Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot
ekstrim. Kebanyakan kasus nyeri karena fraktur sekarang di akibatkan oleh
tingginya angka kecelakaan yang terjadi di jalan raya yang di akibatkan oleh
rendahnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan alat-alat yang
memenuhi standar keselamatan dalam berkendaraan. Seperti menggunakan
helm yang standar untuk pengendara sepeda motor dan menggunakan sabuk
pengaman untuk pengendara mobil. Klien dengan fraktur femur datang
dengan nyeri tekan akut, pembengkakan nyeri saat bergerak dan spasme otot.
Mobilitas atau kemampuan fisik klien untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari perubahan dan klien perlu belajar bagaimana menyesuaikan
aktivitas dan lingkungan untuk mengakomodasikan diri dengan menggunakan
alat bantu dan bantuan mobilitas.1
Fracture healing merupakan suatu proses reparasi dari sistem
muskuloskeletal untuk mengembalikan integritas skeletalnya. Proses biologi
ini berlangsung sebagai konsekuensi dari sejumlah peristiwa-peristiwa
biologis yang mengakibatkan pemulihan jaringan tulang, sehingga
dimungkinkan muskuloskeletal dapat berfungsi kembali. Yang bertanggung
jawab terhadap fracture healing adalah debridement, stabilisasi dan
remodeling pada tempat fraktur tanpa fiksasi rigid.2
Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada
anak-anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan yang positif,
sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang negatif.
Remodeling juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur. Proses
penyembuhan terutama tergantung karena resorbsi osteoclast dari tulang yang
diikuti pembentukan tulang baru oleh osteoblast. Pemahaman terhadap
pembentukan, pertumbuhan, maturasi serta proses penyembuhan tulang

1
merupakan hal yang sangat penting. Dengan mempelajari dan memahami
fracture healing, maka penentuan treatment dan prognosis terhadap pasien
yang menderita fraktur akan semakin baik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengukur pergerakan. Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang
lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi sistem muskuloskeletal
yang optimum. Aktivitas gerak tubuh manusia tergantung pada efektifnya
interaksi antara sendi yang normal unit-unit neuromuskular yang
menggerakkannya. Elemen-elemen tersebut juga berinteraksi untuk
mendistribusikan stress mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, ligamen,
rawan sendi dan tulang saling bekerjasama dibawah kendali sistem saraf agar
fungsi tersebut dapat berlangsung dengan sempurna.3
1. Tulang
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif,
proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh metabolisme kalsium,
mineral dan organ hemopoetik.5
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan
fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun
pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang disebut
juga sebagai osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang
kaku dan memberikan ketegangan tinggi pada tulang. Materi organik lain
yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.5
a. Bagian-bagian dari tulang panjang yaitu:
1) Diafisis ( batang )
Merupakan bagian tengah tulang yang berbentuk silinder, bagian
ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.
2) Metafisis
Adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekula atau spongiosa
yang mengandung, sumsum merah.metafisis juga menopang sendi

3
dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon
pada epifisis.
3) Epifisis
Lempeng epifisis adalah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian
epifisis yang letaknya dekat dengan sendi tulang panjang bersatu
dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum,
yaitu: yang mengandung sel-sel yang berproliferasi dan berperan
dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Pada tulang
epifisis terdiri dari 4 zone, yaitu:5
a) Daerah sel istirahat
Lapisan sel paling atas yang letaknya dekat dengan epifisis
b) Zona proliferasi
Pada zona ini terjadi pembelahan sel, dan disinilah terjadi
pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktif ini didorong ke
arah batang tulang, ke dalam daerah hipertropi.
c) Daerah hipertropi
Pada daerah ini, sel-sel membengkak, menjadi lemah dan
secara metabolik menjadi tidak aktif.
d) Daerah kalsifikasi provisional
Sel-sel mulai menjadi keras dan menyerupai tulang normal.
Bila daerah proliferasi mengalami pengrusakan, maka
pertumbuhan dapat terhenti dengan retardasi pertumbuhan
longitudinal anggota gerak tersebut atau terjasi deformitas
progresif bila terjadi hanya sebagian dari lempeng tulang yang
mengalami kerusakan berat.
Sebagaimana jaringan ikat lainnya, tulang terdiri dari
komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat
kolagen dan protein non kolagen. Sedangkan sel tulang terdiri
dari:5
e) Osteoblas

4
Sel tulang yang bertagunag jawab terhadap proses formasi
tulang, yaitu; berfungsi dalam sintesis matrik tulang yang disebut
osteoid, suatu komponen protein dalam jaringan tulang. Selain itu
osteoblas juga berperan memulai proses resorpsi tulang dengan
cara memebersihkan permukaan osteoid yang akan diresorpsi
melalui berbagai proteinase netral yang dihasilkan. Pada
permukaan osteoblas, terdapat berbagai reseptor permukaan untuk
berbagai mediator metabolisme tulang, termasuk resorpsi tulang,
sehingga osteoblas merupakan sel yang sangat penting pada bone
turnoven.
f) Osteosit
Sel tulang yang terbenam didalam matriks tulang. Sel ini
berasal dari osteoblas, memilliki juluran sitoplasma yang
menghubungkan antara satu osteosit dengan osteosit lainnya dan
juga dengan bone lining cell di permukaan tulang. Fungsi osteosit
belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga berperan pada trasmisi
signal dan stimuli dari satu sel ke sel lainnya. Baik osteoblas
maupun osteosit berasal dari sel mesenkimal yang terdapat di
dalam sumsum tulang, periosteum dan mungkin endotel
pembuluh darah. Sekali osteoblas mensintesis osteosid, maka
osteoblas akan berubah menjadi osteosit dan terbenam di dalam
osteoid yang disintesisnya.
g) Osteoklas
Sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses resorpsi
tulang. Pada tulang trabekular osteoklas akan membentuk
cekungan pada permukaan tulang yang aktif yang disebut: lakuna
howship. Sedangkan pada tulang kortikal, osteoklas akan
membentuk kerucut sedangkan hasil resorpsinya disebut: cutting
cone, dan osteoklas berada di apex kerucut tersebut. Osteoklas
merupakan sel raksasa yang berinti banyak, tetapi berasal dari sel
hemopoetik mononuklear.
2.2. Definisi Fraktur

5
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.3 Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.4 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditemukan sesuai jenis dan luasnya.5 Fraktur adalah patah tulang
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.6 Fraktur femur adalah
rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis.

Fraktur dapat dibagi menjadi:3


1. Fraktur tertutup (closed), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open, compound), terjadi bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat (menurut R. Gustillo dalam
Arif, 2000), yaitu:3
a. Derajat I:
1) Luka < 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
3) Kontaminasi minimal
b. Derajat II:
1) Laserasi > 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas
3) Fraktur kominutif sedang
4) Kontaminasi sedang

c. Derajat III:

6
a) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi
struktur kulit, otot, neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur derajat III terbagi atas:
b) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas, atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka
c) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar
atau kontaminasi massif
d) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jaringan lunak

Berbagai jenis khusus fraktur:3


a. Fraktur komplet: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah
tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi
lainnya membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau
tendo pada daerah perlekatannnya.

7
Gambar 1. Jenis jenis Fraktur
Berbagai Jenis Fraktur3

8
Fraktur femur dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur mempunyai insiden yang cukup tinggi
di antara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada
batang femur 1/3 tengah. Fraktur di daerah kaput, kolum, trokanter,
subtrokanter, suprakondilus biasanya memerlukan tindakan operatif.
b. Fraktur kolum femur
Dapat terjadi akibat trauma langsung, pasien terjatuh dengan
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda
keras seperti jalanan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum
femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai
bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita usia tua yang
tulangnya sudah mengalami osteoporosis.
Fraktur kurang stabil bila arah sudut garis patah lebih besar
dari 300 (tipe II atau tipe III menurut Pauwel). Fraktur subkapital yang
kurang stabil atau fraktur pada pasien tua lebih besar kemungkinannya
untuk terjadinya nekrosis avaskular.

Selain diatas fraktur femur juga dapat dibagi menjadi:


a. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi,
panggul dan melalui kepala femur (capital fraktur)
1) Hanya di bawah kepala femur
2) Melalui leher dari femur
b. Fraktur Ekstrakapsuler
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang
lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter. Terjadi di
bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokhanter kecil.

2.3. Definisi Penyembuhan tulang (Bone Healing)

9
Penyembuhan tulang, atau penyembuhan patah tulang, adalah proliferasi
fisiologis proses di mana tubuh memfasilitasi perbaikan dari patah tulang.
Umumnya pengobatan patah tulang terdiri dari dokter mengurangi
(mendorong) tulang dislokasi kembali ke tempatnya melalui relokasi dengan
atau tanpa obat bius, menstabilkan posisi mereka, dan kemudian menunggu
untuk proses penyembuhan alami tulang terjadi.
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang
menajubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur
dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang
hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk
mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi
segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk
penyembuhan memadai sampai tejadi konsolidasi. Factor mekanis yang
penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam
penyembuhan, selain factor biologis yang juga merupakan suatu factor yang
sangat essential dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur
berbeda pada tulang kortikal pada tulang panjang serta tulang kanselosa pada
metafisis tulang panjang atau tulang pendek, sehingga kedua jenis
penyembuhan tulang ini harus dibedakan.6

2.4. Proses Penyembuhan Tulang


Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :7,8
1. Reactive Phase
a. Fracture and inflammatory phase
b. Granulation tissue formation
2. Reparative Phase
a. Callus formation
b. Lamellar bone deposition
3. Remodeling Phase
a. Remodeling to original bone contour
Tulang merupakan organ yang memiliki banyak peranan penting, mulai dari
pembentukan mineral, pemberi bentuk dan kekuatan tubuh, serta melindungi

10
organ-organ visceral. Ketika tulang mengalami kerusakan, termasuk fraktur, maka
berbagai proses dalam tubuh akan terganggu. Sebagai reaksi tubuh terhadap
sebuah jejas, maka akan terjadi proses repair.7,8

Gambar 2. Fase Hematoma


Sesaat setelah terjadi fraktur, terdapat berbagai kerusakan pada lokasi
tersebut, diantaranya rupturnya pembuluh darah, kerusakan matrix tulang,
kematian sel, robeknya periosteum dan endosteum, dan perubahan posisi ujung
tulang yang fraktur. Selanjutnya akan terjadi perdarahan di jaringan sekitarnya,
membentuk hematoma. Benang-benang fibrin dan platelet yang berkumpul
membantu memperbaiki keadaan dengan membentuk bekuan darah untuk
melindungi membrran periosteal. Fase ini disebut Fase Hematoma (1-24 jam).7,8
Pembentukan bekuan darah mengakibatkan penurunan vaskularisasi di daerah
tersebut, sehingga menyebabkan kerusakan hingga kematian osteosit di seluruh
bagian tulang, meninggalkan lakuna-lakuna kosong. Sesaat kemudian, mulai
terjadi invasi pembuluh darah dan mulai terjadi pemulihan jaringan.
Selanjutnya, terjadi Fase Proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
selama 1-3 hari. Pada fase ini suplai darah meningkay, membawa kalsium, fosfat
dan fibroblas yang akan membentuk jaringan granulasi di sekitar fraktur. Selain
itu, datang pula sel osteoprogenitor ke daerah sumsum tulang dan mulai
bermitosis membentuk kalus internal dalam seminggu. Pembentukan sel
osteoprogenitor yang diakibatkan peningkatan aktivitas mitosis lapisan osteogenik
periosteum dan edosteum membentuk sel sumsum tulang yang belum
berdiferensiasi.7,8

11
Gambar 3. Fase pembentukan kalus
Pada hari ke 6-21, terjadi Fase Pembentukan Kalus yang menjembatani 2
fragmen tulang yang terpisah. Bagian terdalam osteoprogenitor yang mulai
tervaskularisasi tersebut berdiferensiasi menjadi osteoblas, mulai membentuk
tulang di daerah yang mengalami kerusakan, sedangkan bagian tengah yang
kurang tervaskularisasi membentuk sel kondrogenik, yang membentuk kondroblas
dan pada akhirnya membentuk kartilago di bagian luar bagian tersebut, sedangkan
bagian terluarnya tetap menjadi sel osteoprogenitor yang sedang berpoliferasi.
Hasil proliferasi osteoprogenitor ini membentuk kalus eksternal dan internal. Pada
tahap ini, secara klinis sudah terlihat bersatu, namun masih belum dapat
menyangga berat tubuh.7,8
Tahap selanjutnya adalah tahapan ossifikasi pada minggu ke 3-10, matriks
tulang rawan yang berdekatan dengan matriks tulang yang baru terbentuk, di
wilayah terdalam mengalami osifikasi, dan akhirnya membentuk tulang
cancellous. Pada akhirnya, seluruh lapisan tulang rawan berdiferensiasi menjadi
tulang primer dengan pembentukan endochondral.
Setelah terjadi penyatuan tulang oleh tulang cancellous, terjadi proses
penulangan, yakni penggantian tulang primer dengan tulang sekunder dan
pemecahan kalus. Terjadi proses penulangan intramembranosa, trabekula baru
menjadi kuat karena terjadi ossifikasi. Matriks tulang mati tadi kemudian
diresorpsi, digantikan oleh tulang yang baru, sampai semua tulang yang rusak

12
tergantikan. Proses ini mengakibatkan perbaikan fraktur dengan tulang cancellous
yang dikelilingi oleh kalus-kalus.
Tahap yang terakhir adalah remodelling, setelah sekitar 9 bulan. Tulang
primer yang terbentuk melalui proses intramembranosa digantikan oleh tulang
sekunder memperkuat area fraktur tadi, terjadi resorbsi kalus-kalus. Proses
penyembuhan telah mencapai tahap akhir dimana lokasi fraktur dapat
dikembalikan pada bentuk dan kekuatan aslinya, telah tedapat sumsum dan tulang
kompak asal.7,8

Gambar 4. Fase Remodelling

13
14
Gambar 5. Bone Healing
Setiap tulang yang mengalami cedera, misalnya fraktur karena kecelakaan,
akan mengalami proses penyembuhan. Tahapan penyembuhan tulang terdiri dari:

15
inflamasi, proliferasi sel, pembentukan kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan
remodeling.7,8
1. Tahap Hematoma dan Inflamasi7,8
Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam
daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan
mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat
terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari
daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu
daerah cincin avaskular tulang yang mati pada sisi sisi fraktur segera setelah
trauma. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 3
minggu.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan
yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung
fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah.
Tempat cidera kemudian akan diinvasi oleh magrofag(sel darah putih besar),
yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan
dan nyeri.
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama bila
ada cedera di tempat lain dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang
cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung
fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah.
Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar)
yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan,
dan nyeri. Tahap inflmasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
2. Tahap Proliferasi Sel.7,8
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-
benangfibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,

16
dan invasi fibroblastdan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro
minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan
merusak sruktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan
potensial elektronegatif.
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus
eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagi
aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat
pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel sel
mesenkimal yang berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari
penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel sel osteogenik
yang memberi penyembuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang
sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa
minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi
jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologist kalus belum mengandung
tulang sehingga merupakan suatu daerah radioluscen.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 8.
3. Tahap Pembentukan Kalus.7,8
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat matur.
Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen
sel dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler

17
kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam garam kalsium pembentuk
suatu tulang yang imatur.
Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek
secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang.
Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam
tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fargmen tulang tidak bisa lagi
digerakkan.
Bentuk tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus
atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama
terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Tahap Penulangan Kalus (Osifikasi).7,8
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi
struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap.
Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 8 dan berakhir pada
minggu ke 8 12 setelah terjadinya fraktur. Pembentukan kalus mulai
mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang, melalui
proses penulangan endokondral. Patah tulang panjang orang dewasa normal,
penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. Mineral terus
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.
Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif.
5. Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling) 7,8
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun tahun tergantung
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus
yang melibatkan tulang kompak dan kanselus stres fungsional pada tulang.
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk
bagian yang meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodeling ini perlahan lahan terjadi resorpsi secara
osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna
secara perlahan lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang

18
yang kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam akan
mengalami peronggaan untuk membentuk susmsum.
Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 12 dan berakhir sampai
beberapa tahun dari terjadinya fraktur. Tulang kanselus mengalami
penyembuhan dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak,
khususnya pada titik kontak langsung.
Selama pertumbuhan memanjang tulang, maka daerah metafisis
mengalamiremodeling(pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis
menjauhi batang tulang secara progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai
hasil proses antara deposisi dan resorpsi osteoblastik tulang secara bersamaan.
Prosesremodelingtulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada anak-anak
dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan (balance) yang positif,
sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang negative.
Remodeling juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur (Rasjad, 1998).
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang
Trauma, barupatologi,
proses ke susunan
penuaan,struktural
mal nutrisi sebelumnya. Remodelling
memerlukan waktu berbulan-bulan samapai bertahun-tahun tergantung
Rusak
beratnya modifikasi atau terputusnya
tulang kontinuitas tulang
yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus
yang melibatkan tulang kompak dan kanselus , stress fungsional pada tulang.
Tulang kanselus mengalami
Kerusakan jaringan
penyembuhan dan remodeling
Pembuluh Darah Serabut saraf
lebih cepat dari
Periosteum &
lunak dan
padakulittulang kortikal kompak, khususnya pada titikdankontak
sumsumlangsung.korteks
Ketikatulang
tulang
remodeling telah Hematoma
sempurna, muatan permukaan patah tulang tidak lagi
Hemoragi
Port
bermuatan negatif.
dentry Hilangnya
Sera
fragmen tulang
Vasodilatasi hipovolemi but
eksudat plasma dan saraf
2.5. Patofisiologi migrasi leukosit
Non Infeksi putus
Deformitas,
infeksi
hipotensi Kehilangan krepitasi,
sensasi pemendekan
inflamasi
tulang
Sembuh Delayed union
Suply O2 ke
otak Syndrom konus
Supresi saraf
menurun nodularis:
Malunion Nyeri
anestesia,ggn
defekasi, ggn
nyeri miksi,impotensi,hil
Shock angnya reflek anal
Deformitas hipovolemik,
imobilisasi kesadaran
menurun Intoleransi
Gangguan aktivitas
Body image 19

Atrofi Kerusakan Kematian


otot integritas
kulit
2.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan6
1. Faktor sistemik
a. Umur: anak-anak lebih cepat sembuh daripada orang dewasa
b. Nutrisi: nutrisi yang tidak adekuat akan enghambat proses penyembuhan
c. Kesehatan umum: penyakit sistemik seperti diabetes dapat menghambat
penyembuhan
d. Aterosklerosis: mengurangi penyembuhan
e. Hormonal: GF mendukung penyembuhan, kortikosteroid menghambat
penyembuhan
f. Obat: obat antiinflamasi non-steroid (ibuprofen) mengurangi healing
g. Rokok : kandungan nikotin pada rokok menghambat penyembuhan di fase
perbaikan
2. Faktor lokal
a. Derajat trauma lokal: fraktur yang kompleks dan merusak jaringan lunak
sekitarnya lebih sulit sembuh
b. Area tulang yang terkena: bagian metafisis lebih cepat sembuh daripada
bagian diafisis
c. Tulang abnoemal (tumor, terkena radiasi, infeksi) lebih lambat sembuh
d. Derajat imobilisasi: pergerakan yang banyak dapat menghambat
penyembuhan, weighbearing dini

2.7. Usaha Mempercepat Kesembuhan

20
Pada semua pasien dengan fraktur tulang, imobilisasi adalah hal yang
penting, karena sedikit gerakandari fragmen tulang menghambat proses
penyembuhan. Tergantung dari tipe fraktur atau prosedur pembedahan, ahli bedah
akan menggunakan bermacam alat fiksasi (seperti screws, plates, atau wires) ke
tulang yang patah untuk mencegah tulang bergerak. Selama periode imobilisasi,
weightbearing tidak diperbolehkan.
Jika tulang sembuh dengan adekuat, terapi fisik memegang kunci dalam
rehabilitasi. Program latihan yang didesain untuk pasien dapat membantu
mengembalikan kekuatan dan keseimbangan tulang dan membantu suapay dapat
beraktivitas seperti semula.
Jika tulang tidak sembuh dengan baik atau gagal sembuh, dokter bedah
ortopedi dapat memilih beberapa cara untuk meningkatkan pertumbuhan
tulang,seperti imobilisasi lanjut untuk waktu lebih lama, stimulasi tulang, atau
pembedahan dengan graft atau dengan bone growth protein.

2.8. Komplikasi Pada Fraktur Tulang


1. Komplikasi Dini
a. Cedera visceral
b. Cedera vaskuler
c. Cedera syaraf
d. Sindroma Kompartemen (Volkmanns Ischemia)
Pada sindroma kompartemen, terjadi perdarahan disertai edema.
Akibat dari edema ini, tekanan kompartemen osteofasial meningkat,
sehingga sebagai akbiatnya kapiler di sekitar luka menurun, yang
berujung pada iskemi otot. Karena iskemi otot, edema menjadi
bertambah dan iskemik menjadi-jadi (sirkulus visiosus) dan akhirnya
terjadi nekrosis otot dan saraf dalam kompartemen tersebut.
Setelah terjadi nekrosis, jaringan otot yang mati akan digantikan
dengan jaringan fibrosis yang sifatnya tidak elastis yang akan
membentuk kontraktur atau lebih dikenal sebagai Volkmann ischaemic
contracture. Biasanya sindroma kompartemen ini diakbiatkan balutan
atau gips yang terlalu kencang.

21
Pada bagian yang mengalami sindrom kompartemen, komplikasi
beresiko tinggi yang sering muncul ialah fraktur siku, lengan atas, dan
tibia proksimal. Sindroma kompartemen ini ditandai dengan 5P:
a. Pain (rasa nyeri)
b. Paresthesia (mati rasa)
c. Pallor (pucat)
d. Paralisis (kelumpuhan)
e. Pulselessness (ketiadaan denyut nadi)

2.9. Penatalaksanaan Medis


Ada empat konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan pada
waktu menangani fraktur:3
1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan
dan kemudian di rumah sakit.
a. Riwayat kecelakaan
b. Parah tidaknya luka
c. Diskripsi kejadian oleh pasien
d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah
e. Krepitus
2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak
normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan
traksi atau gips
b. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui
pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya;
pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
3. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi)

22
4. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan
dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program
pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck)

2.10. Penatalaksanaan umum3


1. Atasi syok dan perdarahan, serta dijaganya lapang jalan nafas
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,
mencegah bertambahnya kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya
kedudukan fraktur.

3. Fraktur tertutup:
a. Reposisi, diperlukan anestesi. Kedudukan fragmen distal
dikembalikan pada alligment dengan menggunakan traksi.
b. Fiksasi atau imobilisasi
Sendi-sendi di atas dan di bawah garis fraktur biasanya di
imobilisasi. Pada fraktur yang sudah di imobilisasi maka gips
berbantal cukup untuk imobilisasi.
c. Restorasi (pengembalian fungsi)
Setelah imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan kekakuan
sendi, dimana hal ini diatasi dengan fisioterapi.
4. Fraktur terbuka:
a. Tindakan pada saat
pembidaian diikuti dengan menutupi daerah fraktur dengan kain
steril (jangan di balut)
b. Dalam anestesi,
dilakukan pembersihan luka dengan aquadest steril atau garam
fisiologis
c. Eksisi jaringan yang
mati
d. Reposisi

23
e. Penutupan luka
Masa kurang dari 6-7 jam merupakan GOLDEN PERIOD, dimana
kontaminasi tidak luas, dan dapat dilakukan penutupan luka primer.
f. Fiksasi
g. Restorasi

2.11. Penatalaksanaan dengan Melakukan Fasiotomi9


1. Hemartrosis
2. Infeksi
3. Komplikasi Lanjut
4. Delayed union
Delayed union terjadi bila estimasi waktu union tercapai namun belum
union.

Hal ini mungkin disebabkan oleh:


a. Cedera jaringan lunak berat
b. Suplai darah inadekuat
c. Infeksi
d. Stabilisasi tidak adekuat
e. Traksi berlebihan

2.12. Penatalaksanaan dengan Bone Graft9


1. Non-union (delayed union >6 bulan)
Pada non-union, tidak terjadi penyambungan tulang. Tulang hanya
tersambung dengan jaringan fibrosis, sehingga pada daerah fraktur tulang
dapat bergerak (pseudoarthrosis). Pada pemeriksaan dengan sinar X, masih
terlihat dengan jelas garis fraktur. Penyebabnya adalah gangguan stabilitas.
Terdapat dua jenis non-union: atrofik (sedikit callus terbentuk, dapat diatasi
dengan bone grafting) dan hipertrofik (terdapat kalus namun tidak stabil,
umumnya akibat banyak pergerakan di lokasi fraktur)
2. Malunion

24
Pada malunion, fragmen fraktur menyatu dalam posisi patologis/deformitas
(angulasi, rotasi, perpendekan). Malunion dapat mengganggu baik secara
fungsional maupun kosmetik.
a. Kaku sendi
b. Hipotrofi/Atrofi otot
c. Miositis osifikans
Pada kelainan ini, terdapat osifikasi heterotopik pada otot. Biasanya terjadi
pasca cedera, terutama pada dislokasi siku. Pada miositis osifikans,
beberapa tanda muncul seperti bengkak local, nyeri tekan, gerak sendi yang
terbatas. Pada pemeriksaan dengan sinar X setelah lebih dari 2 minggu,
tampak gambaran kalsifikasi pada otot.9

2.13. Penatalaksanaan dengan Eksisi Massa Tulang, Indometasin, Dan


Terapi Radiasi9
1. Avascular necrosis
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia
tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Avascular necrosis ini sering
dijumpai pada caput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os.
Lunatum, dan os. Talus.
a. Algodystrophy (Sudecks atrophy)
b. Osteoarthritis

2.14 Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Penyembuhan-Prognosis


Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat
bergantung pada lokasi fraktur juga umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan
fraktur:
Masa Masa
Lokasi Fraktur Lokasi Fraktur
Penyembuhan Penyembuhan
1. Pergelangan 3-4 minggu Kaki 3-4 minggu

25
tangan
2. Fibula 4-6 minggu Metatarsal 5-6 minggu
3. Tibia 4-6 minggu Metakarpal 3.4 Minggu
d. Pergelangan kaki 5-8 minggu Hairline 2-4 minggu
5. Tulang rusuk 4-5 minggu Jari tangan 2-3 minggu
6. Jones fracture 3-5 minggu Jari kaki 2-4 minggu

Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6 minggu),


lansia (> 8 minggu). Jumlah Kematian dari fraktur: 4,3 per 100.000 dari 1.302
kasus di Kanada pada tahun 1997
Tingkat kematian dari fraktur:
a. Kematian : 11.696
b. Insiden : 1.499.999
c. 0,78% rasio dari kematian per insiden

2.15 Pemeriksaan Penunjang9


a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur: menentukan lokasi, luasnya
fraktur/trauma
b. Scan tulang: menidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi), menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma
multiple)
Peningkatan SDP: respon stres normal setelah trauma
d. Arteriografi: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau
cedera hati

26
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung,
gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrim.
Fraktur dapat dibagi menjadi:
a. Fraktur tertutup (closed), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open, compound), terjadi bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Penyembuhan tulang, atau penyembuhan patah tulang, adalah proliferasi
fisiologis proses di mana tubuh memfasilitasi perbaikan dari patah tulang.
Tahapan penyembuhan tulang terdiri dari: inflamasi, proliferasi sel,
pembentukan kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan remodeling.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan
1. Faktor sistemik
2. Faktor lokal

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, & Bare. 2005 Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner &
Suddart. Edisi 8, Vol 1, alih bahasa: Kuncara Monica Ester. Jakarta: EGC
2. Davis, K.M., Griffin, K.S., Chu, T.M.G., Wenke, J.C. et al., 2015. Muscle-
bone interactions during fracture healing. J Musculoskel Neuron Interact.
15:19
3. Arif, Mansjoer, dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica
Aesculpalus, FKUI, Jakarta.
4. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta
: EGC
5. Brunner, Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC. Jakarta
6. Price,Wilson.1995. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
4. EGC. Jakarta
7. Buckwalter, J. A., et al., 2000. Orthopaedic Basic Science-Biology and
Biomechanics of The Musculoskeletal System, Second Edition, American
Academy of Orthopaedic Surgeons, United States of America. 320-382
8. Buckley, R., 2004. General Principle of Fracture Care, Department of
Surgery, Division of Orthopaedi, University of Calgary, Canada:4-32
9. Mc Rae R. 2000. Fracture Healing, In: Practical Fracture Treatment, Third
Edition, Churchill Livingstone, London:.1-29

28

Anda mungkin juga menyukai