Anda di halaman 1dari 8

Sebuah Uji Klinis Mengenai Penatalaksanaan Demam Tifoid

Tanpa Komplikasi: Efektivitas Kombinasi Ceftriaxon


Azitromisin
Vishal P.Giri, Om P.Giri, Anshuman Srivastava, Chandan Mishra, Ajay Kumar,
Shubhra Kanodia

Abstrak
Latar Belakang: Demam tifoid merupakan suatu infeksi sistemik yang
disebabkan oleh bakteri Gram negatif Salmonella enterica serovar typhi (S.typhi).
Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang besar di India. Penyakit ini
menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang signifikan. Terapi antimikroba
sangat penting dalam penatalaksanaan demam tifoid. Kemunculan strain S.typhi
yang resisten terhadap beberapa obat (MDR) dan asam nalidiksat (NAR) telah
mempersulit penatalaksanaan dengan membatasi pilihan penatalaksanaan. Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas dan profil
keamanan terapi kombinasi ceftriaxon dan azitromisin pada demam tifoid yang
tidak berkomplikasi.
Metode: Pasien dewasa dengan demam tifoid tanpa komplikasi yang terbukti
melalui kultur darah yang dirawat di Departemen Penyakit dalam Pusat penelitian
dan Fakultas Kedokteran Teerhanker Mahaveer diobati dengan ceftriaxon secara
intravena (2 gram per hari selama 14 hari) dan azitromisin secara oral (500 mg per
hari selama 7 hari). Pasien-pasien dievaluasi secara klinis dan secara bakteriologis
selama periode penelitian dan follow up.
Hasil: Teramati adanya angka kesembuhan sebesar 96 %. Tidak tercatat adanya
kekambuhan
Kesimpulan: Kombinasi ceftriaxone azitromisin dapat dipertimbangkan
sebagai suatu terapi empiris untuk penatalaksanaan demam tifoid tanpa
komplikasi dari sudut pandang kemunculan strain S.typhi yang bersifat MDR dan
NAR.

1
Pendahuluan
Demam tifoid merupakan suatu infeksi akut generalisata di sistem
retikuloendotelial yang disebabkan oleh Salmonella enterica serovar typhi
(S.typhi). Bakteri ini paling sering diperoleh melalui konsumsi air atau makanan
yang telah terkontaminasi oleh feses dari orang-orang yang terinfeksi secara akut
atau sedang dalam masa penyembuhan atau karier asimptomatik kronis. Onset
penyakit bersifat gradual atau perlahan. Demam meningkat dari hari ke hari dari
berderajat rendah hingga setinggi 102 104o F (38 40oC) pada hari ketiga
hingga keempat penyakit. Kelainan ini berkaitan dengan nyeri kepala, malaise,
dan hilangnya nafsu makan. Bisa ditemukan hepatosplenomegali dan ruam berupa
makula di badan. Komplikasi yang mengancam nyawa dapat terjadi setelah
penyakit minggu 2 3. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kultur darah,
sumsum tulang atau feses. Terapi antimikroba yang spesifik mempersingkat
perjalanan klinis demam tifoid dan mengurangi risiko kematian.
Selama beberapa dekade, kloramfenikol telah sangat efektif melawan
S.thypi, namun strain S.thypi yang bersifat resisten terhadap beberapa obat (MDR)
(Resisten terhadap kloramfenikol, trimethoprim-sulfametoxazole, dan ampisilin)
telah membatasi penggunaannya pada demam tifoid. Fluorokuinolon telah
terbukti efektif untuk kasus-kasus demam tifoid MDR.
Namun, isolat S.thypi yang resisten terhadap asam nalidiksat (NAR) telah
mengurangi kerentanan terhadap fluorokuinolon, dan oleh karena itu demam
tifoid yang disebabkan oleh isolat ini menunjukkan respon yang kurang baik
terhadap terapi fluorokuinolon. Resistensi terhadap NA telah semakin meningkat
di India semenjak tahun 2005 dan saat ini mencapai 100%.
Ceftriaxon sangat efektif pada demam tifoid, namun kurang dibandingkan
obat alternatif yang ideal untuk penatalaksanaan demam tifoid yang tidak
berkomplikasi. Agen ini menunjukkan respon yang lambat dengan rerata waktu
selama 5-7 hari atau bahkan lebih lama untuk mencapai masa defervescence, yang
dapat dikaitkan dengan kemampuan penetrasi obat yang buruk ke dalam sel,
sehingga sulit untuk membasmi bakteri dari tempat intrasel. Spektrum S.thypi
penghasil beta-laktamase yang luas (CTX-M-15 dan SHV-12 ESBL) dan CMY-2-
AmpC-betalaktamase telah dilaporkan. Peningkatan resistensi terhadap

2
sefalosporin golongan ketiga atau keempat telah teramati pada banyak penelitian.
Azitromisin mempunyai banyak karakteristik untuk penatalaksanaan demam
tifoid yang efektif dan nyaman sehingga obat ini merupakan pilihan lebih lanjut
yang dapat digunakan. Strain S.typhi yang resisten terhadap azitromisin baru-baru
ini telah dilaporkan di India.
Selama beberapa tahun terakhir, data pendahuluan yang dipublikasikan telah
membuktikan terapi kombinasi ceftriaxon intravena dengan azitromisin oral
secara signifikan lebih unggul dibandingkan ceftriaxon saja meskipun pada
sekelompok pelancong yang tidak terimunisasi yang mengalami demam tifoid di
daerah bagian India.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti efektivitas terapi kombinasi
ceftriaxon dan azitromisin untuk penatalaksanaan demam tifoid yang tidak
berkomplikasi.

Metode
Penelitian prospektif ini dilakukan di Pusat Penelitian dan Fakultas
Kedokteran Mahaveer Teerthanker, Moradabad, Uttar Pradesh, India, selama
jangka waktu dari Maret 2014 hingga Januari 2015. Penelitian ini disetujui oleh
komite Etik Institusional.
Totalnya, sebanyak 25 pasien dengan demam tifoid yang dirawat di bangsal
Penyakit Dalam dipilih untuk penelitian ini. Pada semua kasus, kultur darah
menunjukkan keadaan yang positif untuk S.typhi. Uji sensitivitas isolat
antimikroba (AST) terhadap kloramfenikol, trimetoprim-sulfametoxazole,
ampisilin, ciprofloxacin, ofloxacin, ceftriaxone dan azitromisin dilakukan. Kultur
darah dari para pasien diolah dengan sistem otomatis kultur darah BACTEC 9240
(Becton Dickinson). ID (identifikasi) dan AST ditentukan oleh sistem
mikrobiologi otomatis BD Phoenix 100.
Pemeriksaan rutin, misalnya elektrokardiogram, echokardiografi, dan
radiografi (foto polos thoraks, sonografi thoraks, dan abdomen), hitung darah
lengkap, pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan serologi untuk malaria,
urinalisis, pemeriksaan fungsi hati, dan pemeriksaan fungsi ginjal dilakukan pada
masing-masing pasien.

3
Kriteria Inklusi
(a) Dewasa, (b) demam tifoid yang tidak berkomplikasi, (c) kultur darah
yang positif untuk S.typhi, (d) isolat sensitif secara in vitro terhadap ceftriaxon
dan azitromisin, (e) menandatangani persetujuan untuk berpartisipasi dalam
penelitian, (f) pasien bisa mengonsumsi obat oral.

Kriteria Eksklusi
(a) Alergi terhadap sefalosporin atau makrolid, (b) demam tifoid berkaitan
dengan komplikasi misalnya perforasi usus, perdarahan usus, syok, dan
ensefalopati, (c) ketidakmampuan untuk menelan obat secara oral, (d) penyakit
yang mendasari, (e) kehamilan, (f) laktasi, (g) penatalaksanaan dalam 4 hari
terakhir dengan antibiotika yang mungkin efektif terhadap demam tifoid.

Suatu proforma yang dirancang secara khusus dipersiapkan dan data yang
berkenaan dengan pasien dicatat didalamnya. Data mencakup rincian mengenai
demografi, gejala dan tanda, perjalanan klinis termasuk pengukuran suhu, dan
outcome yang mencakup komplikasi, kekambuhan dan bakteremia dan disposisi
(dipulangkan, dipindahkan, meninggal).
Semua kelompok pasien penelitian diobati dengan kombinasi ceftriaxone 2
g intravena satu kali sehari selama 14 hari dengan azitromisin 500 mg setiap hari
selama 7 hari pertama.
Penatalaksanaan suportif mencakup tablet parasetamol dan infus dextrose
intravena saat diindikasikan. Pasien diberikan diet semipadat hingga diet cair yang
seimbang di sepanjang penatalaksanaan.
Pada masing-masing hari, setiap kasus dievaluasi secara klinis dua kali
sehari (pagi dan malam hari) di bangsal dan dilakukan pencatatan suhu oral.
Kultur darah diulang pada akhir penatalaksanaan (hari 14). Masing-masing pasien
masih tetap dirawat inap di sepanjang periode penatalaksanaan dan 3 hari
selanjutnya setelah terapi selesai diberikan. Pasien dipantau satu kali seminggu
selama 1 bulan setelah akhir terapi untuk mengetahui kekambuhan gejala. Kultur

4
feses dilakukan setelah penatalaksanaan dan diulangi pada 1, 3, dan 6 bulan
berikutnya untuk S.typhi.
Outcome primer yang diteliti adalah: (a) kegagalan penatalaksanaan, yang
didefinisikan sebagai persistensi demam setelah 7 hari penatalaksanaan atau
terjadinya komplikasi saat penatalaksanaan, (b) kegagalan mikrobiologi, yang
didefinisikan sebagai kultur positif dari darah pada akhir penatalaksanaan, (c)
kekambuhan, yang didefinisikan sebagai berulangnya gejala-gejala selain kultur
positif dari darah atau feses dalam waktu 1 bulan selama periode follow up, (d)
reaksi obat yang tidak diharapkan, yang didefinisikan sebagai kerusakan yang
berkaitan dengan penatalaksanaan medis, berkebalikan dengan komplikasi
penyakit, (e) karier fekal.

Outcome Sekunder Yang Diikutsertakan


(a) Waktu pembersihan demam (FCT), yang didefinisikan sebagai waktu
dalam jam dari dimulainya uji coba obat hingga suhu tubuh menjadi nilai <
37.5oC dan masih tetap seperti itu selama 48 jam. (b) durasi rawat inap, yang
didefinisikan sebagai waktu dalam hari dari masuk ke rumah sakit hingga uji coba
dan pemulangan.
Pasien dianggap sembuh secara klinis ketika demam reda dalam waktu 7
hari setelah terapi antibiotika dan tanpa adanya kekambuhan selama periode
follow up 1 bulan.

Analisis Statistik Data


Semua data dikalkulasikan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS
versi 15.0. Variabel parametrik didefinisikan sebagai rerata standar deviasi.

Hasil
Totalnya, 17 dari 25 pasien adalah laki-laki (68%) dengan rasio laki-laki
terhadap perempuan adalah 2:1. Usia semua pasien berkisar antara 18 dan 47
tahun. Rerata usia pasien adalah 27.38 tahun (tabel 1).
Durasi rerata demam dalam kelompok penelitian adalah 9.20 hari (Tabel 2).
Rerata waktu hingga menjadi afebris adalah 4.88 hari. FCT adalah < 5 hari pada

5
23 pasien (92%) dan pada 1 (4%) kasus demam hilang dalam 7 hari. Kegagalan
pengobatan teramati pada 1 (4%) kasus. Tidak terdapat adanya kekambuhan pada
kasus yang mengalami kesembuhan (Tabel 3-5).
Dua pasien (8%) mengalami efek samping minor: mual dan nyeri abdomen
dan dapat dengan mudah diobati. Tidak tercatat adanya keadaan karier.

Tabel 1: Distribusi Usia Dan Jenis Kelamin Pada Pasien-Pasien Demam


Tifoid
N (%)
Kelompok usia
Laki-laki Perempuan Total
18-22 5 (20) 2 (8) 7 (28)
23-27 6 (24) 2 (8) 8 (32)
28-32 4 (16) - 4 (16)
33-37 1 (4) 2 (8) 3 (12)
38-42 - - -
43-47 1 (4) 2 (8) 3 (12)
Total 17 (68) 8 (32) 25 (100)
Rerata usia 27.38 9.13 tahun
Tabel 2: Durasi Demam Pada Pasien Demam Tifoid Sebelum Memulai
Penatalaksanaan
Pasien
Durasi demam
N (%)
7 hari 7 (28)
8 14 hari 16 (64)
> 14 hari 2 (8)
Rerata durasi demam 9.20 3.86

Kultur feses masih tetap negatif selama periode follow up 6 bulan pada
semua kasus yang diobati. Biaya penatalaksanaan dengan ceftriaxon dan
azitromisin pada satu pasien adalah 1830 INR.

Pembahasan
Meltzer dkk melakukan sebuah uji klinis komparatif pada terapi kombinasi
ceftriaxone azitromisin berbanding monoterapi ceftriaxone pada 37 pasien yang
menderita demam enterik (infeksi Salmonella paratyphi A) dan melaporkan
bahwa terapi kombinasi bisa memberikan keuntungan terpeutik yang melebihi
monoterapi. Waktu hingga mengalami defervescence pada 17 pasien yang diobati

6
dengan kombinasi ceftriaxone dan azitromisin adalah 3.2 hari, sementara pada 13
kasus yang diobati dengan monoterapi ceftriaxone, waktu hingga defervescence
adalah 6.6 hari.
Penelitian ini melakukan suatu uji klinis kombinasi ceftriaxone dan
azitromisin pada 25 pasien yang menderita demam tifoid yang disebabkan oleh
S.typhi dan mengamati adanya defervescence pada 4.88 hari.
Penatalaksanaan demam tifoid telah dipersulit pada beberapa tahun terakhir
dengan meningkatnya strain MDR termasuk S.typhi kuinolon/NAR (NARST).
Regimen yang dianjurkan untuk NARST adalah rangkaian pemberian ceftriaxone
selama 10 14 hari.
Antibiogram isolat S.typhi dari darah di regio Karnataka coastal India
mengungkapkan bahwa strain ini sangat sensitif terhadap ceftriaxone.

Tabel 3. Respon Terhadap Penatalaksanaan Pada Pasien Demam Tifoid


Total Respon Respon Respon Tidak ada
(n) *
baik (n) sedang** (n) buruk*** (n) respon (n)
25 1 22 1 1
*Hilangnya demam dalam 3 hari, ** hilangnya demam dalam 3-5 hari, ***
hilangnya demam pada > 5 hari

Tabel 4. Penurunan Suhu Permukaan Tubuh (F) Pada Pasien Demam


Tifoid
Suhu (oF)
Hari
Rerata SD
Hari 1 102.34 0.9
Hari 3 99.90 0.7
Hari 5 98.42 0.3
Hari 7 98.20 0.2
SD: standar deviasi

Tabel 5. FCT Pada Pasien Demam Tifoid


Kelompok Rerata SD
Pasien demam tifoid 4.88 0.53 hari
FCT: waktu pembersihan demam; SD: standar deviasi

7
Namun, respon terhadap ceftriaxone tercapai dalam waktu yang lambat.
Median waktu hingga defervescence pada lebih dari 10 hari telah dilaporkan pada
beberapa penelitian. Respon yang terlambat terhadap obat ini dapat
mencerminkan lokasi S.typhi yang berada di intrasel, dimana ceftriaxon bersifat
kurang aktif.
Jain dan Das Chugh baru-baru ini telah melaporkan resistensi terhadap
ceftriaxone pada 1% strain S.typhi di Delhi, India. Garg dkk mecatat adanya 2.5%
strain S.typhi yang resisten terhadap ceftriaxone di Shimla, Himachal Pradesh,
India.
Azitromisin telah dilaporkan sama efektifnya dengan ceftriaxone dalam
penatalaksanaan demam tifoid. Efektivitas azitromisin selama penatalaksanaan
berkaitan dengan konsentrasi di jaringan dibandingkan dengan konsentrasi di
serum. Azitromisin juga dibersihkan dengan cepat dari sirkulasi. Resistensi
azitromisin yang menyebabkan kegagalan penatalaksanaan telah dilaporkan oleh
Molloy dkk.
Angka resistensi azitromisin pada S.typhi telah meningkat dari 2.6% hingga
17.6% di India. Ini merupakan suatu permasalahan.
Ceftriaxone memperlihatkan pengaruh maksimalnya di kompartemen
ekstrasel. Azitromisin memperlihatkan penetrasi yang sangat baik pada sebagian
besar jaringan, dan obat ini mencapai konsentrasi di makrofag dan neutrofil yang
lebih dari 100 kali lipat lebih tinggi dibandingkan konsetrasi di serum, sehingga
obat ini memperlihatkan pengaruh maksimumnya di kompartemen intrasel.
Kombinasinya dapat memberikan manfaat tambahan. Oleh karena itu, suatu
pendekatan terbaru diusulkan untuk mengombinasikan kedua obat untuk
penatalaksanaan demam tifoid.
Kombinasi dua obat ini (ceftriaxone dan azitromisin) telah menjadi praktik
standar di Israel. Kombinasi ini membutuhkan uji klinis lebih lanjut untuk
mengevaluasi efektivitas dan profil keamanan di konteks Indian, sehingga
kombinasi obat ini dapat direkomendasikan sebagai terapi empiris untuk
penatalaksanaan demam tifoid di area-area endemik.

Anda mungkin juga menyukai