BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis yang sering ditemukan
pada sekitar 60% dari bayi normal menjadi kuning secara klinis sekitar minggu
sebagai akibat dari pembentukan bilirubin yang berlebihan karena hati bayi tidak
dapat mengeluarkan bilirubin cukup banyak dari darah. Walaupun sebagian besar
bayi yang baru lahir dengan penyakit kuning yang dinyatakan sehat, mereka
perlu dipantau karena berpotensi bilirubin toksik pada sistem saraf pusat.
neurodevelopmental.
Data dari 11 rumah sakit di wilayah utara California Kaiser Permanente Medical
System dan dari 18 rumah sakit Intermountain Health care menunjukkan bahwa
tingkat total serum bilirubin adalah 20 mg per desiliter (342 mol per liter) atau
lebih tinggi sekitar 1-2% dari bayi yang lahir pada usia gestasi setidaknya 35
menunjukkan bahwa 5 sampai 40 bayi per 1000 bayi matur dan post matur
mendapat fototerapi sebelum keluar dari perawatan dan bahwa jumlah yang sama
yang diterima kembali untuk fototerapi setelah keluar dari perawatan. Data ini
lebih sering.
Hiperbilirubin salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada
bayi baru lahir. Sekitar 25-50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu
pertama. Angka kejadian hiperbilirubin lebih tinggi pada bayi kurang bulan,
dimana terjadi 60% pada bayi cukup bulan di Rumah Sakit Mitra Keluarga
Kelapa Gading.
hiperbilirubinemia dapat muncul akibat masalah pemberian ASI bayi baru lahir
selanjutnya, apakah ada indikasi bayi dilakukan fototerapi atau tidak. Cara ini
dianggap lebih mudah dan murah sebagai deteksi awal dilakukannya fototerapi.
Fototerapi telah dilakukan selama puluhan tahun, namun masih ada hal yang
efektif daripada fototerapi tunggal pada bayi dengan berat badan lahir rendah
dan lebih berguna untuk menurunkan kadar bilirubin serum yang meningkat
3
kadar Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah mevalidasi
bahwa ketika fototerapi belum dilakukan, 36% bayi dengan berat kelahiran
kurang dari 1500 gram memerlukan transfusi tukar (Newman, et al, 2009).
jaringan otak yang dapat menyebabkan komplikasi neurologis yang dikenal sebagai
kern icterus. Efektitas fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar, penurunan kadar
ganda disebut juga sebagai fototerapi intensif yang diberikan pada neonatus yang
mengalami peningkatan bilirubin serum yang sangat cepat, seperti yang sering
sejak tahun 1990 dan telah dipublikasikan J Paediatr Child Health ditahun 1995
4
Blanket dengan foto terapi konvensional pada hiperbilirubin bayi prematur. Dari
hasil penelitian tersebut ada 24 bayi pada kelompok konvensional dan 20 pada
Di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading sendiri untuk bayi Hiperbilirubin
B. Rumusan Masalah
Pada dasarnya pasien hiperbilirubin akan sembuh dengan mengunakan foto
Billy Blankets. Akan tetapi dengan adanya Billy Blanket dapat meminimalkan
terjadinya cedera pada jangka waktu lama terhadap pasien dan atau perawat
diberikan cenderung akan membuat cedera kepada perawat untuk jangka panjang
(kebutaan karena terpanjang sinar ultra violet) dan terhadap pasien hiperbilirubin
itu sendiri.
Adanya fenomena diatas, menjadikan alasan dan tujuan penelitian ini dilakukan,
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Teridentifikasi efektifitas penggunaan Billy Blanket dengan Foto therapy
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
perawatan intensif neonatal sekarang ini. Untuk itu manfaat bagi peniliti ialah
2. Bagi Pasien
Menggunakan Billy Blanket lebih efektif, karena sinar yang dihasilkan oleh
foto terapi tidak memancar ke segala arah tetapi untuk Billy Blanket sinar
hanya memantul pada alat yang dipakai, bayi pun tanpa menggunakan tutup
mata (yang biasanya berisi kertas karbon) karena sinar dibancarkan dari
maksimal diruang perawatan intensif (kamar bayi, perina, nicu), dan juga
ternyata dari uji penelitian lebih efektif dibanding dengan menggunakan foto
terapi biasa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hiperbilirubin
1. Definisi Hiperbilirubin
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
2006
Hiperbilirubin adalah terjadinya peningkatan plasma bilirubin 2 standart
devisiasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih
G
ambar 2.1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonates >95% menurut
Normogram Bhutani
2. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang
larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.
kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis. (Arief ZR, 2009).
a. Ikterus fisiologi
8
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi
bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
b. Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
Bakteri)
3) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
1) Kadar Bilirubin Serum berkala.
2) Darah tepi lengkap.
9
Heparbila perlu.
b. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
1) Biasanya Ikterus fisiologis.
2) Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh,
ataugolongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
Polisetimia.
4) Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis,pendarahan
perlu dilakukan:
1) Pemeriksaan darah tepi.
2) Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
3) Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
4) Pemeriksaan lain bila perlu.
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
1) Sepsis.
2) Dehidrasi dan Asidosis.
3) Defisiensi Enzim G6PD.
4) Pengaruh obat-obat.
5) Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
ABO.
2) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
3) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi
Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
5. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari
hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian
mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi,
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya
empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada
dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga
menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Murray et al,2009).
6. Manifestasi klinis
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-
kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin
kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi
3) Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
13
dempul
6) Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7) Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8) Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9) Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10) Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat
tuli saraf.
b. Kernikterus.
kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama
B. Fototerapi
1. Definisi Fototerapi
Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang
larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin
produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah
kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole
mengubah warna bayi, maka yang lebih disukai adalah lampu flouresen
cahaya normal dengan spektrum 420 460 nm sehingga asuhan kulit bayi
kondisi lainnya. Agar fototerapi efektif, kulit bayi harus terpajan penuh
terhadap sumber cahaya dengan jumlah yang adekuat. Bila kadar bilirubin
itu bayi berbaring dalam selimut fiberoptik. Warna kulit bayi tidak
menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang
terpajan lebih luas. Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung
naik pada bayi bayi yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar
cerah dan inkubator, lampu ini memiliki komponen biru signifikan dalam
spektrum cahaya
4) Lampu kuarsa ganda
Lampu melekat 3-4 pada sumber panas overhead dari beberapa
penghangat bercahaya
5) Light-emitting diode (LED)
konsumsi daya rendah, produksi panas rendah, dan masa hidup lebih
lama
6) Cahaya serat optik, memberikan tingkat energy yang tinggi, tetapi
antara lampu (semakin dekat sumber cahaya, semakin besar irradiasinya) dan
permukaan kulit yang terkena cahaya, karena itu dibutuhkan sumber cahaya
Jarak antara kulit bayi dan sumber cahaya. Dengan lampu neon, jarak harus
tidak lebih besar dari 50 cm (20 in). Jarak ini dapat dikurangi sampai
bayi baru lahir yang relative sehat. Untuk bayi dengan berat lahir kurang dari
permukaan besar lebih efisien daripada penyinaran daerah kecil, dan efisiensi
watt per sentimeter persegi atau dalam microwatts per square centimeter
di atas bayi, konvensional atau unit fototerapi standar siang hari harus
intensif cahaya radiasi spectral pada sedikitnya 30 W per sentimeter persegi per
nanometer pada bandwidth yang sama disampaikan kepada sebanyak bayi luas
sumber cahaya ditempatkan di atas dan di bawah bayi. Ada hubungan langsung
antara radiasi yang digunakan dan tingkat di mana tingkat bilirubin total serum.
serum 2-3 mg per desiliter (34-51 mol per liter) lebih rendah dari kisaran yang
tersedia secara komersial dirancang untuk tujuan itu. Sayangnya, tidak ada
sangat berbeda ketika radiasi diukur dari fototerapi dengan system yang sama.
meter biasa atau mengandalkan visual estimasi kecerahan adalah tidak pantas.
Karena variasi spasial, radiasi idealnya harus diukur di beberapa situs di bawah
area diterangi oleh unit, dan pengukuran rata-rata. Karena hal ini bukan sering
Yang umum digunakan unit fototerapi berisi siang hari, putih, atau tabung neon
biru. Namun, ketika total serum tingkat bilirubin mendekati jarak di mana
Pediatrics saat ini merekomendasikan khusus lampu neon biru atau dioda
pemancar cahaya (LED) lampu yang telah terbukti efektif untuk fototerapi di
beberapa studi klinis. Lampu halogen yang difilter, sering dimasukkan ke dalam
Dosis dan kemanjuran dari fototerapi juga dipengaruhi oleh bayi jarak dari
cahaya (yang dekat sumber cahaya, semakin besar irradiance) dan daerah kulit
yang terkena, maka kebutuhan akan sumber cahaya di bawah untuk bayi dengan
luas permukaan yang terkena, terjadi pengurangan yang lebih besar dalam total
serum bilirubin , dan biasanya tidak diperlukan untuk tidak menggunakan popok
bayi. Namun, jika total serum tingkat bilirubin terus meningkat meskipun
pengobatan, popok harus dihbuka sampai ada penurunan klinis yang signifikan.
Aluminium foil atau kain putih ditempatkan di kedua sisi bayi untuk
cahaya dapat menjadi racun bagi retina yang immatur, mata bayi harus selalu
sebab dan tingkat keparahan dari hiperbilirubinemia ini. Selama hemolisis masih
aktif, tingkat total serum bilirubin tidak akan menurun secepat itu dibandingkan
pada bayi tanpa hemolisis. Di sisi lain, karena fototerapi bekerja pada saat
bilirubin dalam kulit dan jaringan subkutan superfisial, bilirubin berada di tempat
tersebut (contoh, semakin tinggi total kadar bilirubin), maka fototerapi akan
semakin bermanfaat. Pada beberapa bayi dengan total serum bilirubin yang lebih
besar dari 30 mg per desiliter (513 mol per liter) fototerapi, intensif dapat
penyinaran bilirubin
b. Diare : bilirubin indirek menghambat lactase
c. Hemolisis : fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit
d. Dehidrasi : Insesible Water Loss (30-100%) karena menyerap energi
foto
e. Ruam kulit : Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan
pelepasan histamin
menghindari kulit menjadi cokelat atau efek gosong. Bayi cukup bulan yang
perianal, sehingga pentng dilakukan asuhan kulit yang teliti terutama menjaga
C. Billy Blanket
1. Definisi Billy Blanket
20
sehari hari untuk berbagai produk serupa dan istilah yang digunakan dalam
profesi medis. Nama Billy Blanket adalah kombinasi dari bilirubin dan selimut.
adalah sebuah alternatif untuk pengobatan rawat inap rumah sakit untuk
manajemen tingkat bilirubin tinggi pada bayi baru lahir, yang dikenal sebagai
aman khusus perawatan pada bayi yang baru lahir dengan konsentrasi serum
bilirubin tinggi. Ini melibatkan paparan dari bayi yang baru lahir ke sumber
Gambar 2.2
pemakaian Billy Blanket pada bayi hiperbilirubin
21
tabung neon. Sebuah kipas yang berotasi mendukung sirkulasi udara disekitar
tabung neon. Tabung khusus menyebarkan cahaya dengan jarak 425-475 (sinar
biru)
Pada permukaannya terdapat sebuah aluminium transparan yang dilapisi plastik
lembut untuk kulit yang terbuat dari bahan polyurethane. Untuk posisi optimal
langsung terarah pada bayi menembus kain pada dasar selimut terapi. Ini
Oslo tahun 2007, belum terdapat adanya efek samping pada bayi hiperbilirubin
yang memakai Billy Blanket bahkan sampai meninggalkan ruam kulit tidak
ditemukan
22
BAB III
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel satu
dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,
23
Soekidjo 2010: 83). Berdasarkan landasan teori yang telah peneliti uraikan
Hiperbilirubin
menjadikan banyak macam alat untuk menurunkan kadar bilirubin dalam bayi
jumlah acak pada percobaan yang dilakukan dari tahun 1960 sampai 1990.
fototerapi seperti yang digunakan selama periode ini, tidak digunakan cahaya
tinggi dengan dosis yang digunakan saat ini. Saat ini studi etika standard akan
B. Hipotesis Penelitian
24
C. Definisi Oprasional
Definisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional
melakukan observasi atau pengukiuran secara cermat terhadap suatu objek atau
tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010)
total
Foto Terapi bentuk pengobatan - 1 =Konvensional
menggunakan panjang
gelombang cahaya
25
dari spektrum
panjang gelombang
tertentu dapat
disampaikan dengan
tinggi
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
tepatnya menggunakan desain Quasi Experiment (Pra test, Perlakukan, Post test).
26
variabel dependen.
Keterangan
(K-A) : Pasien yang mendapatkan perl akukan menggunakan Billy Blanket
(K-B) : Pasien yang tidak mendapatkan perlakuan menggunakan Billy Blanket
B. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan diruang Perinatologi RS Mitra Keluarga Kelapa Gading untuk
bayi hiperbilirubin dengan menggunakan Billy Blanket dan ruang kamar bayi RS
Mitra Keluarga Kelapa Gading untuk bayi hiperbilirubin menggunakan foto terapi
konvensional
C. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Populasi dalam
penelitian ini terdiri dari klien dengan Hiperbilirubin dengan pemakaian foto
therapy konvensional dan Billy Blanket yang dirawat di Rumah Sakit Mitra
2. Sampel
Kelompok penelitian
a. Kriteria inklusi
Pasien dengan hiperbilirubin dengan menggunakan Billy Blanket dan
kriteria :
1) Bayi matur
2) BB diatas 2500
3) Ikterik fisiologi (timbul pada 24 jam pertama)
4) Orang tua bersedia pasien menjadi responden
5) Kadar bilirubin bayi diatas 12mg/dL sampai dengan 16,99mg/dL
b. Kriteria ekslusi
1) Bayi dengan okterik Patologis
2) Bayi dengan Hiperbilirubin > 17mg/dL
3) Bayi dengan menggunakan Doubel Foto Terapi
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah perangkat yang akan digunakan untuk pengumpulan data
Yaitu rekam medik yang meliputi identitas responden yang dirawat di ruang
untuk mencatat seluruh sempel penenlitian sebelum dan sesudah dilakukan intevesi
serta lembar observasi yang diagikan peneliti kepada asisten peneliti untuk mencatat
data responden yang berisi tentang inisial, medrec, tanggal lahir, usia saat dilakukan
foto terapi, jenis kelamin, BB lahir, panjang badan, kadar bilirubin masuk, kadar
Rawat Inap khususnya PERINA dan Kamar Bayi RS Mitra Keluarga Kelapa
Gading
b. Peneliti melakukan presentasi rencana penelitian di jajaran Instalasi Rawat Inap
setelah ada izin dari Direktur RS Mitra Keluarga Kelapa Gading. Peneliti
yang diberikan yaitu efektifitas pemberian Billy Blanket sebagai intervensi bayi
dengan hiperbilirubin
c. Peneliti menjelaskan bayi mana yang masuk ke kriteria Inklusi dan Eksklusi
d. Peneliti dibantu oleh 1 (satu) orang asisten peneliti dalam pengumpulan data,
dalam setiap shift. Asisten adalah perawat ruangan dengan kriteria pendidikan
29
D-III keperawatan, S-1 Keperawatan dan D-III Kebidanan dengan masa kerja
lebih dari 2 tahun dan sudah mengikuti pelatihan management PONEK atau
dengan memberikan lembar observasi kepada perawat jaga pada shift tersebut,
2. Pelaksanaan penelitian
a. Peneliti menetapkan ruang Perina sebagai tempat untuk pengambilan sampel
Billy Blanket dan Kamar Bayi sebagai tempat untuk pengambilan sampel yang
inklusi.
c. Peneliti menjelaskan rencana tentang penggunaan foto terapi kepada orang tua
dilakukan perlakuan maka kadar bilirubin akan dites pada pasien dengan
peneliti
g. Peneliti memisahkan atau mengelompokkan lembar observasi untuk 2
kelompok, kelompok yang menggunakan foto terapi atas dan kelompok yang
Billy Blanket dan foto terapi konvensional saat melaukan kontrol atau kunjungan. Dari
dengan BB dibawah 2500gr dan 1 responden dengan bilirubin 16,35 mg/dL pemakaian
G. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin kepada
permohonan ijin penelitian kepada Direktur Rumah Sakit Mitra Keluarga kelapa
kuesioner dikirim ke subyek yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika
sebagai berikut:
(inform concent).
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, sebelum dilakukan penelitian
confidentiality).
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu,
identitas responden.
Pada penelitian ini peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti
tidak mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data yang diisi
oleh subyek. Lembar tersebut hanya diberi inisial atau kode tertentu yang
bersifat rahasia, dan lembar tersebut hanya dilihat oleh peneliti, asisten peneliti.
3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an inclusiveness).
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
kriteria dianggap sama dari segi agama, etnis, jenis kelamin, serta menjelaskan
and benefits).
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi
sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak
karateristik pasien dan dukungan sosial keluarga dengan depresi pada pasien
terjadinya stroke iskemik dan dapat digunakan sebagai refrensi dalam dunia
H. Pengelolaan data
Setelah form pengkajian pasien diisi oleh peneliti, akan dilihat kelengkapan
yang ada dalam kuisioner lengkap, jelas, relevan dan konsisten.Pada tahap ini
peneliti atau pun asisten peneliti sudah sesuai dengan petunjuk yang sudah
angka atau bilangan. Pada tahap ini peneliti memberi kode 1 dengan foto terapi
dari kuisioner ke paket computer. Pada tahap ini, peneliti memasukan data ke
memproses data yaitu program SPSS 22, dimana datang yang dimasukkan
antara lain:
a) Nomer responden
b) Usia responden
c) Jenis Kelamin
d) Berat Badan responden
e) Panjang Badan responden
f) Kadar Bilirubin Responden
g) Perlakuan (Intervensi) dengan menggunakan foto terapi konvensional atau
kembali data yang sudah di entri apakah ada kesalahan atau tidak. Pada
penelitian ini, peneliti melakukan pengecekan dan memeriksa kembali data yang
editing, coding, scoring dan tabulasi. Langkah selanjutnya yakni analisis data.Teknik
analisis data pada penelitian ini dioleh secara statistikdengan menggunakan program
(Notoatmodjo,2012).
Setelah dilakukan penelitian ditemukan total responden sebanyak 18 responden
berkorelasi (Notoatmodjo,2012).
Analisa dilakukan dengan menggunakan analisa Uji T adalah jenis pengujian
statistika untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari nilai yang diperkirakan
menerangkan variasi variabel terikat. Uji T menilai apakah mean dan keragaman
dari dua kelompok berbeda secara statistik satu sama lain. Analisis ini digunakan
apabila kita ingin membandingkan mean dan keragaman dari dua kelompok data,
(Notoatmodjo,2012).
penulis dipenelitian ini menggunakan Uji T Dependen dimana Uji T Dependen
sering digunakan pada analisa data penelitian eksperimen dan penelitian pre dan
post.
Rumus T test
d
T
SD _ d / n
Keterangan :
SD_d = standar deviasi dari deviasi / selisih dari sampel 1 dan sampel 2
berikut:
SD _ d ( d1 d ) 2
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini, dijelaskan tentang laporan hasil penelitian yang telah dilakukan pada
Kadar Bilirubin Pada Bayi Hiperbilirubin , dimana dapat dikelompokkan antara lain,
bayi hiperbilirubin dengan menggunakan foto terapi konvensional sebanyak 9 bayi dan
Pada bab ini pula akan dibahas mengenai analisa hasil penelitian yang dilakukan 2
tahap , yaitu analisa univariat dan analisa bivariat. Analisa univariat adalah dengan
A. Analisa Univariat
variabel penelitian yang terdiri dari karakteristik data demografi responden dan
penggunaan foto terapi konvensional serta Billy Blanket di Rumah Sakit Mitra
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan data Demografi (usia, jenis
kelamin, berat badan dan panjang badan) hiperbilirubin (n = 18)
di RS Mitra Keluaga Kelapa Gading Februari 2017
37
a. Usia Bayi
Berdasarkan data pada tabel 5.1 diatas, hasil analisa distribusi responden
(55,5%)
b. Jenis Kelamin
responden (55.5%)
Berdasarkan data pada tabel 5.1, distribusi responden berat badan sebagian
d. Panjang Bayi
B. Analisa Bivariat
Tabel 5.2
Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukan bahwa rata - rata kadar bilirubin
uji statistik menunjukan niai p Value = 0.028 (p < 0.05) maka dapat disimpulkan
konvensional
Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukan bahwa rata - rata kadar bilirubin awal
Blanket adalah 12.4489. Hasil uji statistik menunjukan niai p Value = 0.000 (p
< 0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada penurunan kadar bilirubin yang
Dengan hasil ini menunjukkan bahwa antara kelompok foto terapi konvensional
dan Billy Banket didapati perbedaan yang bermakna terhadap penurunan kadar
bilirubin.
BAB VI
PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti akan membahas hasil penelitian tentang efektifitas pemakaian
40
Billy Blanket dengan foto terapi konvensional di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading
Tahun 2017. Adapun dalam pembahasan ini meliputi keterbatasan penelitian dan
hiperbilirunemia pada penggunaan foto terapi konvensional dan Billy Blanket, serta
hasil bivariat yang membanding 2 sampel kelompok yang dilakukan penelitian pre dan
post
A. Keterbatasan penelitian
responden dikarenakan untuk bayi dengan penggunaan double blue light masuk
2. Peneliti hanya meneliti penurunan kadar bilirubin dalam waktu 24jam pertama
pada penggunaan foto terapi konvensional dan Billy Blanket, peneliti tidak
meneliti faktor persalinan ibu, berat badan bayi, usia saat memulai foto terapi,
3. Sulitnya mencari sumber atau pun jurnal tentang Billy Blanket merupakan suatu
hal yang sulit ditemui saat peneliti melakukan pnelitian, terutama untuk
B. Pembahasan Variabel
41
Hasil uji statistik menunjukan adanya penurunan dari kadar bilirubin dengan
menggunakan foto terapi konvensional. Hal ini sesuai dengan cara kerja terapi
sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air
terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil
bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
Hal ini seuai dengan penelitian dari dr.Azlin, Emil (2009) dari Departemen
efektifitas foto terapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat
pada kelompok ini dipengaruhi oleh jarak foto terapi, dikarenakan jarak yang
terapi menyebar ke segala arah, tidak berfokus kepada bayi yang dapat
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan niai p Value = 0.000 (p < 0.05)
maka dapat disimpulkan bahwa ada penurunan kadar bilirubin yang signifikan
dikarenakan jarak pantulan cahaya yang dihasilkan oleh Billy Blanket langsung
diterima oleh bayi dengan hiperbilirun tanpa ada jarak yang jauh serta bias yang
di karenakan oleh luas permukaan ruangan, akan tetapi selimut yang dipakai
oleh bayi berbahan khusus dimana bila ada penggantian selimut yang bukan
penggunaannya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Costello, SA dari
bayi prematur. Dari hasil penelitian tersebut ada 24 bayi pada kelompok
Unit lampu terdiri dari sebuah reflector aluminium dan cadangan energi pada
tabung neon. Sebuah kipas yang berotasi mendukung sirkulasi udara disekitar
tabung neon. Tabung khusus menyebarkan cahaya dengan pancaran sinar 425-
475 (sinar biru), pada permukaannya terdapat sebuah aluminium transparan yang
43
dilapisi plastik lembut untuk kulit yang terbuat dari bahan polyurethane. Untuk
posisi optimal bayi, Billy Blanket dilengkapi dengan selimut terapi (Bilicombi).
Cahaya langsung terarah pada bayi menembus kain pada dasar selimut terapi. Ini
jarak yang ada pada Billy Blanket tidak kurang dari 10cm.
Hasil Penelitian ini memberikan gambaran foto terapi dapat menurunkan derajat
penggunaan Billy Blanket, namun dari penelitian yang peneliti lakukan bahwa
efektifitas pemakaian Billy Blanked lebih efektif dari pada penggunaan foto terapi
konvensional, ini bisa diliat dari penggunaan kedua alat foto terapi tersebut dalam
24 jam pertama. Menurut Bhutani (2011) untuk mengurangi efek samping foto
tubuh bayi. Begitu pula menurut Wong (2009) untuk mengefektifkan foto terapi,
kulit bayi harus terpajan penuh terhadap sumber cahaya dengan jumlah yang
adekuat. Bila kadar bilirubin serum meningkat sangat cepat atau mencapai kadar
krisis, dianjurkan untuk menggunakan foto terapi konvensional dan Billy Blanket
atau selimut fiberoptik. Hasil terbaik terjadi dalam 24 sampai 48 jam pertama
foto terapi. Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Pratita
(2010) yang memberikan hasil pemberian foto terapi efektif dalam menurunkan
kadar bilirubin dengan jarak sinar lebih dekat ke neonatus lebih efektif dalam
BAB VII
Dalam bab ini dibahas tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran peneliti
A. Kesimpulan
laki, dan umumnya berat badan bayi 3001 3500 gr serta sebagian besar
2. Rata - rata kadar bilirubin sebelum pada kelompok foto terapi konvensional
adalah 12,5656 dan rata - rata kadar bilirubin awal pada kelompok Billy Blanket
adalah 15,1711. Hasil rata rata kadar bilirubin setelah diberikan foto terapi
konvensional adalah 12,0689 dan hasil rata rata kadar bilirubin setelah
diberikan Billy Blanket adalah 12,4489. Rata rata kada bilirubin sebelum dan
kelompok Billy Blanket saat sebelum dan sesudah intervensi dengan nilai p =
0.000 (p Value < 0.05) sementara, untuk kelompok foto terapi konvensional
dengan nilai p = 0.028 (p Value <0.05). Hal ini menunjukkan bahwa antara
kelompok foto terapi konvensional dan Billy Banket didapati perbedaan yang
Pada hasil penelitian ini pula peneliti didapati bahwa foto terapi dengan jarak sinar
lebih dekat ke arah bayi (dicontohkan dengan penggunaan Billy Blanket) lebih
B. Saran
prosedur pelaksanaan dan tata cara yang tepat, dimana telah dilakukan
Penelitian ini juga dapat dijadikan evidence based practice, dimana belum
dari beberapa kelompok baik itu dilihat dari segi faktor persalinan ibu, berat
badan bayi, usia saat memulai foto terapi, pemberian ASI serta lama perawatan
atau dengan sampel yang lebih besar dan area penelitian yang lebih.