Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL

BLOK PSIKIATRI SKENARIO 3

SULIT TIDUR

KELOMPOK A5
ADIKA PUTRA PANGESTU G0014003
AMELIA ANITA SARI G0014025
ASTARI FEBYANE PUTRI G0014047
ATHOK SHOFIUDIN M. G0014049
FRIZKA APRILIA G0014105
GITA NUR SIWI G0014109
KHUSNUL QOTIMAH G0014133
MUH. ILHAM AKBAR I G0014161
NABILA SHAZA G0014171
SIHSUSETYANINGTYAS T. S. G0014221
SITI RACHMA AL-SYIFA G0014223
YUDHISTIRA HUTOMO G0014245

TUTOR: EVI ROKHAYATI, dr., SpA, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2016

BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 3
Sulit Tidur

Seorang wanita, 25 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan sulit tidur, sulit
memulai tidur, dan bila sudah tidur sering terbangun. Keluhan ini dirasakan sejak
1 minggu sebelumnya, setelah ditegur atasannya karena tugas yang dibebankan
kepadanya tidak selesai dikerjakan pasien. Selain itu pasien juga mengeluh gejala
somatik seperti badan lemas, sering pusing. Pasien juga merasa malas keluar
rumah. Pasien masih melaksanakan hobinya, tetapi intensitasnya tidak seperti
sebelumnya. Pasien masih tetap bekerja seperti biasa, tetapi perasaan takut tidak
mampu melaksanakan tugas selalu muncul, disertai rasa khawatir bila dimarahi
atasannya.
Pasien pernah juga merasa khawatir saat menghadapi ujian akhir SMA, saat itu
pasien sering kencing dan tangannya terasa dingin.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80, nadi 90x/menit.
Pemeriksaan status mental didapatkan afek/mood: cemas dan sedih.

BAB II
DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

A. Jump 1: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam


skenario.
Pada tahap ini, peserta diminta untuk mendefinisikan istilah-istilah dalam
skenario yang belum dimengerti dan dipahami secara baik.
Dalam skenario ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai berikut:
1. Somatik
Perasaan aneh yang menyangkut organ dalam, pasien merasakan gejala-
gejala mengenai tubuhnya yang tidak bisa dibuktikan dengan pemeriksaan
fisik maupun laboratorium. Kondisi ini yang memicu fenomena doctor
shopping karena pasien merasa sakit walaupun tidak ditemukan
abnormalitas pada tubuhnya.
2. Cemas
Manifestasi berbagai proses emosi yang menimbulkan perasaan was-was,
khawatir, tidak nyaman seakan-akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai
ancaman, disebabkan sesuatu yang tidak spesifik. Dirasakan orang-orang
yang mengalami tekanan batin.

B. Jump 2: Menentukan/mendefinisikan permasalahan-permasalahan yang


terdapat di dalam skenario ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana patofisiologi gejala somatik yang menyertai keluhan pasien?
2. Bagaimana hubungan kecemasan dengan gejala somatik (badan lemas,
sering kencing, pusing, tangan terasa dingin) yang dirasakan pasien?
3. Apa saja jenis-jenis gangguan kecemasan?
4. Bagaimana hubungan riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit
sekarang pasien?
5. Bagaimana hubungan gejala somatis dengan perubahan perilaku pasien?
6. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan?
7. Apa hubungan hasil pemeriksaan fisik dengan keluhan yang dialami?
8. Bagaimana tatalaksana keluhan pasien?
9. Apa saja faktor risiko keluham pasien?
10. Apa saja diagnosis banding dan alur diagnosis keluhan pasien?
11. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan?
12. Bagaimana prognosis dari keluhan pasien?
13. Apa saja gejala lain yang bisa dialami pasien gangguan cemas?
14. Bagaimana perbedaan antara cemas, fobia, takut, dan kecemasan normal?
C. Jump 3: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara
mengenai permasalahan (tersebut dalam jump 2).
Gangguan Cemas
Tingkatan ansietas
a. Dari buku Psikiatri Komprehensif:
Ansietas superego (berdasarkan norma yang ada)
Ansietas kastrasi (ansietas saat harus diambil organ reproduksinya)
Ansietas kehilangan objek cinta
Ansietas keterpisahan (dependen)
Ansietas penganiayaan (tekanan orang lain)
Ansietas degradasi (takut gila)
b. Menurut Brust, 2007:
Kecemasan Ringan: ketegangan yang dialami sehari hari, individu
masih waspada serta lapang persepsinya meluas. Dapat memotivasi
individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif.
Contoh: Seseorang yang menghadapi ujian akhir, pasangan dewasa
yang mau menikah, individu yang dikejar anjing, dan individu yang
mau melanjutkan kuliah.
Kecemasan Sedang: individu terfokus pada pikiran yang menjadi
perhatiannya (preokupasi), terjadi penyempitan lapang persepsi, masih
dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.
Contoh: Pasangan suami/istri yang menghadapi kelahiran anak pertama
dengan resiko tinggi, keluarga yang menghadapi perpecahan, dan
individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan
Kecemasan Berat: persepsi semakin sempit, perhatian pada detail
semakin kecil, tidak dapat berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku
dimaksudkan mengurangi kecemasan, perlu banyak perintah dan
arahan.
Contoh: Individu yang mengalami kebakaran atau kehilangan orang
yang dicintai, individu dalam kondisi penyanderaan.
Panik: individu kehilangan kendali diri, hilang kontrol diri,
perhatiannya hilang, tidak mampu melakukan apapun walaupun dengan
perintah, teror. Peningkatan aktivitas motorik, penyimpangan persepsi,
hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfikir secara efektif.
Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.
Contoh: Individu dengan kepribadian pecah/ depersonalisasi.
Gejala Esensial Kelompok Gangguan Cemas (DSM IV)
a. Gangguan panik: terdapat serangan panik
b. Gangguan panik tanpa agoraphobia: serangan panik yang tidak
diperkirakan diikuti oleh rekurensi satu atau lebih
c. Gangguan panik dengan agoraphobia: seperti poin (b), ansietas berada di
suatu tempat yang sulit untuk menyelamatkan diri
d. Fobia spesifik: ansietas berat terhadap situasi spesifik atau objek
e. Fobia sosial: ketakutan berat menetap terhadap situasi sosial
(penghindaran untuk tampil)
f. Gangguan obsesif-kompulsif: obsesi dan/ atau kompulsi
g. Gangguan stress pasca trauma: flashback dan mimpi peristiwa traumatik
h. Gangguan stress akut: terpapar terhadap trauma yang serius mengancam
jiwa
i. Gangguan cemas menyeluruh: ansietas berat dan khawatir hampir
sepanjang hari sedikitnya enam bulan
Butir Diagnosis Sindrom Ansietas
a. Adanya perasaan cemas/ khawatir yang tidak realistis terhadap dua/ lebih
hal yang dipersepsikan sebagai ancaman, perasaan ini menyebabkan individu
tidak mampu beristirahat dengan tenang (inability to relax)
b. Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala berikut ini:
i. Ketegangan motorik:
Kedutan otot atau rasa Otot tegang/ kaku/ pegal
gemetar linu
Tidak bisa diam Mudah menjadi lelah
ii. Hiperaktivitas otonomik:
Nafas pendek/ terasa Mual, mencret, perut
berat tidak enak
Jantung berdebar debar Muka panas/ badan
Telapak tangan basah- menggigil
dingin Buang air kecil sering
Mulut kering Sukar menelan/ rasa
Kepala pusing/ melayang tersumbat
iii. Kewaspadaan berlebihan dan penangkapan berkurang:
Perasaan jadi peka/ Sulit konsentrasi pikiran
mudah ngilu Sukar tidur
Mudah terkejut/ kaget Mudah tersinggung

c. Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam


gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial, dan melakukan
kegiatan rutin.
- Untuk dapat memahami anxiety disorder secara menyeluruh, terdapat
enam kategori utama yang termasuk di dalamnya (Neale et al, 2001), yaitu
terdiri dari:
a. Panic disorder, umumnya diawali dengan panic attacks atau
serangan panik berulang yang ditandai dengan adanya gejala fisiologis,
seperti pusing, detak jantung yang cepat, gemetar, dan ketakutan berlebihan.
b. Generalized anxiety disorder, merupakan kekhawatiran yang tidak
dapat dikuasai dan menetap, biasanya terhadap hal-hal sepele dan tidak jelas
adanya.
c. Phobia, perasaan takut dan menghindar terhadap objek dan atau
situasi yang kenyataannya tidak berbahaya.
d. Obsessive-compulsive disorder, ditandai dengan danya ide-ide
dalam pikiran yang muncul secara berulang-ulang dan tidak terkendali, serta
menimbulkan perilaku yang berulang atau adanya tindakan mental.
e. Posttraumatic disorder, ketakutan yang ditimbulkan akibat adanya
kejadian traumatik di masa lampau disertai gejala peningkatan arousal dan
dorongan kuat untuk menghindari stimulus yang berkaitan dengan kejadian
tersebut.
f. Acute stress disorder, gejalanya hampir sama dengan posttraumatic
disorder yang terjadi secara langsung dan bertahan selama 4 minggu atau
kurang.

Gangguan Kecemasan: Fobia


Fobia: Penolakan Berdasarkan ketakutan terhadap benda atau situasi yang
dihadapi. Walau sebetulnya tidak berbahaya dan penderita fobia sendiri
mengakui bahwa ketakutan yang dirasakan itu tidak ada dasarnya.
Fobia Simpel, Sumber ketakutan berupa binatang, ketinggian,
tempat tertutup, darah. Yang menderita fobia simpel kebanyakan adalah
wanita dan dimulai sejak kecil.
Agorafobia, berasal dari bahasa Yunani. Agora berarti tempat
berkumpul atau pasar. Jadi agorafobia adalah ketakutan yang berpusat pada
tempat-tempat publik seperti takut berbelanja, takut terhadap kerumunan
orang, takut berpergian dan banyak meminta pertolongan. Banyak wanita
yang menderita agorafobia ini dimulai pada masa remaja dan permulaan
dewasa. Simtom : ketegangan, pusing, kompulsi, merenung, depresi,
ketakutan menjadi gila.
90% dari satu sampel : takut tempat tinggi, tempat tertutup, elevator.
Fobia Sosial, menyerupai Kecemasan Sosial. Keceasan tidak
rasional karena adanya orang lain, contohnya takut berbicara didepan publik,
takut makan di tempat umum, takut menggunakan WC umum. Biasanya
penderita fobia sosial jarang meminta bantuan kepada orang lain. Permulaan
fobia sosial biasanya dimulai pada masa remaja, karena pada masa itu
kesadaran akan interaksi sosial dengan orang lain menjadi penting dalam
kehidupannya.
Penyebab fobia
1. Teori Psikoanalitik: Pertahanan melawan kecemasan hasil
dorongan id yang direpres kecemasan. Pindahan dari impuls id yang ditakuti
obyek ataupun situasi, yang mempunyai hubungan simbolik dengan hal
tersebut. Menghindari konflik yang direpres. Cara ego untuk menghadapi
masalah yang sesungguhnya, konflik pada masa kanak-kanak yang direpres.
2. Teori Behavioral: hasil belajar kondisioning klasik, kondisioning
operan, modeling.

Gangguan Kecemasan: Gangguan Panik


Tanda-tanda gangguan panik ini misalkan sesak nafas, detak jantung keras,
sakit di dada, merasa tercekik, pusing, berpeluh, bergetar, ketakutan yang
sangat akan teror, ketakutan akan ada hukuman
Tanda-tanda yang lain adalah depersonalisasi dan derealisai. Yaitu
perasaan seakan-akan ada diluar badan, merasa dunia tidak nyata, ketakutan
akan kehilangan kontrol, ketakutan menjadi gila, dan ketakutan bahwa dirinya
kan segera mati.
Intensitas gangguan panik bisa sering kali terjadi. Sekali seminggu atau
bahkan lebih sering. Dihubungkan dengan situasi yang lebih khusus,
misalnya panik dalam mengendarai mobil, laki-laki 0,7% dan wanita 1%
4 kali serangan panik dalam 4 minggu
Satu serangan diikuti ketakutan terjadinya serangan lagi paling
sedikit 1 bulan
Serangan panik dapat diikuti agorafobia. 80% penderita panik juga
menderita gangguan kecemasan lain.
Sering juga ada depresi
Sering penyebabnya adalah fisiologis, misalnya gangguan jaantung
Penderita panik sering merasa bahwa penyakit yang dideritanya
adlah penyakit yang parah, sehingga menimbulkan kepanikan yang berlebih.

Gangguan Kecemasan: Generalized Anxiety Disorders (GAD) /Gangguan


Kecemasan Menyeluruh
Tanda-tanda dari Generalized Anxiety Disorders (GAD) / Gangguan
Kecemasan Menyeluruh misalnya kecemasan kronis yang terus menerus,
mencakup situasi hidup ( cemas akan terjadi kecelakaan, atau cemas akan
kesulitan finansial).
Ada keluhan somatik seperti berpeluh, merasa panas, jantung berdetak
keras, perut tidak enak, diare, sering buang air kecil, dingin, tangan basah,
mulut kering, tenggorokan terasa tersumbat, sesak nafas.
Merasa ada gangguan otot seperti merasa tegang atau rasa sakit pada
daerah otot tertentu terutama leher dan bahu, pelupuk mata berkedip terus,
bergetar, mudah lelah, tidak mampu untuk santai, mudah terkejut, geisah,
sering berkeluh.
Cemas akan terjadinya bahaya, cemas akan kehilangan kontrol, cemas
akan mendapat serangan jantung, cemas akan mati. Sering juga penderita
tidak sabar, mudah marah, tidak dapat tidur, tidak dapa berkonsentrasi.
Penyebab Generalized Anxiety Disorders (GAD) / Gangguan
Kecemasan Menyeluruh
1. Psikoanalitik : konflik antara impuls idd dan ego yang tidak
disadari. Impuls itu seksual atau agresif dan impuls-impuls itu ingin keluar,
namun dihalangi secara tidak sadar, sehingga menjadi kecemasan.
2. Teori belajar : kondisioning klasik dari rangsangan luar
3. Kognitif behavioral : memfokus kontrol dan ketidakberdayaan
Terapi untuk Generalized Anxiety Disorders (GAD) / Gangguan
Kecemasan Menyeluruh.
Terapi untuk Generalized Anxiety Disorders (GAD) / Gangguan
Kecemasan Menyeluruh dapat menggunakan terapi psikoanalisis, sama
dengan penderita fobia.

Gangguan Kecemasan: Obsesif-Kompulsif


Obsesi merupakan pikiran yang berkali-kali mengganggu dan tampak
rasional dan tidak dapat dikontrol, sehingga mengganggu hidup. Obsesi dapat
berbentuk keragu-raguan yang ekstrem, penangguhan dan tidak fapat
mengambil keputusan. Biasanya penderita tidak dapat mengambil kesimpulan
dari suatu hal. Kompulsi merupakan impuls yang tidak dapat ditolak,
mengulangi tingkah laku ritualistik berkali-kali. Kompulsi sering
berhubungan dengan kebersihan dan keteraturan. Penderita obsesif-kompulsif
sering merasa apa yang dilakukannya adalah hal yang asing.
Ada 5 jenis obsesi:
1. Kebimbangan yang obsesif. Merupakan pikiran bahwa suatu tugas
yang telah selasai tidak dilakukan secara baik (75% dari penderita)
2. Pikiran yang obsesif pikiran berantai yang tidak ada akhirnya.
Biasanya fokus pada kejadian yang akan datang (34% dari penderita).
3. Impuls yang obsesif. Dorongan untuk melakukan suatu perbuatan
(17% dari penderita)
4. Ketakutan yang obsesif. Kecemasan untuk kehilangan kontrol dan
melakukan sesuatu yang memalukan (26% dari penderita)
5. Bayangan obsesif. Bayangan terus meerus mengenai sesuatu yang
dilihat (7% dari penderita)
Ada 2 jenis kompulsi:
1. Dorongan kompusif yang memaksa suatu perbuatan. Misalnya
melihat pintu berkali-kali (61% dari penderita)
2. Kompulsi mengontrol. Mengontrol dorongan kompulsi(tidak
menuruti dorongan tersebut). Mengontrol dorongan inses dengan berkali-kali
menghitung hingga hitungan tertentu.
Penyebab Obsesi-kompulsif
1. Psikoanalitik: fiksasi masa anal.
2. Adler: anak terhalang mengembangkan kompetensinya sehingga si
anak menjadi rendah diri. Sehingga secara tidak sadar mengembangkan ritual
yang kompulsif untuk membuat daerah yang dapat dikontrol dan merasa
mampu untuk membuat orang tersebut menguasai cara menguasai sesuatu.
3. Teori belajar: conditioning operan. Tingkah laku yang dipelajari
yang dikuatkan akibat-akibatnya.
Terapi untuk penderita obsesif-kompusif
Terapi sama dengan penderita fobia dan GAD, menggunakan
psikoanalisis.

Gangguan Kecemasan: Gangguan Sters Pasca Trauma (PTSD)


Simtom dan diagnosis
Akibat kejadian traumatik atatu bencana yang tingkatnya sangat
buruk, misalkan perkosaan, peperangan, bencana alam, ancaman yang serius
terhadap orang yang dicintai, melihat orang lain disakiti atau dibunuh.
Akan berakibat tidak dapat berkonsentrasi, mengingat, tidak dapat
santai, impulsif, mudah terkejut, gangguan tidur, cemas, depresi, mati rasa,
hal-hal yang menyenangkan tidak menarik lagi, sering mimpi buruk,
gangguan tidur.
Trauma akibat orang, perang, serangan fisik atau penganiayaan
berlangsung lebih lama daripada trauma setelah bencana alam.
Simtom memburuk jika dihadapkan pada situasi yang mirip.
Dapat terjadi pada anak dan orang dewasa.
Simtom pada anak: mimpi tentang monster atau perubahan tingkah
laku, misalkan anak yang periang secara mendadak menjadi pendiam.
Riwayat psikopatologi pada keluarga memegang peranan.

Gangguan Panik vs Gangguan Stress Pasca Trauma (PTSD)

Karakteris
PTSD Gangguan Panik
tik

Sendiri, tak
tergantung situasi-
Stressor Umum/ bencana
kondisi, tak
diperkirakan

Serangan panik :
Dalam 6 bulan setelah
minimal 3x dalam 1
Waktu mengalami trauma yang
bulan (severe attack of
mengancam jiwa
autonomic anxiety)

Khawatir
Gejala Re-experience
berlebihan, cemas
Khas flashback, menghindar
antisipatorik

Gangguan Panik vs Serangan Panik

Karakteris Serangan Panik Gangguan Panik


tik

Manifestasi Fobia, sekunder Kecemasan yang


berat/ severe anxiety
karena depresi berulang

Minimal 3 kali
1 kali serangan panik,
Waktu serangan panic dalam 1
berlangsung singkat
bulan

Severe anxiety,
Kecemasan yang terdapat periode relatif
Gejala khas
berat/ severe anxiety bebas dari gejala
kecemasan

Gangguan Panik vs Gangguan Obsesif-Kompulsif

Karakteris
Gangguan Panik Obsesif-Kompulsif
tik

Ada periode relatif


Waktu Terus menerus
bebas dari gejala

Menyerupai psikosis, Menyerupai psikosis


dalam hal adanya dalam hal pikiran
Persamaan
depersonalisasi, obsesif (berulang) yang
derealisasi serupa waham

Khawatir berlebihan, Pikiran tindakan


Gejala khas
takut berlebihan berulang

Jump 4: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan


sementara mengenai permasalahan yang terdapat pada langkah III.
Gangguan Tidur Anamnesis

Afek Cemas

Mood Sedih Gejala Penyerta Stressor

Takut


Gejala Somatik

Etiologi

DD Faktor Risiko


Gejala

Prognosis


Farmakologis
Bagan 1. Bagan hasil inventaris permasalahan
Tatalaksana

D. Jump 5: Merumuskan tujuan pembelajaran/ Learning Objective Non-farmakologis


(LO).
Tujuan pembelajaran (Learning Objective) yang kami capai dalam diskusi
dari scenario ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan tentang etiologi, faktor risiko, gejala diagnosis banding
2. Menjelaskan tatalaksana, prognosis, komplikasi diagnosis banding
3. Menjelaskan hubungan Riwayat Penyakit Dahulu dan Riwayat Penyakit
Sekarang pasien
4. Menjelaskan alur diagnosis
5. Menjelaskan respon fisiologi cemas
6. Menjelaskan hubungan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
8. Menjelaskan perbedaan cemas, fobia, takut, dan kecemasan normal
9. Menjelaskan peran CLP pada skenario
10. Menjelaskan gangguan seksual

E. Jump 6: Mengumpulkan informasi baru.
Dalam langkah ini, masing-masing anggota dari kelompok kami
akan mencari jawaban atas tujuan pembelajaran (learning objective) yang
telah dirumuskan dalam langkah sebelumnya dengan mengambil referensi
dari beberapa artikel ilmiah, jurnal, alamat website, dan buku-buku yang
berkaitan dengan skenario ini.

F. Jump 7: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi yang
diperoleh.
Perbedaan cemas dan takut
Cemas merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh
penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan
perasaan tidak nyaman dan merasa terancam.
Takut merupakan suatu mekanisme pertahanan hidup dasar yang
terjadi sebagai respons terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit
atau ancaman bahaya
Jadi, perbedaan antara cemas dan takut pada dasarnya terletak pada
penyebabnya, pada cemas, reaksi disebabkan karena penyebab yang tidak
pasti/tidak spesifik. Sedangkan pada takut, reaksi sudah jelas disebabkan
oleh stimulus tertentu.

Hubungan keluhan pasien dengan kecemasan dahulu
Pasien memiliki riwayat gangguan kecemasan pada saat sekolah
menengah, hal ini berhubungan dengan gangguan kecemasan yang juga
dialami pasien saat ini. Kedua gangguan tersebut kemungkinan adalah
gangguan yang sama yang kembali terjadi saat ini dikarenakan adanya
stressor (berupa tekanan dari pekerjaannya).

Hipokondriasis
Hipokondriasis adalah kekhawatiran berlebihan bahwa penderita
mengalami penyakit serius dan preokupasi morbid terhadap tubuh atau
keadaan sehat, yang tidak sebanding dengan penyakit medis sebenarnya,
serta yang muncul hampir setiap saat.Istilah hipokondriasis juga digunakan
untuk menunjukkan tidak hanya gangguan independen primer, tetapi juga
kepribadian atau gejala pada sejumlah gangguan psikiatrik misalnya
depresi. Gejala-gejala hipokondriasi sebenarnya paling sering terlihat
sebagai gambaran gangguan depresif. Istilah hipokondriasis berasal dari
kepercayaan kuno bahwa keadaan tersebut disebabkan oleh gangguan fisik
nyata pada organ-organ di bawah (hipo-) margo costalis (kondrika).
Secara lebih singkat, hipokondriasis dapat didefinisikan sebagai
gangguan dimana penderitanya mengeluh menderita macam-macam
penyakit fisik sehingga penderitanya selalumempermasalahkan kesehatann
tubuhnya. Secara lebih rinci, ciri-ciri yang ditunjukkan oleh orang yang
hipokondrik adalah sebagai berikut:
a. Merasa kurang enak pada bagian tubuh tertentu seperti
perut dada, kepala, alat kelamin atau ditempat-tempat lain akan tetapi tidak
dapat memberikan gambaran yang jelas tentang gejala-gejala tersebut
b. Senantiasa peka akan gejala-gejala penyakit paru
c. Biasanya seorang yang hipokondrik senang membaca buku
atau artikel tentang kesehatan, lalu merasa yakin bahwa dirinya mengidap
penyakit tertentu yang baru dibacanya.
Suatu penelitian yang terbaru menyatakan bahwa prevalensi
hipokondriasis dalam enam bulan mencapai 4 sampai 6 persen dari
keseluruhan populasi medis umum, namun demikian angka presentase ini
dapat mencapai 15 persen. Laki-laki dan wanita mempunyai perbandingan
yang sama untuk menderita hipokondriasis. Walaupun onset penyakit dapat
terjadi pada keseluruhan tingkatan umur, hipokondriasis paling sering
terjadi pada umur 20 sampai 30 tahun.
Hipokondriasis juga didapatkan pada 3 persen mahasiswa
kedokteran terutama pada dua tahun pertamanya, namun keadaan ini
hanyalah hipokondriasis yang bersifat sementara.
Pasien dengan gangguan hipokondriasis secara khas datang
dengan ketakutan dan perhatian terhadap penyakitnya, dibandingkan
dengan gejala yang dirasakan. Pasien dengan hipokondriasis percaya
bahwa mereka sedang menderita suatu penyakit yang serius yang belum
pernah dideteksi dan tidak dapat menerima penjelasan akan gangguan yang
dideritainya.. Hipokondriasis biasanya disertai dengan gejala depresi dan
anxietas dan biasanya bersamaan dengan gangguan depresi dan anxietas.
Pasien mempunyai ketakutan yang hebat dan menetap terhadap
penyakit. Mereka mewaspadai gejala penyakit yang sebenarnya sangat
ringan sebagai sesuatu yang sangat berat dan serius. Pada penderita
hipokondriasis didapati adanya preokupasi terhadap kesehatannya sendiri.
Biasanya pasien sering mengunjungi dokter dan tidak puas akan pelayanan
atau informasi yang diterima dari dokternya. Pada DSM-IV-TR dibatasi
bahwa gejala yang timbul telah berlangsung paling kurang 6 bulan dan
keadaan dimana berlangsungnya kurang dari enam bulan akan didiagnosis
sebagai gangguan somatoform yang tidak tergolongkan.
Diagnosis hipokondriasis (F45.2) berdasarkan PPDGJ-III, kedua
hal ini harus ada:
a) Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu
penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun
pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik
yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan
deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai
waham);
b) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan
dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas
fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.
Sementara itu, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder, Fourth Edition (DSM-IV-TR) mendefinisikan
hipokondriasis (F45.2) berdasarkan kriteria berikut ini:
a) Preokupasi berupa ketakutan atau pikiran menderita
penyakit serius berdasarkan interprestasi yang keliru mengenai gejala yang
dirasakan.
b) Preokupasi untuk memastikan kondisinya dengan
pemeriksaann medis tertentu.
c) Kepercayaan pada kriteria 1 bukanlah intensitas delusi
(seperti gangguan delusi, tipe somatik) dan tidak terpusat pada satu
kelainan yang tampak (seperti pada gangguan dismorfik).
d) Preokupasi yang menyebabkan distress yang signifikan
secara klinis atau gangguan dalam hubungan sosial, pekerjaan dan area
penting lainnya.
e) Durasi gangguan tersebut paling tidak terjadi dalam 6
bulan.
f) Preokupasi tidak dapat diklasifikasikan dalam gangguan
ansietas menyeluruh, gangguan Obsessif kompulsif, gangguan panik,
episode depresif mayor, anxietas perpisahan atau gangguan somatoform
yang lain.
Terapi psikiatrik spesifik mungkin berguna jika individu tersebut
menyadari kesulitan emosional yang menyebabkan timbulnya keluhan fisis.
Terapi psikiatrik lebih baik diberikan dalam suasana klinis non-psikiatrik,
dengan penekanan pada pengurangan stress psikososial dan pendidikan
mengenai peran faktor-faktor psikologis terhadap timbulnya gejala dan cara
mengatasi gejala tersebut. Dokter harus berhati-hati jika gejala jelas tampak
berperan sebagai pertahanan psikologis yang kuat dan habis-habisan. Terapi
perilaku-kognitif adalah terapi spesifik terpilih.
Obat antidepresan, terutama tipe SSRI, dianjurkan oleh beberapa
orang ahli untuk semua pasien seperti ini, terutama jika sebagian besar
gejala hipokondrial dalam populasi umum disebabkan oleh depresi. Terapi
antidepresan tentu saja merupakan pilihan terapi lini kedua jika terapi
perilaku-kognitif gagal atau jika terdapat penyakit penyerta yang bermakna
atau gejala-gejala yang berat. Psikoterapi kelompok adalah pendekatan
psikoterapi terpilih meskipun tujuan utama terapi ini biasanya suportif
bukan kuratif.

Epidemiologi Gangguan Anxietas


Gangguan ansietas termasuk kelompok gangguan psikiatri yang
sering ditemukan. Perempuan lebih cenderung mengalami gangguan
anxietas daripada laki-laki. Prevalensi perempuan 30,5 persen dalam
seumur hidup, sedangkan laki-laki 19,2 persen. Prevalensi gangguan
anxietas menurun dengan meningkatnya status sosioekonomi.

Faktor Risiko Gangguan Cemas


a. Genetik
Studi genetik telah menghasilkan data yang solid bahwa
setidaknya beberapa komponen genetic turut berperan dalam
timbulnya ansietas. Hampir separuh dari semua pasien
denggan gangguan panic memilikii satu kerabat yang memiliki
gangguan tersebut. Kemudian terdapat gambaran adanya
frekuensi penyakit yang lebih tinggi pada kerabat derajat
pertama psien yang mengalaminya daripada kerabat yang tidak
memiliki gangguan.
b. Kepribadian
Orang yang memiliki kepribadian yang cenderung pemalu dan
negatif maupun mereka yang selalu menghindar dari suatu hal
yang dianggap mengancam memiliki kecenderungan lebih
tinggi untuk mengalami gangguan cemas.
c. Jenis kelamin
Dari data epidemiologi yang didapatkan perempuan lebih
banyak dan lebih beresiko mengalami gangguan cemas
daripada laki-laki.
d. Riwayat trauma
Anak-anak yang mengalami trauma atau pengalaman tidak
menyenangkan memiliki resiko yang tinggi untuk berkembang
menjadi seseorang dengan gangguan cemas pada suatu titik
dalam hidupnya. Namun tidak hanya anak-anak, orang yang
pada saat dewasa mendapat trauma juga dapat terkena
gangguan cemas nantinya.
e. Stress yang berkaitan dengan penyakit
Kondisi kesehatan yang buruk maupun penyakit kronis dapat
menimbulkan kecemasan yang berlebih terutama dalam segi
persepsi pengobatan atau terapi yang akan dijalani dan
prognosis penyakit.
f. Adanya kelainan mental lain yang menyertai
Gangguan cemas dapat timbul dan menyertai kelainan mental
yang lain seperti depresi.
g. Konsumsi obat atau alkohol
Obat-obatan atau alkohol yang disalahgunakan atau dihentikan
secara tiba-tiba dapat menyebabkan dan bahkan memperburuk gangguan
cemas.

Respon Fisiologi Cemas


Terdapat tiga bagian utama pada otak yang bertanggung jawab
untuk mengatur kecemasan, yaitu korteks prefrontal, hipothalamus, serta
amygdala. Korteks area prefrontal bertanggung jawab untuk memahami
stresor yang datang serta menkoordinasikan keadaan, dimana korteks akan
mengevaluasi stresor secara kognitif dan menghasilkan suatu pola perilaku
dari individu. Selanjutnya, amygdala yang terdapat pada sistem limbik,
yang berperan sebagai pusat emosi, juga akan menghadapi stresor dengan
menciptakan rasa takut. Sedangkan hipothalamus, yang berada diantara
korteks serta sistem limbik, akan menghubungkan antara kedua sistem
tersebut, dimana ia akan mengintegrasika respon emosi serta respon
perilaku. Setelah informasi tersebut terintegrasi, hipothalamus yang juga
berhubungan dengan hipofisis, akan memberi efek berupa pelepasan
hormon, salah satunya CRH (cortisone-releasing hormone) yang akan
dibawa ke hipofisis melalui axis hipotalamus-hipofisis yang selanjutnya
akan merangsang hipofisis untuk mengeluarkan ACTH
(adenocorticotropic-releasing hormone). ACTH akan memasuki sirkulasi
dan dibawa menuju kelenjar supraadrenal, kemudian akan mengakibatkan
kelenjar supraadrenal mensekresikan kortisol sehingga terjadi peningkatan
renin plasma yang mengyebabkan peningkatan angiotensin dan terjadilah
peningkatan tekanan darah.
Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif
sampai maladative. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif
dan deskruktif. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar
memahami terhadap perubahan-perubahan terutama tentang perubahan
terhadap perasan tidak nyaman dan befokus pada kelangsungan hidup.
Sedangkan reaksi deskruktif adalah reaksi yang dapat menimbulkan
tingkah laku maladaptive serta difungsi yang menyangkut kecemasan berat
atau panik (Stuart dan Sundeen, 1998).
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon terhadap kecemasan
meliputi respon fisiologis:
1) Sistem kardiovaskuler; Palpitasi, meningkatkan tekanan darah,
rasa mau pingsan, pusing- pusing, tekanan darah menurun, nadi menurun.
2) Sistem respiratori; Nadi cepat dan pendek, rasa tertekan pada
dada, perasaan tercekik, terengah-engah, pembengkakan pada
tenggorokan.
3) Sistem neuromuskuler; Reflek meningkat, insomnia, tremor,
rigid, gelisah, muka tercekik, ketakutan, reaksi kejutan, wajah tegang,
gerakan lambat, kelemahan secara umum.
4) Sistem gastrointestinal; Rasa tidak nyaman pada abdomen, nafsu
makan menurun, mual, diare, rasa penuh di perut, rasa terbakar pada
epigastrum.
5) Sistem urinarius; Tekanan pada sistem, frekuensi buang air kecil
(BAK) meningkat.
6) Sistem integument; Wajah merah, rasa panas, dingin pada kulit,
kering setempat / telapak tangan, wajah pucat dan berkeringat seluruh
tubuh.

Faktor biologis yang menyebabkan cemas


Beberapa individu yang mengalami episode sikap bermusuhan,
iritabilitas, perilaku sosial dan perasaan menyangkal terhadap kenyataan
hidup dapat menyebabkan ansietas tingkat berat bahkan ke arah panik.
Salah satu faktor penyebab secara fisik yaitu adanya gangguan atau
ketidak-seimbangan pada fisik (biologis) seseorang.
Gangguan fisik yang dapat menyebabkan ansietas adalah antara
lain gangguan otak dan saraf (neurologis) seperti cedera kepala, infeksi
otak, dan gangguan telinga dalam, gangguan jantung, seperti kelumpuhan
jantung dan irama jantung yang abnormal (aritma), gangguan hormonal
(Endrokrin) seperti kelenjar andrenal atau thyroid terlalu aktif, gangguan
paru-paru (pernafasan) berupa asma, paru-paru obstruktif kronis atau
COPD.
Mekanisme terjadinya kecemasan akibat gangguan fisik:
Pengaturan ansietas berhubungan dengan aktivitas dari
neurotransmmiter Gamma Aminobutyric Acid (GABA), yang mengontrol
aktifitas neuron di bagian otak yang berfungsi untuk pengeluaran ansietas.
Mekansime kerja terjadinya ansietas diawali dengan penghambatan
neurotransmmiter di otak oleh GABA. Ketika bersilangan di sinaps dan
mencapai atau mengikat ke reseptor GABA di membran postsinaps, maka
saluran reseptor terbuka, diikuti oleh pertukaran ion-ion. Akibatnya terjadi
penghambatan atau reduksi sel yang dirangsang dan kemudian sel
beraktifitas dengan lamban.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan


Pemeriksaan medis harus termasuk tes kimia darah standar,
elektrokardiogram, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan
intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulan, putus alkohol dan putus
sedatif atau hipnotik.

Terapi Gangguan Kecemasan


a. Obat anti anxietas (psycholeptics, minor tranzquilizer, anxiolytic,
antianxiety drugs) acuan : diazepam/ chlordiazepoxide
o Penggolongan : benzodiazepine (..-am) dan non-
benzodiazepine (sulpiride, buspirone, hydroxyzine)
o Indiaksi utama : sindrom anxietas
o Mekanisme kerja : Benzodiazepine berekasi dengan
reseptornya reinforce inhibitory action of GABA-ergic
neuron hiperaktivitas sistem limbic mereda
o Efek samping : sedasi (mengantuk, kurang waspada,
psikomotor menurun, kognitif lemah), relaksasi otot
(lemah, cepat lelah)
o Potensi ketergantungan rendah, dihentikan mendadak
rebound phenomena (iritabel, bigung, gelisah, insomnia,
tremor, palpitasi, konvulsi, keringat dingin) akibat adanya
penurunan kadar Benzodiazepine dalam plasma (parah
terutama pada yang waktu paruhnya lebih pendek)
o Tidak dianjurkan benzodiazepine pada peminum alcohol,
penyalahguna obat, atau unstable personalities
menyebabkan ketergantungan; cara mengurangi resiko
ketergantungan : maksimum lama pemberian obat 3 bulan
(100 hari) dalam dosis terapeutik
o Interaksi obat :
CNS depressan (fenobarbital, alcohol, anti-psikosis, anti-depresi,
opiate) potensi efek sedasi dan menekan pusat napas
respiratory failure
CNS stimulant (amfetamin, cafein, penekan nafsu makan)
antagonis anti anxietas efek benzodiazepine menurun
Neuroleptika mengurangi dosis neuroleptika
o Cara penggunaan :
Benzodiazepine lebih penting dalam rasio
terapeutik. toksisitas rendah (dibandingkan
meprobamate atau fenobarbital); tidak menginduksi
enzim microsomal hepar (fenobarbital menginduksi)
Diazepam/ chlordiazepoxide : broad spectrum
Nitrazepam/ Flurazepam : anti-insomnia
Midazolam : onset cepat dan kerja singkat
premedikasi operatif
Bromazepam, Lorazepam, Clobazam : anti anxietas
Clobazam : pasien dewasa dan usia lanjut tetap aktif
psikomotor performance sangat sedikit
terpengaruh
Lorazepam : pasien kelainan fungsi hati dan ginjal
Alprazolam : anxietas antisipatorik, anti depresi
Sulpride-50 : pereda gejala somatic sindrom
anxietas, paling kecil resiko ketergantungan
Pengaturan dosis : steady state (jumlah obat yang
masuk ke dalam badan = jumlah obat yang keluar
badan) setelah 5 7 hari debfab dosis 2 3 kali
sehari naikkan dosis setiap 3 -5 hari sampai dosis
optimal pertahankan 2 -3 minggu turunkan
1/8 tiap 2-4 minggu dosis minimal efektif
(maintenance dose) bila kambuh dinaikkan lagi
dan bila tetap efektif pertahankan 4 -8 minggu
tapering off
o Perhatian khusus :
Kontraindikasi : hipersensitifitas benzodiazepine,
glaucoma, myasthenia gravis, chronic pulmonary
insufficiency, chronic renal / hepatic disease
Teratogenik semester pertama benzodiazepine
melewati plasenta
Hindari pemberian saat persalinan hipotonia,
penekanan pernapasan, hipotermia bayi dilahirkan
Usia lanjut dan anak bisa terjadi reaksi berlawanan
(paradoxical reaction) gelisah, iritabel,
disinhibisi, spasme otot meningkat, gangguan tidur
b. Obat Anti Obsesif Kompulsif acuan : clomipramine
o Penggolongan : trisiklik (clomipramine) dan SSRI
(sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine, citalopram)
o Mekanisme kerja : menghambat reuptake neurotransmitter
serotonin hipersensitivitas berkurang
o Efek samping trisiklik : anti histaminergik sedasi, anti
kolinergik (mulut kering, lambung, retensi urin, dysuria,
penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual,
sinus takikardia), anti adrenergic alfa (perubahan EKG,
hipotensi ortorstatik), neurotoksik (tremor halus, kejang-
epileptik, agitasi, insomnia)
o Efek samping SSRI : nausea dan sakit kepala
o Dosis obat dalam jumlah besar sebaiknya tidak melebihi
dosis seminggu
o Perhatikan khusus : efek epileptogenic obat anti obsesif
kompulsif trisiklik dan efek antikolinergik yang magnify
with age
o Interaksi obat :
Haloperidol/ Fenotiazine mengurangi kecepatan
ekskresi Clomipramine, kadar plasma meningkat
potensiasi efek samping antikolinergik (ileus
paralitik, dysuria, gangguan absorbsi)
CNS depresan potensi efek sedasi dan menekan
pusat napas respiratory failure
Simpatomimetik (derivate amfetamin)
membahayakan kondisi jantung
MAOI (Mono Amine Oxidase Inhibitor)
Serotonin Malignant Syndrome
Bila SSRI diberikan bersama Trisiklik mudah
terjadi overdosis/ intoksikasi trisiklik
o Cara penggunaan : mulai dosis rendah (tetap lebih tinggi
dari dosis anti depresan) dinaikkan 25 mg/ h tercapai
dosis efektif dosis pemeliharaan 100 200 mg/ h sambil
dilakukan terapi perilaku lakukan tapering off sebelum
dihentikan
o Kontraindikasi : sangat hati hati pada penderita usia lanjut
dan penderita dengan penyakit organic yang sulit menerima
efek samping obat, wanita hamil dan menyusui
o Tidak boleh mengoperasikan kendaraan dan mesin yang
memerlukan perhatian penuh untuk mencegah resiko
kecelakaan
c. Obat Anti Panik acuan : imipramine
o Penggolongan : trisiklik (imipramine, clomipramine),
MAOI reversibel (moclobemide), dan SSRI (sertraline,
paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine, citalopram)
o Mekanisme kerja : menghambat reuptake serotonin pada
celah sinaptik antar neuron, awalnya terjadi peningkatan
serotonin dan sensitivitas reseptor (timbul efek samping
anxietas, agitasi, insomnia) 2-4 minggu kemudian
serotonin meningkat tetapi sensitivitas resptor turun (down
regulation) serangan panic dan gejala depresi penyerta
berkurang efek bifasik (melalui dua fase)
o Perubahan obat anti panic dari golongan trisiklik/ SSRI
menjadi MAOI reversibel sebaiknya membutuhkan selang
waktu 2 4 minggu untuk washout period
o Efek samping sudah dibahas pada poin (b)
o Alprazolam adalah obat yang paling kurang toksik
dibandingkan obat lainnya dan onset of action yang paling
cepat (Alprazolam mulai berkhasiat setelah beberapa hari
pemberian obat, sedangkan trisiklik/ MAOI reversibel/
SSRI baru reaksi setelah 4 6 minggu)
o Pengaturan dosis : mulai dosis rendah perlahan
dinaikkan dalam beberapa minggu dosis efektif setelah 2
3 bulan dosis maintenance selama 6 -12 bulan
dihentikan bertahap 3 bulan bila kondisi sudah
memungkinkan
o Dosis efektif Alprazolam : 4 mg/ hari 6 mg/ hari
o Dosis efektif golongan Trisiklik : 150 200 mg/ hari
o Dalam 3 bulan bebas obat 75% penderita menunjukkan
gejala kambuh obat diulangi selama 2 tahun coba
dihentkan lagi perlahan dalam 3 bulan, dst.
o Kontraindikasi sama seperti poin (b)

Peran CLP (Consultation Liaison Psychiatry)


Psikiatri konsultasi-penghubung (consultation-liaison psychiatry)
merupakan suatu bidang keahlian yang berkembang dengan cepat dan
semakin diperhatikan. Dokter psikiatrik berperan sebagai konsultan bagi
sejawat kedokteran atau profesional kesehatan mental lainnya. Pada
umumnya, CLP adalah berhubungan dengan semua diagnosis, terapetik,
riset, dan pelayanan pendidikan yang dilakukan dokter psikiatrik di rumah
sakit umum dan berperan sebagai jembatan antara psikiatrik dan
spesialisasi lainnnya.
Dokter CLP harus mengerti banyak penyakit medis yang dapat
tampak dengan gejala psikiatrik. Alat yang dimiliki oleh dokter CLP adalah
wawancara dan observasi klinis serial. Tujuan diagnosis adalah untuk
mengidentifikasi gangguan mental dan respon psikologis terhadap penyakit
fisik, mengidentifikasi diri kepribadian pasien, dan mengidentifikasi teknik
mengatasi masalah yang karakteristik dari pasien.
Rentang masalah yang dihadapi dokter CLP adaiah luas. Penelitian
menunjukkan bahwa sampal 65 % pasien nawat map medis memiliki
gangguan psikiatrik. Gejala paling sering adalah kecemasan, depresi, dan
disorientasi.
Masalah konsultasi-penghubung yang sering:
a) Usaha/ancaman f) Gejala tanpa dasar
bunuh diri onganik
b) Depresi g) Disorientasi
c) Agitasi h)
d) Halusinasi Ketidakpatuhan/menolak
e) Gangguan tidur
menyetujui suatu prosedur

BAB III
SIMPULAN

Dari diskusi tutorial kali ini, dapat diambil kesimpulan
pasien mengalami gangguan kecemasan umum. Gejala seperti
sulit tidur, sulit memulai tidur, dan bila sudah tidur sering
terbangun, rasa khawatir berlebih merupakan gejala-gejala
yang mengarahkan kepada general anxiety disorder (GAD).
Selain itu pasien juga mengalami gejala somatis seperti badan
lemas, sering pusing, sering kencing, dan tangan terasa dingin.
Gangguan kecemasan yang diderita oleh pasien mungkin
dipengaruhi oleh rasa khawatir tidak dapat menyelesaikan
tugasnya di kantor.




BAB IV
SARAN


Saran untuk kelompok tutorial kami, tutorial berjalan dengan baik,
namun masih perlu lagi untuk meningkatkan kedisiplinan waktu. Masih ada step-
step yang memakan waktu terlalu lama sehingga membuat diskusi tutorial
kekurangan waktu di akhir. Keaktifan setiap anggota kelompok perlu ditingkatkan
lagi, agar setiap anggota dapat mengungkapkan pendapatnya. Diharapkan agar
masing-masing mahasiswa telah menyiapkan materi dan bahan-bahan yang akan
didiskusikan dengan baik. Peran ketua sangat dibutuhkan di sini, karena
hendaknya ketua akan bisa memacu teman-teman yang mungkin belum
berpendapat agar mengutarakan pendapatnya.
Saran untuk tutor, tutor sudah menjalankan tugasnya dengan baik.
Tutor mengarahkan kami agar tutorial berjalan sebagaimana mestinya,
memberikan feedback dan pancingan-pancingan jika tutorial menemui kebuntuan
serta mengarahkan tentang hal-hal apa saja yang harus kami kuasai di dalam
skenario tersebut. Tutor membagikan informasi dan pengalaman yang berguna
bagi kami agar menggali lebih luas lagi dalam berdiskusi.













DAFTAR PUSTAKA

BKKBN NAD. 2010. Gangguan Psikosomatis.
http://nad.bkkbn.go.id/rubrik/200/ (diunduh pada 11 Desember 2011).
Basant K.P, Paul J.L, Ian H.T, di dalam Buku Ajar Psikiatri (Textbook of
Psychiatry), Edisi ke-2, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Bab: Gangguan
Disosiasi (Konversi) dan Somatoform, Gangguan Hipokondrial, hal 224-7.
Benjamin J.S, Virginia A.S, In Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry, 10th Edition, 2007, Lippincott
Williams & Wilkins, Chapter 17: Somatoform Disorder, Hypochondriasis.
page 642-3.
Jonathan S. A, University of North Carolina at Chapel Hill,
Hypochonriasis: What is it and How do you Treat it. Available from
(http://www.ocdchicago.org/images/uploads/pdf/EP13.pdf)
Kaplan H, Sadock B, Grebb J. (1997). Kaplan dan Sadock: Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. Edisi Ketujuh. Jilid Dua.
Jakarta: Binarupa Aksara
Mansjoer, Arif. et.al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
Satu. Jakarta: Media Aesculapius FK UI.
Maramis, W. F.; Maramis, A. A. 2009. Gangguan Neurotik, Gangguan
Somatoform, dan Gangguan Terkait Stres, dalam Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa Edisi 2. Surabaya, Pusat Penerbitan dan Percetakan (AUP).
Maslim Rusdi, (2001). Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas Dari PPDGJ III. Jakarta: Nuh Jaya
Michael H.E, Peter T.L, Barry N, In CURRENT Diagnosis &
Treatment in Psychiatry, Lange 2000, Section III: Syndromes
and Their Treatments in Adult Psychiatry, Chapter 25:
Somatoform Disorder, Hypochondriasis.

Anda mungkin juga menyukai