Vaksin Palsu Tgs
Vaksin Palsu Tgs
PENDAHULUAN
Kasus vaksin palsu yang akhir-akhir ini menjadi berita dan menimbulkan
gejolak bermula karena adanya keluhan masyarakat yang mengaku balita mereka
tetap sakit meski sudah divaksin. Hal tersebut yang menyebabkan Polisi untuk
melakukan penyelidikan. Diawali dengan ditemukannya vaksin palsu tersebut di
Apotek AM di Bekasi, Jawa Barat pada Kamis 16 Mei 2016. Polisi akhirnya
menahan J, selaku distributor.Penyelidikan akan kasus ini berkembang hingga
akhirnya dilakukan penangkapan terhadap para pelaku, mulai dari distributor
hingga kurir1
2 http://nasional.kompas.com/read/2016/07/14/16083471, pada
tanggal 5 Agustus 2016
1
layanan kesehatan.Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang profesional dan bermutu. Bukan hanya pelayanannya saja akan tetapi juga
dengan mutu dan keamanan obat yang disediakan di rumah sakit
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal 131
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas
serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak.
(2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak masih dalam
kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan
belas) tahun.
(3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi
orang tua, keluarga, masyarakat, dan Pemerintah, dan pemerintah daerah.
3
Pasal 28
Pemberian imunisasi harus dilakukan berdasarkan standar pelayanan,
standar prosedur operasional dan standar profesi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Pasal 29
Proses pemberian imunisasi harus memperhatikan keamanan vaksin dan
penyuntikan agar tidak terjadi penularan penyakit terhadap tenaga kesehatan
pelaksana pelayanan imunisasi dan masyarakat serta menghindari terjadinya KIPI
Pasal 3
(1) standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi standar :
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai ; dan
b. Pelayanan farmasi klinik
(2) Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a) pemilihan
b) perencanaan kebutuhan;
4
c) pengadaan;
d) penerimaan;
e) penyimpanan;
f) pendistribusian;
g) pemusnahan dan penarikan ;
h) pengendalian;dan
i) administrasi
5
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
5. Penyimpanan
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaa
Farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi
persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,
ventilasi dan penggolongan jenis sediaan Farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai
Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Bagian keenam
Pasal 15
(1) Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi ,alat kesehatan yang bermutu
dan bermanfaat, aman dan terjangkau.
(2) Pelayanan sediaaan farmasi di rumah sakit harus mengikuti standar
pelayanan kefarmasian
(3) pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan medis habis pakai
di rumah sakit harus dilakukan oleh instalasi farmasi sistem satu pintu
6
1.2 Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit Dalam Peredaran Vaksin Palsu
Rumah sakit dalam kedudukannya sebagai subyek hukum ( sebagai provider
pelayanan kesehatan) mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan medik dan
penunjang medik tidak terbatas pada aspek kuratif dan rehabilitatif saja, tetapi
juga aspek preventif dan promotif.3
Secara eksplisit tanggung jawab hukum rumah sakit dirumuskan dalam
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit bahwa, Rumah
Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.
Rumusan tanggung jawab hukum dalam undang-undang ini hanya dari segi
perdata. Sebagai bagian dari hukum kesehatan maka hakekat hukum rumah sakit
adalah penerapan hukum perdata, hukum Pidana dan Hukum Administrasi
Negara.4
Hubungan hukum yang terjalin antara rumah sakit dengan pasien dalam
perspektif hukum perdata merupakan hubungan kontrakstual yang menimbulkan
hak dan kewajiban pada masing-masing pihak. Masalah keperdataan yang umum
terjadi adalah perbuatan melanggar hukum dan wanprestasi.
Bentuk wanprestasi adalah salah atau keliru dalam melakukan upaya
pelayanan kesehatan. Pasien yang dirugikan sebagai akibat dari tindakan
wanprestasi yang dilakukan rumah sakit dalam pelayanan kesehatan kepada
pasien.
Berdasar ketentuan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum dan membawa kerugian
4 Ibid.hlm 86
7
kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut
Sedangkan pada Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan bahwa, Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan yang diterimanya.
Sebagaimana diketahui prinsip dalam pertanggungjawaban hukum perdata
adalah bahwa barang siapa menimbulkan kerugian kepada pihak lain akibat dari
perbuatannya, maka diwajibkan padanya untuk mengganti kerugian.
Pada kasus vaksin palsu ini, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
dokter, perawat atau pegawainya sudah cukup menjadi dasar membebankan
rumah sakit untuk bertanggung jawab membayar kerugian materiil maupun
immateriil yang timbul akibat perbuatan para pelaku.
Seseorang dikatakan telah melakukan tindak pidana paling tidak harus ada
tiga unsur yakni : pertama, adanya pelanggaran terhadap hukum tertulis; kedua
perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum; dan ketiga perbuatan tersebut ada
unsur kesalahan (dolus).
Adapun unsur kesalahan dapat berupa kesengajaan dan dapat berupa kelalaian
(culpa, negligence). Yang dimaksud dengan kesengajaan adalah sifatnya sengaja
dan melanggar undang-undang, tindakan yang dilakukan secara sadar, tujuan dan
tindakannya terarah. Sedangkan kelalaian sifatnya adalah tidak sengaja, lalai tidak
ada motif ataupun tujuan untuk menimbulkan akibat yang terjadi.
Unsur-unsur kesalahan (kelalaian) sebagai tolok ukur di dalam hukum pidana
yaitu : bertentangan dengan hukum; akibatnya dapat dibayangkan; akibatnya
dapat dihindarkan; perbuatannya dapat dipersalahkan kepadanya.5
Tertangkapnya tenaga medis disalah satu rumah sakit yang diduga
mempunyai andil dalam peredaran vaksin palsu dan oknum tenaga paramedis
yang disinyalir sebagai penyedia botol vaksin dapat dilihat dari hukum pidana
8
karena perbuatan tersebut sengaja dilakukan. Dan kepada oknum tersebut dapat
dikenakan sanksi.
Menurut Sudarto bahwa dalam perkembangan hukum pidana terdapat
kesengajaan (Dolus) dan kealpaan (Culva). Sengaja berarti menghendaki dan
mengetahui apa yang dilakukan. Orang yang melakukan perbuatan dengan
sengaja menghendaki perbuatan itu dan disamping itu mengetahui atau menyadari
tentang apa yang dilakukan.6
Disamping sikap batin berupa kesengajaan adapula sikap batin yang berupa
kealpaan. Hal ini terdapat dalam beberapa delik. Akibat ini timbul karena ia alpa,
sembrono, teledor, berbuat kurang hati-hati atau kurang penduga-duga.Dalam
buku II KUHP terdapat beberapa pasal yang memuat unsur kealpaan. Delik-delik
tersebut dimuat dalam :7
Pasal 359 : karena kealpaannya menyebabkan matinya orang
Pasal 360 : Karena kealpaannya menyebabkan orang luka berat dsb
Perkataan culpa dalam arti luas berarti kesalahan pada umumnya sedang dalam
arti sempit adalah bentuk kesalahan yang berupa kealpaan
Berkaitan dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit, maka untuk
timbulnya tanggung jawab pidana dalam pelayanan kesehatan oleh rumah sakit,
pertama-tama harus dibuktikan adanya kesalahan profesional yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang melaksanakan upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Berdasarkan pengertian ini maka pertanggungjawaban pidana yang dimaksud
dibebankan kepada tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan saat
melaksanakan tugas pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Tindak pidana pelayanan kesehatan berbeda dengan tindak pidana biasa,
tindak pidana dalam ruang lingkup pelayanan rumah sakit, karena fokus pada
tindak pidana pelayanan kesehatan adalah pada sebuah sebab atau causa dari
tindak tersebut. Dalam tindak pidana pelayanan kesehatan disebut dengan
criminal malpractice, untuk adanya pertanggungjawaban pidana maka harus dapat
dibuktikan tentang adanya kesalahan profesional. Tanggung jawab Rumah Sakit
6 Nikmah Rosida, Asas-asas Hukum Pidana, Pustaka
Magister,Semarang, 2011,hlm 47
7 Ibid,hlm 59
9
dalam lingkup hukum pidana diantaranya adalah jika tenaga kesehatan yang
menjadi pelaksana tugas pelayanan di Rumah Sakit melakukan kesalahan
profesional.
Syarat syarat penjatuhan sanksi sebagai bentuk pertanggungjawaban
pidana adalah :
1. Perbuatan yang dilakukan oleh subyek hukum yang melaksanakan
tugas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yakni tenaga kesehatan
yang melaksanakan tugas profesionalnya di rumah sakit yang
bersangkutan
2. Kesalahan dalam pelayanan kesehatan pada umumnya terjadinya
karena kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.Bentuknya
berupa melakukan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan atau
sebaliknya tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan
3. Perbuatan yang dilakukan bersifat melawan hukum. Bisa terhadap
hukum formil maupun materiil
4. Pelaku mampu bertanggung jawab yakni sehat jiwa atau akalnya
5. Tidak ada alasan yang menghapus pidana
Setiap tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan melanggar Standar
pelayanan Rumah Sakit termasuk sebagai perbuatan melawan hukum dan
memiliki konsekuensi yuridis berupa sanksi pidana8
Selain regulasi yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, baik itu berupa
undang-undang, peraturan menteri kesehatan ataupun peraturan pemerintah, di
dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 :
Bagian Kelima Belas
Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Masyarakat merasa dirugikan dengan kejadian vaksin palsu ini. Selain biaya
vaksin yang mahal juga efek samping yang dilhawatirkan akan timbul oleh karena
botol vaksin yang digunakan adalah botol vaksin bekas.Yang perlu dipertanyakan
10
darimana oknum perawat mendapatkan botol bekas vaksin dan bagaimana rumah
sakit tempatnya bekerja dalam mengolah limbah medisnya.
Hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan menteri Kesehatan Nomor 42
Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi
Bagian Keenam: Pengelolaan Limbah
Pasal 25
(1) Puskesmas atau Rumah Sakit yang menyelenggarakan imunisasi wajib
bertanggung jawab terhadap pengelolaan limbah imunisasi
(2) Dalam hal imunisasi wajib dilaksanakan di luar Puskesmas atau diluar
rumah sakit, pelaksana pelayanan imunisasi bertanggung jawab
mengumpulkan limbah ke dalam safety box untuk selanjutnya dibawa ke
puskesmas setempat
Dalam UU Nomor 36 Tahun 2009, hal yang mengatur mengenai ketentuan pidana
terdapat pada Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, dan Pasal 201.
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah).
Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 201
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1),
Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal
200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana
denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana
11
dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal
197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
12
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang kesehatan;
g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang
membuktikan adanya tindak pidana di bidang kesehatan.
(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh
penyidik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana
13
BAB III
KESIMPULAN
1.1. Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan diatas maka dapat diketahui bahwa peredaran
vaksin palsu seharusnya tidak terjadi di rumah sakit. Karena dari regulasi yang
ada sudah jelas bagaiman rumah sakit menyediakan sediaan farmasi termasuk
vaksin, alat kesehatan dan habis pakai melalui mekanisme yang sudah diatur
dengan tujuan menjamin mutu dan keamanan obat.
Pelayanan Imunisasi dapat dilakukan di puskesmas, puskesmas pembantu,
rumah sakit, klinik, bidan praktek, dokter praktik, posyandu, di sekolah, atau
melalui kunjungan rumah.sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
Rumah Sakit dalam pengadaan obatnya termasuk vaksin harus mengikuti
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Dimana penyediaan obat harus aman dan bermutu.
Sistem pengadaannya melibatkan Instalasi farmasi Rumah Sakit serta serta
pembeliannya melalui distributor resmi
Tanggung Jawab Rumah Sakit dalam peredaran vaksin palsu dapat ditinjau
dari aspek hukum perdata, hukum pidana dan hukum Administratif . Dengan
Sanksi mulai dari pencabutan izin praktek, denda uang sampai dengan hukuman
pidana, sesuai dengan UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 196,
Pasal 197, Pasal 198, dan Pasal 201, serta KUHP pasal 359 dan Pasal 360.
Fungsi Pembinaan dan pengawasan dengan adanya peredaran vaksin palsu
harus lebih ditingkatkan dengan salah satunya menghidupkan Badan Pengawas
14
Rumah Sakit yang kewenangan dan tugasnya diatur dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal
61.
15