Anda di halaman 1dari 29

I.

Judul
ANALISIS PENGARUH BLASTING VIBRATION
TERHADAP KESTABILAN LERENG PENGGALIAN DI PT.
BERAUCOAL , BERAU, KALIMANTAN TIMUR
II. Alasan Pemilihan Judul
Masalah kemantapan lereng pada batuan merupakan suatu hal yang menarik,
karena sifat-sifat dan perilakunya yang berbeda dengan kestabilan lereng pada tanah.
Kestabilan lereng pada batuan lebih ditentukan oleh adanya bidang-bidang lemah yang
disebut dengan bidang diskontinuitas, tidak demikian halnya dengan lereng-lereng pada
tanah.
Adanya kegiatan penambangan, seperti penggalian pada suatu lereng akan
menyebabkan terjadinya perubahan besarnya gaya-gaya pada lereng tersebut yang
mengakibatkan terganggunya kestabilan lereng dan pada akhirnya dapat menyebabkan
lereng tersebut longsor.
Penggalian yang menggunakan peledakan akan berdampak terhadap kesetabilan
lereng penggalian, dan faktor yang paling berpengaruh adalah akibat perubahan gaya
yang ditimbulkan dari getaran tanah ( gruond Vibration ) akibat peledakan.
Dalam merancang suatu tambang terbuka dilakukan suatu analisis terhadap
kestabilan lereng yang terjadi karena proses penimbunan maupun penggalian, sehingga
dapat memberikan kontribusi rancangan yang aman dan ekonomis.
Stabilitas dari lereng individual biasanya menjadi masalah yang membutuhkan
perhatian yang lebih bagi kelangsungan operasi penambangan setiap harinya.
Longsornya lereng pada suatu jenjang, dimana terdapat jalan angkut utama atau
berdekatan dengan batas properti atau instalasi penting, dapat menyebabkan bermacam
gangguan pada kegiatan penambangan. Walaupun longsoran yang terjadi relatif kecil,
dengan tanda-tanda yang tidak begitu kentara, tetap saja dapat membahayakan jiwa dan
merusak peralatan yang ada.
III. Identifikasi Masalah
Dengan adanya kegiatan penambangan yang dilakukan untuk memenuhi
kapasitas produksi setiap harinya, maka akan semakin luas pula lahan yang harus digali .
Pada penambangan yang menggunakan metode tambang terbuka akan terbentuknya
lereng-lereng penggalian.
Apabila penggalian yang dilakukan menggunakan cara peledakan maka kegiatan
tersebut akan berpengaruh terhadap kesetabian lereng penggalian terutama dampak yang
diakibatkan oleh getaran akibat peledakan tersebut.
Seberapa besar pengaruh ground vibration akibat peledakan terhadap kesetabilan
lereng dan menentukan desain peledakan ataupun desain lereng penggalian yang
memiliki tingkat keamanan serta tingkat kesetabilan, sehingga memenuhi persyaratan
agar lereng penggalian tersebut aman tanpa menyebabkan pengaruh yang serius
terhadap target produksi yang telah direncanaka.
IV. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian di PT. Beraucoal ini adalah :
1. Dapat menentukan seberapa besar pengaruh atau bahaya yang di timbulkan oleh
kegiatan peledakan terhadap kesetabilan lereng penggalian.
2. Dapat menganalisa sedini mungkin terjadinya longsoran pada daerah penggalian
dengan selalu memperhatiakan faktor geometri, diskontinuitas massa batuan atau
tanah, kuat geser tanah dan pengaruh akibat peledakan.
3. Dapat mengusulkan rancangan peledakan ataupun rancangan lereng yang stabil
dan ekonomis.
V. Manfaat Penelitian
A. Bagi Mahasiswa
1. Dapat menambah wawasan yang lebih luas mengenai ilmu pengetahuan yang
telah dipelajari di perkuliahan dengan kondisi praktek sebenarnya di lapangan.
2. Dapat mendorong pengembangan ilmu pengetahuan yang akan memperluas
pengembangan bagi pengembangan inovasi atau penemuan baru.
B. Bagi Perusahaan
1. Membantu perusahaan dalam mencegah bahaya kelongsoran yang besar yang
dapat menyebabkan korban jiwa, peralatan serta finansial.
2. Meminimalkan bahaya terbesar yang mungkin terjadi sehingga kerusakan
ataupun bencana yang terjadi tidak terlalu parah.
3. Membantu meningkatkan kelancaran produksi pada tambang terbuka PT.
Beraucoal, Berau , Kalimantan Timur.
VI. Dasar Teori
6.1. Getaran Tanah ( Ground Vibration )
Kemantapan lereng dalam suatu pekerjaan yang melibatkan kegiatan penggalian
ataupun penimbunan merupakan masalah yang penting,karena hal tersebut menyangkut
masalah keselamatan pekerja, peralatan serta bangunan yang berada di sekitar daerah
tersebut. Dalam pekerjaan penambangan dengan metode tambang terbuka, lereng yang
tidak mantap akan menganggu kelancaran produksi.
Pada kegiatan yang menggunakan cara peledakan maka getaran tanah ( ground
vibration ) yang diakibatkan oleh kegiatan peledakan tersebut akan mengakibatkan
terganggunya distribusi tegangan batuan atau tanah yang sebelumnya berada dalam
kondisi mantap. Dampak yang paling berbahaya adalah terganggunya kesetabilan lereng
penggalian yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya kelongsoran lereng
( slope failure ).
Untuk mengetahui seberapa besar ground vibration yang diakibatkan oleh
kegiatan peledakan, maka George Berta dalam Eksplosive : an Engineering tool,
1990, menjelaskan secara terperinci mengenai perhitungan ground vibration yaitu
dengan mempertimbangkan beberapa faktor antara lain adalah :
- Faktor Impedansi
- Faktor coupling
- Faktor Perubahan
- Jumlah bahan peledak yang digunakan
- Energi per unit massa bahan peledak
- Jarak
- Densitas batuan
- Kecepatan Seismik
- Tipe kelompok batuan

1. Faktor Impedansi ( )
Faktor impedansi dapat di definisikan sebagai berikut :
(c r ) 2
= 1 - (c r ) 2

Dimana : Ic = Impedansi bahan peledak


Ir = Impedansi batuan
Jika impedansi batuan mendekati impedansi bahan peledak maka faktor
impedansi akan mendekati harga 1, tetapi pada umumnya selalu lebih kecil dari 1 , ini
artinya bahwa tidak semua energi yang dihasilkan akan diteruskan pada batuan.
2. Faktor Coupling ( 2 )
Besarnya coupling ratio ini akan menurunkan tekanan gas hasil peledakan yang
dengan sendirinya akan memperkecil energi yang diteruskan oleh batuan.
Faktor Coupling dapat dinyatakan sebagai berikut :
1
f / c
2 = e (e 1)

Dimana :
f = Diameter lubang ledak
c = Diameter bahan peledak
e = Diambil sebesar 2,72 yaitu limn-~ ( 1 + 1/n )n
Dengan persamaan diatas, maka secara matematis 2 akan mendekati harga 1 jika
c mendekati harga f dan 2 akan turun dengan besarnya coupling ratio.
Pemanfaatan fenomena tekanan dinamik sebagai fungsi dari coupling ratio dalam
teknologi peledakan dikenal dengan istilah decoupling , yaitu dengan meningkatkan
coupling ratio atau dengan kata lain menggunakan cartridge dengan diameter yang lebih
kecil dari diameter lubang tembak.
3. Faktor Perubahan ( 3 )
Faktor perubahan ini adalah menyatakan besarnya perubahan energi dari bahan
peledak yang diubah menjadi getaran, yang diperkirakan sebesar 40 %. Jadi besarnya
faktor perubahan ( 3 ) adalah 0,40 jika peledakan dilakukan di udara terbuka dan ( 3 )
kurang dari 0,40 jika peledakan dilakukan jauh di dalam tanah.
4. Kelompok Batuan
Kelompok dari tiap-tiap batuan ini dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan
karakteristik atau sifat-sifat kekerasan dari batuan tersebut, yaitu batu pasir dan kerikil,
aluvial kompak, batuan keras dan batuan keras yang kompak. Dari faktor-faktor tersebut
diatas dan beberapa penelitian telah dilakukan dalam usaha menentukan hubungan
antara faktor-faktor tersebut diatas dan beberapa penelitian telah dilakukan dalam usaha
menentukan hubungan antara faktor-faktor tersebut dngan tingkat getaran adalah sebagai
berikut :

Q 1 x 2 x 3 xx10 6
V= =
R 5K f x log Rxx r xC

Dimana :
V = Getaran tanah ( m/s )
Q = Jumlah bahan peledak yang digunakan ( Kg )
R = Jarak titik ledak ke sensor yang dituju ( m )
= Faktor impedansi
2 = Faktor coupling
3 = Faktor perubahan
= Energi per unit massa bahan peledak ( Mj/Kg )
r = Densitas batuan ( Kg/m3 )
C = Kecepatan seismik ( m/s )
Kf = Tipe kelompok batuan
5. Frekuensi
Frekuensi disini adalah untuk menentukan besarnya perambatan gelombang pada
batuan. Besarnya frekuensi tergantung dari tipe kelompok batuan yang dirambatinya,
besarnya frekuensi dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
f = ( Kf log R )-1
Dimana :
f = Frekunsi ( Hz )
Kf = Tipe kelompo batuan
R = Jarak titik ledak ke sensor yang dituju
6. Scale Distance
Cara praktis untuk mengontrol getaran adalah dengan menggunakan scale
distance, sehingga memungkinkan pelaksanaan lapangan menentukan jumlah muatan
bahan peledak yang digunakan atau jarak aman untuk muatan bahan peledak yang
jumlahnya telah ditentukan. Adapun besarnya scale distance dapat dirumuskan :

D
Ds =
W
Dimana :
Ds = Scale distance ( m/Kg )
D = Jarak dari titik ledak ke sensor yang dituju ( m )
W = Berat muatan bahan peledak per delay ( Kg )
Menurut Nicholls, Jhonson, dan Duvall dalam buletin 654 ( 1971 ) harga scale
distance 50 adalah batas peledakan yang aman apabila tidak ada pengukuran seismik.
Secara umum, harga scale distance yang besar ( D s > 50 ) menunjukan kondisi getaran
yang aman atau kerusakan yang terjadi kecil. Demikian pula sebaliknya, jika harga ( D s
< 50 ) menunjukan kondisi getaran yang membahayakan ( menimbulkan kerusakan ).

6.2. Kontrol Peledakan ( Overbreak control )


Tujuan dari overbreak control adaah untuk mencapai dinding yang stabil dengan
meminimalisisr kerusakan akibat produksi peledakan pada batas akhir penggalian.
Kadang, tujuan keduanya adalah untuk mencapai dinding penggalian yang rata dan
menarik. Beberapa teknik pemboran dan peledakan telah dibuat untuk mengontrol
peledakan dalam rangka memenuhi tujuan tersebut ( Mc Kown, 1984; Floyd, 1998 )
termasuk :
1. Modified production blasting
2. Presplit blasting
3. trim ( chusion ) blasting
4. Line Drilling
Dua aspek yang harus di pertimbangkan dalam merancang dinding akhir
penggalian untuk memenuhi teknik kontrol peledakan atau kombinasi dari beberapa
teknik tersebut untuk pekerjaan tertentu yaitu :
1. Mendefinisikan/menggambarkan karakteristik kerusakan batuan
2. Membuat prosedur untuk mendesain peledakan yang akan meminimalisir kerusakan
batuan tanpa berdampak serius terhadap produksi
6.2.1. Modifikasi peledakan untuk produksi
Dalam modifikasi peledakan untuk produksi, tingkatan dari energi dari dinding
yang bersebelahan akan menurun untuk mengurangi terjadinya overbreak. Penurunan
energi ini kadang tercapai untuk batuan yang kompeten dengan mengurangiberat isian
bahan peledak pada baris yang terdekat dengan lereng sekitar 30 60 % ( Floyd, 1998 ).
Keuntungan utama dari teknik modifikasi peledakan produksi adalah hanya memerlukan
sedikit perubahan perencanaan. Kerugian utamanya adalah bahwa dinding batuan
dinding batuan tidak terlindungi dari crack dilatation, gas penetrasion dan block heaving
( Floyd, 1998 ).
6.2.2. Presplit Blasting
Presplit menggunakan bahan peledak ringan, spasi lubang bor yang rapat dan
diledakan sebelum peledakan produksi untuk membentuk bidang rekahan dimana
rekahan radialnya dapat menahan pergerakan dari peledakan produksi ( Konya , 1995 ).
Sebagai keuntungan keduanya adalah rekahan bidangnya dapat terbentuk dengan rata.
Kegiatan presplit dilakukan sebelum penyalaan peledakan produksi dan untuk semua
tujuan pelatihan jarak dari burden adalah tanpa batas. Meskipun dalam aturannya baris
dari presplit biasanya terletak sekitar 0,5 0,8 B di belakang baris peledakan produksi,
dimana B adalah burden dari peledakan produksi.
Pendekatan muatan bahan peledak per meter dari tiap kedalaman lubang bor
presplit yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada dinding penggalian tetapi akan
akan menghasilkan tekanan yang cukup untuk menyebabkan terjadinya splitting ,. Untuk
menentukan besarnya muatan bahan peledak dapat digunakan persamaan berikut
( Konya, 1995 ) :
Dh2
Dec =
12,14
Dimana :
Dec = Muatan bahan peledak ( gr/m )
Dh = Diameter lubang yang kosong ( mm )
Jika perkiraan muatan bahan peledak tersebut digunakan maka spasi antar lubang
bor presplit dapat diperkirakan sbb :
100 Dh < S < 14 Dh
Metode lain yang dapat menentukan jarak spasi antara lubang bor presplit adalah
didasarkan atas tebal dinding lingkaran tekanan ( Gb. 6.1 ).untuk lingkaran tekanan
dengan jari-jari luar tanpa batas, tegangan radial dan tegangan tangensial dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut ( Jagger and Cook, 1979 ) :
a2
r = o + ( pi - o )
r2
a2
= o - ( pi - o )
r2
Dimana :
r = Tegangan radial, ( MPa )
= Tegangan tangensial ( Mpa )
o = Tegangan insitu ( MPa )
pi = Tekanan antar lubang bor ( Mpa )
a = Jari-jari lubang bor ( m )
r = jarak dari pusat lubang bor ke titik yang diinginkan/titik amat ( m )
6.2.3. Trim ( cushion ) Blasting
Trim blasting merupakan teknik kontrol peledakan yang digunakan untuk
membersihkan dinding akhir penggalian setelah peledakan produksi yang telah
dilakukan ( Konya,1995 ). Tujuan dilakukannya trim blasting adalah untuk meciptakan
dinding akhir penggalian yang menarik/rata dan untuk meningkatkan kesetabilan
dinding akhir penggalian dengan cara memindahkan loose material yang disebabkan
oleh overbreak dari peledakan produksi.
Untuk satu baris trim blasting diledakan setelah peledakan produksi, berdasarkan
rancangan umum maka persamaan persamaan di bawah ini dapat digunakan sama
dengan perkiraan muatan bahan peledak per unit kedalaman lubang ledak yang telah
dikemukakan di awal untuk prespliting ( Konya, 1995 ) :
S = 16 Dh
B > 1.3 S
Dimana :
S = Spasi ( mm )
B = Burden ( jarak ke peledakan produksi ) ( mm )
Dh = Diameter lubang bor ( mm )

Gb. 6.1. Tegangan radial dan tangensial pada jarak r dari pusat tebal-dinding lingkaran
teknan
Gb.6.2. Desain umum dari trim blasting memanfaatkan pemboran produksi
6.2.4. Line Drilling
Line drilling merupakan salah satu teknik kontrol peledakan, bukan merupakan
teknik peledakan. Line drilling menggunakan menggunakan satu baris lubang bor yang
tidak di isi dengan bahan peledak dengan spasi yang rapat ( lihat Gambar 6.2. ).

Gb. 6.3. Pola yang khas dari line drilling yang telah digunakan hubungannya dengan
peledakan produksi
6.4. Gambaran mengenai lubang line drilling: ( A ) Detonasi pada lubang bor produksi
yang berdekatan dengan lubang line drilling; ( B ) Tegangan pada lubang line
drilling akibat detonasi dari lubang ledak
6.3. Stabilitas Lereng
Kestabilan dari suatu jenjang individual dikontrol oleh kondisi geologi daerah
setempat, bentuk keseluruhan lereng pada daerah tersebut, kondisi air tanah setempat,
dan teknik penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini
jelas sangat berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk
memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai
suatu lereng, sehingga dapat dipastikan lereng tersebut akan stabil.
Apabila kestabilan dari suatu jenjang dalam operasi penambangan meragukan,
maka kestabilannya harus dinilai berdasarkan dari struktur geologi, kondisi air tanah dan
faktor pengontrol lainnya yang terjadi pada suatu lereng. Kestabilan lereng pada batuan
dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan, serta
gaya-gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut.
Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng batuan adalah
dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan antara gaya penahan yang
membuat lereng tetap stabil dengan gaya penggerak yang menyebabkan terjadinya
longsor. Secara matematis faktor kestabilan lereng dinyatakan sebagai berikut :
F = R / Fp
Dimana :
F = faktor kestabilan lereng
R = gaya penahan, berupa resultan gaya-gaya yang membuat lereng tetap
stabil
Fp = gaya penggerak, berupa resultan gaya-gaya yang menyebabkan lereng
longsor
Pada keadaan :
- F 1,0 = lereng dalam keadaan stabil
- F = 1,0 = lereng dalam keadaan seimbang (akan longsor)
- F 1,0 = lereng dalam keadaan tidak stabil

6.3.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng.


Umumnya stabil atau tidaknya suatu lereng tergantung dari beberapa faktor, antara
lain :
a. Geometri lereng
Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi kestabilannya.
Semakin besar kemiringan dan ketinggian suatu lereng, maka kestabilan
semakin berkurang.
b. Struktur batuan
Strukutur batuan yang sangat mempengaruhi kestabilan lereng adalah bidang-
bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut merupakan
bidang-bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus sebagai tempat
merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor.
c. Sifat fisik dan mekanik batuan
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah bobot isi
(density), porositas dan kandungan air. Sedangkan sifat mekanik batuan antara
lain kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan juga sudut geser dalam batuan.
1. Bobot isi batuan
Semakin besar bobot isi suatu batuan, maka gaya penggerak yang
menyebabkan lereng longsor juga semakin besar. Dengan demikian
kestabilan lereng semakin berkurang.
2. Porositas batuan
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan
demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga memperkecil
kestabilan lereng. Adanya air dalam batuan juga akan menimbulkan tekanan
air pori yang akan memperkecil kuat geser batuan. Batuan yang mempunyai
kuat geser kecil akan lebih mudah longsor. Kuat geser batuan dapat
dinyatakan sebagai berikut :
= C + ( - ) tan
dimana :
= kuat geser batuan (ton/m2)
C = kohesi (ton/m2)
= tegangan normal (ton/m2)
= sudut geser dalam (angle of internal friction)
3. Kandungan air dalam batuan
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi
semakin besar juga. Dengan demikian berarti bahwa kuat geser batuannya
menjadi semakin kecil, sehingga kestabilannya berkurang.
4. Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan
Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined and
unconfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat
geser (shear strength). Batuan yang mempunyai kuat tekan, kuat tarik dan
kuat geser besar akan lebih stabil (tidak mudah longsor).
5. Sudut geser dalam (angle of internal friction)
Semakin besar sudut geser dalam, maka kuat geser batuan juga akan
semakin besar. Dengan demikian batuan (lereng) akan lebih stabil.
d. Gaya dari luar
Gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi atau mengurangi kestabilan
suatu lereng adalah :
Getaran yang diakibatkan oleh gempa, peledakan dan pemakaian alat-alat
mekanis yang berat didekat lereng.
Pemotongan dasar (toe) lereng
Penebangan pohon-pohon pelindung lereng
6.3.2. Klasifikasi longsoran batuan
Berdasarkan proses longsornya, longsoran maka longsoran pada batuan dapat
dibedakan menjadi empat, yaitu :
a. Longsoran Bidang (Plane failure)
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi sepanjang
bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa sesar,
rekahan (joint) maupun bidang perlapisan batuan. Syarat-syarat terjadinya
longsoran bidang adalah :
1. Terdapatnya bidang luncur bebas (daylight), berarti kemiringan bidang luncur
harus lebih kecil daripada kemiringan lereng.
2. Arah bidang luncur sejajar atau mendekati sejajar dengan arah lereng
(maksimum berbeda 20o).
3. Kemiringan bidang luncur lebih besar daripada sudut geser dalam batuannya.
4. Terdapat bidang bebas (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi
longsoran.

Bidang bebas Bidang luncur


f p
For siliding
Keterangan :
f = Kemiringan lereng
p = Kemiringan bidang luncur
= Sudut geser dalam

Gambar 1
Longsoran Bidang
Dalam menganalisa, maka suatu lereng ditinjau dalam dua dimensi dengan anggapan
sebagai berikut :
a. Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi
b. Terdapat regangan tarik tegak yang terisi air sampai kedalaman tertentu (Zw),
regangan tarik ini dapat terjadi pada muka lereng maupun di atas lereng.
c. Tekanan air pori pada regangan tarik sepanjang bidang luncur tersebar secara
linier
d. Semua gaya yang bekerja pada lereng melalui titik pusat massa batuan yang akan
longsor, sehingga tidak terjadi rotasi.
Faktor keamanan lereng dapat dihitung dengan persamaan :
Gaya-gaya penahan
F = ----------------------------------
Gaya-gaya penggerak

C.A + (W cos p U V sin p) tan


F = -------------------------------------------------------
W sin p + V cos p
Dimana :
F = faktor kestabilan lereng
C = kohesi pada bidang luncur
A = panjang bidang luncur (A)
p = sudut kemiringan bidang luncur (o)
= sudut geser dalam batuan (o)
W = berat massa batuan yang akan longsor (ton)
U = gaya angkat yang ditimbulkan oleh tekanan air disepanjang bidang luncur
(ton)
= (1/2) w. Zw. (H Z) cosec p
V = gaya mendatar yang ditimbulkan oleh tekanan air pada regangan tarik (ton)
= (1/2) w. Zw2
w= bobot isi air (ton/m3)
Zw= tinggi kolom iar yang mengisi regangan tarik (m)
Z = kedalaman regangan tarik (m)
H = tinggi lereng (m)
Jika terjadi getaran yang diakibatkan oleh adanya gempa, peledakan maupun
aktifitas manusia laninnya, maka persamaan diatas menjadi :
C.A + W (cos p- sin p ) U V sin p) tan
F = ----------------------------------------------------------------------
W (sin p + V cos p) + V cos p
Dimana :
= percepatan getaran pada arah mendatar

b. Longsoran baji (wedge failure)


Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika terdapat lebih dari satu
bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan antara
bidang lemah tersebut harus lebih besar dari sudut geser dalam batuannya.
Bidang lemah ini dapat beupa bidang sesar, rekahan (joint) maupun bidang
perlapisan.
Cara longsoran suatu baji dapat melalui salah satu atau beberapa bidang
lemahnya, ataupun melalui garis perpotongan kedua bidang lemahnya.
Dalam analisa menggunakan metode Hoek and Bray, longsoran baji dapat dianggap
hanya akan terjadi pada garis perpotongan kedua bidang lemah. Faktor keamanan
lereng dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
3
F = ---------- (Ca.X +Cb.Y) + (A (w/2).X) tan a + (B (w/2).Y) tan b
. H
dimana :
Ca = kohesi bidang lemah I (ton/m3)
Cb = kohesi bidang lemah II (ton/m3)
a = sudut geser dalam, bidang lemah I (o)
b = sudut geser dalam, bidang lemah II (o)
= bobot isi batuan (ton/m3)
w = bobot isi air (ton/m3)
Sin 24
X = --------------------------------------
Sin 45. Cos 2na
Sin 13
Y = --------------------------------------
Sin 35. Cos 1nb

Cos a cos b. cos na.nb


A = -------------------------------------------------
Sin 5. Sin2na.nb

Cos b cos a. cos na.nb


B = -------------------------------------------------
Sin 5. Sin2na.nb
Dimana a dan b adalah kemiringan (dip) dari bidang-bidang I dan II serta 5
adalah sudut penunjaman perpotongan bidang lemah I dan II.
Jika pada bidang I dan II tidak terdapat kohesi, serta kondisi lereng kering, maka
persamaan diatas menjadi :
F = A tan a + B tan b
Dimana A dan B adalah suatu faktor tanpa satuan yang besarnya tergantung pada
jurus (strike) dan kemiringan (dip) kedua bidang lemahnya. Bidang lemah yang
mempunyai kemiringan lebih kecil selalu dinamakan bidang lemah I sedangkan
bidang lemah yang satunya lagi dinamakan bidang lemah II.

Bidang I Bidang II

Muka lereng
Slope
face

(Gambar tiga demensi)

perpotongan bidang lemah

distribusi tekanan air tanah


m

fm

f p
(tampak samping tegak lurus perpotongan bidang lemah)

Keterangan :
f = kemiringan lereng
p = kemiringan garis perpotongan bidang lemah
= sudut geser dalam

Gambar 2
Longsoran baji

c. Longsoran busur (Circular failure)


Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang berupa busur
disebut longsoran busur. Longsoran busur hanya terjadi pada tanah atau material
yang bersifat seperti tanah. Antara partikel tanah tidak terikat satu sama lain.
Dengan demikian, longsoran busur juga dapat terjadi pada batuan yang sangat
lapuk serta banyak mengandung bidang lemah maupun tumpukan (timbunan)
batuan hancur.

Gambar 3
Longsoran busur
Analisa khusus untuk longsoran ini tidak ditampilkan disini, karena batuan yang
akan dianalisa diharapkan dalam keadaan segar.

d. Longsoran guling (topping failure)


Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang acak
kemiringannya berlawanan dengan kemiringan bidang-bidang lemahnya.
Keadaan tersebut dapat digambarkan dengan balok-balok yang diletakkan diatas
sebuah bidang miring. Berdasarkan bentuk dan proses menggulingnya, maka
longsoran guling dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Longsoran guling setelah mengalami benturan (flexural toppling)
b. Longsoran guling yang berupa blok (balok-balok)
c. Gambaran kedua longsoran diatas (block-flexural)

bagian puncak lereng


puncak lereng
bagian bawah
lereng

Gambar 4
Longsoran guling
Dengan metode Hoek and Bray terjadinya longsoran guling dapat dianalisa dengan
menggunakan model yang sederhana. Dengan menggunakan model ini digunakan untuk
menganalisa kasus-kasus yang sederhana. Sedangkan untuk menganalisa lereng yang
sebenarnya dilakukan analogi dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang ada di
lapangan

VII. Analisa Penyelesaian Masalah


Permasalahan yang ada di lapangan selanjutnya dipelajari dan dikaji berdasarkan
data yang ada, baik data yang dikumpulkan dari hasil penyelidikan maupun data
penunjang dan didukung berbagai teori yang menunjang permasalahan tersebut,
selanjutnya dicarikan alternatif penyelesaiannya.
Adapun rincian dari analisa terhadap kesetabilan lereng penggalian adalah
sebagai berikut :
A. Tahap Persiapan
Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data geometri lereng yang akan digali di
PT. Beraucoal dengan menggunakan metode peledakan.
B. Tahap Penyelidikan Awal
Pengumpulan data-data geologi daerah kerja yang akan mempengaruhi dalam
perancangan peledakan ataupun perancangan lereng seperti struktur batuan ( sesar,
kekar, dip ), kekuatan batuan ( rock strength ), berat jenis dan parameter lain yang
digunakan dalam kegiatan peledakan seperti spesifikasi bahan peledak dan geometri
pemboran dan peledakan yang akan digunakan.
C. Tahap Penyelidikan Terinci
Pengamatan dilapangan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kesetabilan lereng penggalian, sehingga dapat dipastikan seberapa besar pengaruh
grund vibration akibat peledakan terhadap kesetabilan lereng penggalian. Pada tahap
ini diharapkan sudah bisa dipastikan aman atau tidaknya lereng yang akan digali.
VIII. Metodologi Penelitian
Dalam memecahkan permasalahan ini, dengan menggabungkan antara teori dan
data-data lapangan, terutama data-data primer yang didapat dari perusahaan ( PT.
Beraucoal ), sehingga dari keduanya di dapat pendekatan penyelesaian masalah.
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
1. Tahap Studi Literatur yang berhubungan dengan topik penelitian berupa brosur-
brosur , laporan penelitian terdahulu.
Pada tahap ini di dapat data sekunder, antara laian :
- Data curah hujan
- Peta topografi
- Spesifikasi bahan peledak yang digunakan
a. Jenis bahan peledak
b. Sifat-sifat bahan peledak ( kekuatan, kecepatan detonasi, kepekaan, bobot
isi /density, tekanan detonasi, ketahanan terhadap air dan karakteristik
terhadap gas beracun ).
2. Tahap Studi Lapangan berupa pengambilan data di lapangan yang meliputi :
1. Geometri Lereng Penggalian
Geometeri lereng yang perlu diketahui adalah :
a. Orientasi (jurus dan kemiringan) lereng
b. Tinggi dan kemiringan lereng baik jenjang maupun total
c. Lebar jenjang (berm)
d. Geometri pemboran dan peledakan
3. Struktur batuan
Struktur batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah adanya bidang-bidang
lemah, yaitu bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan.
4. Sifat fisik dan mekanik batuan
Sifat fisik dan sifat mekanik batuan yang diperlukan sebagai dasar analisa kestabilan
lereng adalah :
a. Bobot isi batuan
b. Porositas batuan
c. Kandungan air dalam batuan
d. Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan
e. Sudut geser dalam
5. Kondisi geologi
Data geologi yang perlu diketahui :
a. Orientasi struktur bidang lemah (arah dan besar kemiringan spasi, isian dalam
rekahan)
b. Tinggi permukaan air tanah
c. Litologi dan penyebaran batuan
d. Tingkat pelapukan
e. Morfologi
Cara pengumpulan data
Data yang diperlukan diperoleh dari peyelidikan dilapangan dan percobaan di
laboratorium.
a. Penyelidikan di lapangan meliputi :
Pengukuran jurus dan kemirngan bidang lemah
Pemboran inti dan pembuatan sumuran untuk memperoleh data geologi, penyebaran
batuan dan untuk mendapatkan contoh tanah.
Pengamatan dengan Piezometer untuk mengetahui tinggi permukaan air tanah.
Khusus untuk cara pengumpulan data pada nomor 2 dan 3 dapat menggunakan
data yang telah ada pada perusahaan (kalau diperusahaan sudah tersedia).
b. Percobaan di laboratorium
1. Pengujian triaksial
2. Pengujian geser langsung
3. Pengujian kuat tekan uniaksial
4. Percobaan untuk menentukan berat isi, kadar air dan berat jenis dari contoh
tanah yang didapat dilapangan.
Percobaan di laboratorium dapat juga tidak dilaksanakan bila data untuk ini
sudah tersedia di perusahaan.
IX. Pembahasan Masalah
Dalam analisa ini masalah yang akan dibahas adalah mengarah pada pengaruh
groung Vibration akibat peledakan terhadap kesetabilan lereng penggalian.
Hal ini meliputi :
Penentuan metode analisis ground vibration akibat peledakan
Penentuan batas daerah yang terimbas oleh getaran tanah akibat peledakan
Alternatif teknik kontrol peledakan
Penentuan metode analisis kestabilan lereng.
Alternatif sudut dan tinggi lereng
Untuk menghitung besarnya ground vibration akibat peledakan digunakan persamaan
yang di buat oleh George Berta.
Sedangkan alternatif teknik kontrol peledakan seperti yang dikemukakan oleh charles
A. Kliche dalam bukunya Rock Slope Stability ada empat cara kontrol peledakan yaitu :
a. Modifikasi peledakan produksi
b. Presplit blasting
c. Trim ( Cushion ) blasting
d. Line drilling
Sedangkan untuk analisis kesetabilan lereng dilakukan perhitungan faktor kestabilan
lereng dengan metode Hoek and Bray. Perhitungan ini dilakukan untuk :

a. Lereng individual.
Dari hasil perhitungan, kemudian dibuat dalam grafik hubungan antara faktor
keamanan dengan sudut lereng atau antara tinggi lereng dengan sudut lereng.
b. Lereng total
Dari hasil perhitungan, kemudian dibuat grafik hubungan antara faktor keamanan
dengan sudut lereng atau antara tinggi lereng dengan sudut lereng.
c. Perhitungan dengan metode Hoek and Bray.
Sebagai pembanding perhitungan dengan metode Bishop.
Pemilihan Geometri lereng
Pemantauan lereng
Usaha untuk menstabilkan lereng

X. Rencana Kegiatan
BULAN Pertama Kedua Ketiga
2003 2003 2003
MINGGU
Studi Literatur
Observasi Lapangan
Pengambilan data
Pengolahan data
Penyusunan draft

XI. Rencana Daftar Isi


KATA PENGANTAR
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Penelitian
1.3. Perumusan Masalah
1.4. Metodologi Penelitian
1.5. Hasil Penelitian
II. TINJAUAN UMUM
2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah
2.2. Keadaan Topografi dan Geologi.
2.3. Iklim
2.4. Penambangan Batubara
III.TEORI KESTABILAN LERENG PADA BATUAN.
3.1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng Batuan
3.1.1. Struktur Geologi.
3.1.2. Air bawah permukaan tanah.
3.1.3. Sifat fisik batuan.
3.1.4. Sifat mekanik batuan.
3.1.5. Pengaruh gaya-gaya luar.
3.1.6. Pengaruh ground vibration akibat peledakan
3.1.7. Geometri lereng.
3.2. Teknik kontrol peledakan
3.2.1. Modifikasi peledakan produksi
3.2.2. Presplit blasting
3.2.3. Trim ( cushion ) blasting
3.2.4. Line drilling
3.3. Menghitung Faktor Kestabilan Lereng Batuan
3.2.1. Longsoran busur.
3.2.2. Longsoran bidang.
3.2.3. Longsoran baji.
3.2.4. Longsoran guling.

IV. ANALISA KESTABILAN LERENG.


4.1. Metode Analisa Yang Dipilih
4.2. Hasil Analisis Kestabilan Lereng

V. PEMBAHASAN
5.1. Kekuatan batuan
5.2. Struktur Geologi
5.3. Geometri Lereng
5.4. Air tanah
5.5. Pengaruh getaran
5.6. Usaha untuk menstabilkan lereng
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
6.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

XII. Rencana Daftar Pustaka


1. Hoek, E. and Bray, J.W., Rock Slope Engineering 3 rd Ed., The Institution Of
Mining and Metallurgy London, !981.

2. Made Astawa Rai, Dr. Ir .Analisa Kemantapan Lereng : Proyeksi Stereografis dan
Metode Grafis, Kursus Geoteknik dan Perencanaan Tambang Terbuka,
1993.

3. Made Astawa Rai, Dr. Ir. dan Anung Dri Prasetya, Ir Kemantapan Lereng Batuan,
Kursus Pengawas Tambang, 1993.

4. Gian Paolo Giani, Rock Slope Stability Analysis, A.A Balkema, Rotterdam,
Brookfield, 1992.

5. Charles A. Kliche, Rock Slope Stability , Society for Mining, Metallurgy, and
Eksploration, Inc. 1999.

6. William Hustrulid, Blasting Principles for Open Pit Mining 1 rd Ed, A.A.
Balkema, Rotterdam, Brookfield,1999

ANALISIS PENGARUH BLASTING VIBRATION TERHADAP


KESTABILAN LERENG PENGGALIAN DI PT. BERAUCOAL ,
BERAU, KALIMANTAN TIMUR
PROPOSAL SKRIPSI

Oleh
IBNU UBAIDILLAH
112000011

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2004
ANALISIS PENGARUH BLASTING VIBRATION TERHADAP
KESTABILAN LERENG PENGGALIAN DI PT. BERAUCOAL ,
BERAU, KALIMANTAN TIMUR
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Melaksanakan Skripsi
Pada Jurusan Teknik Pertambangan

Oleh
IBNU UBAIDILLAH
112000011

Mengetahui :
Dosen Wali Pembimbing I

( Ir. Gunawan Nusanto, MT ) ( Ir. Bagus Wiyono, MT )

Anda mungkin juga menyukai