LAPORAN PENDAHULUAN
1.Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit
atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi
tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi,
peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka
saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan
yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak
dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.
Fisiologi
Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. kelenjar Bartolini
mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum
seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk
pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas
vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan
labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.
2.2.Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini tersumbat. Cairan
yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak
dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini
dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit
menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran
pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis
organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan
dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses
dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses
kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae
adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen
yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun,
kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari
infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses
tersebut.
2.3.Patofisiologi
Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan retensi dari sekresi,
dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat menjadi
terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar. Kelenjar Bartholin sangat sering
terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi. Kista dan abses
bartholin seringkali dibedakan secara klinis.
Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan distensi
dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder
dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cms eringkali
asimptomatik. Sedangkan kistayang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan
dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau
kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang
akut dan bertambah secara cepat dan progresif. Abses kelenjar Bartholin disebakan oleh
polymicrobial.
2) Kateter
Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Merupakan sebuah kateter kecil
dengan balon yang dapat digembungkan dengan saline pada ujung distalnya, biasanya
digunakan untuk mengobati kista dan abses Bartholin. Panjang dari kateter karet ini adalah
sekitar 1 inch dengan diameter No.10 French Foley kateter. Balon kecil di ujung Word catheter
dapat menampung sekitar 3-4 mL larutan saline
3) Marsupialisasi
Alternatif pengobatans elain penempatan Wordcatheter adalah marsupialisasi dari kista
Bartholin . Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses akut.
Gambar 8. Marsupialisasi Kista Bartholin (kiri) Suatu incisi vertikal disebut pada bagian tengah
kista, lalu pisahkan mukosa sekiar; (kanan) Dinding kista dieversi dan ditempelkan pada tepi
mukosa vestibular dengan jahitan interrupted
Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista dijepit
dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat incisivertikal pada vestibular melewati bagian tengah
kista dan bagian luar dari hymenal ring.Incisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm,
bergantung pada besarnya kista. Setelah kista diincisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat
diirigasi dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini
lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan interrupted
menggunakan benang absorbable 2 -0.18 Sitz bath dianjurkan pada hari pertama setelah
prosedur dilakukan. Kekambuhan kista Bartholin setelah prosedur marsupialisasi adalah
sekitar 5-10 %.
4) Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak berespon
terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada infeksi aktif.
Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya dilakukan di ruang
operasi dengan menggunakan anestesi umum. Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal
lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit berbentuk linear yangmemanjang sesuai ukuran kista pada
vestibulum dekat ujung medial labia minora dansekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal
ring. Hati hati saat melakukan incisikulit agar tidak mengenai dinding kista.Struktur vaskuler
terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada bagian posterosuperior kista. Karena
alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian bawahkista dan mengarah ke superior. Bagian
inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus
dibuat dekat dengandinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular
bulb danuntuk menghindari trauma pada rectum.
Gambar 8. Diseksi Kista
Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi utama dari kista dicari dan
diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu dipotong dan diligasi dengan benangchromic atau
benang delayed absorbable 3-0.
2. Ciprofloxacin
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe bakterisida yang
menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan menghambat pertumbuhan bakteri
dengan menginhibisi DNA-gyrase pada bakteri.
Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari
3. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan dengan 30S dan50S
subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk Ctra chomatis.
Dosisyang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari
4. Azitromisin
Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedangyang disebabkan oleh beberapa
strain organisme. Alternatif monoterapi untukC trachohomatis.
Dosisyang dianjurkan: 1 g PO 1x
2.6.Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dari absesBartholin adalah kekambuhan.
Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase abses.
Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwono Prawiro hardjo, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, 2006,Jakarta
2. http://obginfo.blogspot.com/2009/08/kista-bartolini.html
3. http://obgynunair.wordpress.com/tour-of-duty/ginek-akut/
4. http://www.scribd.com/doc/43731478/LapKas-Kista-Bartholin-Ctine-
drNandono
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BARTOLINITIS
II. KONSEP DASAR ASKEP
a. Data focus
Pembesaran kalenjar bartolini, merah, nyeri dan lebih panas didaerah sekitarnya / perineum,
ada nanah, kadang dirasakan sebagai benda berat dan atau menimbulkan kesulitan pada koitus,
iritasi vulva, dapat terjadi abses yang kadang-kadang dapat sebesar telur bebek.
b. Diagnose keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
1. Nyeri berhubungan dengan peradangan kalenjar bartolin ditandai dengan pembesaran kalenjar
bartolin, nyeri dan lebih panas didaerah perineum / sekitarnya, iritasi vulva, kadang terasa
seperti benda berat.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder terhadap penyakit
kronis ditandai dengan pembesaran kalenjar bartholin, nyeri dan lebih panas didaerah
sekitarnya / perineum, ada nanah, kadang dirasakan sebagai benda berat,ada abses yang
kadang-kadang dapat sebesar telur bebek.
3. PK : Infeksi
4. Perubahan pola seksual berhubungan dengan nyeri ditandai dengan kalenjar bartholin
membengkak, merah, nyeri pada daerah perineum, dan nanah.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bahan iritan dari lingkungan sekunder terhadap
kelembaban ditandai dengan merah, iritasi vulva, nanah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4) Planning
Apa yang dilakukan berdasarkan hasil kesimpulan dan evaluasi terhadap keputusan
klinis yang diambil dalam rangka memenuhi kebutuhan klien yang telah diberikan
sebagai langkah V, VI, VII Varney.
Tabel 01. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan
7 langkah Halen Varney 5 langkah SOAP
kompetensi bidan
1. Pengumpulan data dasar Data Subjektif
Objektif
2. Identifikasi diagnosis / Assesment / Assesment /
masalah aktual Diagnosis diagnosis
3. Identifikasi diagnosis /
masalah potensial
4. Pelaksanaan tindakan
segera / emergency
5. Intervensi / rencana Rencana asuhan Planning
tindakan
6. Implementasi Implementasi
7. Evaluasi Evaluasi