Anda di halaman 1dari 27

MIKROBIOLOGI AIR

IL 2203

Kurva Tumbuh dan Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme

1. Menghitung Jumlah Sel Ragi dalam Counting Chamber


2. Metode Pengenceran dalam Standard Plate Count
3. Kurva Tumbuh Bakteri

Nama/NIM : Dicky Maulana Nuryana (15714007)

Mifta Khola A (15714008)

Brigitta Merylla Riani (15714009)

Kelompok : 3

Tanggal Praktikum : 12 Oktober 2015

PJ Modul : Fitrianawati

Asisten : Ahmad Mulyasir

Fitrianawati

Siti Nuranisah R

Laurentia Mutiara Sani W

Analisis : Didit Trihartomo

Dedi

Teknisi : Oleh

PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2015

PERCOBAAN 14 : PENGAMATAN JAMUR


I. TUJUAN
1. Mengetahui morfologi dari jamur yang diamati dengan menggunakan
mikroskop.

II. PRINSIP KERJA


Pada percobaan kali ini, akan diamati morfologi jamur yang memiliki filamen
dan menyerupai benang halus yang disebut hifa. Inokulasi jamur diatas kaca preparat
kemudian amati menggunakan mikroskop. Bandingkan hasil yang dilihat pada
mikroskop dengan literatur serta tentukan jenisnya.

III. TEORI DASAR


Jamur adalah organisme yang sel-selnya berinti sejati atau eukariotik,
berbentuk benang, bercabang-cabang, tidak berklorofil, dinding selnya mengandung
kitin atau selulosa atau keduanya, heterotrof, absortif dan sebagian besar tubuhnya
terdiri dari bagian vegetatif berupa hifa dan generatif yaitu spora. Jamur merupakan
kelompok organisme eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum fungi.
Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri jamur berbeda dengan
organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan
reproduksinya. Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa
membentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan- jalinan
semu menjadi tubuh buah. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun
dari dinding berbentuk pipa (Pelczar and Reid, 1958). Dinding ini menyelubungi
membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik.
Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori
besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang
mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau
hifasenositik.Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali
yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada jamur yang bersifat
parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ
penyerap makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan substrat. Semua
jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme lainnya, jamur
tidak memangsa dan mencernakan makanan. untuk memperoleh makanan, jamur
menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian
menyimpannya dalam bentuk glikogen. Oleh karena jamur merupakan konsumen
maka jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein,
vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari ingkungannya.
Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif,
atau saprofit.
Parasit obligat merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya,
sedangkan di luar inangnya tidak dapat hidup. Parasit fakultatif adalah jamur yang
bersifat parasit jika mendapatkan inang yang sesuai, tetapi bersifat saprofit jika tidak
mendapatkan inang yang cocok. Saprofit merupakan jamur pelapuk dan pengubah
susunan zat organik yang mati. Jamur saprofit menyerap makanannya dari organisme
yang telah mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur saprofit
mengeluar-kan enzim hidrolase pada substrat makanan untuk mendekomposisi
molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga mudah diserap oleh hifa.
Selain itu, hifa dapat juga langsung menyerap bahan bahan organik dalam bentuk
sederhana yang dikeluarkan oleh inangnya. Jamur benang yang berukuran kecil dan
biasanya bersifat uniseluler dapat diamati dengan mikroskop.

Gambar 1. Hifa yang membentuk miselium dalam tubuh buah


(Sumber :http://opensource.telkomspeedy.com)
Aspergillus adalah suatu jamur yang termasuk dalam kelas Ascomycetes yang
dapat ditemukan dimana-mana. Ia tumbuh sebagai saprofit pada tumbuh-tumbuhan
yang membusuk dan terdapat pula pada tanah, debu organik dan lain sebagainya.
Aspergillus adalah jamur yang membentuk filamen-filamen panjang bercabang, dan
dalam media biakan membentuk miselia dan konidiospora. Aspergillus berkembang
biak dengan pembentukan hifa atau tunas dan menghasilkan konidiofora pembentuk
spora. Sporanya tersebar bebas di udara bebas sehingga inhalasinya tidak dapat
dihindarkan dan masuk melalui aluran pernapasan ke dalam paru. Ciri-ciri Aspergillus
adalah mempunyai hifa berseptat dan miselium bercabang, sedangkan hifa yang
muncul diatas permukaan merupakan hifa fertil, koloninya berkelompok, konidiofora
berseptat atau nonseptat yang muncul dari sel kaki, pada ujung hifa muncul sebuah
gelembung, keluar dari gelembung ini muncul sterigma, pada sterigma muncul
konidium-konidium yang tersusun berurutan mirip untaian mutiara, konidium-
konidium ini berwarna (hitam, coklat, kuning tua, hijau) yang memberi warna tertentu
pada jamur.

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat : Bahan :

Mikroskop Jamur Rhizopus, Aspergilus, Penicillium

Kaca objek Aquades

Cover glass Minyak imersi

Pembakar bunsen

Media agar

Jarum inokulasi

Pematik

Kertas isap

V. HASIL PENGAMATAN

No Hasil Pengamatan Keterangan

1. Perbesaran : 100x
Pengamatan :
Terdapat mikroorganisme
tampak seperti benang berwarna
coklat dan dibagian ujungnya
Gb. Hasil pengamatan jamur secara terdapat noda seperti tinta
mikroskopik berwarna hitam.
(Sumber : foto kelompok 3)
2. Media : PDA
Pengamatan :
Terlihat koloni jamur berwarna
hitam dan bulat. Disamping
bulatannya terdapat rambut-
rambut tipis berwarna kuning.

Gb. Jamur secara makroskopik


(sumber: foto kelompok 1)

VI. ANALISIS
Pada percobaan yang dilakukan mengenai pengamatan jamur, diperoleh hasil
bahwa pada saat jamur dalam keadaan makroskopik maupun mikroskopik terlihat
bahwa sampel jamur tersebut merupakan jamur Aspergillus.
Pada media PDA, sampel jamur secara makroskopis tampak terlihat koloni
jamur berwarna hitam dan bulat. Disamping bulatannya terdapat rambut-rambut tipis
berwarna kuning kecoklatan. Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis
Aspergillus menampakkan koloni kompak berwarna putih, yang akan berubah
menjadi coklat gelap sampai hitam setelah terbentuk konidiospora.

Gambar 2. Literatur Aspergillus pada medium PDA


(sumber : http://pubs.sciepub.com/jfs/2/2/4/figure/1)

Gambar 3. Percobaan Aspergillus pada medium PDA


(sumber : foto kelompok 1)
Pada pengamatan melalui mikroskop bentuk Aspergillus dicirikan dengan
veskula semi bulat, konidia bulat hingga semi bulat dan berwarna coklat.
Berikut adalah perbandingan gambar mikroskopis dari jamur hasil percobaan
dengan gambar pada literatur.

Gambar 2. Jamur hasil percobaan Gambar 3. Jamur Aspergillus


(sumber: foto kelompok 3) pada literatur.
(sumber: https://www.emlab.com).

Dapat dilihat kemiripan pada dua gambar diatas, yaitu tampak terlihat
mikroorganisme seperti benang berwarna coklat dan dibagian ujungnya terdapat noda
seperti tinta berwarna hitam. Benang coklat tersebut sebenarnya merupakan hifa dan
pada bagian ujung yang seperti noda adalah vesikel yang dikelilingi oleh
conidiogeneus cell dan conidial chain. Aspergillus mempunyai ciri hifa berseptat
yaitu mempunyai sekat yang membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel-sel berisi
nukleus tunggal. Hifa ini berwarna agak gelap pada bagian tepinya, hal ini disebabkan
oleh adanya dinding penyekat (septa) . Pada setiap septa terdapat pori ditengah-tengah
yang memungkinkan perpindahan nukleus dan sitoplasma dari satu ruang ke ruang
yang lain. Hifa yang muncul diatas permukaan merupakan hifa fertil. Aspergillus juga
memiliki dinding sel yang kemudian akan membentuk askus spora. Adanya benang
yang merupakan hifa ini membuktikan bahwa Aspergillus merupakan mikroorganisme
jenis jamur. Jamur memiliki hifa berbentuk benang panjang berfungsi untuk menyerap
nutrisi dari lingkungannya, karena jamur merupakan mikroorganisme heterotrof yang
tidak dapat membuat makanannya sendiri. Aspergillus termasuk kedalam kelas
Ascomycetes. Habitatnya hidup sebagai saprolia pada bermacam-macam bahan
organik.
Pada gambar mikroskopis juga terlihat adanya miselium. Miselium pada
Aspergilus ini bentuknya bercabang. Aspergillus berkembang biak dengan
pembentukan hifa atau tunas dan menghasilkan konidiofora pembentuk spora. Jadi
spora pada Aspergillus adalah konidio.
Pada hasil gambar percobaaan diatas mikroorganisme kurang terlihat jelas,
dan tidak terlihat kotak spora hal ini dikarenakan pada saat inokulasi kurang tepat dan
hanya mengambil sampel jamur pada permukaan media PDA sehingga
mikroorganisme yang terambil hanya sedikit. Lensa mikroskop yang digunakan
kurang bersih sehingga gambar yang terlihat pada mikroskop kurang jelas.

VII. KESIMPULAN
Jamur yang teliti adalah jamur Aspergillus yang memiliki ciri morfologi yang
dilengkapi dengan hifa yang bersepta (memiliki sekat) dan membentuk misellium
serta memiliki spora konidium. Aspergillus berasal dari kelas Ascomycetes.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Amirah, Rihlah.2015.Laporan Pengamatan Jamur.
http://www.academia.edu/9214613/laporan_pengamatan_jamur (diakses
tanggal 25 oktober 2015).
Indriyana.2012.Analisis Kualitatif Jamur.
http://www.slideshare.net/progsus6/kelompok-6-14731010 (diakses tanggal 26
oktober 2015)
liesmina.2012.Jamur Aspergillus.
https://frestime.wordpress.com/2012/09/01/jamur-aspergillus/ (diakses pada
tanggal 26 oktober 2015).
NN.2012.Fungi.
https://adingpintar.files.wordpress.com/2012/04/fungi.pdf (diakses tanggal 27
oktober 2015).
Pelczar, M.J., dan E.C.S. Chan.2006.Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI-Press.
PERCOBAAN 15 . MENGHITUNG JUMLAH SEL RAGI DALAM BILIK HITUNG (
Counting Chamber )

I. TUJUAN
1. Untuk menentukan dinamika pertumbuhan dan pengukuran populasi kultur
mikroorganisme.
2. Untuk menentukan jumlah ragi dalam media dengan perhitungan langsung.
II. PRINSIP PERCOBAAN
Mengitung jumlah ragi yaitu dengan cara perhitungan langsung (direct count)
untuk jumlah sel atau biomassa mikroorganisme dan sel dihitung langsung di bawah
mikroskop atau dengan perhitungan menggunakan alat bilik hitung (Counting
chamber).
III. TEORI DASAR
Menurut Gunawan, hemasitometer adalah suatu ruang kaca dengan sisi yang
menjulang dan kaca penutup yang akan menahan cairan tepat 0.1 mm dari atas lantai
ruang kaca. Ruang hitung memiliki total luas permukaan 9 mm 2. (Gunawan, 2009)
Hemasitometer adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan
sel secara cepat dan dapat digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah.
Hemasitometer pada mulanya diperuntukkan untuk menghitung sel darah, yang
ditemukan oleh Louis-Charles Malassez. Bentuknya terdiri dari 2 counting chamber
dan tiap chamber-nya memiliki garis-garis mikroskopis pada permukaan kaca. Luas
total dari chamber adalah 9 mm2. Chamber tersebut nantinya akan ditutup dengan
coverslip dengan ketinggian 0.1 mm di atas chamber floor.
Penghitungan secara langsung dapat dilakukan secara mikroskopis yaitu
dengan menghitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil. Alat yang
digunakan adalah Petroff-Hauser Chamber atau Haemocytometer. Jumlah cairan yang
terdapat antara coverglass dan alat ini mempunyai volume tertentu sehingga satuan isi
yang terdapat dalam satu bujur sangkar juga tertentu (Yustiah, 2005).
Penghitungan konsentrasi sel pada hemasitometer ini bergantung pada volume
dibawah coverslip. Pada chamber terdapat 9 kotak besar berukuran 1 mm 2 dan kotak-
kotak kecil, di mana satu kotak besar sama dengan 25 kotak kecil sehingga satu kotak
besar tersebut memiliki volume sebesar 0.0001 ml. Adapaun kotak yang paling kecil
berfungsi untuk mempermudah perhitungan sel. Kelebihan perhitungan sel dengan
menggunakan hemasitometer adalah dapat menghitung jumlah sel yang hidup
maupun yang mati, tergantung dari pewarna yang digunakan. Misalnya, bila pewarna
trypan blue dicampukan ke dalam larutan sel maka sel yang hidup tidak akan
berwarna dan sel yang mati akan berwarna biru. Kelebihan lainnya adalah morfologi
sel dapat diamati, dapat mengevaluasi homogenitas dan data mendeteksi kontaminasi.
Pengukuran kuantitatif populasi mikroba seringkali amat diperlukan di dalam
berbagai macam penerapan mikrobiologi. Ada berbagai macam cara untuk mengukur
jumlah sel, antar lain dengan hitungan cawan (plate count), hitungan mikroskopis
langsung (direct microscopic count) yang menggunakan mikroskop serta ruang hitung
(haemositometer) atau secara elektonis dengan bantuan alat yang disebut penghitung
coulter (coulter counter) (Hutagaol, 2011).
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat : Bahan :
Hemasitometer Kultur biakan
Pipet
Mikroskop

V. DATA PENGAMATAN

No Hasil Pengamatan Keterangan


VI. ANALISIS
Penghitungan konsentrasi sel pada heamacytometer ini bergantung pada
volume dibawah coverslip. Pada chamber terdapat 9 kotak besar berukuran 1 mm2
dan kotak-kotak kecil, di mana satu kotak besar sama dengan 25 kotak kecil sehingga
satu kotak besar tersebut memiliki volume sebesar 0.0001 ml. Adapun kotak yang
paling kecil berfungsi untuk mempermudah perhitungan sel. Kelebihan perhitungan
sel dengan menggunakan haemacytometer adalah dapat menghitung jumlah sel yang
hidup maupun yang mati, tergantung dari pewarna yang digunakan. Misalnya, bila
pewarna trypan blue dicampukan ke dalam larutan sel maka sel yang hidup tidak akan
berwarna dan sel yang mati akan berwarna biru. Kelebihan lainnya adalah morfologi
sel dapat diamati, dapat mengevaluasi homogenitas dan data mendeteksi kontaminasi.
Pada praktikum, sebelum mikroorganisme diperiksa perlu diencerkan, jika
kepadatan tinggi sel akan membuat kesulitan untuk dihitung jumlah sel. Kebutuhan
untuk pengenceran adalah kerugian, karena setiap pengenceran menambahkan
ketidakakuratan untuk pengukuran. Keuntungan metode ini adalah menjadi murah dan
cepat, membuat metode perhitungan ini yang lebih disukai dalam percobaan biologis
cepat dalam yang perlu hanya ditentukan apakah kultur sel telah tumbuh seperti yang
diharapkan, setelah melakukan pengenceran maka teteskan larutan spora cendawan
pada slide glass yang berada pada haemachytometer setelah itu lakukan pengamatan
dengan menngunakan mikroskop dan kemudian lakukan perhitungan spora cendawan.
Melakukan perhitungan spora cendawan dengan pertolongan kotak-kotak
skala, di mana dalam setiap ukuran skala seluas 1 mm 2 terdapat 25 buah kotak besar
dengan luas 0,04 mm2, dan setiap kotak besar terdiri dari 16 kotak kecil. alat
haemacytometer digunakan di bawah mikroskop. Sisinya mempunyai ukuran 0,05
mm. sedangkan satu kotak sedang berukuran nilai 0,2 mm. dan tebalnya adalah 0,1
mm. Jumlah sel per mL dapat di hitung sebagai berikut :

Jumlah sel dalam 25 kotak besar (a) = jumlah sel per kotak x 25 kotak
Jumlah sel per mm3 sampel (b) = a x (1/0,02)
Jumlah sel per ml sampel = b x 103
= a x (1/0,02) x 103
Jumlah sel per mL sampel = jumlah sel per kotak besar x 1,25 x 106
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapat bahwa jumlah sel per kotak besar
adalah adalah 10 sel, yang diamati pada mikroskop, jadi perhitungannya adalah :

Jumlah sel per mL sampel = 10 x 1,25 x 106


= 12,5 x 106
= 1,25 x 107
= 12.500.000

Perhitungan pun juga berdasarkan bentuk X pada kamar atau diagonal kanan dan
diagonal kiri. Perhitungan hanya dilakukan pada diagonal tersebut saja.
Perhitungan mendapatkan hasil diagonal kanan dari atas ke bawah berturut-turut
terdapat khamir sebanyak 18, 25, 30, 22 dan 55, sedangkan untuk diagonal kiri dari
atas ke bawah berturut-turut terdapat khamir sebanyak 30, 31, 30, 35 dan 27.
Perhitungan dilakukan dengan rumus seperti perhitungan pada data dan hasil
pengamatan, yaitu
Jumlah sel/ml = jumlah sel x 25 x 1 x 103
n 0,1
Jumlah sel yang telah dihitung dalam percobaan ialah 309 sel. Sedangkan n adalah
banyaknya sel yaitu 10. 25 yaitu jumlah kotak besar yang ada di kamar
Haemocytometer Neubour. 103 ialah konversi dari 1 liter menjadi 1000 ml atau 103
mililiter. Setelah melakukan perhitungan, terdapat 7,725 x 106 sel/ml sel khamir pada
kamar bagian atas Haemocytometer Neubour secara diagonal kanan dan diagonal kiri.
Jumlah tersebut menunjukkan terdapat tujuh juta lebih khamir yang terdapat dalam
kamar Haemocytometer Neubour yang sangat kecil tersebut.
Haemocytometer Neubour memiliki kelemahan dan kelebihan dalam
penggunaannya dalam proses perhitungan bakteri secara langsug. Kelebihannnya
antara lain ialah cepat dalam menghasilkan data dan tak perlu menunggu lama, serta
datanya atau jumlah selnya langsung didapat pada saat itu juga setelah menghitung
menggunakan rumusnya dan menghemat biaya. Sedangkan kelemahannya ialah tidak
dapat membedakan antara sel yang mati dengan yang hidup karena perhitungannya
secara keseluruhan dan data yang dihasilkan tidak akurat karena setiap pengamat
memiliki mata yang berbeda-beda dan terdapat keterbatasan dalam melihat serta
menghitung sel yang ada dalam kamar Haemocytometer Neubour. Sebaiknya
menggunakan alat yang lebih canggih lagi dalam perhitungan jumlah sel karena setiap
peralatan elektronik memilki kesensitifan yang tinggi dibandingkan dengan mata
manusia, seperti alat particle count.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan data dan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa praktikan
dapat megetahui cara perhitungan mikroba secara langsung. Terdapat 7,725 x 106
sel/ml sel khamir yag terdapat di kamar Haemocytometer Neubour secara diagonal
kanan dan diagonal kiri.
Penghitungan konsentrasi sel pada haemacytometer ini bergantung
pada volume di bawah coverslip. Pada chamber terdapat 9 kotak besar berukuran 1
mm2 dan kotak-kotak kecil, di mana satu kotak besar sama dengan 25 kotak kecil
sehingga satu kotak besar tersebut memiliki volume sebesar 0.0001 ml. Kelebihan
perhitungan sel dengan menggunakan haemacytometer adalah dapat menghitung
jumlah sel yang hidup maupun yang mati, tergantung dari pewarna yang digunakan.
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapat bahwa jumlah sel per kotak besar
adalah adalah 10 sel, yang diamati pada mikroskop, jadi total perhitungannya adalah
1,25 x 107 atau 12.500.000.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto Eddy. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Jakarta : Penerbit Kanisius
(halaman : 140)

Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC (halaman : 125)

Kurniawan Sodikin . 2010, Haemocytometer. [terhubung berkala].


http://www.sodiycxacun.web.id/2010/08/haemocytometer.html#axzz1ZS1O7adR. [29
September 2011 : 16 :50]

Lay B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Retno Anisa. 2009. Identifikasi Khamir. [terhubung berkala]. www.lontar.ui.ac.id/file?


file=digital/...003...Identifikasi%20khamir.pdf [29 September 2011, 17 : 29]
Singleton Paul.2006. Dictionary of Microbiology And Molecular Biology Third
Edition. England : John wiley & Sons Inc. (halaman : 475)

Skou Torben dan Sogaard Jensen Gunnar. 2007. Microbiologi. Englang : Forfattern
Og Systime. (halaman : 8)

Volk. 1993. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Erlangga.

PERCOBAAN 17. KURVA TUMBUH BAKTERI

I. TUJUAN

Mengetahui pertumbuhan bakteri dan memplotnya dalam sebuah kurva yang disebut
kurva tumbuh.

Mengetahui dan menentukan waktu generasi kultur bakteri.

II. PRINSIP PERCOBAAN

Dinamika pertumbuhan mikroba dapat digambarkan dalam grafik kurva pertumbuhan


yang dibuat dengan memplot penambahan jumlah sel versus waktu inkubasi. Kurva ini
juga dapat memfasilitasi perhitungan jumlah sel dan laju pertumbuhan di bawah kondisi
standard yang dinyatakan sebagai waktu generasi yaitu waktu yang dibutuhkan mikroba
untuk memperbanya jumlahnya dua kali lipat dari jumlah semula. Waktu generasi dapat
dirumuskan sebagai :

dimana t : selang waktu

B : jumlah sel bakteri pada titik pertama selama fase log


b : merupakan jumlah sel bakteri pada titik kedua selama fase log

III. TEORI DASAR

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas seluler dan struktur


organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah,
pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau massa dan parameter lain. Sebagai hasil
pertambahan ukuran dan pembelahan sel atau pertambahan jumlah sel maka terjadi
pertumbuhan populasi mikroba (Iqbalali, 2008).

Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur dengan dua cara, yaitu secara


langsung dan tidak langsung. Pengukuran pertumbuhan mikroorganisme secara langsung
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

1. Metode Total Count Pada metode ini sampel ditaruh di suatu ruang hitung
(seperti hemasitometer) dan jumlah sel dapat ditentukan secara langsung
dengan bantuan mikroskop (Hadioetomo, 1993). Jika setetes kultur
dimasukkan kedalam wadah (misalnya hemasitometer) yang diketahui
volumenya, maka jumlah sel yang dapat dihitung. Akan tetapi cara tersebut
memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat membedakan sel hidup atau mati
dan tidak dapat digunakan pada jumlah sel yang sangat sedikit (kurang
dari 102 sel/ml) (Purwoko, 2007). Kelemahan lainnya ialah sulitnya
menghitung sel yang berukuran sangat kecil seperti bakteri karena
kekebalan hemositometer tidak memungkinkan digunakannya lensa
objektif celup minyak. Hal ini dibatasi dengan cara mencernai sel sehingga
menjadi lebih mudah dilihat. Kelemahan lain lagi ialah kadang-kadang
cenderung bergerombol sehingga sukar membedakan sel-sel individu. Cara
mengatasinya ialah mencerai-beraikan gerombolan sehinggga tersebut
dengan menambahkan bahan anti gumpalan seperti dinatrium
etilanadiamina tetra asetat dan tween-80 sebanyak 0,1%. Keuntungan
metode ini ialah pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan banyak
peralatan (Hadioetomo, 1993).

2. Metode Turbidimetrik Bila kita harus memeriksa kosentrasi sel jumlah


besar biakan, maka metode cawan bukanlah pilihan yang baik karena tidak
hanya memakan waktu tetapi juga memerlukan media dan pecah-belah
dalam jumlah besar. Untuk kasus demikian tersedia metode yang lebih
cepat dan praktis, yaitu pengukuran kekeruhan biakan dengan
fotokilometer (Hadioetomo, 1993). Secara rutin jumlah sel bakteri dapat
dihitung dengan cara menghitung kekeruhan (turbiditas) kultur. Semakin
keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah sel. Prinsip dasar metode
turbidimeter adalah jika cahaya mengenai sel, maka sebagian cahaya
diserap dan sebagian cahaya diteruskan. Jumlah cahaya yang diserap
propisional (sebanding lurus dengan jumlah sel bakteri). Ataupun jumlah
cahaya yang diteruskan berbanding terbalik dengan jumlah sel bakteri.
Semakin banyak jumlah sel, semakin sedikit cahaya yang diteruskan.
Metode ini memiliki kelemahan tidak dapat membedakan antara sel mati
dan sel hidup (Purwoko, 2007).

Pada organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan merupakan pertambahan


volume dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan jumlah sel. Pertumbuhan sel bakteri
biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva pertumbuhan sigmoid

Perubahan kemiringan pada kurva tersebut menunjukkan transisi dari satu fase
perkembangan ke fase lainnya. Nilai logaritmik jumlah sel biasanya lebih sering
dipetakan daripada nilai aritmatik. Logaritma dengan dasar 2 sering digunakan, karena
setiap unit pada ordinat menampilkan suatu kelipatan-dua dari populasi. Kurva
pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi empat fase utama : fase lag (fase lamban
atau lag phase), fase pertumbuhan eksponensial (fase pertumbuhan cepat atau log phase),
fase stationer (fase statis atau stationary phase) dan fase penurunan populasi (decline).
Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di
antara setiap fase terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum
semua sel memasuki fase yang baru.
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Bakteri

Sumber : http://classes.midlandstech.edu/carterp/courses/bio225/chap06/Microbial
%20Growth%20ss4.htm

FASE LAG. Setelah inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada
waktu sel tidak atau sedikit mengalami pembelahan. Fase ini, ditandai dengan
peningkatan komponen makromolekul, aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap
zat kimia dan faktor fisik. Fase lag merupakan suatu periode penyesuaian yang sangat
penting untuk penambahan metabolit pada kelompok sel, menuju tingkat yang setaraf
dengan sintesis sel maksimum.

FASE LOG/PERTUMBUHAN EKSPONENSIAL. Pada fase eksponensial


atau logaritmik, sel berada dalam keadaan pertumbuhan yang seimbang. Selama fase
ini, masa dan volume sel meningkat oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata
komposisi sel dan konsentrasi relatif metabolit tetap konstan. Selama periode ini
pertumbuhan seimbang, kecepatan peningkatan dapat diekspresikan dengan fungsi
eksponensial alami. Sel membelah dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh
sifat intrinsik bakteri dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman
kecepatan pertumban berbagai mikroorganisme. Waktu lipat dua untuk E. coli dalam
kultur kaldu pada suhu 37oC, sekitar 20 menit, sedangkan waktu lipat dua minimal sel
mamalia sekitar 10 jam pada temperatur yang sama.

FASE STASIONER. Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi


produk limbah, kekurangan nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak
diketahui akan mendesak dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan
kecepatan pertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk
periode yang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode
penurunan populasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan
yang populasi selnya tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara abnormal,
atau mengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang.

FASE PENURUNAN POPULASI ATAU FASE KEMATIAN. Pada saat


medium kehabisan nutrien maka populasi bakteri akan menurun jumlahnya, Pada saat
ini jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel yang hidup.

Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk


meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva pertumbuhan
mikroorganisme terdiri atas empat fase yaitu fase penyesuaian (lag phase), fase
eksponensial atau fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase
eksponensial terjadi peningkatan jumlah sel dan digunakan untuk menentukan waktu
generasi (Yudhabuntara, 2003) Selang waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk
membelah diri menjadi dua kali lipat disebut sebagai waktu generasi. Waktu generasi
pada setiap bakteri tidak sama, ada yang hanya memerlukan 20 menit bahkan ada
yang memerlukan sampai berjam-jam atau berharihari (Sumarsih,2003). Bila bakteri
diinokulasikan ke dalam medium baru, pembiakan tidak segera terjadi tetapi ada
periode penyesuaian pada lingkungan yang dikenal dengan pertumbuhan. Kemudian
akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga akan
diperoleh kurva pertumbuhan. Pada kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase
pertumbuhan, yaitu (Admin, 2008): Pertumbuhan dapat diamati dari meningkatnya
jumlah sel atau massa sel (berat kering sel). Pada umumnya bakteri dapat
memperbanyak diri dengan pembelahan biner,yaitu dari satu sel membelah menjadi 2
sel baru, maka pertumbuhan dapat diukur dari bertambahnya jumlah sel. Waktu yang
diperlukan oleh sejumlah sel atau massa sel menjadi dua kali jumlah/massa sel semula
disebut doubling time atau waktu penggandaan. Waktu penggandaan tidak sama
antara berbagai mikrobia, dari beberapa menit, beberapa jam sampai beberapa hari
tergantung kecepatan pertumbuhannya. Kecepatan pertumbuhan merupakan
perubahan jumlah atau massa sel per unit waktu (Sumarsih, 2003)

IV. ALAT DAN BAHAN

Alat : Bahan :

Inkubator Kultur cair biakan E.Coli

Spektrofotometer 100 ml kaldu nutrisi

Colony counter 100 ml agar nutrisi

24 cawan petri steril 99 ml akuades steril

Pipet steril 10 ml dan 1 ml

Shaker

Pembakar bunsen

V. DATA PENGAMATAN

Pada percobaan ini digunakan dua kultur yang berbeda dengan selang waktu
pengambilan sample masing-masing 30 menit dan 50 menit.

a. Kultur 1

WAKT PENGENCERA RATA2


U N CFU CFU LOG C %T OD
0 10^-4 0
10^-5 0
10^-6 54000000 7,73239 0,06550
10^-7 370000000 54000000 4 86 2
30 10^-4 1050000
790000000
10^-5 0
10^-6 50000000 0,09151
10^-7 0 50000000 7,69897 81 5
60 10^-4 2280000
10^-5 4000000
10^-6 0 0,25963
10^-7 0 4000000 6,60206 55 7
80 10^-4 0
10^-5 0
10^-6 64000000 0,32790
10^-7 0 64000000 7,80618 47 2
100 10^-4 0
10^-5 13000000
10^-6 0 7,11394 0,34678
10^-7 0 13000000 3 45 7
120 10^-4 0
10^-5 17700000
10^-6 208000000 20800000 8,31806 0,43179
10^-7 0 0 3 37 8
150
0,95860
180 7
210
240
270
300
Tabel 1. Data Hasil Percobaan Kultur 1

b. Kultur 2

Rata-rata
Waktu Pengenceran TPC CFU Log C %T OD
0 10^-4 1640000 10400000 7,017033 85 0,07
10^-5 10400000
10^-6 56000000
10^-7 10000000
50 10^-4 1380000 12800000 7,10721 74 0,13
10^-5 12800000
10^-6 8000000
10^-7 10000000
90 10^-4 2290000 53000000 7,724276 52 0,284
10^-5 8800000
10^-6 53000000
10^-7 260000000
120 10^-4 2870000 21700000 7,33646 34,5 0,462
10^-5 21700000
10^-6 99000000
10^-7 140000000
150 22,5 0,647
200 20 0,699
250 14 0,854
300 12 o,92
Tabel 2. Data Hasil Percobaan Kultur 2

Pengolahan Data

Berdasarkan data dari hasil perobaan, dapat diplot menjadi grafik sehingga diperoleh
gambaran grafik sebagai berikut :

a. Kultur 1

Grafik 1. Perbandingan Log CFU kultur 1 terhadap Waktu

Dengan menggunakan persamaan , maka dari


grafik di atas dapat dicari nilai waktu generasi dengan t = t2-t1 dimana t1=80 menit dan
t2 = 60 menit, karena pada menit ke 60 menuju 80 terjadi kenaikan nilai log, sehingga
diperoleh t = 20 menit.
Grafik 2. Perbandingan Log CFU kultur 1 terhadap Nilai Absorbansi

Dari hasil regresi grafik di atas diperoleh persamaan y = 0,4747x + 7,4248


dengan nilai R2 = 0,0135 yang menunjukkan bahwa antara log CFU dengan nilai
absorbansi mempunyai hubungan berbanding lurus dikarenakan nilai R2 yang positif.

Grafik 3. Perbandingan Nilai OD kultur 1 terhadap Waktu

Dengan menggunakan persamaan waktu generasi = t2-t1, dimana t1 merupakan


waktu awal dan t2 merupakan waktu ketika nilai OD menjadi 2 kali dari OD saat t1. Dari
grafik diperoleh t1 = 60 menit dan t2 = 120 menit, sehingga didapat waktu generasi adalah
60 menit.

b. Kultur 2

Grafik 4. Perbandingan Log CFU kultur 2 terhadap waktu

Dengan menggunakan persamaan , maka dari


grafik di atas dapat dicari nilai waktu generasi dengan t = t2-t1 dimana t1=50 menit dan
t2 = 90 menit, sehingga diperoleh t = 40 menit.
Grafik 5. Perbandingan Nilai Log CFU kultur 2 terhadap Nilai Absorbansi

Dari hasil regresi linear diperoleh persamaan y= 1,0418x + 7,0499 dengan


nilai R2 = 0,3351. Nilai R2 positif menunjukkan bahwa antara log CFU dengan nilai
absorbansi (OD) memiliki hubungan yang berbanding lurus. Namun, seharusnya nilai
R2 yang diperoleh mendekati 1, jika R2 tidak mendekati 1 menandakan bahwa ada
kesalahan dalam percobaan.

Grafik 6. Perbandingan Nilai Absorbansi (OD) kultur 2 terhadap waktu


Dengan menggunakan persamaan waktu generasi = t2-t1, dimana t1 merupakan
waktu awal dan t2 merupakan waktu ketika nilai OD menjadi 2 kali dari OD saat t 1.
Dari grafik diperoleh t1 = 0 menit dan t2 = 50 menit, sehingga didapat waktu generasi
adalah 50 menit. Waktu generasi kultur 2 berbeda 10 lebih cepat dibandingkan kultur
1.

VI. ANALISIS

Pada praktikum ini digunakan 2 kultur bakteri Escheria Coli dengan waktu
sampling masing-masing setiap 30 menit dan 50 menit. Dipilih bakteri Escheria Coli
dikerenakan waktu pembelahan Escheria Coli lebih cepat dibandingkan dengan bakteri
lain yaitu 12,5 menit dalam kondisi optimum. Dengan menggunakan tabung erlenmeyer,
kedua kultur bakteri tersebut diletakkan dalam shaker dengan tujuan agar kultur bakteri
dapat saling tercampur dan homogen. Sesuai waktu sampling, kultur bakteri kemudian
dikeluarkan dari shaker untuk pengambilan sampling. Sample biakan diambil
menggunakan pipet ukur sebanyak 1 ml kemudian pindahkan ke dalam kuvet untuk
diamati persen transmitan yang muncul. Sebelum kuvet dimasukkan dalam
spektrofotometer, badan kuvet dibersihkan terlebih dulu menggunakan tisu dengan tujuan
agar tidak menghalangi cahaya yang masuk. Ambil lagi kultur biakan dari erlenmeyer
sebanyak 1 ml untuk diencerkan dan diinokulasikan pada cawan petri. Setelah
pengenceran dan inokulasi, inkubasi cawan petri dalam keadaan terbalik selama 48 jam.
Seusai inkubasi akan tumbuh koloni bakteri yang dapat dihitung untuk mengetahui
jumlah koloni bakteri yang tumbuh saat waktu sampling. Dengan data yang telah
diperoleh dan diolah, dapat diplotkan kurva tumbuh bakteri dengan sumbu x adalah
waktu dan sumbu y adalah log CFU sebagai berikut :
Grafik 7. Kurva Pertumbuhan Bakteri

Bentuk grafik di atas memiliki fase lag yang cukup lama yakni dari 0 menit
sampai 50 menit. Pada menit ke 50 90, kurva mengalami kenaikan yang berarti
berlakunya fase log pada rentang waktu ini. Hal ini bisa disebabkan karena kondisi
lingkungan dan nutrisi yang optimal bagi pertumbuhan bakteri. Pada fase log mikroba
membelah dengan cepat dan konstan dan pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat
dipengaruhi oleh media tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, juga
kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara (Middelbeek et al., 1992).
Periode ini adalah keadaan pertumbuhan yang seimbang atau mantap dengan laju
pertumbuhan spesifik () konstan, komposisi selular tetap, sedangkan komposisi
kimiawi media biakan berubah akibat terjadinya sintesis produk dan penggunaan
substrat (Said, 1987; Judoamidjojo, 1990; Mangunwidjaja dan Suryani, 1994).
Kemudian pada menit ke 100 sampai 120 kurva mengalami penurunan yang
menunjukkan fase kematian pada pertumbuahn bakteri. Pada rentang waktu 90 100
menit terjadi fase stationer yang tidak signifikan.

Berdasarkan literatur, waktu generasi bakteri Escheria Coli adalah 15-20


menit. Dari hasil percobaan, hasil perhitungan waktu generasi pada kultur 2 dengan
metode Total Plate Count (log CFU dibandingkan dengan waktu) diperoleh waktu
generasi yang mendekati literatur yakni 19,51 menit. Perbedaan waktu generasi hasil
percobaan dengan literatur dapat disebabkan karena berbagai macam faktor,
diantaranya sistem kerja yang tidak aseptik menyebabkan bakteri tercemar sehingga
muncul fase kematian di awal kurva tanpa adanya fase adaptasi. Selain itu, pipet yang
terlalu panas dapat menyebabkan matinya bakteri saat pengambilan sample yang
berasal dari tabung erlenmeyer. Selain itu, metode turbidimetri dan Total Plate Count
ini memiliki kelemahan yakni tidak hanya sel hidup yang dihitung melainkan sel mati
juga ikut terhitung. Hal itu juga dapat menyebabkan perbedaan waktu generasi antara
hasil percobaan dengan literatur.

VII. KESIMPULAN

1. Dari hasil percobaan dapat diplotkan ke dalam grafik sebagai berikut :

Dimana fase adaptasi lebih panjang sedangkan fase stationer sangat kecil
bahkan hampir tidak terlihat.

2. Selain kurva tumbuh, dapat juga dihitung waktu generasi menggunakan data-
data hasil percobaan dan diperoleh waktu generasi sebesar 19,51 menit. Hasil
ini mendekati dengan waktu generasi Escheria Coli pada literatur yang
menyebutkan waktu generasi sebesar 15-20 menit.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Barti, Setiani dan Mayrina Firdayati. 2013.Penuntun Praktikum Mikrobiologi


Lingkungan. Bandung: ITB (Halaman: 59-62)

Kusnadi, dkk. ______. Bab 4 Pertumbuhan dan Kontrol Bakteri. Bandung


http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031-
KUSNADI/BUKU_COMMON_TEXT_MIKROBIOLOGI,_Kusnadi,dkk/BAB_IV_PER
TUMB.BAKTERI.pdf diakses tanggal 24 Oktober 2015 pukul 19.28

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/MIKROBIOLOGI/document/Pertumbuhan diakses
tanggal 24 Oktober 2015 pukul 20.19

Yuliana, Neti. 2008. Kinetika Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Isolat T5 Yang Berasal
DariTempoyak.Lampung http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=48891&val=4015 diakses tanggal 27 Oktober 2015 pukul 15.07

Anda mungkin juga menyukai