Anda di halaman 1dari 10

Upaya Hukum Biasa KASASI (Ps.

244 258 KUHAP)

A. BATAS WAKTU

- Untuk Upaya Kasasi ini mempunyai batas waktu yang sangat ketat dalam hal
Pengajuan Permohonan Kasasi dan Pengajuan Memori/Kontra Memori Kasasi

- Batas waktu untuk menyatakan kasasi di PN adalah 14 hari setelah Para pihak
(Terdakwa/JPU) menerima Surat Pemberitahuan Putusan PT (RELAAS) dari PN.

- Setelah Para Pihak Menyatakan Ingin Kasasi, dimana pihak tersebut akan disebut sebagai
PEMOHON KASASI, hanya mempunyai waktu 14 hari untuk mengajukan MEMORI
KASASInya

- Setelah Termohon Kasasi menerima Pemberitahuan Memori Kasasi (Relaas) dan Copy
Memori Kasasi yang disampaikan oleh PN, Termohon Kasasi hanya memiliki waktu 14
hari untuk mengajukan Kontra Memori Kasasi

- Jika para Pihak (Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi) LALAI dalam mengajukan Memori
Kasasi atau Kontra Memori Kasasi (tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, 14 hari),
maka Para Pihak tersebut akan kehilangan Haknya dalam mengajukan Memori dan Kontra
Memori Kasasi.

- Jika Pemohon Kasasi LALAI dalam Mengajukan Memori Kasasinya (Terlambat


mengajukan, lebih dari 14 hari), maka Upaya Kasasi akan dibatalkan (GUGUR) dengan
sendirinya.

- Jika Termohon Kasasi yang LALAI dalam mengajukan Kontra Memori Kasasinya, maka
Upaya Kasasi akan tetap berjalan, hanya hak Termohon Kasasi saja yang hilang dalam
megajukan Kontra Memori Kasasi tersebutt

B. ALASAN KASASI

Pada Pemeriksaan dalam Tingkat Kasasi, Hakim MA tidak memeriksa Pokok Perkaranya, tetapi
memeriksa dari alasan-alasan sebagai berikut:

- apakah benar peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya
- apakah benar cara mengadili dilaksanakan tidak sesuai dengan UU

- apakah benar Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya

C. PEMERIKSAAN KASASI

Pada pemeriksaan Kasasi di MA, Hakim MA tidak mengadili Pokok Perkara, sehingga
Hakim MA disebut sebagai JUDEX JURIS

Upaya Kasasi diajukan kepada Mahkamah Agung, yang mana Permohonan Kasasinya
akan diajukan melalui PN yang mana nantinya akan disampaikan kepada MA.

Setelah perkaranya diputuskan oleh MA, selanjutnya putusan MA tersebut akan


dikirimkan kembali ke PN, dan PN lah yang nantinya akan menyampaikan Putusan MA kepada
Para Pihak.

Hakim MA wajib untuk memutuskan tetap atau tidaknya dilakukan penahanan bagi
terdakwa, setelah 3 hari menerima berkas perkara, baik karena wewenang jabatan maupun
atas permintaan terdakwa. Dalam hal terdakwa tetap ditahan, maka dalam waktu 14 hari
setelah penetapan penahanan MA, Hakim MA wajib untuk memulai pemeriksaan.

Wewenang untuk penahanan akan beralih dari PT ke MA, sejak kasus tersebut dinyatakan
kasasi

D. PUTUSAN KASASI

Putusan MA berisi Menguatkan Putusan PT, Membatalkan Putusan PT dengan mengadili


sendiri

Putusan (255 KUHAP):

- dalam hal putusan dibatalkan karena peraturan tidak diterapkan, atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya, maka Hakim MA akan memutuskan untuk mengadili sendiri

- dalam hal Putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak sesuai dengan UU, maka
Hakim MA akan menetapkan/menunjuk Pengadilan asal untuk memeriksa lagi bagian yang
dibatalkan atau berdasarkan alasan tertentu menunjuk Pengadilan lainnya yang setingkat
- dalam hal putusan dibatalkan karena Pengadilan/Hakim tidak berwenang mengadili
perkara tersebut, maka Hakim MA akan menetapkan pengadilan atau hakim lain yang
berwenang mengadili perkara tersebut.

Upaya Hukum Luar Biasa PENINJAUAN KEMBALI (PK) (Pasal 263 269 KUHAP)

A. KETENTUAN KHUSUS

Ketua PN harus memeriksa terlebih dahulu (disidangkan) apakah suatu perkara dapat untuk
diajukan PK atau tidak, dengan menghadirkan para Pihak (Terdakwa & Jaksa)

Upaya PK ini tidak dapat menunda pelaksanaan/eksekusi putusan Kasasi, karena


Putusan Kasasi sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Inkracht)

Putusan yang dapat diajukan upaya PK adalah hanya Putusan Pemidanaan

B. ALASAN PK (Ps. 263 (2) KUHAP):

PK ini hanya dapat diajukan oleh salah satu dari P ara Pihak (Terdakwa atau JPU), jika
memenuhi salah satu atau beberapa alasan sebagai berikut:

- Adanya BUKTI BARU/keadaan baru (Novum)

- DASAR dan ALASAN dari suatu pernyataan yang terbukti dalam Putusan ternyata saling
bertentangan

- Putusan itu dengan jelas memperlihatkan KEKHILAFAN HAKIM atau suatu KEKELIRUAN
YANG NYATA

C. BATAS WAKTU

Dalam hal pengajuan Permohonan PK, tidak ada batas waktu bagi para Pihak untuk mengajukan
PK. Yang artinya selama perkara belum Kadaluarsa, para pihak dapat untuk mengajukan PK ke
MA

D. PUTUSAN PK

Putusan PK:
- Putusan bebas

- Putusan lepas dari segala tuntutan JPU

- Putusan tidak dapat menerima tuntutan JPU

- Putusan dengan menerapkan ketetapan pidana yang lebih ringan

Pidana yang dijatuhkan dalam Putusan PK, TIDAK BOLEH melebihi hukuman pidana
yang telah dijatuhkan dalam putusan semula (Putusan Kasasi)

33. Upaya Hukum Luar Biasa KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM (Ps.259 262
KUHAP)

Untuk putusan yang sudah Inkracht (berkekuatan hukum tetap) ternyata MASIH DAPAT
untuk diajukan upaya Kasasi, jika Putusan Kasasi tersebut ternyata akan berakibat yang
tidak baik terhadap kepentingan hukum. Maksud dari Kepentingan Hukum adalah jika
Hakim MA mengeluarkan Putusan Kasasi yang tidak tepat, misalnya seperti memutuskan
bebas bagi terdakwa yang sebenarnya terbukti Membunuh, dan untuk menghindari
terjadinya Yurisprudensi yang tidak tepat, yaitu membebaskan seorang yang terbukti
Pembunuh, maka demi Kepentingan Hukum tersebut, Putusan Kasasi yang salah tersebut,
dapat diajukan

KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM

Hasil dari Putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum tersebut tidak boleh MERUGIKAN
pihak yang berkepentingan, artinya Terdakwa yang tadinya telah dibebaskan dari dakwaan
pembunuh berdasarkan Putusan Kasasi yang salah tersebut, harus tetap dibebaskan, yang
berubahhanya Putusannya saja. Kasasi Demi Kepentingan Hukum HANYA DAPAT DIAJUKAN
oleh JAKSA AGUNG
Disamping itu, selain upaya hukum yang diatur dalam KUHAP tersebut di atas, terdapat pula
upaya hukum yang tidak diatur dalam KUHAP, yaitu grasi sebagaimana diatur dalam
ketentuan Undang-undang RI No. 22 Tahun 2002 dan terakhir diubah dengan Undang-
undang RI No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2002
Tentang Grasi.

UPAYA HUKUM BIASA

Upaya hukum biasa diatur di dalam Bab XVII, Bagian Kesatu dari Pasal 233 sampai dengan
Pasal 243 KUHAP tentang pemeriksaan tingkat banding, dan Bagian Kedua dari Pasal 24
sampai dengan Pasal 258 KUHAP tentang pemeriksaan tingkat kasasi. Upaya hukum biasa
adalah hak terdakwa dan penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan negeri
atau tingkat pertama (judex factie),sehingga maksud dari upaya hukum dari terdakwa
(terpidana) atau penuntut umum tidak puas atau tidak dapat menerima putusan tersebut,
adalah:

1. Untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh instansi yang sebelumnya.

2. Untuk kesatuan dalam pengadilan

3. sebagai perlindungan terhadap tindak sewenag-wenang hakim atau pengadilan.

Dengan adanya upaya hukum ini ada jaminan, baik bagi terdakwa maupun masyarakat
bahwa peradilan baik menurut fakta dan hukum adalah benar sejauh mungkin seragam.Untuk
lebih jelasnya akan diuraikan upaya hukum biasa, yaitu pemeriksaan tingkat banding dan
pemeriksaan tingkat kasasi, sebagai berikut:

Pemeriksaan Banding

Pemeriksaan banding adalah pemeriksaan perkara pada tingkat II atau pengadilan tinggi,
maka pengertian banding sebagaimana menurut J.C.T. Simorangkir, adalah suatu alat
hukum (rechtsniddel) yang merupakan hak terdakwa dan hak penuntut umum untuk
memohon, supaya putusan pengadilan negeri diperiksa kembali oleh pengadilan tinggi.
Tujuan dari pada hak ini adalah untuk memperbaiki kemungkinan adanya kekhilafan pada
putusan pertama. Hak memohon banding ini senantiasa diperingatkan oleh hakim kepada
terdakwa sesuadha putusannya diucapkan. Pengadilan tinggi dapat membenarkan, mengubah
atau membatalkan putusan pengadilan negeri. Sedangkan pengertian banding menurut Yan
Pramadya , bahwa banding (revisie = Bld/reexamination = Ingg) atau pemeriksaan
bandingan atau ulangan pada kasus perkara pidana oleh pengadilan yang lebih tinggi
tingkatannya, selama jangka waktu yang diberikan masih berlaku. Demikian pula sebagaimana
menurut Undang-undang RI No. 22 Tahun 2002 dan terakhir diubah dengan Undang-undang
RI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman, Pasal 26 yang berbunyi bahwa:

(1) Putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh
pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.

(2) Putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan
atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan
tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undangundang menentukan lain
Sedangkan menurut Pasal 67 KUHAP, bahwa Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk
minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas,
lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurangtepatnya penerapan
hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.Jadi ketentuan di dalam Pasal 67 KUHAP
agak berbeda dan lebih luas dibanding dengan Pasal 26 Undang-undang RI No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan kehakiman, sebab Pasal 67 KUHAP tampak sangat memperhatikan hak
asasi terdakwa karena lebih membatasi permintaan banding yaitu apabila putusan bebas dan
lepas dari tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum.Jadi
terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan upaya hukum banding ke pengadilan tinggi
atas semua putusan pengadilan negeri (tingkat pertama) , kecuali :

1. Putusan bebas (Vrispraak);

2. Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum;

3. Putusan pengadilan dalam acara cepat (perkara rol).

Selain dimaksud tersebut di atas, terhadap pemeriksaan praperadilan yang tidak dapat
dimintakan banding, sebagaimana menurut ketentuan Pasal 83 KUHAP, bahwa :
(1) Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal
80 dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding.

(2) Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah putusan praperadilan yang menetapkan
tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan
akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.

Demikian pula terhadap putusan perkara pelanggaran lalu lintas jalan pada prinsipnya
tidak dapat diajukan upaya hukum banding, sebagaimana ditegaskan menurut Pasal 67
KUHAP, bahwa Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap
putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan
hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan
dalam acara cepat Namun demikian khusus atas putusan bebas sebagaimana menurut Surat
Mahkamah Agung RI No. MA/peb/2651/83, yaitu Terhadap putusan bebas murni terselubung
dapat diajukan banding. Untuk itu harus ada alasan yang membuktikan, bahwa putusan bebas
murni itu sesungguhnya tidak tepat, karenannya tunduk kepada upaya hukum banding. Dan
upaya hukum yang terbuka bagi bebas murni dan lepas dari segala tuntutan hukum, adalah kasasi
ke Mahkamah Agung. Berhubung dengan tidak diperkenankannya banding terhadap putusan
bebas (vrijspraak), namun terdapat istilah lainnya, yaitu bebas murni dan bebas tidak
murni (Zuivere vrijspraak en niet-zuivere vrijspraak) dan lepas dari segala tuntutan
hukum terselubung (bedekte ontlsag van rechtsvervolging). Demikian pula berdasarkan hasil
penelitian, bahwa telah ditarik kesimpulan dari opini para hakim, jaksa, pengacara dan
para dosen, bahwa putusan bebas/vrjspraak dimungkinkan banding dengan alasan:

1. sebagai usaha koreksi terhadap putusan pengadilan dalam tingkat pertama;

2. kemungkinan adanya factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi putusan hakim;

3. kemungkinan adanya kekhilafan hakim dalam membuat putusannya.

Pemeriksaan Kasasi

Lembaga kasasi sebenarnya berasal dari Perancis, yaitu asal kata casser ratinya memecah.
Suatu putusan hakim dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Selanjutnya ditiru
oleh Negeri belanda, kemudian dibawa ke Indonesia. Pada asasnya kasasi didasarkan atas
pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan hukum atau hakim telah melampaui kekuasaan
kehakiman-nya, artinya kekuasaan kehakiman ditafsirkan secara luas dan sempit. Jadi
penafsiran secara sempit yaitu jika hakim memutus sesuatu perkara padahal hakim tidak
berwenang menurut kekuasaan kehakiman; dalam arti luas misalnya jika hakim pengadilan
tinggi memutus padahal hakim pertama telah membebas-kan. Tujuan kasasi ialah untuk
menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang
bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum. Menurut Wirjono
Prodjodikoro, bahwa kasasi adalah pembatalan, yaitu suatu tindakan Mahkamah Agung
sebagai pengawasan tertinggi atas putusan-putusan pengadilanpengadilan lain.Jadi kasasi
sendiri berarti pembatalan/vernietiging dan hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung
sebagai yang melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan yang lain (Pasal 39
Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman).

Kasasi diadakan dengan maksud untuk menyelenggarakan dalam kesatuan hukum,


demikian pula menurut M.H. Tirtaamidjaja bahwa tujuan utama daripada lembaga kasasi itu
adalah usaha untuk mencapai kesatuan hukum. Adapun dasar pengajuan kasasi, sebagaimana
menurut Pasal 244 KUHAP, bahwa Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada
tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau
penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung
kecuali terhadap putusan bebas. Adapun alasan untuk mengajukan permohonan kasasi, dalam
KUHAP yang dipakai Mahkamah Agung RI, sebagaimana diatur dalam Pasal 253 ayat (1)
KUHAP, yaitu Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung RI atas
permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 249 guna menentukan :

a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana
mestinya; Maka Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut.

b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;Maka


Mahkamah Agung RI menetapkan disertai penunjuk agar pengadilan yang memutus perkara
yang bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang dibatalkan, atau berdasarkan
alasan tertentu Mahkamah Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh
pengadilan setingkat yang lain.
c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.Maka Mahkamah Agung
menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut (Pasal 255 KUHAP)

Demikian pula menurut Martiman Prodjomidjojo, bahwa Pemeriksaan tingkat kasasi


bukan pemeriksaan tingkat ketiga, kasasi adalah membatalkan atau memecahkan. Kasasi
merupakan upaya hukum terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat tertinggi oleh
pengadilan-pengadilan lain dalam perkara-perkara pidana maupun perdata, agar dicapai
kesatuan dalam menjalankan peraturan-peraturan dan undangundang. Oleh karena itu untuk
pemeriksaan tingkat kasasi, maka tiap banding atau ulangan, kecuali putusan-putusan
pidana dalam acara pemeriksaan cepat

Kasasi Demi Kepentingan Hukum

Pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan terhadap semua putusan yang
telah memperoleh kekuataan hukum yang tetap, yang hanya dapat diajukan oleh oleh
Jaksa Agung berdasarkan penyampaian dari pejabat kejaksaan yang menurut pendapatnya
perkara ini perlu dimintakan kasasi demi kepentingan hukum. Adapun putusan pengadilan
yang telah berkekuatan hukum yang tetap yang dapat dimintakan kasasi demi kpenetingan
hukum oleh Jaksa Agung, adalah putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, kecuali
putusam Mahkamah Agung. Dalam pengajuan kasasi demi kepentingan hukum oleh Jaksa Agung
dimaksudkan untuk menjaga kepentingan terpidana, sebab putusan kasasi demi kepentingan
hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan (terpidana) (Pasal 259 ayat (2)
KUHAP), artinya hukuman yang akan dijatuhkan oleh Mahkamah Agung atas permintaan
kasasi demi kepentingan hukum oleh Jaksa Agung tidak boleh lebih berat dari hukuman
semula yang telah dijatuhkan dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Jadi permintaan
kasasi demi hukum oleh Jaksa Agung, tidak lain dimaksudkan adalah membuka kemungkinan
bagi perubahan atas putusan pengadilan di bawah keputusan Mahkamah Agung, yang dirasakan
kurang tepat oleh Jaksa Agung, dengan kata lain putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri
atau pengadilan tinggi terlalu berat yang tidak sesuai dengan tuntutan penuntut umum

Peninjauan Kembali (Herziening)

Masalah herziening atau peninjauan kembali atas putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap telah lama dikenal, yaitu setidak-tidaknya telah ada
sejak tahun 1848 dengan diundangkannya Reglement op de Strafvordering pada tanggal 1
Mei 1848. Istilah herziening telah di muat dalam Reglement op de StrafvorderingTitel 18, antara
lain berbunyi Herziening van arresten en vonnissen, yang dicakup di dalam Pasal 356 sampai
dengan 360

Lembaga herziening di dalam hukum diartikan sebagai upaya hukum yang mengatur tentang
tata cara untuk melakukan peninjauan kembali suatu putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Menurut J.C.T. Simorangkir, bahwa herziening
adalah peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap; revisi. Jadi herziening adalah suatu peninjauan kembali atas putusan di semua
tingkat pengadilan, seperti pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung yang
telah berkekuatan hukum yang tetap, kecuali atas putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum (Pasal 263 ayat (1) KUHAP). Adapun dasar hukum tentang peninjauan kembali,
sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 24 Undang-undang RI No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, bahwa:

(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak
yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila
terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.

(2) Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.

Demikian pula di atur di dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP, bahwa Terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas
dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan
peninjauan. kembali kepada Mahkamah Agung.

Anda mungkin juga menyukai