Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan

adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif. Studi

populasi umum tidak ada yang menunjukkan insidens dari penyakit skizoafektif ini,

melainkan komorbid antara skizofrenia dan gangguan afektif. Berdasarkan national

comorbidity study, didapatkan bahwa, 66 orang yang di diagnosa skizofrenia, 81%

pernah didiagnosa gangguan afektif yang terdiri dari 59% depresi dan 22% gangguan

bipolar. Dengan kata lain, depresi adalah komorbid tertinggi dari skizofrenia.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia

maupun gangguan afektif. Terdari dari 2 yakni skizofrenia dan gangguan afektif.

Skizofrenia berdasarkan DSM IV memiliki definisi sekelompok ciri dari gejala

positif dan negatif, ketidakmampuan dalam fungsi sosial, pekerjaan ataupun

hubungan pribadi dan gejala terus berlanjut selama paling tidak 6 bulan.

Sedangkan gangguan afektif ialah sekelompok penyakit yang bervariasi berat

gejala utamanya adalah perubahan mood yang secara periodik berganti-ganti.1

Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan

pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang

menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan

tipe depresif. Bila gejala skizofrenik dan gangguan perasaan manik menonjol

pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe

manik. Pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala skizofrenik dan gangguan

perasaan depresif timbul bersamaan.1

2
B. Etiologi
Penyebab gangguan skizoafektif hingga sekarang tidak diketahui

meskipun beberapa data riset menunjukkan bahwa skizoafektif terkait dengan

faktor genetik. Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah

berubah begitu banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab

gangguan skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu

teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan

lingkungan.2
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat

model konseptual telah diajukan. (1) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan

suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe gangguan mood. (2) Gangguan skizoafektif

mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia dan gangguan mood.

(3) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang

berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan

mood. (4) Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif

adalah kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga

kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah menganggap pasien

dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen.2

C. Epidemiologi & Faktor Risiko


Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1 persen yakni

dalam rentang 0,5-0,8%.2 Gangguan skizoaafektif lebih sering terjadi pada orang

tua dibandingkan orang muda, prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih

rendah pada pria dibandingkan dengan wanita terutama yang sudah menikah.

Meskipun demikian angka kesembuhan lebih tinggi pada wanita dibandingkan

pada pria.3

3
D. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya skizoafektif belum diketahui apakah merupakan

suatu patologi yang terpisah dari skizofrenia dan gangguan mood atau merupakan

gabungan dari keduanya yang terjadi secara bersamaan. Jika merujuk pada

kemungkinan kedua, maka telah diketahui neurobiology baik fungsional ataupun

structural yang terlibat dalam gangguan ini. Secara sederhana disimpulkan bahwa

gejala psikotik muncul dari gangguan pada sistem dopamin,

serotonin, glutamate, metabolisme otak, dll. Kelebihan dopamin atau

peningkatan sensitivitas reseptor dopamine D2 menjadi penyebab gejala psikotik

positif.2

Serotonin dikaitkan dengan gejala positif dan negative. Terlihat penurunan

aktivitas glutamate di beberapa regio otak pada pasien skizofrenia, kelainan pada

sistem glutamate dikaitkan dengan gejala hiperaktivitas, hipoaktivitas dan

neurotoksisitas. Gejala negative terutama dikaitkan dengan aktivitas norepinefrin

yang menurun.2

Gambar 1. Abnormalitas fungsi otak pada skizofrenia(2)

4
Gambar 2. Area yang terlibat pada gangguan afek dan mood(2)

5
E. Tanda dan Gejala

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala

gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit

6
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila

gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,

gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan

skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.4

Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,

perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala

gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif. 4

Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan

jiwa (PPDGJ-III): Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas

(dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang

jelas):4

a) thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya

sama, namun kualitasnya berbeda ; atau thought insertion or withdrawal = isi

yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya

diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought

broadcasting= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum

mengetahuinya;

b) delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivitiy = waham tentang

dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang

dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke

pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). delusional perception =

7
pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya,

biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara

terus menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein

di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara

halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya

setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas

manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi

dengan mahluk asing dan dunia lain).

e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila

disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk

tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.

f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan,

atau neologisme.

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),

posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,

dan stupor.

8
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang

jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja

sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi

atau medikasi neuroleptika.

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam

mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal

behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak

berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan

penarikan diri secara sosial.5

F. Diagnosis

Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik

skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik

untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam

kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.

Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah

bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat

atau episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik

untuk fase aktif dari skizofrenia. Disamping itu, pasien harus memiliki waham

atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan

9
mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk

sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan

untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan

ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.3

Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)

Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif


A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.

Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode campuran

dengan

gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.

Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.

B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama

sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.

C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian

bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.

D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat

yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.


Sebutkan tipe:

Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau

suatu manik

suatu episode campuran dan episode depresif berat)

Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.

10
DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien

menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe

depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang

ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif

berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.1

Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah

karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja.

Kondisi-kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan

atau membentuk sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di mana

gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-

gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai

dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan

(mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis

gangguan skizoafektif.1

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala

definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan

afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously),

11
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode

penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode

penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik

atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia

dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.


Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah

mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi

Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif

berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau

campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua

episode manik atau depresif (F30-F33)

G. Diagnosis Banding

Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan

gangguan mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan

skizoafektif. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan

phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis

secara khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan

mood yang bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua

kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan

mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu

deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan

demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis

yang paling akut telah terkendali.6,7

12
H. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai

prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan

prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan

gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien

dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien

dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien

dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian

yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang

ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan

gangguan itu sendiri.7

Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe

bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan

gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang

perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya

gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak

mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-

masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau

tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan

perjalanan penyakit.7

Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan

jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan

bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan

13
skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di

antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.7

I. Tatalaksana
Modalitas terapi yang utama dan sering dilakukan untuk gangguan

skizoafektif adalah perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi

psikososial. Prinsip dasar dalam farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif

adalah bahwa protocol antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya

diindikasikan dan antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk

pengendalian jangka pendek.:Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam

mengendalikan gejala, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Mood stabilizer,

adalah cara utama penggobatan gangguan bipolar dan diharapkan dapat

bermanfaat pada pengobatan pasien dengan gangguan skizoafektif. (1) Pasien

sendiri harus mendapatkan percobaan litium karbonat, karbamazepin, valproat,

atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif. Satu studi

membandingkan litium dan karbamazepin memperlihatkan keunggulan

karbamazepin pada skizoafektif tipe depresif tetapi untuk tipe bipolar kedua obat

tersebut memiliki hasil yang sama. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe

depresif, harus diberikan percobaan antidepresan dan terapi elektrokonvulsif

(ECT) sebelum mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi antidepresan.


(2,3)

Farmakoterapi yang dapat digunakan untuk mengatasi gejala skizoafektif

tipe manik yaitu pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan

dengan obat mood stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Pada tipe

14
ini sebaiknya diobati secara agresif dengan pemberian dosis mood stabilizer

dalam kisaran konsentrasi teraupetik sedang sampai tinggi di dalam darah.(2)

Ketika pasien memasuki fase pemeliharaan, pemberian dosis dapat dikurangi

sampai rentang rendah sampai sedang untuk menghindari efek samping dan efek

potensial kepada sistem organ seperti tiroid dfan ginjal dan memudahkan

konsumsi dan kepatuhan minum pengobatan. Sebelum memulai pengobatan

tentunya perlu ada penapisan yang harus dilakukan seperti penilain fungsi tiroid,

ginjal juga fungsi hematologi dengan tes laboratorium.(2)


Pasien Skizoafektif juga banyak terjadi akibat mengalami episode

depresif mayor. Pengobatan dengan antidepresan menyerupai pengobatan depresi

bipolar. Pengobatan dilakukan bukan untuk mencetuskan suatu siklus pergantian

cepat dari depresi menjadi mania dengan antidepresan. Lini pertama yang sering

digunakan adalah inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dan sertralin. Untuk

pasien teragitasi atau insomnia dapat digunakan antidepresan trisiklik. Apabila

obat sudah dikonsumsi tetapi gejala sulit dikendalikan maka seperti yang telah

dijelakan diatas perlu dilakukannya ECT.(2)


Berikut obat psikotik yang bisa digunakan :

15
Gambar 3. Obat psikotik(4)

Nomor Nama generic Sediaan Dosis Anjuran


1. Lithium carbonate Tab 200-400 mg 250-500 mg/h
2. Haloperidol 0,5-1,5-5 mg 5-20 mg/h
0,5-2-5 mg
3. Carbamazepine Tab 200 mg 300-600 mg/h
Kaplet 200 mg
4. Valproic Acid 250 mg/5ml 2x250mg/h
5 Divalproex Na. Tab 250 mg 3x250 mg/h
Tab ER 500 mg 1-2x500 mg/h
Tabel 4. Obat Anti Mania(4)

16
Gambar 4. Obat antidepresan (5)
Pengobatan yang diberikan juga tidak hanya mengacu kepada obat

melainkan terapi psikoterapi seperti terapi keluarga, latihan keterampilan sosial,

dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri sulit memutuskan diagnosis

dan prognosis gangguan skizoafektif yang sebenarnya sehingga perlu diberika

penjelasan kepada pasien. Pengobatan yang konsisten penting untuk hasil terbaik,

psikoedukasi pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long acting

bisa menjadi bagian penting dari pengobatan pada gangguan skizoafektif.(3,4)

17
Daftar Pustaka

1. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of Mental


disorders (DSM IV TM). American Psychological Association: Washington
DC.1996.
2. Sadock BJ, Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis. In: Muttaqin H, Sihombing
RNE editors. Gangguan Skizoafektif. 2nd ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC ; 2004. p. 170-173.
3. Melissa Conrad Stoppler. Schizoaffective disorder. 2013. Available at:
http://www.medicinenet.com. Accessed on 9 september 2016.
4. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Penggolongan
Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya;
2014.p.10-39.
5. Preskorm SH, Flockhart D. Guide To Psychiatric Drug Interactions. 2006.
Available at: http://primarypsychiatry.com/issue/2006/page/11/. Accessed on 9
september 2016.
6. Maramis, W.S. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Presss : Surabaya.
1994.
7. Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1998

18

Anda mungkin juga menyukai