Gambaran Tingkat Depresi Pada Lansia Di Dusun Saukeng Desa Singa Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 20

1 gambaran tingkat depresi pada lansia di dusun Saukeng desa Singa Kecamatan

Herlang Kabupaten bulukumba

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Depresi merupakan fenomena global. Masalah ini muncul pada kedua jender dan pada
masyarakat miskin maupun kaya. Tidak ada kawasan yang bebas dari masalah ini. Jumlah
perempuan yang mengidap depresi dua kali lebih besar dibanding lelaki. Deprsei biasanya
mudah dialami oleh para orang tua yang sudah berumur 60 tahun ke atas atau biasa disebut
lanjut usia (lansia). Depresi merupakan rasa sedih yang menetap lebih dari dua pekan dan
mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Yang terburuk, depresi dapat memicu seseorang
melakukan bunuh diri. Sekitar satu juta orang di dunia bunuh diri setiap tahun dan
separuhnya mengalami depresi.World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
depresi berada pada urutan ke empat penyakit di dunia.

Depresi pada lansia berbeda dengan depresi pada pasien yang lebih muda karena
gejala-gejala depresi sering berbaur dengan keluhan somatik. Faktor resiko depresi pada
lansia lebih banyak diderita oleh wanita daripada
pria, lansia yang memiliki status kesehatan buruk, tinggal sendiri, disabilitas
fungsional, penyakit somatik, status marital, isolasi sosial, gangguan emosi dan kepribadian,
tingkat pendidikan, kematian dan lain-lain. Prevalensi depresi pada lansia di masyarakat
menurut penelitian-penelitian pada komunitas di seluruh dunia adalah berkisar dari 2-44%.
1

Menurut World Health Organization (WHO) dalam jangka beberapa tahun terakhir
ini jumlah penduduk dunia yang sudah lanjut usia mengalami peningkatan yakni pada tahun
2010 penduduk lansia mencapai 350 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 20%.
Sedangkan pada tahun 2011 jumlah penduduk dunia yang sudah lanjut usia hanya sekitar 250
juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 19%. Sementara pada tahun 2012 penduduk
lansia mencapai 680 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 32%. Perkembangan
lansia sangat dirasakan oleh negara-negara berkembang dibanding dengan negara-negara
maju di dunia.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia bahwa
jumlah lansia yang ada di Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008
berjumlah 9,5 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 20%, tahun 2009 berjumlah 11,3
juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 18%, memasuki tahun 2010 lansia berjumlah
17,2 juta jiwa. Pada tahun 2011 lansia mencapai 19,5 juta jiwa dan yang mengalami depresi
sekitar 32%.
Di Sulawesi selatan, jumlah penduduk lansia pada tahun 2009 mencapai 179 ribu
jiwadan yang mengalami depresi sekitar 15%, tahun 2010 sebanyak 183 ribu jiwa dan yang
mengalami depresi sekitar 10%, dan pada tahun 2011 jumlah penduduk lanjut usia sebanyak
198 ribu jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 12% yang tersebar dibeberapa Kabupaten.
Khusus di Kabupaten Bulukumba pada tahun 2010 penduduk lanjut usia sebanyak 27 ribu
jiwadan yang mengalami depresi sekitar 42% dan pada tahun 2011 mencapai 48 ribu jiwa dan
yang mengalami depresi sekitar 30% (Depsos, 2010).
Berdasarkan data awal yang diperoleh penulis bahwa di dusun Saukeng desa Singa
jumlah penduduk yang lanjut usia berjumlah 30 jiwa dari 288 jiwa jumlah
penduduk. Penduduk lansia tersebut mengalami depresi disebabkan karena faktor psikososial
seperti peristiwa kehidupan di lingkungan keluarga, dan sosial serta proses penuaan. Di mana
pada proses ini lansia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis,
maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Sehingga menimbulakan gejala
depresi seperti selalu merasa sedih, cemas, suasana hati yang kosong, pesimis, selalu merasa
bersalah, tidak berdaya dan tidak berharga, kondisi tubuh mulai lelah, energi dan nafsu
makan berkurang serta masih banyak lagi gejala yang lain. Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian tentang gambaran tingkat depresi pada lansia di dusun Saukeng
desa Singa Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah gambaran tingkat depresi pada lansia di dusun Saukeng desa Singa Kecamatan
Herlang Kabupaten bulukumba ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran tingkat depresi pada lansia di dusun Saukeng desa Singa Kecamatan
Herlang Kabupaten Bulukumba.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran tingkat depresi pada lansia di dusun Saukeng desa Singa
Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba kategori ringan.
b. Diketahuinya gambaran tingkat depresi pada lansia di dusun Saukeng desa Singa
Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba kategori sedang.
c. Diketahuinya gambaran tingkat depresi pada lansia di dusun Saukeng desa Singa Kecamatan
Herlang Kabupaten Bulukumba kategori berat.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para lansia
yang ada di dusun Saukeng desa Singa Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penduduk lansia
Dengan adanya hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk pengetahuan tentang depresi
dan cara menanggulanginya.
b. Bagi penelitian selanjutnya
Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan yang
berhubungan dengan depresi pada lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Depresi
1. Definisi
Depresi adalah gangguan mental yang setiap orang berpeluang mengalaminya. Banyak
dari kita kebingungan untuk membedakan antara depresi, stress dan kesedihan. Belum lagi
membedakan beberapa jenis dari depresi, misalnya unipolar depression, biological
depression, manic depression, seasonal affective disorder, dysthymia, dan lainnya. Ada
begitu banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan tentang depresi.
Gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan
yang mendalam dan berkelanjutan sehingga menyebabkan hilangnya kegairahan hidup, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA masih baik),
kepribadian yang utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/spliting of personality,
perilaku dapat mengganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Hal tersebut bisa
dikatakan sebagai depresi (Dadang Hawari, 2009).
Pendapat lain menyatakan bahwa depresi adalah perasaan sedih dan tertekan yang
menetap, perasaan berat sedemikian beratnya sehingga tidak bisa melaksanakan fungsi
sehari-hari sebagai orang tua, pegawai, pasangan hidup, pelajar, dll (Jusni, 2009).
5
Senada dengan pendapat berikut bahwa depresi adalah suatu perasaan kesedihan yang
psikopatologis, yang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan,
berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat
nyata sesudah bekerja sedikit saja, dan berkurangnya aktivitas (Kusumanto, 2010).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa depresi adalah
gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental
(berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang, sehingga muncul perasaan tidak berdaya
dan kehilangan harapanyang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan,
berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat
nyata dan berkurangnya aktivitas.
2. Penyebab Depresi
Beberapa ahli juga memberikan penjelasan mengenai penyebab depresi. Faktor-faktor
penyebabnya terdiri dari faktor biologi, faktor genetik dan faktor psiko sosial. Dimana ketiga
faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Tarigan, 2009).
a. Faktor Biologi
Dalam penelitian biopsikologi, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter
yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Beberapa peneliti juga
menemukan bahwa gangguan mood melibatkan patologik dan sistem limbiks serta ganglia
basalis dan hypothalamus.

b. Faktor Genetik
Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam perkembangan gangguan mood
adalah genetik. Pada penelitian anak kembar terhadap gangguan depresi berat, pada anak
kembar monozigot adalah 50 %, sedangkan dizigot 10 25 %.
c. Faktor Psikososial
Mungkin faktor inilah yang banyak diteliti oleh ahli psikologi. Faktor psikososial
yang memyebabkan terjadinya depresi antara lain;
1) Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan: suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa
peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului episode
gangguan mood.
2) Faktor kepribadian Premorbid: Tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang
khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun
dapat mengalami depresi, walaupun tipe-tipe kepribadian seperti oral dependen, obsesi
kompulsif, histerik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan
lainnya.
3) Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud menyatakan suatu hubungan antara
kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan pasien depresi diarahkan
kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang. Freud percaya
bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek yang
hilang. depresi sebagai suatu efek yang dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang
diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup
sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa.
4) Ketidakberdayaan yang dipelajari: Di dalam percobaan, di mana binatang secara berulang-
ulang dihadapkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang tersebut
akhirnya menyerah dan tidak mencoba sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya.
Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya.
5) Teori Kognitif: Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada depresi Asikal H.S.
dalam Tarigan (2008) Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang
disebut sebagai triad kognitif, yaitu:
a) Pandangan negatif terhadap masa depan,
b) Pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh,
pemalas, tidak berharga,
c) Pandangan negatif terhadap pengalaman hidup. Meyer berpendapat bahwa depresi adalah
reaksi seseorang terhadap pengalaman hidup.
3. Gejala-Gejala Depresi
Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik
& sosial yang khas. Beberapa orang memperlihatkan gejala yang minim, beberapa orang
lainnya lebih banyak. Gejala depresi biasanya lebih cepat terlihat pada kaum perempuan
daripada kaum laki-laki. Tinggi rendahnya gejala bervariasi pada individu dan juga
bervariasi dari waktu ke waktu. Berikut ini beberapa gejala dari depresi (Tarigan. 2008):
a. Terus menerus merasa sedih, cemas, atau suasana hati yang kosong
b. Perasaan putus asa dan pesimis.
c. Perasaan bersalah, tidak berdaya dan tidak berharga.
d. Kehilangan minat atau kesenangan dalam hobi dan kegiatan yang pernah dinikmati.
e. Penurunan energi dan mudah kelelahan.
f. Kesuultan berkonsentrasi, mengingat, atau membuat keputusan.
g. Insomnia, pagi hari terbangun, atau tidur berlebihan.
h. Nafsu makan berkurang bahkan sangat berlebihan. Penurunan berat badan bahkan
penambahan berat badan secara drastis.
i. Selalu berpikir kematian atau bunuh diri, percobaan bunuh diri
j. Gelisah dan mudah tersinggung
k. Terus menerus mengalami gejala fisik yang tidak respon terhadap pengobatan, seperti sakit
kepala, gangguan pencernaan, dan sakit kronis.
4. Patopsikologi Depresi
Alam perasaan adalah kekuatan/ perasaan hati yang mempengaruhi seseorang dalam
jangka waktu yang lama setiap orang hendaknya berada dalam afek yang tidak stabil tapi
tidak berarti orang tersebut tidak pernah sedih, Kecamatanewa, takut, cemas, marah dan
sayang emosi ini terjadi sebagai kasih sayang seseorang terhadap rangsangan yang
diterimanya dan lingkungannya baik interenal maupun eksternal. Reaksi ini bervariasi dalam
rentang dari reaksi adaptif sampai maladaptif.
a. Reaksi Emosi Adaptif
Merupakan reaksi emosi yang umum dari seseorang terhadap rangsangan yang
diterima dan berlangsung singkat. Ada 2 macam reaksi adaptif :
1) Respon emosi yang responsif
Keadaan individu yang terbuka mau mempengaruhi dan menyadari perasaannya sendiri dapat
beradaptasi dengan dunia internal dan eksternal.
2) Reaksi kehilangan yang wajar
Reaksi yang dialami setiap orang mempengaruhi keadaannya seperti :
a) Bersedih
b) Berhenti kegiatan seharihari
c) Takut pada diri sendiri
d) Berlangsung tidak lama.
b. Reaksi Emosi Maladaptif
Merupakan reaksi emosi yang sudah merupakan gangguan respon. Hal ini dapat dibagi 2
tingkatan yaitu :
1) Reaksi kehilangan yang memanjang, yaitu supresi memanjang dan mengganggu fungsi
kehidupan individu.
2) Mania/depresi, yaitu gangguan alam perasaan kesal dan dimanifestasikan dengan gangguan
fungsi sosial dan fungsi fisik yang hebat dan menetap pada individu yang bersangkutan
5. Tingkatan Depresi
Ada beberapa tingkatan depresi menurut (Kusumanto, 2010) diantaranya:
a. Depresi Ringan
Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses pikir komunikasi sosial dan rasa
tidak nyaman.
b. Depresi Sedang
1) Afek: murung, cemas, kesal, marah, menangis.
2) Proses pikir: perasaan sempit, berfikir lambat, kurang komunikasi verbal komunikasi non
verbal meningkat.
3) Pola komunikasi: bicara lambat, kurang komunikasi verbal, komunikasi non verbal
meningkat.
4) Partisipasi sosial: menarik diri tak mau melakukan kegiatan, mudah tersinggung.
c. Depresi Berat
1) Gangguan afek: pandangan kosong, perasaan hampa, murung, inisiatif berkurang.
2) Gangguan proses pikir.
3) Sensasi somatik dan aktivitas motorik: diam dalam waktu lama, tiba-tiba hiperaktif, kurang
merawat diri, tak mau makan dan minum, menarik diri, tidak peduli dengan lingkungan.
Pada umumnya, yang rentang terkena depresi adalah orang cacat dan lanjut usia
(lansia) dengan tingkat depresi rata-rata depresi berat. Hal ini disebabkan karena mereka
menganggap bahwa perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapanyang disertai perasaan
sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada
meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata dan berkurangnya aktivitas (Tarigan,
2009).
B. Tinjauan Tentang Lanjut Usia (Lansia)
1. Definisi
Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini ,
tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia
secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang
saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut
usia. Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu (Pujiyono.2007).
Lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto, 2008).
Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Karena itu di
dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural
disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan
episode terminal (Martono, 2010).
Penggolongan lansia dapat dibedakan menjadi tiga kelompok (Depkes 2009), yakni :
a. Kelompok lansia dini (55 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian.
Oleh karena itu, Usia lanjut disebut juga sebagai suatu proses alami yang tidak dapat
dihindari (Azwar, 2007). Sedangkan Menurut UU no 4 tahun 2003, lansia adalah seseorang
yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
2. Perkembangan pada Lansia
Membedakan antara usia biologis, usia psikologis dan usia social menurut Martono
(2010), yaitu:
a. Usia biologis yaitu jangka waktu seseorang sejak lahir berbeda, dalam keadaan hidup atau
tidak mati. Aspek biologik dalam gerontologi mencakup perubahan-perubahan anatomi
dalam sel, jaringan dan organ-organ serta fisiologi yang berhubungan dengan perubahan-
perubahan tersebut. Proses penuaan akan di tandai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain:
1) Kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat sebagai kemunduran fisik :
a) Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis yang menetap
b) Rambut mulai beruban dan menjadi putih
c) Gigi mulai ompong
d) Penglihatan dan pendengaran berkurang
e) Mudah lelah dan cepat mengalami depresi
f) Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
g) Kerampingan tubuh menghilang, disana-sini terjadi timbunan lemak terutama di bagian perut
dan pinggul
2) Kemunduran akan kemampuan kognitif akibat penuaan pada usia lanjut ini di tandai sebagai
berikut :
a) Suka lupa, ingatan tidak berfungsi baik
b) Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang / tempat juga mundur yang erat
hubungan dengan daya ingat yang sudah mundur dan juga karena pandangan biasanya sudah
menyempit
c) Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor yang dicapai dalam tes-tes intelegensi
menjadi lebih rendah
d) Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru.
b. Usia Psikologis yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian
kepada situasi yang dihadapinya. Pada umumnya setiap lanjut usia menginginkan keadaan
panjang umur, menghemat tenaga, tetap berperan sosial, meninggal secara terhormat dan
masuk surga. Apabila proses lanjut usia yang tidak sesuai dengan keinginan-keinginan
tersebut maka akan dirasakan sebagai beban mental yang cukup besar. Penyakit yang
membahayakan , menjalani masa pensiun, ditinggal suami atau istri dan sebab-sebab lain
sering menyebabkan gangguan dalam keseimbangan mental. Psikologi kehilangan
merupakan salah satu sindroma atau gejala multikompleks dari proses lanjut usia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan lima tipe kepribadian
lansia adalah sebagai berikut:
1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction Personality), biasanya tipe ini tidak banyak
mengalami gejolak, tenang, dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality), pada tipe ini biasanya ada
Kecamatanenderungan mengalami Post Power Syndrome. Apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality), pada tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada
lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana. Apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia
tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi
berantakan.
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat
sengsara karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.
c. Usia sosial yaitu peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang
sehubungan dengan usianya. Status sosial seseorang sangat penting bagi kepribadianya.
Didalam pekerjaan, status tertentu mempunyai akibat suatu citra tertentu pula.
Perubahan status sosial lanjut usia pasti akan membawa akibat bagi yang bersangkutan
dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan terebut. Aspek
social tidak dapat diabaikan dan sebaiknya diketahui oleh lanjut usia sedini mungkin,
sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin. Perubahan sosial yang terjadi pada
masyarakat lanjut usia di masyarakat. Perubahan psikososial masyarakat lanjut usia baik yang
datang dari dalam dirinya, keluarga maupun lingkungan masyarakat akan membawa dampak
bagi derajat kesehatan jiwa lansia yang bersangkutan. Sebagai penyebab adalah pesatnya
kegiatan pembangunan yang membawa dampak terhadap lingkungan baik berupa urbanisasi
dan polusi maupun perubahan perilaku yang secara tidak langsung berpengaruh pada
kehidupan lansia.
3. Program Kesehatan Pada Lansia
Pada umunya para lanjut usia (lansia) yang berumur 71 ke atas mudah terkena depresi.
Oleh karena itu, program pembinaan kesahatan lanjut usia merupakan upaya kesehatan
pengembangan dapat dilakukan dengan berbagai cara (Pujiyono, 2007), sebagai berikut :
a. Upaya Promotif
Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun masyarakat di
sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, gizi untuk lanjut usia,
proses degeneratif seperti katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran
jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat lanjut usia.
1) Perilaku Hidup Sehat
Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekan atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri
sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya.
Menurut Winslow (2010), PHBS erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat karena
bidang garapanya adalah membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada
pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam bidang kesehatan. Perilaku
hidup bersih dan sehat ini sesuai dengan visi Promosi Kesehatan dan dapat di praktekan pada
masing-masing tatanan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok,
melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan
seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada tempatnya.
2) Gizi untuk Lanjut Usia
Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut usia untuk
mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi, yang seyogyanya telah
dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai kondisi kesehatan yang prima dan tetap
produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat tenaga,
zat pembangun, dan zat pengatur.
b. Upaya Preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan
komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan pemantauan
kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia ( posyandu lansia ) atau
Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat ( KMS ) lanjut usia.
c. Upaya Kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan dapat di
lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih lanjut ataupun
perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti
Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa. Bila sakit yang diderita
lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan
ke Rumah Sakit setempat.
d. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif maupun upaya-
upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan fungsional dan
kepercayaan diri lanjut usia.
C. Penatalaksanaan Depresi Pada Lanjut Usia
Penatalaksanaan yang adekuat menggunakan kombinasi terapi psikologis dan
farmakologis disertai pendekatan multidisiplin yang menyeluruh. Terapi diberikan dengan
memperhatikan aspek individual harapan-harapan pasien, martabat (dignity) dan
otonomi/kemandirian pasien. Problem fisik yang ada bersama-sama dengan penyakit mental
harus diobati.
1. Terapi fisik
a. Obat (Farmakologis)
Secara umum semua jenis obat antidepresan sama efektivitasnya. Pengobatan dimulai dengan
dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
Beberapa kelompok anti depresan adalah Trisiklik, SSRI'S (Selective Serotonin Re-uptake
Inhibitors), MAOI's (Monoamine Oxidase Inhibitors) dan Lithium.
b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
2. Terapi Psikologik
a. Psikoterapi : Psikoterapi Individu dan kelompok paling efektif dilakukan bersama-sama
dengan pemberian anti depresan. Perlu diperhatikan teknik psikoterapi dan Kecamatanocokan
antara pasien dengan terapis sehingga pasien merasa lebih nyaman, lebih percaya diri dan
lebih mampu mengatasi persoalannya sendiri.
b. Terapi Kognitif : bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif (persepsi diri,
masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mapu, dsb) ke arah pola pikir yang netral atau yang
positif.
c. Terapi Keluarga : problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi,
sehingga dukungan/support terhadap pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah
dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominasi menjadi dependen pada orang usia
lanjut. Tujuan dari terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan
perasaan frustrasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga
yang menghambat proses penyembuhan pasien.
d. Penanganan ansietas : teknik yang umum dipakai adalah program relaksasi progresif baik
secara langsung dengan infra struktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape
recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari.
3. Komorbiditas
Komorbiditas didefinisikan sebagai adanya dua atau lebih gangguan psikiatrik atau
gangguan psikiatrik dengan penyakit fisik lain pada seorang pasien pada waktu yang sama.
Komorbiditas mempunyai implikasi terhadap diagnosis, terapi, dan prognosis. Contoh sakit
kepala, putus asa, retardasi psikomotor agak sulit untuk dikaitkan apakah ini suatu problem
organik atau mungkin suatu keadaan depresi ? Kapan dan bagaimana memulai terapi
antidepresan pada pasien dengan penyakit fisik berat ? Jelas bahwa kondisi komorbiditas
akan memperburuk kualitas hidup dan menghambat penyembuhan pasien. Menurut Katona
dalam Depkes RI (2001), menyatakan kejadian depresi berat meningkat pada pasien dengan
penyakit medik/fisik. Sementara depresi akan memperkuat gejala fisik. Kemorbiditas juga
meningkatkan hendaya fungsional/disabilitas.
Kondisi-kondisi Kemorbiditas yang sering dijumpai Menurut Depkes RI (2009),
adalah :
a) Gangguan depresi dan stroke
b) Gangguan depresi dan diabetes mellitus
c) Gangguan depresi dan infark miokard/penyakit jantung koroner
d) Gangguan depresi dan penyakit parkinson
e) Gangguan depresi dan penyakit lain (Alzheimer, Huntington, dll)

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka konsep
Lansia

Tingkat Depresi

Keterangan :
: Variabel Yang Diteliti
B. Defenisi operasional
Defenisi operasional variable adalah mendefenisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi
atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena, (Hidayat, A,A, 2007).
1. Lanjut Usia
Semua penduduk yang berumur 60 tahun ke atas dan berdomisili di dusun Saukeng desa
Singa Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba.
2. Tingkat depresi yaitu tingkatan permasalah pada gangguan perasaan yang dialamai oleh para
lansia.
Adapun kriteria objektif dalam mengukur tingkat depresi yaitu :
a. Ringan jika responden mendapat skor 10-20.
b. Sedang jika responden mendapat skor 30-40.
c.
22
Berat jika responden mendapat skor 50-60.

C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi survey deskriptif yakni menggambarkan
tingkat depresi pada lansia di dusun Saukeng desa Singa Kecamatan Herlang Kabupaten
Bulukumba.
D. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian dimulai dari gambaran tingkat depresi pada lansia di dusun
Saukeng desa Singa Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba dengan menggunakan data
primer yang di ambil dari hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden.
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di dusun Saukeng desa Singa Kecamatan Herlang Kabupaten
Bulukumba dan berlangsung pada bulan Mei tahun 2013.
F. Populasi dan Sampel
1. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, A,A. 2007). Pada penelitian ini yang menjadi
populasi adalah semua penduduk lansia yang bedomisili di dusun Saukeng desa Singa
Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba sebanyak 30 orang lansia.
2. Sampel adalah bagian atau keseluran dari pupulasi yang mewakili dari berbagai
karakteristik yang dimilikinya (Hidayat, A,A. 2007). Pengambilan sampel dalam penelitian
dilakukandengan menggunakan sampel jenuh yaitu pengambilan sampel pada seluruh
populasi pada tempat penelitian.
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, salah satu teknik yang dipergunakan adalah teknik angket
berupa lembar observasi. Teknik angket adalah suatu daftar yang berisi pernyataan untuk
tujuan mengumpulkan data dan pendapat dari para responden dengan menggunkan
skala Litker yaitu Selalu(S) =4, Kadang-Kadang (KK)=3, Ragu-Ragu(RR)=2, Tidak Pernah
(TP)=1.
H. Teknik pengolahan data dan analisis data
1. Pengolahan data
Setelah data terkumpul tahap selanjutnya yaitu pengolahan data. Adapun yang
dilakukan harus dilakukan (Hidayat, A,A. 2007) yaitu :
a. Editing yaitu pemeriksaan atau koreksi data yang telah dikumpulkan. Pengeditan dilakukan
karena kemungkinan data yang masuk (raw data) tidak memenuhi syarat atau tidak sesuai
dengan kebutuhan.
b. Coding (pengkodean) adalah data yang telah didapatkan akan diberi kode sesuai dengan sub
variabel yang diteliti agar lebih mudah dalam pengecekan kembali jika terdapat kesalahan.
c. Entering adalah proses pengimputan data ke dalam master tabel yang sudah dianggap
benar.
2. Analisis data
Data yang telah dikumpulkan dan disortir kemudian dianalisis dengan menggunakan
rumus distribusi sebagai berikut:
P = f/n x 100%
Ket: P : Persentase yang dicari
F : Frekuensi
n : Jumlah sampel. (Wisnu Wendato, 2009).
I. Etika penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi dari
pihak institusi dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi tempat penelitian.
Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukannya penelitian dengan menekankan masalah
etika penelitian (Hidayat, A,A. 2007) meliputi:
1. Tanpa nama
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disajikan.
2. Asas kemanfaatan
Penelitian sangat mempertimbangkan manfaat dan resiko yang mungkin terjadi. Jika manfaat
yang diperoleh lebih besar dari pada resiko maka penelitian boleh dilaksanakan. Selain itu,
penelitian yang dilakukan tidak blaeh membahayakan dan harus menjaga kesejahteraan
manusia.
3. Informed consent.
Subjek dalam penelitian ini harus menyatakan kesediaannya mengikuti penelitian dengan
mengisi informed consent. Hal ini juga merupakan bentuk kesukarelaan dari subjek penelitian
untuk ikut serta dalam penelitian.
4. Aspek kerahasiaan.
Data yang diperoleh dari responden akan dijamin kerahasiaannya, dan penggunaan data
tersebut hanya untuk kepentingan bagi penelitian saja
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh 30 responden sebagai populasi
dalam penelitian tentang gambaran tingkat depresi pada lansia di Dusun Saukeng Desa Singa
Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba. Berdasarkan populasi tersebut peneliti menarik
sampel dengan menggunakan sampel jenuh yaitu pengambilan sampel pada seluruh populasi
pada tempat penelitian.. Sehingga pada penelitian ini diperoleh sampel sebanyak 30
responden.
Selanjutnya hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan diagram sebagai
berikut:
1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Biodata Responden
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi Persentase
55-64 7 23%
65-70 10 33%
> 71 13 43%
Jumlah 30 100%
Sumber: Data Primer Tahun 2013
27
Berdasarkan tabel 4.1 di atas diketahui responden kategori umur 55-64 tahun sebanyak 7
orang (23%), kategori umur 65-70 tahun sebanyak 10 orang (33%), dan kategori umur > 71
tahun sebanyak 13 orang (43%). Hasil tersebut dapat dilihat dalam bentuk diagram di bawah
ini:
F

15
13

10

7
Umur
55-64 65-70 >71
Diagram 1: Responden Berdasarkan Umur
Berdasarkan diagram 1 dia atas, diperoleh responden kategori umur 55-64 sebanyak 7
orang, umur 65-70 sebanyak 10 orang, dan umur >71 sebanyak 13 orang.

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persentase
IRT 1 3%
Wiraswasta 6 20%
Petani 14 47%
Tidak Ada 9 30%
Jumlah 30 100%
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.2 di atas diketahui responden kategori pekerjaan IRT sebanyak 1
orang (3%), wiraswasta sebanyak 6 orang (20%), petani sebanyak 14 orang (47%), dan tidak
bekerja sebanyak 9 orang (30%). Hasil tersebut dapat dilihat dalam bentuk diagram di bawah
ini:
F

14

1
Pekerjaan
IRT Wiraswasta Petani Tdk Ada
Diagram 2: Responden Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan diagram 2 di atas, diperoleh responden kategori pekerjaan sebagai IRT


sebanyak 1 orang, wiraswasta sebanyak 6 orang, petani sebanyak 9 orang, dan yang tidak ada
sebanyak 14 orang.

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-Laki 16 53
Perempuan 14 47
Jumlah 30 100%
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.3 di atas diketahui responden kategori jenis kelamin laki-laki
sebanyak 16 orang (53%), kategori jenis kelamin perempuan sebanyak 14 orang (47%). Hasil
tersebut dapat dilihat dalam bentuk diagram bawah ini:
F

16
14

Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
Diagram 3: Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan diagram 3 di atas diperoleh responden kategori jenis kelamin laki-laki
sebanyak 16 orang dan jenis kelamin perempuan 14 orang.
2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi pada Lansia
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi pada Lansia
Tingkat Depresi Frekuensi Persentase
Ringan 3 10%
Sedang 19 63%
Berat 8 27%
Jumlah 30 100%
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.4 di atas diketahui tingkat depresi kategori ringan sebanyak 3
orang (10%), sedang sebanyak 19 orang (63%), dan berat sebanyak 8 orang (27%). Hasil
tersebut dapat dilihat dalam diagram di bawah ini:

19
8

3
Tingkat Depresi
Ringan Sedang Berat
Diagram 3: Responden Berdasarkan Tingkat Depresi
Berdasarkan diagram 3 di atas, diperoleh responden kategori tingkat depresi ringan
sebanyak 3 orang, sedang sebanyak 19 orang, dan berat 8 orang.
3. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi pada Lansia Berdasarkan Umur
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi pada Lansia di Dusun Saukeng
Desa Singa Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba
Bardasarkan Umur
Tingkat Depresi
Umur Ringan Sedang Berat
F % F % F %
55-64 2 7 3 10 2 7
65-70 1 3 8 27 1 3
> 71 - - 8 27 5 17
Jumlah 3 10 19 64 8 27
Berdasarkan tabel 4.5 di atas, diketahui jumlah responden yang umur 55-64 tahun
mempunyai tingkat depresi ringan sebanyak 2 orang (7%), sedang sebanyak 3 orang (10%),
berat sebanyak 2 orang (7%). Umur 65-70 tahun mempunyai tingkat depresi ringan sebanyak
1 orang (3%), sedang sebanyak 8 orang (27%), berat sebanyak 1 orang (3%). Sedangkan
umur >71 tahun mempunyai tingkat depresi ringan tidak ada, sedang sebanyak 8 orang
(27%), berat sebanyak 5 orang (17%).
4. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi pada Lansia Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi pada Lansia di Dusun Saukeng
Desa Singa Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba
Bardasarkan Pekerjaan
Tingkat Depresi
Pekerjaan Ringan Sedang Berat
F % F % F %
IRT - - - - 1 3
Wiraswasta 2 7 4 13 - -
Petani 1 3 10 33 3 10
Tidak Ada - - 5 17 4 13
Jumlah 3 10 19 63 8 26
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, diketahui jumlah responden yang pekerjaannya sebagai
IRT mempunyai tingkat depresi ringan dan sedang tidak ada, berat sebanyak 1 orang (3%).
Pekerjaan sebagai wiraswasta mempunyai tingkat depresi ringan sebanyak 2 orang (7%),
sedang sebanyak 4 orang (13%), berat tidak ada. Pekerjaan sebagai petani mempunyai tingkat
depresi ringan sebanyak 1 orang (3%), sedang sebanyak 10 orang (33%), berat sebanyak 3
orang (10%). Sedangkan yang tidak bekerja mempunyai tingkat depresi ringan tidak ada,
sedang sebanyak 5 orang (17%), berat sebanyak 4 orang (13%).
5. Tingkat Depresi pada Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi pada Lansia di Dusun Saukeng
Desa Singa Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba
Bardasarkan Jenis Kelamin
Tingkat Depresi
Pekerjaan Ringan Sedang Berat
F % F % F %
Laki-Laki 1 3 15 50 5 17
Perempuan 2 7 4 13 3 10
Jumlah 3 10 19 63 8 27
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diketahui jumlah responden yang berjenis kelamin laki-
laki mempunyai tingkat depresi ringan sebanyak 1 orang (3%), sedang sebanyak 15 orang
(50%), dan berat sebanyak 5 orang (17%). Sedangkan responden yang berjenis kelamin
perempuan mempunyai tingkat depresi ringan sebanyak 2 orang (7%), sedang sebanyak 4
orang (13%), dan berat sebanyak 3 orang (10%).
B. Pembahasan
1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Biodata Responden
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dari segi umur diketahui responden kategori umur
>71 tahun jumlahnya lebih banyak yaitu 13 orang (43%) dibandingkan dengan kategori umur
55-64 tahun yang jumlahnya 7 orang (23%) dan kategori umur 65-70 tahun dengan jumlah
10 orang (33%).
Sementara dari segi pekerjaan diketahui responden kategori petani jumlahnya lebih
banyak yaitu 14 orang (47%) dibandingkan dengan kategori tidak bekerja yang jumlahnya 9
orang (30%), kategori wiraswasta yang jumlanya 6 orang (20%), dan kategori IRT dengan
jumlah 1 orang (3%).
Sedangkan berdasarkan jenis kelamin diketahui responden kategori laki-laki
jumlahnya lebih banyak yaitu 16 orang (53%) dibandingkan dengan kategori perempuan
yang jumlahnya 14 orang (43%).
2. Tingkat Depresi pada Lansia
Berdasarkan hasil penelitian di atas tentang depresi pada lansia, diperoleh tingkat
depresi kategori sedang jumlahnya lebih banyak yaitu 19 orang (63%) dibandingkan dengan
kategori berat dengan jumlah 8 orang (27%) dan kategori ringan dengan jumlah 3 orang
(10%). Hal ini bertentangan dengan teori yang dikutip dari Tarigan (2009) yang menyatakan
bahwa pada umumnya, yang rentan terkena depresi adalah para lanjut usia (lansia) dengan
tingkat depresi rata-rata depresi berat. Hal ini disebabkan karena mereka menganggap
bahwa perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapanyang disertai perasaan sedih,
kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya
keadaan mudah lelah yang sangat nyata dan berkurangnya aktivitas.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Reski Nurfadillah
(2010), tentang tingkat depresi pada lansia di Puskesmas Bara Raya Makassar. Dimana hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat depresi sedang kebanyakan dialami oleh para
lansia dari pada tingkat depresi ringan dan berat.
3. Tingkat Depresi pada Lansia Berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil penelitian di atas tentang depresi pada lansia, diketahui jumlah
responden yang berumur >71 tahun mengalami depresi yang jumlahnya paling banyak yaitu
tingkat depresi sedang dengan jumlah 8 orang (27%), berat dengan jumlah 5 orang (17%) dan
ringan tidak ada. Sementara umur 65-70 tahun mempunyai tingkat depresi ringan sebanyak 1
orang (3%), sedang sebanyak 8 orang (27%), berat sebanyak 1 orang (3%). Umur 55-64
tahun mempunyai tingkat depresi ringan sebanyak 2 orang (7%), sedang sebanyak 3 orang
(10%), berat sebanyak 2 orang (7%). Hal ini sesuai dengan teori kutipan Pujiyono (2007),
yang menyatakan bahwa lansia yang berumur 71 ke atas mudah terkena depresi dengan hasil
penelitia yang menunjukkan bahwa tingkat depresi lansia yang berumur >71 jumlahnya lebih
banyak terkena depresi sedang dan berat daripada umur 55-64 tahun dan 65-75 tahun.
4. Tingkat Depresi pada Lansia Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian di atas tentang depresi pada lansia, diketahui jumlah
responden yang pekerjaannya sebagai petani yang jumlahnya banyak dengan tingkat depresi
ringan sebanyak 1 orang (3%), sedang, sebanyak 10 orang (33%), berat sebanyak 3 orang
(10%). Dibandingkan dengan responden yang pekerjaanya sebagai IRT dengan tingkat
depresi ringan dan sedang tidak ada, berat 1 orang (3%),. Pekerjaan sebagai wiraswasta
dengan tingkat depresi ringan sebanyak 2 orang (7%), sedang sebanyak 4 orang (13%), berat
tidak ada. Sedangkan yang tidak bekerja dengan tingkat depresi ringan tidak ada, sedang
sebanyak 5 orang (17%), berat sebanyak 4 orang (13%). Hal ini sejalan dengan teori yang
dikutip Jusni (2009), menyatakan bahwa depresi adalah perasaan sedih dan tertekan yang
menetap, perasaan berat sedemikian beratnya sehingga tidak bias melaksanakan fungsi
sehari-hari sebagai orang tua, pegawai, pasangan hidup, pelajar, petani, dll.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Mulyadi
(2011), Mahasiswa Stikes Megareski. Di mana hasil penelitiannya terdapat hubungan antara
pekerjaan dengan kejadian depresi pada lansia.
5. Tingkat Depresi pada Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian di atas tentang depresi pada lansia, diketahui jumlah
responden berjenis kelamin laki-laki yang jumlahnya banyak dengan tingkat depresi ringan
sebanyak 1 orang (3%), sedang sebanyak 15 orang (50%), dan berat sebanyak 5 orang (17%).
Dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin perempuan mempunyai tingkat
depresi ringan sebanyak 2 orang (7%), sedang sebanyak 4 orang (13%), dan berat sebanyak 3
orang (10%). Hal ini tidak sejalan dengan teori yang dikutip dari Tarigan (2010) yang
menyatakan bahwa gejala depresi biasanya lebih cepat terlihat pada kaum perempuan
daripada kaum laki-laki.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurwan (2010),
dalam penelitiannya tentang tingkat kejadian depresi pada lansia di dusun Baraya desa
Wonomulio kabupaten Polman, di mana dihasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah
penderita depresi lebih banyak kaum laki-laki dari pada kaum perempuan.
.
.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Bersdasarkan hasil penelitian di atas, diperoleh hasil bahwa terdapat 19 responden yang
mengalami depresi sedang dengan persentase 63%.
2. Terdapat 8 responden yang mengalami depresi berat dengan persentase 27%, dan
3. Terdapat 3 responden yang mengalami depresi ringan dengan persentase 10%.
B. Saran
1. Bagi Penduduk
Dapat dijadikan dasar pengetahuan tentang depresi dan cara menaggulanginya.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan yang berhubungan dengan depresi pada
lansia.

38
38

DAFTAR PUSTAKA
Alimul Azis, Hidayat.2007. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah.Jakarta: Salemba
Medikal.

Azwar.2007.Konsep Kesehatan.Jakarta:PT.Rienaka Cipta.


Dadang Hawari D. 2008. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi, Jakarta : Gaya Baru

Depkes.2009.Penggolongan Lansia. Diakses dalam http://www.Lansia.com. 11 Oktober 2012

Http://Www.Duniapsikologi.Com.Diakses 11 oktober 2012

Jusni 2007. Depresi, Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana, Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Kusumanto, R. Iskandar, Y. 2010. Depresi, Suatu problema Diagnosa dan Terapi pada praktek
umum. Jakarta: Yayasan Dharma Graha

Martono.2010.Perkembangan Psikologis Manusia. Diakses


dalamhttp://www.Kompas.Read/News.go.id

Mulyadi. 2011. Penelitian tentang hubungan antara pekerjaan dengan kejadian depresi pada lansia.

Nurwan. 2010. tingkat kejadian depresi pada lansia di dusun Baraya desa Wonomulio kabupaten
Polman

Tarigan, C, Julita.2008. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan Dispepsia
Organik. Diakses dalam http://www.usu.go.id

Pujiono. Efektivitas Pelaksanaan Program Posyandu Lanjut Usia (Studi Di Pekon Pardasuka,
Kecamatanamatan Pardasuka, Kabupatenupaten Tanggamus), Abstrak. Diakses
dalamhttp://www.usu.go.id

Nurfadillah, Reski. 2010. Makalah tingkat depresi pada lansia di Puskesmas Bara Raya Makassar

Wendato Wisnu, 2009.Statistic Kesehatan, STMIK Surakarta.

Winslow.2009.Pola Hidup Sehat.Jakatra:PT Rienaka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai