Anda di halaman 1dari 3

AcSI dan Persinggahan warga Himapol-Unhas sebelum ke mana-mana

ADA PERTANYAAN SEDERHANA bagi mahasiswa ketika menjelang akhir studi di


universitas. Kemana tujuan selanjutnya? Pertanyaan ini terkadang membuat mahasiswa
tingkat akhir garuk kepala. Jika tidak memiliki jawaban, bisa dipastikan Anda berada pada
situasi disorientasi.

***
Tahun 2004 silam, sejumlah mantan pengurus Himapol (Himpunan Mahasiswa Ilmu
Politik) mendirikan sebuah organisasi masyarakat sipil. Mereka menyebutnya, AcSI,
singkatan dari Active Society Institute. Tujuannya, mendorong warga sipil terlibat aktif
dalam berbagai proses pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Kegiatannya,
berkisar pada pengorganisasian masyarakat di desa, tata kelola pemerintahan desa, studi
kebijakan publik dan peningkatan kapasitas orang-orang muda.

Beberapa pendirinya adalah Tomy S. Yulianto, Ishak Salim, Risal Suaib, Himar, Ihsanul
Amri, Irawan, Ali Said, dan Muslinah Hanafi (Almarhumah). Nama-nama ini berasal dari
angkatan 90-an di program studi ilmu politik. Mereka adalah pengurus aktif Himapol
dimasanya.

Pendirian AcSI oleh sejumlah alumni Ilmu Politik menjadikan organisasi ini terikat erat
dengan warga aktif di Himapol. Tidak mengherankan, pada proses berjalannya organisasi
ini, sejumlah warga Himapol terlibat. Umumnya dari angkatan 2000-an awal. Saat itu,
mereka melakukan studi kepuasan publik atas kebijakan pemerintah kota Makassar. Selain
itu, juga melakukan pelatihan untuk aparatur pemerintah desa. Bisa dikatakan, saat itu
AcSI adalah organisasi masyarakat paling awal yang dikenal melakukan survey kebijakan
publik. Biasanya, kalaupun ada survei, maka itu dipastikan dilakukan oleh lembaga dari
Jakarta. Entah itu LP3ES, PSKK UGM, atau LSI.

Menurut cerita dari Ishak Salim, di awal program AcSI, setelah survei kepuasan publik
Makassar atas kebijakan Walikota IAS, AcSI mendapat tawaran dari Pemerintah Kabupaten
Maros melakukan pelatihan bagi aparat pemerintahan desa. Tidak tanggung-tanggung, ada
83 desa siap dilatih. Saat itu, Direktur perdana AcSI, Tomy S Yulianto (saat ini Wakil Bupati
Bulukumba) menyetujui kerjasama itu dan mobilisasi alumni Ilmu Politik Unhas pun
dilakukan. Angkatan tertua saat itu adalah M. Arifuddin Amin (1992), Ia juga menjadi salah
satu fasilitator saat itu. Kerjasama dengan pihak Pemda Maros ini tak lepas dari kelihaian
loby Alwi Hasan (Alumni Ilmu Politik, angkatan 1994). Walaupun saat itu, secara sepihak
Pemda Maros tidak melanjutkan kerjasama dengan AcSI dalam memberikan pelatihan
kepada pemerintah desa pada kluster terakhir, banyak hal telah dipelajari.

Seperti organisasi masyarakat sipil pada umumnya di Makassar, dalam perjalanannya, AcSI
mengalami pasang-surut. Saat memasuki tahap perkembangan organisasi, secara bertahap,
sejumlah pengurusnya sudah harus melangkah ke tujuan selanjutnya. Jika dicermati, selain
bekerja pada penguatan masyarakat, AcSI lebih tepat dikatakan sebagai tempat berlatih
dan menempa diri sebelum ke tempat lain.
Saat ini, generasi pertama organisasi ini sudah tersebar dengan kemampuan yang
mumpuni di bidangnya masing-masing. Sebagai peneliti, pengorganisir, politisi dan
akademisi, wakil bupati, aktivis gerakan sosial, birokrat dll.

***
Saat Alwi Hasan pergi bekerja sebagai PNS di Mamuju (2005?), Tomy Yulianto bekerja di
TNC di Kalimantan Timur (2006?) dan Ishak Salim melanjutkan studi masternya di Belanda
(2006), terjadi kevakuman di acSI. Andi Ali Said Akbar, Ihsanul Amri, Irawan dan sejumlah
anggota AcSI lainnya masih bertahan. Tapi aktivitasnya jauh berkurang. Kesibukan lain
membuat AcSI mengalami masa vakum. AcSI baru aktif kembali saat Ishak Salim kembali
dari studinya pada akhir 2007 dan AcSI mulai anggota AcSI menghimpun diri kembali tepat
di awal tahun 2008.

Bersamaan dengan pengaktifan AcSI, organisasi intra kampus saat itu sedang mengalami
masa surut. Sejumlah kebijakan universitas saat itu tidak menguntungkan lembaga
mahasiswa. Kegiatan mahasiswa mengalami sejumlah kendala. Semisal pengkaderan
mahasiswa baru, serta kegiatan kelompok-kelompok diskusi yang tidak pernah lepas dari
pantauan pejabat kampus. Kebijakan ini dicurigai berkaitan erat dengan upaya penerapan
sistem Badan Hukum Pendidikan (BHP) di Unhas. Sistem pendidikan yang berbau bisnis.

Ishak Salim dan Risal Suaib berperan dalam pengaktifan kembali organisasi ini. Keputusan
untuk mengaktifkan AcSI terjadi setelah sejumlah diskusi dengan para pendirinya.
Perekrutan personil pun dilakukan. Saat itu, personil baru masih tidak lepas dari warga
Himapol. Umumnya berasal dari angkatan 2004.

Kegiatan AcSI pada fase ini masih berkisar pada kajian dan kritik pembangunan yang
disertai dengan pengorganisasian warga. Harapannya, dengan pengorganisasian, terbentuk
pranata di tingkat warga yang lebih kuat untuk berhadapan dengan kekuasaan. Untuk
mendukung hal ini, peningkatan kapasitas personil dalam hal penelitian, penulisan dan
advokasi perlu ditingkatkan.

Cita-cita di atas membuat AcSI melakukan sejumlah pelatihan yang melibatkan warga
Himapol. Saat kegiatan AcSI berjalan, kantornya juga menjadi rumah singgah bagi
sejumlah warga Himapol yang tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan organisasi ini.
Dalam fase ini, kurang lebih empat tahun, AcSI kembali menjadi tempat persinggahan bagi
sejumlah warga Himapol. Selepas itu, mereka kembali memilih tujuan selanjutnya. Ada
banyak pelatihan saat itu dan kerja pengorganisasian yang relatif panjang di Pasar Terong
(2008 2012).

Di masa Ishak Salim sebagai direktur AcSI (2008 2010) dan kemudian dilanjutkan di
masa Zulhajar (2010 2012) dan Agung/Sunardi (2012-2014) ada banyak pelatihan bagi
orang-orang muda, seperti bagaimana menjadi seorang pengorganisir masyarakat (PRA),
bagaimana melakukan pengorganisasian pedagang pasar rakyat, pelatihan penelitian
dengan beragam metode seperti Etnografi, PAR, advokasi kebijakan publik, metodologi
pendidikan kritis, Menulis ilmiah maupun popular, sampai belajar bahasa Inggris digelar.
Belum lagi diskusi-diskusi dan talkshow ke beberapa universitas juga kerap dilakukan oleh
personil AcSI.

Tidak bisa dipungkiri, para personil adalah fase ini bisa lebih mudah berkumpul karena
kebiasaan mereka bersama-sama dalam kegiatan kampus, khususnya di Himapol.

***
Saat ini, AcSI [yang bergabung dengan Komunitas ININNAWA pada 2010] tetap memainkan
peran sebagai rumahalternative bagi sejumlah mahasiswa ilmu politik di Universitas
Hasanuddin. Bahkansetelah tim manajemen AcSI mengembangkan satu divisi khusus
yang disebut katakerja kini aktivitas AcSI merambah dunia sastra dan budaya melalui
kerja-kerja kolaboratifbeberapa mahasiswa dari jurusan lain juga terkadang mampir di
organisasi ini. Mereka berusaha mempelajari sejumlah hal yang kemungkinan belum
sempat di urus oleh organisasi kampus. Sebut saja melatih kemampuan meneliti dan
menulis. Ini bisa menjadi bekal sebelum melangkah lebih ke tujuan selanjutnya.

Tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa keberadaan AcSI erat kaitannya dengan
keberadaan Himapol. Karena melalui Himapol, regenerasi dalam organisasi ini bisa
berjalan lebih mudah. Untuk mengetahui di mana dan apa saja kegiatan AcSI saat ini,
datanglah di Jl. Wesabbe Blok C.64. Di sana juga Anda dapat membaca di perpustakaan
katakerja[].

Penulis: Sunardi Hawi


Bekerja sebagai Sekretaris Komunitas ININNAWA
Saat ini sedang mengoordinir pengorganisasian rakyat di dua desa Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung

Anda mungkin juga menyukai