yang ada di Sungai Ciaruteun ini, sampai akhirnya pada tahun 1863 pimpinan
Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen melaporkannya. Itulah
prasasti Ciaruteun yang terletak di pinggir Sungai Ciaruteun. Pada saat penemuannya
prasasti ini tidak menyebutkan anggak tahun, sehingga sangat sulit untuk menentukan
kapan tahun pembuatannya.
Pada tahun 1893 prasasti ini pernah terhanyut beberapa meter oleh derasnya aliran
sungai dan bgian batu yang bertulis terbalik posisinya ke bawah. Pada tahun 1903
prasasti ini dikembalikan ketempat semula.
Berdasarkan isi prasasti ini kita dapat mengetahui bawah prasasti ini dibuat pada masa
pemerintahan raja Purnawarman yang memerintah di kerajaan Trauma
(Tarumanegara). Dan apabila kita memerhatikan irama, sepertinya memiliki kesamaan
dengan prasasti yang ditemukan di Kutai, yang dikeluarkan oleh raja Mulawarman yaitu
sama-sama menggunakan irama anustubh. Hal ini mungkin adanya kesamaan
kebudayaan yang berkembang antara di Taruma dan Kutai. Selanjutnya kesamaan
nama belakang mereka yaitu Warman semakin memperkuat dugaan tersebut.
Melihat bentuknya, prasasti ini mengingatkan adanya hubungan dengan prasasti raja
Mahendrawarman I dari keluarga Palla (India) yang didapatkan di Dalavanur. Apabila
kita hubungkan antara irama penulisan (anustubh) dan bentuknya kita bisa sedikit
menyimpulkan bahwa Kerajaan Taruma dan Kutai memiliki kesamaan kebudayaan
dengan keluarga Palla di India.
Apabila kita melihat isinya, menunjukan bahwa Sang Purnawarman ingin menunjukan
kepada rakyatnya bahwa ia seorang raja negeri Taruma yang gagah berani di dunia,
yang ditandai dengan cap sepasang telapak kakinya yang bagai kaki Dewa Wisnu. Cap
telapak kaki ini melambangkan kekuasaan Purnawarman atas daerah ditemukannya
prasasti, yang menegaskan kedudukan diibaratkan Dewa Wisnu sebagai penguasa
sekaligus pelindung rakyat.