Diktat H NMR
Diktat H NMR
A. PENDAHULUAN
Spektroskopi 1H NMR mampu menyuguhkan informasi yang cukup detail mengenai
struktur molekul suatu senyawa organik. Lingkungan kimia proton dalam molekul dapat
digambarkan secara jelas. Sementara posisinya dalam ruang masih terbatas
digambarkan. Di awal penemuan alat ini hingga akhir tahun 1950-an telah memberikan
perubahan yang sangat besar dalam perkembangan ilmu kimia organik.
2-butanol
Keadaan spin inti memiliki tingkat energi yang berbeda dalam medan magnet, karena
inti atom merupakan sebuah partikel bermuatan dan semua partikel yang bergerak akan
menimbulkan medan magnet disekitarnya. Karenanya, inti atom memiliki momen
magnet () akibat muatan dan spin intinya. Inti hidrogen memiliki spin -
(berlawanan arah) dan + (searah jarum jam), serta momen magnet inti () dalam dua
arah yang berlawanan.
Fenomena resonansi magnet inti akan terjadi jika inti yang berada dalam lingkungan
medan magnet, menyerap energi dan spin intinya mengalami perubahan orientasi
sehubungan medan magnet tersebut. Besarnya energi yang diserap inti supaya proses
resonansi terjadi, adalah sama dengan besarnya selisih energi antara dua keadaan spin
inti, yaitu keadaan searah medan magnet (+) dengan keadaan berlawanan arah medan
magnet (-). Besarnya selisih energi ini merupakan fungsi dari medan magnet luar (B 0).
Semakin besar medan magnet luar yang mempengaruhi inti semakin besar pula selisih
energi keadaan dua spin inti. Selain dipengaruhi medan magnet luar, selisih energi
keadaan dua spin inti juga dipengaruhi oleh apa yang disebut dengan rasio magnetogirik
(). Setiap inti memiliki rasio momen magnet dengan momentum angular yang berbeda-
beda karena perbedaan massa dan muatan masing-masing inti.
Jika harga tetapan dari suatu proton dimasukkan dalam persamaan diatas, maka suatu
proton yang tidak terlindungi (unshielding) akan menyerap frekuensi radiasi sebesar
42,6 MHz pada medan magnet 1 Tesla (10.000 Gauss) atau menyerap frekuensi radiasi
60,0 MHz pada medan magnet 1,41 Tesla (14.100 Gauss). Tabel berikut menunjukkan
hubungan frekuensi radiasi yang diserap dengan kuat medan magnet dari beberapa inti
untuk proses resonansi.
Tabel 4.2. Frekuensi dan Kuat Medan Magnet Untuk Resonansi Setiap Inti
Isotop Kelimpahan Kuat medan, B0 Frekuensi, Rasio Magnetogirik,
dialam (%) (Tesla*) (MHz) (radian/Tesla)
1
H 99,98 1,00 42,6 267,53
1,41 60,0
2,35 100,0
4,70 200,0
7,05 300,0
2
H 0,0156 1,00 6,5 41,1
13
C 1,108 1,00 10,7 67,28
1,41 15,1
2,35 25,0
4,70 50,0
7,05 75,0
19
F 100,0 1,00 40,0 251,7
31
P 100,0 1,00 17,2 108,3
* 1 Tesla = 10.000 Gauss
Untuk sebuah proton, jika kuat medan magnet 1,41 T dan resonansi terjadi pada
frekuensi 60 MHz, E dari dua keadaan spin inti + dan - adalah 2.39 x 10 -5 kJ/mol.
Selisih energi ini sangat kecil sehingga distribusi spin inti pada keadaan + dan -
hampir sama atau kelimpahan spin inti pada keadaan berenergi rendah sedikit lebih
banyak dibandingkan pada keadaan berenergi tinggi. Distribusi spin inti pada dua
keadaan ini dapat dihitung dengan persamaan distribusi Boltzman.
N -1/2
= e- AE / k T = e- h v / k T
N +1/2
h = 6,624 x 10 -34 J dt
k = 1,380 x 10 -23 J/K molekul
T = temperatur absolut (K)
Misalkan pada temperatur 298 K (25 0C) dan frekuensi alat (instrumen) 60,0 MHz,
harga N- / N + adalah 0,999991. Hal ini berarti kelimpahan inti pada keadaan +
dan - perbandingannya adalah 1.000.000 : 1.000.009 atau dengan kata lain pada
keadaan berenergi rendah terdapat kelebihan inti sebanyak 9 buah. Dengan cara
perhitungan yang sama, dapat diketahui bahwa peningkatan frekuensi alat yang
digunakan akan meningkatkan kelebihan spin inti pada keadaan berenergi rendah (+).
Dengan meningkatnya kelebihan inti pada keadaan + akan meningkatkan sensitivitas
alat dan sinyal resonansi makin kuat karena jumlah spin inti yang mengalami transisi
meningkat.
Tabel 4.3. Variasi Kelebihan Inti 1H berenergi Rendah dengan Frekuensi Alat
Frekuensi (MHz) Kelebihan Inti
20 3
40 6
60 9
80 12
100 16
200 32
300 48
600 96
2-bromopropana memiliki dua set proton yang ekivalen sehingga akan menghasilkan
dua sinyal proton pada spektrum 1H NMR. Dua gugus metil (C-1 dan C-3) akan
menghasilkan satu sinyal proton karena adanya simetri dari C-2. Sinyal proton yang lagi
satu adalah sinyal proton metin (C-2). Beberapa contoh senyawa lainnya terdapat pada
Gambar berikut.
a b c a b a a a
CH3 CH2 CH2Br CH3 CH CH3 CH3 O CH3
Br
3 sinyal 2 sinyal 1 sinyal
a b a a b b a a b c
CH3 CH2 CH3 CH3 CH2 CH2 CH3 CH3 O CH2 CH3
a b a b a d
H CH3 H CH3 H CH3
H CH3 CH3 H H H
a b b a b c
2 sinyal 2 sinyal 4 sinyal
a c
H H NO2
H Ha H Hb H Ha
a b a
H Ha H H H H
a a a a a
H a NO2 NO2
3. Proton asam, proton ikatan hidrogen dan proton yang dapat ditukar
Kerapatan elektron yang menyelimuti proton asam sangat rendah, sehingga untuk
beresonansi memerlukan medan magnet yang sangat kecil. Geseran kimia proton
asam berkisar pada 10 -12 ppm.
Proton yang berada dalam bentuk ikatan hidrogen memiliki geseran kimia yang
bervariasi dengan kisaran geseran kimia yang besar. Temperatur dan konsentrasi
sangat berpengaruh terhadap keberadaan ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen semakin
lemah seiring dengan naiknya temperatur, sehingga kerapatan elektron yang
menyelimuti proton semakin bertambah. Hal ini akan menyebabkan perubahan
geseran kimia menjadi lebih kecil. Seperti efek temperatur, perubahan konsentrasi
akan mempengaruhi eksistensi ikatan hidrogen. Semakin encer konsentrasi suatu
larutan akan menyebabkan jarak antar molekul semakin jauh, sehingga peluang
terbentuknya ikatan hidrogen semakin kecil. Semakin encer konsentrasi larutan akan
menyebabkan penurunan geseran kimia proton. Geseran kimia proton dalam larutan
pekat berkisar 4 - 5 ppm, sementara dalam larutan encer berkisar 0,5 - 1,0 ppm.
Untuk proton yang dapat ditukar, geseran kimianya sangat bervariasi mengingat
pertukaran dapat terjadi antar proton dalam molekul yang berbeda dan antar proton
dengan pelarut. Bahkan pertukaran proton dengan pelarut dapat menghilangkan
sinyal proton tersebut, karena pelarut yang lazim digunakan dalam pengukuran
1
H NMR adalah pelarut terdeuterosasi. Pada pelarut terdeuterosasi, semua proton
disubstitusi dengan deuterium (2H) yang tidak terdeteksi dalam 1H NMR, sehingga
diharapkan tidak menggangu sinyal proton dari sampel yang diukur.
4. Efek anisotropi
Ada anomali geseran kimia proton yang terikat pada atom karbon dengan sistem tak
jenuh (memiliki elektron ). Misalnya proton pada benzena. Dalam lingkungan
medan magnet, elektron dari cincin aromatik akan terinduksi untuk berputar
sekitar cincin. Perputaran elektron ini disebut putaran arus (ring current). Perputaran
elektron ini akan menimbulkan medan magnet, yang nantinya berpengaruh terhadap
ketebalan elektron yang mengelilingi proton benzena. Efek anisotropi ini akan
menyebabkan efek deshielding (berkurangnya ketebalan elektron) disekitar proton
benzena. Akibatnya, proton benzena menjadi lebih mudah beresonansi dibandingkan
proton alkena. Hal yang sama juga terjadi pada proton dari aldehid. Adanya elektron
pada gugus karbonil menimbulkan efek deshielding, sehingga proton aldehid
beresonansi pada energi yang rendah. Sementara proton yang secara stereokimia
berada diatas cincin benzena (aromatik) dan proton pada alkuna akan mengalami
efek shieding. Perputaran elektron justru menambah ketebalan awan elektron yang
mengelilinginya, sehingga memerlukan energi yang lebih tinggi untuk beresonansi.
Efek anisotropi elengkapnya digambarkan pada Gambar berikut.
F. KOPLING SPIN-SPIN
Kopling scalar atau tak langsung dari spin inti melalui ikatan kovalen akan
menyebabkan terjadinya splitting (pembelahan) sinyal NMR menjadi multiplet pada
spektroskopi NMR resolusi tinggi. Kopling dipol atau kopling secara langsung diantara
spin inti melalui ruang hanya dapat teramati pada NMR padatan. Dalam larutan, kopling
dipole akan hilang akibat adanya pergerakan molekul.
Kopling konstan
Kopling konstan adalah perbedaan frekuensi (J) dalam satuan Hz antara dua garis
multiplet sederhana. Besarnya harga kopling konstan tidak tergantung pada kuat medan
magnet. Besarnya harga kopling konstan menunjukkan seberapa kuat suatu inti
dipengaruhi oleh spin inti tetangganya. Kopling konstan merupakan bukti adanya
interaksi antar inti yang berdekatan. Pada spektroskopi NMR resolusi tinggi, kopling
dapat terjadi melalui satu ikatan (kopling sederhana), dua ikatan (kopling geminal), tiga
ikatan (kopling vicinal), empat dan lima ikatan (kopling jarak jauh). Kopling dapat
terjadi antar inti 1H, 2D, 13C, 19F, dan 31P. Namun, kopling yang akan dibahas pada bab
ini adalah kopling antar 1H dengan 1H, dan terbatas dalam bentuk kopling dua ikatan
dan kopling tiga ikatan.
Perubahan harga kopling konstan biasanya menandakan (ciri) dari struktur molekul atau
menandakan posisi stereokimia dari kedua inti. Cis-alkena dengan trans-alkena dapat
dibedakan dengan memperhatikan harga kopling konstan proton vinilnya. Sudut
dihedral () antara dua proton yang saling kopling akan menentukan besarnya harga
kopling. Secara matematis, hubungan antar sudut dihedral () kedua proton dengan
harga tetapan kopling digambarkan dalam bentuk kurva Karplus. Besarnya harga
kopling juga dapat dihitung dengan persamaan Karplus yaitu :
JHH = A + B cos + C cos 2 (dimana A=7, B= -1, C =5)
H
H
Sudut dihedral ()
Gambar 4.6. Hubungan sudut dihedral proton () dengan harga kopling (J)
Hubungan antara sudut dihedral proton () dengan harga kopling terlihat jelas pada
senyawa turunan ter-butilsikloheksana. Gugus ter-butil merupakan gugus yang besar
sehingga akan memilih konformasi equatorial untuk mengurangi energi tolakan dalam
molekul. Dua proton bertetangga dengan sudut dihedral yang berbeda akan
menghasilkan kopling konstan yang berbeda pula.
a,a e,e
HA
HA
(H3C)3C (H3C)3C HB
HB
J = 10 - 14 Hz J = 4 - 5 Hz
a,e
HA
(H3C)3C HB
J = 4 - 5 Hz
Tabel 4.6. Jenis dan Harga Kopling Konstan (Hz) Yang Lazim dijumpai
Beberapa Tetapan Kopling Tiga Ikatan (JXY)
HCCH 6 8 Hz HC=CH cis 6 15 Hz
trans 11 18 Hz
13
CCCH 5 Hz H C = C 19F cis 18 Hz
trans 40 Hz
19 19
FCCH 5 20 Hz F C = C 19F cis 30 40 Hz
trans -120 Hz
19
F C C 19F -3 (-20) Hz
31
PCCH 13 Hz
31
POCH 5 13 Hz
Tabel 4.7. Variasi Harga Kopling dengan Sudut Velensi dari Alkena Siklik (Hz)
H H
H H H
H H H
H H
CH3 CH2 - Br
CH3
CH2
Secara umum pemecahan spin orde satu mengikuti aturan segitiga Pascal, baik dari segi
multiplisitas (jumlah) maupun dari intensitas puncak. Sinyal proton doblet (dua puncak)
memiliki intensitas puncak relatif 1 : 1, sinyal proton triplet (tiga puncak) memiliki
intensitas relatif 1 : 2 : 1, dan begitu seterusnya seperti tertera pada tabel berikut.
Tabel 4.8. Intensitas Relatif dan Pola Umum Pemecahan Spin Proton
Jumlah Proton Sinyal
tetangga proton Intensitas relatif
0 Singlet 1
1 Doblet 1 1
2 Triplet 1 2 1
3 Kuartet 1 3 3 1
4 Kuintet 1 4 6 4 1
5 Sektet 1 5 10 10 5 1
6 Septet 1 6 15 20 15 6 1
Hb H d
CC CH3
a
H c O C CH3 2,15 ppm
singlet
O
Hd Hc Hb
7,28 ppm 4,88 ppm 4,05 ppm
dd 7,0 dan 14 Hz dd 1,5 dan 14 Hz dd 1,5 dan 7,0 Hz
H H H3C CH3
Homotopik proton
Homotopik proton selalu identik, tidak ada kopling sesamanya sehingga memberikan
satu serapan pada NMR. Cara sederhana untuk mengetahui homotopik proton adalah
dengan cara mengganti salah satu proton dengan gugus lain. Lakukan penggantian pada
salah satu proton secara bergantian sehingga akan diperoleh dua molekul yang lain.
Analisa hubungan kedua molekul yang dihasilkan, apakah identik atau bukan.
Homotopik metil juga dapat diuji dengan cara yang sama.
Enansiotopik proton
Enansiotopik proton akan memberikan satu serapan NMR, tetapi akan berbeda jika
ditempatkan dalam lingkungan kiral atau direaksikan dengan reagen kiral. Pengujian
enansiotopik proton atau enansiotopik gugus metil juga dilakukan dengan cara yang
sama pada pengujian homotopik proton.
Diastereotopik proton
Diastereotopik proton merupakan tidak identik proton, sehingga memberikan serapan
yang berbeda pada NMR dan akan mengalami pembelahan (spliting) satu sama lain
sebesar tetapan kopling konstan geminal.
HA diganti HB diganti
HA HB D H H D
X X X X X X
HA HB D H H D
X Y X Y X Y
Enansiotopik Enansiomer
HA HB D H H D
X Y* X Y* X Y*
Diastereotopik Diastereomer
(Y* = suatu pusat kiral)
G. Benzena Tersubstitusi
Cincin fenil umum ditemukan pada senyawa organik, sehingga pengetahuan tentang
serapan NMR dari senyawa-senyawa ini sangat penting. Selain adanya efek anisotropi
yang mampu mempengaruhi geseran kimia proton pada cincin fenil, keberadaan
substituen juga sangat berpengaruh. Substituen yang bersifat pendorong elektron seperti
gugus metoksi dan amino, mampu menggeser geseran kimia proton kearah shielding,
sebaliknya substituen yang bersifat penarik elektron akan memberikan efek deshielding.
Pada tabel berikut digambarkan pengaruh substituen terhadap geseran kimia proton dari
1,4-disubstitusi benzena dengan dua subsituen yang sama. Karena keempat proton
benzena secara kimia dan magnetik sama, tentu hanya satu sinyal proton aromatik yang
muncul pada spektrum 1H NMR senyawa tersebut.
Tabel 4.9 Pengaruh substituen terhadap geseran kimia proton benzena-1,4-disubstitusi
Subsituen X (ppm) Karakter X
Monosubstitusi benzena
Pada monosubstitusi benzena, baik yang memilki substituen pendorong atau penarik
elektron, kelima proton aromatik (2H orto, 2H meta, dan 1H para) akan muncul berupa
singlet jika spektrum diukur pada 60 MHz. Hal ini sangat lazim meskipun proton orto,
meta dan para tidak ekivalen secara kimia. Penyebab utamanya adalah ketidakmampuan
alat untuk membedakan perbedaan geseran kimia proton tersebut yang cukup kecil.
Akan tetapi bila spektrum diukur dengan alat 300 MHz atau lebih, ketiga jenis proton
tersebut akan muncul terpisah, dan urutan posisinya dipengaruhi oleh karakter
substituen apakah pendorong atau penarik elektron. Proton aromatik posisi orto akan
muncul paling shielding bila substituen pada cincin aromatik bersifat sebagai pendorong
elektron karena resonansi akan meningkatkan kerapatan elektron diposisi tersebut.
Sebaliknya akan paling deshielding jika substituennya bersifat penarik elektron karena
kerapatan elektron diposisi tersebut berkurang. Hal ini dapat dijelaskan dengan
menggambarkan resonansi elektron antara substituen dengan cincin aromatik.
CH3 CH3 CH3 CH3
:
+
:
:O + O O + O
_ _
: :
_
:
_ _ _
: O : : :
:
: :
: :
: :
H O H H O H O
+ +
+
Gambar 4.10 Resonansi gugus pendorong elektron (atas) dan gugus penarik elektron
(bawah) dengan cincin aromatik.
Karena proton-proton aromatik pada monosubstitusi benzena berbeda secara kimia,
tentu antara proton-proton tersebut akan terjadi kopling satu sama lain, dan secara
umum akan mengikuti aturan pemecahan orde dua. Dua proton posisi orto terhadap
substituen (H2 dan H6) akan muncul doblet doblet akibat kopling orto dengan H3 dan
kopling meta dengan H4. Sementara dua proton posisi meta terhadap subtituen (H 3 dan
H5) akan muncul triplet akibat kopling orto dengan H 2 atau H6 dan H4, begitupula satu
proton posisi para terhadap substituen (H4) yang muncul triplet akibat kopling dengan
(H3 dan H5).
CH3
CH3 CH3 O
CH3 O
CH3 O
OH
m. n. o.
CH2Br H3C CH3
H3C CH2CH3
b.
8. Tentukanlah struktur molekul senyawa berikut !
RM C9H12
Pavia, D.L., Lampman, G.M., and Kriz, G.S., 1996, Introduction to Spectroscopy, A
Guide for Students of Organic Chemistry, 2nd edition, Saunders College
Publishing, USA,
Silverstein RM, Bassler GC, Morrill TC, 1991, Spectrometric Identification of Organic
Compounds, 5th ed., John Wiley & Sons, USA
Cresswell, CJ., Runquist, OA., Campbell, MM., 1982, Analisis Spektrum Senyawa
Organik, (diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro),
Penerbit ITB, Bandung
Dudley W., and Fleming I., 1995, Spectroscopic Methods in Organic Chemistry,
McGraw Hill Higher Education
Bruice PY, 2005, Organic Chemistry, 4th ed, John Wiley & Sons, USA