Percobaan 17
Percobaan 17
IL 2203
Kelompok : 3
PJ Modul : Fitrianawati
Fitrianawati
Siti Nuranisah R
Dedi
Teknisi : Oleh
2015
Pembakar bunsen
Media agar
Jarum inokulasi
Pematik
Kertas isap
V. HASIL PENGAMATAN
1. Perbesaran : 100x
Pengamatan :
Terdapat mikroorganisme
tampak seperti benang berwarna
coklat dan dibagian ujungnya
Gb. Hasil pengamatan jamur secara terdapat noda seperti tinta
mikroskopik berwarna hitam.
(Sumber : foto kelompok 3)
2. Media : PDA
Pengamatan :
Terlihat koloni jamur berwarna
hitam dan bulat. Disamping
bulatannya terdapat rambut-
rambut tipis berwarna kuning.
VI. ANALISIS
Pada percobaan yang dilakukan mengenai pengamatan jamur, diperoleh hasil
bahwa pada saat jamur dalam keadaan makroskopik maupun mikroskopik terlihat
bahwa sampel jamur tersebut merupakan jamur Aspergillus.
Pada media PDA, sampel jamur secara makroskopis tampak terlihat koloni
jamur berwarna hitam dan bulat. Disamping bulatannya terdapat rambut-rambut tipis
berwarna kuning kecoklatan. Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis
Aspergillus menampakkan koloni kompak berwarna putih, yang akan berubah
menjadi coklat gelap sampai hitam setelah terbentuk konidiospora.
Dapat dilihat kemiripan pada dua gambar diatas, yaitu tampak terlihat
mikroorganisme seperti benang berwarna coklat dan dibagian ujungnya terdapat noda
seperti tinta berwarna hitam. Benang coklat tersebut sebenarnya merupakan hifa dan
pada bagian ujung yang seperti noda adalah vesikel yang dikelilingi oleh
conidiogeneus cell dan conidial chain. Aspergillus mempunyai ciri hifa berseptat
yaitu mempunyai sekat yang membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel-sel berisi
nukleus tunggal. Hifa ini berwarna agak gelap pada bagian tepinya, hal ini disebabkan
oleh adanya dinding penyekat (septa) . Pada setiap septa terdapat pori ditengah-tengah
yang memungkinkan perpindahan nukleus dan sitoplasma dari satu ruang ke ruang
yang lain. Hifa yang muncul diatas permukaan merupakan hifa fertil. Aspergillus juga
memiliki dinding sel yang kemudian akan membentuk askus spora. Adanya benang
yang merupakan hifa ini membuktikan bahwa Aspergillus merupakan mikroorganisme
jenis jamur. Jamur memiliki hifa berbentuk benang panjang berfungsi untuk menyerap
nutrisi dari lingkungannya, karena jamur merupakan mikroorganisme heterotrof yang
tidak dapat membuat makanannya sendiri. Aspergillus termasuk kedalam kelas
Ascomycetes. Habitatnya hidup sebagai saprolia pada bermacam-macam bahan
organik.
Pada gambar mikroskopis juga terlihat adanya miselium. Miselium pada
Aspergilus ini bentuknya bercabang. Aspergillus berkembang biak dengan
pembentukan hifa atau tunas dan menghasilkan konidiofora pembentuk spora. Jadi
spora pada Aspergillus adalah konidio.
Pada hasil gambar percobaaan diatas mikroorganisme kurang terlihat jelas,
dan tidak terlihat kotak spora hal ini dikarenakan pada saat inokulasi kurang tepat dan
hanya mengambil sampel jamur pada permukaan media PDA sehingga
mikroorganisme yang terambil hanya sedikit. Lensa mikroskop yang digunakan
kurang bersih sehingga gambar yang terlihat pada mikroskop kurang jelas.
VII. KESIMPULAN
Jamur yang teliti adalah jamur Aspergillus yang memiliki ciri morfologi yang
dilengkapi dengan hifa yang bersepta (memiliki sekat) dan membentuk misellium
serta memiliki spora konidium. Aspergillus berasal dari kelas Ascomycetes.
I. TUJUAN
1. Untuk menentukan dinamika pertumbuhan dan pengukuran populasi kultur
mikroorganisme.
2. Untuk menentukan jumlah ragi dalam media dengan perhitungan langsung.
II. PRINSIP PERCOBAAN
Mengitung jumlah ragi yaitu dengan cara perhitungan langsung (direct count)
untuk jumlah sel atau biomassa mikroorganisme dan sel dihitung langsung di bawah
mikroskop atau dengan perhitungan menggunakan alat bilik hitung (Counting
chamber).
III. TEORI DASAR
Menurut Gunawan, hemasitometer adalah suatu ruang kaca dengan sisi yang
menjulang dan kaca penutup yang akan menahan cairan tepat 0.1 mm dari atas lantai
ruang kaca. Ruang hitung memiliki total luas permukaan 9 mm 2. (Gunawan, 2009)
Hemasitometer adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan
sel secara cepat dan dapat digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah.
Hemasitometer pada mulanya diperuntukkan untuk menghitung sel darah, yang
ditemukan oleh Louis-Charles Malassez. Bentuknya terdiri dari 2 counting chamber
dan tiap chamber-nya memiliki garis-garis mikroskopis pada permukaan kaca. Luas
total dari chamber adalah 9 mm2. Chamber tersebut nantinya akan ditutup dengan
coverslip dengan ketinggian 0.1 mm di atas chamber floor.
Penghitungan secara langsung dapat dilakukan secara mikroskopis yaitu
dengan menghitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil. Alat yang
digunakan adalah Petroff-Hauser Chamber atau Haemocytometer. Jumlah cairan yang
terdapat antara coverglass dan alat ini mempunyai volume tertentu sehingga satuan isi
yang terdapat dalam satu bujur sangkar juga tertentu (Yustiah, 2005).
Penghitungan konsentrasi sel pada hemasitometer ini bergantung pada volume
dibawah coverslip. Pada chamber terdapat 9 kotak besar berukuran 1 mm 2 dan kotak-
kotak kecil, di mana satu kotak besar sama dengan 25 kotak kecil sehingga satu kotak
besar tersebut memiliki volume sebesar 0.0001 ml. Adapaun kotak yang paling kecil
berfungsi untuk mempermudah perhitungan sel. Kelebihan perhitungan sel dengan
menggunakan hemasitometer adalah dapat menghitung jumlah sel yang hidup
maupun yang mati, tergantung dari pewarna yang digunakan. Misalnya, bila pewarna
trypan blue dicampukan ke dalam larutan sel maka sel yang hidup tidak akan
berwarna dan sel yang mati akan berwarna biru. Kelebihan lainnya adalah morfologi
sel dapat diamati, dapat mengevaluasi homogenitas dan data mendeteksi kontaminasi.
Pengukuran kuantitatif populasi mikroba seringkali amat diperlukan di dalam
berbagai macam penerapan mikrobiologi. Ada berbagai macam cara untuk mengukur
jumlah sel, antar lain dengan hitungan cawan (plate count), hitungan mikroskopis
langsung (direct microscopic count) yang menggunakan mikroskop serta ruang hitung
(haemositometer) atau secara elektonis dengan bantuan alat yang disebut penghitung
coulter (coulter counter) (Hutagaol, 2011).
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat : Bahan :
Hemasitometer Kultur biakan
Pipet
Mikroskop
V. DATA PENGAMATAN
Jumlah sel dalam 25 kotak besar (a) = jumlah sel per kotak x 25 kotak
Jumlah sel per mm3 sampel (b) = a x (1/0,02)
Jumlah sel per ml sampel = b x 103
= a x (1/0,02) x 103
Jumlah sel per mL sampel = jumlah sel per kotak besar x 1,25 x 106
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapat bahwa jumlah sel per kotak besar
adalah adalah 10 sel, yang diamati pada mikroskop, jadi perhitungannya adalah :
Perhitungan pun juga berdasarkan bentuk X pada kamar atau diagonal kanan dan
diagonal kiri. Perhitungan hanya dilakukan pada diagonal tersebut saja.
Perhitungan mendapatkan hasil diagonal kanan dari atas ke bawah berturut-turut
terdapat khamir sebanyak 18, 25, 30, 22 dan 55, sedangkan untuk diagonal kiri dari
atas ke bawah berturut-turut terdapat khamir sebanyak 30, 31, 30, 35 dan 27.
Perhitungan dilakukan dengan rumus seperti perhitungan pada data dan hasil
pengamatan, yaitu
Jumlah sel/ml = jumlah sel x 25 x 1 x 103
n 0,1
Jumlah sel yang telah dihitung dalam percobaan ialah 309 sel. Sedangkan n adalah
banyaknya sel yaitu 10. 25 yaitu jumlah kotak besar yang ada di kamar
Haemocytometer Neubour. 103 ialah konversi dari 1 liter menjadi 1000 ml atau 103
mililiter. Setelah melakukan perhitungan, terdapat 7,725 x 106 sel/ml sel khamir pada
kamar bagian atas Haemocytometer Neubour secara diagonal kanan dan diagonal kiri.
Jumlah tersebut menunjukkan terdapat tujuh juta lebih khamir yang terdapat dalam
kamar Haemocytometer Neubour yang sangat kecil tersebut.
Haemocytometer Neubour memiliki kelemahan dan kelebihan dalam
penggunaannya dalam proses perhitungan bakteri secara langsug. Kelebihannnya
antara lain ialah cepat dalam menghasilkan data dan tak perlu menunggu lama, serta
datanya atau jumlah selnya langsung didapat pada saat itu juga setelah menghitung
menggunakan rumusnya dan menghemat biaya. Sedangkan kelemahannya ialah tidak
dapat membedakan antara sel yang mati dengan yang hidup karena perhitungannya
secara keseluruhan dan data yang dihasilkan tidak akurat karena setiap pengamat
memiliki mata yang berbeda-beda dan terdapat keterbatasan dalam melihat serta
menghitung sel yang ada dalam kamar Haemocytometer Neubour. Sebaiknya
menggunakan alat yang lebih canggih lagi dalam perhitungan jumlah sel karena setiap
peralatan elektronik memilki kesensitifan yang tinggi dibandingkan dengan mata
manusia, seperti alat particle count.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan data dan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa praktikan
dapat megetahui cara perhitungan mikroba secara langsung. Terdapat 7,725 x 106
sel/ml sel khamir yag terdapat di kamar Haemocytometer Neubour secara diagonal
kanan dan diagonal kiri.
Penghitungan konsentrasi sel pada haemacytometer ini bergantung
pada volume di bawah coverslip. Pada chamber terdapat 9 kotak besar berukuran 1
mm2 dan kotak-kotak kecil, di mana satu kotak besar sama dengan 25 kotak kecil
sehingga satu kotak besar tersebut memiliki volume sebesar 0.0001 ml. Kelebihan
perhitungan sel dengan menggunakan haemacytometer adalah dapat menghitung
jumlah sel yang hidup maupun yang mati, tergantung dari pewarna yang digunakan.
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapat bahwa jumlah sel per kotak besar
adalah adalah 10 sel, yang diamati pada mikroskop, jadi total perhitungannya adalah
1,25 x 107 atau 12.500.000.
Afriyanto Eddy. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Jakarta : Penerbit Kanisius
(halaman : 140)
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC (halaman : 125)
Skou Torben dan Sogaard Jensen Gunnar. 2007. Microbiologi. Englang : Forfattern
Og Systime. (halaman : 8)
I. TUJUAN
Mengetahui pertumbuhan bakteri dan memplotnya dalam sebuah kurva yang disebut
kurva tumbuh.
1. Metode Total Count Pada metode ini sampel ditaruh di suatu ruang hitung
(seperti hemasitometer) dan jumlah sel dapat ditentukan secara langsung
dengan bantuan mikroskop (Hadioetomo, 1993). Jika setetes kultur
dimasukkan kedalam wadah (misalnya hemasitometer) yang diketahui
volumenya, maka jumlah sel yang dapat dihitung. Akan tetapi cara tersebut
memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat membedakan sel hidup atau mati
dan tidak dapat digunakan pada jumlah sel yang sangat sedikit (kurang
dari 102 sel/ml) (Purwoko, 2007). Kelemahan lainnya ialah sulitnya
menghitung sel yang berukuran sangat kecil seperti bakteri karena
kekebalan hemositometer tidak memungkinkan digunakannya lensa
objektif celup minyak. Hal ini dibatasi dengan cara mencernai sel sehingga
menjadi lebih mudah dilihat. Kelemahan lain lagi ialah kadang-kadang
cenderung bergerombol sehingga sukar membedakan sel-sel individu. Cara
mengatasinya ialah mencerai-beraikan gerombolan sehinggga tersebut
dengan menambahkan bahan anti gumpalan seperti dinatrium
etilanadiamina tetra asetat dan tween-80 sebanyak 0,1%. Keuntungan
metode ini ialah pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan banyak
peralatan (Hadioetomo, 1993).
Perubahan kemiringan pada kurva tersebut menunjukkan transisi dari satu fase
perkembangan ke fase lainnya. Nilai logaritmik jumlah sel biasanya lebih sering
dipetakan daripada nilai aritmatik. Logaritma dengan dasar 2 sering digunakan, karena
setiap unit pada ordinat menampilkan suatu kelipatan-dua dari populasi. Kurva
pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi empat fase utama : fase lag (fase lamban
atau lag phase), fase pertumbuhan eksponensial (fase pertumbuhan cepat atau log phase),
fase stationer (fase statis atau stationary phase) dan fase penurunan populasi (decline).
Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di
antara setiap fase terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum
semua sel memasuki fase yang baru.
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Bakteri
Sumber : http://classes.midlandstech.edu/carterp/courses/bio225/chap06/Microbial
%20Growth%20ss4.htm
FASE LAG. Setelah inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada
waktu sel tidak atau sedikit mengalami pembelahan. Fase ini, ditandai dengan
peningkatan komponen makromolekul, aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap
zat kimia dan faktor fisik. Fase lag merupakan suatu periode penyesuaian yang sangat
penting untuk penambahan metabolit pada kelompok sel, menuju tingkat yang setaraf
dengan sintesis sel maksimum.
Alat : Bahan :
Shaker
Pembakar bunsen
V. DATA PENGAMATAN
Pada percobaan ini digunakan dua kultur yang berbeda dengan selang waktu
pengambilan sample masing-masing 30 menit dan 50 menit.
a. Kultur 1
b. Kultur 2
Rata-rata
Waktu Pengenceran TPC CFU Log C %T OD
0 10^-4 1640000 10400000 7,017033 85 0,07
10^-5 10400000
10^-6 56000000
10^-7 10000000
50 10^-4 1380000 12800000 7,10721 74 0,13
10^-5 12800000
10^-6 8000000
10^-7 10000000
90 10^-4 2290000 53000000 7,724276 52 0,284
10^-5 8800000
10^-6 53000000
10^-7 260000000
120 10^-4 2870000 21700000 7,33646 34,5 0,462
10^-5 21700000
10^-6 99000000
10^-7 140000000
150 22,5 0,647
200 20 0,699
250 14 0,854
300 12 o,92
Tabel 2. Data Hasil Percobaan Kultur 2
Pengolahan Data
Berdasarkan data dari hasil perobaan, dapat diplot menjadi grafik sehingga diperoleh
gambaran grafik sebagai berikut :
a. Kultur 1
b. Kultur 2
VI. ANALISIS
Pada praktikum ini digunakan 2 kultur bakteri Escheria Coli dengan waktu
sampling masing-masing setiap 30 menit dan 50 menit. Dipilih bakteri Escheria Coli
dikerenakan waktu pembelahan Escheria Coli lebih cepat dibandingkan dengan bakteri
lain yaitu 12,5 menit dalam kondisi optimum. Dengan menggunakan tabung erlenmeyer,
kedua kultur bakteri tersebut diletakkan dalam shaker dengan tujuan agar kultur bakteri
dapat saling tercampur dan homogen. Sesuai waktu sampling, kultur bakteri kemudian
dikeluarkan dari shaker untuk pengambilan sampling. Sample biakan diambil
menggunakan pipet ukur sebanyak 1 ml kemudian pindahkan ke dalam kuvet untuk
diamati persen transmitan yang muncul. Sebelum kuvet dimasukkan dalam
spektrofotometer, badan kuvet dibersihkan terlebih dulu menggunakan tisu dengan tujuan
agar tidak menghalangi cahaya yang masuk. Ambil lagi kultur biakan dari erlenmeyer
sebanyak 1 ml untuk diencerkan dan diinokulasikan pada cawan petri. Setelah
pengenceran dan inokulasi, inkubasi cawan petri dalam keadaan terbalik selama 48 jam.
Seusai inkubasi akan tumbuh koloni bakteri yang dapat dihitung untuk mengetahui
jumlah koloni bakteri yang tumbuh saat waktu sampling. Dengan data yang telah
diperoleh dan diolah, dapat diplotkan kurva tumbuh bakteri dengan sumbu x adalah
waktu dan sumbu y adalah log CFU sebagai berikut :
Grafik 7. Kurva Pertumbuhan Bakteri
Bentuk grafik di atas memiliki fase lag yang cukup lama yakni dari 0 menit
sampai 50 menit. Pada menit ke 50 90, kurva mengalami kenaikan yang berarti
berlakunya fase log pada rentang waktu ini. Hal ini bisa disebabkan karena kondisi
lingkungan dan nutrisi yang optimal bagi pertumbuhan bakteri. Pada fase log mikroba
membelah dengan cepat dan konstan dan pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat
dipengaruhi oleh media tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, juga
kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara (Middelbeek et al., 1992).
Periode ini adalah keadaan pertumbuhan yang seimbang atau mantap dengan laju
pertumbuhan spesifik () konstan, komposisi selular tetap, sedangkan komposisi
kimiawi media biakan berubah akibat terjadinya sintesis produk dan penggunaan
substrat (Said, 1987; Judoamidjojo, 1990; Mangunwidjaja dan Suryani, 1994).
Kemudian pada menit ke 100 sampai 120 kurva mengalami penurunan yang
menunjukkan fase kematian pada pertumbuahn bakteri. Pada rentang waktu 90 100
menit terjadi fase stationer yang tidak signifikan.
VII. KESIMPULAN
Dimana fase adaptasi lebih panjang sedangkan fase stationer sangat kecil
bahkan hampir tidak terlihat.
2. Selain kurva tumbuh, dapat juga dihitung waktu generasi menggunakan data-
data hasil percobaan dan diperoleh waktu generasi sebesar 19,51 menit. Hasil
ini mendekati dengan waktu generasi Escheria Coli pada literatur yang
menyebutkan waktu generasi sebesar 15-20 menit.
http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/MIKROBIOLOGI/document/Pertumbuhan diakses
tanggal 24 Oktober 2015 pukul 20.19
Yuliana, Neti. 2008. Kinetika Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Isolat T5 Yang Berasal
DariTempoyak.Lampung http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=48891&val=4015 diakses tanggal 27 Oktober 2015 pukul 15.07