Anda di halaman 1dari 24

COMPACT CITY DAN SUSTAINABILITY

PL4103 Sistem Informasi Perencanaan

Oleh :

Erwin Michael Pandapotan Manik 15413023


Mohamad Harris 15413024
Muhammad Dwinoviko Kahadani 15413037
Rachman Adie Adham 15412025
Rizki Ayuni Putri 15412084

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................2

1.3 Sistematika Penulisan.................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................3

2.1 Compact City..............................................................................................3

2.1.1 Sejarah Compact City...............................................................................3

2.1.2 Konsep Compact City...............................................................................4

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Konsep Compact City....................................5

2.1.4 Isu dan Kendala Penerapan Konsep Compact City..................................6

2.2 Sustainability.............................................................................................10

2.2.1 Sustainable Development.......................................................................10

2.2.2 Milenium Development Goals (MDGs)....................................................10

2.2.3 Sustainable Development Goals (SDGs)................................................12

2.2.4 New Urban Agenda.................................................................................16

BAB III PEMBAHASAN...........................................................................................18

3.1 Compact City dan Sustainability....................................................................18

BAB IV PENUTUP..................................................................................................20

4.1 Kesimpulan....................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................21

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Debat mengenai bentukan kota yang paling sustain sudah lama dibicarakan,
namun karena berkembangnya definisi sustainability maka bentukan kota tersebut
sulit dicari (Jenks et al : 1996). Mulai dari munculnya Garden City hasil karya
Ebenezer Howard akibat dari adanya kepedulian terhadap lingkungan hunian yang
ramah lingkungan, Radiant City karya Le Corbuzier, Broadacre karya Frank Lloyd
Wright yang didasari liberalisme, hingga Compact City. Pada masa sekarang,
makna sustainability dituliskan kedalam dokumen yang disetujui bersama negara
seluruh dunia, karena adanya kepedulian baru yang sulit diselesaikan oleh negara-
negara tertentu saja yaitu perubahan iklim yang dampaknya terasa di seluruh
bagian dunia.

Compact City merupakan salah satu konsep kota yang belakangan ini
muncul sebagai tren kota masa depan. Konsep Compact City tersebut sering
digunakan oleh pengembang-pengembang swasta sebagai branding yang unik
sekaligus futuristik. Mereka menawarkan suatu kawasan kompak dimana
penghuninya bisa beraktivitas mulai dari jogging, sarapan di restoran, hingga
bekerja dalam satu kawasan. Dengan begitu energi yang dipakai untuk transportasi
akan dikurangi, apalagi gerakan untuk mengatasi perubahan iklim akibat
pemanasan global sedang gencar-gencarnya disuarakan oleh badan Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB) lewat berbagai macam perjanjian. Sehingga konsep ini
seakan-akan dapat menjawab permasalahan yang ada seperti permasalahan
sustainabilty.

Untuk itu penulis akan mencari, mengetahui ,dan memahami Konsep


Compact City dan definisi dari Sustainability yang ada sekarang melalui dokumen
Sustainable Development Goals (SDGs). Dari situ penulis akan membandingkan
kriteria-kriteria sustainable dengan konsep Compact City untuk mengetahui apakah
konsep ini merupakan bentuk kota yang sustain.

1
1.2 Tujuan Penulisan

Makalah ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui dan memahami bentuk Compact
City sebagai wujud penerapan konsep kota berkelanjutan.

1.3 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi dari makalah ini maka di bawah
ini adalah sistematika pembahasan yang kami pakai dalam penulisan makalah ini:

- BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan

- BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang pengertian konsep compact city dan konsep pembangunan
berkelanjutan.

- BAB III PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang pembahasan hubungan konsep bentuk compact city dengan
konsep pembangunan berkelanjutan.

- BAB IV PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Compact City

2.1.1 Sejarah Compact City

Istilah Compact City diperkenalkan pada tahun 1973 oleh George Dantzig
and Thomas L yang keduanya merupakan matematikawan. Compact City muncul
sebagai satu konsep yang menentang pembangunan kota acak (urban sprawl
development) yang tak hanya terjadi di negara dunia ketiga melainkan marak juga di
Amerika Serikat. Konsep pembangunan sprawl dengan lompat kataknya yang
disetir pasar inilah yang dianggap menciptakan pola hidup boros energi, merusak
lingkungan, dan belum humanis. Hal ini menjadikan Compact City dianggap sebagai
satu konsep yang cocok dengan kebutuhan bumi saat ini dengan sumber daya yang
terbatas.

Sudah banyak negara maju yang menerapkan konsep kota kompak ini.
Pada awal tahun 1900, Uni Eropa telah mengembangkan model kota kompak
sebagai bentuk kota yang paling berkelanjutan. Dilanjutkan dengan contoh lain
seperti Inggris, Belanda, Hongkong, hingga Australia. Keunggulan dari kota kompak
yaitu pertama, menghemat sumberdaya dan energi (lahan, transportasi, polusi,
sampah), yang kedua pengkonsentrasian kegiatan di pusat kota untuk menghindari
munculnya kota satelit di sekitar pusat kota. Jelas mengapa negara-negara maju
seperti Uni Eropa sudah begitu memprioritaskan kepada penghematan energi dan
perubahan sistem transportasi. Karena biaya bukanlah menjadi kendala di negara
maju, maka model kota kompak mudah untuk diwujudkan.

Di Indonesia model kota kompak telah ada sejak ratusan tahun yang lalu,
pada jaman kerajaan-kerajaan di Jawa, pola ruang wilayah kerajaan sudah bisa
dikatakan kompak. Adanya pemusatan kegiatan, batas wilayah yang jelas
(benteng), kepadatan penduduk, dan fungsi campuran. Pola-pola seperti ini tidak
jauh berbeda dari pola ruang negara Eropa pada abad pertengahan yang juga
menganut sistem kerajaan. Pola kerajaan seperti itu berulang di beberapa tempat di
Pulau Jawa seperti di Yogyakarta, Kotagede, Solo, atau Cirebon. Pola yang khas

3
yaitu benteng sebagai pemisah, terdapat alun-alun, lalu pusat kegiatan yang
mencakup pasar, tempat ibadah, dan pusat pemerintahan.

Jika dilihat pada seluruh kompleks Keraton Yogyakarta, maka akan jelas
terlihat bahwa semua bagian di dalamnya membentuk suatu pola/tatanan yang
konsentris. Dalam tatanan ini kedudukan titik pusat sangat dominan, sebagai
penjaga kestabilan keseluruhan tatanan. Pada keraton-keraton Dinasti Mataram,
keberadaan pusat ini diwujudkan dalam bentuk Bangsal Purbayeksa/Prabuyasa,
yang berfungsi sebagai persemayaman pusat kerajaan dan tempat tinggal resmi
raja. Bangsal ini dikelilingi oleh pelataran Kedaton, kemudian berturut-turut adalah
pelataran Kemagangan, Kemandungan, Siti Hinggil, dan Alun-Alun pada lingkup
terluar.

2.1.2 Konsep Compact City

Compact city adalah suatu konsep desain dan perencanaan perkotaan yang
terfokus terhadap pembangunan berkepadatan tinggi dengan penggunaan yang
beragam dan bercampur jadi satu dalam suatu lahan yang sama untuk
mengefisienkan lahannya semaksimal mungkin. Konsep compact city didasarkan
kepada sistem transportasi publik yang efisien dan memiliki wajah perkotaan yang
lekat dengan banyaknya jalur pejalan kaki dan sepeda. Konsep ini mengusahakan
agar sesedikit mungkin penggunaan kendaraan bermotor yang menghasilkan polusi
dan menghabiskan banyak energy. Selain itu, konsep ini meminimalkan jarak
tempuh sehingga ketergantungan akan kendaraan bermotor akan berkurang.

Ciri kota kompak menurut Dantzig & Saaty (1978) paling tidak dapat dilihat
dari 3 aspek yaitu bentuk ruang, karakteristik ruang, dan fungsinya.

Tabel 2.1 Ciri Kota Kompak (Compact City)


Aspek Keterangan
Form of Space 1. High density Settlement
2. Less Dependence of automobile
3. Clear Boundary from Surrounding area
Space Characteristic 1. Mixed land use
2. Diversity of life
3. Clear Identity
Function 1. Social fairness
2. Self sufficiency of daily life
3. Independency of governance
Sumber: Dantzig & Saaty (1978)

4
Konsep kota kompak bukan konsep yang kaku dan sederhana yang
menggambarkan sebuah bentuk kota tertentu. Adanya perbedaan masing-masing
karakteristik kota dan budaya masyarakat yang menghuninya harus dimaknai
bahwa kota kompak juga perlu dilihat dalam konteks kekhasan budaya, ekonomi
dan identitas fisik kota saat ini untuk perubahan kota (urban change) di masa
datang yang lebih baik dan efisien. Namun ada hal yang sudah pasti yakni jika kita
melihat kota-kota besar di Indonesia saat ini seperti Jakarta dan Surabaya, adalah
terjadinya perkembangan kota yang padat dan semakin melebar secara horizontal
tanpa batas yang jelas. Konsep compact city berupaya untuk mengefektifkan
penggunaan lahan, sehingga dapat mengatasi permasalahan kekurangan lahan dan
penggunaan lahan yang tidak efektif. Dengan dibangun nya gedung secara vertikal.

Compact city juga bukan hanya terfokus pada aspek fisik saja namun pada
aspek ekonomi, sosial. Pada aspek ekonomi, compact city dapat meningkatkan
pendapatan, serta dengan adanya konsep pengembangan kota kompak ini
masyarakat dapat menjangkau fasilitas-fasilitas penunjang ekonomi lebih dekat dari
tempat tinggal masyarakat tersebut. Fasilitas-fasilitas penunjang eknomi yang dekat
dengan tempat tinggal masyarakat ini akan membuat arus pergerakan masyarakat
menjadi berkurang. Konsep kota kompak ini juga akan mengurangi waktu
perjalanan dan biaya perjalanan, karena fasilitas penunjang perekonomian
masyarakat didesain untuk dekat dengan kawasan permukiman. Pada aspek sosial,
compact city dapat meningkatkan interaksi sosial di masyarakat, yaitu dengan
adanya pusat kegiatan yang terpusat di kota. Dengan adanya kawasan
permukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa, dan kawasan industri maka
masyarakat dapat saling berinteraksi dalam satu pusat kegiatan tersebut. Konsep
compact city ini juga akan mengurangi kesenjangan sosial antar masyarakat.

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Konsep Compact City

Diperkirakan selama 30 tahun mendatang, sekitar 170.000 orang akan


pindah atau lahir di wilayah perkotaan per-hari, khususnya di negara-negara yang
pertumbuhan penduduknya sangat cepat yaitu di Afrika dan Asia (Angel, 2011).
Fenomena ini dapat dikatakan rasional, dimana banyak hal yang menarik penduduk
untuk pindah ke wilayah perkotaan, contohnya tersedianya banyak lapangan
pekerjaan, komunitas sosial yang berkembang dengan baik, dan sebagainya.
Namun pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat cepat di wilayah perkotaan di
dunia, termasuk di Indonesia, menyebabkan berbagai masalah, mulai dari

5
munculnya konflik sosial antara yang mampu dan tidak, munculnya kawasan
kumuh, hingga penggunaan energi yang tidak efisien dan berlebih.

U.N Habitat menyinggung permasalahan ini dalam pertemuan pembahasan


New Urban Agenda pada tahun 2016, dan memunculkan konsep Compact City.
Konsep Compact City, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, merupakan
konsep yang tujuan utamanya yaitu menjawab persoalan pemborosan energi di
wilayah perkotaan dan isu pembangunan yang berkelanjutan.

Jika penerapannya sudah sesuai dengan konsepnya, maka compact city


akan mendatangkan keuntungan seperti pembangunan vertikal untuk
mengefektifkan penggunaan lahan, sehingga dapat mengatasi permasalahan
kekurangan lahan dan penggunaan lahan yang tidak efektif. Dengan dibangun nya
gedung secara vertikal. Compact city juga bukan hanya terfokus pada aspek fisik
saja namun pada aspek ekonomi, sosial dan kependudukan. Pada aspek sosial
compact city dapat meningkatkan interaksi sosial serta penurunan tingkat
kesenjangan sosial. karena konsep compact city didesain agar kawasan
permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran dan lain-lain menjadi terpusat.
Keunggulan lainnya dari konsep compact city yaitu dapat mengurangi
ketergantungan akan kendaraan pribadi, meminimalisir biaya transport, dan
mengurangi waktu terbuang untuk perjalanan. Seluruh keunggulan tersebut adalah
dampak dari adanya konsep compact city karena compact city mendesain agar
fasilitas-fasilitas penunjang perekonomian dekat dengan kawasan permukiman
masyarakat.

Namun pembangunan vertikal membutuhkan biaya yang tidak sedikit, jadi


hanya terjangkau oleh kalangan tertentu saja. Selain itu kebutuhan listrik di
bangunan vertikal juga besar, sehingga berdampak pada jumlah emisi karbon.
Menurut Muhammad Sani Roychansyah, 2006, meskipun ide dasar kota kompak ini
telah menjadi sebuah model terpopuler untuk mewujudkan sebuah kota
berkelanjutan dewasa ini berbagai upaya penerapan modelnya tengah banyak
diujicobakan, penerapan sebuah kota kompak secara alami mampu mengakibatkan
beberapa kerugian seperti bertambah mahalnya lahan di dalam kota karena
pembatasan ketersediaan tanah untuk pembangunan, kekhawatiran kualitas hidup
yang berkurang dengan adanya upaya menaikkan kepadatan penduduk dalam kota,
serta kemungkinan tergusurnya penduduk yang mempunyai akses lemah, termasuk
orang berusia lanjut dan para miskin.

6
2.1.4 Isu dan Kendala Penerapan Konsep Compact City

Konsep pembangunan kota compact city sudah banyak ditemukan di


negara-negara maju. Di negara-negara maju, ide tentang compact city sudah
berhasil diaplikasikan dalam kebijakan kota. Hal ini dikarenakan karena sifat alami
mereka dalam merespon isu-isu tentang pembangunan yang berkelanjutan. Selain
itu, permasalahan yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat kota relatif kecil.
Di samping itu, ada juga yang telah meyakini bahwa kota-kota zaman dulu di
dataran Eropa sudah bertipe kompak.

Dalam pelaksanaannya compact city juga memiliki isu , yaitu urban sprawl,
suatu proses perluasan kegiatan perkotaan ke wilayah pinggiran yang melimpah,
dengan kata lain terjadi proses pengembangan kenampakan fisik suatu perkotaan
ke arah luar. Lebih jauh lagi, definisi dari urban sprawl adalah suatu proses
perubahan fungsi dari wilayah yang bernama perdesaan menjadi wilayah perkotaan.
Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan pola guna lahan
yang terjadi secara serempak, seperti sebagai berikut:

a) Single-use zoning
Keadaan ini menunjukkan situasi dimana kawasan komersial, perumahan dan
area industri saling terpisah antar satu dengan yang lain. Sebagai
konsekuensinya, bidang besar tanah digunakan sebagai penggunaan lahan
tunggal yang saling terpisahkan, antara ruang terbuka, infrastruktur atau
hambatan lainnya. Sebagai hasilnya, lokasi dimana masyarakat yang tinggal,
bekerja, berbelanja, dan rekreasi memiliki jarak yang jauh, antara satu dan yang
lainnya, sehingga kegiatan seperti berjalan kaki, transit, dan bersepeda tidak
dapat digunakan, tetapi lebih membutuhkan mobil.

b) Low-density zoning
Sprawl mengonsumsi jauh lebih banyak penggunaan lahan perkapita
dibandingkan perkembangan kota tradisional, karena peraturan penzonaan
seharusnya menyatakan bahwa perkembangan kota seharusnya berada dalam
kepadatan penduduk yang rendah. Definisi yang tepat mengenai kepadatan yang
rendah ini relatif, contohnya rumah tinggal tunggal, yang sangat luas, kurang dari
sama dengan 4 unit per are. Bangunan tersebut memiliki banyak penggunaan
lahan dan saling berjauhan satu sama lain, terpisahkan oleh halaman rumput,
landscape, jalan atau lahan parker yang luas. Lahan parkir yang luas jelas
didesain untuk jumlah mobil yang banyak. Dampak dari perkembangan

7
kepadatan penduduk yang rendah ini mengalami peningkatan secepat
peningkatan populasi pula. Overall density is often lowered by leap-frog
development. Pada umumnya, pengembang membutuhkan kepastian tingkat
persentase bagi pengembangan lahan untuk penggunaan publik, termasuk jalan
raya, lapangan parkir dan gedung sekolah. Dahulu, saat pemerintah lokal
menunjuk suatu lokasi dan ternyata lahannya kurang, mereka dapat dengan
mudah melakukan bernacam jenis perluasan wilayah, karena tidak ada
kekuasaan yang tinggi untuk melakukan penghukuman. Pengembang privat jelas
tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut.

c) Over Population dan Perembetan Tenaga Kerja


Dalam pelaksanaan compact city, banyak penduduk yang menuju ke kota. Hal ini
dipicu dengan berbagai faktor mulai dari pekerjaan, kegiatan, dan lain-lain.
dengan adanya perpindahan penduduk dari tempat asal menuju perkotaan
sehingga menyebabkan over population.

d) Degrasi Lingkungan
Tentu saja dengan adanya konsep compact city ini menyebabkan degradasi
lingkungan karena seiring dengan perkembangan teknologi dan semakin
meningkatnya pembangunan, maka semakin bertambah buruk pula lingkungan
yang ditinggali tersebut karena tidak ada lingkungan alam yang mengimbangi
pembangunan perkotaan yang terus berlanjut.

e) Alif fungsi lahan


Alih fungsi lahan juga salah satu karakter urban sprawl dimana untuk memenuhi
kebutuhan manusia, mulai dari permukiman, saran, dan prasarana tentunya juga
mempengaruhi struktur ruang perkotaan. Karena apabila terjadi perubahan pada
perkotaan maka akan mempengaruhi struktur ruang pada kota tersebut. Dalam
urban sprawl terjadi seperti alih fungsi lahan non terbangun menjadi lahan
terbangun.

Adapun kendala yang ditemui dalam penerapan konsep compact city yaitu
sebagai berikut;

a. Meningkatnya hunian liar (squatter)


Tidak dapat dihindari lagi, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak diimbangi
dengan kesejahteraan dari daerah asalnya mengakibatkan penduduk banyak
yang bermigrasi ke daerah perkotaan. Terjadinya ketimpangan antara jumlah

8
penduduk dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya mengakibatkan muncul
beberapa permasalahan di perkotaan yang cukup kompleks. Misal semakin
banyaknya penduduk yang melakukan urbanisasi di daerah perkotaan yang
hanya mempunyai pendidikan rendah maka mereka hanya akan mencari
pekerjaan yang serabutan. Kegiatan tersebut menimbulkan munculnya hunian
liar dan tingkat kemiskinan di kota-kota besar yang semakin merajalela. Hal itu
menjadikan kendala dalam penerapan compact city karena sulitnya untuk
mengatasi hunian liar yang dijadikan solusi oleh penduduk miskin untuk bertahan
hidup diperkotaan.

b. Spekulasi tanah
Yang dimaksud spekulasi tanah itu apabila terdapat suatu wilayah yang
digunakan sebagai pusat kota, dan wilayah tersebut terdapat suatu kawasan
yang dalam rencana tata kota akan dijadikan sebuah permukiman maka harga
tanah relative standart. Namun dalam hal lain, apabila kawasan tersebut
penggunaan lahannya dialih fungsikan sebagai kawasan perdagangan dan jasa
maka harga tersebut semakin meningkat. Karena kawasan tersebut mudah
menjangkau pusat-pusat perekonomian dan jika semakin dekat dengan pusat
kegiatan dan tidak sesuai dengan arahan rencana tata ruang maka harga lahan
akan semakin mahal.

c. Sulitnya urban redevelopment melalui pembongkaran permukiman


kumuh
Dalam menangani masalah diperkotaan salah satunya yaitu penertiban kawasan
permukiman kumuh tidaklah hal yang mudah. Karena membangun kota yang
nyaman dibutuhkan solusi yang baik untuk mengganti rugi terhadap masyarakat
yang akan mengalami penggusuran tempat tinggalnya. Merealisasikan
pembongkaran permukiman kumuh tidak hanya semata-mata langsung dapat
diselesaikan. Namun, banyaknya penduduk yang menolak untuk direlokasi
disebabkan karena pekerjaan sehari-hari yang mereka lakukan berada disekitar
lingkungan tersebut. Kemudian, ganti rugi yang diberikan tidak sesuai dengan
harapan mereka juga mempersulit penataan ulang kota yang indah.

d. Lemahnya sitem transportasi publik


Semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka semakin banyaknya permintaan
untuk memnuhi kebutuhannya. Misal dalam segi transportasi. Masyarakat saat
ini kurang berpihak untuk menggunakan transportasi umum melainkan mereka

9
masing-masing sudah memiliki transportasu pribadi yang dapat digunakan dalam
kegiatan apapun. Untuk mendapatkan sebuah transportasi pribadipun sekarang
semakin dipermudah dengan adanya sistem kredit motor yaitu dalam pembelian
dapat diangsur secara bertahap. Kemudian dibandingkan dengan transportasi
umum mereka kurang tertarik dikarenakan banyak hal seperti fasilitas dan
keamanaan yang diberikan kurang memadai. Sehingga penggunaan sistem
transportasi umum saat ini semakin menurun yang disebabkan sudah banyaknya
masyarakat yang mepunyai kendaraan pribadi masing-masing.

e. Kurangnya kapasitas perencanaan kota


Dalam melakukan pembangunan seringkali masalah yang dihadapi adalah tidak
sesuainya antara rencana dengan implementasiannya. Hal tersebut dapat terjadi
karena dalam perencanaannya selalu berubah-ubah setiap 5 tahu sekali seiring
dengan pergantian pemimpin pemerintahnya. Sehingga untuk merealisasikan
suatu pembangunan perlu pengkajian berulang ulang agar terlaksana sesuai
dengan perencanaanya.

2.2 Sustainability

2.2.1 Sustainable Development

Sustainable development atau pembangunan berkelanjutan adalah proses


pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan" (brundtland, 1987). Konsep Pembangunan Berkelanjutan dilandasi oleh
adanya keterbatasan sistem alam dalam menyediakan ecological endowments
(ruang tempat kehidupan, sumber daya alam, tempat pembuangan limbah, dan
fungsi rekreasi serta estetika) yang diperlukan bagi kehidupan dan kesejahteraan
manusia. (Tony,1993). Apabila diamati lebih jauh, pendapat tersebut menjelaskan
bahwa konsep pengembangan berkelanjutan ini bertujuan untuk membangkitkan
keseimbangan diantara dimensi pembangunan seperti ekonomi, sosial serta
lingkungan. Dalam hal ekonomi, maka pembangunan keberlanjutan ini berhubungan
dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana memajukan perekonomian dalam
jangka panjang tanpa harus menghabiskan modal alam. Dalam hal sosial,
pembangunan berkelanjutan berhubungan dengan menciptakan atau menjaga
keberlangsugan budaya masyarakat agar tetap bisa menjalani kehidupan dengan
tenang. Sedangkan dalam hal lingkungan, sustainable development berkaitan

10
dengan perlindungan lingkungan sehingga setiap pembangunan haruslah
melibatkan aspek lingkungan agar tidak menghancurkan kelestarian lingkungan.

2.2.2 Milenium Development Goals (MDGs)

Untuk menciptakan keseimbangan yang didambakan dalam konsep


pembangunan berkelanjutan, Kepala negara beserta perwakilan dari 189 negara
anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengadakan pertemuan untuk
mendeklarasikan suatu kesepakatan berupa delapan pokok tujuan uang diharapkan
dicapai pada tahun 2015 yang mulai dijalankan pada bulan September tahun 2000.
Delapan pokok tujuan tersebut berupa:

1) Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan


Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannyadi bawah US$1
per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu1990-2015
Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparanmenjadi
setengahnya dalam kurun waktu 1990-20152.

2) Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua


Menjamin pada tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki-laki maupun
perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar.3.

3) Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan


Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikandasar dan
menengah pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikantidak lebih dari
tahun 2015

4) Mengurangi Angka Kematian Anak


Menurunkan angka kematian balita sebesar dua-per tiganyadalam kurun
waktu 1990-2015.5.

5) Meningkatkan Kesehatan Ibu


Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga-perempatnyadalam kurun
waktu 1990-2015

6) Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Lainnya


Mengendalikan penyebaran HIV dan AIDS dan mulaimenurunnya jumlah
kasus baru pada tahun 2015.
Target 8: Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah
kasus malaria dan penyakit lainnya pada tahun 2015.

11
7) Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup
Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutandengan kebijakan
dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang
hilang.
Menurunkan proporsi penduduk tanpa akses terhadapsumber air minum
yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasidasar sebesar
separuhnya pada tahun 2015.
Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di
pemukiman kumuh pada tahun 2020.

8) Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan


Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yangterbuka, berbasis
peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif.
Memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari negara-negarakurang
berkembang (NKB).
Memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari negara-negaratanpa perairan
dan negara-negara kepulauan. (melalui Programme of Action for the
Sustainable Development of Small Island Developing States dan hasil dari
Special Session of the General Assembly ke 22)
Menangani hutang negara berkembang melalui upayanasional maupun
internasional agar pengelolaan hutang berkesinambungan dalam jangka
panjang.
Bekerjasama dengan negara lain untuk mengembangkandan menerapkan
strategi untuk menciptakan lapangan kerja yang baik dan produktif bagi usia
muda.
Bekerjasama dengan perusahaan farmasi, menyediakanakses terhadap
obat-obat utama yang terjangkau bagi negara-negara berkembang.
Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama
teknologi informasi dan komunikasi.

2.2.3 Sustainable Development Goals (SDGs)

Setelah keberjalan program MDGs berakhir, maka para pemangku


kepentingan seperti kepala negara dan perwakilan dari berbagai negara yang
termasuk dalam anggota PBB pun menyiapkan penggantinya yaitu agenda baru
yang difokuskan dalam pembangunan. Agenda tersebut diberi nama Sustainable
Development Goals (SDGs). SDGs atau nama lainnya Global Goals adalah

12
deklarasi seluruh dunia dalam menuntaskan kemiskinan, melindungi bumi, dan
menjamin bahwa semua penduduknya hidup damai dan sejahtera. SDGs
diimplementasikan melalui semangat kerjasama untuk meningkatan kualitas hidup
untuk generasi masa depan. SDGs menyajikan pedoman dan target untuk seluruh
negara yang bisa diadopsi dan disesuaikan untuk keperluan masing-masing negara
dan lingkungan dalam skala global. SDGs dirinci menjadi 17 Goals yang merupakan
turunan dari MDGs namun menambahkan isu lain seperti perubahan iklim,
ketidaksetaraan ekonomi, inovasi, konsumsi keberlanjutan (sustainable
consumtion), juga perdamaian dan keadilan. Goals tersebut saling berhubungan
bahkan terkadang penyelesaian isu satu dapat mempengaruhi penyelesaian isu
yang lain. 17 tujuan dengan 169 sasaran diharapkan dapat menjawab
ketertinggalan pembangunan negaranegara di seluruh dunia, baik di negara maju
(konsumsi dan produksi yang berlebihan, serta ketimpangan) dan negaranegara
berkembang (kemiskinan, kesehatan, pendidikan, perlindungan ekosistem laut dan
hutan, perkotaan, sanitasi dan ketersediaan air minum). 17 Goals tersebut adalah
sebagai berikut :

1) No Poverty
Menghilangkan segala jenis kemiskinan di tahun 2030 dengan cara
menargetkan yang paling perlu, meningkatkan akses ke kebutuhan dasar, dan
membantu komunitas-komunitas yang terkena konflik dan korban bencana
akibat perubahan iklim.

2) Zero Hunger
Mengatasi segala jenis kelaparan dan malnutrisi di tahun 2030 dengan
memastikan semua orang terutama anak-anak mendapatkan akses yang cukup
terhadap makanan bergizi untuk keperluan setahun penuh. Diwujudkan melalui
praktek agrikultur yang sustainable, membantu petani kecil, peningkatan
teknologi pangan, dan investasi infrastruktur pendukung produktivitas pertanian.

3) Good Health and well being


Menghindari banyaknya jumlah kematian melalui pencegahan dan
penanganan, pelatihan, imunisasi, dan kesehatan reproduktif. Berkomitmen
untuk menghentikan epidemi AIDS, TBC, malaria, dan penyakit menular lainnya
di tahun 2030. Tujuannya adalah untuk mencapai cakupan kesehatan universal
dan menyediakan akses ke obat-obatan dan vaksin yang murah dan aman juga
mendukung pengembangan obat dan vaksin.

13
4) Quality Education
Mencapai pendidikan inklusif dan berkualitas untuk semua orang, menegaskan
kembali keyakinan bahwa pendidikan merupakan salah satu kendaraan yang
paling kuat untuk pembangunan berkelanjutan. Memastikan bahwa semua anak
perempuan dan anak laki-laki menyelesaikan sekolah dasar dan menengah
gratis pada 2030. Hal ini juga bertujuan untuk memberikan akses yang sama
terhadap pelatihan kejuruan yang terjangkau, untuk menghilangkan gender dan
kesenjangan, dan mencapai akses universal untuk pendidikan yang berkualitas
tinggi.

5) Gender Equality
Menyelesaikan semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak
perempuan. Menurut UNDP hal ini memiliki multiplier dan membantu
mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di seluruh bidang.

6) Clean water and sanitation


Investasi di infrastruktur air bersih, penyediaan fasilitas sanitasi, dan
mendorong peningkaatan kebersihan untuk menjamin akses universal terhadap
air minum murah dan aman di tahun 2030. Menjaga dan mengembalikan
ekosistem yang berhubungan dengan ketersediaan air seperti hutan, gunung,
rawa, dan sungai untuk mencegah kelangkaan air. Kerjasama internasional
untuk membantu terkait teknologi di negara-negara berkembang.

7) Affordable and clean energy


Memperluas infrastruktur dan peningkatan teknologi untuk memberikan clean
energy di semua negara berkembang, mengadopsi standard hemat biaya.

8) Decent work and economic growth


Mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang terus menerus, produktifitas
tinggi, dan inovasi teknologi. Mendorong kewirausahaan dan penciptaan
lowongan pekerjaan adalah faktor kunci untuk secara efektif menghilangkan
kerja paksa, perbudakan, dan penculikan. Di tahun 2030 diharapkan
menghilangkan pengangguran, tenaga kerja yang produktif yang bekerja di
pekerjaan yang layak untuk semua pria maupun wanita.

9) Industry, innovation and infrastructure

14
Mengedepankan keberlangsungan teknologi untuk membuka lapangan
pekerjaan dan sebagai sarana promosi energi efisien. Mempromosikan industri
ramah lingkungan dan menginvestasikan riset ilmiah dan inovasi.

10) Reduced inequalities


Meningkatkan regulasi dan pengawasan terhadap pasar, mendorong investasi
asing, memfasilitasi migrasi dan pergerakan untuk menyelesaikan
permasalahan ketidaksamaan pendapatan.

11) Sustainable cities and communities


Memastikan akses ke perumahan yang aman dan terjangkau, dan pebaikan
permukiman kumuh yang melibatkan investasi di transportasi umum,
menciptakan ruang publik yang hijau, dan meningkatkan perencanaan dan
manajemen perkotaan baik dengan cara partisipatif dan inklusif.

12) Responsible consumtion and production


Mengelola secara efisien sumber daya alam dan pembuangan limbah juga
mendorong industri dan konsumen untuk melakukan recycle dan mengurangi
sampah. Di tahun 2030, diharapkan negara berkembang sudah menerapkan
pola konsumsi yang sustainable.

13) Climate action


Membantu daerah yang lebih rentan, seperti negara-negara kepulaun dalam
beradaptasi dengan perubahan iklim, seiring dengan upaya mengintegrasikan
langkah-angkah risiko bencana ke dalam strategi nasional.

14) Life below water


Mengelola dan melindungi kehidupan bawah air dan ekosistem pesisir dari
polusi dalam menanggapi pengasaman air laut (ocean acidification).
Meningkatkan konservasi dan pemanfaatan sumber daya laut lewat peraturan
internasional.

15) Life on land


Melestarikan dan mengembalikan penggunaan ekosistem darat seperti hutan,
lahan basah, lahan kering, dan pegunungan

16) Peace, justice, and strong institutions

15
Mengurangi segala jenis kejahatan dengan bekerja sama dengan pemerintah
dan komunitas tertentu untuk mencari solusi konflik dan ketidakamanan.
Menguatkan aturan dan mempromosikan hak asasi manusia untuk mengurangi
peredaran senjata api ilegal sekaligus meningkatkan partisipasi negara
berkembang dalam organisasi global.

17) Partnerships for the goals


Sustainable development goals hanya dapat diwujudkan dengan komitmen
yang kuat untuk kemitraan dan kerjasama. Sementara saat ini bantuan
pembangunan resmi dari negara-negara maju meningkat 66% antara tahun
2000 dan 2014. Sehingga diperlukan koordinasi untuk membantu negara
berkembang melalui investasi, serta meningkatkan akses ke teknologi dan
pengetahuan.

2.2.4 New Urban Agenda

New Urban Agenda (NUA) merupakan suatu kerangka acuan perencanaan


dan pembangunan kota hingga tahun 2036 yang disetujui oleh 170 negara pada
bulan Oktober tahun 2016 dalam forum United Nations (UN) .Habitat ketiga di Quito,
Ekuador. NUA menjadi standar untuk mencapai pembangunan yang
berkeberlanjutan (Sustainable Development Goals - SDGs) sehingga dapat
mempengaruhi cara pemerintah melakukan perencanaan, mengelola, dan hidup di
perkotaan. Dengan adanya NUA, diharapkan dapat menjadi acuan untuk
pengembangan suatu kota sehingga kota bisa menjadi mesin penggerak
kesejahteraan dan pusat kebudayaan sekaligus dapat melindungi lingkungannya.

Poin-poin penting dalam New Urban Agenda (NUA) yang disetujui oleh
kepala negara adalah sebagai berikut :

1) Memberikan pelayanan dasar keseluruh penduduk


Layanan ini termasuk tempat tinggal, air layak minum dan sanitasi, makanan
bergizi, kesehatan dan program keluarga berencana, pendidikan, kebudayaan
dan akses ke teknologi komunikasi.

2) Menjamin bahwa semua penduduk mendapatkan kesempatan yang


sama tanpa ada diskriminasi
Penduduk berhak untuk mendapatkan keuntungan dari layanan yang diberikan
oleh suatu kota. NUA memanggil seluruh pegawai pemerintah kota untuk

16
menjadikan wanita, anak, kaum difabel, orang tua, dan kaum termarginalkan
pertimbangan yang sama dengan penduduk lain.

3) Mempromosikan kota yang bersih


Pemerintah bertugas mengurangi polusi yang ada untuk meningkatkan
kesehatan penduduk juga bumi secara keseluruhan dengan mengalihkan
penggunaan energi ke energi terbarukan, menyediakan transportasi ramah
lingkungan, dan mengelola sumber daya alam dengan prinsip keberlanjutan.

4) Memperkokoh ketahanan kota dengan mengurangi dari resiko


bencana
Pemerintah bertugas menyusun strategi mitigasi dan adaptasi terhadap
bencana yang berpotensi terjadi dengan perencanaan kota yang lebih baik,
peningkatan kualitas infrastruktur, dan meningkatkan kesadaran penduduknya.

5) Mengurangi gas emisi rumah kaca


Mempertimbangkan perjanjian paris yang sebelumnya sudah disetujui untuk
mengurangi penambahan suhu bumi akibat global warming dibawah dua
derajat melalui pengurangan gas emisi akibat dari penggunaan energi.

6) Menghargai hak dari pengungsi dan imigran


Pemerintah mengakui migrasi mendatangkan tantangan namun mengakui juga
adanya kontribusi sosial yang positif dari migrasi.

7) Meningkatkan konektifitas dan dukungan terhadap pembangunan


berbasis lingkungan
Termasuk membangun hubungan kemitraan dengan pihak swasta dan
organisasi masyarakat untuk sama-sama mencari solusi dari tantangan
perkotaan yang dihadapi.

8) Mempromosikan ruang publik yang aman, mudah diakses, dan


ramah lingkungan
Perencanaan haruslah memfasilitasi interaksi penduduknya, seperti jalan untuk
pejalan kaki, jalur sepeda, taman-taman, dan alun-alun sehingga meningkatkan
kelayakan dan kesejahteraan suatu kota.

17
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Compact City dan Sustainability

Compactness dari Compact City dianggap beberapa ilmuwan sebagai


sustainability yang absolut, namun beberapa ilmuwan lain justru berpendapat
sebaliknya (Jenks et al : 1996). Perlu dilakukan analisis untuk membandingkan
konsep Compact City yang ada dengan definisi Sustainable yang berlaku. Jika
dilakukan perbandingan antara konsep Compact City dengan definisi Sustainable
yang ada di SDGs yang kemudian dituangkan ke dokumen New Urban Agenda
dapat diketahui :

Poin pertama mengenai memberikan pelayanan dasar kepada seluruh


penduduk kota dapat dipenuhi oleh konsep Compact City, mengingat
Compactness sendiri sudah merepresentasikan bahwa kota tersebut didisain
untuk menampung segala kebutuhan penduduknya apalagi kebutuhan dasar
sehingga tidak perlu adanya pergerakan ke luar kota (kecuali untuk keperluan
khusus). Namun jika dilihat dalam jangka waktu panjang ketika populasi sudah
melebihi kapasitas suatu Compact City, maka pihak pemerintah kota tersebut
memiliki pilihan untuk mengubah lahan yang tersedia untuk dijadikan
perumahan. Biasanya lahan tersebut adalah ruang publik yang ada mengingat
menambah lantai bangunan sulit dan mahal (bahkan tidak mungkin) (Jenks et al
: 1996). Berkurangnya ruang publik artinya ada kebutuhan tertentu yang
dikorbankan, bagaimana jika kebutuhan tersebut adalah kebutuhan dasar.
Selain itu ada pilihan pemerintah untuk membangun Compact City lain yang
pastinya harus sudah direncanakan terlebih dahulu oleh pemerintah pusat
(Compact City memegang prinsip pemerintahan yang independen).

Poin kedua mengenai kesetaraan akses dapat dipenuhi oleh Compact City.
Compact CIty sangat menjunjung tinggi aspek kesetaraan sosial.

Poin ketiga mengenai mempromosikan kota yang bersih. Adanya Compact City
sendiri bertujuan untuk mengurangi ketergantungan akan kendaraan bermotor
dengan mendorong transportasi melalui jalan kaki dan sepeda (kendaraan
bermotor hanya untuk transportasi umum saja) sehingga dapat mengurangi

18
polusi gas buang kendaraan bermotor. Sedangkan untuk penggunaan
kendaraan umum ramah lingkungan secara tertulis belum dipertimbangkan di
konsep Compact City. Namun seiring berkembangnya jaman mengingat sudah
banyak kendaraan umum berbahan bakar listrik yang digunakan di banyak
negara maju dapat menjadi solusi akan kekurangan Compact City di bagian
tersebut.

Poin keempat mengenai ketahan kota dari resiko bencana. Dari konsep yang
didapatkan sebelumnya, tidak ada prinsip yang dipegang untuk mengatasi dan
memitigasi resiko bencana di Compact City. Padahal Compact City didisain
untuk menjadi kota yang berkepadatan tinggi dengan gedung-gedung tinggi
sebagai ikonnya (mix use and high density) yang resikonya lebih tinggi.

Poin kelima mengenai pengurangan gas rumah kaca sudah dipertimbangkan


dalam bentuk pengurangan penggunaan energi untuk keperluan transportasi.
Konsep Compact City secara tersirat belum mengadopsi penggunaan
kendaraan umum ramah lingkungan. Jika kendaraan umum ramah lingkungan
belum diterapkan, maka dikhawatirkan akan menghasilkan permasalahan
lingkungan mengingat adanya konsentrasi polusi. Penggunaan listrik yang besar
untuk keperluan bangunan bertingkat sehingga dapat meningkatkan emisi
karbon.

Poin keenam mengenai hak pengungsi dan imigran. Compact City terkesan
kaku karena disainnya yang optimal untuk sekian penduduk saja (tergantung
perencanaannya) dan sulit untuk ditambah. Kota didisain sehingga dengan
sekian penduduk, penduduk tersebut dapat difasilitasi secara penuh oleh kota.
Penambahan penduduk hanya akan mengurangi ruang publik dan turunnya
kinerja kota. Untuk menjaga stabilitas penduduk, Compact City memegang
prinsip bahwa harus ada batas yang jelas antara kota dengan wilayah
sekitarnya.

Poin ketujuh mengenai peningkatan konektifitas terhadap pembangunan


berbasis lingkungan. Pemerintahan di Compact City bersifat independen
sehingga partisipasi masyarakat menjadi penting dalam keberlangsungan
kotanya.

Poin kedelapan mengenai penyediaan ruang publik. Sama dengan poin


pertama, bahwa Compact City sudah mempertimbangkan kebutuhan dasar
seperti ruang publik yang dapat diakses seluruh penduduk karena memegang

19
prinsip social fairness. Pada poin ketiga juga disebutkan bahwa Compact City
sangat mendorong pergerakan kendaraan non-motor seperti berjalan kaki dan
sepeda yang jalurnya disediakan.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari delapan poin New Urban Agenda, dapat diketahui bahwa Compact city
belum bisa menjawab semua komitmen yang disetujui oleh petinggi negara-negara
di dunia. Mulai dari kekurangannya mengatasi pertambahan penduduk baik dari
angka kelahiran-kematian maupun dari migrasi masuk dan keluar. Tidak adanya
prinsip mitigasi bencana padahal ada ancaman bencana alam dan bencana akibat
perubahan iklim. Walaupun faktanya konsep kota dengan kepadatan tinggi seperti
Compact City dinilai memberikan efisiensi dan inovasi teknologi yang dibarengi
pengurangan penggunaan sumber daya dan energi (UNDP, 2016), perlu adanya
penyesuaian untuk menyempurnakan konsep ini agar dapat menjawab semua
tantangan New Urban Agenda.

21
DAFTAR PUSTAKA

Andika, Boni. 2011. Millenium Development Goals (MDGs) dalam Pengentasan


Kemiskinan. January 17. Accessed March 13, 2017.
https://www.academia.edu/1841758/MILLENNIUM_DEVELOPMENT_GOALS
_MDGs_DALAM_PENGENTASAN_KEMISKINAN.

Ayunita, Anvina. 2011. Munculnya Konsep Pembangunan Berkelanjutan. August 28.


Accessed March 13, 2017. http://anvinaayunita.blogspot.nl/2011/08/konsep-
pembangunan-berkelanjutan.html

Burton, E., Williams, K., & Jenks, M. (1996). Compact City A Sustainable Urban
Form ?. Oxford: Spon Press.

Jenks, M., & Burgess, R. (2000). Compact Cities - Sustainable Urban Forms for
Developing Countries. London: Spon Press.

Priyogi, Iwan. 2010. Desain Berkelanjutan (Sustainable Design). Jurnal Universitas


Pandanaran. Vol.8, No.16.

United Nations. 2016. The New Urban Agenda : Key Commitments. Oktober 20.
http://www.un.org/sustainabledevelopment/blog/2016/10/newurbanagenda/.

UNDP. 2012. Sustainable Development Goals. Accessed Maret 13, 2017.


http://www.undp.org/content/undp/en/home/sustainable-development-
goals.html.

22

Anda mungkin juga menyukai