Makalah Reproduksi Kuda
Makalah Reproduksi Kuda
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalahyang berjudul Reproduksi
Kuda dalam rangka memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Reproduksi Vertebrata.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dorongan dari teman-teman mahasiswa seangkatan tahun 2012 dan orang tua yang selalu
memberikan dukungan moral pada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Serta penulia
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat di masyarakat.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kuda yang dikenal sebagai hewan herbivora-non ruminansia
memiliki manfaat cukup banyak bagi kehidupan manusia. Dalam
sejarah tercatat bahwa kuda dapat digunakan sebagai bahan pangan
melalui pemanfaatan daging dan susu. Selain itu kuda juga dapat
dimanfaatkan untuk olahraga atau rekreasi, keperluan pertanian
secara luas dan sebagai alat. Melalui peranannya ini maka penting
untuk dilakukan pelestarian melalui budidaya yang intensif. Selain
pengawinan secara alamiah, inseminasi buatan (IB) merupakan salah
satu teknologi reproduksi yang digunakan untuk peningkatan produksi
dan perbaikan mutu genetik ternak dan sebagai alat dalam
pelaksanaan kebijakan pemuliaan secara nasional. Di Indonesia IB
pada kuda telah dilaksanakan sejak tahun 2000-an, meskipun demikian
sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal, dibandingkan
dengan IB pada ternak lainnya. Tingkat keberhasilan pengawinan kuda
yang masih rendah baik secara inseminasi maupun kawin alam di
Indonesia sudah selayaknya menjadi suatu titik perhatian.
Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya tingkat keberhasilan
pengawinan ini adalah minimnya informasi mengenai lama siklus dan
periode estrus pada kuda, sehingga peternak tidak mampu untuk
menentukan waktu optimal kawin pada kuda. Hal ini berbeda jika
dibandingkan dengan ternak lainnya seperti pada sapi, kambing,
domba dan babi tingkat keberhasilan pengawinannya relatif lebih
tinggi. Observasi mengenai lama siklus dan periode estrus secara
intensif sangat dibutuhkan untuk memperoleh tingkat efisiensi
reproduksi. Hal ini dapat dicerminkan melalui tingkat keberhasilan
pengawinan yang tinggi. Detasemen Kavaleri Berkuda merupakan
satuan operasional dibawah pusat kesenjataan kavaleri yang
menyelenggarakan peternakan kuda serta menyelenggarakan tugas-
tugas protokoler dan pengembangan olah raga berkuda nasional. Hal
ini dapat dijadikan 2 dasar sebagai suatu sarana untuk dilakukannya
observasi mengenai lama siklus dan periode estrus pada kuda.
B. Tujuan
1. Kita dapat mengetahui alat-alat reproduksi pada kuda betina dan
kuda jantan
2. Kita dapat mengetahui mekanisme reproduksi pada kuda
3. Kita dapat mengetahui teknologi yang dikembangkan untuk
reproduksi kuda
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 2 Uterus
Sumber: Mottershead (1999)
Serviks (Gambar 3) atau leher uterus adalah suatu urat daging sphinctertubular
yaitu otot polos yang sangat kuat yang terletak antara uterus dan vagina.Serviks
mempunyai panjang antara 5-10 cm dengan diameter antara 1,5-1,7 cm. Saluran
serviks dikenal dengan nama Canalis cervicalis, mempunyai bentuk berkelok-belok
karena dibentuk oleh Annulus cervicalis. Annulus cervicalis yaitusuatu cincin yang
melingkar di Canalis cervicalis. Cairan mukus yang dikenal sebagai lendir serviks
dapat menutupi lumen pada saat hewan dalam keadaan bunting, tetapi akan kembali
mencair pada saat estrus atau saat proses kelahiranberlangsung. Adapun fungsi serviks
adalah sebagai gerbang yang kuat, melindungiuterus dari infeksi lingkungan luar
(Manan, 2002).
Serviks dalam kondisi tidak estrus akan tertutup rapat dan kuat, berwarna pucat
dan mempunyai ukuran panjang rataan6-8 cm dengan diameter 4-5 cm, sedangkan
dalam kondisi estrus otot serviks akan mengalami relaksasi yang akan memudahkan
penis masuk kedalamnya, selain itu serviks berwarna merah muda dan terlihat
menonjol sehingga vagina kuda yang sedang estrus akan terlihat lebih besar dan tidak
terdapat lipatan (Morel, 2008).
Serviks adalah barier fisik bagi pergerakan mikroorganisme kedalam saluran
reproduksi. Fungsi serviks difasilitasi oleh sekresi lendir yang kental dan dapat
menutupi lumen serviks selama terjadi kebuntingan. Sekresi lendir pada serviks ini
juga mengandung bahan yang disebut lactoferin yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Lestari, 2006)
Gambar 3 Serviks
Sumber: Mottershead (1999)
Vagina termasuk kedalam organ reproduksi bagian luar dan merupakan gerbang
bagi mikroorganisme memasuki tubuh ternak betina. Vagina memiliki diameter 10 -15
cm dan panjang rata-rata 18 - 23 cm. Dinding vagina yang elastis ini merupakan otot
yang dilapisi oleh mukosa dan dengan keelastisannya dapat membantu dalam proses
kelahiran. Vagina merupakan perlindungan pertama dalam sistem dan saluran
reproduksi yang memiliki pH asam sehingga dapat membunuh bakteri (Morel, 2008).
Vagina mempunyai fungsi sebagai tempat terjadinya pengawinan, tempat
peletakan semen pada pengawinan alam, dan juga sebagai tempat penyimpanan
vaginal pessary atau spons vaginal pada saat sinkronisasi estrus. Vestibula adalah
bagian tubular dari saluran reproduksi antara vagina dan labia vulva. Vestibula vagina
memiliki beberapa urat daging sirkuler atau serupa sphincter yang menutup saluran
kelamin dari lingkungan luar sehingga dapat memperkecil kemungkinan masuknya
mikroorganisme kedalam vagina (Lestari, 2006).
Vulva berada kurang lebih tujuh cm dibawah anus termasuk ke dalam organ
reproduksi bagian luar, yang akan dilalui pada saat kopulasi sebelum vagina. Otot
sphincter vulva memperkecil kemungkinan masuknya mikroorganisme ke dalam
vagina, demikian pula otot sphincter vestibula memperkecil pergerakan mikroba
menuju arah anterior vagina (Lestari, 2006).
Vulva terletak lurus secara vertikal terhadap anus dan hal ini memberikan peluang
untuk terjadinya kontaminasi yang berasal dari kotoran. Vulva kuda yang normal
tidak boleh memiliki kemiringan lebih dari 10 dari kondisi vertikal yang sewajarnya
(Gambar 4 dan 5), kondisi bibir vulva harus rapat dan normal (England, 2004).
Pada bagian dalam vulva terdapat klitoris dan tiga sinus yang menghasilkan
lingkungan yang tidak diinginkan oleh pertumbuhan bakteri yang menyebabkan
penyakit (Morel, 2008). Vulva terdiri dari dua labia (commissural dorsalis dan
ventralis). Klitoris terdiri dari dua krura atau akar, badan dan kepala (glans). Klitoris
terdiri dari jaringan erektil yang tertutup oleh ephitel dan dengan sempurna
memperoleh inervansi dari ujung-ujung saraf sensori (Manan, 2002).
2. Organ Reproduksi Jantan
Poros gerakan dan glans penis memperpanjang cranioventrally daerah umbilikus
dari dinding perut. Tubuhnya berbentuk silinder tapi dikompresi lateral. Ketika diam,
penis secara perlahan, termanpatkan, dan panjang sekitar 50 cm. Lima belas sampai
20 cm terletak bebas dalam preputium. Ketika maksimal tegak, penis sampai tiga kali
lebih panjang daripada saat berada dalam keadaan diam.
Gambar : Ujung kranial penis di bagian median secara in situ di kuda, aspek medial.
a, penis corpus cavernosum, b, corpus spongiosum glandis, c, uretra, d, proses uretra,
e, fossa glandis, f, orifice preputial eksternal, g, rongga preputial (internal), h, plica
preputialis, i, preputium.
Gambar : Representasi grafis dari saluran urogenital dari kuda tersebut. a, penis, b,
testis, c, ginjal, d, ureter, e, kandung kemih, f, duktus deferens, g, vesikula seminalis,
h, kelenjar prostat, i, kelenjar Cowper.
(a) (b)
Gambar 21. Ekor Kuda Betina Estrus (a) dan Ekor Kuda Betina yang Tidak
Estrus(b)
Beberapa gejala estrus yang teramati sesuai dengan pendapat dari Hafez dan
Hafez (2000c) yang menyatakan bahwa selama estrus vulva kuda betina terlihat lebih
besar dan lipatan pada vulva melonggar dan akan mudah jika ingin dilakukan
pemeriksaan, selaput mukosa vulva membengkak, memerah, basah dan mengkilap
karena dilapisi oleh lendir yang transparan. Selain itu kuda yang sedang estrus berdiri
dalam keadaan seperti akan urinasi, mengangkatkan ekornya dan terjadi kontraksi
pada klitoris. Begitu pula dengan pendapat Morel (2008), bahwa kuda betina estrus
pada saat didekati kuda jantan akan urinasi, terdiam, ekor diangkat dan mengambil
posisi siap untuk kawin dengan keadaan vulva yang menutup dan membuka
(winking).
7. Siklus dan Periode Estrus
Pengamatan deteksi estrus yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
menggunakan kuda teaser (Gambar 22) dan selain itu juga dilakukan pengamatan
secara visual. Pengamatan kuda estrus dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu hari
yaitu pada pagi, siang dan sore hari.
England (2004) menyatakan bahwa lama siklus estrus kuda adalah 21 2 hari,
dengan periode estrus 4-7 hari dan lama diestrus 14-16 hari. Menurut Morel (2002)
siklus estrus dari kuda adalah 21 hari dan lama periode estrus dapat mencapai 2-10
hari dengan rataan lima hari. Hal ini sedikit berbeda jika dibandingkan dengan
keledai, menurut Blanchard et al. (1999) lama siklus estrus keledai adalah 23,3 2,6
hari dengan lama estrus 5,9 2,1 hari dan ini hampir sama dengan pernyataan
Taberner et al. (2008) yang menyatakan bahwa keledai mempunyai lama siklus estrus
24,90 0,26 hari dengan lama periode estrus 5,64 0,20 hari dan lama diestrus 19,83
0,36 hari. Berdasarkan hasil observasi, kuda yang berada di memiliki lama diestrus
14,86 3,58 hari.
Menurut Samper (2008) untuk meningkatkan laju kebuntingan pada kuda,
sebaiknya dikawinkan 48 jam sebelum ovulasi dengan kawin alam, 12-24 jam
sebelum ovulasi jika dilakukan dengan inseminasi menggunakan semen cair atau <12
jam sebelum ovulasi sampai <6 jam dengan inseminasi menggunakan semen beku,
akan tetapi untuk inseminasi dengan semen beku, deteksi estrus sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan metode USG, karena dalam hal ini semen beku memiliki angka
konsepsi yang sangat rendah. Berdasarkan data hasil lama estrus pada kuda maka
pengawinan secara alami sebaiknya dilakukan pada hari ke-dua untuk kuda dengan
lama estrus empat hari, atau pada hari ke- 3-4 untuk kuda yang mempunyai lama
estrus lima hari. Inseminasi menggunakan semen cair dapat dilakukan pada hari
ketiga untuk kuda dengan lama estrus empat hari dan hari ke-empat untuk kuda
dengan lama estrus lima hari. Apabila inseminasi dengan menggunakan semen beku
sebaiknya dilakukan pada hari ke-empat untuk kuda dengan lama estrus empat hari
dan hari ke-lima untuk kuda dengan lama estrus lima hari, dengan catatan deteksi
estrus harus dilakukan melalui USG. Ovulasi terjadi 24 jam sebelum akhir estrus
sehingga biasanya kuda yang memiliki lama estrus lima hari dikawinkan pada hari ke-
empat atau ke-lima. Selain itu hal ini didasarkan pada kemampuan sperma yang diuji
secara in vitro dapatbertahan 24-72 jam didalam saluran reproduksi betina dan ovum
hanya dapat bertahan 8-12 jam (Morel, 2002). Pengawinan kuda induk di Denkavkud
dilakukan secara berturut-turut dari hari pertama estrus hingga hari ke-tiga. Hal ini
dapat dikatakan kurang efektif, karena hasil rataan lama periode estrus yang telah
diketahui adalah 4,950,5 hari. Dengan demikian alangkah baiknya apabila kuda
tersebut dikawinkan pada 48 jam menjelang akhir estrus. Berdasarkan hasil observasi
kuda yang tergolong kedalam umur yang lebih tua cenderung memiliki lama siklus
estrus yang lebih panjang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Carnevale (2008), bahwa
kuda betina yang berumur lebih tua akan menunjukkan siklus estrus yang lebih
panjang jika dibandingkan dengan kuda yang berumur muda, sedangkan untuk lama
periode estrus tidak begitu berbeda diantara kuda yang tergolong umur muda (13-17
tahun) dengan kuda yang tergolong kedalam umur tua (20-21 tahun).
8. Faktor yang Mempengaruhi Lama Siklus dan Periode Estrus
Faktor-faktor yang mempengaruhi lama siklus dan periode estrus ini adalah faktor
iklim, pencahayaan (fotoperioditas), pakan dan umur. Kuda yang berada di negara
empat musim bersifat seasonally polyestrus (estrus yang berulang pada musim
kawinnya) yang terjadi pada akhir musim semi, panas hingga awal musim gugur
sekitar bulan Mei hingga Oktober (England, 2004). Terjadinya musim kawin pada
kuda di daerah subtropis terkait dengan pembentukan hormon melatonin yang
dibentuk pada saat gelap, dikarenakan pada musimgugur dan musim dingin kondisi
gelap jauh lebih panjang dibandingkan dengan terang, hal ini mengakibatkan
konsentrasi melatonin yang terbentuk tinggi, sehingga menekan pelepasan GnRH dari
hipothalamus. Dengan tidak disekresikannya GnRH, maka FSH dan LH tidak
dihasilkan oleh hipofisa, padahal FSH dan LH adalah hormon yang berperan dalam
perkembangan folikel dan ovulasi. Kondisi ini disebut dengan anestrus dimana kuda
tidak mengalami estrus (England, 2004). Kuda di negara empat musim akan
mengalami beberapa fase menuju siklus estrus yang normal yaitu terdiri dari kondisi
anestrus, masa transisi, dan fase ovulatori (masa estrus) (Gambar 13). Pada musim
dingin pertengahan November hingga pertengahan Februari kuda pada umumnya
berada dalam kondisi anestrus. Masa transisi dimulai pada saat menjelang musim
semi pertengahan Februari hingga Mei, folikel pada kondisi ini berukuran kecil dan
tidak memiliki kemampuan untuk berovulasi, sehingga membutuhkan waktu yang
cukup lama sampai folikel tersebut matang dan mampu berovulasi yang ditandai
sebagai awal dimulainya siklus estrus secara normal.
Gambar 13. Fase Siklus Estrus Kuda Betina pada Iklim Subtropis
Sumber : Slusher et al. (2004)
Lamanya estrus pada kuda betina dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
(1)ovarium kebanyakan dikelilingi oleh sebuah lapisan serosa dan beberapa folikel
bermigrasi untuk mencapai foosa ovulatoris sehingga terjadi ovulasi; (2) ovarium
kurang sensitif terhadap hormon FSH daripada spesies lain (unggas dan domba),
sehingga proses sebelum ovulasi (pre ovulatory) dalam perkembangan folikelnya
memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran yang maksimal; dan (3) kadar
LH yang rendah dibandingkan dengan kadar FSH dan hal tersebut menyebabkan
tertundanya ovulasi (Hafez dan Hafez, 2000c). Kuda atau pun ternak lain dapat
mengalami keterlambatan ovulasi. Ovulasi yang tidak sempurna atau ovulasi yang
tertunda dapat terjadi akibat adanyakekurangan nutrisi yang dibutuhkan. Kekurangan
nutrisi pada ternak dapat menyebabkan penurunan perkembangan folikel ovarium
(Gil, 2003; Robinson, 1996). Schillo et al. (1992) menyatakan bahwa energi tubuh
yang cukup diperlukan untuk memproduksi LH. Selain itu dinyatakan pula bahwa
pengaruh nutrisi dan musim lebih menentukan mekanisme fisologis reproduksi pada
ternak dibandingkan dengan manajemen, terutama dalam pencapaian umur pubertas.
Menurut Carnevale (2008) umur akan mempengaruhi fungsi dari ovarium dinyatakan
pula bahwa kuda betina yang berumur 17-19 tahun akan menunjukkan siklus estrus
yang lebih panjang jika dibandingkan dengan kuda umur 5-7 tahun. Pada kuda betina
umur 17-19 tahun fase folikuler semakin pendek dengan laju pertumbuhan folikel
yang lambat. Hal ini disebabkan konsentrasi FSH yang tinggi pada saat fase luteal
sehingga terdapat folikel dominan pada akhir fase luteal, tanpa diiringi aleh
peningkatan LH, dan pada saat fase folikuler konsentrasi hormon estrogen yang
dihasilkan rendah. Lama fase luteal (diestrus) tidak terjadi perbedaan diantara kuda
yang berumur 17-19 tahun dengan kuda yang berumur 5-7 tahun. Selain itu ukuran
folikel yang diovulasikan oleh kuda betina yang tua cenderung memiliki ukuran yang
lebih kecil.
9. Perkawinan
Umur kuda betina yang dikawinkan paling tidak harus mencapai 3-4 tahun,
sedangkan untuk kuda pejantan adalah empat tahun keatas. Konformasi tubuh kuda
dapat dilihat secara kasat mata. Konformasi dalam hal ini merupakan suatu keadaan
dari bagian tubuh kuda yang mendukung dalam aktiviatas reproduksi, misalnya
memiliki tulang punggung dan kaki yang kuat, dengan konformasi tulang pelvis yang
baik, semua ini berperan dalam menunjang dan memudahkan proses kebuntingan.
Konformasi yang baik adalah konformasi yang seimbang pada setiap bagian tubuh
kuda. Kondisi umum tubuh kuda dilakukan melalui kontrol kesehatan, sehingga kuda
pejantan maupun betina hanya boleh dikawinkan jika berada dalam kondisi sehat.
Kuda dikawinkan secara alami (Gambar 14). Kuda yang siap kawin berada di
kandang. Kuda betina dikawinkan sebanyak 2-3 kali setelah diketahui estrus secara
berturut-turut dari hari pertama estrus. Menurut Morel (2002) kawin alam pada kuda
merupakan suatu kondisi dimana ternak kuda jantan akan menghampiri kuda betina
yang sedang estrus dengan sendirinya untuk dikawini. Pengawinan pada kuda hanya
dilakukan pada pagi hari.
A. Kesimpulan
Organ genitalia kuda betina terdiri atas dua buah ovarium, dua buah tuba fallopii,
uterus, vagina dan vulva. Organ genitalia jantan terdiri atas testis, vas deferens, k.prostat,
vesikula seminalis, k.cowper, dan penis. Lama siklus estrus kuda adalah 19,21 3,67 hari
denganlama periode estrus 4,95 0,5 hari. Berdasarkan rataan periode estrus tersebut,
sebaiknya kuda dikawinkan pada hari ke-dua untuk kuda dengan periode estrus empat
hari, atau pada hari ke- 3-4 untuk kuda yang mempunyai periode estrus lima hari.
Inseminasi dengan semen cair dapat dilakukan pada hari ke-tiga untuk kuda dengan
periode estrus empat hari dan hari ke-empat untuk kuda dengan periode estrus lima hari.
Apabila inseminasi dengan semen beku sebaiknya dilakukan padaakhir estrus dengan
bantuan USG. Gejala kuda estrus meliputi nafsu makan menurun, bersautan suara dengan
pejantan, urinasi saat melihat pejantan, winking, mengeluarkan lendir, tidak menolak jika
didekati pejantan dan berada dalam posisi siap kawin atau menghampiri pejantan, vulva
kuda yang sedang estrus terlihat besar dan frekuensi urinasi yang cenderung meningkat
dan mengangkatkan ekornya dalam waktu yang relatif lama.
B. Saran
Perbaikan manajemen pengawinan kuda perlu dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas dan keberhasilan pengawinan kuda. Beberapa hal yang dapat dilakukan
meliputi: (1) Mengikat ekor kebelakang saat mengawinkan agar tidak menghalangi
pejantan saat melakukan kopulasi; (2) Menjaga kebersihan induk yang akan dikawinkan;
(3) Pendeteksian estrus yang dilakukan setiap hari secara teratur dan konsisten minimal
dua kali yaitu pada pagi dan sore hari, sehingga adanya gejala estrus dapat teramati dan
tidak terlewatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Blanchard, T.L., T.S Taylor and C.L. Love. 1999. Estrous cycle characteristics
and response to estrous synchronization in mammoth asses (Equus
Asinusamericannus). J. Theriogenology. TX 77843-4475: 830-832.
Blanchard, T.L. and T.S. Taylor. 2005. Estrous Cycle Characteristics of Donkeys
with Emphasis on Standard and Mammoth Donkeys. Texas Veterinary
Medical Center, Texas A&M University, College Station, TX, USA.
http://www.ivis.org/.[1 Juni 2010].
England, G.C.W. 2004. Fertility and Obstetries in the Horse. 3 rd Ed. Republika
Press Pvt.Ltd, Kundli.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Ke-4. Terjemahan:
Srigandono, B dan Praseno, K. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Gaman, P.M. dan Sherrington K.B. 1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi. Edisi ke-2. Terjemahan: Murdjiati, Naruki, Murdiati dan
Sardjono. Gadjah Mada Unversity Press, Yogyakarta.
Hafez, E.S.E and B Hafez. 2000b. Reproductive Cycle. In: Hafez E.S.E and B
Hafez (Eds). Reproduction in Farm Animals. 7 th ed. Lippincot Willkins &
Wilkins, Philadephia.
Hafez, E.S.E and B Hafez. 2000c. Horses. In: Hafez E.S.E and B Hafez (Eds).
Reproduction in Farm Animals. 7th ed. Lippincot Willkins & Wilkins,
Philadephia. Hartadi, H., Hilman, A.D,
Reksohadiprodjo, Soedomo. 1993. Tabel KomposisiPakan untuk Indonesia.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.