhadap suatu objek, kejadian, atau fenomena tertentu.
Kegiaan observasi dilakukan dengan terjun langsung atau melibatkan diri kedalam objek,
peristiwa, dan fenomena yang diamati.
C. Sasaran Penulisan
Sasaran penulisan atau populasi dapat diartikan sebagai himpunan individu atau
objek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas (R. Bintarto dan Surastopo
Hadisumarno, 1982). Anggota populasi dapat memiliki anggota yang terbatas, seperti
masyarakat pada satu wilayah. Tetapi ada juga anggota populasi yang jumlahnya tidak
terbatas seperti populasi ikan di laut. Populasi yang ada dalam penelitian ini termasuk jenis
populasi yang memiliki anggota terbatas, yaitu seluruh populasi mayarakat yang ada di
Bali secara umum yang masih dapat terhitung jumlahnya.
Sumaatmadja (1988,104) sampel adalah bagian dari populasi (cuplikan, contoh) yang
mewakili populasi yang bersangkutan, kriteria mewakili ini diambil dari keseluruhan sifat-
sifat atau genarilisasi yang ada pada populasi yang harus diwakili oleh sampel. Sampel
dalam penelitian ini adalah sebagian masyarakat yang ada di 11 (sebelas) destinasi wisata
di Bali yang terdiri dari masyarakat, pedagang, dan wisatawan.
D. Tahapan Penulisan
Tahapan penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Pra Penelitian
a. Perumusan Masalah
Pada tahapan ini penulis merumuskan permasalahan yang akan dikaji
13
b. Analisis dan Pemahaman Konsep Teori Kajian
Pada tahapan ini dilakukan analisis teori-teori yang mendukung penelitian ini
2. Tahap Penelitian
a. Penelitian/Pengambilan Data
Pada tahap ini peneliti mencari dan mengambil data yang diperlukan baik melalui
observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
b. Analisis atau Pengolahan Data
Pada tahap ini peneliti melakukan analisis data. Dalam analisis data, metode yang
digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif. Pada teknik analisis ini, peneliti akan
menggambarkan dan menjelaskan secara rinci mengenai masalah yang diteliti.
Data-data yang didapatkan dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumenatasi
kemudian dikumpulkan dan dianalisi yang selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan
sebagai hasil dari penelitian.
3. Pasca Penelitian
Pasca penelitian dapat berupa rekomendasi bagi pihak-pihak terkait seperti Dinas
Pariwisata.

14
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengembangan Pariwisata Bali sebagai Daerah Tujuan Wisata Utama Indonesia


Bali dikenal sebagai daerah tujuan wisata (DTW) yang sangat populer, tidaksaja di
Indonesia tetapi juga mancanegara. Banyaknya kunjungan wisatawan Ke Provinsis Bali ini
dikarenakan Provinsi Bali dianggap sebagai tempat wisata yang lengkap seperti wisata
budaya, wisata alam, wisata religi, dan wisata pilgrim. Citra dan identitas Bali sebagai
daerahtujuan wisata yang indah, agung, eksotis, lestari, dengan perilaku
masyarakatnyayang ramah dan bersahaja, ditopang oleh adat istiadat dan budayanya
yangmendasarkan pada prinsip keharmonisan dan keseimbangan dengan bertumpupada
nilai-nilai Agama Hindu dan falsafah hidup Tri Hita Karana. Kedua ajaranini saling
berkaitan, di mana agama Hindu menjiwai falsafah. Tri Hita Karana, dansebaliknya
falsafah Tri Hita Karana mendasarkan pada ajaran agama Hindu.
Pendukung kebudayaan Bali adalah masyarakat Bali, yang dikenal sebagaietnik Bali
atau orang Bali. Sebagai sebuah etnik, orang Bali memiliki ciri identitasetnik yang melekat
pada diri dan kelompoknya. Dinas Pariwisata Provinsi Balimendefinisikan etnik Bali
sebagai sekelompok manusia yang terikat olehkesadaran akan kesatuan kebudayaan, baik
kebudayaan lokal Bali maupunkebudayaan nasional. Rasa kesadaran akan kesatuan
kebudayaan Bali inidiperkuat oleh adanya kesatuan bahasa, yakni bahasa Bali, agama
Hindu, dankesatuan perjalanan sejarah dan kebudayaanya. Keyakinan terhadap agama
Hindumelahirkan berbagai macam tradisi, adat, budaya, kesenian, dan lain sebagainyayang
memiliki karakteristik yang khas, yang merupakan perpaduan antara tradisidan agama.
Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh faktorkeagamaan yakni Agama Hindu
merupakan sumber pancaran dari polabudaya masyarakat Bali, karena semua kehidupan
masyarakat Bali adalahbersumber dan mempunyai hubungan dengan kehidupan agama
Hindu diBali. Pelaksanaan pengamalan agama Hindu di Bali adalah unik dan tidak
dapat dipisahkan dengan tata kehidupan masyarakat Bali yang mempunyai
identitas masyarakat sosial religius.Perilaku keseharian masyarakat Bali juga
mendasarkanpada nilai-nilai falsafah Tri Hita Karana.
Falsafah hidup Tri Hita Karana sangat menekankan adanya keharmonisan dan
keseimbangan hidup antara manusia dengan manusia, manusia dengan Sang Pencipta, dan
manusia dengan lingkungannya. Prinsip prinsip ini terinternalisasi dan terinstitusionalisasi
dalam struktur sosial masyarakat Bali dan menjadi pandangan hidup masyarakat. Bali, baik
dalam mengembangkan sistem pengetahuan, pola-pola perilaku, sikap,nilai-nilai, tradisi,
seni, dan sebagainya.Kedua unsur ajaran tersebut yakni Tri Hita Karana dan agama Hindu

15
selaindijadikan sebagai pandangan hidup sehari hari masyarakat Bali, juga dijadikan
sebagai potensi wilayah yang dapat dikembangkan dalam sektor pariwisata bagimasyarakat
Bali. Hal ini diwujudkan kedalam visi dan misi Dinas Pariwisata Provinsi Bali yang visinya
berbunyi Terwujudnya pariwisata budaya yang berkualitas, berkelanjutan, dan
mempunyai daya saing berdasarkan Tri Hita Karana. Maka dari itu misi Dinas Pariwisata
Provinsi Bali adalah sebagai berikut;
1. Terwujudnya Pariwisata Budaya yang berbasis kerakyatan;
2. Terwujudnya Profesianalisme pengelolaan kepariwisataan;
3. Terwujudnya Pelayanan yang baik dibidang kepariwisataan.
Dengan menawarkan keunikan budaya menjadikan Bali sebagaisalah satu primadona
atau Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Indonesia danmancanegara. Berikut ini adalah
daerah tujuan wisata Provinsi Bali yang berbasis kebudayaan atau kearifan lokal:
Tabel 1
Daerah Tujuan Wisata Budaya Provinsi Bali
No Kota/ Kabupaten Nama DTW Jumlah
1 Kota Denpasar Taman Budaya, Museum Bali, Museum Le Mayour, 7
Lingkungan Prasasti Blanjong, Lingkungan Pura
Meospahit, Pasar Badung/Kumbasari, Pasar Kreneng
2 Kabupaten Badung Kawasan Luar Pura Uluwatu, Garuda Wisnu Kencana, 7
Pura Sada Kapal, Kawasan Luar Pura Taman Ayun,
Kawasan Luar Pura Puncak Tegung, Kawasan Pura
Kerabam Langit, Monumen Tragedi Kemanusiaan
3 Kabupaten Gianyar Kelurahan Gianyar, Relief Bitera, Puri Agung Gianyar, 34
Candi Tebing, Goa Alam, Relief Yeh Puyu, Goa Gajah,
Mandala Wisata Samuan Tiga, Museum Purbakala,
Candi Tebing Tinggal Linggah, Bukit Dharma Durga
Kutri, Desa Bona, Lingkungan Pura Gaduh, Museum
Puri Lukisan Museum Neka, Desa Mas, Desa Peliatan,
Museum Antonio Blanco, Kelurahan Ubud, Museum
Rudana, Museum Arma, Sindu Raja, Candi Tebing,
Goa Garba dan Lk.Pura Ukur-Ukuran, Lingkungan
Pura Penataran Sasih, Tirta Empul, Gunung Kawi
Tapak Siring, Lingkungan Pura Makening, Lingkungan
Pura Kebo Edan, Gunung Kawi Sebatu, Desa Celuk,
Desa Batukan, Desa Batubulan, Lingkungan Pura Puseh
Canggi
4 Kabupaten Taman Pujaan Bangsa Margarana, Sanggar Tari 5
Tabanan Wharatrana, Museum Subak, Puri Gede Kerambitan,
Puri Anyar
5 Kabupaten Bangli Kawasan Batur, Kawasan Terunyan, Kawasan 5
Penulisan, Kawasan Kehen, Desa Adat Panglipuran
6 Kabupaten Ketha Gosa dan Taman Gili, Museum Semarajaya, 9
Klungkung Monumen Puputan Klungkung, Lingkungan Taman
Sari dan Penataran Agung, Desa Kamasan, Lingkungan

16
Desa Gelgel, Panti Timbrah, Lingkungan Kentel Gumi,
Desa Tihingan
7 Kabupaten Lingkungan Pura Besakih, Trenganan, Taman Ujung, 5
Karangasem Puri Agung Karangasem, Tirta Gangga
8 Kabupaten Gedong Kirtya, Museum Buleleng, EX. Pelabuhan 3
Buleleng Buleleng
9 Kabupaten Museum Manusia Purba Situs Gilimanuk, Desa Wisata 2
Jembrana Sangkar Agung
Sumber: Dinas Pariwisata Bali (2014)
Selain keindahahan budaya yang terlihat pada setiap sendi kehidupan masyarakatnya
Provinsi Bali juga memiliki anugrah berupa bentang alam yang tidak kalah menakjubkan.
Hal ini dapat terlihat dari bentanng alam seperti pantai, gunung api, danau, daerah
pesawahan, air terjun, dan lain sebagainya. Maka dari itu bentang alam ini menjadi daya
tarik wisatawan untuk datang ke Provinsi Bali selain untuk wisata budaya. Berikut ini
adalah daerah tujuan wisata Provinsi Bali yang berbasis wisata alam:
Tabel 2
Daerah Tujuan Wisata Alam Provinsi Bali
No Kota/Kabupaten Nama DTW Jumlah
1 Kota Denpasar Pantai Sanur, Pulau Serangan 2
2 Kabupaten Badung Pantai Suluban, Pantai Nyang-Nyang, Pantai Padang 26
Padang, Pantai Labuhan Sait, Pantai Batu Pageh, Pantai
Samuh, Pantai Geger Sawangan, Pantai Nusa Dusa,
Pantai Tanjung Benoa, Taman rekreasi hutan bakau
Tanjung Benoa, Pantai Jimbaran, Pantai Kedonganan,
Pantai Kuta, Pantai Legian, Pantai Peti Tenget, Pantai
Canggu, Pantai Seseh, Desa wisata Baha, Alas Pala
Sangeh, Tanah Wuk, Air terjun Nungnung, Wisata
Agro Pelaga, Pantai Berawa, Pantai Pendawa, Kawasan
Jembatan Tukad Bengkung
3 Kabupaten Gianyar Wisata Remaja Bukit Jati, Kolam renang Bukit Jati, 22
Pantai Lebih, Pantai Siyut, Stage Sidan dan Wisata
Alam Sidan,
Lembah sungai Sangsang, Pantai Saba, Pantai Masceti,
Pantai Selukat, Pantai Cucukan, Pancuran 11 macam,
Kokokan, Taman Kemuda Saraswati, Wenara Waka
Lk. Pura Dalem, Tegal Jembangan, Ceking (Panorama),
Lembu Putih, Lembah Sungai Ayung, Lembah Sungai
Petanu, Air Terjun Tegenungan, Pantai Air Jeruk,
Lembah Sungai Wos
4 Kabupaten Ulun Danu Beratan, Kebun Raya Eka Karya, Bedugul, 18
Tabanan Yeh Panas dan Hutan Bambu Angseri, Alas Kedaton,
Tanah Lot, Pantai Yeh Gangga, Areal Batukaru,
Jatiluwih, Yeh Panas Belulang, Yeh Panas Penatahan,
Pantai Pasut, Pantai Kelating, pantai Soka, Pantai
Surabrata, Sarinbuana, Hutan Mekori, Air terjun dan
Perkebunan Pujungan
5 Kabupaten Bangli Kawasan Toya Bungkah 1
17
6 Kabupaten Batu Klotok, Kawasan Tukad Unda, Kawasan Tukad 8
Klungkung Melangit, Pantai Kusamba, Lingkungan Goa Lawah,
Goa Peninggalan Jepang, Pantai Lepang, Kawasan
Nusa Penida
7 Kabupaten Bukit Jambul, Padangbay, Candi Desa, Jemeluk, 10
Karangasem Tulamben, Putung, Agro Kebun Salak, Iseh, Sungai
Telaga Waja, Yeh Malet
8 Kabupaten Air Panas Banyuwedang, Air Panas Banjar, Air Terjun 11
Buleleng Melanting, Danau Tambingan, Danau Buyan, Air
Terjun Gitgit, Air Terjun Bertingkat, Air Terjun
Campuhan/Twin Waterfall, Air Sanih, Air Terjun
Sekumpul, Air Terjun Les
9 Kabuaten Jembrana Bunut Bolong, Pantai Medewi, Pantai Delodbrawah, 11
Rambut Siwi, Perancak, Pantai Baluk Rening, Pantai
Pangeragoan, Pantai Gumbrih, Pantai Candi Kusuma,
Teluk Gilimanuk, Pantai Pekutatan
Sumber: Dinas Pariwisata Bali (2014)
B. Pengembangan Pariwisata Bali Berbasis Kearifan Lokal untuk Pembangunan
Berkelanjutan
Perkembangan pariwisata Bali dimulai pada awal abad 20 yang saat itu Bali dikuasai
oleh Belandayang ditandai oleh jatuhnya Kerajaan Klungkung saat Perang Puputan
Klungkung pada tahun 1908. Sejak penguasaan oleh Belanda tersebut, Bali seolah dibuka
lebar untuk kunjungan orang asing. Bali tidak saja kedatangan orang asing sebagai
pelancong namun tak sedikit para pemerhati dan penekun budaya yang datang untuk
mencatat keunikan seni budaya Bali. Dari para penekun budaya yang terdiri dari sastrawan,
penulis, dan pelukis inilah keunikan Bali kian menyebar di dunia internasional.
Penyampaian informasi melalui berbagai media oleh orang asing ternyata mampu menarik
minat pelancong untuk mengunjungi Bali.
Pada tahun 1930, di jantung kota Denpasar dibangun sebuah hotel untuk menampung
kedatangan wisatawan ketika itu. Bali Hotel, sebuah bangunan bergaya arsitektur kolonial,
menjadi tonggak sejarah kepariwisataan Bali yang hingga kini bangunan tersebut masih
kokoh dalam langgam aslinya. Tidak hanya menerima kunjungan wisatawan, duta kesenian
Bali dari Desa Peliatan melakukan kunjungan budaya ke beberapa negara di kawasan Eropa
dan Amerika secara tidak langsung, kunjungan tersebut sekaligus memperkenalkan
keberadaan Bali sebagai daerah tujuan wisata yang layak dikunjungi.
Kegiatan pariwisata, yang mulai mekar ketika itu, sempat terhenti akibat terjadinya
Perang Dunia II antara tahun 1942-1945 yang kemudian disusul dengan perjuangan
merebut kemerdekaan Indonesia termasuk perjuangan yang terjadi di Bali hingga tahun
1949. Setelah itu pariwisata Bali mulai ditata kembali dan pada tahun dan pada tahun 1963
dibangun Hotel Bali Beach (The Grand Bali Beach Hotel) di Pantai Sanur dengan
18
bangunan berlantai sepuluh. Hotel ini adalah satu-satunya hunian wisata yang berbentuk
bangunan tinggi. Pada pertengahan dasa warsa 70-an pemerintah daerah Bali
mengeluarkan Peraturan Daerah yang mengatur ketinggian bangunan maksimal 15 meter.
Penetapan ini ditentukan dengan mempertimbangkan faktor budaya dan tata ruang
tradisional Bali sehingga Bali tetap memiliki nilai-nilai budaya yang mampu menjadi
tumupuan sektor pariwisata.
Secara pasti, sejak dioperasikannya Hotel Bali Beach pada November 1966,
pembangunan sarana hunian wisata berkembang dengan pesat. Dari sisi kualitas, Sanur
berkembang relatif lebih terencana karena berdampingan dengan Bali Beach Hotel
sedangkan kawanan Pantai Kuta berkemabang secara alamiah bergerak dari model hunian
setempat seperti homestay. Sama halnya dengan Kuta, kawasan Ubud di daerah Gianyar
berkembang secara alamiah, tumbuh di rumah-rumah penduduk yang tetap bertahan
dengan nuansa pedesaan.
Pembangunan sarana hunian wisata yang berkelas internasional akhirnya dimulai
dengan pengembangan kawasan Nusa Dua menjadi resort wisata internasional. Dikelola
oleh Bali Tourism Developmnet Corporation, suatu badan bentukan pemerintah, kawasan
Nusa Dua dikembangkan memenuhi kebutuhan pariwisata bertaraf internasional. Beberapa
operator hotel masuk kawasan Nusa Dua sebagai investor yang pada akhirnya kawsan ini
mampu mendongkrak perkembangan pariwisata Bali.
Masa-masa berikutnya, sarana hunian wisata lalu tumbuh dengan sangat pesat di
pusat hunian wisata terutama di daerah Badung, Denpasar, dan Gianyar. Kawasan Pantai
Kuta, Jimbaran, dan Ungasan menjadi kawasan hunian wisata di Kabupaten Badung,
Sanur, dan pusat kota untuk kawasan Denpasar. Ubud, Kedewatan, Payangan, dan
Tegalalang menjadi pengembangan hunian wisata di daerah Gianyar.
Mengendalikan perkembangan yang amat pesat tersebut, Pemerintah Daerah Bali
kemudian menetapkan 15 kawasan di Bali sebagai daerah hunian wisata berikut sarana
penunjangnya seperti restoran dan pusat perbelanjaan. Hingga kini, Bali telah memilki
lebih dari 35.000 kamar hotel terdiri dari klas Pondok Wisata, Melati, hingga Bintang 5.
Sarana hotel-hotel tersebut tampil dalam berbagai variasi bentuk mulai dari model rumah,
standar hotel, villa, bungalow, dan boutique hotel dengan variasi harga jual. Keberagaman
ini memberi nilai lebih bagi Bali karena menawarkan banyak pilihan kepada para
wisatawan.
Sebagai akibat dari perkembangan kunjungan wisatawan, berbagai sarana penunjang
seperti misalnya restoran, art shop, pasar seni, sarana hiburan, dan rekreasi tumbuh dengan
pesat di pusat hunian wisata ataupun di kawasan obyek wisata. Keaadaan seperti ini
19
menunjukkan bahwa eksistensi Provinsi Bali sebagai daerah tujuan wisata berbasis budaya
atau kearifan lokal dapat memberikan dampak yang berlipat (multiplayer effect) pada
berbagai sektor seperti sektor industri jasa dan ekonomi yang mendukung pada
pembangunan berkelanjutan sesuai dengan visi misi Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan ini dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu
keberlanjutan ekologis (ecological sustainability), keberlanjutan ekonomi (economic
sustainability), keberlanjutan sosial budaya(social - cultural sustainability).
Berikut ini adalah penjabaran dari ketiga aspek tersebut:
1. Keberlanjutan Ekologis (Ecological Sustainability)
Keberlanjutan ekologis menjamin keberlanjutan eksistensi bumi. Untukmenjamin
keberlanjutan ekologis integritas tatanan lingkungan harus dipelihara melalui upaya-
upaya peningkatan daya dukung, daya asimilasi, dan keberlanjutan pemanfaatan
sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable resources). Apabila di Provinsi Bali
salah satu contohnya adalah di Desa Panglipuran Kecamatan Kubu Kabupaten Bangli.
Dengan adanya pariwisata ini masyarakat senantiasa memperthankan nilai tradisi yang
menonjol di tempat ini seklaigus menjadi daya tarik wisatawan. Hal ini dikarenakan
di Desa Panglipuran ini memiliki tata ruang yang khas. Desa Panglipuran ini
dikelilingi oleh hutan bambu sebagai batas teritorial. Keberadaan hutan bambu ini
adalah bentuk kesadaran masyarakat Desa Panglipuran akan ketersediaan air tanah
karena merupakan daerah resapan air. Maka, dengan begitu pariwisata juga
mendukung terhadap keberlanjutan ekologi suatu wilayah karena apa yang ditemukan
ditempat ini dianggap unik oleh sebagian wisatawan yang kemudian dikatan sebagai
daya tarik dari Desa Panglipuran.
2. Keberlanjutan Ekonomi (Economic Sustainability)
Keberlanjutan ekonomi (economic sustainability) yang dimaksud adalah menjamin
kemajuan ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efisiensi ekonomi. Tiga unsur
utamauntuk mencapai keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi
ekonomi,kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, serta meningkatkan
kemakmuran dan distribusi kemakmuran. Dengan adanya pariwiata di Provinsi Bali
yang semakin meningkat maka akan ada peningkatan perekonomian dan kesejahteraan
di wilayah ini. Hal ini dikarenakan pariwisata tersebut harus ditunjang oleh sektor lain
seperti perdagangan, industri kerajinan, maupun jasa kepariwistaan. Maka, dengan
begitu akan terdapat multiplayer effect atau dampak yang berlipat ganda yang
diakibatkan oleh adanya kegiatan kepariwisataan seperti peningkatan kebutuhan
tenaga kerja baik itu jasa maupun non jasa.
20
3. Keberlanjutan Sosial Budaya (Social - Cultural Sustainability)
Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dan budaya dinyatakan dalamkeadilan
sosial, harga diri manusia,dan peningkatan kualitas hidupseluruh manusia.
Keberlanjutan segisosial budaya mempunyai sasaran diantaranya adalah stabilitas
penduduk, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, memelihara keanekaragaman
budaya, serta mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
Keberlanjutan sosial budaya (social - cultural sustainability) ini di Provinsi Bali
sangat jelas terlihat. Hal ini dikarenakan dalam kepariwisataan, masyarakat Bali
memiliki peran utama dalam pengelolaan kepariwisataaan di Bali. Selain itu
masyarakat Bali memiliki ciri identitasetnik yang melekat pada diri dan kelompoknya
yang jarang ditemukan didaerah lainnya. Masyarakat Bali yang mayoritas beragama
Hindumelahirkan berbagai macam tradisi, adat, budaya, kesenian, dan lain
sebagainyayang memiliki karakteristik yang khas, yang merupakan perpaduan antara
tradisidan agama.
Kebudayaan Bali yang dijiwai ini merupakan sumber pancaran dari polabudaya
masyarakat Bali, karena semua kehidupan masyarakat Bali adalahbersumber dan
mempunyai hubungan dengan kehidupan agama Hindu diBali. Pelaksanaan
pengamalan agama Hindu di Bali adalah unik dan tidakdapat dipisahkan dengan tata
kehidupan masyarakat Bali yang mempunyaiidentitas masyarakat sosial
religius.Perilaku keseharian masyarakat Bali juga mendasarkanpada nilai-nilai
falsafah Tri Hita Karana. Keunikan inilah yang menjadi nilai jual yang pada akhirnya
menjadi daya tarik wista Bali. Sehingga dengan terusnya berdatangan wisatawan ke
Bali masyarakat Bali akan terus memberikan menjual kebudayaannya tersebut sebagai
salah satu atraksi pariwisata Bali. Maka, baik disadari maupun tidak ini adalah bentuk
pelestarian kebudayaan.

21
PENUTUP
A. Simpulan
Bali sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) ditopang oleh adat istiadat dan
budayanya yang mendasarkan pada prinsip keharmonisan dan keseimbangan dengan
bertumpu pada nilai-nilai Agama Hindu dan falsafah hidup Tri Hita Karana. Falsafah Tri
Hita Karana ini menjadi ideologi dan core values (inti ajaran) dalam kehidupan dan
kebudayaan masyarakat Bali. Tri Hita Karana dan agama Hindu selain dijadikan sebagai
pandangan hidup sehari-hari masyarakat Bali, juga dijadikan sebagai potensi wilayah yang
dapat dikembangkan dalam sector pariwisata bagi masyarakat Bali. Pengembangan DTW
di Provinsi Bali mencakup obyek wisata alam dan obyek wisata budaya. Masing-masing
DTW memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Selain itu, pariwisata Bali didukung oleh
keunggulan kondisi geografis wisata Bali, keunggulan atraksi (attraction) wisata Bali,
keunggulan aksesibilitas (accesibility) wisata Bali, keunggulan fasilitas (amenities) dan
sarana prasarana wisata Bali.
Pariwisata tidak pernah luput dari kebudayaan masyarakat setempat, akan tetapi
setiap daerah wisata memiliki citra (image) tertentu, yaitu mental maps seseorang terhadap
suatu destinasi yang menggagas pencitraan berbasis kearifan lokal, eksistensi Bali dalam
kegiatan pariwisata ini tidakk luput dari kemenarikan budaya lokal yang terus di lestarikan
oleh masyarakat setempat, kegiatan keagamaan ataupun kesenian khas Bali akan terus
dilestarikan oleh masyarakat setempat walaupun tidak ada wisatawan yang mengunjungi,
Oleh karena itu tugas masyarakat adalah selain senantiasa membangkitkan kesadaran
tentang pentingnya pariwisata juga menumbuh-kembangkan kreatifitas yang melahirkan
berbagai kreasi segar yang mengundang perhatian untuk kemudian menjadi daya pikat
pariwisata.
Pemerintah membuat kebijakan pembangunan yang berlandaskan dengan prinsip-
prinsip pembangunan yang berwawaskan lingkungan dan kearifan lokal Bali, menerapkan
sistem pembangunan yang berkelanjutkan (Sustainable Development) yang dilakukan
dengan prosedur perizinan yang lebih ketat dan terkoordinasi antara provinsi dan
kabupaten/kota, menerapkan sistem pariwisata yang berkelanjutan (Sustainable Tourism
Development). Pariwisata di Provinsi Bali telah mendukung pariwisata berkelanjutan dan
dapat terlihat dari tiga aspek yaitu berkelanjutan secara ekologi, berkelanjutan secara
ekonomi, berkelanjutan sosial-budaya. Hal ini akan terus bertahan apabila masyarakat
menjadi pemeran utama dalam mempertahankan kearifan lokal Bali, serta melaku usaha
lokal harus diberikan perhatian khusus dalam bentuk keringanan usaha mulai dari
perizinan, modal, hingga edukasi jalannya usaha.
22
B. Saran
1. Masyarakat harus menjadi pemeran utama dalam mempertahankan kearifan lokal Bali
sehingga jati diri Bali sebagai pariwisata budaya tidak tereksploitasi terhadap
kebufayaan asing yang dibawa wisatawan.
2. Meningkatkan peran serta masyarakat Bali untuk menggali dan memahami nilai-nilai
yang terkandung dalam budaya adat Bali.
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat Bali bahwa kelestarian budaya Bali adalah
tanggung jawab bersama seluruh masyarakat Bali.

23
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2014.

Djajadiningrat, S.T. 1992. Konsep Pembangunan Berkelanjutan dalam Membangun Tanpa


Merusak Lingkungan. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Fakih, Mansour. 2003. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

IUCN, UNEP dan WWF. 1993. Bumi Wahana Strategi Menuju Kehidupan yang Berkelanjutan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kartono, Hari,dkk.2013. Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah


Berencana. Depok : GEO MIPA UI.

Laporan KKL Mahasiswa Pendidikan Geografi Angkatan 2013. 2016. Pendidikan Geografi,
Universitas Pendidikan Indonesia

Pearce, D.W and J.J Wardford. 1993. World Without End, Eco-nomics, Environment and
Sustainable Development. Oxford University Press.

Pedoman LKTIN Geo-Smart Competition 2017

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Sumaatmadja, Nursid. 1988. Geografi Pembangunan. Jakarta:Depdikbud.

Thoyibbi, Muhammad. 2003. Sinergi Agama dan Budaya Lokal: Dialektika


Muhammadiyah dan Seni Lokal. Surakarta: MUP-UMS, PSB-PS UMS
dan Majelis Tarjih dan PPI PP Muhammadiyah.

24
iv
v

Anda mungkin juga menyukai