Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

ALUR PENERIMAAN SAMPAI PROSEDUR PEMERIKSAAN LUAR PADA


KORBAN HIDUP/JENAZAH DALAM ILMU FORENSIK

Pemimbing :
dr. Rahmania Kemala Dewi

Penyusun :
Kelompok Dokter Muda UNPATTI II
Periode 20 Februari 2 April 2017
Marcelia P. Sahetapy (201784050)
Sheila D. Ch. Manuputty (201784001)
Devara Patty (201784007)
Efatha I. Rutumalessy (201784017)
Yunita Y. Salaka (201784019)
Riena P. R. Abrahams (201784022)

DEPARTEMEN / INSTALASI ILMU KEDOKTERAN


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul Alur Penerimaan Sampai Prosedur Pemeriksaan Luar Pada
Korban Hidup/Jenazah Dalam Ilmu Forensik telah disetujui dan disahkan oleh Departemen
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya pada:
Hari :
Tanggal :
Tempat:
Pembimbing : dr. Rahmania Kemala Dewi
Penyusun : Kelompok Dokter Muda UNPATTI II
Periode 20 Februari 2 April 2017
Marcelia P. Sahetapy(201784050)
Sheila D. Ch. Manuputty (201784001)
Devara Patty (201784007)
Efatha I. Rutumalessy (201784017)
Yunita Y. Salaka (201784019)
Riena P. R. Abrahams (201784022)

Surabaya,....2017

Koordinator Pendidikan Dokter Muda Dosen Pembimbing


Ilmu Keodkteran Forensik dan Medikolegal

dr. Nily Sulistyorini, Sp.F dr. Rahmania Kemala Dewi, Sp.F


NIP. 198204152009122002 NIP.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya sehingga referat
yang berjudul Alur Penerimaan Sampai Prosedur Pemeriksaan Luar Pada Korban
Hidup/Jenazah Dalam Ilmu Forensik dapat diselesaikan meskipun jauh dari sempurna.
Pembuatan referat ini merupakan salah satu tugas dalam menempuh masa dokter muda di
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga-RSUD Dr.Soetomo
Surabaya. Ucapan terima kasih karena bimbingan, dukungan dan bantuan dalam pembuatan
makalah ini disampaikan kepada :
1. H. Edi Suyanto, dr., Sp.F, SH, MH. Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga dan Kepala Instalasi Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
2. Nily Sulistyorini, dr., Sp.F selaku Koordinator Pendidikan Dokter Muda Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya
3. Rahmania Kemala Dewi, dr., pembimbing referat ini di Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga,
4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK
Universitas Airlangga,
5. Seluruh PPDS Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga.
Besar harapan penulis agar referat ini dapat memperluas wawasan dan menambah
pengetahuan khususnya pada para praktisi ilmu kedokteran forensik dan medikolegal serta
pembaca pada umumnya.

Surabaya, .......... 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................................


Lembar Pengesahan ....................................................................................................
Kata Pengantar ............................................................................................................
Daftar Isi .....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................
1.2. Tujuan ................................................................................................................
1.3. Manfaat ..............................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN ...........................................................................................
BAB 3 PENUTUP ....................................................................................................
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................
3.2. Saran ...................................................................................................................
Daftar Pustaka .............................................................................................................

ii
BAB 1
PENDAHULUAN`

1.1. Latar Belakang


Dalam melakukan tugas dan profesinya, seorang dokter yang pada dasarnya
adalah seorang ahli seringkali harus melakukan pemeriksaan dan perawatan korban
sebagai akibat suatu tindak pidana, baik korban hidup maupun korban mati, juga
pemeriksaan terhadap barang bukti lain yang diduga berasal dari tubuh manusia. Untuk
melaksanakan tugas tersebut maka pihak yang berwenang (penyidik) akan menyertainya
dengan Surat Permintaan Visum et Repertum, dan dokter akan melaporkan hasil
pemeriksaan secara tertulis kepada pihak penyidik peminta Visum et Repertum tersebut.
Pembuatan Visum et Repertum dimaksudkan sebagai ganti barang bukti, karena
barang bukti yang diperiksa tersebut tidak mungkin bisa dihadapkan disidang pengadilan
dalam keadaan sebagaimana adanya. Hal ini dimungkinkan oleh karena barang bukti
tersebut yang ada hubungannnya dengan tubuh manusia (misalnya: luka, mayat, atau
bagian tubuh lainnya) segera akan berubah menjadi sembuh atau membusuk.
Dengan mengingat pentingnya Visum et Repertum ini, maka seorang dokter perlu
untuk mempelajarinya dengan baik.

1.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui alur masuknya korban/jenazah sampai pada pembuatan Visum et
Repertum
b. Tujuan Khusus
- Menjelaskan alur masuknya korban/jenazah dan pelayanan forensik
- Menjelaskan cara pemeriksaan korban/jenazah
- Menjelaskan pembuatan Visum et Repertum

1.3. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
Memberikan penjelasan alur masuknya korban/jenazah sampai pada pembuatan
visum.

b. Manfaat Praktis
Membantu dokter muda dan program pendidikan dokter spesialis dalam mempelajari
alur masuknya korban/jenazah sampai pada pembuatan visum dan memberikan
pelayanan forensik kepada masyarakat.

1
2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Alur penerimaan korban/jenazah

Tata cara permintaan Visum et Repertum untuk korban hidup:


1. Permintaan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara lisan, telepon atau melalui pos.
2. Korban adalah barang bukti, maka permintaan Visum et Repertum harus diserahkan
sendiri oleh polisi bersama-sama korban/tersangka kepada dokter.
3. Tidak dibenarkan permintaan Visum et Repertum tentang sesuatu peristiwa yang telah
lampau, mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri No.Ins/E/20/IX/75).

Tata cara permintaan Visum et Repertum untuk korban mati (mayat):


1. Permintaan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara lisan, telepon atau melalui pos.
2. Mayat diantar bersama-sama SPVR oleh polisi.
3. Pada mayat harus diikatkan label yang memuat identitas mayat (sesuai pasal 133 ayat 3
KUHAP). Label mutlak diperlukan, sedangkan segel tidak. Pemasangan label harus
dilakukan paling tidak disaksikan oleh polisi, sebab bila ada kekeliruan mayat maka
polisilah yang bertanggung jawab.

2.2. SPVR
SPVR = Surat permintaan visum et repertum
SPVR sendiri adalah surat yang didapatkan dari pihak kepolisian secara resmi untum et
repertum sebagai barang bukti pengganti korban di pengadilan.
Pihak yang memiliki hak untuk menulis SPVR adalah penyidik. Penyidik adalah polri dengan
pangkat serendah-rendahnya Aipda (Ajudan Inspektur Dua), sedangkan pangkat serendah-
rendahnya untuk penyidik pembantu adalah Bripda (Brigadir Dua). Pada daerah terpencil,
mungkin saja seorang polisi berpangkat Bripda dapat diberi wewenang sebagai penyidik
karena tidak ada pangkat yang lebih tinggi.
Bentuk surat permintaan Visum et Repertum
1. Di sudut kanan atas dicantumkan alamat kepada siapa SPVR dikirim (misalnya RS atau
dokter) dan disertai tanggal pengirimannya. Kepada Rumah Sakit (direktur) sebaiknya
tertera tujuannya yaitu:
a. Kepala Bagian /SMF Bedah
b. Kepala Bagian /SMF Obsgin
c. Kepala Bagian /SMF Penyakit Dalam
d. Untuk korban mati dialamatkan kepada Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Forensik.
(dengan berkembangnya forensik klinik, SPVR untuk korban hidup dapat juga
dialamatkan kepada Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Forensik).

3
2. Di sudut kiri atas dicantumkan alamat peminta Visum et Repertum (misalnya Polsek,
Polres mana), juga tentang nomor surat, hal dan lampiran kalau ada.
3. Di tengah disebutkan SPVR untuk korban hidup atau mati (jenazah).
4. Kemudian keterangan mengenai identitas korban (tentang nama, umur, jenis kelamin,
kebangsaan, alamat, agama, dan pekerjaan).
5. Keterangan mengenai peristiwanya (modus operandi) antara lain
a. Luka karena..
b. Keracunan (obat atau racun)
c. Kesusilaan (perkosaan/perzinahan, perbuatan cabul, dsb)
d. Mati karena (listrik, tenggelam senjata api atau tajam dsb)
6. Permintaan pengobatan atau perawatan bila korban tidak keberatan untuk korban hidup
7. Permintaan untuk melapor kepada penyidik bila korban sembuh, pindah dokter, atau
rumah sakit lain, pulang paksa, melarikan diri atau meninggal.
8. Kolom untuk keterangan lain kalau perlu
9. Keterangan mengenai identitas penyidik (peminta Visum et Repertum), tentang nama,
pangkat, kesatuan, NRP, dan alamat. Kemudian ditandatangani penyidik dan stempel
dinas. Keterangan ini ditempatkan di kanan bawah.
10. Kemudian di kiri bawah, memuat keterangan tentang penerima SPVR (petugas Rumah
Sakit) dengan identitas nama, tanda tangan, tanggal dan jam penerimaannya). Kemudian
petugas Rumah Sakit menandatangani buku ekspedisi polisi. Biasanya SPVR ini dibuat
rangkap 2, satu untuk Rumah Sakit dan satunya untuk arsip polisi.
Sedangkan bentuk SPVR mayat pada dasarnya sama dengan untuk korban hidup tetapi poin 6
dan 7 ditiadakan.

2.3. Label
Label merupakan selembar kertas berisi nomor register, nama, jenis kelamin, usia, tanggal
jenazah diterima, keterangan kematian, yang disertai dengan nama, pangkat, NRP dan tanda
tangan penyidik yang menyegel jenazah
.

Gambar 2.1 label


Gambar diatas adalah contoh label yang dipasang pada jempol kaki jenazah. Pemasangan
label pada jenazah harus di anggota tubuh bukan pada properti jenazah.

2.4. Segel

4
Segel adalah sebuah tanda berupa cetakan lilin lak, berwarna merah, biru atau hijau dengan
gambar lambang di instansi tempat pemasangan label dan segel.

Gambar 2.2 Segel

2.5. Visum et Repertum


Visum et Repertum adalah laporan tertulis untuk justisi yang dibuat oleh dokter berdasar
sumpah, tentang segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan) pada
benda yang diperiksa.
Yang berhak menulis visum adalah dokter...
Macam-macam Visum et Repertum
1. Visum et Repertum korban hidup
2. Visum et Repertum mayat
3. Visum et Repertum pemeriksaan TKP
4. Visum et Repertum penggalian mayat
5. Visum et Repertum mengenai umur
6. Visum et Repertum psikiatrik
7. Visum et Repertum mengenai barang bukti lain.

Bagian-bagian Visum et Repertum


1. PRO JUSTISIA
Kata ini dicantumkan di sudut kiri atas, dan dengan demikian Visum et Repertum tidak
perlu bermaterai.
2. PENDAHULUAN
Bagian ini memuat antara lain:
a. Identitas pemohon Visum et Repertum
b. Identitas dokter yang memeriksa/membuat Visum et Repertum
c. Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya Rumah Sakit X Surabaya)
d. Tanggal dan jam dilakukan pemeriksaan
e. Identitas korban
f. Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat, dan
waktu korban meninggal dunia.
g. Keterangan mengenai orang yang menyerahkan atau mengantar korban pada dokter
dan waktu korban diterima di Rumah Sakit.
3. PEMBERITAAN
Yang dimaksud dalam bagian ini ialah:
a. Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, berupa umur, jenis kelamin, tinggi dan
berat badan, serta keadaan umunya.
b. Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban

5
c. Tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukan
d. Hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter lain.
Dalam bagian ini memakai bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga orang awam
dapat mengertri, hanya kalau perlu disertai istilah kedokteran atau asing dibelakangnya
pakai dalam kurung. Angka harus ditulis dengan istilah misalnya 4 cm ditulis empat
sentimeter. Tidak dibenarkan menulis diagnose luka. Luka harus dilukiskan dengan kata.
4. KESIMPULAN
Bagian ini merupakan pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil
pemeriksaan sesuai dengan pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Seseorang melakukan
pengamatan dengan kelima panca indera.
5. PENUTUP
Memuat kata Demikianlah Visum et Repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah
pada waktu menerima jabatan. Diakhiri tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

a. Anamnesis
Anamnesis adalah riwayat kasus pasien, medis psikiatrik terutama dengan
mempergunakan ingatan pasien

Tabel 2.1. Anamnesis untuk korban hidup dan korban mati


Korban Hidup Korban Mati
Autoanamnesis Heteroanamnesis
Kronologis Kronologis
Riwayat penyakit saat ini Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit keluarga
Riwayat pengobatan Riwayat pengobatan
Riwayat percobaan bunuh diri(disesuaikan) Riwayat percobaan bunuh diri

b. Pemeriksaan fisik
Korban Hidup Korban Mati
Identitas korban Identitas korban
- Lebam mayat
- Kaku mayat
- Tanda-tanda pembusukan
Tinggi badan dan Berat badan Panjang badan dan Berat badan
Kepala Kepala
Leher Leher
Dada Dada
Perut Perut
Disesuaikan Alat kelamin
Disesuaikan Dubur (anus)
Anggota gerak atas Anggota gerak atas
Anggota gerak bawah Anggota gerak bawah
Disesuaikan Punggung
Disesuaikan Bokong

c. Kesimpulan visum et repertum


Korban hidup Korban mati

6
Identitas korban Identitas korban
Tipe luka Tipe luka
Sebab luka Sebab luka
Kualifikasi luka Sebab kematian

Pemeriksaan luar jenazah


1. Identifikasi:
a. Jenis kelamin
b. Panjang dan berat badan
c. Umur
d. Warna kulit, mata, rambut
e. Keadaan gigi geligi
f. Kelainan pada kulit (tatouage)
g. Penyakit
h. Sidik jari, sidik telapak kaki
i. Pakaian dan benda milik pribadi

2. Lebam mayat
Pada umumnya lebam mayat sudah timbul dalam waktu 15 sampai 20 menit setelah orang
meninggal.
Jika ditemukan lebam mayat pada dua tempat yang letaknya berlawanan, artinya posisi
mayat pernah dirubah.
Warna lebam mayat biasanya merah ungu (livide), pada keracunan dengan karbon
monoxide pada kebakaran, keracunan gas masak (CO), asam sianida (HCN) warna
menjadi merah terang (cherry red). Lebam mayat juga menjadi merah terang pada mayat
yang disimpan di kamar dingin dengan suhu yang rendah sekali. Pada orang yang
meninggal karena keracunan Nitro Benzena atau Potassium Chlorat, maka lebam
mayatnya berwarna chocolate brown. Pada orang yang meninggal akibat asfiksia, lebam
mayatnya mendekati kebiruan.

Tabel 2.1. Perbedaan antara lebam mayat dengan luka memar


LEBAM MAYAT LUKA MEMAR
Lokalisasi Bagian tubuh terendah Sembarang tempat
Ditekan Biasanya hilang, empat jam setelah Tidak hilang
orang meninggal biasanya lebam mayat
ridak hilang.
Pembengkakan Tidak ada Sering ada
Incisi Bintik-bintik darah intravascular Bintik-bintik darah ekstravascular
Tanda intra vital Tidak ada Ada

3. Kaku mayat
a. Primary flaccidity
Dalam fase ini otot-otot lemas, dan masih dapat dirangsang secara mekanik maupun
elektrik. Fase ini terjadi dalam stadium somatic death. Primary flaccidity berlangsung
selama 2-3 jam.

7
b. Rigor mortis
Dalam fase ini otot-otot tidak dapat berkontraksi dirangsang secara mekanik maupun
elektrik. Fase ini terjadi dalam stadium cellular death:
- Kaku mayat belum lengkap
Kaku mayat terjadi serentak pada otot-otot seluruh tubuh. Akan tetapi
manifestasinya tidak bersamaan. Mula-mula kaku mayat terlihat pada Mm.
Orbicularis oculi, kemudian otot-otot rahang bawah, otot-otot leher, ekstremitas
atas, thoraks, abdomen dan ekstremitas bawah. Fase ini berlangsung 3 jam.
- Kaku mayat lengkap
Kaku mayat lengkap dipertahankan selama 12 jam.
- Kaku mayat mulai menghilang
Urut-urutan hilangnya kaku mayat sama seperti pada waktu timbulnya, terkecuali
otot rahang bawah yang paling terakhir menjadi lemas. Fase ini berlangsung
selama 6 jam.
c. Secundary flaccidity
Sebelum pakaian dilepaskan terlebih dahulu perlu dicatat kaku mayat. Pemeriksaan harus
dilakukan demikian karena kaku mayat yang sudah lengkap, bila dilenturkan tidak adan
kembali lagi.
Setelah pakaian dilapas, semua isi saku dikeluarkan dan diperiksa, kemudian dicatat
untuk kepentingan identifikasi. Pakaian diperiksa adanya noda darah, lumpur, robekan,
bekas lubang anak peluru, dan sebagainya.
Pakaian dan benda yang ditemukan dibungkus rapi diberi label dan disegel dengan dilak
kemudian diserahkan kepada penyidik.
4. Pembusukan
Proses pembusukan dimulai 18 sampai 24 jam setelah seseorang meninggal. Proses
pembusukan disebabkan oleh pengaruh enzim proteolitik dan micro organisme.
5. Panjang dan berat badan
Mayat kemudian diukur panjangnya dan ditimbang beratnya
6. Kepala:
a. Luka: ada atau tidak
b. Bentuk: bulat, lonjong, bulat lonjong (simetris/asimetris)
c. Rambut, kumis, janggut, alis: warna, panjang, lurus/berombak/keriting
d. Mata:
- Selaput biji mata (conjungtiva bulbi), selaput kelopak mata (conjungtiva
palpebra): pucat, merah, kuning, bintik-bintik perdarahan
- Selaput bening (cornea): bening, keruh, parut luka, lensa kontak
- Selaput pelangi (iris): warna, iridektomi
- Manik mata (pupil): sama lebar, diameter
- Lensa mata: keruh, afakia
- Mata palsu (prothesis)
e. Hidung:
- Bentuk: mancung, pesek
- Cairan yang keluar: darah, buih
f. Mulut:

8
- Bentuk bibir, warna bibir
- Cairan yang keluar: darah, buih
- Formula gigi, isian gigi (filling, plombage)
- Gigi palsu, jembatan gigi (prothesis)
- Gigi dipanggur
g. Telinga:
- Bentuk telinga
- Cairan yang keluar: darah
7. Leher:
- Luka
- Bekas alur jerat
- Bekas cekikan
8. Dada:
- Bentuk simetris
- Bentuk payudara
- Luka
9. Perut:
- Bentuk cekung, membesar
- Warna daerah usus buntu (appendix), coecum
- Keadaan pusat, tali pusat
- Parut luka di lipat paha (inguinalis)
- Burut (hernia)
- Luka
10. Alat kelamin:
a. Laki-laki:
- Rambut kemaluan
- Zakar (penis): bentuk, khitan
- Kandung buah pelir (scrotum)
- Buah pelir (testis)
- Parut luka
b. Perempuan:
- Rambut kemaluan
- Bibir besar kemaluan (labium majus)
- Bibir kecil kemaluan (labium minus)
- Selaput dara (hymen)
11. Dubur (anus):
- Wasir (haemorrhoid)
- Apa yang keluar
- Parut luka
12. Anggota gerak:
a. Anggota gerak atas: lengan atas, lengan bawah, tangan
- Bengkak (oedema)
- Luka bekas tusukan jarum
- Luka lain
b. Anggota gerak bawah: tungkai atas, tungkai bawah, kaki
- Bengkak (oedema)
- Luka bekas tusukan jarum
- Luka lain
13. Punggung:
- Bentuk: kekel depan (lordosis), kekel belakang (kyphosis), kekel samping (scoliosis)

9
- Decubitus
- Luka
14. Bokong / pantat
- Luka bekas tusukan jarum
- Luka parut

2.6. Anamnesis
Anamnesis adalah riwayat kasus pasien, medis psikiatrik terutama dengan mempergunakan
ingatan pasien.
Heteroanamnesis/Alloanamnesis (anamnesis kolateral)
Pada beberapa keadaan, pasien mungkin tidak mampu mengungkap penyakitnya (misalnya:
tidak sadar, delirium, demensia, disfasik, dan sebagainya). Pada situasi seperti ini perlu bicara
langsung dengan orang-orang lain yang dapat member informasi mengenai keadaan pasien,
tidak saja mengenai apa yang menyebabkan pasien datang berobat tetapi juga mengenai obat-
obat yang biasa digunakan, status fungsional, kehidupan sehari-hari dan sebagainya.

2.7. Tanda vital


Tanda vital merupakan enam parameter tubuh yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan,
suhu tubuh, tinggi dan berat badan.

2.8. Deskripsi luka


Luka dilukis dengan kata-kata dengan memperhatikan absis dan ordinat.
Untuk absis dipakai:
- Garis mendatar melalui pusat
- Garis mendatar melalui kedua puting susu pada pria
- Garis mendatar melalui kedua ujung tulang belikat
- Garis mendatar melalui umbilikus yang tegak lurus memotong garis tengah
Untuk ordinat dipakai:
- Garis tengah melalui tulang dada
- Garis tengah melalui tulang punggung
Perhatian: waktu mengukur panjang luka, kedua tepi luka harus ditautkan, dirapatkan dahulu,
baru diukur.

Cara memeriksa luka dan membuat catatan atau laporan:


1. Bila mungkin sebelum memulai pemeriksaan kita abadikan keadaan luka dengan
pemotretan
2. Jumlah luka
3. Lokasi luka
Untuk melukiskan lokasi luka, maka kita dapat menggunakan beberapa patokan,
misalnya:
a. Garis mendatar melalui pusat (umbilicus)
b. Garis mendatar melalui ujung tulang belikat (scapula)
c. Garis tegak melalui ruas tulang belakang atau tulang dada
d. Garis mendatar melalui putting susu (pada laki-laki)

10
4. Ukuran luka
Mengukur luka, untuk panjangnya dilakukan dengan terlebih dahulu merapatkan kedua
tepi luka. Kedalaman luka dilukiskan dengan menyebut kerusakan alat-alat tubuh yang
dilalui luka tersebut.
5. Ciri-ciri luka
a. Bagaimana tepi luka.
b. Adakah jembatan jaringan, memar atau luka lecet.
c. Adakah rambut ikut terpotong.
d. Adakah sesuatu yang keluar dari lubang.
6. Benda asing
Mungkin dapat ditemukan benda asing dalam luka, misalnya: pecahan kaca, pisau,
lengkap dan sebagian ujung pisau yang patah atau tertinggal.
7. Menentukan intravitalitas luka.
8. Luka atau luka-luka tersebut mematikan atau tidak.

2.9. Sebab luka


Tergantung ciri-ciri luka apakah akibat persentuhan dengan benda tajam atau tumpul.

Luka Akibat Benda Tajam


Luka akibat benda tajam adalah kelainan pada tubuh yang disebabkan persentuhan dengan
benda atau alat bermata tajam dan atau berujung runcing sehingga kontinuitas jaringan
rusak/hilang.
Benda tajam adalah benda atau alat yang bermata tajam dan atau berujung runcing atau dapat
juga berujung runcing tetapi tidak bermata tajam.
Bermata tajam artinya dapat untuk mengiris, berujung runcing artinya dapat untuk menusuk
atau mengoyak.
Macam Kelainan Akibat Persentuhan Dengan Benda Tajam
a. Luka Iris (Incised Wound)
b. Luka Tusuk (Stab Wound)
c. Luka Bacok ( Chop Wound)
Ciri-ciri Luka Akibat Benda Tajam
a. Tepi luka rata.
b. Sudut luka lancip.
c. Rambut terpotong.
d. Tidak ditemukan jembatan jaringan.
e. Tidak ditemukan memar atau lecet disekitarnya.

Luka Iris

11
Luka akibat benda/ alat yang bermata tajam yang terjadi dengan suatu tekanan ringan dan
goresan di permukaan tubuh.
Bentuk Luka Iris:
1. Bila sejajar arah serat elastis/otot luka berbentuk celah.
2. Bila tegak lurus arah serat elastis/otot luka berbentuk menganga.
3. Bila miring terhadap serat elastis/otot luka berbentuk asimetris.
Ciri-ciri Luka Iris:
1. Tepi dan permukaan luka rata.
2. Sudut luka lancip.
3. Tidak ada jembatan jaringan.
4. Rambut terpotong.
5. Tidak ditemukan luka memar atau lecet disekitarnya.
6. Tidak mengenai tulang.
7. Panjang luka lebih besar dari dalam luka.

Luka Tusuk
Luka akibat benda/alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi
dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong dengan permukaan tubuh.
Bentuk Luka: tergantung pada lokasi luka dan penampang alat penyebab luka.
1. Pada alat-alat tubuh parenkim dan tulang, bentuk luka sesuai penampang alat
penyebabnya.
2. Pada kulit atau otot:
a. Alat pisau:
- Bila sejajar arah serat elastis/otot luka berbentuk celah.
- Bila tegak lurus arah serat elastis/otot luka berbentuk menganga.
- Bila miring terhadap serat elastis/otot luka berbentuk asimetris.
b. Alat ganco atau lembing: bentuk luka seperti celah bila luka didaerah pertemuan serat
elastis/otot, maka bentuk luka bulat (sesuai dengan penampang alat).
c. Alat penampang segitiga atau segiempat: bentuk luka bintang berkaki tiga atau empat.
Ciri-ciri Luka Tusuk:
1. Tepi luka rata.
2. Sudut luka tajam, pada sisi tumpul dari alat, sudut luka kurang tajam.
3. Pada sisi tajam dari alat, rambut ikut terpotong.
4. Bila tusukan dilakukan sampai pangkal pisau, kadang-kadang ditemukan memar di
sekitar luka.
5. Ukuran dalam luka besar daripada panjang luka.

Luka Bacok
Luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi
dengan suatu ayunan disertai tenaga agak besar.

12
Ciri-ciri Luka Bacok:
1. Ukuran biasanya besar.
2. Tepi luka tergantung pada mata senjata.
3. Sudut luka tergantung mata senjata yang digunakan.
4. Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang.
5. Dapat dijumpai memar atau lecet disekitae luka.

Luka Akibat Benda Tumpul


Luka lecet
Luka lecet adalah suatu kerusakan yang mengenai lapisan atas dari epidermis akibat
kekerasan dengan benda yang mempunyai permukaan yang kasar, sehingga epidermis
menjadi tipis sebagian atau seluruh lapisannya
Ciri-ciri luka lecet:
a. Sebagian atau seluruh epitel hilang
b. Permukaan tertutup oleh eksudasi yang akan mengering (crusta)
c. Timbul reaksi radang berupa penimbunan sel-sel PMN
d. Biasanya tidak meninggalkan jaringan parut
Luka lecet dapat terjadi ante mortem atau post mortem
Ante mortem:
a. Warna cokelat kemerahan karena eksudasi
b. Mikroskopis terdapat sisa-sisa epithelium dan tanda-tanda intravital
Post mortem:
a. Tampak mengkilap, warna kekuningan
b. Mikroskopis epidermis terpisah sempurna dari dermis dan tidak ditemukan tanda-
tanda intravital
c. Pada umumnya terjadi pada daerah penonjolah tulang

Luka memar
Luka memar adalah suatu kerusakan jaringan subkutan sehingga pembuluh-pembuluh darah
(kapiler) rusak dan pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya.
Luka memar harus bisa dibedakan dengan lebam mayat.

Luka robek
Luka robek adalah kerusakan seluruh kulit dan jaringan bawah kulit, sehingga epidermis
terkoyak, folikel rambut, kelenjar keringat dan sebasea juga mengalami kerusakan. Pada
umumnya kalau sembuh akan menimbulkan jaringan parut (sikatrik). Luka robek mudah
terjadi pada kulit dengan adanya tulang dibawahnya. Luka robek mirip dengan luka iris.

Tabel 2.2 Perbedaan luka robek dan luka iris


Ciri-ciri Luka robek Luka iris
Memar & lecet + -

13
Rambut Utuh Terpotong
Jembatan jaringan + -
Sudut/tepi luka Tumpul Tajam

Luka retak
Luka retak adalah luka pada kulit daerah tubuh yang ada tulang tepat di bawah kulit tersebut
misalnya: kepala dan tulang kering. Luka ini akibat dari kekerasan benda tumpul yang
mempunyai pinggiran, misalnya: tepi meja, tepi kikir, tepi pintu, dll.

Tabel 2.3 Perbedaan luka iris dan luka retak


Ciri-ciri Luka iris Luka retak
Tepi luka Tajam Tidak tajam
Sudut luka Tajam Tidak tajam
Permukaan luka Rata Tidak rata
Jembatan jaringan Tidak ada Ada
Rambut Terpotong Tercabut
Memar/lecet sekitar luka Tidak ada Ada

2.10. Kualifikasi luka


Pada kesimpulan Visum et Repertum korban hidup, harus dilengkapi dengan kualifikasi luka.
1. Luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencaharian (KUHP pasal 352)
2. Luka yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencaharian (KUHP pasal 351 ayat 1)
3. Luka yang tergolong luka berat (KUHP pasal 351 ayat 2)
Menurut KUHP pasal 90, maka luka berat berarti:
a. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali
atau yang menimbulkan bahaya maut.
b. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencaharian.
c. Kehilangan salah satu panca indera.
d. Mendapat cacat berat.
e. Menderita sakit lumpuh.
f. Terganggu daya pikir selama 4 minggu lebih.
g. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

2.11. Sebab kematian


Untuk menentukan sebab kematian korban dengan pasti, maka pemeriksaan jenazah harus
meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pemeriksaan tubuh bagian dalam dan pemeriksaan
tambahan. Hal ini berarti jenazah harus diotopsi. Tanpa melakukan otopsi, dokter tidak dapat
menentukan sebab kematian korban secara pasti.

14
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Penulisan referat ini ditujukan untuk mempermudah dokter muda dan program
pendidikan dokter spesialis untuk dapat melakukan pelayanan di instalasi forensik dan
medikolegal.
3.2. Saran
Perbaikan pelayanan forensik agar disesuaikan dengan alur pelayanan
penerimaan korban/jenazah sampai pembuatan Visum et Repertum ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Hoediyanto, Hariadi A. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Edisi 8.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 2012.
2.

16

Anda mungkin juga menyukai