Pemimbing :
dr. Rahmania Kemala Dewi
Penyusun :
Kelompok Dokter Muda UNPATTI II
Periode 20 Februari 2 April 2017
Marcelia P. Sahetapy (201784050)
Sheila D. Ch. Manuputty (201784001)
Devara Patty (201784007)
Efatha I. Rutumalessy (201784017)
Yunita Y. Salaka (201784019)
Riena P. R. Abrahams (201784022)
Referat dengan judul Alur Penerimaan Sampai Prosedur Pemeriksaan Luar Pada
Korban Hidup/Jenazah Dalam Ilmu Forensik telah disetujui dan disahkan oleh Departemen
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya pada:
Hari :
Tanggal :
Tempat:
Pembimbing : dr. Rahmania Kemala Dewi
Penyusun : Kelompok Dokter Muda UNPATTI II
Periode 20 Februari 2 April 2017
Marcelia P. Sahetapy(201784050)
Sheila D. Ch. Manuputty (201784001)
Devara Patty (201784007)
Efatha I. Rutumalessy (201784017)
Yunita Y. Salaka (201784019)
Riena P. R. Abrahams (201784022)
Surabaya,....2017
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya sehingga referat
yang berjudul Alur Penerimaan Sampai Prosedur Pemeriksaan Luar Pada Korban
Hidup/Jenazah Dalam Ilmu Forensik dapat diselesaikan meskipun jauh dari sempurna.
Pembuatan referat ini merupakan salah satu tugas dalam menempuh masa dokter muda di
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga-RSUD Dr.Soetomo
Surabaya. Ucapan terima kasih karena bimbingan, dukungan dan bantuan dalam pembuatan
makalah ini disampaikan kepada :
1. H. Edi Suyanto, dr., Sp.F, SH, MH. Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga dan Kepala Instalasi Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
2. Nily Sulistyorini, dr., Sp.F selaku Koordinator Pendidikan Dokter Muda Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya
3. Rahmania Kemala Dewi, dr., pembimbing referat ini di Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga,
4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK
Universitas Airlangga,
5. Seluruh PPDS Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga.
Besar harapan penulis agar referat ini dapat memperluas wawasan dan menambah
pengetahuan khususnya pada para praktisi ilmu kedokteran forensik dan medikolegal serta
pembaca pada umumnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN`
1.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui alur masuknya korban/jenazah sampai pada pembuatan Visum et
Repertum
b. Tujuan Khusus
- Menjelaskan alur masuknya korban/jenazah dan pelayanan forensik
- Menjelaskan cara pemeriksaan korban/jenazah
- Menjelaskan pembuatan Visum et Repertum
1.3. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
Memberikan penjelasan alur masuknya korban/jenazah sampai pada pembuatan
visum.
b. Manfaat Praktis
Membantu dokter muda dan program pendidikan dokter spesialis dalam mempelajari
alur masuknya korban/jenazah sampai pada pembuatan visum dan memberikan
pelayanan forensik kepada masyarakat.
1
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.2. SPVR
SPVR = Surat permintaan visum et repertum
SPVR sendiri adalah surat yang didapatkan dari pihak kepolisian secara resmi untum et
repertum sebagai barang bukti pengganti korban di pengadilan.
Pihak yang memiliki hak untuk menulis SPVR adalah penyidik. Penyidik adalah polri dengan
pangkat serendah-rendahnya Aipda (Ajudan Inspektur Dua), sedangkan pangkat serendah-
rendahnya untuk penyidik pembantu adalah Bripda (Brigadir Dua). Pada daerah terpencil,
mungkin saja seorang polisi berpangkat Bripda dapat diberi wewenang sebagai penyidik
karena tidak ada pangkat yang lebih tinggi.
Bentuk surat permintaan Visum et Repertum
1. Di sudut kanan atas dicantumkan alamat kepada siapa SPVR dikirim (misalnya RS atau
dokter) dan disertai tanggal pengirimannya. Kepada Rumah Sakit (direktur) sebaiknya
tertera tujuannya yaitu:
a. Kepala Bagian /SMF Bedah
b. Kepala Bagian /SMF Obsgin
c. Kepala Bagian /SMF Penyakit Dalam
d. Untuk korban mati dialamatkan kepada Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Forensik.
(dengan berkembangnya forensik klinik, SPVR untuk korban hidup dapat juga
dialamatkan kepada Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Forensik).
3
2. Di sudut kiri atas dicantumkan alamat peminta Visum et Repertum (misalnya Polsek,
Polres mana), juga tentang nomor surat, hal dan lampiran kalau ada.
3. Di tengah disebutkan SPVR untuk korban hidup atau mati (jenazah).
4. Kemudian keterangan mengenai identitas korban (tentang nama, umur, jenis kelamin,
kebangsaan, alamat, agama, dan pekerjaan).
5. Keterangan mengenai peristiwanya (modus operandi) antara lain
a. Luka karena..
b. Keracunan (obat atau racun)
c. Kesusilaan (perkosaan/perzinahan, perbuatan cabul, dsb)
d. Mati karena (listrik, tenggelam senjata api atau tajam dsb)
6. Permintaan pengobatan atau perawatan bila korban tidak keberatan untuk korban hidup
7. Permintaan untuk melapor kepada penyidik bila korban sembuh, pindah dokter, atau
rumah sakit lain, pulang paksa, melarikan diri atau meninggal.
8. Kolom untuk keterangan lain kalau perlu
9. Keterangan mengenai identitas penyidik (peminta Visum et Repertum), tentang nama,
pangkat, kesatuan, NRP, dan alamat. Kemudian ditandatangani penyidik dan stempel
dinas. Keterangan ini ditempatkan di kanan bawah.
10. Kemudian di kiri bawah, memuat keterangan tentang penerima SPVR (petugas Rumah
Sakit) dengan identitas nama, tanda tangan, tanggal dan jam penerimaannya). Kemudian
petugas Rumah Sakit menandatangani buku ekspedisi polisi. Biasanya SPVR ini dibuat
rangkap 2, satu untuk Rumah Sakit dan satunya untuk arsip polisi.
Sedangkan bentuk SPVR mayat pada dasarnya sama dengan untuk korban hidup tetapi poin 6
dan 7 ditiadakan.
2.3. Label
Label merupakan selembar kertas berisi nomor register, nama, jenis kelamin, usia, tanggal
jenazah diterima, keterangan kematian, yang disertai dengan nama, pangkat, NRP dan tanda
tangan penyidik yang menyegel jenazah
.
2.4. Segel
4
Segel adalah sebuah tanda berupa cetakan lilin lak, berwarna merah, biru atau hijau dengan
gambar lambang di instansi tempat pemasangan label dan segel.
5
c. Tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukan
d. Hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter lain.
Dalam bagian ini memakai bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga orang awam
dapat mengertri, hanya kalau perlu disertai istilah kedokteran atau asing dibelakangnya
pakai dalam kurung. Angka harus ditulis dengan istilah misalnya 4 cm ditulis empat
sentimeter. Tidak dibenarkan menulis diagnose luka. Luka harus dilukiskan dengan kata.
4. KESIMPULAN
Bagian ini merupakan pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil
pemeriksaan sesuai dengan pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Seseorang melakukan
pengamatan dengan kelima panca indera.
5. PENUTUP
Memuat kata Demikianlah Visum et Repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah
pada waktu menerima jabatan. Diakhiri tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.
a. Anamnesis
Anamnesis adalah riwayat kasus pasien, medis psikiatrik terutama dengan
mempergunakan ingatan pasien
b. Pemeriksaan fisik
Korban Hidup Korban Mati
Identitas korban Identitas korban
- Lebam mayat
- Kaku mayat
- Tanda-tanda pembusukan
Tinggi badan dan Berat badan Panjang badan dan Berat badan
Kepala Kepala
Leher Leher
Dada Dada
Perut Perut
Disesuaikan Alat kelamin
Disesuaikan Dubur (anus)
Anggota gerak atas Anggota gerak atas
Anggota gerak bawah Anggota gerak bawah
Disesuaikan Punggung
Disesuaikan Bokong
6
Identitas korban Identitas korban
Tipe luka Tipe luka
Sebab luka Sebab luka
Kualifikasi luka Sebab kematian
2. Lebam mayat
Pada umumnya lebam mayat sudah timbul dalam waktu 15 sampai 20 menit setelah orang
meninggal.
Jika ditemukan lebam mayat pada dua tempat yang letaknya berlawanan, artinya posisi
mayat pernah dirubah.
Warna lebam mayat biasanya merah ungu (livide), pada keracunan dengan karbon
monoxide pada kebakaran, keracunan gas masak (CO), asam sianida (HCN) warna
menjadi merah terang (cherry red). Lebam mayat juga menjadi merah terang pada mayat
yang disimpan di kamar dingin dengan suhu yang rendah sekali. Pada orang yang
meninggal karena keracunan Nitro Benzena atau Potassium Chlorat, maka lebam
mayatnya berwarna chocolate brown. Pada orang yang meninggal akibat asfiksia, lebam
mayatnya mendekati kebiruan.
3. Kaku mayat
a. Primary flaccidity
Dalam fase ini otot-otot lemas, dan masih dapat dirangsang secara mekanik maupun
elektrik. Fase ini terjadi dalam stadium somatic death. Primary flaccidity berlangsung
selama 2-3 jam.
7
b. Rigor mortis
Dalam fase ini otot-otot tidak dapat berkontraksi dirangsang secara mekanik maupun
elektrik. Fase ini terjadi dalam stadium cellular death:
- Kaku mayat belum lengkap
Kaku mayat terjadi serentak pada otot-otot seluruh tubuh. Akan tetapi
manifestasinya tidak bersamaan. Mula-mula kaku mayat terlihat pada Mm.
Orbicularis oculi, kemudian otot-otot rahang bawah, otot-otot leher, ekstremitas
atas, thoraks, abdomen dan ekstremitas bawah. Fase ini berlangsung 3 jam.
- Kaku mayat lengkap
Kaku mayat lengkap dipertahankan selama 12 jam.
- Kaku mayat mulai menghilang
Urut-urutan hilangnya kaku mayat sama seperti pada waktu timbulnya, terkecuali
otot rahang bawah yang paling terakhir menjadi lemas. Fase ini berlangsung
selama 6 jam.
c. Secundary flaccidity
Sebelum pakaian dilepaskan terlebih dahulu perlu dicatat kaku mayat. Pemeriksaan harus
dilakukan demikian karena kaku mayat yang sudah lengkap, bila dilenturkan tidak adan
kembali lagi.
Setelah pakaian dilapas, semua isi saku dikeluarkan dan diperiksa, kemudian dicatat
untuk kepentingan identifikasi. Pakaian diperiksa adanya noda darah, lumpur, robekan,
bekas lubang anak peluru, dan sebagainya.
Pakaian dan benda yang ditemukan dibungkus rapi diberi label dan disegel dengan dilak
kemudian diserahkan kepada penyidik.
4. Pembusukan
Proses pembusukan dimulai 18 sampai 24 jam setelah seseorang meninggal. Proses
pembusukan disebabkan oleh pengaruh enzim proteolitik dan micro organisme.
5. Panjang dan berat badan
Mayat kemudian diukur panjangnya dan ditimbang beratnya
6. Kepala:
a. Luka: ada atau tidak
b. Bentuk: bulat, lonjong, bulat lonjong (simetris/asimetris)
c. Rambut, kumis, janggut, alis: warna, panjang, lurus/berombak/keriting
d. Mata:
- Selaput biji mata (conjungtiva bulbi), selaput kelopak mata (conjungtiva
palpebra): pucat, merah, kuning, bintik-bintik perdarahan
- Selaput bening (cornea): bening, keruh, parut luka, lensa kontak
- Selaput pelangi (iris): warna, iridektomi
- Manik mata (pupil): sama lebar, diameter
- Lensa mata: keruh, afakia
- Mata palsu (prothesis)
e. Hidung:
- Bentuk: mancung, pesek
- Cairan yang keluar: darah, buih
f. Mulut:
8
- Bentuk bibir, warna bibir
- Cairan yang keluar: darah, buih
- Formula gigi, isian gigi (filling, plombage)
- Gigi palsu, jembatan gigi (prothesis)
- Gigi dipanggur
g. Telinga:
- Bentuk telinga
- Cairan yang keluar: darah
7. Leher:
- Luka
- Bekas alur jerat
- Bekas cekikan
8. Dada:
- Bentuk simetris
- Bentuk payudara
- Luka
9. Perut:
- Bentuk cekung, membesar
- Warna daerah usus buntu (appendix), coecum
- Keadaan pusat, tali pusat
- Parut luka di lipat paha (inguinalis)
- Burut (hernia)
- Luka
10. Alat kelamin:
a. Laki-laki:
- Rambut kemaluan
- Zakar (penis): bentuk, khitan
- Kandung buah pelir (scrotum)
- Buah pelir (testis)
- Parut luka
b. Perempuan:
- Rambut kemaluan
- Bibir besar kemaluan (labium majus)
- Bibir kecil kemaluan (labium minus)
- Selaput dara (hymen)
11. Dubur (anus):
- Wasir (haemorrhoid)
- Apa yang keluar
- Parut luka
12. Anggota gerak:
a. Anggota gerak atas: lengan atas, lengan bawah, tangan
- Bengkak (oedema)
- Luka bekas tusukan jarum
- Luka lain
b. Anggota gerak bawah: tungkai atas, tungkai bawah, kaki
- Bengkak (oedema)
- Luka bekas tusukan jarum
- Luka lain
13. Punggung:
- Bentuk: kekel depan (lordosis), kekel belakang (kyphosis), kekel samping (scoliosis)
9
- Decubitus
- Luka
14. Bokong / pantat
- Luka bekas tusukan jarum
- Luka parut
2.6. Anamnesis
Anamnesis adalah riwayat kasus pasien, medis psikiatrik terutama dengan mempergunakan
ingatan pasien.
Heteroanamnesis/Alloanamnesis (anamnesis kolateral)
Pada beberapa keadaan, pasien mungkin tidak mampu mengungkap penyakitnya (misalnya:
tidak sadar, delirium, demensia, disfasik, dan sebagainya). Pada situasi seperti ini perlu bicara
langsung dengan orang-orang lain yang dapat member informasi mengenai keadaan pasien,
tidak saja mengenai apa yang menyebabkan pasien datang berobat tetapi juga mengenai obat-
obat yang biasa digunakan, status fungsional, kehidupan sehari-hari dan sebagainya.
10
4. Ukuran luka
Mengukur luka, untuk panjangnya dilakukan dengan terlebih dahulu merapatkan kedua
tepi luka. Kedalaman luka dilukiskan dengan menyebut kerusakan alat-alat tubuh yang
dilalui luka tersebut.
5. Ciri-ciri luka
a. Bagaimana tepi luka.
b. Adakah jembatan jaringan, memar atau luka lecet.
c. Adakah rambut ikut terpotong.
d. Adakah sesuatu yang keluar dari lubang.
6. Benda asing
Mungkin dapat ditemukan benda asing dalam luka, misalnya: pecahan kaca, pisau,
lengkap dan sebagian ujung pisau yang patah atau tertinggal.
7. Menentukan intravitalitas luka.
8. Luka atau luka-luka tersebut mematikan atau tidak.
Luka Iris
11
Luka akibat benda/ alat yang bermata tajam yang terjadi dengan suatu tekanan ringan dan
goresan di permukaan tubuh.
Bentuk Luka Iris:
1. Bila sejajar arah serat elastis/otot luka berbentuk celah.
2. Bila tegak lurus arah serat elastis/otot luka berbentuk menganga.
3. Bila miring terhadap serat elastis/otot luka berbentuk asimetris.
Ciri-ciri Luka Iris:
1. Tepi dan permukaan luka rata.
2. Sudut luka lancip.
3. Tidak ada jembatan jaringan.
4. Rambut terpotong.
5. Tidak ditemukan luka memar atau lecet disekitarnya.
6. Tidak mengenai tulang.
7. Panjang luka lebih besar dari dalam luka.
Luka Tusuk
Luka akibat benda/alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi
dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong dengan permukaan tubuh.
Bentuk Luka: tergantung pada lokasi luka dan penampang alat penyebab luka.
1. Pada alat-alat tubuh parenkim dan tulang, bentuk luka sesuai penampang alat
penyebabnya.
2. Pada kulit atau otot:
a. Alat pisau:
- Bila sejajar arah serat elastis/otot luka berbentuk celah.
- Bila tegak lurus arah serat elastis/otot luka berbentuk menganga.
- Bila miring terhadap serat elastis/otot luka berbentuk asimetris.
b. Alat ganco atau lembing: bentuk luka seperti celah bila luka didaerah pertemuan serat
elastis/otot, maka bentuk luka bulat (sesuai dengan penampang alat).
c. Alat penampang segitiga atau segiempat: bentuk luka bintang berkaki tiga atau empat.
Ciri-ciri Luka Tusuk:
1. Tepi luka rata.
2. Sudut luka tajam, pada sisi tumpul dari alat, sudut luka kurang tajam.
3. Pada sisi tajam dari alat, rambut ikut terpotong.
4. Bila tusukan dilakukan sampai pangkal pisau, kadang-kadang ditemukan memar di
sekitar luka.
5. Ukuran dalam luka besar daripada panjang luka.
Luka Bacok
Luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi
dengan suatu ayunan disertai tenaga agak besar.
12
Ciri-ciri Luka Bacok:
1. Ukuran biasanya besar.
2. Tepi luka tergantung pada mata senjata.
3. Sudut luka tergantung mata senjata yang digunakan.
4. Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang.
5. Dapat dijumpai memar atau lecet disekitae luka.
Luka memar
Luka memar adalah suatu kerusakan jaringan subkutan sehingga pembuluh-pembuluh darah
(kapiler) rusak dan pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya.
Luka memar harus bisa dibedakan dengan lebam mayat.
Luka robek
Luka robek adalah kerusakan seluruh kulit dan jaringan bawah kulit, sehingga epidermis
terkoyak, folikel rambut, kelenjar keringat dan sebasea juga mengalami kerusakan. Pada
umumnya kalau sembuh akan menimbulkan jaringan parut (sikatrik). Luka robek mudah
terjadi pada kulit dengan adanya tulang dibawahnya. Luka robek mirip dengan luka iris.
13
Rambut Utuh Terpotong
Jembatan jaringan + -
Sudut/tepi luka Tumpul Tajam
Luka retak
Luka retak adalah luka pada kulit daerah tubuh yang ada tulang tepat di bawah kulit tersebut
misalnya: kepala dan tulang kering. Luka ini akibat dari kekerasan benda tumpul yang
mempunyai pinggiran, misalnya: tepi meja, tepi kikir, tepi pintu, dll.
14
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penulisan referat ini ditujukan untuk mempermudah dokter muda dan program
pendidikan dokter spesialis untuk dapat melakukan pelayanan di instalasi forensik dan
medikolegal.
3.2. Saran
Perbaikan pelayanan forensik agar disesuaikan dengan alur pelayanan
penerimaan korban/jenazah sampai pembuatan Visum et Repertum ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoediyanto, Hariadi A. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Edisi 8.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 2012.
2.
16