Anda di halaman 1dari 34

Pertanian

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pertanian

Umum

Agribisnis

Agroindustri

Agronomi

Ilmu pertanian

Jelajah bebas

Kebijakan pertanian

Lahan usaha tani

Mekanisasi pertanian

Menteri Pertanian

Perguruan tinggi pertanian

Perguruan tinggi pertanian di Indonesia

Permakultur

Pertanian bebas ternak

Pertanian berkelanjutan

Pertanian ekstensif

Pertanian intensif

Pertanian organik

Pertanian urban
Peternakan

Peternakan pabrik

Wanatani

Sejarah

Sejarah pertanian

Sejarah pertanian organik

Revolusi pertanian Arab

Revolusi pertanian Inggris

Revolusi hijau

Revolusi neolitik

Tipe

Akuakultur

Akuaponik

Hewan ternak

Hidroponik

Penggembalaan hewan

Perkebunan

Peternakan babi

Peternakan domba

Peternakan susu

Peternakan unggas

Peladangan

Portal:Pertanian

b
s

Gambaran klasik pertanian di Indonesia

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan
bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.[1]
Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai
budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak
(raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam
pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti
penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.

Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun
pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang
tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang
sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai
wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan
kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan
domestik bruto.

Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Karena
pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi,
teknik pertanian, biokimia, dan statistika juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian
inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. "Petani" adalah
sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani
ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.

Daftar isi
1 Cakupan pertanian

2 Sejarah singkat pertanian dunia

3 Pertanian kontemporer

4 Tenaga kerja

o 4.1 Keamanan

5 Sistem pembudidayaan tanaman

o 5.1 Bentuk pembudidayaan tanaman di Indonesia

6 Sistem produksi hewan

7 Masalah lingkungan

o 7.1 Masalah pada hewan ternak


o 7.2 Masalah penggunaan lahan dan air

o 7.3 Pestisida

o 7.4 Perubahan iklim

8 Energi dan pertanian

o 8.1 Mitigasi kelangkaan bahan bakar fosil

9 Ekonomi pertanian

10 Lihat pula

11 Referensi

12 Pranala luar

Cakupan pertanian
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk
hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian
diartikan sebagai kegiatan pembudidayaan tanaman.

Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani dengan
subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan).
Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia)
atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua
non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan
efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-
aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian.

Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar
pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya,
pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang
petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal
maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini
dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang
demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industri selalu menerapkan pertanian intensif,
keduanya sering kali disamakan.

Sisi pertanian industrial yang memperhatikan lingkungannya adalah pertanian berkelanjutan (sustainable
agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau
permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal
sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya
memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial.

Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub "ideologi" pertanian
yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan
rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya
dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.

Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan
proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan
makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka
waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga,
hidroponik) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap
demikian.
Sejarah singkat pertanian dunia
Lihat pula: Sejarah pertanian

Daerah "bulan sabit yang subur" di Timur Tengah. Di tempat ini ditemukan bukti-bukti awal pertanian,
seperti biji-bijian dan alat-alat pengolahnya.

Domestikasi anjing diduga telah dilakukan bahkan pada saat manusia belum mengenal budidaya (masyarakat
berburu dan peramu) dan merupakan kegiatan pemeliharaan dan pembudidayaan hewan yang pertama kali.
Selain itu, praktik pemanfaatan hutan sebagai sumber bahan pangan diketahui sebagai agroekosistem yang
tertua.[2] Pemanfaatan hutan sebagai kebun diawali dengan kebudayaan berbasis hutan di sekitar sungai.
Secara bertahap manusia mengidentifikasi pepohonan dan semak yang bermanfaat. Hingga akhirnya seleksi
buatan oleh manusia terjadi dengan menyingkirkan spesies dan varietas yang buruk dan memilih yang baik.[3]

Kegiatan pertanian (budidaya tanaman dan ternak) merupakan salah satu kegiatan yang paling awal dikenal
peradaban manusia dan mengubah total bentuk kebudayaan. Para ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa
pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah "bulan sabit
yang subur" di Timur Tengah, yang meliputi daerah lembah Sungai Tigris dan Eufrat terus memanjang ke
barat hingga daerah Suriah dan Yordania sekarang. Bukti-bukti yang pertama kali dijumpai menunjukkan
adanya budidaya tanaman biji-bijian (serealia, terutama gandum kuna seperti emmer) dan polong-polongan di
daerah tersebut. Pada saat itu, 2000 tahun setelah berakhirnya Zaman Es terakhir di era Pleistosen, di dearah
ini banyak dijumpai hutan dan padang yang sangat cocok bagi mulainya pertanian. Pertanian telah dikenal
oleh masyarakat yang telah mencapai kebudayaan batu muda (neolitikum), perunggu dan megalitikum.
Pertanian mengubah bentuk-bentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap dewa-dewa perburuan menjadi
pemujaan terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan pangan. Pada 5300 tahun yang lalu
di China, kucing didomestikasi untuk menangkap hewan pengerat yang menjadi hama di ladang.[4]

Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa dan Afrika Utara, pada saat itu Sahara belum
sepenuhnya menjadi gurun) dan ke timur (hingga Asia Timur dan Asia Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok
menunjukkan adanya budidaya jewawut (millet) dan padi sejak 6000 tahun sebelum Masehi. Masyarakat
Asia Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada saat 3000 tahun SM dan Jepang serta
Korea sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua Amerika mengembangkan tanaman dan hewan
budidaya yang sejak awal sama sekali berbeda.

Hewan ternak yang pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun SM) serta babi (6000
tahun SM), bersama-sama dengan domestikasi kucing. Sapi, kuda, kerbau, yak mulai dikembangkan antara
6000 hingga 3000 tahun SM. Unggas mulai dibudidayakan lebih kemudian. Ulat sutera diketahui telah
diternakkan 2000 tahun SM. Budidaya ikan air tawar baru dikenal semenjak 2000 tahun yang lalu di daerah
Tiongkok dan Jepang. Budidaya ikan laut bahkan baru dikenal manusia pada abad ke-20 ini.

Budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan juga dikenal manusia telah lama. Masyarakat Mesir Kuno (4000
tahun SM) dan Yunani Kuna (3000 tahun SM) telah mengenal baik budidaya anggur dan zaitun.

Tanaman serat didomestikasikan di saat yang kurang lebih bersamaan dengan domestikasi tanaman pangan.
China mendomestikasikan ganja sebagai penghasil serat untuk membuat papan, tekstil, dan sebagainya;
kapas didomestikasikan di dua tempat yang berbeda yaitu Afrika dan Amerika Selatan; di Timur Tengah
dibudidayakan flax.[5] Penggunaan nutrisi untuk mengkondisikan tanah seperti pupuk kandang, kompos, dan
abu telah dikembangkan secara independen di berbagai tempat di dunia, termasuk Mesopotamia, Lembah
Nil, dan Asia Timur.[6]

Pertanian kontemporer
Citra satelit pertanian di Minnesota.

Citra inframerah pertanian di Minnesota. Tanaman sehat berwarna merah, genangan air berwarna hitam, dan
lahan penuh pestisida berwarna coklat

Pertanian pada abad ke 20 dicirikan dengan peningkatan hasil, penggunaan pupuk dan pestisida sintetik,
pembiakan selektif, mekanisasi, pencemaran air, dan subsidi pertanian. Pendukung pertanian organik seperti
Sir Albert Howard berpendapat bahwa di awal abad ke 20, penggunaan pestisida dan pupuk sintetik yang
berlebihan dan secara jangka panjang dapat merusak kesuburan tanah. Pendapat ini drman selama puluhan
tahun, hingga kesadaran lingkungan meningkat di awal abad ke 21 menyebabkan gerakan pertanian
berkelanjutan meluas dan mulai dikembangkan oleh petani, konsumen, dan pembuat kebijakan.

Sejak tahun 1990an, terdapat perlawanan terhadap efek lingkungan dari pertanian konvensional, terutama
mengenai pencemaran air,[7] menyebabkan tumbuhnya gerakan organik. Salah satu penggerak utama dari
gerakan ini adalah sertifikasi bahan pangan organik pertama di dunia, yang dilakukan oleh Uni Eropa pada
tahun 1991, dan mulai mereformasi Kebijakan Pertanian Bersama Uni Eropa pada tahun 2005.[8]
Pertumbuhan pertanian organik telah memperbarui penelitian dalam teknologi alternatif seperti manajemen
hama terpadu dan pembiakan selektif. Perkembangan teknologi terkini yang dipergunakan secara luas yaitu
bahan pangan termodifikasi secara genetik.

Di akhir tahun 2007, beberapa faktor mendorong peningkatan harga biji-bijian yang dikonsumsi manusia dan
hewan ternak, menyebabkan peningkatan harga gandum (hingga 58%), kedelai (hingga 32%), dan jagung
(hingga 11%) dalam satu tahun. Kontribusi terbesar ada pada peningkatan permintaan biji-bijian sebagai
bahan pakan ternak di Cina dan India, dan konversi biji-bijian bahan pangan menjadi produk biofuel.[9][10] Hal
ini menyebabkan kerusuhan dan demonstrasi yang menuntut turunnya harga pangan.[11][12][13] International
Fund for Agricultural Development mengusulkan peningkatan pertanian skala kecil dapat menjadi solusi
untuk meningkatkan suplai bahan pangan dan juga ketahanan pangan. Visi mereka didasarkan pada
perkembangan Vietnam yang bergerak dari importir makanan ke eksportir makanan, dan mengalami
penurunan angka kemiskinan secara signifikan dikarenakan peningkatan jumlah dan volume usaha kecil di
bidang pertanian di negara mereka.[14]

Sebuah epidemi yang disebabkan oleh fungi Puccinia graminis pada tanaman gandum menyebar di Afrika
hingga ke Asia.[15][16][17] Diperkirakan 40% lahan pertanian terdegradasi secara serius.[18] Di Afrika,
kecenderungan degradasi tanah yang terus berlanjut dapat menyebabkan lahan tersebut hanya mampu
memberi makan 25% populasinya.[19]

Pada tahun 2009, China merupakan produsen hasil pertanian terbesar di dunia, diikuti oleh Uni Eropa, India,
dan Amerika Serikat, berdasarkan IMF.Pakar ekonomi mengukur total faktor produktivitas pertanian dan
menemukan bahwa Amerika Serikat saat ini 1.7 kali lebih produktif dibandingkan dengan tahun 1948.[20]
Enam negara di dunia, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Australia, Argentina, dan Thailand mensuplai
90% biji-bijian bahan pangan yang diperdagangkan di dunia.[21] Defisit air yang terjadi telah meningkatkan
impor biji-bijian di berbagai negara berkembang,[22] dan kemungkinan juga akan terjadi di negara yang lebih
besar seperti China dan India.[23]

Tenaga kerja
Pada tahun 2011, International Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa setidaknya terdapat 1 miliar
lebih penduduk yang bekerja di bidang sektor pertanian. Pertanian menyumbang setidaknya 70% jumlah
pekerja anak-anak, dan di berbagai negara sejumlah besar wanita juga bekerja di sektor ini lebih banyak
dibandingkan dengan sektor lainnya.[24] Hanya sektor jasa yang mampu mengungguli jumlah pekerja
pertanian, yaitu pada tahun 2007. Antara tahun 1997 dan 2007, jumlah tenaga kerja di bidang pertanian turun
dan merupakan sebuah kecenderungan yang akan berlanjut.[25] Jumlah pekerja yang dipekerjakan di bidang
pertanian bervariasi di berbagai negara, mulai dari 2% di negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada,
hingga 80% di berbagai negara di Afrika.[26] Di negara maju, angka ini secara signifikan lebih rendah
dibandingkan dengan abad sebelumnya. Di abad ke 16, antara 55 hingga 75 persen penduduk Eropa bekerja
di bidang pertanian. Di abad ke 19, angka ini turun menjadi antara 35 hingga 65 persen.[27] Angka ini
sekarang turun menjadi kurang dari 10%.[26]

Keamanan

Batang pelindung risiko tergulingnya traktor dipasang di belakang kursi pengemudi

Pertanian merupakan industri yang berbahaya. Petani di seluruh dunia bekerja pada risiko tinggi terluka,
penyakit paru-paru, hilangnya pendengaran, penyakit kulit, juga kanker tertentu karena penggunaan bahan
kimia dan paparan cahaya matahari dalam jangka panjang. Pada pertanian industri, luka secara berkala terjadi
pada penggunaan alat dan mesin pertanian, dan penyebab utama luka serius.[28] Pestisida dan bahan kimia
lainnya juga membahayakan kesehatan. Pekerja yang terpapar pestisida secara jangka panjang dapat
menyebabkan kerusakan fertilitas.[29] Di negara industri dengan keluarga yang semuanya bekerja pada lahan
usaha tani yang dikembangkannya sendiri, seluruh keluarga tersebut berada pada risiko.[30] Penyebab utama
kecelakaan fatal pada pekerja pertanian yaitu tenggelam dan luka akibat permesinan.[30]

ILO menyatakan bahwa pertanian sebagai salah satu sektor ekonomi yang membahayakan tenaga kerja.[24]
Diperkirakan bahwa kematian pekerja di sektor ini setidaknya 170 ribu jiwa per tahun. Berbagai kasus
kematian, luka, dan sakit karena aktivitas pertanian seringkali tidak dilaporkan sebagai kejadian akibat
aktivitas pertanian.[31] ILO telah mengembangkan Konvensi Kesehatan dan Keselamatan di bidang Pertanian,
2001, yang mencakup risiko pada pekerjaan di bidang pertanian, pencegahan risiko ini, dan peran dari
individu dan organisasi terkait pertanian.[24]

Sistem pembudidayaan tanaman


Lihat pula: Agronomi dan Daftar tumbuhan hasil domestikasi

Budi daya padi di Bihar, India


Sistem pertanaman dapat bervariasi pada setiap lahan usaha tani, tergantung pada ketersediaan sumber daya
dan pembatas; geografi dan iklim; kebijakan pemerintah; tekanan ekonomi, sosial, dan politik; dan filosofi
dan budaya petani.[32][33]

Pertanian berpindah (tebang dan bakar) adalah sistem di mana hutan dibakar. Nutrisi yang tertinggal di tanah
setelah pembakaran dapat mendukung pembudidayaan tumbuhan semusim dan menahun untuk beberapa
tahun.[34] Lalu petak tersebut ditinggalkan agar hutan tumbuh kembali dan petani berpindah ke petak hutan
berikutnya yang akan dijadikan lahan pertanian. Waktu tunggu akan semakin pendek ketika populasi petani
meningkat, sehingga membutuhkan input nutrisi dari pupuk dan kotoran hewan, dan pengendalian hama.
Pembudidayaan semusim berkembang dari budaya ini. Petani tidak berpindah, namun membutuhkan
intensitas input pupuk dan pengendalian hama yang lebih tinggi.

Industrialisasi membawa pertanian monokultur di mana satu kultivar dibudidayakan pada lahan yang sangat
luas. Karena tingkat keanekaragaman hayati yang rendah, penggunaan nutrisi cenderung seragam dan hama
dapat terakumulasi pada halah tersebut, sehingga penggunaan pupuk dan pestisida meningkat.[33] Di sisi lain,
sistem tanaman rotasi menumbuhkan tanaman berbeda secara berurutan dalam satu tahun. Tumpang sari
adalah ketika tanaman yang berbeda ditanam pada waktu yang sama dan lahan yang sama, yang disebut juga
dengan polikultur.[34]

Di lingkungan subtropis dan gersang, preiode penanaman terbatas pada keberadaan musim hujan sehingga
tidak dimungkinkan menanam banyak tanaman semusim bergiliran dalam setahun, atau dibutuhkan irigasi.
Di semua jenis lingkungan ini, tanaman menahun seperti kopi dan kakao dan praktek wanatani dapat tumbuh.
Di lingkungan beriklim sedang di mana padang rumput dan sabana banyak tumbuh, praktek budidaya
tanaman semusim dan penggembalaan hewan dominan.[34]

Bentuk pembudidayaan tanaman di Indonesia

Sawah, yaitu suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air baik
sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut[35].

Tegalan, yaitu suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami
tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan
tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim
kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditubuhi tanaman pertanian[35].

Pekarangan, yaitu suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah (biasanya dipagari dan
masuk ke wilayah rumah) yang dimanfaatkan untuk ditanami tanaman pertanian[35].

Sistem produksi hewan


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Peternakan, Budi daya perikanan, dan Hewan ternak

Sistem produksi hewan ternak dapat didefinisikan berdasarkan sumber pakan yang digunakan, yang terdiri
dari peternakan berbasis penggembalaan, sistem kandang penuh, dan campuran.[36] Pada tahun 2010, 30
persen lahan di dunia digunakan untuk memproduksi hewan ternak dengan mempekerjakan lebih 1.3 miliar
orang. Antara tahun 1960an sampai 2000an terjadi peningkatan produksi hewan ternak secara signifikan,
dihitung dari jumlah maupun massa karkas, terutama pada produksi daging sapi, daging babi, dan daging
ayam. Produksi daging ayam pada periode tersebut meningkat hingga 10 kali lipat. Hasil hewan non-daging
seperti susu sapi dan telur ayam juga menunjukan peningkatan yang signifikan. Populasi sapi, domba, dan
kambing diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2050.[37]

Budi daya perikanan adalah produksi ikan dan hewan air lainnya di dalam lingkungan yang terkendali untuk
konsumsi manusia. Sektor ini juga termasuk yang mengalami peningkatan hasil rata-rata 9 persen per tahun
antara tahun 1975 hingga tahun 2007.[38]

Selama abad ke-20, produsen hewan ternak dan ikan menggunakan pembiakan selektif untuk menciptakan
ras hewan dan hibrida yang mampu meningkatkan hasil produksi, tanpa memperdulikan keinginan untuk
mempertahankan keanekaragaman genetika. Kecenderungan ini memicu penurunan signifikan dalam
keanekaragaman genetika dan sumber daya pada ras hewan ternak, yang menyebabkan berkurangnya
resistansi hewan ternak terhadap penyakit. Adaptasi lokal yang sebelumnya banyak terdapat pada hewan
ternak ras setempat juga mulai menghilang.[39]

Produksi hewan ternak berbasis penggembalaan amat bergantung pada bentang alam seperti padang rumput
dan sabana untuk memberi makan hewan ruminansia. Kotoran hewan menjadi input nutrisi utama bagi
vegetasi tersebut, namun input lain di luar kotoran hewan dapat diberikan tergantung kebutuhan. Sistem ini
penting di daerah di mana produksi tanaman pertanian tidak memungkinkan karena kondisi iklim dan tanah.
[34]
Sistem campuran menggunakan lahan penggembalaan sekaligus pakan buatan yang merupakan hasil
pertanian yang diolah menjadi pakan ternak.[36] Sistem kandang memelihara hewan ternak di dalam kandang
secara penuh dengan input pakan yang harus diberikan setiap hari. Pengolahan kotoran ternak dapat menjadi
masalah pencemaran udara karena dapat menumpuk dan melepaskan gas metan dalam jumlah besar.[36]

Negara industri menggunakan sistem kandang penuh untuk mensuplai sebagian besar daging dan produk
peternakan di dalam negerinya. Diperkirakan 75% dari seluruh peningkatan produksi hewan ternak dari
tahun 2003 hingga 2030 akan bergantung pada sistem produksi peternakan pabrik. Sebagian besar
pertumbuhan ini akan terjadi di negara yang saat ini merupakan negara berkembang di Asia, dan sebagian
kecil di Afrika.[37] Beberapa praktek digunakan dalam produksi hewan ternak komersial seperti penggunaan
hormon pertumbuhan menjadi kontroversi di berbagai tempat di dunia.[40]

Masalah lingkungan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dampak lingkungan dari pertanian

Pertanian mampu menyebabkan masalah melalui pestisida, arus nutrisi, penggunaan air berlebih, hilangnya
lingkungan alam, dan masalah lainnya. Sebuah penilaian yang dilakukan pada tahun 2000 di Inggris
menyebutkan total biaya eksternal untuk mengatasi permasalahan lingkungan terkait pertanian adalah 2343
juta Poundsterling, atau 208 Poundsterling per hektare.[41] Sedangkan di Amerika Serikat, biaya eksternal
untuk produksi tanaman pertaniannya mencapai 5 hingga 16 miliar US Dollar atau 30-96 US Dollar per
hektare, dan biaya eksternal produksi peternakan mencapai 714 juta US Dollar.[42] Kedua studi fokus pada
dampak fiskal, yang menghasilkan kesimpulan bahwa begitu banyak hal yang harus dilakukan untuk
memasukkan biaya eksternal ke dalam usaha pertanian. Keduanya tidak memasukkan subsidi di dalam
analisisnya, namun memberikan catatan bahwa subsidi pertanian juga membawa dampak bagi masyarakat.[41]
[42]
Pada tahun 2010, International Resource Panel dari UNEP mempublikasikan laporan penilaian dampak
lingkungan dari konsumsi dan produksi. Studi tersebut menemukan bahwa pertanian dan konsumsi bahan
pangan adalah dua hal yang memberikan tekanan pada lingkungan, terutama degradasi habitat, perubahan
iklim, penggunaan air, dan emisi zat beracun.[43]

Masalah pada hewan ternak

PBB melaporkan bahwa "hewan ternak merupakan salah satu penyumbang utama masalah lingkungan".[44]
70% lahan pertanian dunia digunakan untuk produksi hewan ternak, secara langsung maupun tidak langsung,
sebagai lahan penggembalaan maupun lahan untuk memproduksi pakan ternak. Jumlah ini setara dengan
30% total lahan di dunia. Hewan ternak juga merupakan salah satu penyumbang gas rumah kaca berupa gas
metana dan nitro oksida yang, meski jumlahnya sedikit, namun dampaknya setara dengan emisi total CO2.
Hal ini dikarenakan gas metana dan nitro oksida merupakan gas rumah kaca yang lebih kuat dibandingkan
CO2. Peternakan juga didakwa sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya deforestasi. 70% basin Amazon
yang sebelumnya merupakan hutan kini menjadi lahan penggembalaan hewan, dan sisanya menjadi lahan
produksi pakan.[45] Selain deforestasi dan degradasi lahan, budi daya hewan ternak yang sebagian besar
berkonsep ras tunggal juga menjadi pemicu hilangnya keanekaragaman hayati.

Masalah penggunaan lahan dan air

Lihat pula: Dampak lingkungan dari irigasi

Transformasi lahan menuju penggunaannya untuk menghasilkan barang dan jasa adalah cara yang paling
substansial bagi manusia dalam mengubah ekosistem bumi, dan dikategrikan sebagai penggerak utama
hilangnya keanekaragaman hayati. Diperkirakan jumlah lahan yang diubah oleh manusia antara 39%-50%.[46]
Degradasi lahan, penurunan fungsi dan produktivitas ekosistem jangka panjang, diperkirakan terjadi pada
24% lahan di dunia.[47] Laporan FAO menyatakan bahwa manajemen lahan sebagai penggerak utama
degradasi dan 1.5 miliar orang bergantung pada lahan yang terdegradasi. Deforestasi, desertifikasi, erosi
tanah, kehilangan kadar mineral, dan salinisasi adalah contoh bentuk degradasi tanah.[34]

Eutrofikasi adalah peningkatan populasi alga dan tumbuhan air di ekosistem perairan akibat aliran nutrisi dari
lahan pertanian. Hal ini mampu menyebabkan hilangnya kadar oksigen di air ketika jumlah alga dan
tumbuhan air yang mati dan membusuk di perairan bertambah dan dekomposisi terjadi. Hal ini mampu
menyebabkan kebinasaan ikan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan menjadikan air tidak bisa digunakan
sebagai air minum dan kebutuhan masyarakat dan industri. Penggunaan pupuk berlebihan di lahan pertanian
yang diikuti dengan aliran air permukaan mampu menyebabkan nutrisi di lahan pertanian terkikis dan
mengalir terbawa menuju ke perairan terdekat. Nutrisi inilah yang menyebabkan eutrofikasi.[48]

Pertanian memanfaatkan 70% air tawar yang diambil dari berbagai sumber di seluruh dunia.[49] Pertanian
memanfaatkan sebagian besar air di akuifer, bahkan mengambilnya dari lapisan air tanah dalam laju yang
tidak dapat dikembalikan (unsustainable). Telah diketahui bahwa berbagai akuifer di berbagai tempat padat
penduduk di seluruh dunia, seperti China bagian utara, sekitar Sungai Ganga, dan wilayah barat Amerika
Serikat, telah berkurang jauh, dan penelitian mengenai ini sedang dilakukan di akuifer di Iran, Meksiko, dan
Arab Saudi.[50] Tekanan terhadap konservasi air terus terjadi dari sektor industri dan kawasan urban yang
terus mengambil air secara tidak lestari, sehingga kompetisi penggunaan air bagi pertanian meningkat dan
tantangan dalam memproduksi bahan pangan juga demikian, terutama di kawasan yang langka air.[51]
Penggunaan air di pertanian juga dapat menjadi penyebab masalah lingkungan, termasuk hilangnya rawa,
penyebaran penyakit melalui air, dan degradasi lahan seperti salinisasi tanah ketika irigasi tidak dilakukan
dengan baik.[52]

Pestisida

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dampak lingkungan dari pestisida

Penggunaan pestisida telah meningkat sejak tahun 1950an, menjadi 2.5 juta ton per tahun di seluruh dunia.
Namun tingkat kehilangan produksi pertanian tetap terjadi dalam jumlah yang relatif konstan.[53] WHO
memperkirakan pada tahun 1992 bahwa 3 juta manusia keracunan pestisida setiap tahun dan menyebabkan
kematian 200 ribu jiwa.[54] Pestisida dapat menyebabkan resistansi pestisida pada populasi hama sehingga
pengembangan pestisida baru terus berlanjut.[55]

Argumen alernatif dari masalah ini adalah pestisida merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi
pangan pada lahan yang terbatas, sehingga dapat menumbuhkan lebih banyak tanaman pertanian pada lahan
yang lebih sempit dan memberikan ruang lebih banyak bagi alam liar dengan mencegah perluasan lahan
pertanian lebih ekstensif.[56][57] Namun berbagai kritik berkembang bahwa perluasan lahan yang
mengorbankan lingkungan karena peningkatan kebutuhan pangan tidak dapat dihindari,[58] dan pestisida
hanya menggantikan praktek pertanian yang baik yang ada seperti rotasi tanaman.[55] Rotasi tanaman
mencegah penumpukan hama yang sama pada satu lahan sehingga hama diharapkan menghilang setelah
panen dan tidak datang kembali karena tanaman yang ditanam tidak sama dengan yang sebelumnya.

Perubahan iklim

Lihat pula: Perubahan iklim dan pertanian

Pertanian adalah salah satu yang mempengaruhi perubahan iklim, dan perubahan iklim memiliki dampak
bagi pertanian. Perubahan iklim memiliki pengaruh bagi pertanian melalui perubahan temperatur, hujan
(perubahan periode dan kuantitas), kadar karbon dioksida di udara, radiasi matahari, dan interaksi dari semua
elemen tersebut.[34] Kejadian ekstrim seperti kekeringan dan banjir diperkirakan meningkat akibat perubahan
iklim.[59] Pertanian merupakan sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Suplai air akan menjadi
hal yang kritis untuk menjaga produksi pertanian dan menyediakan bahan pangan. Fluktuasi debit sungai
akan terus terjadi akibat perubahan iklim. Negara di sekitar sungai Nil sudah mengalami dampak fluktuasi
debit sungai yang mempengaruhi hasil pertanian musiman yang mampu mengurangi hasil pertanian hingga
50%.[60] Pendekatan yang bersifat mengubah diperlukan untuk mengelola sumber daya alam di masa depan,
seperti perubahan kebijakan, metode praktek, dan alat untuk mempromosikan pertanian berbasis iklim dan
lebih banyak menggunakan informasi ilmiah dalam menganalisa risiko dan kerentanan akibat perubahan
iklim.[61][62]
Pertanian dapat memitigasi sekaligus memperburuk pemanasan global. Beberapa dari peningkatan kadar
karbon dioksida di atmosfer bumi dikarenakan dekomposisi materi organik yang berada di tanah, dan
sebagian besar gas metanan yang dilepaskan ke atmosfer berasal dari aktivitas pertanian, termasuk
dekomposisi pada lahan basah pertanian seperti sawah,[63] dan aktivitas digesti hewan ternak. Tanah yang
basah dan anaerobik mampu menyebabkan denitrifikasi dan hilangnya nitrogen dari tanah, menyebabkan
lepasnya gas nitrat oksida dan nitro oksida ke udara yang merupakan gas rumah kaca.[64] Perubahan metode
pengelolaan pertanian mampu mengurangi pelepasan gas rumah kaca ini, dan tanah dapat difungsikan
kembali sebagai fasilitas sekuestrasi karbon.[63]

Energi dan pertanian


Sejak tahun 1940, produktivitas pertanian meningkat secara signifikan dikarenakan penggunaan energi yang
intensif dari aktivitas mekanisasi pertanian, pupuk, dan pestisida. Input energi ini sebagian besar berasal dari
bahan bakar fosil.[65] Revolusi Hijau mengubah pertanian di seluruh dunia dengan peningkatan produksi biji-
bijian secara signifikan,[66] dan kini pertanian modern membutuhkan input minyak bumi dan gas alam untuk
sumber energi dan produksi pupuk. Telah terjadi kekhawatiran bahwa kelangkaan energi fosil akan
menyebabkan tingginya biaya produksi pertanian sehingga mengurangi hasil pertanian dan kelangkaan
pangan.[67]

Rasio konsumsi energi pada pertanian dan sistem pangan (%)


pada tiga negara maju
Pertanian Sistem
Negara Tahun
(secara langsung & tidak langsung) pangan
Britania Raya[68] 2005 1.9 11
[69]
Amerika Serikat 1996 2.1 10
[70]
Amerika Serikat 2002 2.0 14
[71]
Swedia 2000 2.5 13

Negara industri bergantung pada bahan bakar fosil secara dua hal, yaitu secara langsung dikonsumsi sebagai
sumber energi di pertanian, dan secara tidak langsung sebagai input untuk manufaktur pupuk dan pestisida.
Konsumsi langsung dapat mencakup penggunaan pelumas dalam perawatan permesinan, dan fluida penukar
panas pada mesin pemanas dan pendingin. Pertanian di Amerika Serikat mengkonsumsi sektar 1.2 eksajoule
pada tahun 2002, yang merupakan 1% dari total energi yang dikonsumsi di negara tersebut.[67] Konsumsi
tidak langsung yaitu sebagai manufaktur pupuk dan pestisida yang mengkonsumsi bahan bakar fosil setara
0.6 eksajoule pada tahun 2002.[67]

Gas alam dan batu bara yang dikonsumsi melalui produksi pupuk nitrogen besarnya setara dengan setengah
kebutuhan energi di pertanian. China mengkonsumsi batu bara untuk produksi pupuk nitrogennya, sedangkan
sebagian besar negara di Eropa menggunakan gas alam dan hanya sebagian kecil batu bara. Berdasarkan
laporan pada tahun 2010 yang dipublikasikan oleh The Royal Society, ketergantungan pertanian terhadap
bahan bakar fosil terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Bahan bakar yang digunakan di pertanian
dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor seperti jenis tanaman, sistem produksi, dan lokasi.[72]

Energi yang digunakan untuk produksi alat dan mesin pertanian juga merupakan salah satu bentuk
penggunaan energi di pertanian secara tidak pangsung. Sistem pangan mencakup tidak hanya pada produksi
pertanian, namun juga pemrosesan setelah hasil pertanian keluar dari lahan usaha tani, pengepakan,
transportasi, pemasaran, konsumsi, dan pembuangan dan pengolahan sampah makanan. Energi yang
digunakan pada sistem pangan ini lebih tinggi dibandingkan penggunaan energi pada produksi hasil
pertanian, dapat mencapai lima kali lipat.[69][70]

Pada tahun 2007, insentif yang lebih tinggi bagi petani penanam tanaman non-pangan penghasil biofuel[73]
ditambah dengan faktor lain seperti pemanfaatan kembali lahan tidur yang kurang subur, peningkatan biaya
transportasi, perubahan iklim, peningkatan jumlah konsumen, dan peningkatan penduduk dunia,[74]
menyebabkan kerentanan pangan dan peningkatan harga pangan di berbagai tempat di dunia.[75][76] Pada
Desember 2007, 37 negara di dunia menghadapi krisis pangan, dan 20 negara telah menghadapi peningkatan
harga pangan di luar kendali, yang dikenal dengan kasus krisis harga pangan dunia 2007-2008. Kerusuhan
akibat menuntut turunnya harga pangan terjadi di berbagai tempat hingga menyebabkan korban jiwa.[11][12][13]

Mitigasi kelangkaan bahan bakar fosil


Prediksi M. King Hubbert mengenai laju produksi minyak bumi dunia. Pertanian modern sangat bergantung
pada energi fosil ini.[77]

Pada kelangkaan bahan bakar fosil, pertanian organik akan lebih diprioritaskan dibandingkan dengan
pertanian konvensional yang menggunakan begitu banyak input berbasis minyak bumi seperti pupuk dan
pestisida. Berbagai studi mengenai pertanian organik modern menunjukan bahwa hasil pertanian organik
sama besarnya dengan pertanian konvensional.[78] Kuba pasca runtuhnya Uni Soviet mengalami kelangkaan
input pupuk dan pestisida kimia sehingga usaha pertanian di negeri tersebut menggunakan praktek organik
dan mampu memberi makan populasi penduduknya.[79] Namun pertanian organik akan membutuhkan lebih
banyak tenaga kerja dan jam kerja.[80] Perpindahan dari praktek monokultur ke pertanian organik juga
membutuhkan waktu, terutama pengkondisian tanah[78] untuk membersihkan bahan kimia berbahaya yang
tidak sesuai dengan standar bahan pangan organik.

Komunitas pedesaan bisa memanfaatkan biochar dan synfuel yang menggunakan limbah pertanian untuk
diolah menjadi pupuk dan energi, sehingga bisa mendapatkan bahan bakar dan bahan pangan sekaligus,
dibandingkan dengan persaingan bahan pangan vs bahan bakar yang masih terjadi hingga saat ini. Synfuel
dapat digunakan di tempat; prosesnya akan lebih efisien dan mampu menghasilkan bahan bakar yang cukup
untuk seluruh aktivitas pertanian organik.[81][82]

Ketika bahan pangan termodifikasi genetik (GMO) masih dikritik karena benih yang dihasilkan bersifat steril
sehingga tidak mampu direproduksi oleh petani[83][84] dan hasilnya dianggap berbahaya bagi manusia, telah
diusulkan agar tanaman jenis ini dikembangkan lebih lanjut dan digunakan sebagai penghasil bahan bakar,
karena tanaman ini mampu dimodifikasi untuk menghasilkan lebih banyak dengan input energi yang lebih
sedikit.[85] Namun perusahaan utama penghasil GMO sendiri, Monsanto, tidak mampu melaksanakan proses
produksi pertanian berkelanjutan dengan tanaman GMO lebih dari satu tahun. Di saat yang bersamaan,
praktek pertanian dengan memanfaatkan ras tradisional menghasilkan lebih banyak pada jenis tanaman yang
sama dan dilakukan secara berkelanjutan.[86]

Ekonomi pertanian
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ekonomi pertanian
Lihat pula: Subsidi pertanian dan Ekonomi pedesaan

Ekonomi pertanian adalah aktivitas ekonomi yang terkait dengan produksi, distribusi, dan konsumsi produk
dan jasa pertanian.[87] Mengkombinasikan produksi pertanian dengan teori umum mengenai pemasaran dan
bisnis adalah sebuah disiplin ilmu yang dimulai sejak akhir abad ke 19, dan terus bertumbuh sepanjang abad
ke-20.[88] Meski studi mengenai pertanian terbilang baru, berbagai kecenderungan utama di bidang pertanian
seperti sistem bagi hasil pasca Perang Saudara Amerika Serikat hingga sistem feodal yang pernah terjadi di
Eropa, telah secara signifikan mempengaruhi aktivitas ekonomi suatu negara dan juga dunia.[89][90] Di
berbagai tempat, harga pangan yang dipengaruhi oleh pemrosesan pangan, distribusi, dan pemasaran
pertanian telah tumbuh dan biaya harga pangan yang dipengaruhi oleh aktivitas pertanian di atas lahan telah
jauh berkurang efeknya. Hal ini terkait dengan efisiensi yang begitu tinggi dalam bidang pertanian dan
dikombinasikan dengan peningkatan nilai tambah melalui pemrosesan bahan pangan dan strategi pemasaran.
Konsentrasi pasar juga telah meningkat di sektor ini yang dapat meningkatkan efisiensi. Namun perubahan
ini mampu mengakibatkan perpindahan surplus ekonomi dari produsen (petani) ke konsumen, dan memiliki
dampak yang negatif bagi komunitas pedesaan.[91]

Kebijakan pemerintah suatu negara dapat mempengaruhi secara signifikan pasar produk pertanian, dalam
bentuk pemberian pajak, subsidi, tarif, dan bea lainnya.[92] Sejak tahun 1960an, kombinasi pembatasan ekspor
impor, kebijakan nilai tukar, dan subsidi mempengaruhi pertanian di negara berkembang dan negara maju.
Pada tahun 1980an, para petani di negara berkembang yang tidak mendapatkan subsidi akan kalah bersaing
dikarenakan kebijakan di berbagai negara yang menyebabkan rendahnya harga bahan pangan. Di antara
tahun 1980an dan 2000an, beberapa negara di dunia membuat kesepakatan untuk membatasi tarif, subsidi,
dan batasan perdagangan lainnya yang diberlakukan di dunia pertanian.[93]

Namun pada tahun 2009, masih terdapat sejumlah distorsi kebijakan pertanian yang mempengaruhi harga
bahan pangan. Tiga komoditas yang sangat terpengaruh adalah gula, susu, dan beras, yang terutama karena
pemberlakuan pajak. Wijen merupakan biji-bijian penghasil minyak yang terkena pajak paling tinggi meski
masih lebih rendah dibandingkan pajak produk peternakan.[94] Namun subsidi kapas masih terjadi di negara
maju yang telah menyebabkan rendahnya harga di tingkat dunia dan menekan petani kapas di negara
berkembang yang tidak disubsidi.[95] Komoditas mentah seperti jagung dan daging sapi umumnya diharga
berdasarkan kualitasnya, dan kualitas menentukan harga. Komoditas yang dihasilkan di suatu wilayah
dilaporkan dalam bentuk volume produksi atau berat.[96]

Salam Tani !! Kali ini maspary di Gerbang Pertanian akan membahas sedikit tentang pengaruh iklim dan
cuaca terhadap pertumuhan tanaman. Faktor cuaca sangat menentukan keberhasilan suatu usaha tani. Oleh
karena itu kita sebagai petani paling tidak harus mampu memahami pengaruh unsur-unsur cuaca maupun
iklim terhadap pertumbuhan tanaman. Sehingga kita bisa selalu waspada terhadap adanya perubahan cuaca
atau iklim. Selain itu itu sebagai petani kita juga harus bisa membaca kondisi cuaca dan mengambil sikap
untuk mengantisipasinya. Kalau kita tidak bisa mengantisipasi terhadap adanya perubahan cuaca yang terjadi
bisa jadi usaha tani kita akan terancam penurunan hasil atau bahkan bisa terjadi kegagalan.

1. Pengaruh Suhu dan Radiasi Matahari

Pengaruh iklim terhadap tanaman diawali oleh pengaruh langsung cuaca terutama radiasi dan suhu terhadap
fotosintesis, respirasi, transpirasi dan proses-proses metabolisme di dalam sel organ tanaman. Fotosintesis
hanya berlangsung siang hari. Adapun intensitas respirasi daun sepenuhnya dipengaruhi oleh suhu udara dan
berlangsung secara terus-menerus sepanjang umur tanaman.

Maka semakin rendah suhu udara harian akan semakin rendah penggunaan karbohidrat untuk respirasi.
Produksi gugus karbohidrat netto harian pada tanaman merupakan produk bruto fotosintesis siang hari
dikurangi pemanfaatan untuk respirasi selama 24 jam. Maka pada kisaran toleransi, semakin tinggi intensitas
radiasi PAR yang berlangsung semakin lama, disertai suhu udara yang rendah akan menghasilkan produk
fotosintesis netto yang semakin tinggi.

Fotosintesis : 6H2O + 6CO2 + Energi PAR C6H12O6 (glukosa) + 6O2


Respirasi : C6H12O6 + O2 6O2 + 6H2O + Energi

Proses fotosintesis dan respirasi tergantung pada pengaruh radiasi surya, gas CO 2 dan O2 di atmosfer, kadar
air di daerah perakaran (tanah), pengaruh suhu udara dan suhu tanah. Sedangkan seluruh unsur khususnya
iklim mikro di sekeliling tumbuhan saling berinteraksi. Dapat disimpulkan fotosintesis dan respirasi
dipengaruhi langsung oleh unsur cuaca/iklim utama yaitu radiasi surya dan suhu sebagai faktor utama (main
factors) dan unsur-unsur lainnya sebagai pendukung (cofactors).

Radiasi surya (matahari) terdiri atas :

intensitas radiasi (kal/cm2/menit , W/m2)Radiasi surya, suhu udara dan suhu tanah akan
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan perkembangan, kuantitas produksi dan mutu hasil panen.

intensitas cahaya/PAR (foot candle, lux, lumen) adalah ketersediaan cahaya sebagai sumber energi
untuk pembuatan karbohidrat.

lama penyinaran (jam/hari, %)

panjang hari (jam/hari).

Pengaruh suhu terhadap tanaman terutama pada proses fisiologi tanaman seperti : bukaan stomata (mulut
daun), laju transpirasi, laju penyerapan nutrisi dan air, fotosintesa dan respirasi. Peningkatan suhu sampai
titik optimum akan diikuti oleh proses diatas. Jika melewati titik optimum maka proses tersebut mulai
dihambat baik secara fisik maupun kimia, dan menurunnya aktivitas enzim).

2. Pengaruh Angin dan Kecepatan Angin

Angin merupakan salah satu unsur cuaca yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara luas angin akan mempengaruhi unsur cuaca yang lain seperti suhu,
kelembaban udara maupun pergerakan awan. Arah datangnya angin akan berpengaruh terhadap kandungan
uap air yang dibawanya. Ketika angin banyak mengandung air maka akan terbentuk awan. Hal ini terjadi
pada saat awal musim hujan. Selain itu, angin yang banyak mengandung uap air akan meningkatkan
kelembaban udara dan dapat pula menurunkan suhu udara.

Angin dalam budidaya pertanian dapat berpengaruh langsung seperti merobohkan tanaman. Namun
pengaruh angin secara tidak langsung sangat komplek baik yang menguntungkan maupun merugikan bagi
tanaman. Dengan adanya angin maka akan membantu dalam penyerbukan tanaman dan pembenihan
alamiah. Namun kelemahannya juga akan terjadi penyerbukan silang dan penyebaran benih gulma yang
tidak dikehendaki. Selain itu angin merupakan salah satu penyebar hama dan patogen yang dapat
mempertinggi serangan hama san penyakit yang akan sangat merugikan.

Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Dalam
mengukur kecepatan angin terdapat istilah kecepatan angin rata-rata. Kecepatan angin rata-rata adalah jumlah
seluruh kecepatan angin pada saat pengamatan di bagi dengan jumlah pengamatan tanpa memperhatikan arah
angin. Alat untuk mengukur kecepatan angin disebut anemometer. Kecepatan angin dapat diukur dalam
satuan meter per detik, kilometer per jam, atau knot (1 knot sekitar 0,5 m/s). Arah angin diukur dalam
satuan derajat yaitu utara 360, selatan 180, timur 90, barat 270, dan seterusnya. Beberapa contoh angin
yang diberi nama sesuai dengan arah datangnya angin yaitu angin darat adalah angin yang datang dari darat
menuju lautan dan angin laut, yaitu angin yang menuju darat dari lautan.

3. Pengaruh Curah Hujan

Curah hujan (mm) mempengaruhi tanaman melalui proses evaporasi (proses kesediaan air pada pori-pori
tanah yang menguap karena peningkatan suhu dan radiasi surya). Jika curah hujan tinggi maka cadangan air
yang ada di permukaan tanah (pori-pori tanah) lebih besar dibandingkan dengan penguapan air akibat proses
evaporasi. Fungsi air bagi tanaman :

Penyusun tubuh tanaman sekitar 70% - 90 %

Sebagai pelarut dan media reaksi biokimia pada tanaman

Medium (perantara) pembawa senyawa (molekul) nutrisi/hara (seperti ;


nitrogen/kalium/kalsium/fosfor,dll) bagi tanaman.

Berperan pada proses pembelahan sel pada tanaman


Sebagai bahan baku foto sintesa

Menjaga suhu tanaman agar tetap konstan

4. Pengaruh Kelembaban udara

Perkembangan hama dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Yaitu oleh
temperatur, kelembaban udara dan fotoperiodisitas (perbedaan lamanya siang dan malam) berpengaruh
langsung terhadap siklus hidup, lama hidup, serta kemampuan diapause (masa hibernasi atau aestivasi )
serangga.

Hibernasi ; masa istirahat hewan/ binatang di musim dingin/ hujan.


Aestivasi : masa istirahat hewan/ binatang di musim panas/ kemarau.

Catatan : Pengaruh kejadian iklim ekstrim sering kali menstimulasi ledakan (outbreak) beberapa hama dan
penyakit utama tanaman padi, seperti tikus, penggerek batang, wereng coklat dan tungro.

5. Pengaruh Tekanan Udara

Pengaruh tekanan udara terhadap tanaman mungkin tidak bersifat langsung. Tekanan udara mempengaruhi
terhadap proses penyediaan lengas tanah (cadangan air pada permukaan atas tanah) melalui proses
pengembunan uap air diudara. Jika tanah mempunyai lengas tanah yang tinggi, maka akan membantu proses
perkecambahan benih tanaman yang ditanam di atas permukaan tanah. Penurunan cadangan lengas tanah
bisa dihindari dengan memasang mulsa, dan tanaman peneduh agar suhu udara dan suhu tanah tidak
meningkat yang dapat memacu peningkatan penguapan air pada permukaan tanah (evaporasi).
(Sumber : bp4k kab. Cianjur)

Demikian berbagai pengaruh unsur-unsur iklim terhadap pertumbuhan tanaman dan perkembangan tanaman.
Sebenarnya pengaruh unsur-unsur iklim tersebut tidak sesederhana itu tetapi bisa jadi lebih komplek dan
rumit. Semoga artikel ini bisa bermanfaat dunia akherat bagi pembaca dan penulis.

Prospek Pertanian Organik di Indonesia

Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia
sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan
ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan ?Back to Nature? telah menjadi trend baru
meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia
sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi
dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa
menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-
produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak
merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan
jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan
nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen
seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah,
serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk
pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian
organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar
domestik dan ekspor.

Peluang Pertanian Organik di Indonesia

Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang
dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan
perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar
oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam
pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan
demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan
bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama,
yaitu sekitar 2 tahun.

Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar
internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di
Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang,
Taiwan dan Korea.

Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat
menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai
untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus
memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani
enggan memproduksi komoditas tersebut.

Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha.
Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal
tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06
juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di
samping produk peternakan.

Tabel 1. Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002

Wilayah Areal Tanam (juta /ha)

1. Australia dan Oceania 7,70

2. Eropa 4,20

3. Amerika Latin 3,70

4. Amerika Utar 1,30

5. Asia 0,09

6. Afrika 0,06

Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara
bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan
yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian
organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-
lain.

Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar
global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh
yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia
merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak
memiliki merek dagang.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem
ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani,
koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut
harus dapat memperkuat posisi tawar petani.

Pertanian Organik Modern

Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis
dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi
kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik
modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada
meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi
kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian
organik terus berkembang.

Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara
pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara
pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia
lainnya.

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi
membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua
kriteria yaitu:

a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan
pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA),
namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan
biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah
dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.

b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya
sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara
lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan
hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.

Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia
antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2).
Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia
sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.

Tabel 2. Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik

Kategori Komoditi

1. Tanaman Pangan Padi

2. Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu
siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis.

3. Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.

4. Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya.


5. Peternakan Susu, telur dan daging

Sumber Website : http://www.litbang.deptan.go.id

Sensus Pertanian 2013: Jika Anda Petani, Pastikan Anda Dihitung

Dalam penutupan acara Pelatihan Instruktur Nasional Pencahahan Lengkap Sensus Pertanian 2013 (ST2013) di
Jakarta, Jumat (23/11), Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, Suryamin, menyebutkan bahwa hasil
ST2013 selain akan digunakan oleh para perumus dan pengambil kebijakan terkait pembangunan di sektor pertanian,
juga akan digunakan oleh berbagai institusi pendidikan (universitas) sebagai bahan kajian yang sangat berharga.

Data yang dihasilkan nantinya dapat diakses dan dimanfaatkan para mahasiswa pascasarjana (program magister dan
doctoral) di bidang pertanian dalam penulisan tesis atau disertasi sehingga dapat diperoleh rekomendasi-rekomendasi
penting bagi pembangunan sektor pertanian dalam sepuluh tahun ke depan. Karena itu, ST2013 dipatok harus
menghasilkan data pertanian yang akurat.

Jika dibandingkan dengan sensus-sensus pertanian yang telah dihelat sebelumnya, apa yang disampaikan Kepala BPS
di atas, boleh dibilang, merupakan terobosan baru -selain penyempurnaan metodologi dan perluasan varian data
yang dikumpulkan- terkait optimalisasi pemanfaatan output sensus pertanian di ruang publik. Dan memang sudah
seperti itu galibnya, mengingat sensus yang dihelat sepuluh tahun sekali untuk memotret gambaran sektor pertanian
secara luas itu (mencakup subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan
kehutanan) bakal menghabiskan uang negara yang tidak sedikit, sekitar 1,4 triliun rupiah. Tentu teramat sayang jika
hasil sensus yang telah menalan biaya yang cukup mahal itu hanya berakhir sebagai deretan digit-digit angka.

Pastikan Anda dihitung

Faktual, hingga saat ini sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor kunci (leading sector) dalam perekonomian.
Donasinya terhadap pembentukan output nasional (produk domestik bruto) menempati posisi kedua setelah industri
manufaktur, yakni sebesar 14,7 persen di tahun 2011. Sektor pertanian juga masih menjadi tumpuan hidup bagi
sebagian besar angkatan kerja (36,5 persen), khususnya di daerah perdesaan yang merupakan kantong kemiskinan
negeri ini63 persen penduduk miskin tinggal di perdesaan (rural) yang merupakan konsentrasi usaha pertanian. BPS
mencatat, pada Maret 2011, rumah tangga miskin dengan sumber penghasilan utama dari sektor pertanian mencapai
71,26 persen.

Karena itu, keberadaan sektor pertanian yang tangguh sebagai salah satu kunci utama keberhasilan pengentasan
kemiskinan di negeri ini merupakan tesis yang tak terbantahkan. Pemerintah harus fokus dan mengarahkan perhatian
yang lebih pada pembangunan sektor pertanian perdesaan. Rumusnya sederhana, jika kondisi kesejahteraan mereka
yang menggantungkan hidupnya di sektor pertanian, yakni para petani dan buruh tani semakin baik, dapat dipastikan
jumlah penduduk miskin di negeri ini akan berkurang secara signifikan.

Dalam pada itu, pembangunan sektor pertanian yang tangguh membutuhkan ketersediaan data-data yang lengkap,
akurat, dan terkini agar perumusan kebijakan yang bakal dieksekusi benar-benar fokus lagi tajam. Dan, pelaksanaan
ST2013 merupakan momentum untuk memenuhi kebetuhan akan data-data tersebut. ST2013 akan menyisir seluruh
rumah tangga, perusahaan berbadan hukum, dan lembaga non-rumah tangga (pesantren, seminari, dan kelompok
usaha bersama) yang mengelola usaha pertanian dan melakukan usaha jasa pertanian untuk dikumpulkan
informasinya. Sensus akan dilakukan pada tanggal 1-30 Mei 2013 secara serentak di seluruh Indonesia, mencakup 33
provinsi, 497 kabupaten/kota, dan 77.114 desa/kelurahan.

Dari ST2013 akan diperoleh data yang lengkap dan terkini mengenai usaha pertanian, rumah tangga petani gurem
(penguasaan kurang dari 0,5 hektar), komoditas pertanian, serta distribusi penguasaan dan pengusahaan lahan. Data
ini juga dapat menjadibenchmark bagi BPS dalam pelaksanaan berbagai survei lanjutan untuk memotret kondisi
sektor pertanian pada setiap subsektor secara lebih mendalam, seperti Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian
untuk mengetahui besarnya pendapatan dan struktur pendatapatan yang diterima oleh setiap rumah tangga tani,
serta Survei Struktur Ongkos Usaha Tani untuk mengetahui gambaran mengenai besarnya biaya dan struktur biaya
yang dikelaurkan oleh rumah tangga pertanian dalam menjalankan usaha pertanian.

Saat ini, segenap persiapan tengah dilakukan dan dimatangkan. Partisipasi dan dukungan semua pihak yang
bersinggungan dengan ST2013 tentu juga amat diharapkan, baik para pemangku kepentingan (stakeholders) maupun
petani sebagai sumber informasi. Kesuksesan ST2013 akan sangat menentukan arah pembangunan sektor pertanian
setidaknya dalam sepuluh tahun ke depanguna mewujudkan masa depan petani yang lebih baik. Karena itu, jika
Anda petani (mengelola usaha pertanian atau memiliki usaha jasa pertanian), pastikan Anda dihitung pada tanggal 1-
30 Mei 2013 nanti.(*)

Aktivitas Pertanian di Indonesia


at 11/26/2014 08:59:00 PM Posted by irmawan hadi saputra

Aktivitas pertanian merupakan aktivitas yang dilakukan oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Keadaan tanah yang
subur serta iklimnya yang mendukung membuat penduduk Indonesia banyak yang menggantungkan hidupnya pada
aktivitas pertanian. Secara umum, aktivitas pertanian di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu sebagai
berikut.
1) Pertanian Lahan Basah
Pertanian lahan basah atau disebut pula pertanian sawah banyak dilakukan oleh petani di Indonesia. Pertanian lahan
basah sangat baik dikembangkan di dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 300 meter. Pada daerah tersebut,
air cukup tersedia dari sungai-sungai atau saluran irigasi yang ada di sekitarnya. Jenis tanaman yang umumnya
dibudidayakan pada lahan basah adalah padi. Contoh aktivitas pertanian lahan basah tersebut terdapat di Pantai
Utara Jawa, Kalimantan, dan Sumatra.

Baca juga: Sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat telah memiliki kebudayaan yang cukup maju

Contoh aktivitas pertanian lahan basah yang terdapat di Pantai


Utara Jawa.

2) Pertanian Lahan Kering


Pertanian lahan kering ialah pertanian yang diusahakan tanpa penggenangan lahan garapan. Tanaman yang
diusahakan adalah tanaman yang tidak memerlukan penggenangan lahan. Contoh jenis tanaman yang cocok dilahan
ini antara lain palawijja, padigogo, sayuran, bunga dan buah-buahan. aktivitas perladangan merupakan salah satu
bentuk pertanian lahan kering yang banyak dilakukan oleh penduduk Indonesia.

Salah satu contoh jenis tanaman yang cocok


dilahan kering antara lain palawijja, padigogo, sayuran, bunga
dan buah-buahan

Indonesia merupakan produsen dari sejumlah komoditas pertanian. Komoditas yang banyak dihasilkan adalah padi,
jagung, ubi kayu, kedelai, dan kacang tanah. Adapun sebaran daerah penghasil komoditas tersebut adalah sebagai
berikut.

Sebaran Daerah Penghasil Komoditas Pertanian


Lahan Kering.

Artikel belajar online lainnya: Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa Praaksara dapat dibagi ke dalam tiga
masa, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, dan masa perundagian

Tuhan Yang Maha Esa menciptakan keragaman potensi wilayah. Andai saja setiap wilayah mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri, tidak akan ada pertukaran hasil pertanian antara satu wilayah dan wilayah lainnya. Satu
komoditas hanya tersedia atau cocok di wilayah tertentu, tetapi tidak tersedia atau cocok di wilayah lainnya. Karena
itulah, terjadi interaksi antarwilayah dalam bentuk perdagangan. Kita patut bersyukur karena dengan cara demikian
manusia berinteraksi antarwilayah antarbangsa, dan antarnegara.
(Foto: Ali Muhtar)Alamak, program Dinas Pertanian Lamongan 'amburadul'

code: 160x600, idcomsky1

LENSAINDONESIA.COM: Kendati sejumlah program dari Kementrian Pertanian tengah di kucurkan ke


Kab. Lamongan guna meningkatkan hasil produksi pertanian selama ini, baik tanaman padi maupun tanaman
polo wijo selama ini, belum seluruhnya memihak kepada para petani. Karena selama ini, setiap program dari
Kementrian Pertanian hanya dapat dinikmati bagi petani tertentu.

Sedangkan sejumlah program dari Kementerian Pertanian yang nilainnya mencapai puluhan miliar selama
ini. Misalnya Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPMLUEP ) sejak di gulirkan
program ini hasilnya tidak jelas.

Baca juga: Berkedok uang komite, SMPN 4 Babat diduga lakukan pungutan liar dan Pengusaha Jatim
ditunjuk jadi Konsul kehormatan Selandia Baru

Program pertanian organik yang dicanangkan sejak 12 tahun inipun Dinas Pertanian Kab. Lamongan tidak
ada tanda tanda bergerak untuk mewujutkan program yang selama ini diharapkan para petani . Dan
kenyataannya pihak Dinas Pertanian Lamongan hanya jalan di tempat.

Dengan demikian jangan heran mana kala setiap musim tanam petani akan kesulitan mendapatkan pupuk.
Padahal kalau program pertanian organic dari Kementrian Pertanian ini dilankan, maka hasil pertanian di
Lamongan akan meningkat.

Program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT ) di laksanakan di sejumlah wilayah
Kab.Lamongan ini pun juga tidak membuahkan hasil. Padahal Pemerintah tengah mengglontorkan dana
miliaran untuk program ini.
Namun kenyataanya program ini mandek dan tidak berjalan seperti yang diharapkan pemerintah. Dan ada
dugaan dana untuk program ini juga menjadi bancakan oknum Dinas Pertanian Pemkab. Lamongan.

Belujm lagi (PUAP) Program Pengembangan Usaha Agrobisnis Pedesaan, juga amboradul disejumlah daerah
penerima program dari kementrian Pertanian ini. Padahal Kementrian Pertanian untuk program ini tengah
mengucurkan dana miliaran rupiah sejak tahun 2008 ini, hasilnya hanya bisa dinikmati petani tertentu.

Dan di duga data yang disampaikan ke Kementrian untuk penerima dana bergulir itu banyak yang fiktif.
Sehingga dana tersebut hanya dinikmati oknum oknum tertentu.

Kondisi ini bisa menyeluruh di wilayah penerima ( PUAP ) Program Pengembangan Usaha Agrabisnis
Pedesaan. Salah satu contoh di Wilayah Kecamatan Kedungpring. Realisasi dana BLM PUAP gabungan
kelompok tani Tani Abadi data yang ada, petani penerima hampir mencapai 100 orang. Hasil dari
penelusuran LICOM, ada dugaan data yang ada fiktif dan menyalahi aturan yang ada.

Misalnya seharunya satu KK hanya menerima satu paket. Namun kenyataanya ada dua penerima dalam satu
keluarga. Bagi penerima program ini harus petani yang benar benar mempunyai lahan pertanian.

Namun kenyataanya mereka yang tidak punya lahan pun juga mendapatkan dana dari program tersebut.
Belum lagi orang yang sudah meninggal dunia juga dimasukan dalam data penerima program tersebut.
Sedangan bagi petani penerima juga tidak luput di pungut dana dengan alasan ini dan itu.

Sedangkan terkait amboradulnya Program Pengembangan Usaha Agrabisnis Pedesaan (PUAP ) KUPT
Kedungpring Abdul Malik Ketika dikonfirmasi oleh LICOM pihaknya akan melakukan pengawasan yang
ketat. Dan ketika di singgung masalah data yang fiktif pihaknya akan mengecek lagi.

Kami akan melakukan pengawasan dan melihat lagi data bagi penerima, katanya.

Pihaknya juga menambahkan, selama ini pihak Dinas Pertanian pemkab. Lamongan selalu menjalankan
program program dari Kementrian Pertanian.@ Ali Muhtar

Pada masa praaksara: bertanam umbi-umbian, pada masa islam cukup berkembang yaitu dengan adanya alat
pertanian berupa bajak yang sederhana dan tanaman yang di tanam adalah jenis palawija.

Komentar

tidak puas? sampaikan!

(2)

Terima kasih 14

icuk18sugiarto

Guru

1) pada masa pra-aksara atau prasejarah :


manusia melakukan pertanian yang masih sederhana dan tanaman yang ditanam adalah berupa umbi umbian
2) pada masa hindu-budha: Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di
sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat
3) pada masa islam:
cukup berkembang dengan adanya alat berupa bajak yang cukup sederhana dan tanaman yang ditanam adalah
sejenis palawija

Komentar

tidak puas? sampaikan!

(5)

Terima kasih 21

Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara, Hindu-Buddha dan Islam
1. MASA PRA AKSARA

Praaksara berasal dari dua kata, yakni pra yang berarti sebelum dan aksara yang berarti tulisan. Jadi zaman
praaksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Ada istilah yang mirip dengan istilah
praaksara, yakni istilah nirleka. Nir berarti tanpa dan leka berarti tulisan. Jadi zaman praaksara adalah zaman
ketika suatu bangsa belum mengenal tulisan.

1) Zaman Batu
Zaman Batu adalah masa zaman prasejarah yang luas, ketika manusia menciptakan alat dari batu (karena tak
memiliki teknologi yang lebih baik). Kayu, tulang, dan bahan lain juga digunakan, tetapi batu (terutama flint)
dibentuk untuk dimanfaatkan sebagai alat memotong dan senjata. Istilah ini berasal sistem tiga zaman.
Zaman Batu sekarang dipilah lagi menjadi masa Paleolithikum (Zaman Batu Tua), Mesolithikum (Zaman
Batu Madya/Tengah), Neolithikum (Zaman Batu Muda), dan Megalithikum (Zaman Batu Besar).
Paleolithikum/Zaman Batu Tua
Ciri-ciri :
1. Berburu
2. Menangkap ikan
3. Mengumpulkan makanan (Food Gathering)
4. Nomaden (berpindah-pindah tempat)
5. Hidup dalam berkelompok kecil (3 s/d 10 orang)
6. Alat masih kasar yang terbuat dari batu, tulang dan tanduk hewan (Sudip)
Alat-alat :
1. Kapak genggam/kapak perimbas (chopper) yang dapat ditemukan di Pacitan, Parigi Gombong Sukabumi,
Lahat (Sumatra) dan Cabenge (Sulawesi)
2. Alat Penusuk (Belati) yang dapat ditemukan di Ngandong, Ngawi, dan Sidoarjo

Mesolithikum/Zaman Batu Madya/Tengah


Ciri-ciri :
1. Nomaden dan Sedenter (sudah mulai menetap)
2. Hidup berkelompok (25 s/d 30 orang)
3. Alat masih ada yang kasar dan ada juga yang sudah dihaluskan (batu dan tanah). Tinggal di gua/Abris Sous
Roche di pinggir sungai
4. Mulai mengenal bercocok tanam sederhana
5. Sudah mengenal pembagian kerja
Alat/hasil kebudayaan :
1. Kapak genggam Sumatra (Pebble)
2. Kapak pendek
3. Batu Pipisan (Alat penggiling sederhana)
4. Kjokkenmodinger (Tempat tinggal yang berasal dari tumpukan kerang yang sudah tertumpuk sangat tinggi
5. Ujung panah
6. Ujung tombak bergerigi
Kebudayaan Mesolithikum berkaitan dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh (Cina daratan) karena adanya
kesamaan alat.
Jalur masuk kebudayaan Mesolithikum :
1. Jalur Barat : Backson-Hoabinh Thailand, Malaysia Barat, Sumatra
2. Jalur Timur : Backson Hoabinh Filipina, Sulawesi, terus ke arah Timur

Neolithikum/Zaman Batu Muda


Ciri-ciri :
1. Mata pencaharian : Bercocok tanam
2. Menetap
3. Kelompok besar dan sudah ada pemimpin (Primus Inter Pares) Pengangkatan pemimpin
4. Alat sudah halus
Alat-alat :
1. Kapak lonjong
2. Kapak persegi
3. Perhiasan/manik-manik (Untuk penghormatan orang meninggal)
4. Gerabah(Alat perabotan rumah tangga yang terbuat dari tanah liat
Mampu mengolah dan menghasilkan makanan sendiri (Food Producing)

Megalithikum/Zaman Batu Besar


1. Kehidupan masyarakat sudah teratur
2. Sudah mengenal sistem pemerintahan kerajaan sederhana
3. Mampu membangun bangunan besar dari batu
4. Mulai muncul kepercayaan animisme dan dinamisme

- Animisme : Kepercayaan terhadap roh nenek moyang


- Dinamisme : Kepercayaan terhadap benda-benda sekeliling
- Dolmen : Tempat sesaji untuk memuja kepada leluhur jika ada upacara yang berupa meja besar
- Punden berundak : Tempat pemakaman leluhur yang bentuknya berundak-undak
- Menhir : Tiang batu untuk menyembah leluhur
- Sarkofagus: Untuk menyimpan mayat (Batu besar yang berbentuk lesung/oval)
- Kubur batu : Batu-batu yang ditipiskanyang bentuknya lempengen batu besar yang disusun persegi,
fungsinya untuk menyimpan mayat
- Waruga : Untuk menyimpan mayat dalam posisi duduk yang berbentuk kubus dan dapat ditemukan di
Sulawesi

2) Zaman Logam

Zaman logam adalah masa dimana manusia semakin maju yang sudah mengenal tehnik pengolahan logam
(Timah dan tembaga).

Teknik pengolahan logam ada dua yaitu :


1. Teknik Bivalve : teknik mengecor yang bisa di ulang-ulang terus menerus
2. Teknik A Cire Perdue : teknik mengecor yang hanya satu kali pakai (tidak bisa diulang)

Ciri-ciri :
1. Muncul masyarakat undagi
2. Mengenal bercocok tanam
Perekonomian :
1. Sistem barter
2. Perdagangan antar pulau dan antar wilayah dengan nekara, moko, manik-manik, dan rempah-rempah.
Sistem penguburan :
1. Penguburan mayat secara langsung
2. Penguburan mayat secara tidak langsung

Pembabakan zaman logam :


Zaman Tembaga
1. Masyarakat dapat mengolah bahan dari bahan tembaga.
2. Asia Tenggara (termasuk Indonesia) tidak mengalami zaman tembaga.

Zaman Perunggu
1. Masyarakat dapat mengolah bahan dari perunggu (campuran tembaga dan timah).
2. Mempunyai keahlian mengolah bahan perunggu dengan menggunakan Teknik Bivalve dan Teknik A Cire
Perdue

Hasil kebudayaan :
Kapak corong/kapak perunggu: Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Pulau Selayar dan Papua.
Nekara: Sumatra, Jawa, Bali, dan Pulau Sangean.
Moko: Pulau Alor
Manik-manik/ perhiasan : Kalimantan, Irian
Kapak candrasa
Bejana perunggu : Sumatra, Madura
Arca perunggu : Riau, Palembang, Bogor.

Zaman Besi
1. Berakhirnya zaman prasejarah
2. Tehnik pengolahan bahan: tehnik bivalve dan tehnik a cire perdue

Hasil kebudayaan :
Mata kapak, sabit, pisau, pedang, cangkul dan parang yang dapat ditemukan di Gunung kidul (Yogyakarta),
Bogor, Besuki (Jawa Tengah), dan Punung (Jawa Timur).

2. KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA HINDU DAN BUDDHA

Sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat telah memiliki kebudayaan yang cukup maju.
Unsur-unsur kebudayaan asli Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Bangsa Indonesia yang sebelumnya memiliki kebudayaan asli tidak dengan begitu saja menerima
budaya-budaya baru tersebut. Proses masuknya pengaruh budaya Indonesia terjadi karena adanya hubungan
dagang antara Indonesia dan India. Kebudayaan yang datang dari India kemudian mengalami proses
penyesuaian dengan kebudayaan asli Indonesia. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ini dapat
dilihat dari peninggalan-peninggalan sejarah dalam berbagai bidang.
Teori Brahmana
Van Leur : penyebar hinduisme di Indonesia kaum brahmana atas undangan kepala suku untuk mengadakan
abhiseka (penobatan). Bukti digunakan bahasa sansekerta pada prasasti di Indonesia, bahasa sansekerta
adalah bahasa brahmana. Contoh Yupa Kutai Kalimantan Timur.
Teori Ksatria
Majundar : masuknya agama dan budaya Hindu-Buddha karena adanya penaklukan yang dilakukan para
ksatria. Teori ini lemah karena tidak terbukti adanya koloni alisme India di Indonesia.
Teori Waisya
Prof. N.J. Krom : pembawa dan penyebar hinduisme di Indonesia adalah pedagang.
Teori Sudra
Kaum Sudra meninggalkan India menetap di Indonesia
Teori Arus Balik
George Coedes dan F.D.K. Bosch: proses masuk berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di
Indonesia karena peranan aktif bangsa Indonesia yang pergi berdagang ke India dan membawa pengaruhnya
ke Indonesia.

Masuknya kebudayaan Hindu menjadikan masyarakat Indonesia mengenal aturan kasta, yaitu:
1. Kasta Brahmana (kaum pendeta dan para sarjana),
2. Kasta Ksatria (para prajurit, pejabat dan bangsawan),
3. Kasta Waisya (pedagang petani, pemilik tanah dan prajurit).
4. Kasta Sudra (rakyat jelata dan pekerja kasar).
Namun, unsur budaya Indonesia lama masih tampak dominan dalam semua lapisan masyarakat. Sistem kasta
yang berlaku di Indonesia berbeda dengan kasta yang ada di India, baik ciri-ciri maupun wujudnya. Selain
kasta juga terjadi perubahan nama, baik nama kerajaan maupun nama raja, sering meniru nama-nama India,
contoh raja pertama Kutai Kudungga (nama Indonesia) menurunkan raja dengan nama India seperti
Asmawarman dan Mulawarman.
Dengan masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat Indonesia yang tadinya berupa kepercayaan yang
bersifat animisme dan dinamisme secara perlahan memeluk agama Hindu dan Buddha, diawali oleh
golongan elit di sekitar istana.
Sistem pendidikan masa Hindu-Buddha masih bersifat informal dan yang berperan sebagai guru adalah
pemuka agama dan para biksu. Tempat yang berfungsi sebagai tempat belajar adalah
Padepokan
Tempat berkumpulnya para cantrik atau orang yang berguru kepada pendeta atau pertapa. Biasanya berasal
dari keturunan brahmana. Sumbernya dari Kitab suci Weda dan Upanishad bagi Hindu dan Tripitaka bagi
Buddha.
Pertapaan
Keluarga
Lebih mengarah pada pendidikan hal-hal praktis seperti bertani dan ketrampilan khusus lainnya.

Kerajaan-Kerajaan Masa Hindu-Buddha

1. Kerajaan Kutai
Kerajaan Hindu tertua di Indonesia terletak di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Berdiri sekitar 400 500 M.
Bukti keberadaan berupa prasasti yang berbentuk Yupa/tiang batu berjumlah 7 buah. Prasasti Yupa yang
menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta.
Masyarakatnya bertani, beternak dan berdagang.
Raja 1 pemeluk agama Hindu adalah Asmawarman putra Kudungga bergelar Wangsakerta yang berarti
pembentuk keluarga karena mendirikan dinasti.
Puncak keemasan dibawah pimpinan Mulawarman. Wilayah kekuasaan meliputi hamper seluruh Kalimantan
Timur. Sering disamakan dengan Dewa Matahari, Ansuman.

2. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa, terletak di lembah Sungai Citarum Bogor, Jawa Barat,

Masyarakat hidup bertani dengan sistem irigasi dari Sungai Gomati (sesuai yang tertera dalam
prasasti Tugu).

Prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara antara lain Prasasti Tugu, Munjul, Kebon Kopi,
Pasir Awi, Jambu,Ciaruteun, dan Muara Cianten.

Raja terkenal Purnawarman

Kerajaan Tarumanegara runtuh abad ke 7 karena serangan Kerajaan Sriwijaya

3. Kerajaan Mataram Kuno/Mataram Hindu/Kerajaan Medang

Berkembang di pedalaman Jawa Tengah sekitar abad ke 8. Pusat kerajaan di sekitar Prambanan,
Klaten Jawa Tengah.

Masyarakatnya hidup dengan bertani, beternak, membuat kerajinan rumah tangga dan berdagang.

Sudah berlaku pajak.

Raja 1 Raja Sanna kemudian digantikan keponakannya Raja Sanjaya.

Masyarakat Mataram Kuno hidup makmur, aman, dan tentram masa Raja Sanjaya yang memerintah
dengan bijaksana.
Raja Sanjaya digantikan Raja Panangkaran. Kerajaan Mataram Kuno pecah setelah Raja Panangkaran
meninggal, menjadi Kerajaan Mataram corak Hindu (Dinasti Sanjaya) meliputi Jawa Tengah bagian
Utara dan Kerajaan Mataram corak Buddha (Dinasti Syailendra) meliputi Jawa Tengah bagian
Selatan.

Raja-raja Dinasti Sanjaya Panunggalan, Warak Garung dan Pikatan.

Raja Dinasti Syailendra Indra.

Bersatu kembali pada masa Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya) yang menikah dengan Pramodhawardani
(Dinasti Syailendra) 850 M dan berkembang meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Raja terbesar Kerajaan Mataram Kuno adalah Raja Balitung (898-910 M) bergelar Sri Maharaja
Rakai Watukura Dyah Balitung.

Raja berikutnya Raja Daksa, Raja Tulodang, dan Raja Wawa.

Raja Wawa memerintah tahun 924-929 M lau digantikan menantunya Mpu Sendok.

Mpu Sendok memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur karena serangan Kerajaan Sriwijaya.

Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno prasasti Canggal, Kalasan, dan Mantyasih, candi-candi seperti
candi di pegunungan Dieng, Gedung Songo, Borobudur, Mendut, Plaosan, Prambanan, dan lain-lain.

4. Kerajaan Sriwijaya

Merupakan kerajaan bahari bercorak Buddha di Sumatra.

Dalam bahasa sansekerta Sri berarti bercahaya/gemilang dan wijaya berarti kejayaan/kemenangan.

Berdiri abad ke 7 M.

Pusat pemerintahan awalnya di Muara Takus, Riau, lalu pindah ke Sungai Musi setelah menguasai
Palembang.

Wilayah kekuasaan dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenjanjung Malaya, Sumatra, Jawa, hingga
pesisir Kalimantan.

Bertumpu pada perdagangan internasional dan pertanian.

Merupakan pusat penyebaran ajaran agama Buddha. I-Tsing peziarah dari china banyak menemukan
kuil-kuil Budha. Guru terkenal Sakyakirti dan Dharmapala. Balaputradewa (856-861 M)
mendedikasikan biara Buddha di Bukit Siguntang tempat tinggal seribu biksu Buddha.

Masa keemasan dipimpin oleh Raja Bapaputradewa.

Mengalami masa kemunduran abad ke 13 akibat pusat kerajaan tidak lagi strategis untuk kegiatan
perdagangan dan banyak daerah kekuasaan yang melepaskan diri.

Banyak serangan dari kerajaan lain seperti Dharmawangsa 992 M, Rajendra Coladewa dari
Comandala 1023, 1030, dan 1068 M, Kertanegara dari Singosari 1275 M, dan Gajah Mada 1377 M

5. Kerajaan Kediri

Diawali dari pembagian wilayah Kerajaan Mataram Kuno 1041 M, Airlangga raja terakhir Mataram
Kuno membagi menjadi Panjalu dan Jenggala, karena anaknya Sanggramawijaya memilih jadi
bhiksuni.

Panjalu di Daha dipimpin Samara Wijaya. Jenggala di Kahuripan dipimpin Panji Garasakan.
1044-1052 terjadi perang saudara yang dimenangkan oleh Jenggala dibawah pimpinan Jayeswara dan
disatukan kembali menjadi Kerajaan Kediri.

Puncak kejayaan dibawah perintah Raja Jayabaya, terkenal dengan Jangka (ramalan) Jayabaya.

Raja terakhir Raja Kertajaya setelah dikalahkan Ken Arok dari Tumapel tahun 1222.

Kehidupan ekonomi masyarakatnya bertani dan berdagang dan taat membayar pajak.

6. Kerajaan Singosari/Tumapel

Didirikan tahun 1222 merupakan kerajaan bercorak Hindu di daerah Singasari, Malang, Jawa Timur.

Wilayahnya meliputi wilayah Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dan Kerajaan Kediri.

Perekonomiannya bertumpu pada kegiatan pertanian dan perdagangan internasional, selain pembuat
kerajinan tangan, buruh dan nelayan. Menerapkan hari pasaran dengan system penanggalan Jawa.

Menyatukan Kerajaan Kediri dan Tumapel menjadi Kerajaan Singosari setelah pertempuran Ganter.

Raja pertama Ken Arok dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwahbumi.

1227 Ken Arok dibunuh anak tirinya Anusapati.

1248 suruhan anak Ken Arok, Tohjaya, membunuh Anusapati

1248 Tohjaya dibunuh anak Anusapati, Ranggawuni.

Ranggawuni jadi raja dengan gelar Srijaya Wisnuwardhana dan didampingi adiknya Mahisa Cempaka
(keturunan Ken Arok dan Ken Dedes) bsebagai Ratu Anggabhaya dengan gelar Narasinghamurti.

1268 Ranggawuni wafat digantikan anaknya Kertanegara.

Puncak keemasan di jaman Raja Kertanegara bercita-cita memperluas kekuasaan hingga luar Pulau
Jawa.

1275 mengutus Kebo Anabrang melakukan ekspedisi Pamalayu ke Sumatra.

1292 Raja Kertanegara dibunuh Raja Jayakatwang.

7. Kerajaan Pajajaran/Sunda

Kerajaan yang berabad-abad (abad ke-7 sampai abad ke-6) berdiri di wilayah barat Jawa meliputi
Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah serta pernah menguasai wilayah bagian
selatan Pulau Sumatra.

Menurut prasasti Astanagede, pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran pernah di Pakuan Pajajaran
Bogor, Jawa Barat pada masa pemerintahan Maharaja Jayabhupati.

Masa Rahyang Niskala Wastu, pusat pemerintahan di Kawali dengan istana Surawisesa.

Perekonomian bertumpu pada kegiatan pertanian dan perdagangan.

Memiliki 6 pelabuhan penting : pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tomagaro, Sunda Kelapa dan
Cimanuk.

Raja-raja yang pernah memerintah: Maharaja Jayabhupati, Rahyang, Niskala Wastu, Sri Baduga
Maharaja, Hyang Wuni Sora, Prabu Niskala Wastu Kencana, Tohaan, Ratu Jaya Dewata, Ratu Samian
atau Prabu Surawisesa dan Prabu Ratu Dewasa.
Maharaja Jayabhupati menyebut dirinya Haji-risunda, pemeluk agama Hindu Waisnawa.

Keruntuhan Kerajaan Pajajaran di masa pemerintahan Prabu Ratu Dewasa akibat serangan Maulana
Hasanuddin dari Kerajaan Banten.

8. Kerajaan Majapahit

Merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar dan terakhir di Pulau Jawa.

Pusat kerajaan di Trowulan sekitar 10km sebelah barat daya Mojokerto, Jawa Timur.

Berasal dari tanah di hutan Tarik hadiah Jayakatwang (Kerajaan Singosari).

Kehidupan ekonomi didominasi aktivitas pertanian, perdagangan, pelayaran dan kerajinan.

Kehidupan ekonomi memburuk akibat perang saudara dan berkembangnya agama islam di Nusantara.

Didirikan oleh Raden Wijaya bersama Aria Wiraraja, Nambi, Lembu Sora, Ronggo Lawe, dan Kebo
Anabrang tahun 1293.

Kerajaan Majapahit terbentuk setelah mengalahkan Jayakatwang dengan bantuan Kubilai Khan dari
China yang hendak membunuh Raja Kertanegara.

Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jayawardhana.

Terjadi pemberontakan yang dilakukan sahabatnya Lembu Sora, Nambi dan Ronggo Lawe akibat
tidak puas dengan pemerintahan Raden Wijaya.

Raden Wijaya digantikan anaknya Kala Gemet yang bergelar Sri Jayanegara yang tidak bijaksana dan
senang berfoya-foya. Banyak terjadi pemberontakan seperti juru Demung tahun 1313, Wandana dan
Wagal tahun 1314, Nambi tahun 1316, Semi tahun 1318, dan Kunti 1319.

Setelah Jayanegara wafat digantikan oleh Tribhuwanatunggadewi anak Gayatri putri Kertanegara
yang memilih menjadi bhiksuni daripada naik tahta.

Menurut Kitab Negara Kertagama karya Mpu Prapanca pada masa pemerintahan
Tribhuwanatunggadewi terjadi pemberontakan di Sadeng dan Keta tahun 1331 yang berhasil
dipadamkan Gajah Mada.

Gajah Mada dilantik menjadi Mahapatih menggantikan Arya Tadah dengan mengucapkan Sumpah
Palapa, yaitu sumpah menyatukan Nusantara dibawah panji Majapahit. Membangun armada laut
dibawah pimpinan Laksmana Nala.

Masa kejayaan Majapahit dibawah pimpinan Hayam Wuruk yang naik tahta umur 16 tahun dan
bergelar Rajasa Negara.

Tahun 1364 Gajah Mada wafat.

Hayam Wuruk wafat tahun 1389.

Hayam Wuruk digantikan putrinya Kusumawardhani dan suaminya Wikramawardhana.

Bre Wirabhumi anak Hayam Wuruk dengan selirnya tidak setuju dengan pengangkatan
Kusumawardhani sehingga terjadi perang saudara yang dikenal dengan perang Paregreg tahun 1401-
1406.

C. KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA ISLAM

Teori Masuknya Agama Islam ke Indonesia


1. Teori Gujarat
Didukung oleh Snouck Hurgronje, W.F. Suttheirheim, dan B.H.M Vlekke, agama islam masuk Indonesia dibawa oleh
para pedagang Islam Gujarat sekitar abad ke 13 M.
Bukti teori ini nisan Sultan Malik al Saleh (sultan Samudera Pasai) yang bercorak Gujarat dan tulisan Marcopolo
tentang penduduk di Perlak, Aceh Timur banyak yang beragama islam.

2. Teori Mekkah
Pengaruh islam masuk Indonesia sekitar abad ke 7 oleh para pedagang Arab.
Buktinya adanya pemukiman islam tahun 674 di Baros, pantai barat Sumatra.
Didukung oleh Buya Hamka dan J.C. van Leur menyanggah teori Gujarat.
Menurut teori ini islam yang berkembang di Samudera Pasai penganut mazhab Syafii (mazhab di Mesir dan Mekkah),
sedangkan daerah Gujarat menganut mazhab Hanafi. Dan sultan-sultan Samudera Pasai menggunakan gelar Al Malik
yang lazim dipakai di daerah Mesir.
3. Teori Persia
Didukung Hoesein Djajadiningrat, islam masuk ke Indonesia dibawa oleh orang Persia sekitar abad ke-13.
Buktinya upacara Tabot, yaitu upacara memperingati meninggalnya imam Husain bin Ali (cucu Nabi Muhammad
SAW) dirayakan di Bengkulu dan Sumatra Barat tiap tanggal 10 Muharam atau 1 Asyura.
Bukti lain kesamaan antara ajaran sufi dianut Syekh Siti Jenar dan sufi Iran beraliran Al-Hallaj.
Media Penyebaran Islam
1. Melalui perdagangan
Para pedagang Islam dari Gujarat, Persia dan Arab tinggal selama berbulan-bulan di Malaka dan pelabuhan-pelabuhan
di Indonesia. Mereka menunggu angin musim yang baik untuk kembali berlayar. Maka terjadilah interaksi atau
pergaualan antara para pedagang tersebut dengan raja-raja, para bangsawan dan masyarakat setempat. Kesempatan ini
digunakan oleh para pedagang untuk menyebarkan agama Islam.
2. Melalui perkawinan
Di antara para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia. Hingga sekarang di beberapa kota di Indonesia terdapat
kampung Pekojan. Kampung tersebut dahulu merupakan tempat tinggal para pedagang Gujarat. Koja artinya pedagang
Gujarat.
Sebagian dari para pedagang ini menikah dengan wanita Indonesia. Terutama putri raja atau bangsawan. Karena
pernikahan itulah, maka banyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Kemudian diikuti oleh rakyatnya. Dengan
demikian Islam cepat berkembang.
3. Melalui pendidikan
Para ulama atau mubaliq mendirikan pondok-pondok pesantern di beberapa tempat di Indonesia. Di situlah para
pemuda dari berbagai daerah dan berbagai kalangan masyarakat menerima pendidikan agama Islam. Setelah tamat
mereka pun menjadi mubaliq dan mendirikan pondok pesantren di daerah masing-masing.
4. Melalui dakwah di kalangan masyarakat
Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri terdapat juru-juru dakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya, antara
lain :
- Dato'ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa (Sulawesi Selatan).
- Tua Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai (Kalimantan Timur).
- Seorang penghulu dari Demak menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar (Kalimantan Selatan).
- Para Wali menyebarkan agama Islam di Jawa. Wali yang terkenal ada 9 wali, yaitu :
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Sunan Bonang (Makdum Ibrahim)
Sunan Giri (Raden Paku)
Sunan Derajat (Syarifuddin)
Sunan Kalijaga (Jaka Sahid)
Sunan Kudus (Jafar Sodiq)
Sunan Muria (Raden Umar Said)
Sunan Gunung Jati (Faletehan)
Para wali tersebut adalah orang Indonesia asli, kecuali Sunan Gresik. Mereka memegang beberapa peran di kalangan
masyarakat sebagai :
penyebar agama Islam
pendukung kerajaan-kerajaan Islam
penasihat raja-raja Islam
pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan budaya Islam.
Karena peran mereka itulah, maka para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.
5. Menggunakan kesenian yang disesuaikan dengan keadaan
Ketika agama Islam masuk ke Indonesia, kebudayaan Hindu masih berakar kuat. Para penyebar agama Islam tidak
mengubah kesenian tersebut. Bahkan menggunakan seni budaya Hindu sebagai sarana menyebarkan agama Islam.
Seni dan budaya yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam adalah sebagai berikut:
Seni wayang kulit
Cerita wayang kulit diambil dari kitab Mahabharata dan Ramayana. Perubahan diadakan, tetapi sedikit sekali.
Misalnya, perubahan nama-nama tokoh-tokoh pahlawan Islam. Sunan Kalijaga adalah seorang wali yang sangat mahir
mempertunjukkan kesenian wayang kulit.

Seni tari dan musik gamelan


Pada upacara-upacara keagamaan dipertunjukkan tari-tarian tradisional. Tarian itu diiringi musik atau gamelan Jawa.
Misalnya gamelan Sekaten pada waktu upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Seni bangunan
Coba anda amati wujud desain masjid-masjid kuno yang ada di tanah air ini. Misalnya, menara masjid kuno di Kudus,
masjid kuno di dekat tuban, gapuranya mirip Candi Bentar, Masjid Sunan Kalijaga di Demak yang atapnya bertingkat-
tingkat mirip pura Hindu.

Masjid-masjid tersebut adalah bangunan Islam, tetapi dibangun mirip bangunan Hindu. Memang para penyebar agama
Islam berudaha menyesuaikan bangunan-bangunan Islam dengan bangunan Hindu. Apakah tujuannya? Agar rakyat
tidak mengalami perubahan secara mendadak. Bila seorang beragama Hindu masuk Islam dan bersembahyang di
masjid, merasa seolah-olah masuk ke sebuah pura.

Seni hias dan seni ukir


Kecuali bentuknya mirip candi, masjid-masjid kuno pun dihias dengan ukir-ukiran yang mirip ukir-ukiran khas Hindu.

Seni sastra
Kitab-kitab ajaran Islam diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu. Dengan demikian, isinya mudah
dipahami oleh rakyat.
Mengapa Islam mudah diterima
1. Masuk Islam itu mudah, cukup mengucapkan kesaksian bahwa Tiada Tuhan Selain Allah dan Nabi Muhammad SAW
adalah utusan Allah (mengucapkan dua kalimat Syahadat).
2. Alkulturasi Budaya Indonesia, faktor kedua karena Islam bisa dipadukan dengan keragaman Budaya di Indonesia
(Kompromis).
3. Agama Islam tidak mengenal Kasta, sesama makhluk Allah, didalam Agama Islam manusia memiliki kedudukan yang
sama (yang membedakan adalah tinggi rendahnya martabat, ketakwaan, amal dan tingkah laku orang itu sendiri).
4. Cara peribadatan Islam sangat mudah, tidak memerlukan biaya tinggi dilakikan dengan fleksibel dan mudah.
5. Tokoh penyebarnya bisa diteladani, penyebar Islam yang populer adalah Wali Sanga yang terkenal sebagai pribadi
yang baik dan bisa menjadi panutan dan teladan untuk orang banyak.

Kerajaan-Kerajaan Islam
1. Kerajaan Samudra Pasai
Merupakan kerajaan islam pertama di Indonesia.
Didirikan oleh Sultan Nazimuddin al Kamil 1155 1210
Terletak di pesisir timur Laut Aceh, Lhokseumawe, NAD
Mengalami kemakmuran pada masa pemerintahan Sultan Malik al Saleh, Samudra Pasai menjadi kerajaan maritim
terkuat di Selat Malaka sehingga menjadi pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama islam.
Sultan Malik al Saleh digantikan putranya Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik al Tahir (1297-1326)
Meredup ketika Kerajaan Malaka muncul.
Bukti islam berkembang di Samudra Pasai
o makam Sultan Malik al Saleh
o catatan Marcopolo 1292, seorang musafir dari Venesia. Ia menuliskan bahwa pada tahun tersebut penduduk Kota Perlak
sudah memeluk Islam.
o catatan Ibnu Batutah, seorang musafir dari Tunisia 13451346. Ia menuliskan bahwa agama Islam berkembang di
Samudera Pasai. Menurut Prof. Dr. Hamka, Islam masuk Indonesia berasal dari Mekah dan Mesir.
2. Kerajaan Aceh
Berdiri sekitar awal abad ke 16 di Sumatra bagian utara, dg pusatnya Kotaraja, Banda Aceh.
Informasi tentang kerajaan terdapat dalam kitab Bustanussalatin yang ditulis Nuruddin ar Raniri 1637
Raja pertama Sultan Ibrahim yang bergelar Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528), daerah kekuasaan sampai Daya
dan Pasai
Sultan Alaudin Riayat Syah, mampu meluaskan wilayah dan menyiarkan agama Islam sampai ke daerah
Siak, Pariaman, dan Indrapura.
Menjadi kerajaan besar masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), menguasai jalur perdagangan
alternatif melalui pantai barat Sumatra hingga Semenanjung Malaya.
Melemah akibat pertikaian antara golongan bangsawan (teuku) dan ulama (tengku) serta aliran syiah dan sunni.
Ditaklukan Belanda abad ke 20
3. Kerajaan Demak
Kerajaan islam pertama di pulau jawa
Didirikan oleh Raden Patah akhir abad ke 15
Terletak di daerah Bintoro dekat muara Sungai Demak
Raden Patah putra Brawijaya raja terakhir Majapahit dan ibu yang berasal dari Jeumpa yang beragama islam.
Raden Patah berguru pada Sunan Ampel
Raja-raja Kerajaan Demak:
o Raden Patah (1478-1518), membangun Mesjid Agung Demak
o Adipati Unus (1518-1521)
o Sultan Trenggono (1521-1546)
Kerajaan Demak berperan besar dalam penyebaran agam islam dengan bantuan wali songo dan menjadi pusat
penyebaran agama islam di Jawa dan wilayah Nusantara bagian timur.
Mengalami kemunduran akibat perang saudara
Joko Tingkir (1549-1587) memindahkan Kerajaan Demak dari Demak ke Pajang
4. Kerajaan Mataram Islam
Berdiri sekitar tahun 1586, terletak di daerah Jawa tengah bagian selatan dengan pusatnya di Kota Gede Yogyakarta.
Raja pertama Kerajaan Mataram Islam adalah Sutawijaya (1586-1601), dengan gelar Panembahan Senopati ing Alogo
Sayidin Panotogomo, digantikan Mas Jolang (1601-1613)
Puncak kejayaan masa pemerintahan Raden Mas Rangsang (1613-1645) dengan gelar Sultan Agung Senopati ing
Alogo Ngabdurrachman atau lebih dikenal dengan Sultan Agung
Amangkurat I memerintah Mataram 1645-1677, menjalin hubungan erat dengan Belanda
Amangkurat II memerintah 1677-1703, daerah kekuasaan banyak diambil alih Belanda
1755 Mataram terpecah 2 akibat perjanjian Giyanti menjadi Kesultanan Yogyakarta (Ngayogyakarta Hadiningrat) dan
Kesuhunan Surakarta.
o Kesultanan Yogyakarta berpusat di Yogyakarta dipimpin Mangkubumi dengan gelar Hamengkubuwono I, terbagi dua
menjadi Kasultanan dan Paku Alam
o Kesuhunan Surakarta berpusat di Surakarta dipimpin Susuhunan Pakubuwono III, pecah menjadi dua yaitu Kesuhunan
dan Mangkunegaran.
5. Kerajaan Banten
Terletak di Jawa Barat, awalnya merupakan daerah kekuasaan Demak yang diberikan sebagai tanda terima kasih
kepada Fatahillan/Sunan Gunung Jati oleh Sultan Trenggono.
Pertama kali dipimpin oleh putra Fatahillah yaitu Hasanuddin sejak tahun 1552
Banten menjadi penguasa tunggal jalur pelayaran di Selat Sunda banyak disinggahi pedagang dari Gujarat, Persia,
China, Turki dan Keling.
1570 digantikan putranya yang bergelar Panembahan Yusuf yang menaklukan Pakuan dan Kerajaan Pajajaran
Islam berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692), dibuktikan dengan banyaknya
ulama Islam yang didatangkan ke Banten. Salah satunya Syekh Yusuf dari Sulawesi
Hasil peninggalan Istana Surosoan, Masjid Agung Banten, Situs Istana Kaibon, Benteng Spellwijk, Danau Tasikardi,
Meriam Ki Amuk, Pelabuhan Karangantu, Vihara Avalokitesvara
Karena Sultan Haji menjalin hubungan dengan Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa berusaha mengambil alih kembali
kontrol pemerintahan. Namun, usahanya gagal. Dengan dukungan dari Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil
ditangkap dan dipenjarakan. Kekuasaan Banten pun melemah.
6. Kerajaan Gowa dan Tallo
Lebih sering disebut Kerajaan Makassar, dipimpin oleh Daeng Manrabia bergelar Sultan Alauddin (raja Gowa) sebagai
raja dan Karaeng Mantoaya bergelar Sultan Abdullah (raja Tallo) sebagai perdana menteri, sangat berperan
menyebarkan ajaran islam di Makassar.
Tumbuh menjadi kerajaan maritim terbesar di wilayah Indonesia bagian timur dan menjadi tempat singgah pedagang2.
Sultan Hasanuddin (1653-1669) bergelar si Ayam jantan dari Timur atas keberaniannya mendorong terjadinya
pertempuran dan perampokan terhadap kapal-kapal dagang Belanda yang dilakukan oleh orang Makassar
Dari berbagai pertempuran, Belanda akhirnya menyerang langsung Kerajaan Makassar.
Penguasa Makassar akhirnya dipaksa untuk berunding dan menyepakati perjanjian yang disebut Perjanjian Bongaya
(1667)
7. Kerajaan Ternate dan Tidore
Terletak di Kepulauan Maluku dan sebagian Papua dan disebut Kerajaan Ternate dan Tidore karena masing-masing
berpusat di Pulau Ternate dan Pulau Tidore
Terkenal sebagai pusat penghasil rempah-rempah di Asia Tenggara sehingga mendapat julukan The Spice Island
(Kepulauan rempah-rempah)
Media penyebaran islam melalui perdagangan rempah-rempah
Kerajaan Ternate didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada abad ke-13 yang beribukotakan Sampalu.
Ketika permintaan rempah-rempah dari Maluku semakin besar, pengaruh Islam masuk ke Ternate dan mulai
disebarkan pada abad ke-14
Kerajaan Tidore juga didirikan pada abad ke-13 dan sama dengan kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore juga kaya akan
rempah-rempah maka banyak pedagang dari berbagai negara membeli rempah-rempah
Bersamaan dengan itu Agama Islam masukdan dianut masyarakat Tidore
Ketika Bangsa Portugis masuk ke Maluku pada tahun 1512, Kerajaan Ternate langsung merangkul Portugis menjadi
sekutunya
Ketika Bangsa Spanyol masuk ke Maluku pada tahun 1521, Kerajaan Tidore juga langsung bersekutu dengan Bangsa
Spanyol
Timbul persaingan antara keduanya dan berhasil didamaikan Paus melalui perjanjian Zaragosa

Tarasinta Prastoro
PJ IPS/Sejarah

Bagaimanakah aktivitas pertanian pada masa


praaksara, Hindu-Buddha, dan Islam?
masih serba sederhana dan primitif, belum adanya pupuk buatan pabrik
pertanian dikerjakan manual dan bantuan sapi/kerbau
contoh tanaman padi didaerah jawa

pada masa pra-aksara atau prasejarah manusia melakukan pertanian yang masih sederhana dan tanaman yang
ditanam adalah berupa umbi umbian
pada masa hindu-budha: (saya tidak tahu)
pada masa islam: cukup berkembang dengan adanya alat berupa bajak yang cukup sederhana dan tanaman yang
ditanam adalah sejenis palawija

Anda mungkin juga menyukai