Anda di halaman 1dari 164

BUKU PANDUAN

SKILL LAB
TA : 2017/2018

SEMESTER I
KOMUNIKASI
&
PEMERIKSAAN FISIK DASAR

©2017, MEDICAL EDUCATION UNIT


UNIT MANAJEMEN SKILL LAB DAN OSCE CENTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
Darussalam – Banda Aceh 23111
Telepon/Fax : (0651) 7555184
Home Page : www.fk.unsyiah.ac.id
Email : unitmeufkunsyiah@yahoo.com

i
BUKU PANDUAN SKILL LAB
SEMESTER I
KOMUNIKASI DAN PEMERIKSAAN FISIK DASAR

Copyright @2017 oleh Medical Education Unit


Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Cetakan Pertama : Agustus 2017
Desain sampul oleh : dr. Juwita, M.Biomed

Diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala


Semua Hak Cipta terpelihara

Penerbitan ini dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta dan harus ada izin
oleh penerbit sebelum memperbanyak, disimpan,
atau disebarluaskan dalam bentuk elektronik, fotocopy
dan rekaman atau bentuk lainnya.

ii
EDITOR

dr. Subhan Rio Pamungkas, SpKJ


Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/BPK-RSJ Banda Aceh

Drs. Zulfitri, M.Biomed


Bagian Biologi Medik
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala

dr. T. Mamfaluti, M.Kes., SpPD


Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Buchari, SpPK


Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. M.Yusuf, SpB


Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Novita, SpJP


Bagian Ilmu Jantung
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Ferry Dwi Kurniawan, SpP


Bagian Ilmu Paru
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Fauzi Yusuf. SpPD.,K-GEH.,FINASIM


Bagian Ilmu Penyakit dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. T. Husni TR.,M.Kes.,SpTHT-KL


Bagian Ilmu THT
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Juwita, M.Biomed


Medical Education Unit
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

dr. Sakdiah, M.Sc


Medical Education Unit
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

dr. Tengku Puspa Dewi, Sp.OG


Unit Kurikulum
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Yusniar, A.Md
Medical Education Unit
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

iii
PENANGGUNG JAWAB SKILL

dr. Subhan Rio Pamungkas, SpKJ


Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/BPK-RSJ Banda Aceh

Drs. Zulfitri, M.Biomed


Bagian Biologi Medik
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala

dr. T. Mamfaluti, M.Kes., SpPD


Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Buchari, SpPK


Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. M.Yusuf, SpB


Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Novita, SpJP


Bagian Ilmu Jantung
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Ferry Dwi Kurniawan, SpP


Bagian Ilmu Paru
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. Fauzi Yusuf. SpPD.,K-GEH.,FINASIM


Bagian Ilmu Penyakit dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

dr. T. Husni TR.,M.Kes.,SpTHT-KL


Bagian Ilmu THT
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

iv
KATA PENGANTAR

Buku panduan Skills Lab Semester I ini merupakan revisi dan adaptasi
dari buku panduan sebelumnya, sebagai implementasi revisi kurikulum TA
2013/2014.
Buku panduan ini berisikan materi keterampilan yang akan dilatihkan pada
Laboratorium Keterampilan Medik. Materi keterampilannya terdiri dari
keterampilan komunikasi interpersonal, keterampilan penggunaan mikroskop,
keterampilan pemeriksaan fisik dasar, keterampilan pemeriksaan tanda vital,
keterampilan vena punksi dan hemostasis sederhana, keterampilan scrub up,
gloving dan teknik aseptic dan lain-lain.
Dengan menguasai keterampilan diatas, diharapkan dapat menjadi pondasi
dasar mahasiswa dalam memahami dan menguasai keterampilan medik lanjutan.
Kami berharap buku ini akan bermanfaat bagi mahasiswa dan juga
instruktur yang terlibat dalam latihan keterampilan medik ini.

Banda Aceh, Agustus 2017

v
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul................................................................................. ............. i
Halaman Cetak ................................................................................ ..............ii
Editor ............................................................................................................. iii
Penanggung Jawab Skill ............................................................................... v
Kata Pengantar .............................................................................................. vi
Daftar Isi........................................................................................................ vii
I.Keterampilan Komunikasi Interpersonal .................................................... 1
II.Keterampilan Pemakaian Mikroskop ........................................................ 10
III.Keterampilan Pemeriksaan Fisik Dasar ................................................... 19
IV.Keterampilan Pemeriksaan Tanda Vital (Vital Sign) ............................... 26
V.Keterampilan Punksi Vena dan Hemostasis Sederhana ............................ 35
VI.Scrub Up and Gloving Technique ............................................................ 49
VII.Teknik Aseptik ....................................................................................... 58
VIII.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Jantung .......................................... 65
IX.Panduan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Sistem Respirasi ................ 87
X.Anamnesis, Pemeriksaan Fisik Abdomen dan Pemeriksaan
Fisik Anorektal ....................................................................................... .114
1.Pemeriksaan Fisik Abdomen ............................................................... .121
2.Pemeriksaan Perineum dan Rectal ...................................................... .139
XI.Anamnesis Kelainan Endokrin dan Pemeriksaan Fisik Kelenjar
di Leher ................................................................................................. .144
1.Pemeriksaan Fisik Kelenjar di Leher ................................................. .155

vi
I. KETERAMPILAN
KOMUNIKASI INTERPERSONAL

dr. Subhan Rio Pamungkas, SpKJ


Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA

Tujuan Belajar
Pada akhir dari latihan keterampilan, mahasiswa harus mampu:
1. Mengetahui pentingnya mendengar
2. Mampu menerangkan dan membedakan antara :
- Mendengar aktif dan pasif
- Mendengar secara emphatik dan objektif
- Mendengarkan secara dangkal dan dalam
- Umpan balik
3. Mengetahui fungsi mendengar aktif
4. Memperlihatkan gambaran empati
5. Mengetahui gambaran hubungan interpersonal

Prior Knowledge
Sebelum mempelajari keterampilan ini, mahasiswa harus menguasai dasar- dasar
komunikasi.

Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk sosial, karena itu kehidupan manusia selalu
ditandai dengan pergaulan antar manusia. Manusia yang saling bergaul, ada yang
saling membagi informasi dan ada pula yang membagi gagasan dan sikap.
Pergaulan manusia merupakan salah satu bentuk peristiwa komunikasi dalam
masyarakat. Menurut Theodorson (1969), komunikasi adalah proses pengalihan
informasi dari seseorang atau sekelompok orang dengan menggunakan simbol-
simbol tertentu kepada satu orang atau sekelompok lain.
Komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan
diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik langsung. Jadi komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan.
Menurut De Vito, komunikasi antarpribadi mengandung lima ciri sebagai berikut:

1. Keterbukaan
2. Empati
3. Dukungan
4. Perasaan positif
5. Kesamaan.

Komunikasi antara dokter-pasien merupakan salah satu bentuk dari


komunikasi antar pribadi. Proses verbal dan nonverbal seorang dokter
memperoleh dan berbagi informasi dengan pasien, dengan mengembangkan suatu
hubungan untuk tujuan pengobatan, disebut komunikasi dokter-pasien. Cara yang
dilakukan dokter dalam mengkomunikasikan informasi sama pentingnya dengan

1
informasi yang dikomunikasikan. Ketrampilan komunikasi yang dipelajari, dilatih
atau dipraktekkan sepanjang kariernya akan menjadi kunci untuk memudahkan
hubungan dokter-pasien. Keterampilan komunikasi merupakan keterampilan yang
sangat penting dimiliki oleh dokter yang dalam tugasnya mengumpulkan
informasi dari seseorang atau sekelompok orang. Dengan komunikasi yang cepat,
sederhana dan efektif, akan diperoleh informasi yang akurat.

Mendengar
Mendengarkan merupakan proses aktif menerima rangsangan (stimulus).
Mendengarkan tidak terjadi begitu saja, kita harus melakukannya. Mendengarkan
adalah keterampilan yang penting dalam segala bentuk komunikasi antarmanusia.

Jenis-jenis mendengarkan
Ada 3 jenis mendengarkan :
1. Mendengarkan untuk kesenangan
Kita mendengarkan musik, siaran olahraga, atau pertunjukan televisi pada
dasarnya untuk kesenangan. Kegiatan mendengarkan relatif pasif.
2. Mendengarkan untuk informasi
Mendengarkan untuk mendapatkan informasi sedemikian rupa sehingga bisa
memperoleh keterampilan baru atau melakukan sesuatu secara lebih efektif
atau mendengarkan untuk informasi tertentu sehingga dapat melakukan
evaluasi dan komentar.
3. Mendengarkan untuk membantu
Bila kita mendengarkan seseorang mengeluh, membicarakan suatu masalah
atau berusaha mengambil keputusan, seringkali mendengarkan untuk
membantu. Bantuan bisa sekedar menjadi pendengar yang memberi perhatian
dan mendukung atau dapat bersifat langsung, misalnya memberi saran dan
nasihat.

Mendengarkan secara efektif


Karena mendengarkan dengan berbagai alasan dan tujuan berbeda, prinsip
untuk mendengarkan secara efektif juga berbeda dari satu situasi ke situasi lain.
Ada 4 dimensi mendengarkan :
1. Mendengarkan partisipatif dan pasif
Kunci mendengarkan efektif adalah partisipasi. Persiapan terbaik untuk
mendengarkan yang partisipatif adalah berlaku seperti seorang yang
berpartisipasi (secara fisik dan mental) dalam tindak komunikasi. Sebagai
pendengar, partisipasi dalam interaksi komunikasi adalah setara dengan
pembicara, sebagai orang yang secara emosional dan intelektual siap untuk
terlibat dalam proses berbagi makna.
Mendengarkan secara pasif-mendengarkan tanpa berbicara dan tanpa
mengarahkan pembicaraan dengan cara-cara nonverbal-merupakan cara
ampuh untuk mengkomunikasikan akseptansi. Mendengar secara pasif
memungkinkan pembicara mengembangkan pemikiran dan gagasannya di
depan orang lain yang menerima tetapi tidak mengevaluasi, yang mendukung
tapi tidak mencampuri.

2
Beberapa pedoman untuk mendengarkan secara partisipatif dan pasif :
- Berusahalah mendengarkan.
- Lawanlah sumber-sumber gangguan sedapat mungkin.
- Jangan melamun.
- Gunakan waktu senggang untuk meringkas pemikiran pembicara,
menyusun pertanyaan, menarik hubungan antara yang telah didengar dan
diketahui.
- Asumsikan apa yang dikatakan pembicara bermanfaat.

2. Mendengarkan secara empatik dan secara objektif


Berempati kepada orang lain artinya ikut merasakan apa yang dirasakan
mereka, melihat dunia seperti yang mereka lihat. Hanya jika kita berempati
kita bisa memahami maksud orang lain sepenuhnya.

Beberapa saran dalam mengatur fokus empatik dan objektif :


- Lakukan dialog, jangan monolog.
- Pahamilah sudut pandang pembicara.
- Pandanglah pembicara sebagai pihak yang setara.
- Cobalah memahami pemikiran dan perasaan lawan bicara.
- Jangan „mendengarkan secara ofensif‟-kecenderungan untuk mendengarkan
informasi sepotong-sepotong.
3. Mendengarkan tanpa menilai dan mendengarkan secara kritis
Mendengarkan secara efektif melibatkan tanggapan baik yang bersifat tidak
menilai maupun yang kritis. Kita perlu terlebih dahulu mendengarkan untuk
memahami dan menahan diri untuk tidak melakukan penilaian. Tapi juga perlu
mendengarkan secara kritis dengan tujuan melakukan evaluasi atau penilaian.
Beberapa pedoman untuk mengatur mendengarkan tanpa menilai dan
mendengarkan secara kritis :
- Jagalah pikiran selalu terbuka. Tunda penilaian sampai kita sepenuhnya
memahami maksud dan isi yang dikomunikasikan pembicara.
- Jangan menyaring pesan yang sulit.
- Jangan menyaring pesan yang tidak disukai.
- Sadarilah bias-bias kita sendiri.
- Nilailah isi sesuai dengan yang disampaikan, jangan cara penyampaian
dianggap sebagai isi.
- Jangan mendengarkan secara tidak kritis bila anda perlu melakukan
evaluasi.

4. Mendengarkan secara dangkal dan secara dalam


Dalam mendengarkan, kita harus sangat peka terhadap berbagai tingkat
makna. Jika hanya menanggapi komunikasi tingkat permukaan (makna
harfiah), kita akan kehilangan kesempatan untuk membuat kontak yang lebih
berarti dengan perasaan dan kebutuhan sebenarnya dari orang yang
bersangkutan.
Beberapa pedoman untuk mengatur mendengarkan secara dangkal dan dalam :
- Pusatkan perhatian pada pesan-pesan verbal maupun non verbal.
- Dengarkan juga yang tidak diucapkan.

3
- Dengarkan baik pesan yang menyangkut isi maupun hubungan.
- Perhatikan secara khusus pernyataan yang mengacu-balik kepada
pembicara.
- Kaitkan hal-hal spesifik dengan tema umum yang dikemukakan
pembicara.
- Jangan mengabaikan makna harfiah dari pesan antar-pribadi dalam usaha
mengungkapkan makna yang lebih tersembunyi.

Mendengar aktif
Mendengar aktif bukanlah proses yang sekedar mengecek pemahaman kata-kata si
pembicara, tetapi lebih merupakan upaya memahami pesan keseluruhan
pembicara.
1. Fungsi mendengarkan aktif
- Memungkinkan pendengar mengecek pemahamannya terhadap yang
dikatakan pembicara atau yang dimaksud pembicara.
- Pendengar mengutarakan akseptansinya terhadap perasaan pembicara.
- Merangsang pembicara menggali perasaan dan pemikirannya.

2. Tehnik-tehnik mendengarkan aktif


a. Mengulangi pemikiran pembicara.
Nyatakan dengan kata-kata sendiri apa yang menurut kita dimaksudkan
pembicara.
b. Menyatakan pengertian terhadap perasaan pembicara.
Ungkapan perasaan memungkinkan kita mengecek persepsi kita mengenai
peraan pembicara. Juga akan memberikan kesempatan kepada pembicara
untuk melihat perasaannya secara lebih objektif.
c. Ajukan pertanyaan.
Ajukan pertanyaan untuk memastikan pemahaman kita terhadap pikiran
dan perasaan pembicara dan untuk mendapatkan informasi tambahan.

Umpan balik
Umpan balik adalah pesan yang kita kirim-balik kepada pembicara menyangkut
reaksi kita terhadap apa yang telah disampaikan. Dalam menyampaikan umpan
balik, kita mengatakan kepada pembicara apa dampak perkataannya terhadap diri
kita. Berdasarkan umpan balik ini, pembicara dapat menyesuaikan, memodifikasi,
memperkuat atau mengubah isi atau bentuk perasaannya.

Memberi umpan balik yang efektif :


1. Segera
Umpan balik disampaikan segera setelah pesan diterima.
2. Kejujuran
Umpan balik harus merupakan reaksi yang jujur terhadap suatu
komunikasi. Jangan malu atau takut untuk mengakui bahwa kita tidak
memahami suatu pesan, dan jangan ragu-ragu untuk tidak setuju.
3. Kepatutan
Kita mengetahui tentang apa yang patut dan tidak patut sebagian besar dari
mengamati orang lain.

4
4. Kejelasan
Umpan balik harus merupakan refleksi yang jelas mengenai pesan, bukan
refleksi dari perasaan atau prasangka pribadi.

Menerima umpan balik secara efektif :


1. Kepekaan
Kepekaan terhadap umpan balik memungkinkan kita merasakan adanya
umpan balik dalam situasi dimana ini biasanya dapat terabaikan begitu saja.
2. Dukungan
Tanggapan terhadap umpan balik sangat menentukan ragam dan kedalaman
umpan balik yang kita terima.
3. Keterbukaan pikiran
Evaluasi apa yang dikatakan, terima apa yang tampak masuk akal, tolak apa
yang tampak tidak masuk akal. Ambil keputusan hanya setelah
mendengarkan dengan cermat dan memahami sepenuhnya apa yang
dikatakan orang tersebut.
4. Spesifik
Bila mendengar umpan balik, terjemahkan dalam bentuk yang spesifik,
lebih baik dalam bentuk perilaku.

KERANGKA KEGIATAN
Kemampuan komunikasi interpersonal dokter-pasien merupakan kemampuan
dasar yang akan mampu membantu membina hubungan yang efektif. Satu hal
mendasar dari komunikasi yang efektif adalah bahwa komunikasi memerlukan
perencanaan dan tujuan yang hendak dicapai. Setelah tujuan dimiliki, perhatian
selanjutnya adalah pada keterampilan apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan
dimaksud.

Daftar keterampilan berikut adalah bagaimana mengawali suatu kegiatan dan


membina suatu hubungan:
1. Persiapan
Perasaan dan tindakan sepenuhnya terkonsentrasi pada saat memulai suatu
tindakan/konsultasi. Saran untuk persiapan dan konsentrasi penuh :
- Jauhkan dari tugas terakhir
- Yakini bahwa konsultasi terakhir tidak akan mempengaruhi ke depan.
- Perhatikan kebutuhan dan kenyamanan.
- Yakini bahwa rasa lapar, panas atau kantuk tidak akan mengganggu
konsentrasi untuk melakukan wawancara berikutnya.
- Pindahkan fokus konsultasi pada tangan.
- Membaca catatan, mencari hasil atau sesuatu tentang riwayat pasien.
- Akhiri kegiatan ini sebelum menyapa pasien.
2. Membangun hubungan awal
- Menyapa pasien
Jika kita belum pernah bertemu pasien sebelumnya, relatif mudah untuk
menyambut dan mengenalkan diri kita menggunakan kombinasi

5
pendekatan nonverbal seperti, berjabat tangan, kontak mata dan
tersenyum serta kata-kata sapaan yang pantas :
‘Assalamualaikum, Saya dr. Nirwana. Silahkan masuk dan duduk’
- Jelaskan peran anda
Dokter dapat mencegah rasa bingung pasien dengan menjelaskan
dengan baik perannya.
’Assalamualaikum, saya dr. Husni. Boleh saya duduk disini? Saya
seorang dokter THT yang bekerja di rumah sakit ini. Keluarga anda
menyuruh saya untuk bertemu dengan anda.’
- Dapatkan nama pasien
Dianjurkan untuk memeriksa nama yang jelas dan pengucapannya dan
nama pasien sesuai dengan yang tertera di daftar.
’Assalamualaikum, saya dr. Tilaili. Saya salah seorang dokter di klinik
kesehatan Unsyiah. Silahkan duduk. Boleh saya periksa sebentar-
apakah ini bapak Ibrahim? (berhenti sebentar) Saya tidak tahu apakah
kita sudah pernah bertemu sebelumnya; bapak lebih suka saya panggil
apa?
- Tunjukkan perhatian dan respek; timbulkan rasa nyaman pada pasien
Tunjukkan perhatian dan rasa hormat pada pasien melalui sikap verbal
dan non verbal yang akan menjadi penting dalam mengembangkan
hubungan dokter-pasien yang produktif.

3. Tentukan alasan untuk konsultasi


- Pertanyaan pembuka : identifikasi masalah atau pokok persoalan
sehingga pasien ingin bertemu.
- Dengarkan pernyataan pasien : dengarkan dengan penuh perhatian
tanpa menyela atau mengarahkan tanggapan pasien
- Saring : periksa dan yakinkan daftar masalah atau pokok persoalan
bahwa pasien ingin dilindungi (misal : jadi sakit kepala dan capek-
capek ya. Adakah yang lain ingin bapak sampaikan?
- Tentukan agenda: rundingkan agenda dan bentuk wawancara, bersama-
sama dokter dan pasien untuk kejelasan
- Menutup wawancara
Dokter secara jelas memberi tanda bahwa wawancara akan diakhiri,
biasanya dengan meringkas apa yang telah dikatakan dan apa yang telah
disepakati.
Juga penting bagi mahasiswa untuk mewujudkannya tidak hanya
dengan mengetahui bagaimana untuk mengenal penyakit, tapi juga
bagaimana mengenal dan merespon emosi pasien akibat penyakit.
Untuk selanjutnya, dalam interaksinya dengan pasien, adalah penting
bagi mahasiswa untuk mengelola reaksi emosionalnya terhadap pasien.

SKENARIO LATIHAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI


INTERPERSONAL.
Hubungan dokter-pasien (empati dokter)
Sebagai seorang manusia, anda mempunyai pengalaman sakit atau melihat
teman atau anggota keluarga yang sakit. Ingatlah pengalamanmu saat sakit.
Tirukan interaksi dokter-pasien saat berkomunikasi.

6
Pilihlah teman, Mahasiswa A sebagai pasien dan Mahasiswa B sebagai dokter.
Tugas dokter adalah menyelidiki masalah penyakit pasien. Mahasiswa lainnya
berperan sebagai pengamat dan menggunakan check list untuk menilai
kemampuan empati dokter (kemampuan merasakan menjawab secara tepat
dalam upaya menyokong apa yang pasien butuhkan).

7
REFERENSI

1. Silverman,J. Kurt,S. Draper,J. Skills for Communicating with Patient.


Radcliffe Medical Press. Great Britain. 1999.
2. Kurt,S. Silverman,J. Teaching and Learning Communication Skills in
Medicine. Radcliffe Medical Press. Great Britain. 1998.
3. Devito,J.A. Komunikasi antar manusia, Kuliah Dasar, Edisi Kelima, Alih
Bahasa Agus Maulana, Profesional Books, Jakarta 1997.
4. Liliweri, A. Komunikasi Antar Pribadi, PT.Citra Aitya Bakti, Bandung,
1997.

8
Checklist : Komunikasi Interpersonal : Kemampuan Berempati

No Nilai
Aspek yang dinilai
0 1 2
A. Membina Hubungan Baik
1. Menyambut dan menyapa pasien dengan santun
- Berdiri
- Menjawab salam
- Mempersilahkan duduk
2. Memperkenalkan diri dan mengklarifikasi tujuan pasien
3. Membina situasi yang nyaman bagi pasien
4. Mendorong pasien untuk bercerita, memfasilitasi untuk
kelanjutan dan tidak menyela
B. Menunjukkan Sikap Profesional
1. Menunjukkan keinginan untuk mengadakan kontak mata,
ekspresi wajah dan bahasa tubuh dengan mendengarkan
penuh perhatian
2. Menunjukkan penampilan yang baik (tindakan verbal dan
non-verbal) dan percaya diri
3. Menguasai keadaan dan menanggapi, perasaan lawan
bicara secara professional (tidak larut dalam kondisi emosi
pasien)
4. Tidak berprasangka
C Keterampilan Interpersonal : Kemampuan Berempati
1. Menafsirkan kata-kata pasien secara wajar
2. Mendengarkan dan menanggapi keluhan pasien dengan
baik
3. Mengajukan pertanyaan pada saat yang tepat
4. Memperhatikan emosi, memberi waktu dan menyelidi
pasien secara tidak lisan
5. Merespon pasien jika dibutuhkan, serta memberikan
bantuan dengan menjawab pertanyaan, memberi
penjelasan, dukungan seperlunya.

Keterangan :
0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan tetapi kurang benar
2 : Dilakukan dengan benar
% cakupan penguasaan keterampilan : skor total / 30 x 100% = %

Banda Aceh, ..................2017

Observer

9
II. KETERAMPILAN
PEMAKAIAN MIKROSKOP

Drs. Zulfitri, M.Biomed


Bagian Biologi Medik
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala

Tujuan belajar : mahasiswa diharapkan dapat mengenal, menggunakan dan


memelihara mikroskop dengan benar.

I. Pendahuluan
Mikroskop merupakan suatu alat bantu yang memungkinkan kita dapat
mengamati obyek yang berukuran sangat kecil, ketika kemampuan mata telajang
manusia normal tidak mampu lagi mengamatinya. Perkembangan mikroskop
sejak abad ke 17 sampai sekarang begitu pesat, dengan kemampuan yang begitu
menakjubkan, sehingga manusia dapat melihat begitu jauh ke dalam sel. Fungsi
setiap mikroskop ialah memberi pembesaran sedemikian rupa, sehingga setiap
pemeriksa dapat melihat benda yang dibesarkan dengan jelas. Pembesaran yang
dibutuhkan tergantung dari ukuran dan macam objek yang akan diperiksa. Benda
dikatakan terlihat jelas bila bagian-bagian benda itu dapat dikenali dengan baik.
Untuk melihat benda dengan jelas dibutuhkan intensitas cahaya yang cukup.

II. Berbagai jenis mikroskop


Mikroskop berdasarkan sumber pencahayaannya dapat dikatagorikan kepada
3 katagori, yaitu mikroskop cahaya (light microscope), mikroskop stereo (stereo
microskope) dan mikroskop elektron (electron microscope).

A. Mikroskop Cahaya (light microscope)


Mikroskop cahaya merupakan mikroskop yang paling sederhana dan
menggunakan cahaya lapangan terang untuk memperlihatkan benda. Mikroskop
ini paling sering digunakan secara luas oleh siswa dan mahasiswa untuk melihat
bagian dari makhluk hidup atau sel di dalam pendidikannya. Mengenai bagian-
bagian mikroskop cahaya selanjutnya akan dibahas secara khusus didepan.

B. Mikroskop Stereo (stereo microscope)


Mikroskop stereo merupakan jenis mikroskop yang hanya bisa digunakan
untuk benda yang berukuran relatif besar. Mikroskop stereo mempunyai
perbesaran 7 hingga 30 kali. Benda yang diamati dengan mikroskop ini dapat
terlihat secara tiga dimensi. Komponen utama mikroskop stereo hampir sama
dengan mikroskop cahaya. Lensa terdiri atas lensa okuler dan lensa obyektif.
Beberapa perbedaan dengan mikroskop cahaya adalah: (1) ruang ketajaman lensa
mikroskop stereo jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop cahaya
sehingga kita dapat melihat bentuk tiga dimensi benda yang diamati, (2) sumber
cahaya berasal dari atas sehingga obyek yang tebal dapat diamati. Perbesaran
lensa okuler biasanya 10 kali, sedangkan lensa obyektif menggunakan sistem
zoom dengan perbesaran antara 0,7 hingga 3 kali, sehingga perbesaran total obyek

10
maksimal 30 kali. Pada bagian bawah mikroskop terdapat meja preparat. Pada
daerah dekat lensa obyektif terdapat lampu yang dihubungkan dengan
transformator. Pengatur fokus obyek terletak disamping tangkai mikroskop,
sedangkan pengatur perbesaran terletak diatas pengatur fokus.

C. Mikroskop Elektron (electron microscope)


Mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang mempunyai panjang
gelombang sangat pendek. Mikroskop elektron mempunyai perbesaran sampai
100 ribu kali, elektron digunakan sebagai pengganti cahaya. Mikroskop elektron
mempunyai dua tipe, yaitu scanning electron microscope (SEM) dan
transmission electron microskope (TEM). SEM digunakan untuk studi detil
arsitektur permukaan sel (atau struktur renik lainnya), dan obyek diamati secara
tiga dimensi. Sedangkan TEM digunakan untuk mengamati struktur detil internal
sel. Mikroskop elektron dapat dipakai untuk melihat molekul-molekul protein,
virus, bakteriophage, struktur dalam bakteri dan lain-lain.

III. Bagian-bagian mikroskop cahaya


Pada statif biasanya terdiri atas bagian-bagian penyusun antara lain:
1. Kaki, adalah bagian yang terletak di bagian bawah, berfungsi untuk
menahan berdiri tegaknya mikroskop. Kaki mikroskop mempunyai bentuk
yang bervariasi tetapi umumnya berbentuk seperti ladam kuda atau tapal
kuda, dengan bentuk ini mempermudah gerakan cermin baik ke samping,
atas atau ke bawah.
2. Tiang, adalah bagian mikroskop yang menghubungkan kaki dengan
tangkai mikroskop. Pada tiang akan dijumpai engsel untuk menautkan
tiang dengan kaki sehingga tangkai mikroskop mudah di gerak-gerakkan
tergantung jenis mikroskopnya.
3. Tangkai, adalah bagian mikroskop yang terletak antara tiang dengan tubus
atau buluh teropong, jadi sebagai penghubung kedua bagian tersebut (kaki
dengan buluh teropong). Pada tangkai di sebelah atas akan dijumpai skrup
kasar dan skrup halus.
4. Skrup, terdapat dua jenis yaitu skrup kasar (macroscrup) dan skrup halus
(microscrup), masing-masing mempunyai arti dalam mencari bayangan
benda atau preparat. Skrup kasar terletak pada bagian atas dari tangkai
berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan tubus /buluh teropong dan
hal ini berkaitan dengan mencari bayangan benda maupun batas
pandangan
Skrup halus yang terletak pada tangkai mikroskop, di sebelah bawah dari
skrup kasar, berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan tubus /buluh
teropong dalam rangka mencari bayangan benda /preparat, akan tetapi
gerakan tubus yang diakibatkan oleh skrup ini tidak begitu cepat seperti
skrup kasar. Skrup halus baru dapat bekerja bila mana skrup kasar telah
mengadakan gerakan, misalnya mencari benda yang diamati atau untuk
jelasnya baru digunakan skrup halus.
5. Meja benda, adalah tempat meletakkan benda atau preparat yang telah
ditempatkan pada gelas benda. Meja ini berbentuk papan bersegi empat
atau agak bulat, tergantung dari jenis mikroskop atau pabrik

11
pengeluarannya. Ditengah-tengan meja benda akan terdapat lubang bulat
yang berfungsi untuk menerangi benda yang akan di amati atau untuk
jelasnya sinar dari sumbernya yaitu cermin (sinar dari cermin berasal dari
sinar lampu atau sinar matahari).
6. Skrup penggerak benda / Preparat, berfungsi untuk menggerakkan
benda/ preparat yang akan dilihat kearah kiri, kanan, muka, dan belakang
agar benda tersebut tepat ditengah-tengah lubang meja benda dibawah
lensa objektif. Dengan demikian akan lebih mudah mencari bayangan
benda tersebut. Skrup ini terletak pada meja benda, jumlahnya ada 2 buah,
yang saling kerja sama dalan menjalankan fungsinya.
7. Penjepit gelas benda / preparat, penjepit ini terletak pada meja benda
dan ada 2 buah fungsinya untuk menjepit gelas benda / preparat yang akan
diamati agar tidak terjadi gerakan yang tidak diinginkan, kalau hal ini
terjadi maka bayangan benda atau preparat akan hilang atau bergeser ke
daerah lain, disamping itu pada skrup ini juga terdapat skala.
8. Teropong, bentuknya seperti buluh, bulat disebut juga buluh teropong,
pada bagian atas ada lensa okuler. Pemasangan lensa okuler dengan cara
memasukkan dengan sedikit ditekan tanpa diputar ke dalam buluh
teropong bagian atas, jadi tanpa skrup. Pada bagian bawah terdapat lensa
obyektif yang menghadap ke arah benda dan cara memasangnya dengan
meletakkan lensa tersebut pada bagian belakang revolver yang kemudian
diputar searah dengan jarum jam.

Pada teropong dijumpai:


1. Lensa Okuler, yang terletak paling atas dari mikroskop dan mengarah ke
arah mata kita. Pada okuler akan dijumpai angka-angka perbesaran 5X,
10X, 12X atau 15X. Angka-angka ini tidak terdapat pada satu okuler tetapi
pada masing masing okuler hanya terdapat satu angka seperti 5X, dan ini
maknanya adalah lensa tersebut mampu melakukan perbesaran bayangan 5
kali.
2. Lensa obyektif, terdapat pada revolver menghadap ke bawah atau
mengarah kepada benda/ preparat. Pada revolver akan ditemukan lubang-
lubang tempat pemasangan lensa obyektif, jumlahnya ada 2, 3, dan 4.
Berarti pada lensa obyektif tersebut mempunyai perbesaran tersendiri,
misalnya 4X, 10X, 45X dan 100X. Angka angka tersebut berkaitan dengan
angka-angka yang ada pada lensa okuler misalnya:

NO ANGKA PADA PEMBESARAN


OKULER OBJEKTIF
1 5 4 20 X
2 10 10 110 X
3 12 45 540 X
4 15 100 1500 X

3. Buluh teropong, pada buluh teropong disamping adanya lensa okuler dan
obyektif akan dijumpai juga revolver, alat ini dapat diputar bebas (kekiri

12
dan kekanan) dan mempunyai arti untuk benda/preparat yang biasanya
diawali dengan perbesaran lemah dan dengan memutar revolver dapat
digantikan dengan pembesaran yang lebih kuat. Pada tabung okuler ada
pembagian skala dengan bilangan-bilangan yang menunjukkan panjang
dan jarak antara bagian teratas okuler dengan pangkal obyektif. Bila
bilangan berimpit dengan tepi atau buluh teropong akan mempengaruhi
jelas tidaknya bayangan yang diamati dan berkaitan dengan pemakaian
obyektif. Umumnya setiap mikroskop mempunyai jarak tertentu (panjang
tubus mekanis dan akan terlihat bayangan benda sangat jelas, misalnya:
mikroskop buatan pabrik Leitz = 170 mm, sedangkan mikroskop buatan
pabrik Zeiss 180 mm).

Alat penerangan
Alat ini terletak antara meja benda dengan kaki mikroskop yang
dihubungkan dengan suatu tangkai ke bagian tangkai. Alat penerang ini terdiri
dari beberapa bagian, yaitu:
1. Cermin, berbentuk lingkaran (bulat) dengan permukaan cekung dan
datar. Berfungsi untuk mengambil cahaya dari luar (sinar matahari)
atau sumber-sumber lain. Cermin dengan permukaan cekung berarti
pengambilan cahaya lebih banyak dibandingkan dengan cermin datar.
Jadi penentuan pemakaian jenis permukaan cermin sangat tergantung
dengan keadaan sumber cahaya dan keadaan sekeliling kita. Cermin
dapat digerakkan baik kesamping, kekiri, ke kanan, ke atas dan
kebawah. Hal ini berkaitan dengan arah sinar masuk.
2. Diafragma, mempunyai fungsi dalam pengaturan cahaya masuk.
Cahaya yang berlebihan akan berakibat terhadap bayangan benda yang
terlihat agak silau, begitu juga sebaliknya kalau cahaya masuk sangat
sedikit, maka akan berakibat pembentukan bayangan benda agak gelap
sehingga kurang terang. Oleh karena itu sesuaikan cahaya yang masuk
dengan menggunakan diafragma untuk memperoleh bayangan benda
yang optimal.
3. Filter, biasanya alat ini digunakan bila sumber cahaya dari lampu
listrik, hal ini untuk mengatasi agar cahaya masuk serasi dengan
penglihatan kita, pakailah filter biru.
4. Kondensor, berfungsi untuk mengatur cahaya atau memusatkan
cahaya untuk menerangi benda/ preparat yang akan diamati.
Kondensor dapat digerakkan keatas dan kebawah, Jika kondensor di
atas berarti cahaya banyak yang masuk, dan sebaliknya jika kondensor
di bawah maka cahaya sedikit yang masuk. Oleh karena itu usahakan
agar alat-alat penerang ini dapat bekerja dengan tepat sesuai kehendak
benda, yang berarti akan mendapat bayangan benda/ preparat baik,
jelas dan bersih.

13
Gambar 1. Diagram yang menunjukkan perjalanan cahaya pada mikroskop

Gambar 2. Mikroskop dan bagian-bagiannya

IV. Cara menggunakan Mikroskop


Secara umum penggunaan mikroskop dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian,
yaitu:
A. Mencari bidang penglihatan.
1. Pasang lensa okuler dan lensa obyektif pada kedudukannya masing-
masing.

14
2. Putarlah revolver sehingga lensa obyektif dengan pembesaran yang lemah
tepat berada di bawah buluh teropong. Biasanya revolver akan terjebak
dalam penghambat di dalamnya.
3. Diafragma dibuka lebar-lebar.
4. Kondensor dinaikkan ke atas semaksimal mungkin untuk mendapatkan
sinar yang banyak (penerangan yang sempurna).
5. Kemudian tempelkan mata atau dekatkan mata pada lensa okuler dan lihat
kearah bawah (ke arah lubang meja benda). Maka kemungkinan terjadi
pandangan gelap, agak kabur atau silau. Dengan cara mengatur cara
cahaya masuk sedemikian rupa nantinya akan mendapatkan bidang
penglihatan yang putih bersih atau terang benderang. Mungkin juga
terlihat benda benda hitam seperti lidi (garis lurus). Benda ini digunakan
sebagai penunjuk benda yang akan diamati. Setelah pekerjaan ini selesai
barulah mencari bayangan benda preparat.

B. Mencari bayangan benda /preparat.


Mencari bayangan benda/ preparat adalah sebagai berikut:
1. Lensa obyektif dipasang pada revolver, misalnya dengan perbesaran yang
lemah. Bila buluh teropong terlalu dekat dengan meja benda, teropong
dapat dinaikkan kemudian pasang lensa obyektif tadi, ada perbesaran
lemah dan ada perbesaran kuat. Setelah menggunakan perbesaran lemah
kemudian dapat dipakai perbesaran kuat secara berurut.
2. Ambil gelas benda dan gelas penutup dan bersihkan secara perlahan-lahan
dengan alkohol sebersih mungkin. Pada gelas obyektif teteskan setetes
aquadest dengan menggunakan pipet tetes, lalu letakkan benda yang akan
dilihat ke dalam tetesan aquadest tadi. Selanjutnya tutup dengan gelas
penutup dengan cara tersentuh satu sisi terlebih dahulu agar tidak
terbentuk gelembung udara.
3. Gelas benda tersebut selanjutnya diletakkan di atas meja benda dengan
posisi benda yang akan dilihat tepat ditengah-tengah lubang meja benda.
Bila buluh teropong terlalu dekat dengan meja benda maka buluh teropong
tersebut terlebih dahulu dinaikkan.
4. Selanjutnya putarlah skrup kasar sedemikian rupa sehingga lensa obyektif
hampir merapat ke gelas benda tetapi tidak mengenainya. Agar terhindar
dari tersentuh ke gelas benda maka perlu diamati dari arah samping.
5. Selanjutnya amatilah dengan cermat, dekatkan mata ke lensa okuler (mata
diusahakan dibuka kedua-duanya) dan putarlah skrup kasar yang
berlawanan dengan arah jarum jam (berarti buluh teropong naik).
Perlahan-lahan naikkan buluh teropong tersebut, nantinya akan ditemukan
bayangan benda tersebut. Seandainya kurang jelas putarlah skrup halus
untuk lebih jelas, bersih dan terang (fokus). Bila pekerjaan tersebut belum
berhasil maka ulangi sekali lagi dengan lebih berhati-hati mudah-mudahan
anda akan berhasil.
Catatan:
Bayangan benda dapat berhasil dilihat bilamana alat penerangan bekerja
dengan semestinya. Benda yang akan dilihat tepat ditengah-tengan lubang
meja benda atau tepat dibawah lensa obyektif dan benda tersebut benar-

15
benar baik pada gelas benda. Lensa okuler dan lensa obyektif haruslah
benar-benar bersih.
6. Setelah melihat benda dengan pembesaran yang lemah, kemudian rubahlah
dengan pembesaran yang lebih kuat. Caranya putarlah revolver dengan
obyektif yang lebih kuat sampai terasa tertahan suatu jebakan. Lalu
amatilah lewat okuler apakah bayangan benda ada atau tidak atau jelas
atau tidak. Kemungkinan yang akan anda temui adalah bayangan benda
tinggal sebagian pandangan mikroskop, jika demikian maka dengan
menggunakan skrup atau kedua jempol, geserlah perlahan-lahan kearah
tengah pandangan mikroskop. Kemungkinan lain adalah bayangan benda
kabur atau tidak jelas, maka putarlah skrup halus untuk lebih fokus
(dilarang mengunakan skrup besar). Maka akan didapatkan bayangan
benda yang lebih besar dan jelas.
7. Jika telah mendapatkan bayangan benda dengan jelas, baik pada perbesaran
lemah atau kuat, gambarkan bayangan benda-benda tersebut dengan
mencantumkan keterangan gambar serta jumlah perbesaran yang anda
gunakan. Bila menggunakan perbesaran bayangan 1000X, biasanya
diberikan minyak emersi pada gelas penutup.
8. Bila penggunaan mikroskop sudah selesai, maka haruslah dibersihkan dan
dilap agar tetap bersih dan tidak lembab supaya terhindar dari tumbuhnya
jamur terutama pada berbagai lensa.
Cara pembersihan mikroskop sebagai berikut:
Ambil kain halus dan bersihkan mikroskop dengan hati-hati sedangkan
lensa okuler, lensa obyektif serta lensa kondensor dibersihkan dengan
menggunakan kertas lensa (paper lens). Dilarang menggunakan kain kasar
atau kertas untuk membersihkan mikroskop, karena akan menimbulkan
goresan-goresan terutama pada lensa. Bila hal ini terjadi maka akan
mempengaruhi bayangan benda yang dihasilkan. Bila ada menggunakan
minyak imersi, maka perlu dicuci dengan menggunakan Xylol, dengan
cara meneteskan 1 tetes kecil xylol pada paper lens lalu diulaskan 1-3 kali
pada bagian yang terkena minyak imersi.

V. Untuk Diperhatikan !
1. Peganglah erat-erat lengan mikroskop dengan tangan kanan, sedang tangan kiri
digunakan untuk menyangga kaki mikroskop.
2. Meja preparat tetap horisontal untuk mencegah agar preparat tidak jatuh.
3. Bersihkan lensa dengan kertas lensa/tissue.
4. Pengamatan dengan menggunakan dua mata (kalau mikroskop dengan dua
lensa okuler).
5. Gunakan pembesaran lemah dulu, kemudian setelah obyek yang akan anda
amati ditemukan, gunakan pembesaran yang lebih besar.
6. Bersihkan semua kotoran yang ada pada mikroskop dengan menggunakan
kertas tissue.

16
VI. Check list Mikroskop
NO. ASPEK YANG DINILAI NILAI
Bobot 0 1 2
1. Menempatkan mikroskop pada meja dengan posisi 1
yang benar.
2 Menempatkan lensa objektif yang akan digunakan 1
seporos dengan lensa okuler, sehingga berada tepat
dibawah tubus
3 Membuka diafragma dengan lebar 1
4. Mengatur posisi cermin yang sesuai 1
5 Mengambil preparat dan memetakkannya pada meja 1
benda, sambil menaikkan tubus menggunakan
makroskrup untuk memudahkan menempatkan
preparat.
6 Mengatur posisi preparat dengan menggerakkan skrup 1
meja benda
7 Mengatur tubus, cermin, pembukaan diafragma dan 2
tinggi rendahnya kondensor yang sesuai, sehingga
bayangan benda terlihat jelas dan focus
8 Mencari bayangan benda di awali dengan pembesaran 1
objektif yang paling rendah pada mikroskop yang
anda gunakan
9 Mengganti objektif terkecil kepada objektif yang 3
lebih besar secara bertahap sampai objektif 40X dan
mengulangi prosedur 7
10 Menggambarkan hasil pengamatan bayangan benda 2
pada kertas kerja yang tersedia.

Keterangan:
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tetapi tidak benar
2 = Dilakukan secara benar.

Persentase penguasaan keterampilan = skor total / 28 x 100% = ...............%

Banda Aceh, ………….. 2017

Observer

17
REFERENSI

1. Tortora GJ, Funke BR, Case CL. Microbiology an Introduction. 9th ed.
Pearson Benjamin Cummings.San Fransisco. 2007. H: 56-67

2. Bruntzel N. Fundamentals of Urine and Body Fluid Analysis. 3th ed.


Elsevier Saunders. Missouri. 2013. H: 2-18

3. Mundt LA, Shanahan K. Graff‟s Textbook of Routine Urinalysis and


Body Fluids. 2nd ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2011.
H: 56

4. Cox P, Wilken D. Palko‟s Medical Laboratory Procedures. 3th ed. McGraw


Hill Company. Philadelphia. 2011. H: 24-32

5. Ceisla B. Introduction to Hematology and Basic LaboratoryPractice.


Dalam: Hematology in Practice. 2nd ed. F.A Davis Company.
Philadelphia. 2012. H: 4-6

6. The Science Room. Light Microscope. Diunduh tanggal: 22 Agustus 2013.


Tersedia dari: infohost.ntm.edu/klathrop/Microscope.htm

7. Ted Pella, Inc. BA410 Biological Microscope: Clinical Reasearch Grade


Microcope. Diunduh tanggal: 22 Agustus 2013. Tersedia dari:
www.tedpella.com/mscope_htm/BA410.htm

18
III. KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK DASAR
(Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi)

dr. T. Mamfaluti, M.Kes., SpPD


Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Tujuan belajar
1. Melakukan pemeriksaan fisik dengan cara yang seminimal mungkin
menimbulkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada pasien.
2. Menemukan tanda-tanda fisik dan membuat rekam medis dengan jelas dan
benar.

Pendahuluan
Untuk menjadi seorang dokter yang baik harus dimulai dengan penguasaan
tehnik-tehnik pemeriksaan fisik yang baik dan benar. Melalui pemeriksaan fisik
yang baik seorang dokter akan memperoleh data atau informasi yang berharga
tentang pasiennya sehingga dapat menegakkan diagnosis yang benar dan pada
akhirnya menentukan terapi yang tepat untuk pasien tersebut.
Seorang dokter harus menguasai bagaimana cara melakukan pemeriksaan
fisik yang sistematis sehingga tidak ada yang terlewat selama pemeriksaan. Selain
itu seorang dokter juga harus melatih dan mengembangkan cara berpikir yang
sistematis dan analitis agar pemeriksaan fisik tersebut terarah dan berhasil.

Batasan :
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya
kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara
melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi), dan mendengarkan
(auskultasi).

1. INSPEKSI
Inspeksi adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat. Dengan melihat
maka kita mendapatkan hasil pemeriksaaan dalam hal antara lain :
- Kesan umum penderita : apakah tampak kesakitan atau tidak, bagaimana
cara jalannya, dll.
- Warna-warna dari permukaan tubuh yang dapat dilihat seperti warna kulit,
warna sklera, pucat, sianosis dll.
- Bentuk : bentuk badan atau bagian badan tertentu.
- Ukuran : perbandingan antar bagian tubuh, atau ukuran tubuh seluruhnya.
- Gerakan : adanya gerakan normal atau abnormal dari dinding dada pada
waktu bernafas.
- Dalam melakukan pemeriksaan jasmani harus selalu posisi dokter/periksa
ada di sebelah kanan penderita / yang diperiksa (kecuali bagi dokter yang
kidal).

19
- Buatlah penerangan yang baik. Penerangan alam akan lebih baik daripada
lampu. Usahakan temperatur ruangan yang nyaman.

Gambar 1. Inspeksi

Cara melakukan inspeksi


Perhatikanlah dan catatlah :
- Bentuk tubuh penderita : apakah kurus, atletis, atau gemuk.
- Perbandingan ukuran kepala dan panjang anggota badan.
- Cara berjalan dan gerakan.
- Adanya deformitas/kelainan bentuk.
- Keadaan kulit, rambut, mukosa mata dan kuku secara umum.
- Ekspresi wajah, apakah cemas, tertekan, malu, kesakitan, dll.
- Ciri-ciri lain yang didapatkan.

2. PALPASI
Palpasi adalah pemeriksaan dengan perabaan mempergunakan rasa
propioseptif ujung jari dan tangan. Dengan palpasi dapat terbentuk gambaran
dari berbagai aspek seperti :
- Permukaan: misalnya halus atau kasar, menonjol atau datar, keras atau
lunak, dll.
- Getaran-getaran atau denyutan: denyut nadi, pukulan jantung pada dinding
dada, dll.
- Keadaan alat di bawah permukaan: misalnya batas-batas hepar (hati),
adanya massa abnormal di tempat yang tidak seharusnya, dll.

Cara melakukan palpasi


- Daerah yang akan diperiksa harus bebas dari gangguan-gangguan yang
menutupi.
- Yakinkan bahwa tangan anda tidak dingin  menghindari kram bagi yang
sensitif.
Cara meraba dapat memakai :
- Jari telunjuk dan ibu jari : untuk menentukan besarnya benda.
- Jari ke 2, 3, ke 4 bersama dapat digunakan untuk menentukan konsistensi
atau garis besar kualitas benda.
- Seluruh telapak tangan dapat merasakan adanya getaran.

20
- Sedikit tekanan dengan ujung atau telapak jari dapat menemukan adanya
rasa sakit yang dapat dilihat dari perubahan mimik muka atau
mendengarkan keluhan yang tertekan.

3. PERKUSI
Perkusi adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk permukaan badan dengan
perantaraan jari tangan. Tujuannya adalah untuk mengetahui keadaan organ-
organ di dalam tubuh. Tergantung dari isi jaringan yang ada di bawahnya,
maka akan timbul berbagi nada yang dibedakan menjadi lima kualitas dasar,
yaitu : pekak, redup, sonor, hipersonor, dan timpani.
- Nada suara pekak dihasilkan oleh massa padat, misalnya perkusi pada
paha.
- Nada suara redup dihasilkan oleh : suara perkusi dari hati.
- Nada suara sonor dihasilkan oleh : perkusi pada paru yang normal.
- Nada suara hipersonor dihasilkan oleh : paru yang emfisematous.
- Nada suara timpani dihasilkan oleh : perkusi pada pipi yang
dikembungkan atau gelembung udara pada lambung.

Cara melakukan perkusi :


Jari tengah dari tangan kiri diletakkan pada permukaan yang akan diperkusi.
Jari tersebut dalam sikap hiperekstensi. Tekankan persendian interfalang pada
permukaan yang diperkusi dengan bagian lain dari tangan kiri tersebut.
Tempatkan tangan kanan ke dekat daerah yang akan diperkusi dalam posisi
menekuk ke atas. Jari tengah dalam sikap fleksi, relaks, dan siap untuk
mengetuk.
Dengan gerakan yang cepat, tapi relaks dari pergelangan tangan kanan
ketuklah jari tengah tangan kiri yang menempel pada bidang yang diperiksa
dengan jari tengah kanan. Gunakan ujung jari dengan posisi yang sedapat
mungkin tegak lurus (kuku harus dipotong pendek). Buatlah ketukan seringan
mungkin yang dapat menghasilkan suara yang jelas.

4. AUSKULTASI
Auskultasi adalah mendengarkan suara yang terdapat di dalam tubuh dengan
bantuan alat yang disebut stetoskop. Alat ini berfungsi sebagai saluran
pendengaran di luar tubuh untuk dapat meredam suara di sekitarnya. Dari
pemeriksaan auskultasi, dokter dapat mendengarkan suara-suara secara
kualitatif dan kuantitatif yang ditimbulkan oleh jantung, pembuluh darah, paru,
dan usus.

Stetoskop terdiri dari :


Bagian yang menempel pada permukaan tubuh penderita yang terdiri dari dua
sisi permukaan, yaitu :
1. sisi membran yang terdiri dari suatu membran berdiameter 3,5 – 4 cm
2. sisi bel atau ”cup” yang berbentuk corong dan berdiameter 3,8 cm
(Gambar 2).
Bagian tersebut di atas dihubungkan oleh ”ear pieces” atau ”ear plug” oleh
suatu pipa lentur yang berdinding tebal.

21
Gambar 2. Stetoskop

Cara melakukan Auskultasi


- Gunakan stetoskop dengan pipa pendek (25 – 30 cm). Pasangkan kedua
”ear pieces” ke dalam telinga, sehingga betul-betul masuk, tetapi tidak
menekan.
- Gunakan bagian bel dari stetoskop untuk memeriksa toraks dan bagian
dalam diafragma untuk memeriksa abdomen (bagian cup meneruskan
sebagian besar dari suara berfrekuensi rendah, sedangkan bagian membran
menyaring suara berfrekuensi rendah, sehingga meneruskan terutama
suara berfrekuensi tinggi).

PELAKSANAAN LATIHAN
1. Perhatikan posisi pemeriksa dan penderita
2. Pergunakan waktu dengan sebaik-baiknya
3. Bekerjalah secara sitematis
4. Inspeksi :
- Perhatikan kesan umum dari partner Anda. Bagaimana bentuk tubuhnya,
perbandingan antara kepala dengan badan, dll.
- Perhatikan sikap, gerakan motoris dan cara bergerak/ berjalannya.
- Perhatikan warna kulit, dan kelainannya (kalau ada), warna rambut,
keadaan kuku, dan ciri-ciri lain.
- Catat segala sesuatu yang Anda dapatkan dengan cermat.
5. Palpasi:
- Cobalah untuk dapat meraba denyut nadi partner Anda (frekuensi dan
regulasinya).
- Letakkan tangan pada dada partner Anda. Rasakan adanya permukaan
yang rata. Dengan sedikit tekanan akan terasa adanya tulang iga dan
rasakan gerakannya pada pernafasan.
- Letakkan jari di antara tulang iga. Rasakan getaran udara yang keluar
masuk pada pernafasan dan disalurkan oleh massa sel ke dinding dada.
- Bandingkan gerakan dada kanan dan kiri.
6. Perkusi:
- Pertama kali berlatihlah melakukan perkusi pada permukaan benda di
sekitar Anda untuk melatih gerakannya. Kemudian berlatih pada
permukaan badan (dada atau perut) partner Anda untuk melatih telinga
Anda mendengarkan dan mengartikan suara yang timbul.
- Dengan partner dalam keadaan tidur terlentang, lakukanlah perkusi pada
dada dan perhatikanlah berbagai suara yang timbul karena perkusi pada

22
berbagai tempat yang berbeda pada dada.
- Lakukan juga perkusi pada dinding perut dan perhatikan suara yang
dihasilkannya.
7. Auskultasi:
- Lakukanlah auskultasi pada partner Anda. Coba dengarkan suara ynag
ditimbulkan pada dada, dan abdomen. Dapatkah Anda kenali suara
pernafasan, suara jantung, dan suara peristaltik usus?

23
Check list : Pemeriksaan Fisik Dasar

Nilai
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
A Memberi Penjelasan dan informasi kepada pasien
1. Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari rasa
takut dan stress sebelum melakukan pemeriksaan fisik :
- Memberikan penjelasan dengan benar dan jelas tentang
tujuan dan manfaat sebelum pemeriksaan fisik.
- Memberi tahu adanya rasa tidak nyaman yang mungkin
timbul selama pemeriksaan fisik.
B Melakukan pemeriksaan Inspeksi
1. Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien
2. Menunjukkan bagaimana melakukan inspeksi pada bagian
tubuh tertentu pada saat duduk : wajah, mata dan lain-lain
3. Menyuruh pasien untuk berdiri dan bergerak
4. Menunjukkan bagaimana melakukan inspeksi pasien
sewaktu berdiri dan bergerak
5. Memberikan instruksi pasien untuk berbaring
6. Menyuruh pasien untuk membuka pakaiannya / menyingkap
bagian tubuh
7. Menunjukkan bagaimana melakukan inspeksi pasien dalam
keadaan berbaring : dada, perut, dan anggota gerak
8. Melaporkan hasil pemeriksaan
C Melakukan Pemeriksaan Palpasi
1. Palpasi nadi : Meletakkan 3 jari pada pergelangan tangan
pasien
2. Palpasi dada : Meraba dada pasien dengan seluruh telapak
tangan dan merasakan gerakan pernafasan
3. Tampak membandingkan gerakan dada kanan dan kiri
dengan meletakkan satu tangan di dada kanan, dan tangan
lain di dada kiri
4. Melaporkan hasil pemeriksaan
D Melakukan Pemeriksaan Perkusi
1. Menekankan interfalang jari ke-3 tangan kiri ke permukaan
dinding dada
2. Mengetuk dengan jari tengah tangan kanan secara tegak
lurus terhadap interfalang jari ke 3 tangan kiri
3. Sikap tangan kanan rileks, gerakan pada pergelangan tangan
4. Suara yang dihasilkan benar, sesuai dengan daerah yang
diperkusi
5. Melaporkan hasil pemeriksaan
E Melakukan Pemeriksaan Auskultasi
1. Memasang ear plug stateskop pada telinga
2. Mendengarkan suara selama 2-3 detik pada suatu tempat
sebelum berpindah tempat
3. Melaporkan hasil pemeriksaan

24
Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan, tetapi kurang benar
2 : Dilakukan dengan benar

% cakupan penguasaan keterampilan : Skor total/44 x 100% = %

Banda Aceh, .......................2017

Observer

25
IV. KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN TANDA VITAL (Vital Sign)

dr. T. Mamfaluti, M.Kes., SpPD


Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Tujuan belajar
1. Melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan masalah pasien.
2. Melakukan pemeriksaan fisik dengan cara yang seminimal mungkin
menimbulkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada pasien.

Pendahuluan
Pemeriksaan tanda-tanda vital (vital sign) meliputi pengukuran suhu badan,
denyut nadi, tekanan darah dan pernafasan. Harus selalu diperhatikan terutama
untuk penilaian fungsi jantung dan pernafasan. Lakukan pengukuran tanda-tanda
vital tersebut pada awal pemeriksaan. Umumnya dimulai dengan pengukuran
tekanan darah, selanjutnya lakukan pemeriksaan denyut nadi pada arteri radialis
dengan jari-jari pemeriksa masih di pergelangan tangan penderita, hitung
frekuensi pernafasan tanpa disadari penderitanya.

Tekanan darah
Untuk pengukuran tekanan darah alat yang diperlukan adalah sebuah
sphygmomanometer yang jenisnya dapat merupakan sphygmomanometer merkuri
(air raksa), aneroid atau elektronik, dan sebuah stetoskop. Untuk menentukan
tekanan darah dengan tepat harus diperhatikan ukuran manset yang sesuai (Tabel
1). Manset harus dapat mengembang paling sedikit 2/3 keliling lingkaran lengan.

Tabel 1. Ukuran minimal manset untuk pengukuran tekanan darah


Neonatus 5 cm
Anak > 5 tahun 12 cm
Manset yang biasanya tersedia 23 cm
Lengan yang normal dan lengan yang kurus 35 cm
Lengan yang berotot dan gemuk 42 cm

Tekanan darah pada sistem arteri bervariasi sesuai dengan siklus jantung,
yaitu memuncak pada waktu sistolik dan sedikit menurun pada waktu diastolik.
Beda antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi.
Pada waktu ventrikel berkontraksi, darah akan dipompakan ke seluruh
tubuh. Keadaan ini disebut keadaan sistolik, dan tekanan aliran darah pada saat itu
disebut tekanan darah sistolik. Pada saat ventrikel sedang rileks, darah dari atrium
masuk ke ventrikel, tekanan aliran darah pada waktu ventrikel sedang rileks
disebut tekanan darah diastolik.
Tingginya tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya
aktifitas fisik, keadaan emosi, rasa sakit, suhu sekitar, penggunaan kopi, tembakau,
dan lain-lain.

26
Tekanan darah pada dewasa (JNC VII : JAMA 289:2560-72, 2003) :
- Normal : <120/<80
- Prehipertensi : 120-139 mm Hg/80-89 mm Hg
- Hipertensi stadium 1 : 140-159 mm Hg/90-99 mm Hg
- Hipertensi stadium 2 : >160 mm Hg/>100 mm Hg
Tekanan darah pada anak-anak adalah :
- Pada umur 1 tahun : 102/55 mm Hg
- Pada umur 5 tahun : 112/69 mm Hg
- Pada umur 10 tahun : 119/78 mm Hg
Denyut nadi
Jantung bekerja memompa darah ke sirkulasi tubuh (oleh ventrikel kiri)
dan paru (oleh ventrikel kanan). Melalui ventrikel kiri, disemburkan darah ke
aorta dan kemudian diteruskan ke arteri di seluruh tubuh. Sebagai akibatnya,
timbullah suatu gelombang tekanan yang bergerak cepat pada arteri dan dapat
dirasakan sebagai denyut nadi. Dengan menghitung frekuensi denyut nadi, dapat
diketahui frekuensi denyut jantung dalam satu menit. Lokasi pemeriksaan nadi
dapat dilakukan pada : A. radialis, A.karotis, A. brakialis, A. femoralis, A.
poplitea, A. tibialis posterior, A. dorsalis pedis. Pada prinsipnya pulsasi arteri
dapat diraba jika arteri tersebut memiliki dasar yang keras. Dalam praktek sehari-
hari pemeriksaan pulsasi A. radialis yang paling sering dilakukan.
Penilaian denyut nadi meliputi :
a. Tegangan nadi
Biasanya berhubungan dengan tekanan darah. Macamnya (1) Pulsus normal,
(2) Pulsus mollis (tegangan nadi lunak), (3) Pulsus durus (tegangan nadi
keras).
b. Isi nadi
Tergantung pada curah jantung (cardiac out put) dan keadaan pembuluh darah.
Macamnya (1) Pulsus parvus (kecil), (2) pulsus magnus (besar).
c. Gelombang nadi
Macamnya (1) Pulsus celer (gelombang nadi tinggi) contoh : Aorta
insufisiensi, Arterio-venous fistula, Anemia gravis, Beri-beri, Basedow, Patent
Ductus Arteriosus (PDA), (2) Pulsus tardus (gelombang nadi rendah), contoh :
Aorta stenosis.
d. Dikrotik : Pulsus dikrotikans
e. Ekualitas ; (1) Pulsus ekual (sama besar kekuatan pulsasinya), (2) Pulsus
unekual (tidak sama besar kekuatan pulsasinya)
f. Frekuensi
(1) Takikardia (> 100 kali/menit)
Contoh : Febris (demam), syok, dekompensasi jantung (payah jantung),
hipertiroid.
(2) Bradikardia (< 60 kali/menit)
Contoh : Kongenital, atlet, mixedema, kaheksia, peninggian tekanan
intra kranial, stadium rekonvalesen.
(3) Takikardia relatif
Contoh : Tuberkulosis paru
(4) Bradikardia relatif
Contoh : demam tifoid, meningitis tuberkulosis

27
g. Irama
(1) Pulsus reguler (irama nadi teratur)
(2) Pulsus irreguler (irama nadi tidak teratur)
Contoh : Sinus aritmia, ekstra sistolik, pulsus bigeminus, pulsus
trigeminus, pulsus defisit (atrial fibrilasi).
h. Pulsus paradoksus : Pulsasi yang melemah selama inspirasi, contoh
Perikarditis adesiva.
i. Pulsus diferens : Pulsasi yang tidak sama pada kedua sisi tubuh yang
bersesuaian.
j. Keadaan dinding pembuluh darah
Perubahan di lapisan medial A. radialis dapat diketahui dengan palpasi.
Penebalan dapat ditemukan pada arteri orang tua.

Pernafasan
Bernafas adalah suatu tindakan yang tidak disadari, diatur oleh batang otak
dan dilakukan dengan bantuan otot-otot pernafasan. Pada saat inspirasi, diafragma
dan otot-otot interkostalis berkontraksi, memperluas rongga toraks dan
memekarkan paru-paru. Dinding dada akan bergerak ke atas, ke depan, dan ke
lateral, sedangkan diafragma bergerak ke bawah. Setelah inspirasi berhenti, paru-
paru akan mengkerut, diafragma akan naik secara pasif dan dinding dada akan
kembali ke posisi semula.
Penilaian pada pemeriksaan pernafasan dapat meliputi :
1. Tipe pernafasan
a. Pernafasan abdomino-torakal : Pernafasan abdominal lebih dominan
dibanding toraks, umumnya pada laki-laki.
b. Pernafasan torako-abdominal : Pernafasan torakal lebih dominan
dibanding abdomen, pada perempuan.
2. Frekuensi
a. Normal : 12-20 kali permenit, tetapi ada pula yang menyatakan 8-16
kali/menit.
b. Polipnea (Takipnea) : pernafasan yang cepat.
c. Oligopnea (Bradipnea) :pernafasan yang lebih lambat.
3. Kedalaman pernafasan
a. Pernafasan normal
b. Pernafasan dangkal
c. Pernafasan dalam
4. Bau pernafasan

Suhu Badan
Suhu badan diperiksa dengan termometer badan dapat berupa termometer
air raksa atau termometer elektrik. Pemeriksaan dapat dilakukan pada mulut,
aksila, lipat paha atau rektum.
Pengukuran suhu melalui mulut biasanya lebih mudah dan hasilnya lebih
tepat dibandingkan melalui rektum, tetapi termometer air raksa dengan kaca tidak
seyogyanya dipakai untuk mulut, pada penderita yang tidak sadar, gelisah, atau
tidak dapat menutup mulutnya. Pemeriksaan secara rektum biasanya memberikan
hasil pemeriksaan yang lebih tinggi sebesar 0,4 – 0,5 derajat dibandingkan lewat
mulut.

28
Suhu tubuh normal : 36,6 0C -37,2 0C. Pada cuaca yang panas dapat
meningkat hingga 0,50C dari suhu normal. Suhu aksila 0,50C lebih rendah dari
suhu mulut.
Jenis suhu :
- Sub febris/ Sub febris
- Febril/Febris/Pireksia
- Hiperpireksia (>41,60C), contoh : heat stroke, malignant hyperthermia.
- Hipotermia (<350C), contoh : hipotiroidism, paparan terhadap dingin.

PELAKSANAAN LATIHAN

Cara Pemeriksaan Suhu Badan:


Pemeriksaan pada mulut (oral)
Kibaskan termometer sampai permukaan air raksa menunjuk di bawah
35,5 C. Masukan termometer di bawah lidah penderita. Mintalah penderita
untuk menutup mulut, dan tunggu sampai 2-3 menit. Kemudian bacalah
termometer tersebut, pasangkan lagi selama satu menit, dan baca kembali.
Kalau suhu masih naik ulangi prosedur diatas sampai suhu tetap (tidak naik
lagi).
Apabila penderita baru minim dingin atau panas, pemeriksaan dengan cara
ini harus ditunda selama 10-15 menit dulu agar minuman tidak mempengaruhi
hasil pengukuran.

Pemeriksaan pada rektum


- Pemeriksaan melalui rektum ini biasanya dilakukan terhadap bayi atau
pasien dewasa yang mengalami renjatan (shock).
- Pilihlah termometer dengan ujung yang bulat, beri pelumas dan masukkan
dalam anus sedalam 3-4 cm, dengan arah ke arah umbilikus, cabut dan
baca setelah 3 menit
Catatan: Pada praktiknya untuk menghemat waktu pada saat menunggu
pengukuran suhu juga dibarengi dengan pemeriksaan nadi dan nafas.

Pemeriksaan pada ketiak


- Kibaskan termometer sampai permukaan air raksa menunjuk di bawah
35,5 C
- Tempatkan ujung termometer yang berisi air raksa pada apex fossa
axillaris kiri dengan sendi bahu adduksi maksimal.
- Tunggu sampai 3-5 menit, kemudian dilakukan pembacaan.

Cara pemeriksaaan frekuensi nadi :


- Penderita dapat dalam posisi duduk ataupun berbaring. Lengan dalam posisi
bebas (relaks), perhiasan dan jam tangan dilepas.
- Periksalah denyut nadi pergelangan tangan dengan menggunakan jari telunjuk
dan jari tengah tangan Anda dengan menekan A. radialis pada pergelangan
tangan, pada sisi fleksor bagian lateral dari tangan penderita (gambar 1 dan 2).
- Hitunglah berapa denyutan dalam satu menit dengan cara hitung denyutan
dalam 15 detik, kemudian hasilnya dikalikan dengan empat. Perhatikan pula

29
irama dan kuantitas denyutnya. Catatlah hasil pemeriksaan dari lengan kanan
dan kiri.

Gambar 1 Gambar 2

Cara pemeriksaan frekuensi nafas :


- Penderita diminta melepaskan baju.
- Secara inspeksi, perhatikan secara menyeluruh gerakan pernafasan (lakukan
ini tanpa mempengaruhi psikis penderita).
- Kadang diperlukan cara palpasi, untuk sekalian mendapatkan perbandingan
antara kanan dan kiri.
- Pada inspirasi, perhatikanlah : gerakan ke samping iga, pelebaran sudut
epigastrium dan penambahan besarnya ukuran antero posterior dada.
- Pada ekspirasi, perhatikanlah : masuknya kembali iga, penyempitnya sudut
epigastrium, dan penurunan besarnya ukuran antero posterior dada.
- Perhatikan pula adanya penggunaan otot pernafasan tambahan.
- Catatlah irama, frekuensi, dan adanya kelainan gerakan.

Cara pemeriksaan tekanan darah :


- Siapkan tensimeter dan stetoskop (Gambar 3 dan 4).
- Penderita dapat dalam keadaan duduk atau berbaring.
- Lengan dalam keadaan bebas dan relaks, bebaskan dari tekanan oleh karena
pakaian.
- Pasang manset, sedemikian rupa sehingga melingkari lengan atas secara rapi
dan tidak terlalu ketat, kira-kira 2,5 cm diatas siku.
- Tempatkan lengan penderita sedemikian sehingga siku dalam keadaan sedikit
fleksi.
- Carilah arteri brakialis, biasanya terletak di sebelah medial tendo biseps
(Gambar 5 dan 6).
- Dengan satu jari meraba A. brakialis, pompa manset dengan cepat sampai
kira-kira 30 mmHg diatas tekanan ketika pulsasi A. brakialis menghilang.
- Turunkan tekanan manset perlahan-lahan sampai denyutan A. brakialis teraba
kembali. Inilah tekanan sistolik palpatoir.
- Sekarang ambillah stetoskop, pasangkan corong bel stetoskop pada A.
brakialis.
- Pompa manset kembali, sampai kurang lebih 30 mmHg di atas tekanan sistolik
palpatoir (Gambar 7).
- Kemudian secara perlahan turunkan tekanan manset dengan kecepatan kira-
kira 3-4 mmHg/ detik. Perhatikan saat di mana denyutan A. brakialis
terdengar. Bunyi yang terdengar setelah manset dikempiskan disebut Bunyi

30
Korotkoff. Hal ini digunakan untuk menentukan secara kasar tekanan sistolik.
Lanjutkanlah penurunan tekanan manset sampai suara denyutan melemah dan
kemudian menghilang. Bunyi yang pertama kali muncul menunjukkan
tekanan sistolik sedangkan bunyi yang terakhir sebelum menghilang
menunjukkan tekanan diastolik.
- Apabila menggunakan tensimeter air raksa, usahakan agar posisi manometer
selalu vertikal dan pada waktu membaca hasinya, mata harus berada segaris
horizontal dengan level air raksa
- Pengulangan pengukuran dilakukan beberapa menit setelah pengukuran
pertama.

Gambar 3 Gambar 4

Gambar 5 Gambar 6

31
Gambar 7

32
Check list : Keterampilan Pemeriksaan Vital Sign

Nilai
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
A. Memberi penjelasan dan informasi kepada pasien :
1 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari rasa
takut dan stress sebelum melakukan pemeriksaan fisik :
- Memberikan penjelasan dengan benar dan jelas tentang
tujuan dan manfaat sebelum pemeriksaan fisik
- Memberi tahu adanya rasa tidak nyaman yang mungkin
timbul selama pemeriksaan fisik
B Pengukuran Tekanan Darah
1 Menempatkan pasien dalam keadaan duduk/berbaring
dengan lengan rileks, sedikit menekuk pada siku dan
bebas dari tekanan oleh pakaian
2 Menempatkan tensimeter dengan membuka aliran air
raksa, mengecek saluran pipa dan meletakkan manometer
vertikal
3 Menggunakan stetoskop dengan corong bel terbuka
4 Memasang manset sedemikian rupa sehingga melingkari
lengan atas secara rapi dan tidak terlalu ketat (2,5 cm
diatas siku) dan sejajar jantung
5. Dengan 2 jari meraba pulsasi arteri brakialis di fossa
cubiti sebelah medial lalu pompa manset secara perlahan-
lahan sampai 30 mmHg diatas hilang nya pulsasi.
6. Menurunkan tekanan manset perlahan-lahan sampai
pulsasi arteria teraba kembali/melaporkan hasil sebagai
tekanan sistolik palpatoir
7. Mengambil stetoskop dan memasang diafragma pada
tempat perabaan pulsasi
8. Memompa kembali manset sampai 30 mmHg diatas
tekanan sistolik palpatoir
9. Mendengarkan melalui stetoskop, sambil menurunkan
perlahan-lahan 3 mmHg perdetik dan melaporkan saat
mana mendengar bising pertama/sebagai tekanan sistolik
10. Melanjutkan penurunan tekanan manset sampai suara
bising yang terakhir sehingga setelah itu tidak terdengar
lagi bising/sebagai tekanan diastolik
11. Melaporkan hasil pemeriksaan tekanan darah dalam
mmHg

33
No Nilai
Aspek Yang Dinilai
0 1 2
C Pemeriksaan Suhu Badan
1 Kibaskan termometer sampai permukaan air raksa
menunjuk di bawah 35,5°C
2 Tempatkan ujung termometer yang berisi air raksa pada
apex fossa axillaris kiri dengan sendi bahu adduksi
maksimal
3 Tunggu sampai 3-5 menit, kemudian dilakukan
pembacaan
D Pemeriksaan nadi
1. Meletakkan lengan yang akan diperiksa dalam keadaan
rileks
2 Menggunakan 3 jari (jari telunjuk, tengah & jari manis)
untuk meraba arteri radialis
3 Menghitung frekuensi denyut nadi minimal 1 menit
4 Melaporkan hasil frekuensi , irama dan isi nadi
E. Pemeriksaan Frekuensi Nafas
1 Meminta pasien melepas baju (duduk atau berbaring)
2 Melakukan inspeksi atau melakukan palpasi dengan kedua
tangan pada punggung / dada untuk menghitung gerakan
pernafasan selama 1 menit
3 Melaporkan hasil frekuensi nafas per menit
4 Menerangkan kesimpulan hasil pemeriksaan kepada
pasien
5 Memberitahukan tindak lanjut kepada pasien

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan, tetapi kurang benar
2 : Dilakukan dengan benar

% cakupan penguasaan keterampilan : Skor total/52 x 100% = %

Banda Aceh, ......................2017

Observer

34
V. KETERAMPILAN
PUNKSI VENA DAN HEMOSTASIS SEDERHANA

dr. Buchari, SpPK


Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Hemostasis adalah istilah untuk semua mekanisme faal yang digunakan


oleh tubuh untuk melindungi diri dari kehilangan darah. Hemostasis merupakan
proses tubuh yang secara spontan menghentikan perdarahan pada pembuluh darah
yang luka atau dari tempat yang cedera, sekaligus mempertahankan darah dalam
keadaan cair di dalam kompartemen vaskular. Hemostasis melibatkan kerjasama
terpadu antara beberapa sistem fisiologi yang saling berkaitan.
Adapun fungsi dari proses hemostasis ini adalah:
a. Mencegah keluarnya darah dari pembuluh darah yang utuh (tergantung:
integritas pembuluh darah dan fungsi trombosit yang normal),
b. Menghentikan perdarahan dari pembuluh darah yang terluka ( vasokonstriksi
pembuluh darah dan pembentukan sumbat trombosit).
Kegagalan hemostasis menimbulkan perdarahan, dan kegagalan
mempertahankan darah dalam keadaan cair menyebabkan trombosis. Keadaan ini
sangat sering terjadi dan merupakan masalah klinis yang berbahaya. Menentukan
gangguan/ defek yang menyebabkan perdarahan saat ini lebih mudah daripada
menentukan keadaan -keadaan yang memudahkan terjadinya trombosis.
1. Faktor Vaskuler (konstriksi pembuluh darah)
2. Faktor Trombosit (pembentukan sumbatan platelet/trombosit)
3. Faktor Koagulasi (pembekuan darah/ inhibitor)
4. Faktor fibrinolisis

Ad.1 Sistem pembuluh darah


Dinding pembuluh darah mempunyai tiga lapisan, yaitu: tunica intima yang
terdiri dari jaring ikat endotelium dan subendotelium, tunica media dan tunica
adventitia. Luka pada pembuluh darah akibat trauma akan menimbulkan
konstriksi yang merupakan reaksi intrinsik dari pembuluh darah, terutama pada
arteriole kecil dan kapiler. Vasokonstriksi setelah trauma dapat
mengurangi/menurunkan aliran darah ke daerah luka. Vasokonstriksi lokal yang
di induksi oleh serotonin (5-hydroxytriptamine) telah diteliti secara luas. Sejumlah
besar dari serotonin dilepas dari trombosit pada sumbat hemostasis
primer. Thromboxane A2 (TX-A2) yang disintesis dan dilepaskan oleh trombosit
yang teraktivasi juga menginduksi kontraksi otot polos pada konsentrasi yang
amat kecil, serta efek yang dapat membentuk suatu mekanisme hemostasis yang
penting. Berbagai vasokontriktor lain dapat terbentuk pada sumbat hemostatik,
seperti fibronepeptide B, epinephrine dan norepinephrine. Fibrinogen
Degradation Product (FDP) menghambat kontraksi otot polos, sedangkan
Prostaglandin E-2 histamin, dan prostacyclin bekerja sebagai vasodilator. 1,2,3
Endotelium merupakan suatu regulator penting dalam proses hemostasis
dan antitrombotik. Endotelium merupakan sumber utama dari von Willebrand
factor (vWF) yang lepas dari sel-sel endotelium setelah terpapar fibrin, trauma,

35
atau pemberian vasopressin. Sel-sel endotel juga mengandung suatu inhibitor dari
aktifasi plasminogen. Platelet Activating Factor (PAF), fibronectin, dan tissue
thromboplastin disintesis sel-sel endotelium yang terstimulasi.4
Pembentukan sumbat hemostatik dimulai dengan kerusakan pembuluh darah,
kerusakan jaringan, atau keduanya, yang menyebabkan terjadinya suatu proses yang
berantai, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

4
Gambar 1. Komponen-komponen yang terlibat pada proses Hemostasis

Ad.2 Trombosit
Trombosit memiliki 2 (dua) fungsi berbeda yaitu :
1. Melindungi integritas endotel pembuluh darah
2. Memulai perbaikan apabila terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah
Interaksi trombosit dengan dinding pembuluh darah ini disebut hemostasis primer.
Orang yang trombositnya terganggu dalam jumlah atau fungsi akan mengalami petechie
di kulit dan selaput lendir, selain itu juga mereka tidak dapat menghentikan perdarahan
yang terjadi akibat cedera sengaja atau yang tidak disengaja pada pembuluh darah.1,2
Trombosit adalah fragmen sitoplasma sel induk prekursor, yaitu megakariosit,
tidak berinti dan berbentuk piringan (diskoid) dengan diameter rata-rata 1,5-3 µm.
Trombosit dihasilkan dan dilepas dari megakariosit yang ada di sumsum tulang dengan
waktu maturasi sekitar 4-5 hari dan masa hidup di dalam sirkulasi kira-kira 9-10 hari.
Tiap megakariosit bertanggung jawab untuk menghasilkan sekitar 400 trombosit. Jumlah
trombosit dalam darah vena orang dewasa normal rata-rata 250.000/ µL (140 - 400 x 103
/ µL).1
Trombopoietin adalah pengatur utama produksi trombosit dan dihasilkan oleh
hati dan ginjal. Trombopoietin akan meningkatkan jumlah dan kecepatan maturasi
megakariosit. Trombosit yang baru dibentuk akan disimpan di dalam limpa selama 24-48
jam sebelum masuk ke sirkulasi umum. Kira-kira dua pertiga dari massa trombosit total
1
berada dalam sirkulasi, dan sepertiga lagi dalam limpa atau ekstravaskuler lain.

36
Gambar 2. Interaksi Trombosit pada mekanisme sumbat trombosit 3

Apabila pembuluh darah rusak, struktur subendotelium


termasuk basement membrane, kolagen dan mikrofibril terbuka. Trombosit akan
menempel (adhesi) ke permukaan yang rusak untuk membentuk sumbat (platelet
plug). Dalam mekanisme pembentukan plug tersebut yaitu adhesi, sekresi, agregasi,
dan fusi serta aktivitas prokoagulannya.1,2,,4,6

Ad. 2.1 Adhesi trombosit


Adhesi trombosit adalah perlekatan trombosit ke permukaan non-trombosit
setelah terjadi trauma vaskuler, dimana trombosit menempel (melekat) terutama
pada serat kolagen di subendotelium. Adhesi trombosit sangat bergantung pada
vWF, suatu protein plasma yang dihasilkan dan disekresi oleh sel-sel endotel dan
terdapat pada matriks subendotelium, dan juga disekresi oleh trombosit yang aktif.
vWF dapat berikatan ke membran trombosit dengan pertolongan 3 reseptor yang
berbeda yaitu reseptor GP Ib dekat N-terminal, reseptor GP IIb-IIIa pada C-
terminal, dan binding site N-terminal ke tiga. Trombosit berikatan ke kolagen
melalui vWF dan GP Ib-vWF mula-mula melekat pada serat kolagen, kemudian
dengan ikatan trombosit ke vWF melalui GP Ib-IX membran trombosit. vWF
disekresi oleh endotelium pembuluh darah, dan vWF plasma dan vWF yang ada
subendotelium dapat memperantarai adhesi trombosit. Yang menarik bahwa,
trombosit sirkulasi normal tidak berinteraksi dengan vWF yang ada dalam plasma
walaupun ternyata trombosit mempunyai GP Ib-IX pada permukaannya. Setelah
adhesi, trombosit mengalami perubahan bentuk dari bentuk disk menjadi bentuk
yang lebih sferis dengan membentuk pseudopodia. Pada waktu yang sama terjadi

37
proses sekresi dimana beberapa substansi yang aktif secara biologis yang
disimpan dalam granul trombosit secara aktif dikeluarkan dari sel-sel yang
melekat ( reaksi pelepasan). Zat-zat yang dilepaskan termasuk ADP, serotonin, -
TG, PF4, PDGF, TX-A2, dan vWF. Substansi-substansi yang dilepaskan
mempercepat pembentukan plug trombosit dan berperan dalam proses perbaikan
jaringan.2,4

Ad. 2.2 Agregasi trombosit


ADP yang dilepaskan oleh trombosit merangsang perlekatan trombosit
dengan trombosit lain. Fenomena ini disebut agregasi trombosit, yang akan
meningkatkan ukuran plug pada tempat yang luka. Agregasi trombosit diikuti
dengan pelepasan isi granul yang merangsang trombosit lain untuk beragregasi.
Disamping ADP berbagai agent termasuk epinefrin, kolagen, trombin, kompleks
imun dan faktor yang mengaktifasi trombosit (platelet-activating factor) dapat
menyebabkan agregasi dan sekresi trombosit.4
Prostaglandin berperan penting dalam memperantarai reaksi pelepasan dan
agregasi. Kolagen dan epinefrin mencetuskan aktivasi dari satu atau lebih
fosfolipase yang ada dalam membran trombosit. Fosfolipase ini kemudian
menghidrolisa fosfolipid membran, melepaskan asam arakhidonat. Asam
arakhidonat dimetabolisme oleh enzim siklooksigenase untuk membentuk
prostaglandin endoperoksida yang tidak stabil, dan ini kemudian dirubah menjadi
tromboksan A2. Tromboksan A2 adalah suatu substansi yang sangat poten yang
menginduksi agregasi dan sekresi trombosit.5
Fibrinogen diperlukan untuk agregasi trombosit. Fibrinogen berikatan
dengan reseptor-reseptor spesifik pada permukaan trombosit yaitu glikoprotein
IIb/IIIa (GPIIb/IIIa), dan menghubungkan trombosit dengan trombosit lainnya.
Pasien-pasien dengan kelainan kongenital dimana tidak terdapat fibrinogen
(afibrinogenemia) atau GPIIb/IIIa (Glanzmann’s Thrombasthemia), masa
perdarahannya memanjang oleh karena kegagalan agregasi
trombosit. Trombospondin, suatu unsur pokok dari -granul trombosit juga
terlibat dalam agregasi trombosit.4

Ad.3 Faktor pembekuan darah


Faktor-faktor pembekuan darah adalah glikoprotein, yang kebanyakan
diproduksi di hepar dan disekresi ke sirkulasi darah. Adapun tabel di bawah ini
menunjukkan daftar faktor-faktor pembekuan darah yang dinyatakan dalam angka
Romawi.

38
Tabel 1. Faktor Koagulasi

Beberapa faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati, sebagian besar


faktor-faktor pembekuan darah ada dalam plasma, pada keadaan normal ada
dalam bentuk inaktif dan nantinya akan dirubah menjadi bentuk enzim yang aktif
atau bentuk kofaktor selama koagulasi.
Faktor-faktor pembekuan darah diklasifikasikan ke dalam beberapa group
berdasarkan fungsinya. Faktor XII, faktor XI, prekallikrein, faktor X, faktor IX,
faktor VII, dan protrombin merupakan zimogen dari serine protease akan dirubah
menjadi enzim yang aktif selama pembekuan darah. Sedangkan faktor V, faktor
VIII, highmolecular-weight kininogen (HMWK), dan tissue factor yang terdapat
di ekstravaskuler dan harus kontak dengan darah untuk berfungsi, bukan
merupakan proenzim tetapi berfungsi sebagai kofaktor. Faktor V, faktor VIII, dan
HMWK harus diaktifasi agar berfungsi sebagai kofaktor. Faktor X, faktor IX,
faktor VII, dan protrombin disebut faktor-faktor yang tergantung vitamin K
(vitamin K-dependent factor), karena untuk pembentukannya yang sempurna
memerlukan vitamin K. Protein-protein ini mengandung residu asam amino yang
unik, -carboxyglutamic acid (Gla). Vitamin K terdapat dalam sayur-sayuran
yang berwarna hijau dan juga disintesis oleh bakteria di dalam usus. Vitamin K
berfungsi sebagai suatu kofaktor yang penting untuk sintesis faktor II, faktor VII,
faktor IX, faktor X, protein C dan protein S, dimana vitamin K merupakan
kofaktor penting yang diperlukan untuk menyelesaikan post-translational dari
sintesis faktor-faktor pembekuan yang tergantung vitamin K, yaitu untuk reaksi
karboksilasi dari asam glutamat menjadi residu -carboxyglutamic acid.Residu
Gla adalah tempat ikatan ke protein-protein ini dan diperlukan untuk interaksinya
dengan fosfolipid membran. Kegagalan dalam karboksilasi yang terjadi pada

39
defesiensi vitamin K atau pada beberapa kelainan hati (cirrhosis, hepatocelluler
carcinoma), terjadi penumpukan faktor-faktor pembekuan dengan tidak ada atau
penurunan -carboxylation sites. Non- atau des-carboxylated protein ini juga
disebutprotein-induced in vitamin K absence (PIVKA).1,,3,4
Obat-obatan antikoagulan oral (Coumarin, Warfarin), tidak bekerja di
dalam sirkulasi tetapi di hati, dimana obat-obatan tersebut menghambat sintesis
dari faktor-faktor pembekuan yang tergantung vitamin K.4

Ad 4. Sistem Fibrinolisis
Sistem fibrinolisis penting untuk menyingkirkan deposit fibrin yang
berlebihan. Sistim fibrinolisis juga merupakan suatu sistim multikomponen yang
terdiri dari proenzim, aktifator plasminogen dan inhibitor-inhibitor. Plasminogen,
adalah suatu glikoprotein rantai tunggal dengan amino terminal glutamic acid
glutamic acid yang mudah dipecah oleh proteolisis menjadi bentuk modifikasi
dengan suatu terminal lysine, valine atau methionin. Pada tempat jaringan yang
rusak (tissue injury), fibrinolisis dimulai dengan perubahan plasminogen menjadi
plasmin. Plasmin mempunyai banyak fungsi seperti degradasi dari fibrin,
inaktifasi faktor V dan faktor VIII dan aktifasi dari metaloproteinase yang
berperan penting dalam proses penyembuhan luka dan perbaikan jaringan (tissue-
remodeling).1,2
1,5,7,8
PEMERIKSAAN FUNGSI HEMOSTASIS
Gangguan hemostasis dengan perdarahan abnormal dapat terjadi akibat :
1. Kelainan vaskular
2. Trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit, atau
3. Gangguan pembekuan darah
Pola perdarahan yang terjadi relatif dapat diduga bergantung pada etiologinya.
Kelainan vaskular dan trombosit cenderung disertai oleh perdarahan dari selaput lendir
dan pada kulit, sedangkan pada kelainan pembekuan darah sering terjadi pada sendi atau
jaringan lunak.
Pada pemeriksaan fungsi hemostasis sederhana ini akan dibahas mengenai uji
Tourniquet (Rumple Leed Test), hitung trombosit, masa perdarahan dan masa pembekuan.

 Uji Tourniquet ( Rumple Leed Test )


Percobaan ini dimaksudkan untuk menguji ketahanan kapiler darah terhadap
bendungan pada vena sehingga darah menekan dinding kapiler. Pada keadaan patologik,
darah dalam kapiler akan keluar ke dalam jaringan sehingga nampak bercak-bercak
merah pada permukaan kulit( petechia).
Tes ini tidak spesifik dan tidak dianjurkan untuk menilai fungsi trombosit
walaupun tes ini memberikan hasil abnormal pada berbagai kelainan trombosit, seperti
trombositopenia, penyakit von Willebrand, dan demam berdarah. Tes ini memberikan
hasil positif pada purpura yang tidak ada hubungannya dengan jumlah dan fungsi
trombosit seperti pada kerusakan endotel kapiler, defisiensi pada substansi semen
interseluler dan penyakit scorbut.

40
Cara pemeriksaan :
1. Buat lingkaran dengan diameter 5 cm pada bagian volar lengan bawah kira-kira 5 cm
dari fossa cubiti
2. Pasang tensimeter pada tekanan maksimal 100 mmHg atau antara tekanan sistole dan
diastole, pertahankan selama 5 menit
3. Lepaskan tensimeter dan perhatikan kulit pada tempat yang telah di lingkari selama 5
menit pertama dan 5 menit kedua.
4. Lakukan pembacaan

Pembacaan
Negatif : Dijumpai < 5 pada lingkaran bagian volar lengan
1+ : Dijumpai petechie 5 – 10 pada volar lengan dalam lingkaran
2+ : 10 – 20 buah petechie (jelas)
3+ : banyak petechie pada volar dan sebagian lengan bawah
4+ : seluruh lengan baewah penuh petechie bergabung (konfluens)

 Cara pengambilan darah (punksi vena)


Pengambilan darah dari kapiler maupun vena tidak banyak perbedaan, asalkan
tusukan pada kapiler cukup dalam sehingga darah dapat mengalir cukup deras. Apabila
aliran darah kurang lancar dan ujung jari ditekan-tekan akan terjadi pengenceran oleh
cairan interstitial.
Dalam hal pengambilan darah, si pengambil darah tidak boleh terluka, terutama
pada tangannya. Gunakan sarung tangan plastik satu kali pakai dan pastikan bahwa alat-
alat penusuk yang digunakan benar-benar steril. Sebaiknya pengambil darah dalam posisi
duduk dan penderita dalam posisi telentang untuk punksi vena. Hindari terjadinya
hematom dengan menekan beberapa saat pada tempat bekas dilakukan punksi vena.
Lokasi punksi yaitu pada vena cubiti mediana untuk orang dewasa. Pada bayi
dapat diambil pada vena jugularis eksterna, vena sagitalis superior atau vena femoralis.

Cara pengambilan :
1. Siapkan peralatan punksi dengan jarum yang sesuai
2. Daerah yang akan dipunksi dibersihkan dengan alkohol 70%
3. Bendung lengan atas dengan karet pengebat atau alat pengukur tensi, bila memakai
tensi tekanan dipertahankan pada 40 mmHg. Lengan dalam keadaan hiperekstansi
dan tangan dikepal.
4. Tusuklah kulit dengan jarum sampai menembus kulit dengan membuat sudut 30-40
derajat terhadap permukaan kulit. Setelah tembus, jarum diarahkan ke dalam vena.
5. Pengisapan darah dilakukan perlahan-lahan, hindarkan pembentukan busa
6. Lepaskan bendungan sebelum jarum ditarik
7. Letakkan kapas kering diatas tempat punksi sambil ditekan beberapa menit
8. Jarum dilepas dari semprit dan darah dimasukkan ke dalam botol penampung yang
telah berisi antikoagulan (pem.Hb, Leukosit, Trombosit , dialirkan perlahan-lahan
melalui dinding botol
9. Darah dapat diperiksa

41
 Masa perdarahan ( Bleeding Time )
Percobaan ini terutama menilai faktor-faktor hemostasis yang letaknya
ekstravaskular dan keadaan dinding pembuluh darah.Tanda utama adanya defisiensi
fungsi trombosit adalah perdarahan bekepanjangan setelah cedera superfisial. Masa
perdarahan akan memanjang pada trombositopenia oleh sebab apapun, pada Penyakit von
Willebrand, pada sebagian besar penyakit disfungsional dan setelah mengkonsumsi
aspirin.

Cara pemeriksaan :
A. Cara IVY
 Bersihkan bagian tengah volar lengan bawah dengan alkohol 70%
 Pasang tensimeter dan pompalah sampai dengan tekanan 40 mmHg (pertahankan)
 Tegangkan kulit, tusuk dengan hemolet kira-kira 3 jari dibawah lipat siku
sedalam 3 mm
 Ketika darah mulai keluar tekanlah stopwatch
 Isaplah darah yang keluar dengan tissue tanpa menekannya setiap 30 detik
 Hentikan stopwatch pada waktu darah tidak terhisap lagi dan catat waktunya.
 Masa perdarahan normal 1 - 6 menit

B. Cara DUKE
 Bersihkan anak daun telinga dengan alkohol 70% dan biarkan kering
 Tusuk pinggir anak daun telinga dengan hemolet sedalam 2 mm
 Ketika darah mulai keluar tekanlah stopwatch
 Isaplah darah yang keluar dengan tissue tanpa menekannya setiap 30 detik
 Hentikan stopwatch pada waktu darah tidak terhisap lagi dan catat waktunya
 Nilai normal 1 - 3 menit, terutama digunakan pada anak kecil dan bayi

 Masa Pembekuan Lee-White ( Clotting Time)


Uji koagulasi paling tua tetapi paling kurang akurat adalah pengukuran seberapa
lama waktu yang diperlukan oleh darah didalam tabung untuk membeku.dan hasilnya
menjadi ukuran aktivitas faktor-faktor yang membentuk tromboplastin dan faktor yang
berasal dari trombosit.

Cara pemeriksaan :
1. Sediakan dalam rak 4 tabung berdiameter 7 - 8 mm
2. Lakukan punksi vena dengan spuit 5 ml atau 10 ml.
3. Pada saat darah kelihatan masuk kedalam spuit, jalankan stopwatch, isaplah 5 ml
darah
4. Angkatlah jarum dari spuit dan alirkan perlahan-lahan 1 ml ketiap-tiap tabung dalam
keadaan miring waktu mengisi
5. Inkubasi s.d 4 menit (sejak darah terlihat pada semprit) pada water bath dengan suhu
37 0C (atau semua tabung dimasukkan dalam genggaman),
6. Selanjutnya 30 detik kemudian (pada 4‟30”), tabung pertama diangkat dari water bath
atau genggeman dan miringkan untuk melihat apakah telah terjadi pembekuan, bila

42
belum membeku inkubasi lagi dan miringkan lagi pada 30 detik kemudian, ulangi
setiap 30 detik sd membeku.
7. Setelah tabung pertama membeku, periksalah tabung kedua tiap 30 detik terhadap
adanya pembekuan, catatla waktu ini
8. Tindakan yang sama dilakukan dengan secara berturut-turut dengan tabung ketiga
dan keempat, catatlah waktu tersebut
9. Masa perdarahan adalah masa pembekuan rata-rata dari tabung pertama, kedua,
ketiga, dan keempat. Maka masa pembekuan dilaporkan dengan dibulatkan sampai
dengan 1∕2 menit.
10. Darah normal membeku secara padat dalam waktu 4 sampai 8 menit

43
REFERENSI

1. Widmann.Frances.K; Hemostasis dan Tes Fungsi Hemostasis ; dalam Tinjauan


Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium; Kresno. Siti Boedina, dkk (ed) ;
Jakarta; EGC; 1995; 9: 117-45

2. Hoffbrand.A.V, Pettit.J.E, Moss.P.A.H ; Trombosit, Pembekuan Darah dan


Hemostasis ; dalam Kapita Selekta Hematologi ; Mahanani. Dewi Asih (ed) ;
Jakarta; EGC; 2005 : 221-33

3. Anonymous. Platelet. 2007. Available at :http://en.wikipedia.org/wiki/Platelet


[ excess on October,2nd 2007 ]

4. Abshire TC, Jobe SM: Overview of the Coagulation System; in Transfusion


Medicine and Hemostasis, Clinical and laboratory Aspects; Hillyer CD (ed):
2010: 433-438

5. Sacher. Ronald. A, McPherson.Richard.A ; Hemostasis dan Uji Fungsi


Hemostasis ; dalam Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan laboratorium; Hartanto
Huriawati (ed); Jakarta; EGC; 2004;
11: 153-83

6. Kasi KJ; Hemostasis, Components and Processes; in. Hemostasis,


Procedure and Protocols; Perry DJ (ed); London, Elsivier;2004 : 3- 17

7. DeLaughery TG; Hemostasis and Thrombosis; Texas, USA ,Land


Biosience;2004: 1-15

8. Kosasih,E.N; Tes Hemostasis ; dalam Tes Laboratorium Klinik Sederhana;


Medan; Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara;
1992: 52-68

44
Check List : Punksi Vena

Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Siapkan peralatan punksi dengan jarum yang sesuai
Bersihkan daerah yang akan dipunksi dengan alkohol
2 70%
3 Bendung lengan atas dengan karet pengebat atau alat
pengukuran tensi, bila memakai tensi tekanan
dipertahankan pada 40 mmHg.
Lengan dalam keadaan hiperekstensi dan tangan dikepal
Tusuklah kulit dengan jarum sampai menembus kulit
dengan membuat sudut 30-40 derajat terhadap
permukaan kulit, setelah tembus arahkan jarum kedalam
4 vena
Isap darah perlahan-lahan dan hindarkan pembentukan
5 busa
Lepaskan bendungan sebelum jarum ditarik, kemudian
6 letakkan kapas kering diatas tempat punksi sambil
ditekan beberapa menit.
7 Lepaskan jarum dari spuit dan masukkan darah ke dalam
botol penampung yang telah berisi antikoagulan dan
dialirkan perlahan-lahan melalui dinding botol.
Kocok tabung tersebut perlahan (biar tercampur
8 sempurna).

Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tetapi tidak benar
2 = Dilakukan secara benar

Banda Aceh, .....................2017

Observer

45
Check List : Masa Pembekuan ( Lee-White )

Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1
Sediakan dalam rak 4 tabung dengan diameter 7 - 8 mm
2 Lakukan punksi vena dengan spuit 5 ml
3 Tekan stopwatch pada saat darah kelihatan masuk kedalam
spuit, dan isaplah 5 ml darah
4 Angkatlah jarum dari spuit dan alirkan perlahan-lahan ke
tiap-tiap tabung sebanyak 1 ml dalam keadaan miring
waktu mengisi
5 Angkat tabung pertama dari rak tiap 30 detik, miringkan
untuk melihat apakah telah terjadi pembekuan, dan catat
waktunya
6
Setelah tabung pertama membeku, periksa tabung kedua
tiap 30 detik terhadap adanya pembekuan, catat waktunya
7 Lakukan tindakan yang sama pada tabung ketiga dan
keempat,catat waktunya
8 Laporkan hasil

Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tetapi tidak benar
2 = Dilakukan secara benar

Banda Aceh, .....................2017

Observer

46
Check List : Uji Tourniquet ( Rumple Leed Test )

Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Buat lingkaran dengan diameter 5 cm pada bagian
volar lengan bawah kira-kira 5 cm dari fossa cubiti
2 Pasang tensimeter pada tekanan 100 mmHg ( antara
tekanan sistole dan diastole)
3 Pertahankan selama 5 menit
4 Lepaskan tensimeter dan perhatikan kulit pada tempat
yang telah dilingkari selama 5 menit pertama
dan 5 menit kedua
5 Baca Hasil : 1+ / 2+ / 3+ / 4+

Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tetapi tidak benar
2 = Dilakukan secara benar

Banda Aceh, .....................2017

Observer

47
Check List :Masa Perdarahan ( Cara IVY )

No Aspek yang dinilai Nilai


0 1 2
1 Bersihkan bagian tengah volar lengan bawah dengan
alkohol 70 %
2 Pasang Tensimeter dan pompa sampai dengan
tekanan 40 mmHg, kemudian pertahankan
3 Tegangkan kulit, tusuk dengan menggunakan
hemolet kira-kira 3 jari di bawah lipat siku sedalam
3 mm
4 Tekan stopwatch ketika darah mulai keluar setiap 30
detik
5 Isaplah darah yang keluar dengan menggunakan
tissue tanpa menekan setiap 30 detik.
6 Hentikan stopwatch pada waktu darah tidak terhisap
lagi
7 Catat waktu dan laporkan hasilnya

Check List :Masa Perdarahan ( Cara DUKE )

Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Bersihkan anak daun telinga dengan alkohol 70%
dan biarkan kering
2 Tusuk pinggir daun telinga dengan hemolet sedalam
2 mm
Tekanlah stopwatch ketika darah mulai keluar
3 Isaplah darah yang keluar dengan menggunakan
tissue tanpa menekan setiap 30 detik
4 Hentikan stopwatch pada waktu darah tidak terhisap
lagi
5
Catat waktu dan laporkan hasilnya

48
VI. SCRUB UP AND GLOVING TECHNIQUE
dr. M. Yusuf, SpB
Bagian/SMF Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Tujuan belajar :
1. Mahasiswa dapat memahami dan melakukan proses pencucian tangan yang
aseptis sebelum melakukan tindakan medis.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan pemasangan sarung tangan dengan
tehnik yang benar.

Pendahuluan
Tangan manusia merupakan alat yang paling penting untuk memegang.
Tangan dapat meraba, mendiagnosa, mengobati dan meletakkan tangan pada
tubuh penderita merupakan upaya untuk mendapatkan jawaban, pemahaman dan
juga proses penyembuhan. Namun tangan juga dapat menjadi tempat penyebaran
penyakit. Penyebaran melalui tangan merupakan faktor paling penting pada
penyebaran bakteri, virus dan kuman pathogen lain yang menyebabkan infeksi
nosokomial.
Prosedur asepsis adalah suatu metoda untuk mencegah timbulnya infeksi
selama suatu tindakan diagnostik yang invasive atau intervensi terapi, yang
merupakan suatu upaya penting bagi tenaga kesehatan. Tindakan aseptik berkaitan
erat dengan sterilitas. Sterilitas didefinisikan sebagai suatu keadaan yang bebas
dari mikroorganisme, yang dapat dicapai secara kimiawi atau fisik. Tindakan
asepsis berusaha untuk mencapai keadaan steril dan mempertahankan keadaan
dengan mencegah kontaminasi mikroorganisma.

Tindakan asepsis terdiri atas 4 kegiatan :


1. Sterilisasi bahan atau alat untuk pembedahan.
2. Desinfeksi ruangan dan tempat pembedahan.
3. Menutup semua sumber-sumber kontaminasi demikian juga desinfeksi
semua bagian tubuh yang akan mengadakan kontak dengan daerah
pembedahan.
4. Tindakan pencegahan terhadap penyakit menular.
Tindakan pencegahan terhadap kontaminasi dari tenaga di kamar operasi
dapat dilakukan dengan menggunakan topi dan masker selama tindakan bedah.
Topi didesain untuk menutup seluruh rambut. Masker didesain untuk mencegah
kontaminasi dari hidung dan mulut. Tangan dilakukan desinfeksi dengan cara
mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan. Cincin, gelang atau jam
tangan harus dilepas. Kerusakan kecil pada sarung tangan yang tidak diketahui
selama pembedahan, dapat menyebabkan kontaminasi pada dokter oleh kuman
penyakit dari pasien.

Beberapa hal penting:


1. Desinfeksi kedua tangan dilakukan secara mekanik dan kimiawi.

49
2. Tangan dibagi kedalam 2 daerah berdasarkan derajat sterilitas :
a. Bagian distal, daerah steril, dari ujung jari sampai pergelangan tangan
b. Bagian proksimal, daerah kurang steril, dari pergelangan tangan sampai
siku.
3. Pertama-tama gosokkan bagian distal tangan diikuti bagian proksimal.
Perhatian khusus terhadap kuku. Kotoran-kotoran yang terlihat harus
dibersihkan. Penggosokan tangan dimulai dari kuku dan ujung jari, diikuti
dengan tangan dan lengan bawah dan akhirnya siku. Lamanya pencucian
tangan bervariasi dari lebih kurang 2 menit sampai 20 menit tergantung pada
jenis cairan yang digunakan. Biasanya deterjen yang dipakai untuk pencucian
tangan merupakan campuran dengan iodophore, hexsaclorophen, hibiscrub,
atau opofidoneiodine, untuk mendapat kedua efek pembersihan dan sterilisasi.
Cuci dengan air mengalir. Biarkan air mengalir dari bagian distal ke bagian
proksimal dengan siku berada pada posisi lebih rendah dari ujung jari, untuk
mencegah air mengalir ke daerah steril.

Penggunaan sikat pada saat mencuci tangan saat ini sering dilakukan oleh
seorang ahli bedah; sikat yang digunakan biasanya mempunyai 2 sisi yaitu sisi
sikat yang lembut dan sisi busa. Sisi sikat digunakan untuk ujungjari dan
palmar. Sementara sisi busa digunakan pada sisi volar hingga siku. Dalam
menggunakan sikat harus dilakukan dengan gentle mengingat resiko terjadinya
mikrobleeding pada tangan ahli bedah.
Pada penggunaan sarung tangan tanpa menggunakan jubah bedah biasanya
digunakan “open technique”. Sarung tangan dilipat sedemikian rupa sehingga
permukaan dalam dari bagian proksimal sarung tangan terletak disebelah luar.
Kita boleh menyentuh bagian ini dengan tangan. Sarung tangan kedua dipegang
dengan menyentuh bagian permukaan steril menggunakan sarung tangan yang
telah dikenakan, sehingga dapat memasukkan tangan yang kedua kedalam sarung
tangan. Sarung tangan tersedia dalam berbagai ukuran dari 6,5 - 8. Pilih sarung
tangan sesuai ukuran tangan dan kenali sarung tangan kanan dan kiri dengan
mengetahui letak ibu jari tangan.

A. SCRUB UP (mencuci tangan)


1. Lepaskan perhiasan pada tangan (cincin, gelang dan jam tangan)
2. Basahi tangan dengan air dan ambil sabun, basuhkan dari mulai telapak
tangan sampai siku.
3. Bersihkan kuku-kuku jari tangan,dengan air yang mengalir

50
4. Mencuci tangan secara benar,dengan tehnik 6 langkah, seperti urutan dibawah
ini.
Setiap langkah butuh lebih kurang 10 detik (5x gerakan), langkah 2,4,5,6
harus dilakukan untuk kedua tangan (kanan dan kiri).

5. Sikat seluruh jari-jari termasuk daerah antar jari, telapak tangan, lengan
bawah sampai siku dengan sikat yang bersih yang sudah disediakan.Selama
penyikatan lengan bawah selalu berada di atas siku.

6. Membilas dengan air yang mengalir.


Mulai dari ujung jari sampai siku, dimana lengan bawah selalu berada di atas
siku (posisi tangan seperti orang berdoa).

51
7. Mengeringkan dengan handuk bersih.
- Mengeringkan juga dimulai dari lengan bawah sampai siku dan posisi
lengan bawah selalu berada di atas siku. Posisi ini terus dipertahankan
sampai memakai sarung tangan
- Meletakkan handuk yang telah dipakai pada tempatnya.

B. GLOVING (memakai sarung tangan).


Terdapat dua teknik memakai sarung tangan:
1. Open gloving
Open gloving adalah teknik dimana kulit tangan yang terbuka tidak menyentuh
bagian luar sarung tangan. Teknik ini umumnya digunakan jika petugas
kesehatan tidak menggunakan pakaian steril.
2. Close gloving
Close gloving adalah teknik dimana sarung tangan diambil oleh tangan yang
masih tertutup oleh lengan jubah (sarung tangan kanan diambil oleh tangan kiri
dan sebaliknya), kemudian diletakkan di ujung tangan yang lain. Tangan
didorong masuk ke sarung tangan, sarung tangan kedua diambil oleh tangan
yang telah memakai sarung tangan, dan diletakkan di ujung sisi yang lain,
kemudian tangan pertama di dorong masuk dan dibenahi sampai rapi dan posisi
sarung tangan di luar jubah operasi.

Pada keterampilan medik yang dipraktekkan adalah teknik open gloving.


1. Seorang asisten membuka pembungkus sarung tangan steril dan meletakkannya
pada tempat yang steril.

2. Angkat sarung tangan kanan dengan memegang bagian dalam lipatan sarung
tangan dengan tangan kiri.

3. Masukkan tangan kanan kedalam sarung tanpa menyentuh bagian luar sarung
tangan. Jangan melakukan penyesuaian sarung tangan sampai keduanya
terpasang.

52
4. Angkat sarung tangan kiri dengan memasukkan jari sarung tangan kanan
berada di antara lipatan lengan yang terbuka dan permukaan luar sarung tangan.

5. Dengan jari-jari bersarung tangan tetap berada di bawah lipatan,


masukkansarung ke dalam lengan kiri.

6. Sekarang kedua sarung tangan telah terpasang, lakukan pembenahan sampai


rapi dengan memasukkan jari-jari tangan kiri dibawah lipatan yang masih
terbuka dan tarik.

C. MEMBUKA SARUNG TANGAN


Kunci melepaskan/membuka sarung tangan steril dan tidak steril adalah
“kotor ke kotor - bersih ke bersih” yaitu bagian permukaan yang tercemar hanya
disentuh oleh permukaan lain yang tercemar, bagian tangan yang terbuka dan
bersih hanya menyentuh bagian permukaan dalam sarung tangan yang lain.
1. Pegang lipatan sarung tangan pertama pada pergelangan tangan

53
2. Tarik lipatan-lipatan sarung tangan tadi ke arah luar, sehingga bagian
permukaan dalam memutar keluar. Satu sarung telah lepas, pegang dengan
tangan yang bersarung lainnya.

3. Untuk melepaskan sarung tangan lainnya, letakkan jari-jari tangan yang


terbuka ke bagian dalam sarung tangan tanpa menyentuh permukaan luar.
Lepaskan sarung tangan dari dalam, terus ditarik keluar. Gunakan sarung
tangan ini untuk

4. Masukkan sarung tangan habis pakai kedalam cairan desinfeksi tingkat tinggi
( Cairan DDT ) yang sudah disiapkan.

54
Check list: Keterampilan Scrub Up (mencuci tangan)

No Skor
Aspek Yang Dinilai
0 1 2
I TEKNIK MENCUCI TANGAN
1. Melepaskan perhiasan pada tangan (cincin, gelang dan jam
tangan).
2. Membasahi tangan sampai siku dengan air dan mengambil
sabun (membasuh sabun dari tangan sampai siku)
3. Membersihkan kuku-kuku jari tangan, dengan air yang
mengalir.
4. Mencuci tangan dengan urutan sebagai berikut :
a. Saling gosokkan telapak tangan kanan dan kiri
(± 10 detik/5X gerakan)
b. Saling menggosokkan telapak tangan kanan dan kiri,
khususnya pada sela-sela jari kedua tangan dilakukan
bergantian 10 detik/5X gerakan)
c. Saling menggosok telapak pada punggung tangan dilakukan
bergantian 10 detik/5X gerakan)
d. Saling menggosokkan buku jari tangan kiri dan tangan kanan
secara bergantian(± 10 detik/5X gerakan)
e. Saling menggosokkan (secara berputar) ibu jari dalam
genggaman telapak tangan berlawanan dilakukan bergantian
10 detik/5X gerakan)
f. Gosokkan ujung– ujung jari ditelapak tangan yang berlawanan
dan dilakukan secara bergantian(± 10 detik/5X gerakan)
5. Menyikat mulai dari seluruh jari-jari termasuk daerah antar
jari, telapak tangan, lengan bawah sampai siku dengan sikat
yang bersih yang sudah disediakan.
Selama penyikatan lengan bawah selalu berada di atas siku.
6. Membilas dengan air yang mengalir mulai dari ujung jari
sampai siku dimana lengan bawah selalu berada di atas siku
(posisi siku seperti orang berdoa)
7. Mengeringkan dengan handuk bersih :
 Mengeringkan juga dimulai dari lengan bawah sampai
siku,dan posisi lengan bawah selalu berada di atas siku,
Posisi ini tetap dipertahankan sampai memakai sarung
tangan
 Meletakkan handuk yang telah dipakai pada tempatnya

55
Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan, tetapi kurang benar
2 : Dilakukan dengan benar
% cakupan penguasaan keterampilan : Skor total/26 x 100% = %

Banda Aceh, .........................2017

Observer

56
Check list: Keterampilan Teknik Menggunakan Sarung Tangan
No Skor
Aspek Yang Dinilai
0 1 2
I TEKNIK MENGGUNAKAN SARUNG TANGAN
1. Dapat menyiapkan sarung tangan dengan tepat/siap pakai
2. Mengambil sarung tangan kanan dengan memegang bagian
dalam lipatan sarung tangan dengan tangan kiri
3. Memasang sarung tangan tersebut pada tangan kanan, tanpa
menyentuh bagian luarnya.
4. Memasang sarung tangan kiri dengan cara mengangkat
sarung tangan kiri dengan memasukkan jari sarung tangan
kanan berada di antara lipatan lengan yang terbuka dan
permukaan luar sarung tangan
5. Dengan jari-jari bersarung tangan tetap berada di bawah
lipatan masukkan sarung ke dalam lengan kiri dan kanan
6. Lakukan pembenahan sampai rapi
II Teknik Membuka Sarung Tangan
1 Pegang lipatan sarung tangan pertama pada pergelangan
tangan
2 Tarik lipatan sarung tangan tadi ke arah luar sehingga bagian
dalam memutar keluar
3 Untuk membuka tangan lainnya letakkan jari-jari tangan
yang terbuka ke bagian dalam sarung tangan. Lepaskan dari
dalam terus ditarik keluar
4 Masukkan sarung tangan habis pakai ke dalam cairan
desinfektan tingkat tinggi yang sudah disiapkan

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan, tetapi kurang benar
2 : Dilakukan dengan benar
% cakupan penguasaan keterampilan : Skor total/20 x 100% = %

Banda Aceh, .........................2017

Observer

57
VII. TEKNIK ASEPTIK

dr. M. Yusuf, SpB


Bagian/SMF Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Tujuan Belajar :
Setelah akhir dari latihan ini mahasiswa diharapkan mampu:
 Memahami proses sterilisasi pada ruang bedah, bahan dan instrument bedah.
 Memahami dan melakukan prosedur aseptik sebelum melakukan tindakan
intervensi pengobatan medik dan diagnostik invasif.
 Memahami metode pencegahan dan management penyakit penyakit infeksius
(menular) selama melakukan tindakan intervensi medik.

Asepsis merupakan :
 Prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas kuman.
 Suatu usaha yang bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan kontak antara
alat atau bagian tubuh yang telah steril dengan yang tidak steril.

Anti sepsis merupakan cara atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai
keadaan bebas kuman.

Antiseptik
Antiseptik digunakan untuk:
 Kulit, servik atau preparat vaginal sebelum prosedur klinis.
 Scrub pembedahan (surgical scrub).
 Zat untuk mencuci tangan pada situasi yang berisiko tinggi , seperti prosedur
invasif atau kontak dengan pasien yang berisiko tinggi mengalami infeksi
(seperti bayi baru lahir dan pasien-pasien dengan immunosupresi).

Antiseptik digunakan untuk mengurangi atau menghancurkan


mikroorganisme pada kulit atau membran mukosa tanpa merusak jaringan, karena
itu cairan antiseptik tidak boleh digunakan untuk membersihkan benda mati,
seperti instrumen dan sarung tangan.

Catatan:
 Chlorhexidine (dengan atau tanpa cetrimide) dan larutan iodoform
merupakan antiseptik pilihan untuk digunakan di pusat pelayanan kesehatan.
Chlorhexidin paling baik untuk mencuci tangan sebelum operasi dan
preparasi kulit secara umum, iodoform merupakan pilihan terbaik untuk
antiseptik untuk daerah genital.
 Hexachlorophene dan larutan iodine tidak dianjurkan untuk digunakan
sebagai larutan pencuci tangan atau pada membranmukosa.
 Benzalkonium klorida dan mercury laurel merupakan desinfektan dan tidak
digunakan sebagai antiseptik.

58
Teknik aseptik:
 Mencuci tangan
 Scrub pembedahan (surgical scrub)
 Menggunakan barier (penghalang) (surgical attire)
 Mempersiapkan pasien
 Menjaga kesterilan wilayah operasi
 Menggunakan teknik operasi yang aman (membuat insisi yang kecil,
menghindar dari trauma jaringan dan struktur sekelilingnya dan mengontrol
perdarahan)
 Menjaga lingkungan yang lebih aman di lapangan operasi.
Cara melakukan antiseptik daerah pembedahan:
 Bukalah peralatan steril untuk antiseptik kulit diatas meja steril, yang terdiri
dari: mangkok/kom tempat cairan antiseptik, piala ginjal, forsep antiseptik,
depper/kasa steril untuk antiseptik kulit
 Cairan antiseptik dituangkan kedalam mangkok
 Pencucian daerah pembedahan dimulai dari tengah menuju ke perifer lalu
dibuang ke tempat sampah yang telah disiapkan.

Persiapan daerah operasi:


 Daerah operasi dan sekitarnya harus dibersihkan dengan antiseptik sebelum
ditutup dengan alat tenun steril
 Persyaratan antiseptik yang digunakan: dapat mengurangi jumlah
mikroorganisme dengan cepat, aman terhadap kulit tanpa menimbulkan
iritasi, mampu menghilangkan atau menghapus sisa dari organik lain seperti
sabun detergen dan lemak

Pemilihan zat antiseptik:


 Banyak zat kimia yang berkualitas menjadi antiseptik kulit/mukosa yang
aman. Cairan berikut adalah larutan antiseptik yang sering dijumpai
diseluruh dunia:
 Alkohol (60%-90%), etil isoprophyl atau metal spiritus
 Cetrimide dan chlorhexidine gluconate, dalam berbagai konsentrasi (misal
savlon)
 Chlorhexidine gluconate (4%) (misal microshield, Hibiscrub, Hibitane)
 Hexachlorophene (3%) (misal : Phisohex)
 Parachlorometaxylenol (PCMX atau Chloroxylenol), dalam berbagai
konsentrasi (misal : Dettol)
 Iodine (1 sampai 3%), dalam air atau tingtur (misal Lugol)
 Iodophor, dalam berbagai konsentrasi (misal Betadine)

Penggunaan vial multidosis yang benar


Cara Sebelum menggisi spuit dari vial multidosis, ada hal-hal yang harus
diperhatikan karena vial multidosis dapat menjadi perantara infeksi ke pasien:

59
1. Periksa vial untuk memastikan tidak dijumpainya kebocoran atau
keretakan.
2. Periksa larutan untuk memastikan cairan tidak keruh dan tidak tercampur
dengan zat lain di vial (hampir semua larutan dalam vial berwarna putih
jernih, kecuali depo provera injeksi yang putih seperti susu.
3. Bersihkan bagian atas vial dengan cotton swab (kapas alkohol) yang
mengandung alkohol 60-70% dan biarkan hingga kering.

Untuk mengurangi resiko penularan infeksi antar pasien:


 Selalu gunakan jarum dan spuit yang hipodermik setiap menarik cairan dari
vial multidosis. Penggunaan kembali jarum yang sama untuk pasien lain
tidaklah aman.
 Jangan pernah meninggalkan jarum yang tertusuk di tutup vial untuk
penggunaan multipel, karena dapat menimbulkan jalur penularan
mikroorganisme yang baru.

Untuk menghindari transmisi infeksi secara intravena


 Cabut jarum atau kateter dari selang intravena.
 Buang selang dan cairan yang tersisa.
 Jangan menggunakan selang intravena dan botol yang sama pada pasien
yang lain.

Menciptakan dan menjaga kesterilan lapangan operasi:


Sterilisasi merupakan proses yang mengeliminasi semua mikroorganisme
termasuk endospora yang berasal dari instrumen dan benda-benda lain.
Lapangan/wilayah yang steril merupakan lapangan yang dibuat dengan
meletakkan duk-duk steril atau alat-alat pembedahan ditempat/daerah prosedur
dan di tempat instrumen steril diletakkan.
 Saat lapangan operasi diciptakan disekitar daerah prosedur, semua yang
terletak dibawah meja operasi adalah daerah tidak steril.
 Berpakaian steril yang tepat adalah mulai dari setinggi dada hingga setinggi
lapangan operasi, lengan yang steril adalah mulai dari 5 cm dibawah siku
hingga ke sarung tangan.
 Bila objek steril mengalami kontak dengan objek non steril atau orang atau
debu atau partikel udara yang lain, maka objek tersebut tidak steril lagi.
Bahkan jika objek non steril atau seseorang memasuki daerah yang steril
maka daerah tersebut tidak steril lagi.

Menjaga kesterilan lapangan operasi:


 Jangan meletakkan instrumen steril di dekat jendela atau pintu yang terbuka.
 Tempatkan hanya instrumen yang steril dilapangan steril.
 Jangan mengkontaminasi instrumen yang steril dengan membuka, mencuci,
atau memindahkannya.
 Lapangan yang tidak steril adalah mulai dari meja operasi ke bawah.
 Jangan membiarkan petugas yang telah steril menuju tempat yang tidak
steril atau menyentuh instrumen yang tidak steril.

60
 Jangan membiarkan petugas yang tidak steril menuju tempat yang steril atau
menyentuh instrumen yang steril.

Desinfeksi tingkat tinggi ( DTT ):


DTT mengeleminasi mikroorganisme (seperti bakteri, virus, fungi, parasit),
tetapi tidak mampu membunuh endospora bakteri yang menyebabkan penyakit
seperti tetanus dan gas gangren. DTT cocok untuk instrumen dan alat-alat lain
yang akan kontak dengan kulit yang rusak atau membran mukosa yang utuh.
Menciptakan Daerah Operasi Yang Lebih Aman:
 Batasi jumlah orang yang boleh masuk ke daerah ini.
 Tutup pintu dan tirai sebelum prosedur dilakukan.
 Mengharuskan semua petugas yang masuk ke daerah operasi memakai
pakaian, masker, topi dan sepatu yang bersih.
 Tutup daerah operasi untuk meminimalkan debu dan mengeliminasi
serangga.
 AC di ruangan jika mungkin.
 Sebelum pasien selanjutnya dibawa masuk ke ruangan, bersihkan dan
lakukan desinfeksi semua permukaan yang mungkin dapat terkontaminasi
sebelum prosedur selanjutnya.

Sarung Tangan:
 Harus dipakai operator/seluruh staff kamar operasi yang kontak dengan
jaringan darah dan cairan tubuh pasien serta alat kesehatan bekas pakai saat
membersihkannya.
 Jenis Sarung Tangan yang dipakai tergantung dengan jenis pekerjaan yang
akan dilakukan (ability to perform the task is not hampered).
 Sarung Tangan steril harus dipakai saat melakukan invasive procedure.
 Sarung Tangan dipakai hanya untuk 1 pasien, harus diganti untuk pasien
berikutnya.
 Sebaiknya dipakai Sarung Tangan yang disposable and must not be washed
or decontaminated for Reuse.

Pemakaian Sarung Tangan:


 Perlu diingat bahwa tangan yang sudah dicuci masih lebih “kotor” dari
sarung tangan yang steril, sehingga tangan kita tidak boleh menyentuh
bagian luar dari sarung tangan.
 Handwashing is the single most important method of infections control, it
involves a vigorous, brief rubbing together of all surfaces of lateral hands,
followed by rinsing under a stream of water.

Langkah-langkah:
 Bungkus sarung tangan dibuka.
 Dengan tangan kiri memegang bagian dalam dari sarung tangan kanan dan
dipakai tanpa diselesaikan.

61
 Dengan tangan kanan yang sudah memakai sarung tangan mengambil
bagian luar sarung tangan kiri, diselesaikan pemasangan sarung tangan kiri.
 Dengan tangan kiri yang sudah memakai sarung tangan diselesaikan sarung
tangan kanan.

Melepas Sarung Tangan


 Sewaktu melepaskan sarung tangan setelah selesai prosedur harus
diperhatikan bahwa:
 Sarung tangan yang kotor tidak boleh menyinggung kulit tangan.
 Dengan tangan kiri (masih memakai sarung tangan) dilepas sarung
tangan dengan memegang bagian luar.
 Melalui bagian dalam.

CUCI TANGAN
Cuci tangan dan saat pembersihan alat-alat yang sudah terkontaminasi
adalah kunci utama pencegahan infeksi dan penyebaran penyakit.

Cuci Tangan Perlu Sebelum:


 Memeriksa (bersentuhan dengan pasien).
 Memakai sarung tangan steril/DTT sebelum tindakan operasi.

Cuci Tangan Perlu Sesudah:


 Setiap saat jika tangan terkontaminasi seperti sesudah memeriksa pasien
dengan luka.
 Memegang/memakai alat-alat kesehatan yang bekas pakai.
 Menyentuh kulit, mukosa, darah, saliva dan cairan tubuh pasien.
 Selesai melepas ST mungkin robek, ada lubang yang tidak terlihat.

Perlengkapan cuci tangan:


 Sabun biasa lebih dipilih antiseptik.
 Air mengalir.
 Alat pembersih kuku.
 Sikat lembut atau karet busa untuk membersihkan kulit.
 Handuk (handuk steril disediakan dikamar operasi).

Persiapan Cuci Tangan:


 Operator atau perawat kamar bedah harus berbaju lengan pendek atau
bergaun lengan pendek agar memungkinkan menyikat sampai siku.

Langkah-langkah:
1. Lepas semua perhiasan.
2. Sesuaikan suhu air.

62
3. Acungkan tangan diatas siku, basahi seluruh lengan bawah, pakailah
sabun/cairan antiseptik.
4. Mulai dari ujung jari, bagian kulit dan cuci secara sirkular. Cuci diantar
celah jari. Bergerak mulai dari ujung jari ke siku pada satu tangan dan
ulangi untuk lengan lainnya.
5. Bilas masing-masing lengan, mulai ujung tangan kemudian lengan bawah
sampai daerah siku.
6. Cuci selama 3-5 menit (jika menggunakan alcohol, biarkan kering selama 2
menit).
7. Untuk masing-masing tangan pergunakan handuk yang berbeda, usapkan
dari ujung jari sampai ujung siku, dan kemudian buang handuk
ketempatnya.
8. Jika sedang menggunakan sarung tangan dan baju operasi : acungkan tangan
diatas pergelangan dan jangan menyentuh apapun.
9. Jika selama penyikatan jangan tersentuh benda kotor maka langkah 3
sampai 8 harus diulang.

63
Check list: Keterampilan Teknik Aseptik
Skor
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1. Mencuci tangan secara aseptik
2. Mengeringkan dengan handuk steril
3. Memakai sarung tangan sesuai dengan prosedur aseptik
4. Menjelaskan bentuk dan tujuan dari tindakan kepada
pasien
5. Memberitahukan efek yang akan dirasakan selama
tindakan
6. Melakukan tindakan aseptik pada daerah pembedahan:
 Membuka peralatan steril untuk antiseptik kulit diatas
meja steril
 Mengambil cairan antiseptik di dalam mangkuk
dengan kasa steril dengan menggunakan klem.
 Pencucian daerah pembedahan dimulai dari tengah
melingkar menuju perifer (putaran I =obat
nyamuk),lalu dibuang di tempat sampah yang telah
disiapkan
 Daerah operasi di tutup dengan doek tenun steril
7. Melepaskan sarung tangan sesuai dengan prosedur

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan, tetapi kurang benar
2 : Dilakukan dengan benar
% cakupan penguasaan keterampilan : Skor total/20 x 100% = %

Banda Aceh,......................2017

Observer

64
VIII. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
(HEART EXAMINATION)
dr. Novita, SpJP
Bagian/SMF Ilmu Jantung
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Tujuan belajar:
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung normal secara sistematis
dan benar.

Prior Knowledge
Sebelum mempelajari keterampilan ini, mahasiswa harus menguasai:
 Anatomi Kardiovaskuler.
 Fisiologi Kardiovaskuler.

Pendahuluan
Anatomi dan Fisiologi
Jantung dan pembuluh darah besarnya, vena cava inferior dan superior, aorta,
arteri dan vena pulmonalis terletak pada garis tengah thoraks, dikelilingi oleh
kedua paru di bagian lateral dan posterior, dan dibatasi sternum dan rongga iga
sentral di bagian anterior. Oesofagus, melintasi thoraks dari leher hingga rongga
abdomen, terletak antara struktur vaskuler garis tengah dengan permukaan
anterior korpus vertebra (Gambar 1). Rangka dada terdiri dari 12 vertebra torakal,
12 pasang iga, klavikula dan sternum.

Gambar 1. Lokasi sistem kardiovaskular pada rongga thoraks

65
Struktur Vaskular
1. Perikardium
Suatu kantong perikard fibrosa, yang menutupi seluruh permukaan jantung,
dipisahkan dari permukaan jantung oleh ruang yang berisi 15-30 cc cairan.
Ruang ini untuk mencegah pergesekan dan proteksi luar jantung saat
berkontraksi dan berelaksasi sesuai dengan siklus jantung.
2. Ruang Jantung
Jantung memiliki empat ruang. Dinding yang relatif tipis adalah atrium yang
menerima darah vena dari sirkuit vena sistemik (atrium kanan) dan dari paru
(atrium kiri). Dari masing-masing atrium, darah dipompakan ke dalam
masing-masing ventrikel. Ventrikel kanan membawa darah kotor ke dalam
sirkulasi pulmonal; ventrikel kiri menerima darah bersih untuk disalurkan ke
sirkulasi sistemik.
3. Katup Jantung
Kedua katup atrioventrikular memisahkan atrium dengan ventrikel. Katup
trikuspid yang berdaun tiga memungkinkan darah masuk dari atrium kanan ke
dalam ventrikel kanan, dan katup mitralis yang memiliki dua daun terletak
antara atrium kiri dengan ventrikel kiri. Dua buah katup yang mengatur jalan
keluar dari jantung; biasanya keduanya mempunyai tiga daun dan secara
kolektif disebut sebagai katup-katup semilunaris. Katup pulmonal yang
memungkinkan darah kotor masuk ke dalam arteri pulmonalis, kemudian
masuk ke dalam paru untuk mendapatkan oksigen dan melepaskan
karbondioksida. Katup aorta, memungkinkan darah bersih meninggalkan
ventrikel kiri, masuk ke dalam aorta, lalu dibawa ke sirkulasi sistemik.

Gambar 2. Sirkulasi Kardiovaskular

ANAMNESIS
Pengetahuan yang luas mengenai fakta medis tidak bermanfaat jika
seorang dokter tidak dapat mengorek informasi yang akurat dan ringkas dari
pasien tentang penyakit yang diderita. Kecuali pada pasien-pasien yang sakitnya
parah, anamnesis yang teliti harus mendahului pemeriksaan fisik dan pengobatan.
Riwayat penyakit merupakan langkah pertama untuk menegakkan diagnosis, dan
akan mengarahkan jenis pemeriksaan penunjang selanjutnya yang mana
menentukan cara pengobatan yang tepat. Seringkali terjadi, riwayat penyakit yang

66
akurat merupakan langkah paling penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat
dan tentu saja ini adalah cara yang paling murah dari semua pemeriksaan
penunjang.

Tata cara anamnesis


Anamnesis memerlukan banyak latihan dan sangat bergantung pada kesan
pasien terhadap dokter. Pengobatan oleh seorang dokter kepada pasien dimulai
pada saat dokter datang ke tempat tidur pasien. Kesan pertama dari pasien
terhadap perilaku profesional dokter akan mempunyai pengaruh yang lama pada
pasien. Prinsipnya adalah ”primum non nocere” (hal yang utama adalah jangan
menyakiti pasien). Cara pendekatan terhadap pasien dapat dimulai dengan
memperkenalkan diri dan jabat tangan untuk membina hubungan akrab. Penting
untuk memberikan kesan wawancara tidak dilakukan tergesa-gesa. Beri dorongan
semangat kepada pasien agar menceritakan riwayat penyakitnya dengan kata-
katanya sendiri. Tetapi diperlukan pengarahan agar pasien tidak menyimpang dari
masalahnya.

Keluhan Utama
Tidak jarang terjadi, seorang pasien mempunyai, seorang pasien
mempunyai beberapa keluhan. Pemeriksa harus berusaha menentukan keluhan
yang mana yang membuat pasien mencari pertolongan medis. Catat keluhan
utama dengan kata-kata pasien sendiri, hindari istilah medis. Karena kerja jantung
sangan berhubungan dengan aktifitas fisik, beberapa gejala jantung memburuk
saat aktifitas fisik dan perlu dicari secara spesifik.

Dispnea
Sensasi sesak nafas subjektif disebut dispnea. Dispnea merupakan
manifestasi penting penyakit kardiopulmoner, meskipun ditemukan juga pada
keadaan-keadaan lain seperti penyakit neurologik, metabolik dan psikologik.
Penting untuk membedakan dispnea dengan takipnea atau bernafas cepat secara
objektif. Pasien mungkin terlihat bernafas dengan cepat, walaupun menyatakan
bahwa ia tidak sesak nafas. Sebaliknya juga terjadi, seorang pasien mungkin
bernafas lambat tetapi mungkin menderita dispnea. Jangan menganggap bahwa
pasien dengan laju pernafasan yang cepat adalah menderita dispnea.
Pemeriksa harus menanyakan kapan dispnea terjadi dan dalam posisi apa.
Dispnea nokturnal paroksismal adalah sesak nafas yang timbul secara tiba-tiba
ketika pasien tidur. Segera setelah pasien mengambil posisi tegak lurus, dispnea
biasanya membaik. Orthopnea adalah kesulitan bernafas ketika berbaring lurus.
Pasien memerlukan dua bantal atau lebih untuk bernafas dengan nyaman.
Platipnea adalah gejala kesulitan bernafas yang jarang terjadi ketika pasiennya
duduk dan hilang bila ia mengambil posisi berbaring. Trepopnea adalah keadaan
dimana pasien lebih nyaman bernafas bila berbaring pada sisi tubuhnya.

67
Tabel 1. Dispnea Posisional
Jenis Kemungkinan penyebab
Orthopnea Gagal jantung kongestif
Penyakit katup mitral
Asma berat, jarang
Emfisema, jarang
Bronkitis kronis, jarang
Penyakit neurologis, jarang
Trepopnea Gagal jantung kongestif
Platipnea Keadaan pasca pneumoektomi
Penyakit neurologis
Sirosis (pintas intrapulmoner)
Hipovolemia

Wheezing
Wheezing adalah suatu bunyi bernada tinggi abnormal yang disebabkan oleh
obstruksi parsial pada saluran nafas. Bunyi ini biasanya ada selama ekspirasi
ketika bronkokonstriksi ringan terjadi secara fisiologis. Keadaan ini biasanya
disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, hilangnya penyokong elastik, dan
berliku-likunya saluran nafas. Asma menyebabkan bronkospasme yang
menyebabkan wheezing yang berkaitan dengan keadaan ini. Penyebab lain :
obstruksi oleh bahan intralumen, seperti benda asing atau sekresi yang di aspirasi.
Wheezing yang terlokalisasi dengan baik, yang tidak berubah dengan batuk,
mungkin menunjukkan bronkus yang tersumbat sebagian oleh benda asing atau
tumor. Jangan menyamakan wheezing dengan asma.
Gagal jantung kongestif biasanya berkaitan dengan bunyi nafas abnormal yang
disebut ronki. Kadang-kadang pada gagal jantung timbul bronkospasme yang
sedemikian beratnya sehingga penemuan fisik utama adalah wheezing, bukan
krepitasi.

Sianosis
Sianosis biasanya ditemukan oleh anggota keluarga. Sianosis adalah
perubahan warna kulit menjadi biru, dan disebabkan olehadanya
deoksihemoglobin dalam pembuluh darah superfisial.Molekul hemoglobin
berubah warna dari biru menjadi merah bila berikatan dengan oksigen dikedua
paru. Jika terdapat lebih dari 50 g/Ldeoksihemoglobindalam darah, maka kulit
akan tampak berwarna kebiruan.
Sianosis sentral berarti terdapat jumlah deoksihemoglobin yang abnormal
dalam arteri dan perubahan warna menjadi biru terdapat pada bagian-bagian tubuh
dengan sirkulasi darah yang baik, seperti lidah. Sianosis sentral harus dibedakan
dengan sianosis perifer yang terjadi bila penyediaan darah ke bagian tubuh

68
tertentu berkurang dan jaringan-jaringan mengambil oksigen dari sirkulasi darah
melebihi normal, misalnya bibir pada cuaca dingin seringkali berwarna biru, tetapi
lidah tidak. Sianosis perifer lenyap bila daerah tersebut dihangatkan.
Sianosis sejak lahir berkaitan dengan penyakit jantung kongenital.
Sianosis yang timbul akut dapat terjadi pada penyakit saluran pernapasan yang
berat, terutama obstruksi akut pada saluran napas.Sianosis kuku dan tangan yang
hangat mengarah kepada sianosis sentral. Sianosis sentral hanya terjadi bila
saturasi oksigen turun dibawah 80%. Untuk timbulnya sianosis sentral paling
sedikit harus ada 2-3 gram hemoglobin tak jenuh per 100 cc darah. Latihan fisik
memperberat sianosis sentral, karena otot-otot yang bekerja memerlukan
peningkatan ekstraksi oksigen dari darah. Pada pasien dengan anemia berat,
dimana kadar hemoglobin turun secara bermakna, sianosis mungkin tidak
dijumpai. Clubbing dijumpai pada sianosis sentral dan menunjukkan kelainan
kardiopulmoner yang berat.

Nyeri dada
Nyeri dada atau rasa tercekik yang disebabkan oleh iskemia (angina),
secara khas mempunyai karakteristik tertentu: rasa tidak nyaman di daerah
retrosternal yang berat, rasa tercekik, seperti diikat atau kadang-kadang seperti
dibakar, terjadi terutama pada aktifitas fisik dan sembuh dalam beberapa menit
dengan istirahat atau pemberian nitrat sublingual. Pasien biasanya menjelaskannya
sebagai rasa tidak nyaman bukan sebagai rasa nyeri sebenarnya. Rasa tidak
nyaman ini dapat menjalar ke salah satu lengan (paling sering sebelah kiri), ke
leher dan rahang, atau melewati punggung atau perut. Serangan biasanya
berlangsung cepat, sampai 20 menit. Angina kadang-kadang atipikal,
menyebabkan rasa tidak nyaman pada leher, tenggorokan, rahang, punggung, atau
perut tanpa gejala pada dada.
Angina disebabkan ketidakseimbangan pasokan oksigen miokard (aliran
darah koroner) dengan kebutuhannya (konsumsi oksigen miokard). Penyebab
tersering angina adalah penyakit arteri koroner, tapi dapat juga terjadi pada arteri
koroner normal dalam kondisi hipertrofi atau dilatasi ventrikel kiri berat dimana
kebutuhan oksigen miokard tinggi. Angina yang terjadi waktu istirahat atau cepat
memburuk disebut ‟angina tak stabil‟ (unstable angina). Angina yang berlangsung
lebih dari 30 menit disertai berkeringat, mual dan muntah perlu dicurigai sebagai
infark miokard. Nyeri seperti tusukan atau episode nyeri yang berlangsung hanya
beberapa detik menunjukkan penyebab muskuloskeletal.

Tabel 2. Klasifikasi Canadian Cardiovascular Society (menjelaskan


tingkat disabilitas yang disebabkan angina) :
Kelas I Angina hanya terjadi pada saat aktifitas berat atau lama
Kelas II Keterbatasan ringan akibat angina pada aktifitas normal
Kelas III Keterbatasan berat akibat angina pada aktifitas biasa
Kelas IV Tidak mampu melakukan aktifitas fisik. Terjadi angina pada
waktu istirahat

69
Tabel 3. Penyebab nonmiokard pada nyeri dada
Akut Kronis
 Spasme oesofagus : sangat  Kostokondritis (sindrom
mirip dengan angina tetapi Tietze): lokal dan nyeri tekan
lebih lama dan tidak di dinding dada
terkaitdengan aktifitas fisik  Ulkus peptikum
 Diseksi aorta thorakalis :  Penyakit kandung empedu :
biasanya dirasakan biasanya disertai gejala
intraskapular abdominal
 Pneumonia : biasanya  Penyakit pankreas
pleuritiktetapi nyeri dapat  Penyakit tulang belakang
lebih difus servikalis atau thorakalis :
 Pneumotoraks : lokal, intens, berkaitan dengan gerakan
pleuritik
 Emboli paru : nyeri pleuritik
dan lokal atau rasa tidak
nyaman tumpul sentral
 Perkarditis : berbeda-beda
tergantung posisi dan
pernafasan

Sinkop
Hilang kesadaran dapat disebabkan beberapa gangguan kardiovaskular,
namun semuanya berakhir pada berkurangnya aliran darah ke otak. Sinkop karena
jantung biasanya terjadi cepat, tanpa aura dan biasanya tidak berkaitan dengan
konvulsi atau inkontinensia. Kesembuhan secara khas berlangsung cepat (tidak
seperti penyembuhan yang lambat pada penyebab neurologis yang dapat
menyebabkan kebingungan pasca sinkop), dan mungkin berkaitan dengan
vasodilatasi hebat karena pasokan darah kembali ke arteriol yang sudah
mengalami dilatasi akibat akumulasi metabolit lokal. Penurunan kesadaran
bertahap lebih mengarah pada sinkop vasodepresor atau hipotensi postural.

Palpitasi
Gejala ini sering ditemukan dan didefinisikan sebagai detak jantung yang
disadari dan tidak menyenangkan. Penting untuk mengetahui sensasi yang
dijelaskan pasien. Mungkin kesadaran akan adanya detak jantung yang lebih kuat
dari biasa, lebih cepat, lebih lambat, tidak teratur, atau gabungan semua hal
tersebut.
Kesadaran jantung berdebar keras dapat menandakan isi sekuncup yang
meningkat (misalnya regurgitasi aorta atau mitral) atau hanya menggambarkan
peningkatan kesadaran seseorang terhadap jantungnya.
Palpitasi cepat menunjukkan takikardia. Palpitasi tak teratur dapat cepat,
seperti pada fibrilasi atrium, atau lebih lambat, seperti pada denyut ektopik.
Dengan ektopik berarti pasien menyadari ‟denyut ekstra‟ (ektopik) yang prematur,
jeda kompensasi sesudah ektopik, yang memberi sensasi ‟denyut hilang‟ atau
denyut pasca ektopik yang keras dan dirasakan ‟lebih keras‟ karena, sebagai

70
susulan, mempunyai isi sekuncup yang lebih besar dari denyut sinus atau ektopik
sebelumnya.
Palpitasi yang berkaitan dengan nadi yang pelan dapat disebabkan blok
atrioventrikel atau penyakit nodus sinus. Palpitasi cepat biasanya mulai dan
berhenti mendadak, dan disebabkan takikardia atrium, nodus atrioventrikel atau
takikardia ventrikel.

Edema
Peningkatan jantung kanan akan menambah tekanan vena sistemik di vena
kava inferior dan superior, dan keadaan ini paling berat pada bagian-bagian tubuh
yang menggantung, paling sering di kaki dan pergelangan kaki. Dapat juga di
daerah sakral, bagi mereka yang terbaring di tempat tidur. Edema terjadi bila
tekanan onkotik plasma dilampaui oleh tekanan intravaskular, yang di perberat
oleh hipoalbuminemia.
Peningkatan tekanan jantung kanan dapat sekunder akibat penyakit jantung
kiri (gagal ventrikel kiri, penyakit katup mitral atau aorta) atau dapat disebabkan
gagal jantung kanan sebagai konsekuensi hipertensi pulmonal, penyakit ventrikel
kanan, atau penyakit perikarditis konstriktiva.
Edema karena obstruksi vena kava superior (biasanya disebabkan
keganasan) terbatas pada kepala, leher dan lengan. Adanya riwayat edema
periorbital khas untuk penyakit ginjal (sindrom nefrotik dan nefritik). Edema
unilateral ekstremitas menunjukkan obstruksi vaskular atau limfatik lokal, seperti
pada pasca trombosis vena dalam atau insufisiensi vena kronis karena varises vena.
Penyebab edema lain termasuk edema siklik yang terjadi perimenstrual dan edema
angioneurotik yang terjadi sebagaireaksi alergiterhadap stimuli, termasuk
makanan laut.

Fatique (letih)
Gejala ini nonspesifik tetapi sering terjadi pada penyakit jantung. Ini dapat
terjadi karena curah jantung yang rendah atau ketidakmampuan meningkatkan
curah jantung pada saat aktifitas fisik. Terapi obat juga dapat menyebabkan
keletihan, baik langsung seperti penyekat beta atau tidak langsung seperti akibat
hipokalemia pada terapi diuretik.

Klaudikasio
Merupakan nyeri pada kaki, biasanya otot betis, terjadi setelah beberapa
gerakan otot dan disebabkan oleh iskemia otot skelet akibat penyakit vaskular
perifer. Karena hampir selalu bersifat ateromatosa, adanya klaudikasio harus
mengingatkankita tentang kemungkinan pasien ini juga mempunyai dasar
penyakit arteri koroner.

PEMERIKSAAN FISIK
Pengukuran Tekanan Darah
Tekanan darah dapat diukur langsung dengan kateter intrarterial atau secara
tidak langsung dengan sphygmomanometer. Pengukuran tekanan darah secara
tidak langsung meliputi deteksi timbul dan hilangnya bunyi korotkoff secara
auskultatoris di atas arteri yang ditekan.

71
Bunyi korotkoff adalah bunyi bernada rendah yang berasal dari dalam
pembuluh darah yang berkaitan dengan turbulensi yang dihasilkan dengan
menyumbat arteri secara parsial dengan manset tekanan darah. Beberapa fase
yang terjadi berurutan ketika tekanan penyumbat turun .
 Fase 1 terjadi bila tekanan penyumbat turun sampai tekanan darah sistolik.
Suara mengetuknya jelas dan secara berangsur-angsur intensitasnya
meningkat ketika tekanan penyumbat turun.
 Fase 2 terjadi pada tekanan kira-kira 10-15 mmHg di bawah fase 1 dan
terdiri dari suara mengetuk yang diikuti dengan bising
 Fase 3 terjadi bila tekanan penyumbat turun cukup banyak sehingga
sejumlah besar volume darah dapat mengalir melalui arteri yang tersumbat
sebagian. Bunyinya serupa dengan bunyi fase 2 kecuali bahwa hanya
terdengar bunyi ketukan.
 Fase 4 terjadi bila intensitas suara tiba-tiba melemah ketika tekanan
mendekati tekanan darah diastolik
 Fase 5 terjadi bila bunyi sama sekali menghilang. Pembuluh darah tidak
lagi tertekan oleh manset penyumbat. Sekarang tidak ada lagi aliran
turbulensi.
Tekanan darah sebaiknya dicatat hanya pada 5 mmHg terdekat, karena ada
batas ketepatan ±3 mmHg bagi semua sphygmomanometer. Disamping itu
perubahan tekanan darah normal terjadi dari waktu ke waktu dan pengukuran
sampai kurang dari 5 mmHg memberikan perasaan ketepatan yang semu.
Ukuran manset penting untuk penentuan tekanan darah yang tepat. Manset
harus dilingkarkan dengan sempit di sekeliling lengan dengan tepi bawah 1 inci di
atas fossa antekubiti. Manset ini sebaiknya 20% lebih lebar ketimbang diameter
ekstremitas. Kantong karet harus terletak diatas arteri. Pemakaian manset yang
terlalu kecil untuk lengan berukuran besar akan menghasilkan pengukuran
tekanan darah yang lebih tinggi daripada sebenarnya.
Celah auskultasi adalah keadaan hening yang disebabkan oleh lenyapnya
bunyi korotkoff setelah muncul untuk pertama kali dan timbulnya kembali bunyi
ini pada tekanan yang lebih rendah. Untuk menghindari kesalahan karena celah
auskultasi, tekanan darah mula-mula diperiksa dengan palpasi. Arteri brakialis
atau radialis kanan dipalpasi sementara manset dipompa diatas tekanan yang
diperlukan untuk menghilangkan denyut nadi. Sekrup sphygmomanometer diputar
perlahan untuk mengurangi tekanan di dalam kantong karet secara lambat.
Tekanan sistolik diketahui dengan timbulnya kembali denyut brakial. Segera
setelah denyut teraba, sekrup dibuka untuk mengurangi tekanan kantong karet
dengan cepat.
Tekanan darah secara auskultasi diukur di lengan kanan dengan memompa
manset kira-kira 20 mmHg diatas tekanan sistolik yang ditentukan dengan palpasi.
Diafragma stetoskop harus diletakkan di atas arteri sedekat mungkin dengan tepi
manset, sebaiknya tepat di bawah manset. Mansetnya dikempiskan secara
perlahan-lahan, sambil mengevaluasi bunyi korotkoff.

Palpasi Arteri karotis


Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien, dengan pasien dalam posisi
telentang. Jari telunjuk dan jari tengah diletakkan pada kartilago tiroid dan digeser
ke arah lateral diantara trakea dan muskulus sternocleidomastoideus. Denyut

72
karotis dapat diraba tepat di sebelah medial muskulus sternocleidomastoideus.
Palpasi dilakukan pada bagian bawah leher untuk menghindari tekanan pada sinus
karotis, yang akan menyebabkan refleks penurunan tekanan darah dan denyut
jantung. Tiap arteri karotis diperiksa tersendiri.
Arteri karotis dipakai untuk memeriksa kontur dan amplitudo denyut arteri.
Kontur adalah bentuk gelombang. Bentuk gelombang yang normal terdiri dari
gerakan ke atas, puncak, gerakan turun yang kurang curam daripada gelombang
naik dan diinterupsi segera setelah puncak oleh insisura (takik dikrotik) yang
bersamaan dengan penutupan katup aorta. Berbagai kelainan dapat juga terdeteksi.
Denyut yang berkurang adalah denyut yang kecil dan lemah. Jari yang melakukan
palpasi merasakan tekanan yang lemah dengan puncak yang jelas. Denyut yang
meningkat adalah denyut yang besar, kuat, hiperkinetik. Jari yang melakukan
palpasi merasakan bertambah besarnya kaki asendens dan ketukan yang kuat pada
puncaknya. Denyut berpuncak ganda mempunyai gelombang perkusi dan tidal
yang menonjol, dengan atau tanpa gelombang dikrotik.
Setelah dilakukan penilaian umum keadaan pasien, pemeriksaan dada
anterior dilakukan ketika pasien tidur terlentang dengan kepala sedikit diangkat
300 dan pasien diharuskan rileks. Selama pemeriksaan, pemeriksa perlu berusaha
membayangkan daerah jantung yang diproyeksikan pada dinding dada.
Jika pasiennya laki-laki, pakaiannya harus dibuka sampai sebatas pinggang.
Jika wanita, pakaiannya harus diatur sedemikian rupa untuk mencegah pemaparan
payudara yang tidak perlu dan memalukan. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan
pasien. Kemudian pemeriksaan dimulai dengan :

A. INSPEKSI
 Inspeksi Ekspresi Wajah Pasien
Memperhatikan ekspresi wajah pasien seperti : pasien dalam keadaan sakit
(ringan s/d berat), pucat, berkeringat, sesak saat istirahat, tanda-tanda sianosis
sentral atau anemia di konjungtiva, dan ikterus di sklera.
 Inspeksi Anggota Gerak
Adanya jari tabuh (clubbing finger), perdarahan splinter, kulit lengan, kuku
dan sianosis perifer.
 Inspeksi Leher
Di samping pelebaran kelenjar tiroid pemeriksa juga melihat adanya distensi
vena jugularis, dimana pasien diminta berada pada posisi semi-fowler dengan
kepala sedikit miring menjauh dari sisi yang sedang diperiksa. Penerangan
dengan menggunakan cahaya tangensial (cahaya dari samping) untuk
membentuk bayangan kecil di sepanjang leher, hal ini untuk memungkinkan
pengamatan gerakan gelombang nadi dengan baik.
 Inspeksi Dada
Pasien terlebih dahulu berada dalam posisi nyaman yaitu terlentang
semifowler. Penerangan harus cukup baik pada dinding dada depan agar
inspeksi prekordium dapat dilakukan secara adekuat. Di samping adanya
jaringan parut pada dinding dada, pemeriksa mencari pulsasi yang terlihat
pada keenam area prekordium : sternoklavikular, aortik, pulmonik, ventrikular
dekstra, ventrikular sinistra dan epigastrik, serta memperkirakan titik impuls
maksimum khususnya di dalam area ventrikular sinistra. Pemeriksa juga

73
mengamati gerakan dinding dada yang berhubungan dengan peristiwa siklus
jantung (Gambar.3)

Gambar 3. Area Inspeksi Prekordium

B. PALPASI
Melanjutkan pemeriksaan fisik palpasi nadi perifer dan prekordium. Pasien
dipastikan dalam posisi yang nyaman, diselimuti dengan tepat dan tetap hangat.
Pastikan tangan pemeriksa juga hangat dan menggunakan tekanan yang ringan
sampai sedang untuk palpasi.

 Palpasi Nadi
Palpasi nadi karotis, brakhialis, radialis, femoralis, poplitea, dorsalis pedis dan
tibialis posterior. Arteri-arteri tersebut dekat dengan permukaan tubuh dan
terdapat di atas tulang sehingga mudah untuk dipalpasi. Palpasi harus dilakukan
secara bilateral (setara dan sinkron) di kedua pergelangan tangan dan dinilai:
kecepatan, irama, isi dan karakter. Gelombang nadi normal mempunyai dua
komponen sistole dan diastole dengan regularitas tertentu. Denyut radialis
biasanya dinilai dalam 15 detik untuk menghitung frekuensinya (kali/menit) bila
denyutnya reguler. Isi denyut harus diperiksa apakah amplitudonya terasa kecil
atau besar. Isi denyut yang kecil menunjukkan isi sekuncup yang kecil dan curah
jantung berkurang, isi denyut yang besar menunjukkan isi sekuncup ventrikel kiri
yang besar. Karakter nadi mengacu pada bentuk gelombang nadi. Karakter
tersebut paling baik dinilai di arteri brakhialis atau karotis karena ukuran dan
letaknya yang dekat dengan jantung. Gelombang nadi sangat dipengaruhi oleh
transmisi melalui percabangan arteri dan kelainan tertentu lebih mudah dideteksi
di satu tempat daripada tempat lain. Cara memeriksa nadi femoralis yang paling
baik adalah dengan pasien membuka baju dan berbaring datar. Pemeriksa harus
menggunakan ibu jari untuk menekan kuat pada titik mid-inguinal dan ditentukan
apakah nadi radialis sinkron dengan femoralis. Denyut nadi poplitea terletak di
dalam fossa poplitea dan paling baik dipalpasi dengan menekan arteri tersebut ke
permukaan posterior ujung distal femur dengan ujung jari kedua tangan. Pasien
diminta berbaring terlentang dengan lutut menekuk. Posisi perabaan nadi dorsalis
pedis dan tibialis adalah terletak pada lokasi anatomi pembuluh darah tersebut
(Gambar 4.)

74
Gambar 4. Palpasi Vaskuler Perifer
 Palpasi Tekanan Vena Jugularis
Kemampuan menilai fungsi jantung dan volume darah yang dipompakan dapat
tergambar melalui penilaian tekanan vena jugularis/ jugular venous pressure
(JVP). Vena-vena servikalis membentuk suatu manometer berisi darah yang
berhubungan dengan atrium kanan dan dapat digunakan untuk mengukur tekanan
rata-rata atrium kanan (Gambar 5). Selain itu, vena-vena servikalis tersebut dapat
memberikan informasi mengenai bentuk gelombang pada atrium kanan.
Tinggi tekanan vena rata-rata harus diukur dengan patokan sudut sternum.
Umumnya tekanan tersebut setinggi sudut sternum, bila tinggi tekanan ≤ 2 cm di
atas sudut sternum pada pasien yang berbaring pada sudut 450, tekanannya
dianggap normal (Gambar 6).

Gambar 5. Anatomi vena jugularis terhadap struktur vaskularisasi leher

75
Gambar 6. Teknik pengukuran Tekanan Vena Jugular berhubungan dengan
ragam posisi pasien

 Palpasi Prekordium
Iktus kordis adalah titik terjauh ke arah kiri dan bawah, tempat impuls jantung
(Gambar 7). Ditentukan melalui palpasi menggunakan telapak tangan dan ujung
jari dengan pasien berbaring 450. Iktus kordis normal terletak di sela antar iga ke-
5 dan garis midklavikula. Bila teraba jauh keluar, berarti ada pembesaran 1 atau 2
ventrikel atau pergeseran jantung ke kiri akibat deformitas thoraks atau penyakit
paru.
Penilaian dilanjutkan kepada kualitas denyut, iktus kordis yang kuat
menunjukkan adanya peningkatan curah jantung. Denyut yang teraba perlu
dikonfirmasi dengan menggunakan pemeriksaan bimanual, yaitu meletakkan
telapak tangan kiri di batas sternum dengan tangan kanan meraba iktus kordis
(gambar 8A dan 8B).

Gambar 7. Lokasi penentuan iktus kordis pada dinding dada

76
Gambar 8A. Teknik palpasi lokasi Gambar 8B. Pemastian lokasi iktus
iktus kordis kordis pada dinding dada
dengan ujung jari

C. PERKUSI
Tindakan perkusi biasanya tidak bermanfaat kecuali dalam menentukan posisi
mediastinum pada kasus pergeseran mediastinum akibat hambatan aliran udara
atau kolaps paru kanan yang dicurigai melalui anamnesa penyakit paru kronik
atau ditemukan bukti melalui pemeriksaan fisik thoraks atau paru. Pada perkusi
biasanya bunyi hasil ketukan dapat berupa redup jantung (gambar 9) dengan
membandingkan terhadap lingkungan atau area di sekitarnya.

Gambar 9. Lokasi perkusi jantung pada dinding dada

Pemeriksaan perkusi jantung sebagai berikut :


Mencari batas jantung relatif dan absolut :
1. Perkusi batas atas dari Jantung
Normal di ICR III. Perubahan nada perkusi dari sonor menjadi sonor
memendek.
2. Perkusi batas kiri dari Jantung (lateral ke medial)
Normal di ICR V, satu jari didalam linea mid clavicula. Perubahan nada
perkusi dari sonor menjadi sonor memendek.
3. Perkusi batas jantung kanan (lateral ke medial)

77
Normal di Linea Para Sternalis kanan, atau satu–dua jari sebelah kanan Mid
Sternal Line.
Perubahan nada perkusi dari sonor menjadi sonor memendek, harus diperkusi
perlahan-lahan.
4. Sesudah itu dicari Batas Jantung Absolut, yang letaknya kira-kira 2 jari
didalam batas jantung relatif. Perkusi dengan perlahan-lahan. Perubahan nada
perkusi dari Sonor memendek menjadi Beda.
5. Diperhatikan apakah jantung membesar ke kanan atau ke kiri.

D. AUSKULTASI
Stetoskop berfungsi menyalurkan suara dari dinding dada disertai eksklusi
bising lain dan memperkuat bunyi berfrekuensi tertentu. Bel dipakai untuk
mendeteksi bunyi bernada rendah, sedangkan diafragma memperkuat bunyi
bernada yang lebih tinggi (gambar 10). Pada awalnya, pemeriksa perlu
mendengarkan bunyi di apeks dengan menggunakan bel dan diafragma untuk
mencari bising nada rendah stenosis mitral dan bising pansistolik regurgitasi
mitral (gambar 11). Lalu mendengarkan daerah-daerah klasik (gambar 12) dengan
menggunakan diafragma.
Daerah-daerah ini adalah:
- Tepi sternum kiri : bising trikuspid
- Sela antar iga kedua kiri : bising pulmonal
- Sela antar iga kedua kanan : bising aorta

Teknik auskultasi ditunjukkan pada gambar 13 dan 14A - C.

Gambar 10. Struktur stetoskop dengan sisi Diafragma dan Bell

Gambar 11. Proyeksi Gambar 12. Lokasi auskultasi struktur


apeks katup jantung pada pada dinding
jantung thorak dinding thoraks

78
Gambar 13. Teknik auskultasi jantung pada dua posisi titik yang berbeda

Gambar 14A. Teknik auskultasi mulai dari basis s/d apeks jantung

Gambar 14B. Posisi auskultasi katup aorta

Gambar 14C. Posisi Auskultasi katup mitral

79
Bunyi jantung dibedakan menjadi :
a. Bunyi Jantung Utama
Terdiri dari : Bunyi jantung (BJ) I, II, III dan IV.
1. Bunyi Jantung I
Ditimbulkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama
katup mitral. Pada keadaan normal terdengar tunggal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I :
- Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, makin kuat dan
cepat, makin keras bunyinya.
- Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi
ventrikel. Makin dekat terhadap posisi tertutup, makin kecil
kesempatan akselerasi darah yang keluar dari ventrikel, dan makin
pelan terdengarnya BJ I. Sebaliknya, makin lebar terbukanya katup
atrioventrikular sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena akselerasi
darah dan gerakan katup lebih cepat.
- Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada kurus,
BJ lebih keras terdengar dibandingkan pasien gemuk. Demikian juga
pada pasien emfisema pulmonum, BJ akan terdengar lebih lemah.
Untuk membedakan BJ I dengan BJ II, pemeriksaan auskultasi dapat
disertai dengan pemeriksaan nadi. BJ I akan terdengar bersamaan dengan
denyutan nadi.
2. Bunyi jantung II
Timbul karena getaran menutupnya katup semilunar Aorta maupun
Pulmonal. Pada keadaan normal, terdengar pemisahan (splitting) dari kedua
komponen yang bervariasi dengan pernapasan pada anak-anak atau orang
muda.
Bunyi jantung II terdiri dari komponen aorta dan pulmonal (BJ II = A2 +
P2). Komponen A2 lebih keras terdengar pada area aorta sekitar ruang
intercostal II kanan. Komponen P2 hanya dapat terdengar keras di sekitar area
pulmonal.
3. Bunyi jantung III
Disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat
(rapid filling phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau
orang dewasa muda atau keadaan dimana compliance otot ventrikel menurun
(hipertrofi atau dilatasi).
4. Bunyi jantung IV
Disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang
compliance menurun. Jika atrium tidak berkontraksi dengan efisien, misalnya
pada atrial fibrilasi, maka bunyi jantung IV tidak terdengar.

Bunyi jantung sering dinamakan berdasarkan daerah katup dimana bunyi


tersebut didengar. M1 berarti bunyi jantung I di daerah mitral. P2 berarti bunyi
jantung II di daerah pulmonal. Bunyi jantung I normal akan terdengar jelas di
daerah apeks, sedangkan bunyi jantung II dikatakan mengeras jika intensitasnya
terdengar sama keras dengan bunyi jantung I di apeks.

80
Gambar 15. Skema bunyi jantung dan kaitannya dengan gelombang EKG

b. Bunyi Jantung Tambahan


Merupakan bunyi yang terdengar akibat adanya kelainan anatomis atau aliran
darah yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan bunyi atau getaran.
Terdiri dari :
 Klik Ejeksi (Ejection click): adalah bunyi yang disebabkan karena
pembukaan katup semilunar pada stenosis/menyempit
 Ketukan Perikardial: bunyi ekstrakardial yang terdengar akibat
getaran/gerakan perikardial pada perikarditis/efusi perikard.

c. Bising Jantung (Murmur)


Merupakan bunyi akibat getaran yang timbul dalam masa lebih lama. Jadi,
perbedaan antara bunyi dan bising terutama berkaitan dengan lamanya
bunyi/getaran berlangsung.
Terdiri dari :
 Bising holosistolik: mengisi seluruh fase siklus jantung. Ditemukan pada
mitral insufisiensi atau ventricular septal defect (VSD).
 Bising sistolik-diastolik: mengisi baik fase sistolik maupun diastolik
siklus jantung.
 Bising sistolik: terdengar pada fase sistolik, ditemukan pada : Atrial
Stenosis(AS), Pulmonal Stenosis (PS), Ventrikular Septal Defect(VSD),
Mitral Insufisiensi (MI).
 Bising diastolik: terdengar pada fase diastolik, misalnya pada Insufisiensi
Aorta (AI).
 Terdengar terus menerus (continous murmur), misalnya pada Patent
Ductus Arteriosus (PDA).
 Bising yang terdengar pada sebagian dari suatu fase siklus jantung:
- Late systolic murmur, misalnya pada prolaps katup mitral.
- Early diastolic murmur, misalnya pada aorta insufisiensi (AI) atau
pulmonal insufisiensi (PI).
- Late diastolic murmur, misalnya pada mitral stenosis.

81
PALPASI DENYUT ARTERI EKSTREMITAS
Denyut arteri perifer yang rutin diperiksa adalah radial, brakial, femoral,
popliteal, dorsalis pedis, dan tibialis anterior.

Pemeriksaan Denyut Radial


Pemeriksa berdiri di depan pasien. Denyut radial diperiksa dengan
memegang kedua pergelangan tangan pasien dan mempalpasi denyut radial
dengan jari telunjuk, jari tengah dan jari manis. Pemeriksa memegang
pergelangan tangan kanan pasien dengan jari kiri dan pergelangan tangan kiri
dengan jari kanan. Kesimetrisan denyut kemudian dibandingkan dalam hal waktu
dan kekuatan.

Palpasi Denyut Brakial


Karena denyut brakial lebih kuat dibanding radial, pemeriksa harus
memakai ibu jarinya untuk mempalpasi denyut arteri brakialis. Arteri brakialis
dapat diraba di bagian medial tepat di bawah otot atau tendon muskulus biseps.
Pemeriksa masih dalam posisi berdiri di depan pasien, dan kedua arteri brakialis
dapat diraba secara serentak. Tangan kiri pemeriksa memegang lengan kanan
pasien sedangkan tangan kanan pemeriksa memegang lengan kiri pasien. Kalau
denyut brakial sudah teraba, pemeriksa melakukan penekanan progresif sampai
kekuatan sistolik maksimal dapat diraba dan dapat menentukan bentuk
gelombangnya.

Palpasi Denyut Femoral


Penderita dalam posisi berbaring, pemeriksa disisi kanannya. Sudut lateral
dari trigonum rambut pubis diamati dan dipalpasi. Arteri femoral berjalan
melintang melalui sudut trigonum rambut pubis di bawah ligamentum inguinal
dan di pertengahan antara simfisis pubis dan spina iliaca anterior superior. Kedua
denyut femoral dapat dibandingkan secara serentak.
Jika salah satu denyut femoral berkurang atau tidak ada, lakukanlah
auskultasi untuk mendengar adanya bruit. Diafragma stetoskop diletakkan di atas
arteri femoral. Adanya bruit mungkin menunjukkan penyakit aorto ilio femoral
obstruktif.

Palpasi Denyut Poplitea


Arteri popliteal seringkali sulit diperiksa. Tiap arteri diperiksa secara
terpisah. Posisi penderita telentang, kedua ibujari pemeriksa diletakkan di atas
patella dan jari-jari lain dari kedua tangan pada ruang poplitea di belakang.
Pemeriksa memegang tungkai pasien dalam fleksi ringan. Pasien diminta untuk
tidak mengangkat tungkainya karena ini akan mengeraskan otot-otot sehingga
menyulitkan untuk meraba denyut poplitea. Kedua tangan harus menekan kuat
pada fosa poplitea.

Palpasi Denyut Dorsalis Pedis


Denyut dorsalis pedis diraba dengan posisi kaki dorsofleksi. Arteri dorsalis
pedis berjalan sepanjang garis dari retinaculum ekstensor pergelangan kaki ke
suatu titik tepat lateral tendo ekstensor ibu jari kaki. Denyut dorsalis pedis dapat
diperiksa secara serentak.

82
Palpasi Denyut Tibialis Posterior
Arteri tibialis posterior dapat diraba sewaktu ia melingkar di sekitar
malleolus medial selama fleksi plantar. Kedua arteri ini dapat diperiksa secara
serentak. Meskipun 15% orang muda tidak mempunyai denyut tibialis posterior,
tanda paling sensitif untuk penyakit oklusi arteri perifer pada pasien berumur di
atas 60 tahun adalah tidak adanya denyut tibialis posterior.

DETEKSI BRUIT
Bruit Karotis
Auskultasi bruit karotis dilakukan dengan meletakkan diafragma stetoskop
diatas arteri karotis dengan posisi pasien telentang. Kepala pasien sedikit
ditinggikan dengan bantal dan sedikit dijauhkan dari arteri karotis yang sedang
diperiksa. Pasien diminta menahan nafas selama auskultasi. Normalnya tidak
terdengar apa-apa atau hanya terdengar bunyi jantung yang dihantarkan.
Pemeriksaan arteri karotis dilakukan terpisah, tidak secara serentak. Adanya
bising (bruit) dapat disebabkan oleh penyakit aterosklerotik pada arteri karotis.

Bruit Abdominal
Posisi pasien berbaring telentang. Pemeriksa meletakkan diafragma
stetoskop di garis tengah perut kira-kira 2 inci di atas pusat dan mendengarkan
dengan cermat adanya bruit aorta. Bruit ginjal merupakan petunjuk adanya
stenosis arteri renalis. Auskultasi dilakukan kira-kira 2 inci di atas umbilicus dan
1-2 inci ke lateral kanan dan kiri dari posisi di tengah-tengah.

PENILAIAN DENYUT KAPILER


Pemeriksaan pasokan arterial pada ekstremitas bawah
Insufisiensi arterial ditandai dengan denyut yang melemah. Pasien yang
dicurigai menderita insufisiensi arterial kronis pada ekstremitas bawah dapat
dilakukan tes Buerger. Pasien diminta berbaring telentang. Pemeriksa mengangkat
tungkai pasien kira-kira 45º di atas tempat tidur. Pasien diminta untuk menggerak-
gerakkan pergelangan kakinya untuk membantu mengalirkan darah dari sistem
vena, sehingga membuat perubahan warna menjadi lebih jelas. Setelah 30 detik,
periksalah kepucatan kaki. Pucat ringan adalah normal. Setelah itu, pasien diminta
duduk dengan menjulurkan kakinya dan pemeriksa dengan cepat menghitung
waktu yang diperlukan untuk kembalinya warna kulit kaki tersebut. Biasanya
diperlukan waktu 10 detik untuk kembalinya warna dan 15 detik untuk mengisi
vena superfisial. Perpanjangan waktu berkaitan dengan insufisiensi arterial,
seperti juga timbulnya warna keabuan atau sianotik. Tes ini berguna jika vena
superfisial kompeten.

Pemeriksaan pasokan arterial pada ekstremitas atas


Insufisiensi arterial kronis pada ekstremitas atas jarang terjadi
dibandingkan dengan ekstremitas bawah. Untuk menentukan adanya insufisiensi
dipakai tes Allen dengan memanfaatkan hubungan radioulnar. Arteri ulnaris
biasanya tidak dapat dipalpasi. Tes allen menentukan keutuhan arteri ulnaris dan
radialis. Mula-mula aliran darah pada arteri radialis disumbat dengan ditekan
kuat-kuat oleh pemeriksa. Kemudian pasien diminta untuk mengepalkan tinjunya
kuat-kuat. Pasien diminta untuk membuka tinjunya dan warna telapak tangan

83
diperhatikan. Tes ini diulangi dengan menyumbat arteri ulnaris. Pucatnya telapak
tangan selama penekanan satu arteri menunjukkan tersumbatnya aliran arteri lain.

Tes inkompetensi vena safena


Diagnosis inkompetensi vena safena mudah diperlihatkan pada
pemeriksaan. Pasien diminta berdiri, dan vena varikosa yang berdilatasi menjadi
jelas terlihat. Pemeriksa menekan ujung proksimal vena varikosa dengan tangan
lainnya kira-kira 15-20 cm di bawahnya pada ujung distal vena itu. Inkompetensi
katup vena safena yang ada di antara bagian vena yang diperiksa akan
menghasilkan transmisi impuls ke jari tangan distal.

Tes Brodie (Trendelenburg)


Untuk memeriksa pengisian retrograde sistem vena superfisial. Turniket
dipasang disekitar paha atas tungkai pasien setelah diangkat 90º selama 15 detik.
Turniket ini tidak boleh menghilangkan denyut arteri. Pasien diminta berdiri,
sementara pemeriksa memperhatikan pengisian vena. Vena safena seharusnya
terisi secara perlahan-lahan dari bawah dalam waktu 30 detik. Pengisian dari atas
menunjukkan aliran retrograde. Setelah 30 detik, turniket dilepaskan. Pengisian
yang tiba-tiba juga menunjukkan inkompetensi katup vena safena.

Tes Homan (Homan’s Sign)


Thrombosis vena profunda pada ekstremitas bawah dapat didiagnosis
apabila secara unilateral ada pembengkakan jelas, distensi vena, eritema, nyeri,
lebih hangat, dan nyeri tekan. Seringkali ada resistensi terhadap dorsofleksi
pergelangan kaki. Pembengkakan betis dijumpai pada kebanyakan pasien dengan
gangguan pada vena popliteal atau femoral, sedangkan pembengkakan paha
terjadi pada thrombosis iliofemoral.
Penekanan ringan pada betis yang nyeri atau dorsofleksi lambat pada
pergelangan kaki dapat menimbulkan nyeri betis pada kira-kira 50% pasien
dengan thrombosis vena femoral. Nyeri yang timbul dengan tehnik ini disebut
sebagai tanda Homans positif. Sayangnya, karena rendahnya sensitifitas tanda
Homans, penemuan ini jangan dipakai sebagai kriteria tunggal untuk
tromboflebitis vena profunda.

Tes Perthes
Ulangi tes trendelenberg, tetapi bila pasien berdiri biarkan darah dialirkan
secukupnya dan kemudian pasien disuruh berdiri – jongkok bertumpu pada jari-
jari kakinya beberapa kali. Vena-vena akan menjadi agak kempes jika vena-vena
betis yang pecah masih paten dan memiliki katup yang kompeten (atau jika
pompa otot masih berfungsi).
Jika pola dari vena-vena yang terkena tidak lazim (misalnya varises
pubikus), singkirkan vena-vena varikosa sekunder akibat neoplasma intrapelvik
yang menyumbat aliran balik vena profunda dengan melakukan pemeriksaan
rektal.
Akhirnya, stasis vena kronik merupakan penyebab ulserasi pada tungkai
bawah.Kelainan ini sering berkaitan dengan pigmentasi dan eksim akibat stasis.

84
Ankle Brachial Index (ABI)
Pasien dengan klaudikasio simptomatik dilakukan pemeriksaan ankle
brachial index (ABI) untuk konfirmasi diagnosis. Untuk menghitung ankle
brachial index, tentukan dahulu tekanan sistolik pada kedua lengan dan kedua
tungkai dengan menggunakan instrument doppler. Tekanan yang dibaca tertinggi
pada arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior digunakan untuk menghitung
indeks dengan menggunakan rumus.
ABI kanan = tekanan tungkai kanan yang tertinggi / tekanan lengan kanan
tertinggi.
ABI kiri = tekanan tungkai kiri tertinggi / tekanan lengan kiri tertinggi.

Interpretasi hasil :
 Lebih dari 0,90 (> 0,90 ) : Normal
 0,71 – 0,90 : Obstruksi ringan
 0.41 – 0,70 : Obstruksi sedang
 Kurang dari 0,40 (< 0,40) : Obstruksi berat

85
Check List: Heart Exam

No Nilai
Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari rasa
takut dan stress sebelum melakukan pemeriksaan fisik
2 Memberi penjelasan dengan benar, jelas, lengkap dan jujur
tentang cara dan tujuan pemeriksaan
3 Memberitahukan kemungkinan adanya rasa sakit atau tidak
nyaman yang timbul selama pemeriksaan dilakukan
4 Melakukan inspeksi :
- Ekspresi wajah: apakah pasien tampak kesakitan,
pucat,berkeringat,sesak, dan tanda-tanda sianosis sentral
-Anggota gerak: adanya clubbing finger dan sianosis perifer
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid, distensi vena jugularis
- Dada: adanya jaringan parut, menilai pulsasi,
gerakandinding dada
5 Melakukan pemeriksaan palpasi :
- Nadi (dilakukan secara bilateral): menilai kecepatan,
irama, isi dan karakter
- Penilaian denyut kapiler & capillary refill
- Tekanan vena jugularis
- Iktus cordis
6 Melakukan pemeriksaan perkusi jantung
(menentukan batas jantung normal)
7 Melakukan pemeriksaan auskultasi jantung
(BJ1,BJ2, suara tambahan, bising)
8 Pemeriksaan inkompetensi vena safena/Trandelenburg (tes
Brodie)
- Mendeteksi bruits
9 Memberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan dan
follow up lebih lanjut

Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tetapi tidak benar
2 = Dilakukan secara benar
% cakupan penguasaan keterampilan : skor total /26 x 100% = %

Banda Aceh,......................2017

Observer

86
IX. Panduan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Sistem Respirasi
dr. Ferry Dwi Kurniawan, SpP
Bagian/SMF Ilmu Paru
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Pendahuluan
Tujuan pendidikan dokter adalah mendidik mahasiswa kedokteran melalui
serangkaian pengalaman belajar untuk menyelesaikan suatu kurikulum pendidikan.
Diharapkan mahasiswa kedokteran mempunyai pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan perilaku sebagai seorang dokter yang mampu memberikan pelayanan
kesehatan lini pertama dalam sistem pelayanan kesehatan nasional dan mampu
bersaing secara global. Saat ini, pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) telah sampai pada tahapan pembelajaran praktik klinik. Praktik klinik
merupakan komponen penting dan tahapan yang paling ditunggu oleh sebagian
besar mahasiswa kedokteran. Berbeda dengan praktik klinik dalam kurikulum
terdahulu, praktik klinik berdasarkan KBK dirancang sedemikian rupa sehingga
terjadi integrasi antara ilmu klinik medik dan bedah, ilmu penunjang medik serta
ilmu kedokteran komunitas.
Penekanan KBK sebagai landasan utama bagi dokter untuk dapat
melakukan tindakan kedokteran dalam upaya pelayanan kesehatan menuntut
penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku bagi mahasiswa
selama pendidikan kedokteran. Sehingga dalam menjalani pendidikan kedokteran
maka mahasiswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan teoritis saja tetapi juga
keterampilan, sikap, dan perilaku. Mahasiswa diharapkan dapat mencapai
kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang
ditetapkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) tahun 2012. Di dalam buku
tersebut, berbagai tindakan yang dikerjakan oleh seorang dokter dapat
diklasifikasikan menurut empat tingkat kemampuan menurut Miller yaitu:

Tingkat kemampuan 1. Mengetahui dan menjelaskan


Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini
sehingga dapat menjelaskan kepada teman sejawat, pasien maupun pasien tentang
konsep, teori, prinsip maupun indikasi, serta cara melakukan, komplikasi yang
timbul, dan sebagainya.

Tingkat kemampuan 2. Pernah melihat atau pernah didemonstrasikan


Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini
(baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan
sebagainya). Selain itu, selama pendidikan pernah melihat atau pernah
didemonstrasikan keterampilan ini.

Tingkat kemampuan 3. Pernah melakukan atau pernah menerapkan di


bawah supervisi
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini
(baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan
sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan

87
keterampilan ini, dan pernah menerapkan keterampilan ini beberapa kali di bawah
supervisi.

Tingkat kemampuan 4. Mampu melakukan secara mandiri


Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini
(baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan
sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan
ketrampilan ini, dan pernah menerapkan keterampilan ini beberapa kali di bawah
supervisi serta memiliki pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan
keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara mandiri.
Pemeriksaan fisis sistem respirasi merupakan salah satu kompetensi yang
harus dimiliki oleh mahasiswa kedokteran dalam menyelesaikan pendidikannya.
Pencapaian kompetensi sistem respirasi mengacu pada SKDI 2012. Tingkat
kompetensi 4A bagi dokter umum dalam sistem respirasi dirangkum dalam tabel 1.
Pada buku panduan ini maka yang akan dibahas adalah anamnesis dan
pemeriksaan fisis sistem respirasi.1

Tabel 1. Keterampilan klinis sistem respirasi menurut SKDI 2012


No Keterampilan Tingkat Keterampilan
Pemeriksaan Fisis
1 Inspeksi leher 4A
Palpasi kelenjar ludah (submandibular, 4A
2
parotis)
3 Palpasi nodus limfatikus brakialis 4A
4 Palpasi kelenjar tiroid 4A
5 Penilaian respirasi 4A
6 Inspeksi dada 4A
7 Palpasi dada 4A
8 Perkusi dada 4A
9 Auskultasi dada 4A
Pemeriksaan Diagnostik
Persiapan, pemeriksaan sputum, & 4A
10 interpretasi (Gram dan Ziehl Nielsen
[BTA])
11 Uji faal paru/ spirometri dasar 4A
12 Interpretasi foto toraks 4A
Terapeutik
13 Dekompresi jarum 4A
14 Perawatan WSD 4A
15 Terapi inhalasi 4A
16 Terapi oksigen 4A
17 Edukasi berhenti merokok 4A

88
I. Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara dengan pasien bertujuan untuk
menegakkan diagnosis. Bahkan dengan anamnesis yang tepat maka dokter mampu
menegakkan diagnosis kerja ataupun diagnosis banding hingga lebih dari 90%
kasus. Pemeriksaan fisis yang dilakukan setelah anamnesis merupakan
pemeriksaan yang mendukung atau menyingkirkan diagnosis kerja ataupun
diagnosis banding. Jika hingga akhir anamnesis diagnosis banding belum juga
dirumuskan maka pemeriksaan fisis saja tidak akan mampu menjelaskan kelainan
yang ditemukan sehingga anamnesis lanjutan yang diikuti investigasi lanjutan
perlu dilakukan. Anamnesis meliputi dengan keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluraga, riwayat pekerjaan
dan lingkungan, riwayat sosioekonomi, serta riwayat merokok.
Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien datang ke layanan
kesehatan. Sejak kapan keluhan dialami dan apa yang menyebabkan pasien datang
ke layanan kesehatan. Faktor apa yang membuat keluhan bertambah dan apa yang
membuat keluhan berkurang. Serta apakah ada keluhan yang menyertai keluhan
utama.

Sesak napas
Sesak napas merupakan sensasi sulit bernapas. Sesak napas dapat
disebabkan oleh penyebab fisiologis seperti latihan berat, ataupun kehamilan;
penyebab psikologis seperti stres, cemas, serangan panik; ataupun penyebab
patologis. Perlu diingat bahwa sesak napas dapat timbul bukan hanya karena
penyakit paru saja tetapi juga penyakit jantung, penyakit pembuluh darah
pulmonar, penyakit neuromuskular ataupun penyakit sistemik seperti anemia,
hipertiroid, obesitas dan lain sebagainya. Hal yang perlu dicatat mengenai sesak
napas adalah awitan (akut atau berangsur-angsur), kondisi saat sesak napas (saat
latihan atau saat istirahat), sesak napas saat malam hari, sesak napas memberat
saat berbaring, sesak napas berhubungan dengan gejala yang lain serta derajat
sesak napas.
Anamnesis yang seksama dalam menilai awitan sesak napas serta waktu
terjadi sesak napas dan kondisi saat itu menjadi petunjuk penting dalam menggali
penyebab sesak napas. Perlu diingat bahwa bisa saja pasien telah beradaptasi
dengan sesak napas yang dialami. Diagnosis banding sesak napas berdasarkan
awitan disajikan dalam tabel 2.

89
Tabel 2. Diagnosis banding sesak napas berdasarkan awitan.
Awitan Diagnosis banding
Dalam beberapa menit Emboli paru, pneumotoraks, infark miokard,
serangan asma akut, gangguan irama jantung,
diseksi aneurisma
Dalam beberapa jam atau Pneumonia, efusi pleura, disfungsi ventrikel kiri,
hari gagal jantung, kehilangan darah, kolaps lobaris,
kelemahan otot napas (Sindrom Guillain-Barre)
Dalam beberapa minggu Infiltrasi (keganasan, sarkoidosis, alveolitis,
pneumonia eosinofilik), kelemahan otot napas
(penyakit neuron motorik), obstruksi saluran
napas, anemia
Dalam beberapa bulan Sama seperti diagnosis awitan dalam beberapa
minggu ditambah obesitas, distrofi muskular
Dalam beberapa tahun Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),
deformitas dinding dada, disfungsi katup jantung,
obesitas

Batuk
Batuk merupakan respons refleks yang sangat ampuh untuk melindungi
paru dari zat berbahaya yang terinhalasi baik secara mekanik atau kimiawi. Batuk
dapat terjadi oleh karena kelainan pada paru maupun diluar paru. Walaupun batuk
adalah salah satu gejala penyakit paru yang paling sering dan penting namun
relatif tidak spesifik. Gejala lain yang menyertai batuk sangat membantu
mengarahkan diagnosis.
Penyebab batuk yang paling sering dijumpai yang terjadi secara akut
disebabkan oleh infeksi virus. Namun batuk dapat menggambarkan berbagai
kelainan di saluran napas ataupun kelainan di paru. Berbagai kelainan seperti
asma, PPOK, bronkiektasis, fibrosis kistik, inhalasi benda asing, keganasan
rongga toraks, pneumonia, tuberkulosis serta berbagai penyakit paru lainnya
seperti yang tercakup dalam Interstitial Lung Disease (ILD).
Perhatikan secara seksama pasien dengan riwayat merokok atau bekas
perokok. Apakah batuk yang timbul secara akut ataupun merupakan perubahan
karakter dari batuk kronik. Perlu diingat pula bahwa sekitar 10-120% pasien
dengan pengobatan ACE-inhibitor dapat menimbulkan batuk. Karakteristik
produksi sputum juga perlu digali lebih dalam. Seberapa banyak dahak yang
diproduksi setiap hari, lalu apakah mukoid, purulen, ataukah bercampur dengan
darah.

Batuk darah
Batuk darah atau hemoptisis merupakan ekspektorasi darah atau dahak
berdarah yang berasal dari saluran napas di bawah pita suara. Hemoptisis dapat
merupakan tanda yang muncul padabeberapa penyakit serius walaupun jumlah
darah yang dibatukkan sedikit. Penyebab tersering hemoptisis menurut penelitian
adalah TB paru, bronkiektasis, bekas TB serta karsinoma bronkus. Berbagai
diagnosis banding dengan penyebab hemoptisis disajikan dalam tabel 3.

90
Perlu ditanyakan seberapa banyak darah yang dibatukkan, seberapa sering
batuk darah, apakah batuk darah berulang serta apakah ada gejala yang menyertai.
Riwayat penyakit jantung, riwayat perdarahan di tempat lain serta penggunaan
obat-obatan tertentu perlu digali lebih dalam.

Tabel 3. Penyebab hemoptisis.


Penyebab
Bronkiektasis
Kanker paru
Bronkitis
Pneumonia
Tuberkulosis
Gagal jantung kongestif
Emboli paru
Stenosis mitral
Hipertensi sistemik
Hipertensi pulmonar
Pneumonitis radiasi
Vaskulitis
Trauma
Mikosis paru
Abses paru
Fibrosis kistik
Endometriosis pulmonar
Sindrom Goodpasture
Iatrogenik
Obat-obatan antikoagulan

Nyeri dada
Keluhan nyeri dada yang perlu digali adalah lokalisasi nyeri dada,
penyebarannya, apakah terdapat nyeri alih apakah berkaitan saat inspirasi ataupun
ekspirasi. Apakah ada faktor yang mencetuskan nyeri dada, faktor yang
memperberat nyeri dada serta faktor yang dapat mengurangi nyeri dada.
Penyebaran langsung tumor paru ke dinding dada dapat berupa nyeri dada yang
terus-menerus. Nyeri pleuritik berupa nyeri yang bersifat tajam dan memburuk
saat inspirasi.

Mengi, stridor, suara serak


Mengi merupakan bunyi seperti alunan musik dengan nada tinggi yang
menggambarkan penyempitan saluran napas. Sedangkan stridor mirip seperti
mengi namun memiliki nada yang lebih rendah. Stridor lebih sering ditemukan
saat pemeriksaan fisis. Stridor menggambarkan obstruksi jalan napas utama dan
lebih mudah didengar tanpa menggunakan stetoskop. Sedangkan suara serak
menggambarkan patologi laring ataupun berkaitan dengan penekanan nervus
laringeus rekurens oleh tumor ataupun oleh limfadenopati hilar.

91
Mengorok & sangat mengantuk di siang hari
Sekitar 40% populasi dewasa mengorok namun hanya 5% dewasa yang
mengalami Obstructive Sleep Apnoea Syndrome (OSAS). Kondisi ini berkaitan
dengan obstruksi saluran napas atas yang berulang saat tidur. Pasien berulang kali
terbangun dan tidak dapat mencapai tidur yang dalam sehingga pasien sangat
mengantuk esok harinya. Derajat berat mengantuk perlu dinilai dan perlu
dibedakan gejala mengantuk dengan perasaan kelelahan. Derajat mengantuk dapat
dinilai menggunakan skala Epworth.

Gejala sistemik lainnya


Keluhan sistemik lainnya yang perlu ditanyakan adalah apakah ada demam,
karakteristik demam serta awitan demam. Penurunan berat badan yang dihitung
dalam jangka waktu tertentu, penurunan nafsu makan, ataupun keringat malam.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit dahulu perlu digali apakah pasien pernah menderita
penyakit ini sebelumnya ataupun saat anak-anak ataupu saat remaja. Apakah
terdapat riwayat atopi atau tidak. Riwayatpengobatan TB perlu dicatat dengan
seksama. Kapan mendapat pengobatan TB, berapa lama, bagaimana hasil
pemeriksaan dahaknya, dan apakah sudah dinyatakan sembuh. Riwayat
penggunaan obat-obat inhalasi sebelumnya ataupun riwayat penyakit yang
berkaitan ataupun tidak dengan perjalanan penyakit saat ini.

Riwayat penyakit penyerta


Perlu digali secara seksama apakah pasien juga menderita penyakit
penyerta. Penyakit jantung, hipertensi, sindrom metabolik, diabetes, penyakit
autoimun, gangguan endokrin dan lain sebagainya. Bagaimana pengobatannya,
bagaimana tingkat kepatuhannya serta dinilai apakah selama ini terkontrol atau
tidak.

Riwayat penyakit keluarga


Apakah dalam satu keluarga terdapat anggota keluarga yang mengalami
gejala yang mirip atau penyakit yang sama. Apakah terdapat riwayat atopi pada
keluarga. Dan bagaimanakah pengobatandan progresivitas gejala atau penyakitnya.

Riwayat merokok
Apakah pasien perokok aktif, bekas perokok ataupun perokok pasif.
Berapa banyak batang rokok yang dihisap per hari dan berapa tahun sudah
lamanya merokok. Apakah ada motivasi untuk berhenti merokok lalu
bagaimanakah upaya untuk berhenti merokok.

Riwayat sosioekonomi
Pekerjaan pasien merupakan faktor penting yang wajib ditanyakan untuk
mencari faktor risiko. Apakah ada agen yang berkaitan ataupun memperburuk
keluhan. Pekerjaan tersebut perlu dijelaskan secara spesifik, berapa lama bekerja,
bagaimana lingkungan kerja, apakah menggunakan alat pelindung diri (APD)
serta riwayat pekerjaan sebelumnya. Sebagai contoh pasien adalah supir truk yang

92
mengangkut semen dengan waktu bekerja sehari 8 jam dalam lima hari seminggu
selama 30 tahun tidak menggunakan APD dengan baik.
Selain itu perlu dinilai juga bagaimana dengan tingkat ekonomi pasien.
Apakah pasien memiliki akses layanan kesehatan yang baik, bagaimana dengan
tingkat kepatuhan berobat serta tingkat pemahaman pasien terhadap penyakit yang
diderita. Bagaimana dengan lingkungan tempat tinggal pasien. Apakah pasien
tinggal di pemukiman yang padat, ventilasi tempat tinggal yang kurang baik,
ataukah dengan sanitasi yang buruk.

II. Struktur dan Fisiologi Sistem Respirasi


Rongga toraks merupakan suatu rongga yang terdiri dari susunan tulang
yang melindungi jantung, paru, serta mediastinum. Rongga toraks terdiri dari 12
vertebra torakal, 12 pasang iga, klavikula dan sternum. Organ paru secara terus
menerus memberikan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari sistem
sirkulasi. Tenaga yang dibutuhkan untuk inspirasi berasal dari muskulus
interkostalisdan diafragma. Gerak terpadu otot-otot ini bekerja sebagai puputan
untuk menarik udara masuk kedalam paru. Sedangkan ekspirasi terjadi secara
pasif karena elastistas jaringan paru. Sementara itu kendali pernapasan diatur oleh
pusat pernapasan di medula otak.

Gambar 1. Rongga toraks

Gambar 2. Anatomi paru

93
Udara inspirasi dihangatkan, disaring dan dilembabkan oleh saluran
pernapasan atas. Setelah melalui kartilago krikoid laring, udara mengalir melalui
suatu sistem pipa yang fleksibel, yaitu trakea. Setinggi vertebra torakal keempat
atau kelima, trakea bercabang menjadi bronkus kiri dan bronkus kanan. Bronkus
kanan lebih pendek, lebih lebar dan lebih datar daripada bronkus kiri. Bronkus
tersebut terus bercabang menjadi bronkus-bronkus yang lebih kecil, kemudian
menjadi bronkiolus di dalam paru-paru. Tiap bronkiolus respiratorius berakhir di
dalam suatu duktus alveolaris, dan dari sini dipercabangkan banyak sakus
alveolaris. Diperkirakan bahwa ada lebih dari 500 juta alveolus di dalam paru-
paru. Tiap dinding alveolus mengandung serat elastis yang membuat sakus
tersebut dapat mengembang selama inspirasi dan mengerut selama ekspirasi
dengan mekanisme elastik rekoil.
Paru terbagi lagi menjadi beberapa lobus: atas, tengah dan bawah di paru
kanan dan atas dan bawah di paru kiri. Paru-paru dibungkus oleh suatu kantung
tipis yaitu pleura. Pleura viseralis terdapat tepat diatas parenkim paru-paru,
sedangkan pleura parietalis melapisi dinding dada. Kedua permukaan pleura ini
saling meluncur satu sama lain selama inspirasi dan ekspirasi. Ruang diantara
kedua pleura ini disebut rongga pleura.
Sebagai alat untuk mempermudah menggambarkan tanda-tanda fisik di
dalam dada secara tepat, maka pemeriksa harus memahami batas-batas topografi
pada dinding dada. Bagian-bagian yang mempunyai arti klinis yang penting
adalah sebagai berikut :

�sternum
�clavicula
�incisura suprasternalis
�angulus sternomanubrial
�garis midsternalis
�garis mid clavikularis
�garis aksilaris anterior
�garis aksilaris media
�garis aksilaris posterior
�garis skapularis
�garis midspinal

94
Gambar 3a. Batas topografik toraks anterior

Gambar 3b.Batas topografik toraks lateral

95
Gambar 3c. Batas topografik toraks posterior

Incisura suprasternalis terletak pada puncak sternum dan dapat diraba


sebagai cekungan di dasar leher. Angulus sternomanubrial sering disebut sebagai
Angulus Louis. Tonjolan tulang ini terletak kira-kira 5 cm di bawah incisura
suprasternalis. Lateral dari tonjolan ini adalah iga kedua. Ruang di bawah iga
kedua adalah sela iga kedua.
Dalam menentukan daerah-daerah di permukaan dada, dibuat beberapa
garis khayal pada dada depan dan belakang. Garis midsternalis dibuat melalui
bagian tengah sternum. Garis midclavicular adalah garis yang dibuat melalui
bagian tengah klavikula dan sejajar dengan garis midsternalis. Garis aksilaris
anterior adalah garis vertikal yang dibuat sepanjang lipatan aksilaris anterior dan
sejajar dengan garis midsternalis. Garis aksilaris media dibuat melalui tiap puncak
aksila sejajar dengan garis midsternalis. Garis aksilaris posterior sejajar dengan
garis midsternal dan berjalan vertikal sepanjang lipatan aksilaris posterior. Garis
scapular sejajar dengan garis midsternal dan berjalan melalui sudut bawah skapula.
Garis midspinal adalah suatu garis vertikal yang berjalan melalui prosessus
spinosus posterior vertebra.
Perhitungan iga pada dada posterior agak lebih rumit. Sayap bawah
skapula terletak setinggi iga atau sela iga ke tujuh. Batas topografik penting
lainnya yang berguna dapat ditemukan dengan meminta pasien memfleksikan
lehernya : prosessus spinosus servikal yang paling menonjol, vertebra prominens,
menonjol dari vertebra servikal ketujuh.
Perlu diingat, bahwa hanya tujuh iga pertama yang membentuk persendian
dengan sternum. Iga kedelapan sampai kesepuluh membentuk persendian dengan
tulang rawan diatasnya. Iga kesebelas dan keduabelas adalah iga melayang dan
mempunyai bagian anterior yang bebas.
Fissura interlobaris terletak diantara lobus paru-paru. Paru-paru kanan dan
kiri mempunyai fissura oblik, yang dimulai pada dada anterior setinggi iga
keenam pada garis midklavikula dan memanjang ke lateral atas ke iga kelima di
garis aksilaris media, berakhir pada dada posterior pada prosessus spinosus

96
vertebra torakal ketiga (VT 3). Lobus bawah kanan terletak di bawah fissura oblik
kanan, lobus atas dan tengah kanan terletak di atas fissura oblik kanan. Lobus
bawah kiri terletak dibawah fissura oblik kiri, lobus atas kiri terletak diatas fissura
oblik kiri. Fissura horizontal hanya ada di kanan dan memisahkan lobus atas
kanan dan lobus tengah kanan. Fissura memanjang dari iga keempat pada tepi
sternum ke iga kelima pada garis aksilaris media. Paru-paru menonjol ke atas kira-
kira 3-4 cm di atas ujung medial klavikula. Margo inferior paru-paru menonjol ke
iga keenam pada garis midklavikula, iga kedelapan pada garis aksilaris media, dan
diantara VT 9 dan VT 12 dibagian posterior.
Variasi ini berkaitan dengan pernapasan. Percabangan trakea, karina,
terletak di belakang angulus Louis kira-kira setinggi VT 4 pada dada posterior.
Hemidiafragma kanan pada akhir ekspirasi terletak setinggi iga kelima di bagian
depan dan VT 9 di bagian belakang. Adanya hati pada sisi kanan membuat
hemidiafragma kanan agak lebih tinggi daripada yang kiri.

Batasan
Perubahan yang dapat ditemukan akibat kelainan yang terdapat pada torak
dapat berupa perubahan bentuk dan ukuran, gangguan pergerakan, serta
perubahan sifat penghantar getaran. Evaluasi akibat perubahan yang terjadi pada
torak dilakukan dengan melakukan pemeriksaan: inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi.

Pemeriksaan Fisis
Setelah dilakukan penilaian umum keadaan pasien, pemeriksaan dada
posterior dilakukan ketika pasien masih duduk. Lengan pasien sebaiknya dilipat
dan diletakkan diatas pangkuannya. Bila pemeriksaan dada posterior sudah selesai,
pasien diminta untuk berbaring dan pemeriksaan dada anterior dimulai. Selama
pemeriksaan, pemeriksa perlu berusaha membayangkan daerah paru-paru
dibawahnya. Jika pasiennya laki-laki, pakaiannya harus dibuka sampai sebatas
pinggang. Jika wanita, pakaiannya harus diatur sedemikian rupa untuk mencegah
pemaparan payudara yang tidak perlu dan memalukan. Pemeriksa berdiri
menghadap pasien. Pemeriksaan dada anterior dan posterior mencakup :

1. INSPEKSI
Inspeksi Ekspresi Wajah Pasien
Memperhatikan ekspresi wajah pasien seperti: pasien dalam keadaan akut,
cuping hidung mengembang, bernapas dengan bibir dikerutkan, tanda-
tanda sianosis, tanda-tanda pernapasan yang dapat didengar seperti stridor
atau wheezing (berhubungan dengan obstruksi aliran udara).

Inspeksi Sikap Tubuh Pasien


Pasien dengan obstruksi saluran pernapasan cenderung memilih posisi
dimana mereka dapat menyokong lengan mereka dan memfiksasi otot-otot
bahu dan leher untuk membantu respirasi. Suatu teknik yang lazim dipakai
pasien dengan obstruksi bronkus adalah memegang sisi-sisi tempat tidur
dan memakai muskulus latissimus dorsi untuk membantu mengatasi
meningkatnya tahanan terhadap aliran keluar selama ekspirasi. Pasien
dengan orthopneu duduk atau berbaring diatas beberapa buah bantal.

97
Inspeksi Leher
Pemakaian otot-otot tambahan merupakan suatu tanda paling dini adanya
obstruksi saluran pernapasan. Pada distress pernapasan, muskulus
trapezius dan sternocleidomastoideus berkontraksi selama inspirasi. Otot-
otot tambahan membantu dalam ventilasi, karena mereka mengangkat
klavikula dan dada anterior untuk meningkatkan volume paru-paru dan
memperbesar tekanan negatif di dalam toraks. Ini menyebabkan retraksi
fossa supraklavikular dan otot-otot interkostal. Gerakan keatas klavikula
lebih dari 5 mm selama pernapasan berkaitan dengan penyakit obstruktif
paru-paru yang berat.

Inspeksi Konfigurasi Dada


Berbagai macam keadaan dapat mengganggu ventilasi yang memadai, dan
konfigurasi dada mungkin menunjukkan penyakit paru. Peningkatan
diameter anteroposterior (AP) dijumpai pada COPD tingkat lanjut.
Diameter AP cenderung mendekati diameter lateral sehingga terbentuk
dada berbentuk tong. Iga-iga kehilangan sudut 45° dan menjadi lebih
horizontal. Suatu flail chest adalah konfigurasi dada dimana suatu sisi
dada bergerak paradoksal ke dalam selama inspirasi. Keadaan ini dijumpai
pada fraktur iga multipel. Kifoskoliosis adalah deformitas tulang
punggung dimana terdapat lengkungan tulang punggung abnormal AP dan
lateral sehingga pengembangan dada dan paru-paru menjadi sangat
terbatas. Pectus excavatum atau dada corong adalah cekungan pada
sternum, akan menimbulkan masalah restriktif pada paru-paru hanya jika
cekungannya jelas. Pectus carinatum atau dada burung merpati adalah
suatu deformitas yang lazim ditemukan, tetapi tidak mengganggu ventilasi.

Gambar 4. Kofigurasi dada yang lazim ditemukan.

Menilai Laju dan Pola Respirasi


Pada saat menilai laju respirasi, jangan meminta pasien untuk bernapas
“secara normal”. Orang secara volunter akan mengubah pola dan laju
pernapasannya bila mereka menyadarinya. Cara yang lebih baik adalah, setelah
menghitung denyut radial, arahkan mata anda ke dada dan mengevaluasi
pernapasan pasien sementara masih memegang pergelangan tangannya. Pasien
tidak menyadari bahwa anda sudah tidak menghitung denyut nadi lagi, dan

98
perubahan pernapasan secara volunter tidak akan terjadi. Hitunglah jumlah
pernapasan dalam periode 30 detik dan kalikanlah angkanya dengan 2 untuk
mendapatkan laju pernapasan per menit.
Orang dewasa bernapas kira-kira 10-14 kali per menit. Bradipneu adalah
perlambatan respirasi secara abnormal; takipneu adalah peningkatan abnormal.
Apneu adalah berhentinya pernapasan untuk sementara. Istilah hiperpneu adalah
peningkatan dalamnya pernapasan, biasanya berkaitan dengan asidosis metabolik.
Dikenal pula sebagai pernapasan Kussmaul. Ada banyak macam pola pernapasan
abnormal.

Inspeksi Tangan
Penemuan jari tabuh adalah hilangnya sudut antara kuku dengan falang
terminal. Jari tabuh berkaitan dengan sejumlah gangguan klinis, seperti :
1. Tumor intra thoraks
2. Jalan pintas campuran vena ke arteri (AV shunt)
3. Penyakit kronis paru
4. Fibrosis hati kronis

Gambar 5. Jari tabuh

Dengan memperhatikan bentuk rongga torak pada waktu diam dan


bergerak. Perubahan bentuk torak dapat diakibatkan oleh perubahan sangkar torak,
ataupun oleh karena perubahan isi torak. Apabila ada kelainan pada salah satu sisi
hemithoraks akan memberikan kesan yang tidak simetris pada waktu diam atau
pada waktu bergerak. Kelainan dapat berupa efusi pleura, pneumothorak maupun
massa dalam rongga torak. Beberapa hal lain seperti atelektasis dan fibrotik
menyebabkan penarikan pada rongga antar iga yang memberikan kesan tidak
simetris pada waktu inspeksi. Setiap kelainan pada paru, pleura maupun dinding
dada akan mengakibatkan gangguan distensibilitas yang dapat diamati dari adanya
gangguan pada pergerakan dada. Pada inspeksi juga diamati pola dan nafas.

99
2. PALPASI
Dada Posterior
Palpasi dada posterior
Sekarang anda harus pindah ke punggung pasien untuk memeriksa dada
posterior. Palpasi adalah “meletakkan tangan”. Palpasi dipakai dalam pemeriksaan
dada untuk memeriksa hal-hal berikut ini :
- daerah nyeri tekan.
- kesimetrisan pergerakan dada.
- fremitus taktil.

Palpasi Untuk Nyeri Tekan


Semua daerah dada harus diperiksa untuk mengetahui adanya daerah-
daerah nyeri tekan. Pukul perlahan punggung pasien dengan kepalan tangan anda.
Keluhan “nyeri dada” mungkin hanya berkaitan dengan penyakit muskuloskeletal
setempat dan tidak berkaitan dengan penyakit jantung atau paru-paru. Berlakulah
dengan sangat cermat dalam memeriksa daerah-daerah nyeri tekan di dada.

Pemeriksaan Pergerakan Dada Posterior


Derajat simetri pergerakan dada dapat ditentukan dengan meletakkan
tangan anda secara mendatar pada punggung pasien dengan ibu jari sejajar dengan
garis tengah kira-kira setinggi iga ke-10 dan menarik kulit dibawahnya sedikit
kearah garis tengah. Pasien diminta untuk menarik napas dalam, dan perhatikan
gerakan tangan. Perhatikan simetri gerakan tangan. Penyakit paru setempat dapat
menyebabkan satu sisi dada bergerak lebih sedikit daripada sisi lainnya.

Gambar 6. Teknik memeriksa dada posterior, A. Penempatan tangan setelah


ekspirasi normal, B. Penempatan tangan setelah inspirasi normal.

Prinsip Fremitus Taktil


Kata yang diucapkan menimbulkan getaran yang dapat didengar bila
seseorang mendengarkannya di dada dan paru-paru. Ini disebut fremitus vokal.
Bila orang mempalpasi dinding dada ketika ia sedang berbicara, getaran ini dapat
dirasakan. Ini adalah fremitus taktil. Suara dihantarkan dari laring melalui
percabangan bronkus ke parenkim paru-paru dan dinding dada. Fremitus taktil
memberikan informasi yang berguna mengenai kepadatan jaringan paru-paru dan
rongga dada dibawahnya. Keadaan-keadaan yang meningkatkan kepadatan paru-

100
paru dan membuatnya lebih padat, seperti konsolidasi, meningkatkan
penghantaran fremitus taktil. Kadaan-keadaan klinis yang mengurangi
penghantaran gelombang suara ini akan mengurangi fremitus taktil. Jika ada
jaringan lemak yang berlebihan di dada, udara atau cairan di dalam rongga dada
atau paru-paru yang mengembang secara berlebihan, fremitus taktil akan melemah.

Pemeriksaan Fremitus Taktil


Dapat diperiksa dengan salah satu dari 2 cara. Pada teknik pertama
pemeriksa meletakkan telapak tangan pada dinding dada, dan meminta pasien
untuk mengatakan “tujuh puluh tujuh”. Fremitus taktil dinilai, dan tangan
pemeriksa diletakkan ke posisi yang sama pada sisiyang berlawanan. Fremitus
taktil kemudian dibandingkan dengan sisi yang berlawanan. Dengan
menggerakkan tangan dari sisi ke sisi, dari atas ke bawah, pemeriksa dapat
mendeteksi perbedaan penghantaran suara ke dinding dada. ”Tujuh puluh tujuh”
adalah salah satu frasa yang dipakai karenamenimbulkan bunyi fibrasi yang
baik.Fremitus taktil sebaiknya diperiksa pada lima atau enam lokasi seperti pada
gambar 7.

Gambar 7. pemeriksaan palpasi toraks dan lokasi penempatan tangan pada


dada posterior

Tabel 4. Keadaan klinis yang mempengaruhi Fremitus Taktil


Meningkat Menurun
1. Pneumonia Unilateral:
1. Pneumotoraks
2. Efusi pleura
3. Obstruksi bronkus
2. Atelektasis Bilateral :
(pengembangan jaringan 1. Penyakit paru obstruktif menahun
paru tidak sempurna) 2. Penebalan dinding dada (otot,
lemak)

Palpasi dapat membantu memberi informasi adanya gangguan pada


pergerakan torak serta gangguan pada penghantaran getaran. Fremitus fokal dapat
dilakukan dengan tactile fremitus maupun auditory fremitus. Fremitus fokal akan
menurun bila rongga bronkhus tertutup, effusion, pneumotorak, dsb. Beberapa

101
kelainan dapat meningkatkan fremitus fokal, misalnya pada proses konsolidasi
parenkim paru.

3. PERKUSI
Perkusi adalah mengetuk pada permukaan untuk menentukan struktur
dibawahnya. Pengetukan pada dinding dada dihantarkan ke jaringan dibawahnya,
dipantulkan kembali, di indera oleh indera taktil dan pendengaran pemeriksa.
Bunyi yang terdengar dan sensasi taktil yang dirasakan tergantung pada rasio
udara jaringan. Getaran yang ditimbulkan dengan perkusi hanya dapat menilai
paru sampai sedalam 5-6 cm, tetapi perkusi berguna karena banyak perubahan
rasio udara jaringan segera dapat diketahui. Tujuan perkusi dada adalah untuk
menentukan batas anatomi resonansi paru dan menentukan daerah dengan bunyi
perkusi abnormal dalam parenkim paru.

Ada 4 bunyi yang bisa didapat pada perkusi adalah:


1. pekak, seperti diatas otot paha (tinggi nada tinggi).
2. redup, seperti diatas hepar (pada kuadran kanan atas), berlangsung singkat
dan beramplitudo rendah tanpa resonansi.
3. resonan/sonor, seperti pada seluruh dinding dada dimana paru-paru berinflasi
normal, dengan amplitudo lebih tinggi dan tinggi nada lebih rendah.
4. timpani, seperti pada gelembung gas di lambung dengan tinggi nada tinggi
dan bergaung.

Pada dada normal, redup diatas jantung dan sonor diatas lapangan paru
dapat terdengar dan dirasakan. Ketika paru-paru berisi cairan dan menjadi lebih
padat, seperti pada pneumonia, sonor digantikan oleh redup. Istilah hipersonor
dipakai untuk bunyi perkusi pada paru-paru yang kepadatannya berkurang, seperti
pada emfisema. Hipersonor adalah bunyi resonansi dengan tinggi nada rendah,
bergaung dan terus-menerus mendekati bunyi timpani.

Teknik Perkusi
Perkusi dada memakai jari tengah tangan kiri yang diletakkan dengan kuat
pada dinding dada sejajar dengan iga pada sela iga dengan telapak tangan dan jari
lain tidak menyentuh dada tersebut. Ujung jari tengah tangan kanan mengetuk
dengan cepat dan tajam pada falang terminal jari kiri yang berada di atas dinding
dada. Gerakan jari pengetuk harus berasal dari pergelangan tangan, bukan dari
siku.

Gambar 8. Teknik perkusi

102
Perkusi Dada Posterior
Tempat-tempat perkusi pada dada posterior adalah di atas, di antara dan di
bawah skapula di sela iga.

Gambar 9. Posisi saat tangan melakukan perkusi

Gambar 10. Lokasi perkusi dinding toraks depan dan belakang


Tulang skapula tidak diperkusi. Pemeriksa harus mulai dari atas ke bawah,
dari sisi ke sisi, dengan membandingkan satu sisi dengan sisi lainnya.

Memeriksa Gerakan Diafragma


Perkusi dipakai pula untuk mendeteksi gerakan diafragma. Pasien diminta
untuk menarik napas dalam dan menahannya. Perkusi pada basis paru-paru kanan
menentukan daerah sonor terendah, yang mencerminkan batas diafragma terendah.

103
Dibawah batas ini ada redup hati. Pasien kemudian disuruh untuk mengeluarkan
napas sebanyak mungkin, dan perkusi diulangi. Pada ekspirasi, paru-paru akan
mengecil, hati akan bergerak ke atas dan daerah yang sama akan menjadi redup.
Batas pekak telah bergerak keatas. Perbedaan antara batas pada waktu inspirasi
dengan batas pada waktu ekspirasi merupakan gerakan diafragma, biasanya
sebesar 4-5 cm. Pasien dengan emfisema mempunyai gerakan diafragma yang
berkurang. Pasien dengan kelumpuhan nervus frenikus, tidak mempunyai gerakan
diafragma.

Gambar 11. Teknik memeriksa diafragma.

Selama ekspirasi, pada gambar kanan, hati dan diafragma bergerak ke atas.
Perkusi di daerah yang sama sekarang akan menghasilkan bunyi redup, karena
adanya hati dibawahnya. Macam macam suara perkusi pada rongga torak

4. AUSKULTASI
Auskultasi adalah teknik mendengarkan bunyi yang dihasilkan di dalam
tubuh. Auskultasi dada dipakai untuk mengenali bunyi paru-paru. Stetoskop
biasanya mempunyai dua kepala: bel dan diafragma. Bel dipakai untuk
mendeteksi bunyi dengan tinggi nada rendah, sedangkan diafragma lebih baik
untuk mendeteksi bunyi dengan tinggi nada yang lebih tinggi. Bel harus
ditempelkan secara longgar di kulit, karena jika ditekan kuat: kulit akan berlaku
sebagai diafragma dan bunyi tinggi nada rendah akan tersaring. Sedangkan
diafragma ditempelkan secara kuat pada kulit. Jangan mendengarkan melalui
pakaian! Bel atau diafragma stetoskop harus selalu berhubungan dengan kulit.

SUARA NADA WAKTU PATOLOGI


PERKUSI (durasi)
Pekak tinggi pendek Padat / cair
Redup tinggi Pendek Udara <normal
Sonor Normal Normal Normal (padat = udara)
Hipersonor rendah panjang Udara >normal
Timpani rendah lama Udara saja

104
Gambar 12. Auskultasi dan lokasi pemeriksaan auskultasi pada dinding toraks
anterior dan posterior

Jenis Bunyi Pernapasan


Bunyi pernapasan terdengar pada hampir seluruh lapangan paru. Bunyi
pernapasan terdiri dari fase inspirasi diikuti fase ekspirasi. Ada empat macam
bunyi pernapasan normal :
 Trakeal : bunyi yang sangat kasar, keras dan dengan nada tinggi yang
terdengar pada bagian trakea ekstratoraks. Kedua komponennya kira-kira
sama panjangnya. Jarang dievaluasi, karena tidak mencerminkan problem
klinis apapun juga pada paru.
 Bronkial : bunyi yang keras, dengan nada tinggi, seperti udara mengalir
melalui pipa. Komponen ekspirasi lebih keras dan lebih lama daripada
komponen inspirasi dan terdapat jeda yang jelas diantara kedua fase.
Terdengar di daerah manubrium sterni.
 Bronkovesikuler : campuran bunyi bronkial dan bunyi vesikuler.
Komponen inspirasi dan ekspirasi sama panjang. Dalam keadaan normal,
hanya dapat didengar pada sela iga pertama dan kedua di bagian depan dan
diantara skapula dibagian belakang. Ini di dekat karina dan bronkus utama.
 Vesikuler : bunyi lemah dengan tinggi nada rendah yang terdengar diatas
kebanyakan lapangan paru. Komponen inspirasi jauh lebih panjang
daripada ekspirasi.

Auskultasi harus dilakukan dalam lingkungan yang tenang. Pasien diminta


menarik dan mengeluarkan napas melalui mulutnya. Pemeriksa mula-mula harus
memusatkan perhatian pada panjang inspirasi kemudian pada panjang ekspirasi.
Bila bunyi pernapasan sangat lemah, dipakai istilah menjauh. Bunyi pernapasan

105
yang menjauh lazim ditemukan pada pasien dengan paru-paru hiperinflasi, seperti
pada emfisema.
Auskultasi bertujuan mendengarkan :
1. Suara nafas.
Suara nafas dasar: vesikuler, bronkovesikuler dan bronkial.
2. Suara tambahan
Suara tambahan dapat berasal dari: paru, pleura, dan mediastinum.
3. Suara bisik
Penderita diminta mengucapkan kata desis, normal tidak terdengar pada
parenkim paru. Suara bisik akan terdengar pada fase ekspirasi, pada proses
konsolidasi.
4. Suara percakapan
Pada keadaan normal tidak terdengar suara percakapan pada parenkim
paru. Bila terdengar disebut Bronkofoni positif, dapat ditemukan pada
beberapa kelainan parenkim paru seperti pada proses konsolidasi.

Gambar 13 Lokasi suara napas

Dada Anterior
Pemeriksa sekarang harus berpindah ke depan pasien. Bagian pertama
pemeriksaan dada anterior dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk, setelah
itu pasien diminta untuk berbaring.

Evaluasi posisi Trakea


Posisi trakea dapat ditentukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan di
incisura suprasternal dan menggerakkannya sedikit ke lateral untuk meraba lokasi
trakea. Teknik ini diulangi, dengan menggerakkan jari dari incisura suprasternal
ke sisi lain. Ruang antara trakea dan klavikula harus sama. Pergeseran
mediastinum dapat memindahkan trakea ke satu sisi.

106
Gambar 14. Teknik menentukan posisi trakea
Ciri-ciri Trakeal Bronkial Bronkovesikuler Vesikuler
Intensitas Sangat Keras Sedang Lemah
keras
Tinggi Sangat Tinggi Sedang Rendah
nada tinggi
Rasio I : E 1:1 1:3 1:1 3:1
Deskripsi Kasar Tubular Berdesir, Berdesir
tetapi lemah
tubular
Lokasi Trakea Manubrium Di atas Sebagian
normal ekstratoraks bronkus besar paru
utama perifer

Pemeriksaan Mobilitas Trakea


Gerakan trakea ke atas dipakai untuk menentukan apakah trakea terfiksasi
pada mediastinum, ini disebut teknik tarikan trakea. Kepala pasien harus agak
difleksikan, dan tangan kiri pemeriksa harus menyokong bagian belakang kepala
pasien. Tangan kanan pemeriksa harus diletakkan sejajar dengan trakea dengan
telapak tangan menghadap keluar. Jari tengah dimasukkan kedalam ruang
krikotiroid, dan laring di dorong keatas. Laring dan trakea biasanya bergerak kira-
kira 1-2 cm, setelah menggerakkan laring keatas, secara perlahan-lahan turunkan
sebelum melepaskan jari-jari anda. Jangan melepaskannya secara tiba-tiba dari
posisinya di bagian atas. Trakea yang terfiksasi menunjukkan fiksasi mediastinal,
dapat terjadi pada pasien neoplasma atau tuberkulosis.

107
Gambar 15. Teknik menentukan tarikan trakea

Kemudian, mintalah pasien untuk berbaring pada punggungnya untuk


pemeriksaan dada anterior. Lengan pasien diletakkkan pada sisi tubuhnya.
Pemeriksaan tidak boleh dilakukan di atas jaringan payudara.

Pemeriksaan Pergerakan Dada Anterior


Pemeriksaan kesimetrisan pergerakan dada anterior dilakukan dengan
meletakkan kedua tangan anda sepanjang margo iga lateral. Suruh pasien untuk
menarik napas dalam ketika anda mengamati gerakan tangan anda.

Gambar 16. Teknik memeriksa pergerakan dada anterior

108
Pemeriksaan Fremitus Taktil Dada Anterior
Diperiksa di fosa supraklavikular dan sela iga anterior secara bergantian,
dimulai di klavikula. Pemeriksa harus melakukan pemeriksaan mulai dari fossa
supraklavikular ke bawah, dengan membandingkan satu sisi dengan sisi lainnya.

Perkusi Dada Anterior


Mencakup fossa supraklavikular, aksila, sela iga anterior. Bandingkan sisi
satu dengan lainnya. Bunyi redup mungkin timbul pada sela iga ketiga sampai
kelima bagian kiri sternum, yang berkaitan dengan adanya jantung. Penting
dilakukan perkusi di aksila, karena lobus atas paling baik diperiksa pada posisi ini.
Perkusi aksila kadang-kadang lebih mudah dilakukan pada saat pasien posisi
duduk.

Gambar 16. Teknik perkusi dada anterior.

Gambar 17. Lokasi pemeriksaan perkusi dada anterior.

109
Auskultasi Dada Anterior
Dilakukan pada fossa supraklavikula, aksila dan sela iga anterior.
Bandingkan bunyi pernapasan satu sisi dengan sisi lainnya pada posisi yang sama.

Suara Napas Tambahan Paru


Istilah Yang
Istilah Lama Ciri-ciri Mekanisme Etiologi
dianjurkan

Ronki Rale, krepitasi Bunyi singkat, Sekresi saluran Bronkitis, infeksi


tidak kontinu, napas yang pernapasan,
tidak musikal, berlebihan edema paru,
terbanyak atelektasis,
terdengar selama fibrosis, gagal
inspirasi. jantung kongestif

Wheezing Sibilant rale, Bunyi musikal Aliran udara yang Asma, edema
sibilant rhonchus, kontinu, paling cepat melalui paru, bronkitis,
musical rale banyak selama saluran napas gagal jantung
ekspirasi yang tersumbat kongestif

Gesekan Pleura Bunyi berciut Radang pleura Pneumonia, infark


yang timbul paru
karena gerakan
pleura yang
dihalangi oleh
tahanan friksi

110
REFERENSI

 Konsil Kedokteran Indonesia. Daftar Ketrampilan Klinis. Edisi ke-2.


Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran
Indonesia; 2012:59-69.
 Parttridge MR. Making diagnosis. In: Understanding Respiratory
Medicine. London:Manson Publishing; 2006:9-32.
 Fletcher AE, Palmer AJ, Bulpitt CJ. Cough with Angiotensin Converting
EnzymeInhibitor: How much of a problem? J Hypertens. 1994;
12(suppl2):s43-47.
 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
PenatalaksanaanTuberkulosis di Indonesia. 2011.
 Hirshberg B, Biran I, Glazer M, Kramer MR. Hemoptysis: etiology,
evaluation, andoutcome in a tertiary referral hospital. Chest. 1997;
112:440-44.
 Stoller JK. Diagnosis and management of massive hemoptysis: a review.
Respir CareMed. 1992; 37: 564-81.
 Wilkins RL, Specht L. Fundamentals of physical examination. In: Wilkins
RL, SheldonRL, Krider SJ, editors. Clinical assessment in respiratory care.
5th ed. St.Louis: MosbyInc; 2005. p. 63-93.
 Fishman AP. Approach to the patient with respiratory symptoms. In:
Fishman AP,Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM,
editors. Pulmonary diseasesand disorders. 3th ed. New york: The
McGraw-Hill Companies; 1998. p. 362-93.
 Lehler S. Normal lung sound. In: Understanding lung sound. 1st ed. New
york: W. B.Saunders Company; 1990. p. 78-151.
 Fitzgerald FT, Murray JF. History and physical examination. In: Mason
RJ, Murray JF,Broaddus VC, Nadel JA, editors. Textbook of respiratory
medicine. 4th ed.Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. p. 495-510.
 Jardins TD, Tietsort JA. Clinical assessment of cardiopulmonary function.
In: BurtonGG, Hodgkin JE, Ward JJ, editors. Respiratory care. A guide to
clinical practice. 4thed. Philadelphia: Lippincott; 2002. p. 153-74.

111
Check List : Pemeriksaan Fisik Paru

Skor
No Aspek yang Dinilai
0 1 2

1 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari rasa


takut dan stress sebelum melakukan pemeriksaan fisik

2 Memberi penjelasan dengan benar, jelas, lengkap dan


jujur tentang cara dan tujuan pemeriksaan
3 Memberitahukan kemungkinan adanya rasa sakit atau
tidak nyaman
yang timbul selama pemeriksaan dilakukan
4 Melakukan inspeksi:
- ekspresi wajah (apakah tampak kesakitan, pernafasan
cuping hidung, menggunakan otot bantu nafas)

- sikap tubuh pasien (posisi duduk, setengah duduk, atau berbaring


- inspeksi dileher dada (adanya jejas, retraksi supraklavikular,
)retraksi interkostal)

- konfigurasi dada (bentuk dada dan tulang belakang)


- jari tangan (clubbing finger, sianosis)
- dada posterior: gerak dada saat diam &
saat bernafas, sela iga
5 Melakukan palpasi dada posterior: ada/tidak nyeri tekan,
kesimetrisan, fremitus taktil.
6 Melakukan perkusi dada posterior (sonor, hipersonor, redup)
7 Melakukan auskultasi dada posterior
8 Melakukan inspeksi:

- trakea
- dada anterior (duduk & berbaring) : gerak dada saat diam dan
saat bernafas, di sela iga
Melakukan palpasi dada anterior (duduk & berbaring) :
9 ada/tidak nyeri tekan, kesimetrisan dada, fremitus taktil.
10 Melakukan perkusi dada anterior (duduk & berbaring)
11 Melakukan auskultasi dada anterior (duduk & berbaring)
Memberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan dan
12 follow up lebih lanjut

112
Keterangan :

0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tetapi kurang sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna
Cakupan penguasaan keterampilan : skor total: /36 x 100% = %

Banda Aceh,……….2017

Observer

113
X. ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
DAN PEMERIKSAAN FISIK ANOREKTAL
dr. Fauzi Yusuf, SpPD.,KGEH.,FINASIM
Bagian/SMF Ilmu Penyakit dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Tujuan belajar:
 Mahasiswa mampu menggali dan merekam dengan jelas keluhan-keluhan
yang berhubungan dengan sistem pencernaan / organ dalam abdomen.
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik abdomen secara
sistematis dan benar.
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan perineum - rektal
secara sistematis & tepat.

Prior Knowledge
Sebelum mempelajari keterampilan ini, mahasiswa harus menguasai :
 Anatomi abdomen.
 Fisiologi organ – organ abdomen.
 Patofisiologi organ – organ abdomen.

Anamnesis organ/sistem perlu bagi dokter untuk menanyakan apakah


keluhan-keluhan yang diutarakan pasien bersangkutan dengan organ/sistem yang
akan ditanyakan. Anamnesis ini juga dapat menjaring masalah pasien yang
terlewat pada waktu pasien menceritakan riwayat penyakit sekarang. Jika terdapat
keluhan-keluhan yang berhubungan dengan kelainan organ/sistem tersebut, dokter
menuliskan tanda positif dan jika tidak dijumpai keluhan/kelainan-kelainan
tuliskan tanda negatif.
Anamnesis sistem bertujuan untuk mengumpulkan data-data positif dan
negatif yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat
tubuh yang sakit. Di dalam anamnesis sistem kemampuan eksplorasi dokter
terhadap sistem-sistem dalam tubuh pasien sangat ditentukan macam-macam
keluhan yang ada pada setiap sistem tubuh. Lengkapnya keluhan yang dapat
digali oleh dokter dari pasiennya akan lebih dapat mengarahkan pada diagnosa
yang tepat.
Pada prakteknya penelusuran anamnesis sistem harus relevan dengan
keluhan utama pasien dan dugaan terhadap diagnosis yang akan ditegakkan,
termasuk diagnosis bandingnya. Tingkat relevansi keluhan umum dengan keluhan
sistem yang akan digali mencerminkan pemandangan seutuhnya dan kecermatan
dokter kepada pasien. Untuk menjaga agar proses anamnesis tidak bertele-tele
terutama dalam menggali keluhan dalam sistem tubuh, maka perlu dilatih dan
dibiasakan menanyakan dengan lengkap serta sistematis keluhan-keluhan pada
masing-masing sistem tubuh.
Pada semester ini akan dipelajari mengenai anamnesis sistem yang
berhubungan dengan sistem pencernaan organ dalam abdomen. Dibawah ini
beberapa keluhan yang berhubungan dengan sistem pencernaan :

114
Lambung
 Jika makan rasanya lekas kenyang, timbul rasa mual setelah makan.
 Tidak ada nafsu makan (anoreksia).
 Rasa penuh diperut, rasa kembung (meteorismus), suka “masuk angin”,
tidak bisa buang angin.
 Rasa sakit di epigastrium yang berhubungan dengan makanan, rasa sakit
sesudah makan atau sebelum makan (heart burn).
 Rasa sakit perut karena makan sesuatu yang tidak cocok: asam, pedas,
rempah-rempah yang terlalu merangsang dan lain-lain.
 Perut suka mengisap-ngisap, rasanya seperti naik keatas, seperti ditusuk-
tusuk, rasanya panas seperti ada api didalamnya? Perut suka berbunyi-
bunyi?
 Nausea: ada rasa mau muntah (mual).
 Hematemesis: ada keluar darah dalam muntah?
 Ructus: sendawa, banyak keluar angin dari mulut.
 Singultus: cekukan.
 Pyrosis : rasa panas atau asam dimulut.

Usus
 Sakit perut rasanya mulas-mulas.
 Borborigmi : perut suka berbunyi-bunyi.
 Defekasi : buang air besar, ditanyakan tentang frekwensinya, cara
keluarnya (keluar dengan pancaran yang kuat atau mencret keluar sedikit
tetapi berulang ulang), konsistensinya (keras, lembek, encer, cair)
warnanya (seperti air beras?), constituent (ada bahan-bahan makanan yang
tidak dapat dicerna ?), baunya (bau sekali, bau amis?) atau adakah darah
atau cacing yang menyertai.
 Obstipasi : lebih dari 5 hari tidak buang air besar.
 Diare : buang air besar lebih dari 3 x kali sehari
 Steatorrhoe : buang air besar bercampur dengan gelembung – gelembung
minyak (lemak).
 Tenesmus : rasa sakit dianus karena spasme diotot otot spincter ani oleh
karena buang air besar yang berulang-ulang.
 Melena : feses berwarna hitam seperti ter, agak lengket karena bercampur
darah.
 Flatulensi : apakah pasien bisa buang angin (flatus)
 Mual dan muntah

Hati dan saluran empedu


 Apakah ada rasa sakit didaerah hati. Rasa sakit ini bersifat lokal atau
memancar?
 Apakah sakitnya bersifat kolik, yang datang dalam serangan (pasien
dengan batu empedu).
 Apakah ada ikterus ? sklera mata kuning? Buang air kecil seperti teh?
 Adakah rasa gatal-gatal dikulit ? (akibat pembendungan garam empedu).
 Apakah ada asites, yang disusul dengan timbulnya edema dikaki ?
 Apakah fesesnya berwarna seperti dempul?

115
 Adakah mual dan muntah?
Dalam melakukan anamnesis abdomen, metode atau sistematika yang
baku dalam anamnesis tidak boleh terlupakan yang bertujuan agar selama
melakukan anamnesis seorang dokter tidak kehilangan arah, agar tidak ada
pertanyaan atau informasi yang terlewat, dan dalam pembuatan status pasien agar
memudahkan siapa saja yang membaca.

Sistematika tersebut terdiri dari:


1. Data umum pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
a. Kronologis atau perjalanan penyakit : 1. Waktu pertama sekali dan
lamanya keluhan berlangsung 2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya
mendadak, perlahan lahan, terus-menerus, hilang-timbul, cenderung
bertambah berat atau berkurang dsb 3. Hubungan dengan waktu, misalnya
pagi lebih sakit dari siang dan sore atau sebaliknya atau terus menerus
tidak mengenal waktu. 4. Hubungan dengan aktivitas, misalnya bertambah
berat bila melakukan aktivitas atau bertambah ringan waktu istirahat 5.
Apakah keluhan baru pertama sekali atau sudah berulang kali. 6. Faktor
resiko atau pencetus serangan termasuk faktor-faktor yang memperberat
atau meringankan serangan. 7. Riwayat perjalanan kedaerah endemis
untuk penyakit tertentu.
b. Gambaran atau deskripsi keluhan utama
c. Keluhan atau gejala penyerta
d. Usaha berobat
2. Riwayat penyakit dahulu
3. Anamnesis organ/sistem (System Review)
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Riwayat kebiasaan / sosial, termasuk anamnesis gizi.

Dan akhirnya dari anamnesis tersebut dokter sudah dapat membuat


diagnosa banding atau diagnosa sementara mengenai penyakit pasien, dengan
data-data yang diperoleh dari hasil anamnesa berdasarkan organ-organ atau sistem
yang terlibat.
Dalam melakukan anamnesis harus diperhatikan bahwa pengertian sakit
(illness) sangat berbeda dengan penyakit (disease) .
 Sakit (illness) adalah penilaian seseorang terhadap penyakit yang dideritanya,
berhubungan dengan pengalaman yang dialaminya, bersifat subjektif yang
ditandai dengan perasaan tidak enak.
 Penyakit (disease) adalah suatu bentuk reaksi biologik terhadap suatu trauma,
mikroorganisme dan benda asing sehingga menyebabkan perubahan fungsi
tubuh atau organ tubuh. Oleh sebab itu penyakit bersifat objektif.
Tidak seluruh rasa sakit yang dialami oleh pasien merupakan tanda dari
suatu penyakit, sebaliknya seringkali suatu penyakit juga dapat tidak memberikan
rasa sakit kepada pasien, sehingga seringkali diabaikan oleh pasien dan ditemukan
secara kebetulan, misalnya pada waktu pasien melakukan general check up.

116
Dalam melakukan anamnesis, beberapa keterampilan komunikasi yang
perlu dimiliki dokter. Keterampilan tersebut adalah : menunjukkan empati,
melakukan cross-check dan mendapatkan umpan balik.
a. Menunjukkan empati
Empati adalah : Kemampuan untuk dapat merasakan dan memahami perasaan
orang lain. Empati dapat dilakukan melalui menjadi pembicara dan pendengar
yang baik, dapat bertanya dengan baik, menjaga suasana, serta memahami
bahasa verbal dan non verbal.

b. Melakukan cross-check
Pada saat-saat tertentu seorang dokter perlu melakukan cross-check terhadap
pasien. Cross-check diperlukan agar dokter tidak tidak salah atau keliru
menangkap/menafsirkan pembicaraan pasien.
Cross-check dapat dilakukan dengan:
1. Lakukan perfrase
Ulanglah beberapa bagian kalimat yang dinyatakan pasien
Contoh: Nyeri perutnya seperti diputar, begitu ibu Tuti?, bisa diceritakan
lebih lanjut sakitnya kapan saja?
2. Pengulangan bisa dilakukan dengan seluruh kalimat bila diperlukan
terutama bila menghadapi stagnasi (diam terlalu lama).
3. Pertanyaan dapat menggunakan cara dan bahasa yang benar dengan hasil
yang sama.
4. Dapat dilakukan diakhir anamnesis, dengan memberikan ringkasan
terhadap data yang telah diungkapkan pasien, contoh : Jadi ibu Tuti sudah
menderita sakit perut sejak dua hari ini, kumat – kumatan dan sudah
pernah diobati sendiri, dan seterusnya.

c. Mendapatkan umpan balik


Selain mendapatkan data yang diperlukan, seorang dokter juga memerlukan
umpan balik dari pasiennya. Umpan balik diperlukan agar dokter mengetahui,
pertanyaan dokter jelas atau tidak, informasi atau keterangan yang diberikan
dapat diterima dengan jelas atau tidak.
Cara mendapatkan umpan balik adalah sebagai berikut:
 Bila ada pertanyaan mendapatkan jawaban "dahi berkerut" berarti pasien
tidak paham dengan pertanyaan yang diajukan. Tanyakan pada pasien :
"Apakah Ibu kurang begitu jelas dengan pertanyaan saya?" Bila
jawabannya ya, cobalah untuk bertanya kembali, gunakan bahasa yang
lebih sederhana dan singkat.
 Setelah anda memberikan nasehat atau informasi, berikan kesempatan
pasien untuk bertanya, adakah informasi /nasehat yang kurang jelas.
 Umpan balik dapat diberikan pasien setelah anamnesis. Tanyakan pada
pasien ada hal-hal yang kurang jelas atau pertanyaan yang kurang jelas
atau pernyataan yang ingin ditambahkan.

117
PENGGUNAAN SKENARIO UNTUK LATIHAN
Gejala-gejala penyakit sistem pencernaan yang paling sering ditemukan
adalah :
 Nyeri (menyeluruh atau terlokalisir, atau nyeri alih)
 Mual dan/atau muntah
 Perubahan buang air besar
 Perdarahan rektum (melena)
 Ikterus
 Distensi abdomen
 Massa
 Pruritus

Contoh cara menggali informasi berhubungan dengan gejala-gejala sistem


pencernaan
1. Ny. Siti datang dengan keluhan nyeri di daerah kanan bawah perutnya,
anamnesis mencakup :
 "Dimana nyerinya? "
 "Apakah lokasi nyeri berubah jika dibandingkan dengan permulaan
timbul?"
 "Apakah anda merasa nyeri pada bagian tubuh lain? "
 "Berapa lama anda menderita nyeri ini ? "
 Apakah nyerinya timbul secara mendadak? "
 "Apakah Anda mengalami episode nyeri ini yang berulang-ulang? ", Jika
ya, "berapa lama sekali? "
 "Dapatkah anda melukiskan nyerinya? Apakah seperti di tusuk-
tusuk/seperti di bakar/kram? "
 "Apakah nyerinya terus-menerus? "
 "Apakah ada perubahan dalam berat atau sifat nyeri jika dibandingkan
dengan pada waktu permulaannya? "
 "Apa yang membuatnya lebih buruk? "
 "Apa yang membuatnya lebih baik? "
 "Apakah nyeri itu berkaitan dengan mual / muntah, berkeringat /
konstipasi / diare / tinja berdarah / distensi abdomen / demam / menggigil /
makan ? " (tanyakan kemungkinan gejala lain tersebut)
 "Apakah anda pernah menderita batu empedu? Batu ginjal? "
 Karena pasien wanita, tanyakan : " Kapan Haid terakhir anda? "

2. Ny. Tuti datang dengan keluhan mual dan muntah, anamnesis mencakup :
 "Sudah berapa lama Anda menderita mual atau muntah ?"
 "Apa warna bahan yang dimuntahkan? "
 "Apakah bahan yang dimuntahkan berbau busuk luar biasa? "
 "Berapa kali anda muntah dalam sehari ?"
 "Apakah muntahnya berkaitan dengan makan?" Jika ya, "Berapa jarak
waktu muntah dengan makan? ". "Apakah Anda hanya muntah setelah
makan makanan tertentu ?
 "Apakah anda merasa mual tanpa muntah ?"

118
 "Apakah mual atau muntahnya berkaitan dengan nyeri
perut?....konstipasi?....diare?...(tanyakan kemungkinan adanya keluhan
tambahan nyeri perut/konstipasi/diare)
 Pada pasien wanita, dapat ditanyakan : "Kapan haid terakhir anda?".

3. Tn. Adi datang dengan keluhan buang air besar cair sejak 2 hari yang lalu,
tanyakanlah :
 "Berapa lama Anda menderita buang air besar cair ini/mencret? "
 "Berapa kali Anda BAB ini dalam sehari? "
 "Apakah timbul secara tiba-tiba? "
 "Apakah diarenya timbul setelah makan? ", jika iya "Apa yang anda
makan? "
 "Bagaimana isi BAB/ampas? "
 "Apa warna tinja anda ? berdarah ? Berlendir ? Berbau busuk ? "Apakah
berkaitan dengan nyeri perut ? "
 Tanyakan pula mual/muntah ?, selera makan ?

Contoh Anamnesis:
Data Umum pasien
Nama : Ny. Astuti
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Kawin/ Tidak Kawin : Janda Pensiunan PNS
Alamat : Jln : Denai B. Aceh

Keluhan Utama : Nyeri perut bagian atas


Riwayat Penyakit Sekarang:
 Nyeri pada bagian atas perut dialami pasien sejak 2 hari, rasa nyeri hilang
timbul, nyeri seperti ditusuk-tusuk cenderung bertambah berat apabila tidak
terisi makanan. Dijumpai mual dan muntah.
 Sering mengeluhkan sakit kepala.
 Pasien sudah mencoba obat maag yang dibeli di toko obat tapi tidak ada
perbaikan.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Pasien sering mengeluhkan sakit yang sama sejak 1 tahun.

Anamnesis Organ/sistem
 Nyeri epigastrium (+), nausea (+), vomitus (+), anoreksia (+), perut kembung
(+), rectus (+), melena (-), hematemesis (-), diare (-).

Riwayat Penyakit Keluarga: tidak dijumpai


Riwayat Kebiasaan /sosial
Pasien sering minum aspirin untuk menghilangkan sakit kepala dan suka makan
yang pedas-pedas.

119
Check list : Keterampilan Anamnesis Keluhan di Abdomen

SKOR
No ASPEK YANG DINILAI
0 1 2

I Membina hubungan baik :


1 Menyapa/mengucapkan salam
2 Memperkenalkan diri
3 Mengklarifikasi tujuan pasien
4 Duduk berhadapan dengan pemisah (meja, dsb)
II Mampu mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan :
1 Menunjukkan keinginan untuk mengadakan
kontak mata, ekspresi wajah dan bahasa tubuh
untuk menunjukkan mendengar, terbuka dan
perhatian
2 Mendorong pasien untuk menceritakan
keluhannya
3 Menggunakan bahasa yang dimengerti pasien
4 Wawancara tidak terkesan menyelidiki atau
interogasi
5 Melakukan cross check untuk meyakinkan
jawaban pasien
6 Mendapatkan umpan balik dari pasien
7 Mampu mencatat dengan jelas
III Menggunakan metode anamnesis yang
sistematis
1 Data umum pasien
2 Keluhan utama
3 Riwayat penyakit sekarang
4 Riwayat penyakit dahulu
5 Anamnesis organ/sistem
6 Riwayat Penyakit Keluarga
7 Riwayat Kebiasaan Sosial

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan, tetapi kurang benar
2 : Dilakukan dengan benar
% cakupan penguasaan keterampilan : Skor total /36 x 100% = %

Banda Aceh, ..............2017

Observer

120
1. PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN

PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik abdomen merupakan bagian dari pemeriksaan fisik
umum secara keseluruhan. Secara umum tujuan pemeriksaan abdomen yaitu
untuk mencari atau mengidentifikasi kelainan di sistem gastrointestinal, atau
sistem ginjal dan saluran kemih atau genitalia/perineum (jarang). Sebelum
melakukan pemeriksaan fisik abdomen sangatlah diperlukan pengambilan
anamnesis yang berhubungan dengan kelainan sistem saluran
cerna/gastrointestinal atau sistem lainnya di abdomen.
Yang dimaksud abdomen adalah yaitu suatu rongga dalam badan dibawah
diafragma sampai batas atas rongga pelvis. Sedangkan yang dimaksud dengan
pemeriksaan fisik abdomen yaitu pemeriksaan daerah abdomen atau perut di
bawah arkus kosta kanan-kiri sampai garis lipat paha atau daerah inguinal.

121
PEMBAGIAN REGIONAL
Ada beberapa cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam beberapa
region :
1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui
umbilikus
Dengan cara ini dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah atau lazim
disebut sebagai berikut :
a. Kuadran kanan atas
b. Kuadran kiri atas
c. Kuadran kanan bawah
d. Kuadran kiri bawah
Kepentingan pembagian ini yaitu untuk menyederhanakan penulisan
laporan, misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang
mencakup daerah yang cukup jelas.

2. Pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik


Yaitu dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median dan dua garis
transversal yaitu yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta
dan satu garis lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior
(SIAS).
Berdasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan
abdomen terbagi atas 9 regio :
1) Regio epigastrium
2) Regio hipokondrium kanan
3) Regio hipokondrium kiri
4) Regio umbilikus
5) Regio lumbal kanan
6) Regio lumbal kiri
7) Regio hipogastrium atau regio suprapubik

122
8) Regio iliaka kanan
9) Regio iliaka kiri

Gambar 2. Pembagian daerah abdomen (9 Regio)

Kepentingan pembagian ini yaitu bila kita meminta pasien untuk


menunjukkan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi penjalaran
rasa nyeri tersebut. Dalam hal ini sangat penting untuk membuat peta lokasi rasa
nyeri beserta penjalarannya, sebab sudah diketahui karakteristik dan lokasi nyeri
akibat kelainan masing-masing organ intraabdominal berdasarkan hubungan
persarafan viseral dan somatik.
Secara garis besar organ-organ dalam abdomen dapat diproyeksikan pada
permukaan abdomen walaupun tidak setepat dada antara lain : a). Hati atau hepar
berada didaerah epigastrium dan didaerah hipokondrium kanan, b). Lambung
berada di daerah epigastrium, c). Limpa berkedudukan di daerah hipokondrium
kiri, d). Kandung empedu atau vesika felea seringkali berada pada perbatasan
daerah hipokondrium kanan dan epigastrium, e). Kandung kemih yang penuh dan
uterus pada orang hamil dapat teraba di daerah hipogastrium, f). Apendiks berada
di daerah antara daerah iliaka kanan, lumbal kanan dan bagian bawah daerah
umbilikal.
Ginjal, duodenum dan pankreas merupakan organ posterior
(retroperitoneal), sehingga tidak mungkin teraba pada orang dewasa. Pada anak-
anak, dimana otot perutnya belum berkembang, massa ginjal dapat diraba.

123
Gambar 3. Proyeksi nyeri organ pada dinding depan abdomen

Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang sudah
disepakati:
 Titik Mc Burney yaitu titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang
terletak pada 1/3 lateral dari garis yang menghubungkan SIAS dengan
umbilikus. Titik Mc Burney tersebut dianggap lokasi apendiks yang akan
terasa nyeri tekan bila terdapat apenditis.

 Garis Schuffner yaitu garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta
kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS
kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan
pembesaran limpa.

Gambar 4. Penentuan titik Mc Burney (a), Penentuan garis schuffner (b)

PEMERIKSAAN ABDOMEN
Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kepala rata atau
dengan satu bantal, dengan kedua tangan disisi kanan-kirinya. Usahakan semua

124
bagian abdomen dapat diperiksa termasuk xiphoideus sternum dan mulut hernia.
Sebaiknya kandung kencing dikosongkan dulu sebelum pemeriksaan dilakukan.
Pemeriksaan abdomen ini terdiri dari 4 tahap yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.

Pemeriksaan Inspeksi
a. Evaluasi Penampilan Umum
Penampilan umum pasien sering memberikan informasi berharga mengenai
sifat penyakitnya. Pasien dengan kolik ginjal atau empedu benar-benat terlihat
menggeliat di tempat tidur mencoba mencari posisi yang nyaman. Pasien dengan
peritonitis yang menderita nyeri hebat jika bergerak secara khas tetap berdiam diri
di tempat tidur karena setiap gerakan sekecil apapun akan memperberat rasa
sakitnya. Mereka mungkin berbaring di tempat tidur dengan lutut ditarik ke atas
untuk membantu merelaksasikan otot-otot perut dan mengurangi tekanan intra-
abdominal. Pasien dengan pucat dan berkeringat mungkin menderita syok awal
karena pankreatitis atau perforasi tukak lambung.

b. Inspeksi Kulit
Periksalah kulit untuk melihat adanya ikterus (kuning). Jika mungkin,
periksalah adanya ikterus dengan menggunakan cahaya alamiah, karena lampu
pijar akan menutupi adanya ikterus. Periksa pula ada tidaknya spider angioma,
yang dapat ditemukan pada pasien dengan sirosis alkoholik, namun tidak spesifik,
karena dapat ditemukan pula pada kehamilan dan penyakit vaskular kolagen
.
c. Inspeksi Extremitas
Apakah otot-otot kecil di tangan mengecil ? ini berkaitan dengan
wasting,warna kulit. Kuku di periksa dengan melihat adanya perubahan di dasar
kuku, terutama peningkatan ukuran lunula, misal pada jari-jari pasien dengan
sirosis hati.

d. Inspeksi Wajah
Apakah matanya cekung? Apakah ada daerah temporal cekung? ini
merupakan tanda-tanda kelemahan dan nutrisi buruk. Sklera ikterus atau tidak?
Kulit di sekitar mulut dan mukosa oral dapat memberikan petunjuk
mengenai gangguan saluran cerna. Telangiektasis (pelebaran pembuluh darah
kapiler yang menetap di kulit dan mukosa) pada bibir dan lidah mengarah pada
sindrom Osler-Weber-Rendu.

e. Inspeksi Abdomen
Pemeriksaan inspeksi yaitu melihat perut baik bagian depan ataupun
belakang (pinggang). Inspeksi ini dilakukan dengan penerangan cahaya yang
cukup sehingga didapatkan keadaan abdomen seperti simetris atau tidak, bentuk
atau kontur, ukuran, kondisi dinding perut (kulit, vena, umbilikus, striae alba) dan
pergerakan dinding perut.

125
Pada pemeriksaan tahap awal ini diperhatikan secara inspeksi kelainan-
kelainan yang terlihat pada perut seperti jaringan parut karena pembedahan,
asimetris perut yang menunjukkan adanya masa tumor, stria, vena yang berdilatasi.
Cari kaput medusa (aliran berjalan keluar dari umbilikus) atau obstruksi vena kava
inferior, peristalsik usus, distensi dan hernia.
Pada keadaan normal terlentang, dinding perut terlihat simetris. Bila ada
tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat perut terlihat tidak
simetris. Pada keadaan normal dan fisiologis, pergerakan dinding usus akibat
peristaltik usus tidak terlihat. Bila terlihat gerakan peristaltik usus maka dapat
dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus.
Obstruksi lumen usus ini dapat disebabkan macam-macam kelainan antara lain
tumor, perlengketan, strangulasi dan skibala.
Bentuk dan ukuran perut dalam keadaan normal bervariasi tergantung
habitus, jaringan lemak subkutan atau intraabdomen dan kondisi otot dinding
perut. Pada keadaan starvasi bentuk dinding perut cekung dan tipis, disebut
bentuk skopoid. Pada keadaan ini dapat terlihat gerakan peristaltik usus. Abdomen
yang membuncit dalam keadaan normal dapat terjadi pada pasien gemuk. Pada
keadaan patologis, perut membuncit disebabkan oleh ileus paralitik, ileus
obstruktif, meteorismus, asites, kistoma ovarii, dan kehamilan. Tonjolan setempat
menunjukkan adanya kelainan organ dibawahnya, misalnya tonjolan regio
suprapubis terjadi karena pembesaran uterus pada perempuan atau terjadi karena
retensi urin pada pria tua dengan hipertropi prostat atau perempuan dengan
kehamilan muda. Pada stenosis pilorus, lambung dapat menjadi besar sekali
sehingga pada abdomen terlihat pembesaran setempat.
Pada kulit perut perlu diperhatikan adanya sikatriks akibat ulserasi pada
kulit atau akibat operasi atau luka tusuk. Adanya garis-garis putih sering disebut
striae alba yang dapat terjadi setelah kehamilan atau pada pasien yang mulanya
gemuk atau bekas asites. Striae kemerahan dapat terlihat pada sindrom Cushing.
Pulsasi arteri pada dinding perut dapat terlihat pada pasien aneurisma aorta atau
kadang-kadang pada pasien yang kurus, dan dapat terlihat pulsasi pada
epigastrium pada pasien insufiensi katup trikuspidalis.
Kulit perut menjadi kuning pada berbagai macam ikterus. Adakala
ditemukan garis-garis bekas garukan yang menandakan pruritus karena ikterus
atau diabetes melitus.
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran disekitar
umbilikus disebut kaput medusa yang terdapat pada sindrom Banti. Pelebaran
vena akibat obstruksi vena kava inferior terlihat sebagai pelebaran vena dari
daerah inguinal ke umbilikus, sedang akibat obstruksi vena kava superior aliran
vena ke distal.ß
Darm steifung/maag steifung : pergerakan peristaltik dinding perut
menyerupai gelembung pada permukaan air yang berjalan dari kiri kekanan.
Dapat dijumpai pada pilorus stenosis.

126
Ikterus Caput Medusa

Asites Edema

Pemeriksaan Palpasi
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya
kelainan dalam rongga abdomen. Palpasi dilakukan secara sistematis dengan
seksama. Pertama kali tanyakan apakah ada daerah-daerah yang nyeri tekan.
Perhatikan ekspresi wajah pasien selama pemeriksaan palpasi. Sedapat mungkin
seluruh dinding perut terpalpasi. Kemudian cari apakah ada pembesaran masa
tumor, apakah hati, limpa dan kandung empedu membesar atau teraba. Periksa
ginjal apakah ballottemen positif atau negatif. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap
yaitu palpasi permukaan (superficial) dan palpasi dalam (deep palpation). Palpasi
dapat dilakukan dengan satu tangan dapat pula dua tangan (bimanual) terutama
pada pasien gemuk. Biasakan palpasi dengan seksama meskipun tidak ada
keluhan yang bersangkutan dengan penyakit traktus gastrointestinal.
Pasien diusahakan dalam posisi terlentang dengan bantal secukupnya,
kecuali bila pasien sesak nafas. Pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien,
kecuali pada dokter yang kidal. Palpasi superfisial : posisi tangan menempel pada
dinding perut. Umumnya penekanan dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas tengah
jari-jari, bukan dengan ujung jari. Sistematika palpasi dilakukan dengan hati-hati
pada daerah yang nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Palpasi superfisial tersebut
bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi sekaligus memperkenalkan prosedur
palpasi pada pasien.
Palpasi dalam : palpasi dalam dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa
nyeri yang tidak didapat pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan
kelainan yang didapat pada palpasi superfisial dan yang terpenting yaitu untuk
palpasi organ secara spesifik misalnya palpasi hati, limpa, ginjal. Palpasi dalam
juga penting pada pasien yang gemuk atau pasien dengan otot dinding yang tebal.

127
Perinci nyeri tekan abdomen antara lain berat ringannya, lokasi nyeri yang
maksimal, apakah ada tahanan ( defans), apakah ada nyeri rebound bila tak ada
tahanan. Perinci masa tumor yang ditemukan antara lain lokasi, ukuran (diukur
dalam cm), bentuk, permukaan (rata atau ireguler), konsistensi (lunak atau
keras),pinggir ( halus atau ireguler), nyeri tekan, melekat pada kulit atau tidak?,
melekat pada jaringan dasar atau tidak?, dapat di indent (tinja indentable),
berpulsasi/exponsile (misal aneurisma aorta), lesi-lesi satelit yang berhubungan
(misal metastase ), transiluminasi (misal kista berisi cairan) dan adanya bruit.
Pada palpasi hati, mulai dari fosa iliaka kanan dan bergerak keatas pada tiap
respirasi, jari-jari harus mengarah pada dada pasien. Pada palpasi kandung
empedu, kandung empedu yang teraba biasanya selalu abnormal, pada keadaan
ikterus, kandung empedu yang teraba berarti bahwa penyebabnya bukan hanya
batu kandung empedu tapi juga harus dipikirkan karsinoma pankreas. Pada palpasi
limpa, mulai dekat umbilikus, raba limpa pada tiap inspirasi, bergerak secara
bertahap keatas dan kiri setelah tiap inspirasi dan jika tidak teraba, baringka
pasien pada posisi left lateral,dengan pinggul kiri dan lutut kiri ditekuk, dan
ulangi. Pada posisi ginjal, palpasi bimanual dan pastikan apakah ada ballotement.
Usahakan dapat membedakan limpa dengan ginjal. Bila limpa : tidak dapat
mencapai bagian atasnya, bergerak dengan respirasi, redup-pekak pada perkusi,
ada notch atau insisura limpa, ballotement negatif. Sedangkan pada ginjal : dapat
mencapai bagian atasnya, tidak dapat digerakkan (atau bergerak lambat),
beresonansi pada perkusi, tidak ada notch atau insisura, dan bisa ballotement
positif

Pemeriksaan Palpasi Organ Abdomen


1. Hati

Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada regio


hipokondrium kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misal pada
tumor hati) akan terlihat permukaan abdomen yang asimetris antara daerah
hipokondrium kanan dan kiri. Untuk memudahkan perabaan hati diperlukan :
a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga
membentuk sudut 45-60o.
b. Pasien diminta untuk menarik napas panjang.
c. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan kebawah, kemudian pada
awal inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah parabolik

128
d. Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari
pemeriksa dengan hati pada saat inspirasi maksimal.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar
dinding abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi
palmar radial jari tangan kanan, bukan ujung jari. Lebih tegas lagi bila arah jari
membentuk sudut 450 dengan garis median. Ujung jari terletak pada bagian lateral
muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median untuk memeriksa
hati lobus kiri.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga kanan.
Dinding abdomen ditekan kebawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga akan
dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini di lakukan berulang dan posisi
digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat pasien
sedang inspirasi. Bila pada palpasi kita dapat meraba adanya pembesaran hati,
maka harus dilakukan deskripsi sebagai berikut :
 Beberapa lebar jari tangan /cm dibawah lengkung iga kanan?

 Bagaimana keadaan tepi hati? Misalnya tajam pada hepatitis akut atau
tumpul pada tumor hati.

 Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau


keras(pada tumor hati) ?

 Bagaimana permukaannya? Pada tumor hati permukaannya teraba


berbenjol.

 Apakah terdapat nyeri tekan? Hal ini dapat terjadi pada kelainan antara
lain abses hati, tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan
adanya fluktuasi.
Pada keadaan normal hati tidak teraba pada palpasi, kecuali pada
beberapa kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar satu jari) dan pada bayi.
Terabanya hati 1-2 jari dibawah lengkung iga harus dikonfirmasikan apakah hal
tersebut memang suatu pembesaran hati atau adanya perubahan bentuk diafragma
(misal emfisema paru). Untuk menilai adanya pembesaran lobus kiri hati dapat
dilakukan palpasi pada daerah garis tengah abdomen ke arah epigastrium. Batas
atas hati sesuai dengan pemeriksaan perkusi batas paru hati (normal pada sela iga
6). Pada beberapa keadaan patologis misalnya emfisema paru, batas ini akan lebih
rendah sehingga besar hati yang normal dapat teraba tepinya pada waktu palpasi.
Perkusi batas atas dan bawah hati (perubahan suara dari redup ke timpani)
berguna untuk menilai adanya pengecilan hati (misal sirosis hati). Pekak hati
menghilang bila terjadi udara bebas di bawah diafragma karena perforasi. Suara
bruit dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor hati yang besar.

129
2. Limpa

Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan
normal limpa tidak teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri,
melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga

130
bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati
umbilikus digaris tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran
limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner, yaitu garis yang dimulai dari
titik dilengkung iga kiri menuju ke umbilicus dan diteruskan sampai di spina
iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang
sama.
Palpasi limpa juga dapat dipermudah dengan memiringkan pasien 45
derajat kearah kanan (ke arah pemeriksa). Setelah tepi bawah limpa teraba, maka
dilakukan deskripsi sebagai berikut:
1. Berapa jauh berada dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner (S-I sampai
dengan S-VIII)?
2. Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (splenomegali karena
hipertensi portal) atau keras seperti pada malaria?
Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus diusahakan meraba
incisuranya.

3. Ginjal

Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan harus


dengan cara bimanual. Tangan kiri diletakkan pada pinggang bagian belakang dan
tangan kanan pada dinding abdomen di ventralnya. Pembesaran ginjal (akibat
tumor atau hidronefrosis) akan teraba diantara kedua tangan tersebut, dan bila
salah satu tangan digerakkan akan teraba benturannya ditangan lain. Fenomena ini
dinamakan ballotement positif. Pada keadaan normal ballotement negatif.

131
Menyingkirkan Kemungkinan Nyeri Tekan Ginjal
Untuk melakukan pemeriksaan ini, pasien harus dalam posisi duduk.
Pemeriksa mengepalkan tinjunya dan dengan lembut memukul daerah sudut
kostovertebral di kedua sisi. Pasien dengan pielonefritis biasanya merasakan nyeri
hebat bahkan pada perkusi ringan di daerah ini. Jika mencurigai adanya
pielonefritis, pakailah tekanan dengan jari-jari saja.

Pemeriksaan Perkusi
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung, sama seperti pada
perkusi di rongga toraks tetapi dengan penekanan yang lebih ringan dan ketokan
yang lebih perlahan. Pemeriksaan ini digunakan untuk :
 Mendeteksi kandung empedu atau vesika urinaria, dimana suaranya
redup/pekak.

 Menentukan ukuran hati dan limpa secara kasar.

 Menentukan penyebab distensi abdomen : penuh gas (timpani), massa


tumor (redup-pekak) dan asites 1). Pekak pada pinggir dan timpani
resonant pada bagian tengah/sentral, 2). Shifting dullness menentukan
letak pekak pada perkusi, miringkan pasien pada sisi kanan/kiri, asites
didemontrasikan dengan adanya timpani pada perkusi setelah dimiringkan
kembali, 3). Demontrasikan thrill cairan atau pemeriksaan gelombang.
Dengan perkusi abdomen dapat diketahui:
a. Pembesaran organ
b. Adanya udara bebas
c. Cairan bebas didalam rongga abdomen

132
Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga
abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara
perkusi abdomen yaitu timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah
pekak. Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani
diseluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanya udara bebas
didalam rongga perut, misalnya pada perforasi usus.

Cara pemeriksaan batas paru – hati : Pada linea mid clavicula kanan
1. Menentukan batas paru-hati relatif
Di perkusi dari atas kebawah, nada sonor berubah menjadi sonor
memendek. Normal didapati pada sela iga ke V atau costa ke V (pada tinggi ini
didapati cupula hati).

2. Menentukan batas paru-hati absolut


Di perkusi ke bawah lagi, nada sonor memendek berubah menjadi pekak
(beda). Normal disela iga ke VI atau costa ke VI.

3. Menentukan besarnya peranjakan batas paru-hati absolut


Pasien disuruh menarik napas yang panjang dan menahan dahulu. Jari
yang tadi ditempat batas paru-hati absolut, jangan digeser-geser lagi. Waktu
pasien menahan napasnya diperkusi kembali.
Normal : yang mula-mula pekak menjadi sonor memendek lagi, kira-kira dua jari
ke bawah. Disebutkan batas paru-hati absolut sebesar dua jari.

NOTE: Peranjakan adalah Perubahan batas paru - hati selama respirasi

Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi di


atas dinding perut mungkin timpani dan di sampingnya pekak. Dengan
memiringkan pasien ke satu sisi, suara pekak ini akan berpindah-pindah (shifting
dullness). Pemeriksaan shifting dullnes sangat patognomonis dan dapat lebih
dipercaya dari pada memeriksa adanya gelombang cairan. Suatu keadaan yang
disebut fenomena papan catur (chessboard phenomen) dimana pada perkusi
dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup yang berpindah-pindah, sering
ditemukan pada peritonitis tuberkulosa.

133
Beberapa cara pemeriksaan asites :
Cara pemeriksaan gelombang cairan. Cara ini dilakukan pada pasien dengan
asites yang cukup banyak dan perut yang agak tegang. Pasien dalam keadaan
berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi sedangkan
tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya. Sementara itu
mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri, maka
tangan pemeriksa lainnya (dapat pula dengan pertolongan tangan pasien sendiri)
diletakkan di tengah-tengah perut dengan sedikit menekan.

Gambar : Pemeriksaan Undulasi

Pemeriksaan menentukan adanya redup yang berpindah (shifting dullness):


 Pasien berbaring telentang, cairan akan berkumpul pada tempat yang
terendah yaitu pada kedua sisi perut (cairan akan menghasilkan suara
redup).

 Jika perkusi redup disebabkan oleh cairan maka dengan memiringkan


pasien ke sisi yang lain bunyi perkusi menjadi timpani, ini terjadi oleh
karena berpindahnya cairan ke tempat yang lain yang lebih rendah.
Bunyi perkusi redup yang hilang dengan merubah posisi pasien disebut shifting
dullness.

Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan
dengan posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-chest position). Setelah
beberapa saat, pada perkusi daerah perut yang terendah jika terdapat cairan akan
didengar bunyi redup.

134
Pemeriksaan Puddle Sign. Seperti pada posisi knee-chest dan dengan
menggunakan stetoskop yang diletakkan pada bagian perut terbawah didengar
perbedaan suara yang ditimbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi perut
sedangkan stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi lainnya.
Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar dibagian bawah.

Pemeriksaan Auskultasi
Pemeriksaan ini untuk memeriksa :
 Suara/bunyi usus : frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi,
menghilang pada ileus paralitik

 Succussion splash – untuk mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung

 Bruit arterial

 Venos hum pada kaput medusa.

Dalam keadaan normal, suara peristaltik usus kadang-kadang dapat


didengar walaupun tanpa menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau
dalam keadaan lapar. Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3
kali permenit. Jika terdapat obstruksi usus, suara peristaltik usus ini akan
meningkat, lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan
suara usus ini disebut borborigmi.
Pada keadaan kelumpuhan usus (paralisis) misal pada pasien pasca
operasi atau pada keadaan peritonitis umum, suara ini sangat melemah dan jarang
bahkan kadang-kadang menghilang. Keadaan ini juga bisa terjadi pada tahap
lanjut dari obstruksi usus dimana usus sangat melebar dan atoni. Pada ileus
obstruksi kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi dan suara
logam (metallic sound).
Suara murmur sistolik atau diastolik mungkin dapat didengar pada
auskultasi abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada
pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena (venous hum) yang kadang-kadang
disertai dengan terabanya gerakan (thrill), dapat didengar di antara umbilikus dan
epigastrium. Pada keadaan fistula arteriovenosa intraabdominal kadang-kadang
dapat didengar suara murmur.

135
136
Checklist Skill :Pemeriksaan Fisik Abdomen

No Skor
Aspek yang dinilai 0 1 2

1 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari


rasa takut dan stress sebelum melakukan
pemeriksaan fisik :
a Memberi penjelasan dengan benar, jelas, lengkap
dan jujur tentang cara dan tujuan pemeriksaan
b Memberitahukan kemungkinan adanya rasa sakit
atau tidak nyaman yang timbul selama pemeriksaan
dilakukan
2 Melakukan Inspeksi :
a Penampilan Umum : tenang/gelisah/diam menahan
rasa sakit, pucat/tidak
b Kulit : kuning (ikterus)/tidak
c Exstermitas atas dan bawah : otot-otot kecil tangan
mengecil/tidak, ada tidaknya spider angioma, kuku
(lunula melebar/tidak),warna kulit, edema
d Wajah : mata cekung/tidak, sklera ikterik/tidak,
ada/tidaknya telangiektasis/tidak
e Abdomen
 Bentuk Perut : simetris atau tidak simetris,
terlihat atau tidak pembesaran setempat
pada abdomen
 Keadaan dinding perut / permukaan perut:
sikatrik, striae alba, kulit perut berwarna
kuning, kaput medusa, pelebaran vena
daerah lainnya.
 Gerakan dinding perut : pergerakan
peristaltik usus, dinding perut tegang dan
tidak bergerak, darm steifung
 Pulsasi/denyutan pada dinding abdomen :
pada dinding perut, daerah epigastrium.
3 Melakukan pemeriksaan palpasi :
 Palpasi hati : keadaan tepi, konsistensi,
kekenyalan, permukaan, nyeri tekan
 Palpasi limpa : ukuran normal atau
membesar (schuffner I-VIII)
 Palpasi ginjal, termasuk : ballotemen positif

137
atau negatif
 Ada atau tidak pembesaran organ abdomen
4 Melakukan pemeriksaan perkusi abdomen :
 Batas paru – hati relatif dan absolut
 Pemeriksaan asites :
 cairan bebas dalam rongga abdomen
 pemeriksaan Shifting Dullness
5 Melakukan pemeriksaan auskultasi abdomen :
suara peristaltik usus (terdengar normal, meningkat,
melemah), bising pembuluh darah (murmur sistolik
atau diastolik)
6 Memberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan
dan follow up lebih lanjut

Keterangan
0= tidak dilakukan
1= dilakukan tetapi kurang sempurna
2= dilakukan dengan sempurna
Cakupan penguasaan keterampilan : skor total /36 x 100% = %

Banda Aceh, ..................2017

Observer

138
2.PEMERIKSAAN PERINEUM & RECTAL
Posisi Pasien
Pemeriksaan rektum dapat dilakukan dengan pasien berbaring
terlentang/berbaring pada sisi kiri tubuh atau berdiri, atau membungkuk pada meja
pemeriksaan:
1. Posisi pasien litotomi (pasien terlentang dengan kedua lutut difleksikan):
Pemeriksa menjulurkan tangan kanannya di bawah paha kanan pasien, jari
telunjuk di dalam rektum bersamaan dengan tangan kiri pemeriksa yang
diletakkan di abdomen, cara pemeriksaan bimanual ini berguna dan
menimbulkan gangguan minimal pada pasien yang kesakitan.
2. Posisi berbaring miring ke lateral kiri, yang disebut posisi Sims, biasanya
dipakai pada wanita atau jika pasian sangat lemah dan harus terpaku di tempat
tidur. Dalam posisi ini tungkai kanan atas harus difleksikan sedangkan tungkai
kiri bawah setengah diekstensikan
3. Posisi berdiri merupakan posisi yang paling banyak dipakai dan dengan posisi
ini dapat dilakukan inspeksi menyeluruh pada anus dan palpasi rektum. Pasien
disuruh berdiri membungkuk dengan bahu dan sikunya disokong di atas
tempat tidur atau meja pemeriksaan. Tangan kanan pemeriksa dengan
memakai sarung tangan memeriksa anus dan jaringan sekitarnya sementara
tangan kiri dengan hati-hati merentangkan bokong. Jika mencurigai adanya
infeksi, kedua tangan pemeriksa harus memakai sarung tangan. Kulit anus
diperiksa untuk tanda-tanda peradangan, ekskoriasi, fisura, nodulus, fistula,
parut, tumor, atau hemorroid. Setiap daerah abnormal harus dipalpasi. Pasien
diminta mengedan sementara pemeriksa menginspeksi anus untuk melihat
adanya hemorroid atau fissura.

Teknik
- Pasien diberitahukan bahwa pemeriksaan rektum sekarang akan segera
dilakukan.
- Pemeriksa memberitahukan pasien bahwa lubrikan yang memberikan sensasi
dingin akan dipakai, dan ini akan diikuti dengan sensasi seperti akan buang air
besar; pasien harus diberikan jaminan bahwa sebenarnya ia tidak akan buang
air besar.
- Pemeriksa melaburi pelumas pada jari telunjuk tangan kanan yang bersarung
tangan dan meletakkan tangan kirinya pada bokong pasien. Ketika tangan kiri
merentangkan bokong pasien, jari telunjuk kanan dengan perlahan-lahan
diletakka pada pinggir anus. Sfingternya harus direlaksasikan dengan tekanan
lunak oleh permukaan palmar jari telunjuk.

139
- Pasien disuruh mengambil napas dalam, dan pada saat itu jari telunjuk kanan
dimasukkan ke dalam anal anus ketika sfingter anus mengendur. Sfingter
harus menutup dengan sempurna disekitar jari pemeriksa. Tonus sfingter harus
dinilai. Jari itu harus dimasukkan sejauh mungkin ke dalam rektum, meskipun
10 cm merupakan batas eksplorasi jari yang mungkin dilakukan. Tangan kiri
kemudian dapat dipindahkan ke bokong kiri pasien, sementara jari telunjuk
kanan memeriksa rektum.

Palpasi Dinding Rektum


- Dinding lateral, posterior dan anterior rektum di palpasi.
- Dinding lateral diraba dengan merotasikan jari sepanjang sisi-sisi rektum.
- Spina ischiadika, os coccygeus, dan sakrum bawah dapat diraba dengan
mudah.
- Dinding rektum dipalpasi untuk mengetahui adanya polip, yang dapat melekat
pada dasarnya (sesil) atau melekat pada tangkainya (pedunkulus). Setiap
ketidakaturan atau nyeri tekan yang tidak semestinya harus dicatat.
- Agar seluruh keliling dinding rektum dapat diperiksa, pemeriksa harus
memutar punggungnya menghadapi pasien sehingga pemeriksa dapat
melakukan hiperrotasi tangannya.

Palpasi Kelenjar Prostat


- Kelenjar prostat terletak di sebelah anterior rektum, diameter kira-kira 4 cm.
- Ukuran, permukaan, konsistensi, simetris/tidak, dan bentuk kelenjar prostat
harus diperiksa. Dalam keadaan normal, permukaannya halus dan kokoh,
mempunyai konsistensi seperti bola karet keras, berbentuk seperti hati, dimana
apeks hati mengarah ke anus. Margo superior biasanya terlalu tinggi untuk
dapat dijangkau.
- Kenalilah sulkus median dan lobus-lobus lateral.
- Catatlah setiap massa, nyeri tekan atau nodulus.
- Nodulus keras, asimetris mengarah ke kanker prostat dan paling sering
menterang lobus posterior, sedangkan Benign Hipertrofi Prostat (BPH),
kelenjar prostat membesar secara simetris dan lunak yang menonjol ke dalam
lumen rektum.
-

140
- Vesikulus seminalis terletak terletak di bagian atas kelenjar prostat dan jarang
teraba, kecuali jika membesar.
- Pemeriksaan rektum diakhiri dengan memberitahukan pasien bahwa
pemeriksa akan segera menarik jari telunjuk pemeriksa.
- Dengan perlahan-lahan keluarkan jari pemeriksa.

141
Checklist Skills : Perineal & Rectal Exam

No Aspek yang dinilai Skor

0 1 2

1. Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari rasa


takut dan stress sebelum melakukan pemeriksaan
perineum & rektal :

a. Memberi penjelasan dengan benar, jelas, lengkap dan jujur


tentang cara dan tujuan pemeriksaan.

b. Memberitahukan kemungkinan adanya rasa sakit atau tidak


nyaman yang timbul selama pemeriksaan dilakukan, termasuk
efek lubrikasi yang diberikan

2. Persiapan

a. Mengatur posisi pasien : sims/litotomi/berdiri

b. Memakai sarung tangan

c. Dokter berdiri di kanan/belakang/di depan tungkai pasien


(tergantung posisi pasien)

3. Teknik (posisi pasien : sims)

a. Melaburi pelumas pada jari telunjuk tangan kanan yang


bersarung tangan dan meletakkan tangan kiri pada bokong
pasien

b. Tangan kiri merentangkan bokong pasien, jari telunjuk kanan


dengan perlahan-lahan diletakkan pada pinggir anus.
Sfingternya harus direlaksasikan dengan tekanan lunak oleh
permukaan palmar jari telunjuk

c. Menyuruh pasien untuk mengambil napas dalam, dan pada


saat itu jari telunjuk kanan dimasukkan ke dalam anal anus
ketika sfingter anus mengendur.

d. Memasukkan jari telunjuk kanan sejauh mungkin ke dalam


rektum, tangan kiri kemudian dapat dipindahkan ke bokong
kiri pasien, sementara jari telunjuk kanan memeriksa rektum.

e. Palpasi Dinding Rektum (Dinding lateral, posterior


dan anterior rektum) : polip, ketidakaturan atau nyeri tekan yang

142
tidak semestinya, massa intra lumen (ada/tidak)

f. Palpasi Kelenjar Prostat : Ukuran, permukaan, konsistensi


dan bentuk kelenjar prostat. Sulkus median dan
lobus-lobus lateral : massa, nyeri tekan atau nodulus

g. Memberitahukan pasien bahwa pemeriksa akan


segera menarik jari telunjuk pemeriksa secara
perlahan-lahan

h. Melihat pada sarung tangan kemungkinan adanya :


darah, lendir, feses. Kemudian membersihkan sisa
jelly dengan tissue

4. Memberikan informasi hasil pemeriksaan dan follow up


lebih lanjut

Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna

Cakupan penguasaan keterampilan: Skor total ......../28 x 100% = %

Banda Aceh,......................2017

Observer

143
XI. ANAMNESIS KELAINAN ENDOKRIN DAN
PEMERIKSAAN FISIK KELENJAR DI LEHER
dr. T. Husni TR.,M.Kes.,SpTHT-KL
Bagian/SMF Ilmu THT
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA

Tujuan : Mahasiswa mampu melakukan anamnesis berbagai keluhan terkait


sistem endokrin dan melakukan pemeriksaan fisik kelenjar di leher

Dalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting,yaitu hipofisis,
tiroid, paratiroid, kelenjar adrenalin (anak ginjal), pankreas, ovarium, dan testis.

Gambar 1. Kelenjar-kelenjar endokrin dalam tubuh manusia

1. Hipofisis

Kelenjar hipofisis (pituitary) disebut juga master of gland atau kelenjar


pengendali karena menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur
kegiatan kelenjar lainnya. Kelenjar ini berbentuk bulat dan berukuran kecil, dengan
diameter 1,3cm. Hipofisis dibagi menjadi hipofisis bagian anterior, bagian tengah
(pars intermedia), dan bagian posterior.

Gambar 2. Hipofisis bagian anterior dan posterior.

144
 Hipofisis lobus anterior
Hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis lobus anterior dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.

Gambar 3.Hormon yang dihasilkan hipofisis lobus anterior beserta organ targetnya

Macam-macam fungsi hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis lobus anterior


dan gangguannya.

Hormon yang dihasilkan Fungsi dan gangguannya


Hormon Somatotropin (STH), merangsang sintesis protein dan metabolisme lemak,
Hormon pertumbuhan (Growth serta merangsang pertumbuhan tulang (terutama
Hormone / GH) tulang pipa) dan otot. Kekurangan hormon ini pada
anak-anak menyebabkan pertumbuhannya
terhambat /kerdil (kretinisme), jika kelebihan akan
menyebabkan pertumbuhan raksasa (gigantisme).
Jika kelebihan terjadi pada saat dewasa, akan
menyebabkan pertumbuhan tidak seimbang pada
tulang jari tangan, kaki, rahang, ataupun tulang
hidung yang disebut akromegali.

Hormon tirotropin atau Thyroid Mengontrol pertumbuhan dan perkembangan


Stimulating Hormone (TSH) kelenjar
gondok atau tiroid serta merangsang sekresi tiroksin.

Adrenocorticotropic hormone Mengontrol pertumbuhan dan perkembangan aktivitas


(ACTH) kulit ginjal dan merangsang kelenjar adrenal untuk
mensekresikan glukokortikoid (hormon yang
dihasilkan untuk metabolisme karbohidrat)

Prolaktin (PRL) atau Membantu kelahiran dan memelihara sekresi susu


Lactogenic hormone (LTH) oleh kelenjar susu

145
Hormon gonadotropin pada
wanita :
1. Follicle Stimulating · Merangsang pematangan folikel dalam ovarium
Hormone (FSH) dan menghasilkan estrogen
2. Luteinizing Hormone (LH) · Mempengaruhi pematangan folikel dalam ovarium
dan menghasilkan progestron
Hormone gonadotropin pada
pria :
1. FSH · Merangsang terjadinya spermatogenesis (proses
2. Interstitial Cell pematangan sperma)
Stimulating · Merangsang sel-sel interstitial testis untuk
Hormone (ICSH) memproduksi testosteron dan androgen

Hipofisis pars media


Jenis hormon serta fungsi hipofisis pars media :

No Hormon Fungsi
1. MSH (Melanosit Mempengaruhi warna kulit individu. dengan cara
Stimulating Hormone) menyebarkan butir melanin, apabila hormon ini
banyak dihasilkan maka menyebabkan kulit
menjadi hitam.

Hipofisis lobus posterior


Hormon yang dihasilkan hipofisis lobus posterior beserta organ targetnya dapat di
lihat pada gambar dan tabel dibawah ini.

No Fungsi

1. Oksitosin Menstimulasi kontraksi otot polos pada


rahim wanita selama proses melahirkan

2. Hormon ADH Menurunkan volume urine dan meningkatkan


Hormon
tekanan darah dengan cara menyempitkan
pembuluh darah

146
Gambar 4. Regulasi hormon ADH

2.Tiroid

Gambar 5. Kelenjar Tiroid

Tiroid merupakan kelenjar yang terdiri dari folikel-folikel dan terdapat di


depan trakea.
 Kelenjar yang terdapat di leher bagian depan di sebelah bawah jakun dan
terdiri dari dua buah lobus.
 Kelenjar tiroid menghasilkan dua macam hormon yaitu tiroksin (T4) dan
Triiodotironin (T3).
 Hormon ini dibuat di folikel jaringan tiroid dari asam amino (tiroksin)
yang mengandung yodium. Yodium secara aktif di akumulasi oleh kelenjar tiroid
dari darah. Oleh sebab itu kekurangan yodium dalam makanan dalam jangka
waktu lama, mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok hingga 15 kali.

147
Hormon yang dihasilkan dari kelenjar tiroid beserta fungsinya:

No Hormon Fungsi
1 Tiroksin Mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan
dan kegiatan sistem saraf
2 Triiodotironin Mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan
dan kegiatan sistem saraf
3 Kalsitonin Menurunkan kadar kalsium dalam darah dengan cara
mempercepat absorpsi kalsium oleh tulang

Gambar 6. Regulasi hormon Tiroid

Jenis penyakit tiroid yang utama:


 Hipertiroidisme / Tirotoksikosis
 Hipotiroidisme

Hyperthyroidism / thyrotoxicosis, hormon tiroid T3 dan T4 didapati lebih


tinggi daripada orang biasa. Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan
metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila terjadi
pada anak-anak mengakibatkan kretinisme, yaitu kelainan fisik dan mental yang
menyebabkan anak tumbuh kerdil dan idiot.

Gambar 7. Orang yang mengalami kretinisme

148
Jika kelebihan tiroid (hipertiroidisme), akan menyebabkan pertumbuhan
raksasa (gigantisme). Jika kelebihan terjadi pada saat dewasa, akan menyebabkan
pertumbuhan tidak seimbang pada tulang jari tangan, kaki, rahang, ataupun tulang
hidung yang disebut akromegali.

Gambar 8. Akromegali

3. Paratiroid

Gambar 9. Kelenjar paratiroid

Kelenjar paratiroid berjumlah empat buah, terletak di belakang kelenjar tiroid.


 Kelenjar ini menghasilkan parathormon (PTH) yang berfungsi mengatur
konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstraseluler dengan cara mengatur:
absorbsi kalsium dari usus, ekskresi kalsium oleh ginjal, dan pelepasan
kalsium dari tulang.
 Hormon paratiroid meningkatkan kalsium darah dengan cara merangsang
reabsorbsi kalsium di ginjal dan dengan cara penginduksian sel-sel tulang
osteoklas untuk merombak matriks bermineral pada tulang sejati dan
melepaskan kalsium ke dalam darah.
 Jika kelebihan hormon ini, akan berakibat kadar kalsium dalam darah
meningkat, hal ini akan mengakibatkan terjadinya endapan kapur pada
ginjal.
 Jika kekurangan hormon ini, menyebabkan kejang yang disebut tetani.
 Kalsitonin mempunyai fungsi yang berlawanan dengan PTH, sehingga
fungsinya menurunkan kalsium darah.
Fungsi umum kelenjar paratiroid adalah:
1. Mengatur metabolisme fosfor.
2. Mengatur kadar kalsium darah.

149
4. Kelenjar Adrenal

Gambar 10. Kelenjar Adrenal

Kelenjar ini berbentuk bola, atau topi yang menempel pada bagian atas
ginjal. Pada setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenal dan dibagi atas dua
bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medulla).

Tabel 2. Hormon dari kelenjar anak ginjal dan prinsip kerjanya


No Hormon Prinsip kerja
1 Bagian korteks adrenal
a. Mineralokortikoid Mengontol metabolisme ion anorganik
b. Glukokortikoid Mengontrol metabolisme glukosa

2 Bagian Medula Adrenal Kedua hormon tersebut bekerja sama dalam


Adrenalin (epinefrin) dan hal berikut :
noradrenalin a. dilatasi bronkiolus
b. vasokonstriksi pada arteri
c. vasodilatasi pembuluh darah otak dan otot
d. mengubah glikogen menjadi glukosa dalam
hati
e. gerak peristaltik
f. bersama insulin mengatur kadar gula darah

Gambar 11 : (A) Regulasi hormon adrenal, (B) Regulasi hormon medula adrenal.

150
Stimulus yang mencekam menyebabkan hipotalamus mengaktifkan
medulla adrenal melalui impuls saraf dan korteks adrenal melalui sinyal hormonal.
Medulla adrenal memperantarai respons jangka pendek terhadap stress dengan
cara mensekresikan hormon katekolamin yaitu epinefrin dan norepinefrin. Korteks
adrenal mengontrol respon yang berlangsung lebih lama dengan cara
mensekresikan hormon steroid.

5. Pankreas

 Kelenjar pankreas merupakan sekelompok sel yang terletak pada pancreas,


sehingga dikenal dengan pulau – pulau langerhans.
 Kelenjar pankreas menghasilkan hormon insulin dan glucagon. Insulin
mempermudah gerakan glukosa dari darah menuju ke sel –
sel tubuh menembus membrane sel.
 Di dalam otot glukosa dimetabolisme dan disimpan dalam bentuk
cadangan.
 Di sel hati, insulin mempercepat proses pembentukan glikogen
(glikogenesis) dan pembentukan lemak (lipogenesis).
 Kadar glukosa yang tinggi dalam darah merupakan rangsangan untuk
mensekresikan insulin. Sebagai contoh, insulin akan meningkat setelah
kita makan. Setelah makan maka kadar glukosa dalam darah akan naik
karena tubuh mendapatkan glukosa dari pemecahan makanan tersebut.
Tubuh mengambil kelebihan glukosa dengan cara menekan sekresi insulin
untuk menyeimbangkannya pada kadar normal. Sebaliknya glukagon
bekerja secara berlawanan terhadap insulin. Glukagon berfungsi
mengubah glikogen menjadi glukosa sehingga kadar glukosa naik.
Contohnya pada saat kita berpuasa. Karena tubuh tidak mendapatkan
asupan glukosa ketika berpuasa, maka tubuh mensekresikan glukagon
untuk menyeimbangkan kekurangan glukosa tersebut.
 Kekurangan hormon insulin akan menyebabkan penyakit diabetes mellitus
(kencing manis).
 Insulin berperan mengubah glukosa menjadi glikogen agar dapat
menurunkan kadar gula darah. Jika seseorang tidak dapat memproduksi
insulin, maka glukosa dalam darah terus bertambah karena glukosa tidak
dapat diubah menjadi glikogen. Akibatnya urine yang dikeluarkannya
mengandung glukosa.

151
Gambar 12. Pengaturan kadar gula darah

Peningkatan glukosa darah di atas batas normal (sekitar 90mg/100


ml pada manusia) merangsang pankreas
untuk mensekresi insulin, yang memicu sel-sel targetnya untuk mengambil
kelebihan glukosa dari darah. Ketika hormone ini berlebihan dikeluarkan atau
ketika konsentrasi glukosa turun dibawah normal, maka pancreas akan merespons
dengan cara mensekresikan glukagon, yang mempengaruhi hati untuk menaikkan
kadar glukosa darah.

6. Ovarium, dan testis

Gambar 13. Ovarium dan Testis

A. Ovarium
 Merupakan kelenjar kelamin wanita yang berfungsi menghasilkan sel
telur, hormon estrogen dan hormon progesteron.
 Sekresi estrogen dihasilkan oleh folikel de Graaf dan dirangsang oleh FSH
 Estrogen berfungsi menimbulkan dan mempertahankan tanda-tanda
kelamin sekunder pada wanita, misalnya perkembangan pinggul,
payudara, serta kulit menjadi halus.

152
 Progesteron dihasilkan oleh korpus luteum dan dirangsang oleh LH
 Progesteron berfungsi mempersiapkan dinding uterus agar dapat menerima
sel telur yang sudah dibuahi.

Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi adalah:


1. FSHRH (follicle stimulating hormone releasing hormone) yang di
keluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH.
2. LHRH (luteinizing hormone releasing hormone) yang dikeluarkan
hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan LH.
3. PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk
mengeluarkan prolaktin.

Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis


merangsang perkembangan folikel-folikel di dalam ovarium (indung telur).
Pada umumnya hanya 1 folikel yang terangsang namun folikel yang berkembang
bisa saja lebih dari 1, dan folikel tersebut berkembang menjadi folikel de graaf
yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi
FSH, sehingga hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi
LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing hormones yang disalurkan
hipotalamus ke hipofisis.
Penyaluran RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap
hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan
menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang mengandung estrogen.
Estrogen mempengaruhi pertumbuhan endometrium.
Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi matang sampai terjadi ovulasi.
Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan menjadi korpus
luteum, di bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic hormones, suatu
hormon gonadotropik). Korpus luteum menghasilkan progesteron yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan kelenjar
endometrium. Bila tidak ada pembuahan, maka korpus luteum berdegenerasi
dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan
kadar hormon ini menyebabkan degenerasi, perdarahan dan pelepasan dari
endometrium. Proses ini disebut haid atau menstruasi. Apabila terdapat
pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut dipertahankan.

Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:


1. Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu
endometrium (selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan
hormon-hormon ovarium berada dalam kadar paling rendah.
2. Masa proliferasi dari berhentinya darah menstruasi sampai hari ke-14.
Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi
pertumbuhan dari desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk
perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari
ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari indung telur (disebut
ovulasi).
3. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi.
Hormon progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan

153
endometrium untuk membuat kondisi rahim siap untuk implantasi
(perlekatan janin ke rahim).

Gambar 14. Regulasi hormon pada wanita

B. TESTIS
 Testis pada manusia terdiri dari tubulus yang dilapisi oleh sel-sel
benih (sel germinal), tubulus ini dikenal dengan tubulus seminiferus.
 Testis mensekresikan hormon testosterone yang berfungsi merangsang
pematangan sperma (spermatogenesis) dan pembentukan tanda-tanda
kelamin pria, misalnya pertumbuhan kumis, janggut, bulu dada, jakun dan
membesarnya suara.
 Sekresi hormon tersebut dirangsang oleh ICTH yang dihasilkan oleh
hipofisis bagian anterior.
 Sewaktu pubertas, hipofisis anterior memproduksi gonadotropin, yaitu hor
mon FSH dan LH. Sekresi kedua hormon ini dipengaruhi oleh GnRF
(Gonadotropin Releasing Factor) yang berasal dari hipotalamus.

Gambar 15. Regulasi hormon pada laki-laki

154
PEMERIKSAAN FISIK KELENJAR DI LEHER

Inspeksi Leher:
Perhatikan simetris atau tidak, adanya massa atau jaringan parut,
pembesaran kelenjar parotis, kelenjar submandibula, kelenjar limfa leher dan
kelenjar tiroid.

Gambar 16. Kelenjar-kelenjar di Leher

Palpasi Kelenjar Limfa leher:


Cara : - Pemeriksa berdiri di depan/belakang pasien dan meraba dengan
kedua belah tangan seluruh daerah leher dari atas ke bawah.
- Bila terdapat pembesaran kelenjar limfa, tentukan ukuran, bentuk,
konsistensi, perlekatan dengan jaringan sekitarnya dan lokasinya.

Gambar 17 . Cara Pemeriksaan Kelenjar di Leher

155
Gambar 18. Kelenjar Limfa Leher

Keterangan : Daerah kelenjar limfa leher


1. Preaurikular 6. Submental
2. Posterior Aurikular 7. Superficial cervical
3. Oksipital 8. Posterior cervical
4. Tonsilar 9. Submandibular
5. Deep cervical

Palpasi Kelenjar Tiroid


Terdapat 2 cara:
1. Cara anterior :
- Pasien dan pemeriksa duduk berhadapan
- Leher pasien difleksikan atau memutar dagu sedikit ke kanan (untuk
merelaksasikan musculus sternocleidomastoideus pada sisi tersebut)
- Tangan kanan pemeriksa menggeser laring ke kanan
- Pasien disuruh menelan
- Selama menelan lobus tiroid kanan dipalpasi dengan ibu jari dan jari
telunjuk tangan kiri
- Setelah memeriksa lobus kanan, laring digeser kekiri dan lobus kiri
dievaluasi dengan cara yang sama dengan tangan sebelahnya.
2. Cara Posterior :
- Pemeriksa berada di belakang pasien
- Pemeriksa meletakkan kedua tangannya pada leher pasien, yang posisinya
sedikit ekstensi
- Pemeriksa memakai tangan kirinya mendorong trakea ke kanan
- Pasien diminta untuk menelan, sementara tangan kanan pemeriksa meraba
tulang rawan tiroid berlatar belakang musculus sternocleidomastoideus
- Pasien diminta sekali lagi menelan saat trakea terdorong ke kiri
- Pemeriksa meraba kelenjar tiroid berlatar belakang musculus
sternocleidomastoideus kiri dengan tangan kiri.

156
Normal : kelenjar tiroid jarang teraba
Jika teraba, nilai : konsistensinya, besarnya, nyeri tekan atau tidak.

Gambar 19.Cara Pemeriksaan Kelenjar Tiroid (cara posterior)

157
Checklist: Anamnesis Kelainan Endokrin dan Pemeriksaan Fisik Kelenjar di
Leher
Skor
No Aspek yang dinilai
0 1 2 3
I. Anamnesis Kelainan Endokrin
1. Membina hubungan baik
 Menyapa, memberikan salam dan
memperkenalkan diri
2. Mampu mengumpulkan data umum pasien
3. Mampu menggali informasi tentang :
 Keluhan utama
 Keluhan tambahan
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penggunaan obat
 Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat kebiasaan sosial
II. Pemeriksaan Fisik Kelenjar di Leher
4. Menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur dan
ketidaknyamanan yang mungkin timbul selama
pemeriksaan
5. Mempersiapkan pasien (memposisikan) u ntuk
pemeriksaan
6. Melakukan inspeksi leher
7. Melakukan palpasi kelenjar limfa leher
8. Melakukan pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid

Keterangan Skor :

0 = tidak dilakukan sama sekali


1 = dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = dilakukan dengan sempurna
Cakupan penguasaan keterampilan : Skor total …………./42 x 100% = %

Banda Aceh,......................2017

Observer

158

Anda mungkin juga menyukai