Anda di halaman 1dari 2

Potensi Uranium di Indonesia

Sejak medio 2016, Pemerintah terus menggodok pembentukan holding BUMN di beberapa sektor,
diantaranya holding BUMN Migas, BUMN Pertambangan, BUMN Tol, BUMN Perumahan, BUMN
Keuangan, dan BUMN Pangan. Dari 6 sektor yang direncanakan, BUMN Migas menjadi yang pertama
mendapat persetujuan Presiden, namun pada realisasinya, holding BUMN pertambangan-lah yang resmi
terbentuk terlebih dahulu dan sudah diperkenalkan kepada publik pada 29 Maret 2017.

Tujuan Holding BUMN

Dengan terbentuknya holding BUMN diharapkan akan membuat perusahaan pelat merah menjadi lebih
besar, kuat dan berdaya saing. Tak hanya itu, setidaknya ada 6 manfaat pembentukan holding BUMN yang
diturakan oleh Menteri BUMN yaitu (1) kemandirian keuangan tanpa penambahan PNM (Penyertaan
Modal Negara), (2) membuka lapangan kerja baru, (3) mendorong ketahanan pangan, (4) mempercepat
penyediaan perumahan rakyat, (5) dividen dan pajak pemerintah meningkat, dan (6) infrastruktur menjadi
efisien dan terintegrasi.

Berbicara mengenai Holding BUMN Industri Pertambangan, harapan terbentuknya holding BUMN di
sektor ini dilatarbelakangi dengan fakta bahwa Indonesia memiliki kekayaan sumber daya dan cadangan
mineral, serta batubara yang besar, termasuk yang dikelola oleh BUMN Industri Pertambangan. Namun,
pengelolaan lebih lanjut komoditas pertambangan (hilirasasi) juga belum dilakukan secara optimal.
Bahkan penguasaan sumber daya dan cadangan oleh perusahaan pelat merah sektor pertambangan
masih relatif rendah dibandingkan pemain swasta nasional maupun asing. Pembentukan Holding
BUMN Industri Pertambangan diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut, seperti belum optimalnya
pengelolaan nilai tambah atas mineral, serta tidak meratanya distribusi SDA mineral di Indonesia dan
keterbatasan kemampuan pendanaan investasi terkait hilirasi.

Struktur Holding BUMN Industri Pertambangan

Dalam Holding BUMN Industri Pertambangan, terdapat empat perusahaan tambang BUMN yaitu, PT
Inalum (Persero), PT Bukit Asam Tbk (Persero), PT Aneka Tambang Tbk (Persero), dan PT Timah Tbk
(Persero). Bertindak sebagai induk Holding BUMN Tambang tersebut yaitu PT Inalum, yang menguasai 65
persen saham Antam, 65,02 persen saham Bukit Atam dan 65 persen saham Timah, dengan masing-
masing didalamnya terdapat 1 saham seri A milik pemerintah. INALUM ditetapkan sebagai induk Holding
BUMN Industri Pertambangan dengan pertimbangan proses pembentukan holding dapat dilakukan relatif
lebih cepat, optimal dan lebih terkontrol dikarenakan INALUM merupakan BUMN yang masih sepenuhnya
(100%) dimiliki oleh negara.

((gambar struktur holding tambang))

Holding BUMN Industri Pertambangan dan Saham PTFI

Menariknya, salah satu strategi dari pembentukan Holding BUMN Industri Pertambangan adalah
menguasai cadangan & sumber daya mineral di Indonesia, dengan cara melakukan akuisisi atas
perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia yang sudah melakukan produksi. Holding pertambangan
yang dibentuk diklaim mampu membiayai pembelian 41.64 persen sisa saham divestasi PT Freeport
Indonesia (PTFI) dari 51 persen divestasi saham yang diwajibkan oleh Pemerintah melalui PP No 1/2017.
Jika hal ini benar terealisasi, pengelolaan PTFI oleh Indonesia bukanlah sekedar angan-angan belaka.
Setidaknya ada beberapa alasan Holding BUMN Industri BUMN mampu mengelola usaha pertambangan
yang beroperasi di Tembagapura tersebut. Pertama, dari sisi operasional, perusahaan-perusahaan
tambang dalam holding tersebut punya banyak pengalaman dalam melakukan kegiatannya di dalam
negeri, salah satunya adalah dalam melakukan pertambangan bawah tanah seperti milik Freeport, PT
Aneka Tambang (Persero) Tbk juga memiliki pengalaman, termasuk kemampuan melakukan pengolahan
dan hidrometalurgi.

Kedua, dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), para pekerja di masing-masing perusahaan BUMN sudah
memiliki kapasitas yang mumpuni dan pengalaman panjang. Ketiga, terkait dengan pendanaan, dengan
adanya holding ini membuat struktur perusahaan semakin kuat. Sebab, aset masing-masing perusahaan
dikonsolidasikan sehingga pencarian dananya lebih mudah.

Dalam hal ini tentunya Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM perlu duduk bersama untuk
membicarakan dan mensinkronkan perihal pengakuisisian saham PTFI, agar di kemudian hari tidak lagi
muncul tumpang tindih dan kontradiksi peraturan perundangan yang dapat berujung pada tidak
efektifnya pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan yang diaturnya. Hingga pada akhirnya dapat
memicu ketidakpastian iklim usaha dan investasi yang semakin luas.

Anda mungkin juga menyukai