Oleh :
DAFTAR ISI................................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
2.2 Sustainability.............................................................................................10
BAB IV PENUTUP..................................................................................................20
4.1 Kesimpulan....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................21
1
BAB I
PENDAHULUAN
Debat mengenai bentukan kota yang paling sustain sudah lama dibicarakan,
namun karena berkembangnya definisi sustainability maka bentukan kota tersebut
sulit dicari (Jenks et al : 1996). Mulai dari munculnya Garden City hasil karya
Ebenezer Howard akibat dari adanya kepedulian terhadap lingkungan hunian yang
ramah lingkungan, Radiant City karya Le Corbuzier, Broadacre karya Frank Lloyd
Wright yang didasari liberalisme, hingga Compact City. Pada masa sekarang,
makna sustainability dituliskan kedalam dokumen yang disetujui bersama negara
seluruh dunia, karena adanya kepedulian baru yang sulit diselesaikan oleh negara-
negara tertentu saja yaitu perubahan iklim yang dampaknya terasa di seluruh
bagian dunia.
Compact City merupakan salah satu konsep kota yang belakangan ini
muncul sebagai tren kota masa depan. Konsep Compact City tersebut sering
digunakan oleh pengembang-pengembang swasta sebagai branding yang unik
sekaligus futuristik. Mereka menawarkan suatu kawasan kompak dimana
penghuninya bisa beraktivitas mulai dari jogging, sarapan di restoran, hingga
bekerja dalam satu kawasan. Dengan begitu energi yang dipakai untuk transportasi
akan dikurangi, apalagi gerakan untuk mengatasi perubahan iklim akibat
pemanasan global sedang gencar-gencarnya disuarakan oleh badan Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB) lewat berbagai macam perjanjian. Sehingga konsep ini
seakan-akan dapat menjawab permasalahan yang ada seperti permasalahan
sustainabilty.
1
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui dan memahami bentuk Compact
City sebagai wujud penerapan konsep kota berkelanjutan.
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi dari makalah ini maka di bawah
ini adalah sistematika pembahasan yang kami pakai dalam penulisan makalah ini:
- BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan
Bab ini berisi tentang pengertian konsep compact city dan konsep pembangunan
berkelanjutan.
Bab ini berisi tentang pembahasan hubungan konsep bentuk compact city dengan
konsep pembangunan berkelanjutan.
- BAB IV PENUTUP
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah Compact City diperkenalkan pada tahun 1973 oleh George Dantzig
and Thomas L yang keduanya merupakan matematikawan. Compact City muncul
sebagai satu konsep yang menentang pembangunan kota acak (urban sprawl
development) yang tak hanya terjadi di negara dunia ketiga melainkan marak juga di
Amerika Serikat. Konsep pembangunan sprawl dengan lompat kataknya yang
disetir pasar inilah yang dianggap menciptakan pola hidup boros energi, merusak
lingkungan, dan belum humanis. Hal ini menjadikan Compact City dianggap sebagai
satu konsep yang cocok dengan kebutuhan bumi saat ini dengan sumber daya yang
terbatas.
Sudah banyak negara maju yang menerapkan konsep kota kompak ini.
Pada awal tahun 1900, Uni Eropa telah mengembangkan model kota kompak
sebagai bentuk kota yang paling berkelanjutan. Dilanjutkan dengan contoh lain
seperti Inggris, Belanda, Hongkong, hingga Australia. Keunggulan dari kota kompak
yaitu pertama, menghemat sumberdaya dan energi (lahan, transportasi, polusi,
sampah), yang kedua pengkonsentrasian kegiatan di pusat kota untuk menghindari
munculnya kota satelit di sekitar pusat kota. Jelas mengapa negara-negara maju
seperti Uni Eropa sudah begitu memprioritaskan kepada penghematan energi dan
perubahan sistem transportasi. Karena biaya bukanlah menjadi kendala di negara
maju, maka model kota kompak mudah untuk diwujudkan.
Di Indonesia model kota kompak telah ada sejak ratusan tahun yang lalu,
pada jaman kerajaan-kerajaan di Jawa, pola ruang wilayah kerajaan sudah bisa
dikatakan kompak. Adanya pemusatan kegiatan, batas wilayah yang jelas
(benteng), kepadatan penduduk, dan fungsi campuran. Pola-pola seperti ini tidak
jauh berbeda dari pola ruang negara Eropa pada abad pertengahan yang juga
menganut sistem kerajaan. Pola kerajaan seperti itu berulang di beberapa tempat di
Pulau Jawa seperti di Yogyakarta, Kotagede, Solo, atau Cirebon. Pola yang khas
3
yaitu benteng sebagai pemisah, terdapat alun-alun, lalu pusat kegiatan yang
mencakup pasar, tempat ibadah, dan pusat pemerintahan.
Jika dilihat pada seluruh kompleks Keraton Yogyakarta, maka akan jelas
terlihat bahwa semua bagian di dalamnya membentuk suatu pola/tatanan yang
konsentris. Dalam tatanan ini kedudukan titik pusat sangat dominan, sebagai
penjaga kestabilan keseluruhan tatanan. Pada keraton-keraton Dinasti Mataram,
keberadaan pusat ini diwujudkan dalam bentuk Bangsal Purbayeksa/Prabuyasa,
yang berfungsi sebagai persemayaman pusat kerajaan dan tempat tinggal resmi
raja. Bangsal ini dikelilingi oleh pelataran Kedaton, kemudian berturut-turut adalah
pelataran Kemagangan, Kemandungan, Siti Hinggil, dan Alun-Alun pada lingkup
terluar.
Compact city adalah suatu konsep desain dan perencanaan perkotaan yang
terfokus terhadap pembangunan berkepadatan tinggi dengan penggunaan yang
beragam dan bercampur jadi satu dalam suatu lahan yang sama untuk
mengefisienkan lahannya semaksimal mungkin. Konsep compact city didasarkan
kepada sistem transportasi publik yang efisien dan memiliki wajah perkotaan yang
lekat dengan banyaknya jalur pejalan kaki dan sepeda. Konsep ini mengusahakan
agar sesedikit mungkin penggunaan kendaraan bermotor yang menghasilkan polusi
dan menghabiskan banyak energy. Selain itu, konsep ini meminimalkan jarak
tempuh sehingga ketergantungan akan kendaraan bermotor akan berkurang.
Ciri kota kompak menurut Dantzig & Saaty (1978) paling tidak dapat dilihat
dari 3 aspek yaitu bentuk ruang, karakteristik ruang, dan fungsinya.
4
Konsep kota kompak bukan konsep yang kaku dan sederhana yang
menggambarkan sebuah bentuk kota tertentu. Adanya perbedaan masing-masing
karakteristik kota dan budaya masyarakat yang menghuninya harus dimaknai
bahwa kota kompak juga perlu dilihat dalam konteks kekhasan budaya, ekonomi
dan identitas fisik kota saat ini untuk perubahan kota (urban change) di masa
datang yang lebih baik dan efisien. Namun ada hal yang sudah pasti yakni jika kita
melihat kota-kota besar di Indonesia saat ini seperti Jakarta dan Surabaya, adalah
terjadinya perkembangan kota yang padat dan semakin melebar secara horizontal
tanpa batas yang jelas. Konsep compact city berupaya untuk mengefektifkan
penggunaan lahan, sehingga dapat mengatasi permasalahan kekurangan lahan dan
penggunaan lahan yang tidak efektif. Dengan dibangun nya gedung secara vertikal.
Compact city juga bukan hanya terfokus pada aspek fisik saja namun pada
aspek ekonomi, sosial. Pada aspek ekonomi, compact city dapat meningkatkan
pendapatan, serta dengan adanya konsep pengembangan kota kompak ini
masyarakat dapat menjangkau fasilitas-fasilitas penunjang ekonomi lebih dekat dari
tempat tinggal masyarakat tersebut. Fasilitas-fasilitas penunjang eknomi yang dekat
dengan tempat tinggal masyarakat ini akan membuat arus pergerakan masyarakat
menjadi berkurang. Konsep kota kompak ini juga akan mengurangi waktu
perjalanan dan biaya perjalanan, karena fasilitas penunjang perekonomian
masyarakat didesain untuk dekat dengan kawasan permukiman. Pada aspek sosial,
compact city dapat meningkatkan interaksi sosial di masyarakat, yaitu dengan
adanya pusat kegiatan yang terpusat di kota. Dengan adanya kawasan
permukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa, dan kawasan industri maka
masyarakat dapat saling berinteraksi dalam satu pusat kegiatan tersebut. Konsep
compact city ini juga akan mengurangi kesenjangan sosial antar masyarakat.
5
munculnya konflik sosial antara yang mampu dan tidak, munculnya kawasan
kumuh, hingga penggunaan energi yang tidak efisien dan berlebih.
6
2.1.4 Isu dan Kendala Penerapan Konsep Compact City
Dalam pelaksanaannya compact city juga memiliki isu , yaitu urban sprawl,
suatu proses perluasan kegiatan perkotaan ke wilayah pinggiran yang melimpah,
dengan kata lain terjadi proses pengembangan kenampakan fisik suatu perkotaan
ke arah luar. Lebih jauh lagi, definisi dari urban sprawl adalah suatu proses
perubahan fungsi dari wilayah yang bernama perdesaan menjadi wilayah perkotaan.
Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan pola guna lahan
yang terjadi secara serempak, seperti sebagai berikut:
a) Single-use zoning
Keadaan ini menunjukkan situasi dimana kawasan komersial, perumahan dan
area industri saling terpisah antar satu dengan yang lain. Sebagai
konsekuensinya, bidang besar tanah digunakan sebagai penggunaan lahan
tunggal yang saling terpisahkan, antara ruang terbuka, infrastruktur atau
hambatan lainnya. Sebagai hasilnya, lokasi dimana masyarakat yang tinggal,
bekerja, berbelanja, dan rekreasi memiliki jarak yang jauh, antara satu dan yang
lainnya, sehingga kegiatan seperti berjalan kaki, transit, dan bersepeda tidak
dapat digunakan, tetapi lebih membutuhkan mobil.
b) Low-density zoning
Sprawl mengonsumsi jauh lebih banyak penggunaan lahan perkapita
dibandingkan perkembangan kota tradisional, karena peraturan penzonaan
seharusnya menyatakan bahwa perkembangan kota seharusnya berada dalam
kepadatan penduduk yang rendah. Definisi yang tepat mengenai kepadatan yang
rendah ini relatif, contohnya rumah tinggal tunggal, yang sangat luas, kurang dari
sama dengan 4 unit per are. Bangunan tersebut memiliki banyak penggunaan
lahan dan saling berjauhan satu sama lain, terpisahkan oleh halaman rumput,
landscape, jalan atau lahan parker yang luas. Lahan parkir yang luas jelas
didesain untuk jumlah mobil yang banyak. Dampak dari perkembangan
7
kepadatan penduduk yang rendah ini mengalami peningkatan secepat
peningkatan populasi pula. Overall density is often lowered by leap-frog
development. Pada umumnya, pengembang membutuhkan kepastian tingkat
persentase bagi pengembangan lahan untuk penggunaan publik, termasuk jalan
raya, lapangan parkir dan gedung sekolah. Dahulu, saat pemerintah lokal
menunjuk suatu lokasi dan ternyata lahannya kurang, mereka dapat dengan
mudah melakukan bernacam jenis perluasan wilayah, karena tidak ada
kekuasaan yang tinggi untuk melakukan penghukuman. Pengembang privat jelas
tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut.
d) Degrasi Lingkungan
Tentu saja dengan adanya konsep compact city ini menyebabkan degradasi
lingkungan karena seiring dengan perkembangan teknologi dan semakin
meningkatnya pembangunan, maka semakin bertambah buruk pula lingkungan
yang ditinggali tersebut karena tidak ada lingkungan alam yang mengimbangi
pembangunan perkotaan yang terus berlanjut.
Adapun kendala yang ditemui dalam penerapan konsep compact city yaitu
sebagai berikut;
8
penduduk dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya mengakibatkan muncul
beberapa permasalahan di perkotaan yang cukup kompleks. Misal semakin
banyaknya penduduk yang melakukan urbanisasi di daerah perkotaan yang
hanya mempunyai pendidikan rendah maka mereka hanya akan mencari
pekerjaan yang serabutan. Kegiatan tersebut menimbulkan munculnya hunian
liar dan tingkat kemiskinan di kota-kota besar yang semakin merajalela. Hal itu
menjadikan kendala dalam penerapan compact city karena sulitnya untuk
mengatasi hunian liar yang dijadikan solusi oleh penduduk miskin untuk bertahan
hidup diperkotaan.
b. Spekulasi tanah
Yang dimaksud spekulasi tanah itu apabila terdapat suatu wilayah yang
digunakan sebagai pusat kota, dan wilayah tersebut terdapat suatu kawasan
yang dalam rencana tata kota akan dijadikan sebuah permukiman maka harga
tanah relative standart. Namun dalam hal lain, apabila kawasan tersebut
penggunaan lahannya dialih fungsikan sebagai kawasan perdagangan dan jasa
maka harga tersebut semakin meningkat. Karena kawasan tersebut mudah
menjangkau pusat-pusat perekonomian dan jika semakin dekat dengan pusat
kegiatan dan tidak sesuai dengan arahan rencana tata ruang maka harga lahan
akan semakin mahal.
9
masing-masing sudah memiliki transportasu pribadi yang dapat digunakan dalam
kegiatan apapun. Untuk mendapatkan sebuah transportasi pribadipun sekarang
semakin dipermudah dengan adanya sistem kredit motor yaitu dalam pembelian
dapat diangsur secara bertahap. Kemudian dibandingkan dengan transportasi
umum mereka kurang tertarik dikarenakan banyak hal seperti fasilitas dan
keamanaan yang diberikan kurang memadai. Sehingga penggunaan sistem
transportasi umum saat ini semakin menurun yang disebabkan sudah banyaknya
masyarakat yang mepunyai kendaraan pribadi masing-masing.
2.2 Sustainability
10
dengan perlindungan lingkungan sehingga setiap pembangunan haruslah
melibatkan aspek lingkungan agar tidak menghancurkan kelestarian lingkungan.
11
7) Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup
Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutandengan kebijakan
dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang
hilang.
Menurunkan proporsi penduduk tanpa akses terhadapsumber air minum
yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasidasar sebesar
separuhnya pada tahun 2015.
Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di
pemukiman kumuh pada tahun 2020.
12
deklarasi seluruh dunia dalam menuntaskan kemiskinan, melindungi bumi, dan
menjamin bahwa semua penduduknya hidup damai dan sejahtera. SDGs
diimplementasikan melalui semangat kerjasama untuk meningkatan kualitas hidup
untuk generasi masa depan. SDGs menyajikan pedoman dan target untuk seluruh
negara yang bisa diadopsi dan disesuaikan untuk keperluan masing-masing negara
dan lingkungan dalam skala global. SDGs dirinci menjadi 17 Goals yang merupakan
turunan dari MDGs namun menambahkan isu lain seperti perubahan iklim,
ketidaksetaraan ekonomi, inovasi, konsumsi keberlanjutan (sustainable
consumtion), juga perdamaian dan keadilan. Goals tersebut saling berhubungan
bahkan terkadang penyelesaian isu satu dapat mempengaruhi penyelesaian isu
yang lain. 17 tujuan dengan 169 sasaran diharapkan dapat menjawab
ketertinggalan pembangunan negaranegara di seluruh dunia, baik di negara maju
(konsumsi dan produksi yang berlebihan, serta ketimpangan) dan negaranegara
berkembang (kemiskinan, kesehatan, pendidikan, perlindungan ekosistem laut dan
hutan, perkotaan, sanitasi dan ketersediaan air minum). 17 Goals tersebut adalah
sebagai berikut :
1) No Poverty
Menghilangkan segala jenis kemiskinan di tahun 2030 dengan cara
menargetkan yang paling perlu, meningkatkan akses ke kebutuhan dasar, dan
membantu komunitas-komunitas yang terkena konflik dan korban bencana
akibat perubahan iklim.
2) Zero Hunger
Mengatasi segala jenis kelaparan dan malnutrisi di tahun 2030 dengan
memastikan semua orang terutama anak-anak mendapatkan akses yang cukup
terhadap makanan bergizi untuk keperluan setahun penuh. Diwujudkan melalui
praktek agrikultur yang sustainable, membantu petani kecil, peningkatan
teknologi pangan, dan investasi infrastruktur pendukung produktivitas pertanian.
13
4) Quality Education
Mencapai pendidikan inklusif dan berkualitas untuk semua orang, menegaskan
kembali keyakinan bahwa pendidikan merupakan salah satu kendaraan yang
paling kuat untuk pembangunan berkelanjutan. Memastikan bahwa semua anak
perempuan dan anak laki-laki menyelesaikan sekolah dasar dan menengah
gratis pada 2030. Hal ini juga bertujuan untuk memberikan akses yang sama
terhadap pelatihan kejuruan yang terjangkau, untuk menghilangkan gender dan
kesenjangan, dan mencapai akses universal untuk pendidikan yang berkualitas
tinggi.
5) Gender Equality
Menyelesaikan semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak
perempuan. Menurut UNDP hal ini memiliki multiplier dan membantu
mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di seluruh bidang.
14
Mengedepankan keberlangsungan teknologi untuk membuka lapangan
pekerjaan dan sebagai sarana promosi energi efisien. Mempromosikan industri
ramah lingkungan dan menginvestasikan riset ilmiah dan inovasi.
15
Mengurangi segala jenis kejahatan dengan bekerja sama dengan pemerintah
dan komunitas tertentu untuk mencari solusi konflik dan ketidakamanan.
Menguatkan aturan dan mempromosikan hak asasi manusia untuk mengurangi
peredaran senjata api ilegal sekaligus meningkatkan partisipasi negara
berkembang dalam organisasi global.
Poin-poin penting dalam New Urban Agenda (NUA) yang disetujui oleh
kepala negara adalah sebagai berikut :
16
menjadikan wanita, anak, kaum difabel, orang tua, dan kaum termarginalkan
pertimbangan yang sama dengan penduduk lain.
17
BAB III
PEMBAHASAN
Poin kedua mengenai kesetaraan akses dapat dipenuhi oleh Compact City.
Compact CIty sangat menjunjung tinggi aspek kesetaraan sosial.
Poin ketiga mengenai mempromosikan kota yang bersih. Adanya Compact City
sendiri bertujuan untuk mengurangi ketergantungan akan kendaraan bermotor
dengan mendorong transportasi melalui jalan kaki dan sepeda (kendaraan
bermotor hanya untuk transportasi umum saja) sehingga dapat mengurangi
18
polusi gas buang kendaraan bermotor. Sedangkan untuk penggunaan
kendaraan umum ramah lingkungan secara tertulis belum dipertimbangkan di
konsep Compact City. Namun seiring berkembangnya jaman mengingat sudah
banyak kendaraan umum berbahan bakar listrik yang digunakan di banyak
negara maju dapat menjadi solusi akan kekurangan Compact City di bagian
tersebut.
Poin keempat mengenai ketahan kota dari resiko bencana. Dari konsep yang
didapatkan sebelumnya, tidak ada prinsip yang dipegang untuk mengatasi dan
memitigasi resiko bencana di Compact City. Padahal Compact City didisain
untuk menjadi kota yang berkepadatan tinggi dengan gedung-gedung tinggi
sebagai ikonnya (mix use and high density) yang resikonya lebih tinggi.
Poin keenam mengenai hak pengungsi dan imigran. Compact City terkesan
kaku karena disainnya yang optimal untuk sekian penduduk saja (tergantung
perencanaannya) dan sulit untuk ditambah. Kota didisain sehingga dengan
sekian penduduk, penduduk tersebut dapat difasilitasi secara penuh oleh kota.
Penambahan penduduk hanya akan mengurangi ruang publik dan turunnya
kinerja kota. Untuk menjaga stabilitas penduduk, Compact City memegang
prinsip bahwa harus ada batas yang jelas antara kota dengan wilayah
sekitarnya.
19
prinsip social fairness. Pada poin ketiga juga disebutkan bahwa Compact City
sangat mendorong pergerakan kendaraan non-motor seperti berjalan kaki dan
sepeda yang jalurnya disediakan.
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari delapan poin New Urban Agenda, dapat diketahui bahwa Compact city
belum bisa menjawab semua komitmen yang disetujui oleh petinggi negara-negara
di dunia. Mulai dari kekurangannya mengatasi pertambahan penduduk baik dari
angka kelahiran-kematian maupun dari migrasi masuk dan keluar. Tidak adanya
prinsip mitigasi bencana padahal ada ancaman bencana alam dan bencana akibat
perubahan iklim. Walaupun faktanya konsep kota dengan kepadatan tinggi seperti
Compact City dinilai memberikan efisiensi dan inovasi teknologi yang dibarengi
pengurangan penggunaan sumber daya dan energi (UNDP, 2016), perlu adanya
penyesuaian untuk menyempurnakan konsep ini agar dapat menjawab semua
tantangan New Urban Agenda.
21
DAFTAR PUSTAKA
Burton, E., Williams, K., & Jenks, M. (1996). Compact City A Sustainable Urban
Form ?. Oxford: Spon Press.
Jenks, M., & Burgess, R. (2000). Compact Cities - Sustainable Urban Forms for
Developing Countries. London: Spon Press.
United Nations. 2016. The New Urban Agenda : Key Commitments. Oktober 20.
http://www.un.org/sustainabledevelopment/blog/2016/10/newurbanagenda/.
22