Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIALBLOK NEUROPSIKIATRI

MODUL 2
“MENGAMUK”

Tutor : dr. Zurezki Yuana Yafie

KELOMPOK X

1. Fika Friezkillah (K1A1 16 127)


2. Waode Trisna Muri (K1A1 18 001)
3. Siti Nur Aljannah Maronta (K1A1 18 002)
4. Lukman Talayansa (K1A1 18 003)
5. La Ode Muhamad Fikran Syafar (K1A1 18 004)
6. Nanda Putri Armytha (K1A1 18 005)
7. Gadhang Tapak Muhammad Budiyanto (K1A1 18 065)
8. A. Uga Pratiwi (K1A1 18 066)
9. Tiara Mustika Ersa (K1A1 18 067)
10. Serina Darjun (K1A1 18 069)
11. Andi Gelya Robbihatul Adawiyah A.J. (K1A1 18 070)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan taufiq dan hidayah-Nya sehingga laporan ini dapat
terselesaikan tepat waktu.
Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama kepada
Dokter Pembimbing Tutorial Modul 2 Nyeri Kepala. Tak lupa pula kami
sampaikan rasa terimakasih kami kepada teman-teman yang telah
mendukung, memotivasi, serta membantu kami dalam menyelesaikan
laporan hasil tutorial.
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Kami juga menyadari bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran, masukan maupun
kritikkan dari semua kalangan demi kesempurnaan laporan yang kami
susun ini.

Kendari, 5 November 2019

Kelompok X
MODUL 2

MENGAMUK

A. SKENARIO

Seorang wanita berusia 21 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan


sering mengamuk dan menghancurkan barang-barang pecah belah
dirumahnya. Keluhan ini dialami sejak 3 bulan yang lalu. Hal itu
muncul bila melihat keadaan rumah berantakan atau suaminya tidur-
tidur saja dan tidak pergi kerja. Saat mengamuk dia tidak
menyadarinya apa yang telah dilakukannya. Setelah sadar dia
bingung dan menyesali apa yang telah dilakukan. Status mental
penampilan seorang wanita berpakaian hitam-hitam, pembicaraan
lancar, aktivitas psikomotor wajar. Ekspresi perasaan (afek) wajar.
Halusinasi dan waham tidak ada.

B. KATA SULIT
1. Psikomotor, yaitu berhubungan dengan aktivitas fisik yang
berkaitan dengan proses mental dan psikologi (KBBI)
2. Halusinasi, merupakan gangguan presepsi diimana klien
mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya tidak ada (Maramis,
2004)
3. Mengamuk, kegelisahan atau aktivitas motorik yang berlebihan
dan tidak bertujuan, biasanya dihubungkan dengan keadaan
tegang atau ansietas, disebut juga psychomotor. (Dorland.
2014)
4. Afek, merupakan perubahan perasaan karena tanggapan
dalam kesadaran seseorang (terutama apabila tanggapan itu
datangnya mendadak dan berlangsung tidak lama, seperti
marah). (KBBI)
5. Waham, merupakan suatu keyakinan klien yang tidak sesuai
dengan kenyataan, tetai dipertahankan dan tidak dapat diubah
secara logus oleh orang lain. (Depkes RI, 2000)

C. KATA/KALIMAT KUNCI
1. Wanita, 21 tahun
2. Sering mengamuk dan menghancurkan barang-barang pecah
belah
3. Dialami sejak 3 bulan yang lalu
4. Status mental, wanita berpakaian hitam-hitam, pembicaraan
lancarm aktivitas psikomotor wajar
5. Saat mengamuk tidak sadar apa yang dilakukan
6. Muncul bila keadaan rumah berantakan atau suaminta tidur-
tiduran saja dan tidak bekerja
7. Halusinasi dan waham tidak ada
8. Setelah sadar dia bingung dan menyesali apa yang ia lakukan
9. Ekspresi perasaan (afek) wajar
D. PERTANYAAN
1. Jelaskan definisi dan klasifikasi mengamuk!
2. Jelaskan bagian-bagian otak yang terlibat pada gejala
mengamuk!
3. Jelaskan epidemiologi mengamuk!
4. Jelaskan etiologi gejala mengamuk!
5. Jelaskan patofisiologi gejala mengamuk!
6. Mengapa saat mengamuk pasien tidak menyadari apa yang
telah dilakukan!
7. Bagaimana cara menegakkan diagnosis mengamuk!
8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada
pemeriksaan pasien gejala mengamuk!
9. Jelaskan efek samping penggiunaan obat-obatan mengamuk!
10. Diagnosis differensial dan diagnosis sementara!
E. PEMBAHASAN

Definisi mengamuk

Mengamuk atau agitasi didefinisikan sebagai kegelisahan atau


aktivitas motorik yang berlebihan dan tidak bertujuan, biasanya
dihubungkan dengan keadaan tegang atau ansietas, disebut juga
psychomotor. [6]

Klasifikasi mengamuk

a. Gangguan mental organik :


- Delirium
Gambaran Klinik

 Gangguan kesadaran dan perhatian (kesadaran menurun,


berkabut, perhatian tidak terarah)
 Gangguan fungsi kognitif secara menyeluruh (disorientasi,
hendaya daya ingat segera)
 Gangguan psikomotor (Hipo/hiperaktif, bicara banyak atau
kurang)
 Gangguan siklus tidur - bangun yang berubah atau terbalik
dari biasanya (siang mengantuk, malam terjaga)
 Gangguan emosional : depresi, cemas, marah, euforia, apati,
hilang akal.
 Onset biasanya cepat, perjalanan penyakit hilang timbul
sepanjang hari.
 Berlangsung kurang dari 6 bulan
- Intoksikasi /sindro putus zat/obat psikoaktif
- Tumor otak
- Gangguan kepribadian organik
Gambaran Klinik
 Riwayat dan hasil pemeriksaan menunjukkan adanya
penyakit, kerusakan atau disfungsi otak.
 Disertai dua atau lebih dari hal berikut :
a. Penurunan kemampuan mempertahankan aktivitas
bertujuan untuk waktu yang lama dan penundaan
kepuasan.
b. perubahan perilaku emosional
c. Pengungkapan kebutuhan dan keinginan tanpa
mempertimbangkan konsekwensi atau kelaziman sosial.
d. Gangguan proses pikir
e. Perubahan kecepatan arus bicara
f. Perubahan perilaku seksual

b. Gangguan psikotik fungsional :

- Skizofrenia paranoid
Gambaran Klinik

Gejala-gejala paranoid yang paling umum :

 Waham-waham kejaran, rujukan (reference), merasa


dirinya tinggi (exalted birth), misi khusus, perubahan tubuh
atau kecemburuan;.
 Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung
(humming), atau bunyi tawa (Laughing);
 Halusinasi pembauan atau pengecapan, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh ; halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol
- Skizofrenia karatonik/furor katatonik
Gambaran Klinik
 Stupor (amat berkurang reaktivitas terhadaplingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme;
 Kegelisahan (aktivitas motor yang tampak tak bertujuan,
yang tak dupengaruhi oleh stimuli eksternal);
 Berpose (secara sukarela mengambil dan mempertahankan
sikap tubuh tertentu yang tidak wajar atau “bizarre”);
 Negativisme (perlawanan yang jelas tidak bermotif terhadap
semua instruksi atau upaya untuk digerakkan, atau
bergerak kearah berlawanan);
 Rigiditas (rigidity : mempertahankan sikap tubuh yang kaku
melawan upaya untuk memnggerakkannya);
 Fleksibilitas serea (“waxy flexibility” : mempertahankan
posisi anggota gerak dan tubuh yang dilakukan dari luar;
 Gejala-gejala lain seperti otomatis terhadap perintah
(command automatisme ; ketaatan secarra otomatis
terhadap perintah), dan perseverasi kata-kata serta kalimat.
- Gangguan afektif bipolar
Gambaran klinik

 Gambaran Emosi :
 Mood meningkat, euforia
 Emosi Labil
 Perubahan sementara yg cepat menjadi depresi akut
 Irritabilitas,toleransi terhadap frustasi rendah
 Menuntut dan egosentris.
 Gambaran Kognitif
 Harga diri meningkat, grandiositas.
 Bicara cepat dan membanjir (logorrhea)
 Desakan pembicaraan (pressure of speech)
 Lompat gagasan (flight of ideas)
 Kadang-kadang inkoherensi
 Daya nilai buruk, disorganisasi
 Waham dan halusinasi.
- Gangguan paranoid
- Gangguan Psikotik akut termasuk psikosis pasca persalinan
(post partum)

c. Gangguan kepribadian

- Gangguan kepribadian Antisosial


- Gangguan kepribadian Emosional tak stabil
- Gangguan kepribadian Paranoid
Ditandai oleh paling sedikit tiga hal berikut :

 Kepekaan yang berlebihan terhadap kegagalan dan


penolakan.
 Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya
menolak untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati
atau masalah kecil.
 Kecurigaan dan kecenderungan pervasif untuk menyalah
artikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat
sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan.
 Mempertahankan dengan gigih bila perlu dengan kekuatan
fisik tentang hak pribadinya yang sebenarnya tidak sesuai
dengan keadaan sebenarnya.
 Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar, tentang kesetiaan
seksual dari pasangannya
 Kecendrungan untuk merasa dirinya penting secara
berlebihan yang dinyatakan dalam sikap menyangkut diri
yang menetap.
 Dirundung oleh rasa persekongkolan dari suatu peristiwa
terhadap dirinya maupun dunia pada umumnya tanpa bukti.
d. Masalah situasional
- Perselisihan keluarga termasuk pencederaan anak
- Perselisihan antar individu
- Panik homoseksual
- Keadaan disosiatif (misalnya kesurupan)
 Gambaran klinik
 Tiba-tiba kehilangan ingatan yang berhubungan dengan
maksud tertentu,
 Perjalanan tanpa tujuan dan kebingungan,
 Kehilangan ingatan yang menyeluruh untuk kehidupan
masa lalu tanpa kehilangan kesadaran.
 Assumsi tampak normal, Disorietasi dapat terjadi. [10]

Bagian otak yang terlibat dalam gejala mengamuk

System limbic bukanlah suatu struktur terpisah tetapi suatu cincin


struktur-struktur otak depan yang mengelilingi batang otak dan saling
berhubungan melalui jalur-jalur neuron rumit. Struktur ini mencakup
bagian dari setiap yang berikut : lobus-lobus korteks serebrum (terutama
korteks asosiasi limbic), nucleus basal, thalamus dan hipotalamus.
Anyaman interaktif kompleks ini berkaitan dengan emosi, kelangsungan
hidup dasar dan pola perilaku sosioseksual, motivasi dan belajar.
System limbic berperan penting dalam emosi. Konsep emosi
mencakup perasaan emosional subjektif dan suasana hati (misalnya
marah, takut, sedih dan gembira) dan respon fisik nyata yang berkaitan
dengan perasaan-perasaan tersebut. Respon-respon ini mencakup pola
perilaku spesifik (misalnya, bersiap menyerang atau bertahan ketika
terancam oleh musuh) dan ekspresi emosi yang dapat diamati (misalnya,
tertawa, menangis atau tersipu). Bukti-bukti yang ada mengisyaratkan
peran sentral system limbic dalam semua aspek emosi. Stimulasi
terhadap region-regio spesifik di dalam system limbic manusia sewaktu
pembedahan otak menimbulkan beragam sensasi subjektif samar yang
dinyatakan oleh pasien sebagai kesenangan, kepuasan atau kenikmatan
di satu regio dan kekecewaan, ketakutan atau kecemasan di regio lain.
Sebagai contoh, amigdala, di interior di sisi bawah lobus temporalis ,
sangat penting untuk memroses masukan yang menghasilkan sensasi
takut. Pada manusia dan hingga tahap yang belum diketahui pada spesies
lain, tingkat-tingkat korteks yang lebih tinggi juga krusial bagis kesadaran
akan perasaan emosional.

Struktur utama system limbic adalah formasio hipokampalis, girus


parahipokampalis dan area entorhinal, girus cinguli, korpus mamilare dan
amigdala. Struktur tersebut saling berhubungan di sirkuit Papez dan juga
membentuk hubungan yang luas dengan region otak lainnya (neokorteks,
thalamus dan batang otak). System limbic dengan demikian
memungkinkan komunikasi antara struktur mesencephalon, diensefalon
dan neokortikal.

Amigdala terbentuk dari beberapa komponen yang berbeda,


beberapa diantaranya secara fungsional berkaitan erat dengan system
olfaktorius, sedangkan yang lainnya (zona medial dan sentral) dianggap
berkaitan dengan system limbic. Amigdala adalah nucleus tempat
berasalnya stria terminalis, yang membentuk lengkung besar ke atas dan
ke depan di alur antara thalamus dan nucleus kaudatus hingga mencapai
tingkat foramen interventriculare, tempat stria ini terpecah menjadi
beberapa gelondong serabut yang berbeda. Beberapa serabut ini
berlanjut ke area septalis, sedangkan yang lainnya ke bagian rostral
hipotalamus, dan beberapa lainnya melalui stria medularis ke nucleus
habenularis. Selain itu, amigdala dianggap membentuk hubungan dengan
mesencephalon dan terutama, dengan nucleus mediodorsalistalami, yang
kemudian berproyeksi ke korteks orbitofrontalis. Kedua amigdala juga
berhubungan satu sama lain.
Stimulasi eksperimental pada amigdala diketahui menimbulkan
aktivasi afektif. Reaksi emosional, seperti kemarahan dan agresi, muncul
dan disertai oleh reaksi otonom seperti peningkatan tekanan darah,
frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernapasan. Perubahan atensi,
asupan nutrisi dan perubahan perilaku seksual terjadi tergantung pada
subdivisi nucleus amigdala yang terstimulasi.

Mekanisme neurofisiologis mendasar yang berperan dalam


observasi psikologis emosi dan perilaku termotivasi sebagian besar masih
belum diketahui, meskipun neurotransmitter norepinefrin, dopamine dan
serotonin diperkirakan berperan. [3] [13]

Sumber gambar: sherwood, Lauralee, 2015.

Epidemiologi mengamuk

Mengamuk bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam


masyarakat. tetapi juga mengamuk ini tidak jarang ada dalam kasus-
kasus psikiatri. Prevalensinya hanya 1 : 10.000 kasus dalam populasi.
dalam beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang tajam
dalam kasus-kasus mengamuk yang dilaporkan, dan menambah
kesadaran para ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria
yang spesifik. [7]
etiologi gejala mengamuk

Mengamuk merupakan bentuk gangguan jiwa. Beberapa penyebab


terjadinya gangguan jiwa antara lain:

1) Faktor somatik
-Neuroanatomi
-Neurofisiologi
-Neurokimia
-Tingkat kematangan dan perkembangan organic
-Faktor-faktor pre dan perinatal
2) Faktor psikologik
- Interaksi ibu/anak
-Peranan Ayah
-Persaingan antara saudara kandung
-Intelegensi
-Hubungan dalam keluara, pekerjaa, permainan, dan masyarakat
-Kehilangan misalnya: kecemasan, depresi, rasa malu/salah
-Konsep diri: Identitas diri
-Keterampilan, bakat, dan kreativitas
-Pola adaptasi dan pembelaan
-Tingkat perkembangan emoso
3) Faktor Sosio-budaya (Sosiogenik)
-Kestabilan keluarga
-Pola mengasuh anak
-Tingkat ekonomi
-Perumahan: Kota/desa
-Masalah kelompok minoritas
-Pengaruh rasial dan keagamaan
-Nilai-nilai
4) Bioneurologis
kerusakan otak pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal,
dan ketidaksimbangan naurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
5) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah,
semua aspek ini mestimulasi individu untuk mengadopsi perilaku
kekerasan. [10]

Patofisiologi gejala mengamuk

Proses terjadinya mengamuk atau gaduh gelisah sampai saat ini


belum diketahui. Diduga ini mempunyai dasar biologik dan psikososial.

 Biologik
Gejala mengamuk ini diduga berhubungan dengan lesi pada
korteks prefrontal dan stimulasi nucleus amigdala dari sistem
limbic. Selain itu juga berkaitan dengan peningkatan hormone
androgen dan norepinefrin didalam cairan serebrospinal serta
penurunan kadar serotonin dan gamma amino butyric acid
(GABA) dalam cairan serebrospinal.
 Psikososial
Perilaku mengamuk sukar diprediksi dan dapat terjadi pada
setiap orang, namun ada kelompok tertentu memiliki resiko
yang lebih tinggi,
yaitu :
o Pria berusia 15 – 25 tahun
o Orang kota
o Kulit hitam
o Pengguna alcohol
o Mengalami kekerasan fisik masa kanak-kanak
 Biologis
Ada gangguan psikososial seperti ada gangguan pada
metabolisme pada neurotrasmiter yang berhubungan dengan
sistem limbik. [1]

Penyebab saat mengamuk pasien tidak menyadari apa yang


telah dilakukan.

saat mengamuk pasien tidak menyadari apa yang telah dilakukan


karena stress dan emosi sang pasien dipendam dan tersimpan dibawah
alam sadarnya, sehingga ketika ada lagi perasaan yang sama seperti
yang dipenda-pendam tersebut, maka akan memicu semua yang
terpendam dan akan dikeluarkan secara tidak sadar. Dan pada kondisi ini
dimana gelombang otak pada gelombang theta yang dalam sehingga
ketika pasien mengamuk dia tidak sadar apa yang telah dia lakukan.[9]

Menegakkan Diagnosis Mengamuk

 ANAMNESIS
- Keluhan pasien
- Riwayat gangguan sekarang
- Riwayat gangguan dulu
- Riwayat perkembangan diri
 Masa kanak-kanan awal (0-3 tahun)
 Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
 Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja)
 Masa dewasa
- Latar belakang sosial
 PEMERIKSAAN FISIK
- Status mental
 Deskripsi umum (penampilan, prilaku, dan aktivitas
psikomotor)
 Mood dan Afek
 Pembicaraan
 Presepsi (halusinasi dan ilusi)
 Pikiran (proses bentuk berpikir, dan isi pikiran)
 Sensorium dan kognitif
Kesadaran, orientasi dan daya ingat, konsetrasi dan
perhatian, kemampuan membaca dan menulis, pikiran
abstrak, intelegensi dan kemampuan informasi, bakat
kreatif, kemampuan menolong diri sendiri, dan
kemampuan visospasial.
 Pengendalian impuls
 Daya nilai dan tilikan
 Taraf dapat dipercaya
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan laboratoriun
- Darah rutin
- CSS (pemeriksaan cairan serebrospinal)
 Pemeriksaan psikologi
- MSSE ( Mini Mental State Examinal)
dipakai untuk melakukan skrining pada pasien dengan
gangguan kognitif, menelusuri perubahan dalam fungsi
kognitif dari waktu ke waktu, dan seringkali untuk menilai
efek dari agen terapeutik pada fungsi kognitif.
- MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory)
Merupakan tes psikologi yang digunakan untuk
proses diagnosa gangguan jiwa olehpsikiater seperti
gangguan anti sosial, gangguan seksual, gangguan
depresi, kehohongan, dansebagainya, Tes MMPI ini berupa
ratusan pernyataan dengan alternative pilihan jawaban
berupasetuju (+) dan tidak setuju (-). Jadi saat melakukan
tes, badan harus sehat, fit, karena dibutuhkanketahanan
dan konsentrasi yang tinggi dalam menjawab setiap
pernyataan. Tips dan kunci darimenjawab MMPI ini harus
JUJUR
- Test Rorschach
Tes Rorschach adalah tes psikologis dimana persepsi
subyek dicatat dan kemudian di analisis dengan
menggunakan interpretasi psikologis, algoritma ilmiah,
atau keduanya. Tes ini telah digunakan untuk mendeteksi
gangguan pikiran yang dasar, terutama dalam kasus-
kasus dimana pasien enggan untuk menggambarkan
proses pemikiran mereka secara terbuka.
o Thematic Apperception Test (TAT)
Thematic Apperception Test (TAT) adalah tes psikologi
proyektif. Secara historis telah banyak diteliti, mengajar
dan digunakan. TAT bagus karena subjek dalam keadaan
tidak sadar ketika mengungkapkan aspek kepribadian,
motif dan kebutuhan untuk pencapaian, kekuasaan, dan
kemampuan pemecahan masalah.
o Bender Gestalt
Bender Gestalt adalah tes yang digunakan untuk
mengevaluasi visual-motor, untuk menyaring gangguan
perkembangan atau untuk menilai fungsi neurologis atau
kerusakan otak. Biasanya memakan fwaktu 7-10 menit
setelah itu hasilnya dinilai berdasarkan ketepatan dan
karakteristik lainnya.
- Mempertahankan Keadaan Organik (EEG)
 AKSIS
- Aksis 1 (gangguan klinis)
- Aksis 2 (gangguan kepribadian)
- Aksis 3 (kondisi medik umum)
- Aksis 4 (Masalah psikososial dan lingkungan)
- Aksis 5
Dengan menggunakan global asessmant skale:
 100-91 = gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak
ada masalah yg tak tertanggulangi.
 90-81 = gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas,
tidak lebih dari masalah harian yang biasa
 80-71 = gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas
ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll
 70-61 beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik
 60-51= gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
 50-41= gejala berat (serious), disabilitas berat
 40-31=beberapa disabilitas dalam hubungan dgn realita
& komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi
 30-21 = disabilitas berat dalam komunikasi & daya nilai,
tidak mampu berfungsi hampir semua bidang
 20-11 =bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas
sa- ngat berat dalam komunikasi & mengurus diri.
 10-01 seperti diatas = persisten & lebih serius
 0= informasi tidak adekuat. [3] [7]

pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pemeriksaan


pasien gejala mengamuk

 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratoriun
- Darah rutin
- CSS (pemeriksaan cairan serebrospinal)
 Pemeriksaan psikologi
- MSSE ( Mini Mental State Examinal)
dipakai untuk melakukan skrining pada pasien dengan
gangguan kognitif, menelusuri perubahan dalam fungsi
kognitif dari waktu ke waktu, dan seringkali untuk menilai
efek dari agen terapeutik pada fungsi kognitif.
- MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory)
Merupakan tes psikologi yang digunakan untuk
proses diagnosa gangguan jiwa olehpsikiater seperti
gangguan anti sosial, gangguan seksual, gangguan
depresi, kehohongan, dansebagainya, Tes MMPI ini berupa
ratusan pernyataan dengan alternative pilihan jawaban
berupasetuju (+) dan tidak setuju (-). Jadi saat melakukan
tes, badan harus sehat, fit, karena dibutuhkanketahanan
dan konsentrasi yang tinggi dalam menjawab setiap
pernyataan. Tips dan kunci darimenjawab MMPI ini harus
JUJUR
- Test Rorschach
Tes Rorschach adalah tes psikologis dimana persepsi
subyek dicatat dan kemudian di analisis dengan
menggunakan interpretasi psikologis, algoritma ilmiah,
atau keduanya. Tes ini telah digunakan untuk mendeteksi
gangguan pikiran yang dasar, terutama dalam kasus-
kasus dimana pasien enggan untuk menggambarkan
proses pemikiran mereka secara terbuka.
o Thematic Apperception Test (TAT)
Thematic Apperception Test (TAT) adalah tes psikologi
proyektif. Secara historis telah banyak diteliti, mengajar
dan digunakan. TAT bagus karena subjek dalam keadaan
tidak sadar ketika mengungkapkan aspek kepribadian,
motif dan kebutuhan untuk pencapaian, kekuasaan, dan
kemampuan pemecahan masalah.
o Bender Gestalt
Bender Gestalt adalah tes yang digunakan untuk
mengevaluasi visual-motor, untuk menyaring gangguan
perkembangan atau untuk menilai fungsi neurologis atau
kerusakan otak. Biasanya memakan fwaktu 7-10 menit
setelah itu hasilnya dinilai berdasarkan ketepatan dan
karakteristik lainnya.
- Mempertahankan Keadaan Organik (EEG). [3] [7]

Efek Samping Penggiunaan Obat-Obatan Mengamuk

Tujuan utama pemberian obat pada pasien mengamuk adalah untuk


memberikan efek tenang kepada pasien. Obat-obat yg biasa digunakan
untuk pasien mengamuk adalah obat Antipsikotik Dan obat dari golongan
Benzodiazepin. Dimana, pemberian obat-obatan ini bertujuan untuk
menimbulkan efek sedasi.

 Antipsikotik : Ada beberapa jenis obat-obatan ini, yaitu:


 Haloperidol : Menimbulkan reaksi ekstrapiramidal, perubahan
hematologik biasanya pasien mengalami leukopenia Dan
gangguan fungsi hepar.
 Olanzepin : memiliki reaksi ekstrapiramidal yang minimal,
peningkatan BB, Dan terjadi gangguan metabolism.
 Ziprasidone : gangguan kardiovaskular
 Golongan Benzodiazepin : seperti diazepam Dan lorazepam,
dimana efek dari obat golongan ini yaitu Menimbulkan depresi SSP
seperti skantik Dan ataksia. [8]
Diagnosis Differensial Dan Diagnosis Sementara
A. Diagnosis differensial
1) Gangguan Bipolar
a. Definisi

Gangguan bipolar merupakan gangguan mood kronis yang ditandai


dengan adanya episode mania atau hipomania yang terjadi secara
bergantian atau bercampur dengan episode depresi. Gangguan bipolar
disebut juga sebagai depresi manik, gangguan afektif bipolar atau
gangguan spektrum bipolar. [12]

b. Epidemiologi

Gangguan bipolar I terjadi hampir sama rata pada pria dan wanita
dengan prevalensi sebesar 0,4 – 1,6%. Gangguan bipolar II lebih umum
terjadi pada wanita dengan prevalensi sekitar 0,5%. Pada sebuah studi
populasi, prevalensi bipolar secara signifikan lebih tinggi pada wanita.
Penelitian yang melibatkan gabungan sampel dari 61.392 orang yang
tinggal di 11 negara, utamanya di Amerika, Eropa dan Asia, menyebutkan
bahwa prevalensi total gangguan bipolar seumur hidup sebesar 2,4%
(0,6% BDI, 0,4% BDII, dan 1,4% subtreshold BD). Pada tahun 2012,
prevalensi penderita gangguan bipolar I dan bipolar II di Kanada berturut-
turut adalah 0,87% dan 0,57%. Prevalensi ini tidak dibedakan atas jenis
kelamin. Prevalensi gangguan bipolar menurun seiring pertambahan usia
serta tingkat pendidikan dan prevalensinya pada individu yang tidak
bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang bekerja. Namun,
prevalensi gangguan bipolar tidak selalu berkaitan dengan jenis kelamin,
ras/etnis atau pendapatan. [11]

c. Gejala Klinis

Gejala utama gangguan bipolar ialah mania/hipomania dan depresi.


Gejala dari episode mania diantaranya:
 Abnormalitas suasana hati seperti euforia.
 Peningkatan energi.
 Peningkatan harga diri.
 Penurunan kebutuhan tidur.
 Lebih banyak berbicara dibanding biasanya.
 Agitasi psikomotor.
 Memiliki penilaian yang buruk dan mengambil keputusan
secara impulsif yang mengarah pada perilaku berbahaya.

Hipomania merupakan episode mania yang lebih ringan dengan


gejala yang sama namun terjadi dalam waktu yang lebih singkat, biasanya
4 hari dan biasanya tidak disadari karena tidak berbeda secara signifikan
dengan kebiasaan normal. Episode depresi pada gangguan bipolar
memiliki kriteria diagnosis dan karakterisasi yang sama dengan gejala
depresi nonbipolar.

Gejala – gejala yang muncul diantaranya:

 Perubahan pola tidur (insomnia atau hipersomnia)


 Perubahan pola makan dan berat badan.
 Kelelahan.
 Retardasi atau agitasi psikomotor.
 Adanya perasaan tidak berharga atau rasa bersalah.
 Penurunan konsentrasi.
 Memiliki pemikiran tidak wajar seperti keinginan bunuh diri. [12]

d. Patofisiologi

Patofisiologi bipolar belum sepenuhnya dipahami. Teknik pencitraan


seperti post emission tomography (PET) dan functional magnetic
resonance imaging (fMRI) digunakan dalam penjelasan mengenai
penyebab bipolar. Penelitian penelitian terdahulu befokus pada
neurotransmitter seperti norepinefrin (NE), dopamine (DA) dan serotonin.
Faktor lain yang dapat menjadi penyebab gangguan bipolar adalah faktor
genetik Suatu studi keluarga menunjukkan bahwa keluarga tingkat
pertama dari penderita gangguan bipolar memiliki risiko 7 kali lebih besar
terkena gangguan bipolar I dibandingkan populasi umum. Risiko seumur
hidup gangguan bipolar pada keluarga penderita ialah 40- 70% untuk
kembar monozigot dan 5-10% untuk kerabat tingkat pertama lainnya. [12

e. Penatalaksanaan

 FARMAKOTERAPI

Keberhasilan dalam pengendalian dan pencegahan kambuhnya


gangguan bipolar didasari oleh pengendalian stabilitas mood jangka
panjang serta pencegahan berlanjutnya episode mania dan depresi. Mood
stabilizer Pilihan pertama yang digunakan dalam mengobati gangguan
bipolar ialah mood stabilizer seperti litium, divalproex, karbamazepin dan
lamotrigin. Dosis awal pemberian litium ialah 600-900 mg/hari dan
biasanya diberikan dalam dosis terbagi. Sedangkan, dosis awal divalproex
yang digunakan biasanya 500-1000 mg/hari. Penelitian yang dilakukan
oleh Collins and McFarland (2008) menyebutkan bahwa litium dapat
menurunkan resiko percobaan bunuh diri pada subjek penelitian. Pada
percobaan yang sama, ditemukan bahwa pasien gangguan bipolar yang
menggunakan divalproex memiliki resiko lebih tinggi melakukan
percobaan bunuh diri dibandingkan dengan pasien yang menggunakan
litium. Secara umum penggunaan litium dalam fase pemeliharaan lebih
unggul dibandingkan valproate dan lamotrigin. Penggunaannya segera
setelah muncul episode mania pertama dapat meningkatkan efek jangka
panjang. Penggunaan asam valproatee, lamotrigine dan antikonvulsan
lain sebagai mood stabilizer perlu diperhatikan sebab pengunaannya
dapat meningkatkan risiko bunuh diri.

Antipsikotik

Semua antipsikotik atipikal memiliki beberapa efikasi untuk


gangguan bipolar karena adanya efek antimania. Antipsikotik yang
digunakan diantaranya risperidone, olanzapine, quetiapine, ziprasidone,
aripiprazole, lurasidone dan asenapine. Monoterapi olanzapine efektif dan
relatif aman dalam mengobati pasien yang tidak merespon serta tidak
toleran terhadap litium, asam valproatee dan/atau karbamazepin, serta
dua atau lebih antipsikotik., namun perlu diperhatikan efek samping dari
olanzapine terutama saat dosis yang digunakan lebih dari 20 mg/hari.
Studi yang dilakukan oleh Keck, et al (2009) menyatakan bahwa
aripiprazole efektif digunakan dalam pengobatan pasien dengan bipolar
mania akut dan dapat ditoleransi dengan baik. Dosis yang
direkomendasikan untuk terapi gangguan bipolar adalah 20-30 mg/hari.
Farmaka Suplemen Volume 16 Nomor 1 272 Pada sebuah studi
randomized control trial menyebutkan bahwa risperidone memiliki efikasi
lebih tinggi dibandingkan litium dan divalproex sodium bila digunakan
sebagai terapi awal episode mania atau episode campuran pada
gangguan bipolar I pada pasien pediatrik dan dewasa dengan dosis efektif
harian 0,5- 2,5 mg dan 3-6 mg, namun risperidone memiliki efek metabolik
yang lebih serius. Antipsikotik lain yang sering digunakan ialah quetiapine.
Penggunaannya bersama dengan litium atau divalproex pada fase
pemeliharaan memiliki efek yang menguntungkan dan berkaitan dengan
penurunan waktu kambuh dari episode mood. Penggunaan quetiapine
extended-release telah dibuktikan efektif mengatasi gejala depresi dalam
3 hari pertama pengobatan.

Antidepresan
Penggunaan antidepresan sebagai monoterapi berkaitan dengan
peningkatan resiko episode mania pada pasien bipolar. Namun, tidak
terdapat adanya resiko episode mania pada pasien yang menggunakan
antidepresan bersamaan dengan mood stabilizer. Antidepresan trisiklik
seperti imipramine dan despiramine memiliki tingkat respon setara atau
lebih rendah dari komparatornya seperti fluoxetine, paroxetine dan
bupropion. Namun, terapi dengan antidepresan trisiklik berkaitan dengan
peningkatan perubahan episode mood menjadi mania atau hipomania.
Penggunaan MAOI aksi ganda (seperti venlafaxine, duloxetine dan
amitriptilin) memiliki resiko terjadinya perubahan mood menjadi mania
yang lebih besar dibandingkan obat aksi tunggal (terutama SSRI). [4]

2) Skizofrenia
a) Definisi

Skizofrenia merupakan satu gangguan psikotik yang kronik, sering


mereda, namun timbul hilang dengan manifestasi klinik yang amat luas
variasinya.penyesuaian pramorbid, gejala dan perjalanan Penyakit yang
amat bervariasi. Definisi skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan
dan. Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ, 2001) menjelaskan bahwa
skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit tak selalu bersifat kronis atau
(deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.

b) Epidemiologi

The lifetime risk skizofrenia di dunia adalah antara 15 sampai 19


per 1.000 populasi sedangkan point prevalence adalah antara 2 sampai 7
per 1000. Ada beberapa perbedaan antara negara-negara, namun tidak
signifikan ketika dibatasi oleh gejala-gejala utama skizofrenia.Insidensi
skizofrenia di UK dan US adalah 15 kasus baru per 100.000 penduduk,
dengan laki-laki memiliki onset lebih awal dibandingkan perempuan
(Sample & Smith, 2013; Tianli, L. et al 2014).Menurut penelitian Riskesdas
(2013), prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per
mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi
Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Prevalensi psikosis tertinggi di D.I.Y dan
Aceh (masing-masing 2,7%), artinya ada 1-2 penduduk dari 1000 peduduk
yang menderita gangguan jiwa berat danprovinsi D.I.Y merupakan
provinsi dengan penderita gangguan jiwa berat tertinggi di Indonesia
dengan angka kejadian 2,7 orang per mil atau 2-3 penduduk per 1000
penduduk. [10]

c) Etiologi

Etiologi atau penyebab skizofrenia yang lebih rinci dijelaskan oleh


Kaplan dan Sadock (2010) sebagai berikut:

 Model diatesis-stress
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan
lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini merumuskan
bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik
(diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan stress akan memungkinkan perkembangan gejala
skizofrenia.
 Faktor biologis
Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofiologisuntuk
daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks frontalis dan
ganglia basalis.Ketiga daerah tersebut saling berhubungan sehingga
disfungsi pada salah satu daerah tersebut mungkin melibatkan
patologi primer di daerah lainnya sehingga menjadi suatu tempat
potensial untuk patologi primer pasien skizofrenik.
 Genetik
Penelitian menunjukkan bahwa seseorang kemungkinan
menderitaskizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita
skizofrenia, dankemungkinan seseorang menderita skizofrenia adalah
hubungan dengandekatnya persaudaraan.Kembar monozigotik
memiliki angka kesesuaian yang tertinggi. Penelitian pada kembar
monozigotik yang diadopsimenunjukkan bahwa kembar yang diasuh
oleh orang tua angkatmempunyai skizofrenia dengan kemungkinan
yang sama besarnya seperti saudara kembarnya yang dibesarkan
oleh orang tua kandung. Temuan tersebut menyatakan bahwa
pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan.
 Faktor psikososial
- Teori Psikoanalitik dan Psikodinamik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi
perkembangan, dan merupakan konflik antara ego dan dunia luar.
Kerusakan ego memberikan konstribusi terhadap munculnya simtom
skizofrenia. Secara umum kerusakan ego mempengaruhi interprestasi
terhadap realitas dan control terhadap dorongan dari dalam. Sedangkan
pandangan psikodinamik lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap
berbagai stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase
perkembangan selama anak-anak dan mengakibatkan stress dalam
hubunganinterpersonal. Simtom positif diasosiasikan dengan onset akut
sebagai respon terhadap factor pemicu/pencetus, dan erat kaitanya
dengan adanya konflik.Simtom negative berkaitan erat dengan faktor
biologis, sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin
timbul akibat kerusakan intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan
dengan kerusakan ego yang mendasar.
- Teori belajar
Anak-anak yang nantinya mengalami skizofrenian mempelajari
reaksi dan cara berfikir yang tidak rasional dengan mengintimidasi orang
tua yang juga memiliki masalah emosional yang signifikan. Hubungan
interpersonal yang buruk dari pasien skizofrenia berkembang karena pada
masa anak-anak mereka belajar dari model yang buruk.
- Teori tentang keluarga
Pasien skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami penyakit
non psikiatri berasal dari keluarga dengan disfungsi, perilaku keluarga
yang pagtologis yang secara signifikan meningkatkan stress emosional
yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. [10]

d) Gejala Klinis

Menurut (PPDGJ, 2001) tentang skizofren harus ada sedikitnya


satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih
bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

 Thought echo, Thought insertion or withdrawal, Thought


broadcasting
- Thought echo adalah isi pikiran dirinya sendiri yang berulang
atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran
ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.
- Thought insertion or withdrawal adalah isi pikiran yang asing
dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal).
- Thought broadcasting adalah isi pikirannya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umumnya mengetahuinya.
 Delusion of control , Delusion of influence , Delusion of passivity ,
Delusion perception
- Delusion of control adalah waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.
- Delusion of influenceadalahwaham tentang dirinya dipengaruhi
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.
- Delusion of passivity adalah waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang
dirinya secara jelas, merujuk ke pergerakan tubuh serta
anggota gerak atau pikiran, tindakan atau penginderaan
khusus).
- Delusion perception adalah pengalaman inderawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya
bersifat mistik dan mukjizat
 Halusional Auditorik dapat berupa suara halusinasi yang
berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien. Dan
mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara atau jenis suara halusinasi lain yang
berasal dari salah satu bagian tubuh).
 Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan
kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing
atau dunia lain).
 Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
 Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang
tidak relevan atau neologisme.
 Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), negativisme, mutisme, dan stupor.
 Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.

Kriteria diagnostik skizofrenia menurut DSM-IV TR paling tidak,


terdapat enam kriteria diagnostic skizofrenia menurut Diagnostic and
Statistical Manual of mental disorder (DSM-IV TR, 2004) sebagai berikut:

 Symptom-Symptom atau gejala-gejala khas

Dua atau lebih dari yang berikut ini, masing-masing muncul cukup
jelas selama jangka waktu satu bulan (atau kurang, bila ditangani dengan
baik) :

- Delusi
- Halusinasi
- Pembicaraan kacau
- Symptom-symptom negatif
 Disfungsi sosial/okupasional
 Durasi

Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung


selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan
bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek
perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri
sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial. [1] [10]
e) Penatalaksanaan

 Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalisasi)

Indikasi utama untuk perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan


diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan
bunuh diri atau membunuh, dan perilaku yang sangat kacau atau tidak
sesuai, termasuk ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar,
seperti makanan, pakaian, dan tempat berlindung. Tujuan utama
perawatan di Rumah Sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif
antara pasien dan sistem pendukung masyarakat.

 Farmakoterapi
- Golongan antipsikotik tipikal : chlorpromazine,
fluperidol,haloperidol, loxapine, molindone, mesoridazine,
perphenazine, thioridazine, thiothixene, trifluperezine.
- Golongan antipsikotik atipikal : aripiprazole, clozapin,
olanzapine, quetiapine, risperidone,
ziprasidone,Chlorpromazine dan thioridazine :
menghambat α1 adrenoreseptor.[5]

B. Diagnosis Sementara
1) AMNESIA PSIKOGENIK
a) Definisi

Amnesia Psikogenik adalah kehilangan tiba-tiba ingatan pribadi


yang penting dengan kapasitas belajar materi yang baru dipertahan. Tidak
ada bukti etiologi organic.[10]
b) Epidemiologi

Gangguan ini merupakan gangguan dissosiasi yang paling sering.


Lebih sering mengikuti suatu bencana atau selama perang. Wanita lebih
sering daripada laki-laki, remaja dan dewasa muda. [10]

c) Etiologi

Dicetuskan oleh trauma emosional dan tanpa penyebab organik.


Laboratorium dan tes psikologik . Harus disingkirkan kemungkinan
gangguan organik dengan Pemeriksaan laboratorium klinik rutin sesuai
indikasi. Wawancara dengan amytal dapat menolong untuk membedakan
antara organik dan amnesia psikogenik, pasien amnesia organik
cenderung lebih buruk dibawah pengaruh amytal, dan pasien amnesia
psikogenik dapat kembali ingatannya. Psikodinamika Kehilangan ingatan
diyakini sekunder dari konflik psikologik. mekanisme pertahanan yang
digunakan denial dan dissosiasi. Diagnosis banding, gangguan Mental
Organik, tidak berhubunga dengan stres, lebih sering pada Malingering,
dengan sadar memalsukan kehilangan ingatan untuk tujuan sekunder,
dam Perjalanan penyakit dan prognosis Dapat hilang tiba-tiba dan
beberapa kasus dapat berulang kembali. [1] [10]

d) Penatalaksaan

Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan


disosiatif. Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi
psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh
pasien jiwa. Terapi ini membantu untuk memahami penyebab dari kondisi
yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan disosiasi sering
mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat
trauma yang menimbulkan gejala disosiatif.

Penanganan gangguan disosiatif yang lain meliputi :


 Terapi kesenian kreatif

Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini


menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit
mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat
membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi
kesenian, tari, drama dan puisi.

 Terapi kognitif

Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan


kelakuan yang negative dan tidak sehat dan menggantikannya
dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide
dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku
pemeriksa.

 Terapi obat

Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penanganan awal, walaupun


tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan disosiatif.
Tetapi biasanya diberikan resep berupa anti-depresan dan obat
anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada
gangguan disosiatif ini.

Ahli terapi biasanya merekomendasikan menggunakan hypnosis


yang biasanya berupa hypnoterapi atau hipnotis sugesti sebagai bagian
dari penanganan pada gangguan disosiatif. Hypnosis menciptakan
keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis,
pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien
lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa
konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan
menanamkan memori yang salah dalam mensugesti (kenanganpalsu). [5]
[8]
e) Prognosis

Beberapa ahli percaya bahwa prognosis pemulihan sangat baik


untuk anak-anak. Meskipun pengobatan membutuhkan beberapa tahun,
sering pada akhirnya efektif. Walaupun dikembalikan lagi pada faktor
pasien dan terapisnya. Secara umum memang diketahui bahwa semakin
baik pengobatan, maka semakin baik juga prognosisnya. Pasien mungkin
mengalami gangguan dari gejala-gejalanya saat memasuki usia empat
puluhan. Stress atau penyalahgunaan zat juga berperan penting dalam
kambuhnya simtom-simtom. [10]

f) Komplikasi

Orang-orang dengan gangguan disosiatif berisiko besar mengalami


komplikasi yang terdiri dari :

1. Mutilasidiri
2. Gangguan seksual
3. Alkoholisme
4. Depresi
5. Gangguan saat tidur, mimpi buruk, insomnia, atau berjalan
sambil tidur
6. Gangguan kecemasan
7. Gangguan makan
8. Sakit kepala berat

Gangguan disosiatif juga selalu dihubungkan dengan penyakit


yang signifikan. Orang-orang dengan kondisi seperti ini sering tidak dapat
mengelola emosi dan stress dengan baik. Dan reaksi disosiatifnya dapat
menyebabkan teman-temannya menganggap dirinya aneh. [10]
DAFTAR PUSTAKA

1. A.Price Sylvia.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit.Jakarta:EGC
2. Axelson D., et Al. 2015. Diagnostic Precursors To Bipolar In Offspring
Of Parents With Bipolar Disorder: A Longitudinal Study. Am J
Psychiatry, Vol. 172(7): 638-646.
3. Baehr & Frotscher. 2016. Diagnosis Topik Neurologis DUUS, Edisi 4.
Jakarta : EGC
4. Carlborg, A., et Al. 2015. Population Study Of Disease Burden,
Management, And Treatment Of Bipolar Disorder In Sweden: A
Retrospective Observational Registry Study. Bipolar Disorder, 17(1):
76-85.
5. Chisholm-Burns, MA., Et Al. 2016. Pharmacotherapy Principles &
Practice Fourth Edition. New York: Mcgraw-Hill Education.
6. Dorland. 2014. Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 31. Jakarta : EGC
7. Dr.Hendra Utama,Sp,FK.2015.Buku Ajar PSIKIATRI FK UI.Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
8. Farmakologi & Terapi. 2007. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
9. Kaplan & Sadock’s, 2015. Synopsisi Of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 11th Ed. Lippicott Williams&Wilkins.
10. Merikangas, KR., Et Al. 2011. Prevalence And Correlates Of Bipolar
Spectrum Disorder In The World Mental Health Survey Initiative. Arch
Gen Psychiatry, 68(3): 241-251.
11. Miklowitz, DJ And MJ Gitlin. 2014. Clinician's Guide To Bipolar
Disorder. New York: The Guilford Press.
12. Sherwood, Lauralee. 2015. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem,
Edisi 8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai