OPERANT CONDITIONING B.F SKINNER Aplikas PDF
OPERANT CONDITIONING B.F SKINNER Aplikas PDF
F SKINNER
(Aplikasi Teori Dalam Praktek Pendidikan)
Oleh : Ermis Suryana, S.Ag, M.Pd.I
(PenulisadalahDosenTetapPadaFakultasTarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang
danSekolahTinggiIlmuTarbiyah al-IttifaqiyahInderalaya.)
Email : suryana@yahoo.co.id
A. Pendahuluan
Proses pendidikan dapat dilaksanakan di mana saja, pada situasi apapun
dan berlangsung seumur hidup. Untuk membedakan pelaksanaan pendidikan
tersebut, maka dalam istilah kependidikan dikenalkan bahwa terdapat tiga
jenis pendidkan yaitu pendidikanan formal, non formal dan informal. Dalam
kajian makalah ini pendidikan yang dimaksud lebih terfokus kepada
pendidikan formal, meskipun begitu teori yang akan dibahas juga dapat
dipergunakan dalam kedua jenis pendidikan yang lain.
Proses belajar mengajar dapat terlaksana secara efektif, efisien dan
optimal jika didukung oleh pengetahuan yang memadai tentang teori-teori
pendidikan yang berlaku secara umum. Dengan demikian kajian terhadap
teori-teori peendidkan memiliki urgensi yang segnifikan, sebagai upaya
38
memperkaya wawasan kependidikan, terutama bagi para guru daan praktisi
pendidikan pada umumnya. Hal ini dimaksudkan untuk mencari landasan
teoritis yang variatif, cocok dan berdayaguna dalam pelaksanaan pendidikan.
Salah satu teori yang diberikan Psikologi Pendidikan (yang merupakan
aplikasi dari teori-teori psikologi dalam praktek pendidkan), adalah teori-teori
belajar. Teori ini besar sekali sumbangannya terhadap praktek pendidkan,
khususnya dalam bidang kurikulum dan pengajaran (Sudjana, 1991 : 1).
Secara teriotik, teori-teori belajar menjadi sumber bagi teori-teori
pengajaran. Teori belajar menjelaskan bagaimana seorang individu dapat
belajar dengan baik dan mengapa terjadi perubahan tingkah laku manusia
melalui belajar, tetapi tidak menjelaskan bagaimana teknik dan cara
membantu siswa mencapai tujuan pendidkan berdasarkan kaidah-kaidah yang
terdapat dalam teori belajar (Ibid).
Di antara teoritikus dalam bidang pembelajaran yang paling
berpengaruh terhadap perkembangan teknologi pendidikan ialah B.F Skinner
dengan teori pendidikannya adalah operant conditioning yang merupakan salah
satu teori yang menonjol diantara sekian banyak teori behaviorisme yang
berdaskan hasil eksperimen. Menurut Sumadi Suryabrata (1986 : 294), di dalam
dunia pendidikan, khusunya dalam lapangan metodologi dan teknologi
pengajaran, pengaruh ini sangat besar. Pengaruh teori Skinner sangat besar
terutama di Amerika Serikat dan negara-negara pengaruhnya. Konsep-konsep
behavior control dan behavior modification yang sangat populer di kalangan-
kalangan tertentu juga bersumber pada teori ini.
Tulisan singkat dalam makalah ini akan mencoba mendeskrifsikan
teori operant conditioning B.F Skinner dalam hal apa dan bagaimana aplikasi
teori dalam pendidikan ? Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi wacana
pembuka dalam memahami teori tersebut dengan lebih baik.
39
(Muhaimin, 1986 : 26). Dengan demikian orientasi kajiannya pun tingkah laku
manusia (psikomotorik).
Teori pembiasaan prilaku respon (operant conditioning) ini merupakan
teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh di
kalangan para ahli psikologi belajar masa kini. Teoritikus penciptanya bernama
Burhus Frederik Skinner yang lahir tahun 1904, seorang penganut
behaviorisme yang dianggap kontraversial. Tema pokok yang mewarnai karya-
karyanya adalah bahwa tingkah laku itu sendiri (Bruno, dalam Muhibbin Syah,
1999 : 88).
Operant Conditioning adalah nama yang di pergunakan oleh Skinner
(1938) untuk suatu prosedur dimana seorang dapat mengontrol tingkah laku
organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan
yang relatif bebas (Walker, 1973 : 127).
Azas operant conditioning B.F Skinner mulai muncul dalam tahun 1930-
an, pada waktu keluarnya teori-teori S-R (Stimulus-Respons) yang kemudian
deikenal dengan model konditioning klasik dari Pavlov yang pada saat itu telah
memberi pengaruh yang kuat dalam pelaksanaan penelitian. Munculnya teori
Operant Conditioning ini sebagai bentuk reaksi ketidak puasan Skinner atas
teori S-R, umpamanya pada pernyataan Stimulus terus menerus memiliki
sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur (Gredler, 1991 : 115). Dengan kata
lain suatu stimulus bervariasi serta akan terjadi pengulangan bila terdapat
penguatan (reinforcement). Pengulangan respons-respons tersebut merupakan
tahapan-tahapan dalam proses mngubah atau pembentukan tingkah laku.
Menurut Margaret E. Bell Gredler, B.F Skinner setuju dengan pendirian
yang dulu diambil oleh Jhon Watson, maksudnya psikologi dapat menjadi
suatu ilmu hanya melalui studi tingkah laku, oleh karena itu Skinner
mendefenisikan belajar sebagai perubahan tingkah laku (Ibid : 116-117). Hal ini
berati bahwa tingkah laku belajar dapat di modifikasi dan diprogram dalam
rangka pencapaian tujuan pendidikan. Dalam kaitan ini kemampuan dan
profesionalisme guru memainkan peranan kunci.
Teori Skinner ini kemudian dianggap sebagai dasar dari program-
program inovatif dalam bidang pendidikan. Seperti pengajaran berprogram,
40
mesin mengajar (teaching machine) dan program pengajaran dengan bantuan
komputer.
41
Seperti halnya Throndike, Skinner menganggap reward atau
reinforcement sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner
berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah
laku (Wasty, 1998 : 119). Dengan demikian tingkah laku yang diinginkan terjadi,
dapat digambarkan dan dibentuk secara nyata melalui pemberian
reinforcement yang sesuai.
Menurut Skinner tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh stimulus,
tidak ada faktor perantara lainnya. Rumus Skinner : B (behaviour) = F (fungsi)
dari S (stimulus) (B = F (S). Tingkah laku atau respons (R) tertentu akan timbul
sebagai reaksi terhadap stimulus tertentu (S). Respons yang dimaksud di sini
adalah respons yang berkondisi yang dikenal dengan respons operant (tingkah
laku operant). Sedangkan stimulusnya adalah stimulus operant (Sudjana, 1991 :
85). Oleh karena itu belajar menurut Skinner diartikan sebagai perubahan
tingkah laku yang dapat diamati dalam kondisi yang terkontrol secara baik.
Terdapat dua macam penguat yang dapat diberikan dalam rangka
memotivasi atau memodifikasi tingkah laku. Pertama, reinforcement positif
yakni sesuatu atau setiap penguat yang memperkuat hubungan stimulus
respons atau sesuatu yang dapat memperbesar kemungkinan timbulnya suatu
respons atau dengan kata lain sesuatu yang dapat memperkuat tingkah laku.
Kedua, Reinforcement negatif (punishment) yakni sesuatu yang dapat
memperlemah timbulnya respons-respons (Rohani, 1995 : 13). Artinya setiap
penguat yang dapat memperkuat tingkah laku respons tetapi bersifat aversif
(menimbulkan kebencian dan penghindaran), misalnya : ujian tiba-tiba.
Stimulus negatif dapat menimbulkan respons emosional bahkan dapat
melenyapkan (extinction) tingkah laku atau respons (Gredler : 1991 : 130).
Macam dari sifat reinforcement ini, merupakan pilihan atau opsi bagi
para guru sebagaii pemilik reinforcement (Baker, 1983 : 121), untuk
menerapkannya di lapangan baik dalam konteks kelas maupun terhadap
individu dalam kelas. Disinilah kemampuan profesionalisme dan pengalaman
seorang guru sangat menentukan, karena bukan suatu hal yang mustahil
reinforcement negatif justru melahirkan respons (tingkah laku) positif. Tetapi
Skinner lebih menekankan kepada pemberian reinforcement positif.
42
Ada dua konsep operant yang relevan yakni melenyapkan (extinction)
dan hukuman. Konsep melenyapkan adalah proses dimana suatu operant yang
telah terbentuk tidak mendapatkan penguat lagi. Dengan demikian dapat
menyebabkan intensitas dan frekuensinya menjadi turun. Hukuman adalah
stimulus yang merupakan konsekuensi tingkah laku yang mengurangi
kemungkinan terjadinya prilaku serupa di masa yang akan datang (Dimyati
dan Mudjiono, 1999 : 9). Oleh karena itu maka yang terbaik adalah menyusun
kemungkinan terjadinya reinforcement yang positif dan apabila ingin
memperlemah respons sebaiknya tidak perlu diberikan reinforcement lagi.
Dengan kata lain terjadi proses melenyapkan (extinction).
Dalam proses pembelajaran, untuk memperbesar peranan peserta didik
dalam aktivitas pengajaran, maka reinforcement (penguat) yang diberikan oleh
seorang guru sangat diperlukan, karena penguat yang diberikan tersebut akan
membuat individu terus berupaya meningkatkan prestasinya. Sebagai contoh,
ketika seorang guru melihat siswanya rajin mengunjungi perpustakaan, lalu
guru tersebut memberikan senyuman sebagai tanda memujinya. Senyum guru
itu merupakan reinforcement bagi siswa tersebut yang bermanfaat untuk
menggiatkannya lebih sering lagi mengunjungi perpustakaan.
43
penguatan (reinforcement) diatur sedemikian rupa. Oleh karena itu dalam
proses belajar perlu ditetapkan tingkah prilaku. Pada saat orang belajar, maka
responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, apabila ia tidak belajar maka
responsnya akan menurun. Dalam belajar dapat di temukan beberapa hal :
Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pembelajar,
respons si pembelajar, dan konsekuensi yang bersifat menguatkan respons
tersebut (Dimyati dan Mudjiono, 1999 : 9). Penguatan terjadi pada stimulus
yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons si
pembelajar yang baik diberi hadiah tetapi sebaliknya, perilaku respons yang
tidak baik diberi teguran dan hukuman.
Fungsi utama pendidikan adalah mencipatakan kondisi agar tingkah laku
yang baik dapat di terapkan, sedangkan peranan utama dari seorang pendidik
(guru) adalah menciptakan kondisi agar tingkah laku yang diinginkan dapat
terwujud dan proses belajar berlangsung secara dinamis dan kondusif. Untuk
itu dalam prose pendidikan dibutuhkan guru yang profesional dan memiliki
wawasan yang luas.
Menurut Zakiah Daradjat (1982 : 22-23), guru yang profesional minimal
harus memiliki enam hal yaitu : Pertama, kegairahan dan kesediaan untuk
mengajar. Kedua, dapat membangkitkan minat murid. Ketiga,menumbuhkan
sikap dan bakat yang baik. Keempat, mengatur proses belajar mengajar.
Kelima, berpindahnya pengaruh belajar dan pelaksanaannya ke dalam
kehidupan yang nyata. Dan keenam, hubungan manusiawi dalam proses belajar
mengajar.
Pada diri setiap manusia ada keinginan yang mulia yang dibuatnya
sendiri dari lubuk hati yang paling dalam dan telah tertanam sedemikian rupa
yang berasal dari hubungannya dengan obyek-obyek kehidupan sekitarnya,
sementara mengajar berarti memberikan stimulus dan menguatkannya.
Dalam proses pembelajaran guru dapat menyusun program pembelajaran
berdasarkan pandangan Skinner ini. Dalam menerapkan teori Skinner guru
perlu memperhatikan dua hal yang penting, yaitu : pemilihan stimulus yang
deskriminatif dan penggunaan penguatan. Sebagai ilistrasi apakah guru akan
meminta respons ranah kognitif atau efektif. Jika yang akan dicapaiadalah
44
sekedar menyebutkan ibu kota negara Republik Indonesia adalah Jakarta, tentu
saja siswa hanya dilatih menghafal.
Langkah-langkah pembelajaran yang dapat ditempuh berdasarkan teori
operant comditioning adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan perilaku
siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperkuat dan
perilaku negatif diperlemah atau dikurangi.
2. Membuat daftar penguat dan positif. Guru mencari prilaku yang lebih
disukai oleh siswa, prilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar
sekolah yang dapat dijadikan penguat.
3. Memilih dan menentukan urutan tingkahh laku yang dipelajari serta
jenis penguatnya.
4. Membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini berisi
urutan prilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari
prilaku, dan evaluasi. Dalam melaksanakan program pembelajaran,
guru mencatat prilaku dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil.
Ketidak berhasilan tersebut menjadi catatan penting bagi modifikasi
prilaku selanjutnya (Gredler, 1991 : 154-156).
Sebagai ilustrasi ketertiban kelas, pada saat berlangsung proses belajar
mengajar, seorang siswa berulang-ulang mengganggu teman di depannya.
Guru yang melihat kelakuan tersebut segera mengamati dan menentukan apa
yang akan di lakukannya, memberikan perhatian atau meengacuhkannya sebab
kedua pilihan ini dapat menjadi dapat menjadi reinforcement bagi yang
bersangkutan.
D. Programing Pelajaran
Dalam konteks pembelajaran menurut Skinner dapat dilihat bahwa
tujuan, metode dan hasil belajar dikontrol secara ketat (Nasution, 1991 : 54).
Untuk itu guru perlu mempunyai kemampuan menganalisaa pelajaran menjadi
unit-unit kecil yang dapat dipelajarri anak dengan kemampuan sendiri. Oleh
karena itu guru juga perlu melakukan programing atau memprogramkan
pelajaran menjadi unit-unit kecil dalam urutan yang membawa siswa
selangkah demi selangkah ke arah tujuan pelajaran (Ibid : 54).
45
Tentang bagaimana membuat urutan materi pelajaran. Hal ini sangat
ditentukan oleh kemampuan analisis guru terhadap materi, tujuan dan
metode, misalnya :
Sejarah dengan urutan kronologis (progreesif, refresif).
Matematika dengan urutan logis.
Urutan sederhana-kompleks.
Urutan mudah-sulit.
Urutan speesifik-umum, khusus-konsep/generalisasi, dan urutan
keseluruhan bagian-bagian (Ibid : 55,56).
Programing yang telah dibuat menjadi unit-unit dan berurutan dan
diaplikasikan secara bertahap dan konsisten, kemudian dikontrol secara ketat
terhadap respons-respons yang ditimbulkan gina menentukan reinforcement
yang akan diberikan.
Bentuk nyata oprasionalisasi dari teori ini adalah sebagai berikut :
stimulus (SI) akan melahirkan respon (RI), respons ini kemudian diberi
penguatan (reinforcement). Kemudian respons (RI) menjadi stimulus (S2) yang
dapat menimbulkan respons (R2), selanjutnya diberikan penguatan dan begitu
seterusnya. (Nasution, 1991 : 52,53).
Dalam pemberian stimulus menurut teori ini dapat berupa stimulus
positif, yaitu stimulus yang langsung dapat di respons oleh sunjek dan segera
diberikan reinforcement (walker, 1973 : 139), atau dapat juga dengan stimulus
diskriminatif (Sd), yaitu sembarang stimulus yang hadir secara ttiba-tiba bila
mana suatu respons menerima penguatan (Gredler, 1991 : 125).
Berkaitan dengan respons terhadap stimulus ini, Skinner membedakan
adanya ddua macam respons dalam Operant Conditioning, yaitu : Pertama,
Respondent respons : yaitu respons yang ditimbulkan oleh stimulus tertentu
dan respons tersebut relatif tetap, misalnya makanan menimbulkan air liur,
setiap kali ada makanan yang ddidekatkan pada subyek maka secara spontan
air liurnya akan muncul. Kedua, Operant respons : yaitu respons yang timbul
oleh suatu stimulus dan diberikan penguatan (reinforcement) (Suryabrata,
1986 : 227). Sebagai contoh, seorang siswa yang dapat menyelesaikan dengan
baik soal matematika yang diberikan oleh seorang guru dan kemudian gguru
itu memberrikan penguatan berupa senyuman atau pujian maka siswa tersebut
46
akan terpacu untuk dapat pula menyelesaikan soal-soal yang diberikan
selanjutnya. Respons inilah yang menjadi fokus teori Skinner.
Dengan berdasarkan pada urutan-urutan filosofis di atas, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa secara ringkas teori Skinner memiliki tiga
elemen, yaitu Stimulus (S), Respons (R) dan Reinfforcement. Setiap elemen ini
saling terkait satu sama lain dan bersifat sircular, dan bukan merupakan
eelemen yang berdiri sendiri yang suatu saat terlepas dari elemen yang lain.
Prinsip utama atau pokok dari teori operant conditioning B.F Skinner ini
adalah pemberian reinforcement (penguatan). Margaret E. Bell Gredler (1991 :
127) mengemukakan reinforcement dalam teori Skinner adalah stimulus yang
mengikuti suatu respons dan memperkuat atau memuaskannya atau setiap
konsekuensi dari tingkah laku yang mempunyai dampak memperkuat atau
memperkokoh tingkah laku.
Istilah konsekuensi yang menguatkan (reinforcement concequence) dan
penguatan (reinforcement) digunakan sebagai pengganti untuk istilah ganjaran
(reward), karena menurut Skinner penggunaan istilah ganjaran menyarankan
adanya bentuk-bentuk kompensasi untuk bertingkah laku dalam cara tertentu,
istilah ini juga mengandung konotasi pengaturan kontrak.
E. Macam-Macam Reinforcement
Penguatan (reinforcement) dalam teori Skinner ini dapat dibedakan
dalam beberapa bagian sebagai berikut :
1. Ratio reinforcement, yaitu reinforcement yang diberikan setelah
respons muncul dalam jumlah tertentu.
2. Interval reinforcement, yaitu reinforcement yang diberikan setelah
respons pertama, sesudah habisnya jangka waktu tertentu atau tidak
langsung. (Walker, 1973 :133, 134)
3. Penguat primer, yaitu penguat yang meningkatkan keseringan
merespon tanpa perlu latihan untuk itu, contoh : makanan, uang.
4. Penguat skunder, disebut pula penguat berkondisi, yaitu kelompok
penguat yang berpengaruh pada tingkah laku melalui pelatihan
(conditioning), contoh : bunyi gorengan, aroma sate.
5. Penguat generalisasi : penguat yang berfungsi dalam berbagai situasi
dan diasosiasikan dengan penguat primer, seperti : senyuman, pujian
perhatian, persetujuan.
6. Penguat alami, penguat yang ada secara alami, seperti : kesempatan,
bermain.
47
7. Penguat akalan (kontrive) atau yang diatur, tetapi dilaksanakan
dengan bijaksana, seperti keluar kelas lebih cepat, waktu bebas,
piagam, (Gredler, 1991 : 128, 129, 146, 147).
F. Reinforcement
Stimulus yang mengikuti suatu respons dan yang dapat memuasakan
kemungkinan respons dinamakan reinforcer.Reinforcer itu sendiri
sesungghnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu. Stimulus reinforcement atau stimulus penguat
adalah memusatkan perhatian kepada akibat pada orang lain yang sedang
belajar (Soekarto, 1974 : 25).
Berikut ini urutan operasional (operant conditioning) dalam bentuk
bingkai (frame). Modifikasi atau improfisasi dari frame S. Nasution, yaitu :
A B C
R1+Reif(A)+ R1+Reif(B)+
Materi 1 S1 Materi 2 S2 Materi 3 S3
48
yang diberikan siswa secara langsung diberikan penguatan oleh guru
sehingga semangat siswa untuk melakukan yang lebih baik akan meningkat.
Dari urutan-urutan ini terlihat bahwa pemberian reinforcement
(penguatan) harus konsisten, segera dan positif setelah tingkah laku
(respons) yang diinginkan atau diprogramkan.
Dalam proses belajar mengajar Skinner menganjurkan untuk melakukan
analisis langsung terhadap aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam situasi
praktis untuk mengenal tingkah laku yang pantas dan tidak pantas secara
tepat, dengan cara mengadakan pelatihan yang bersifat spesifik, praktek, dan
segera. Latihan ini merupakan latihan yang berhubungan secara spesifik
dengan pekerjaan yang dilakukan secara praktis untuk diaplikasikan dengan
segera dan materi yang diberikan bersifat praktis.
Mengajar adalah mengatur kesatuan penguat untuk mempercepat
proses belajar. Dengan demikian tugas guru harus menjadi arsitek dalam
membentuk tingkah laku siswa melalui penguatan, sehingga dapat
membentik respons yang tepat dikalangan para siswa.
Menurut Nana Sudjana (1991 : 93) ada beberapa prinsip pengajaran yang
dapat digunakan berdasarkan operant conditioning yaitu :
1. Perlu adanya tujuan yang jelas dan tingkah laku apa yang diharapkan.
2. Memberikan tekanan pada iindividu sesuai dengan kesanggupannya.
3. Pentingnya penilaian yang terus menerus untuk menetapkan tingkat
kemampuan siswa.
4. Prosedur pengajaran dilakukan melalui modifikasi atas dasar hasil
evaluasi dan kemajuan yang dicapainya.
5. Hendaknya digunakan positif reinforcement secara sistematis bervariasi
dan segera manakala respons siswa itu terjadi.
6. Prinsif belajar tuntas sebaiknya digunakan agar penguasaan belajar para
siswa dapat diperoleh sesuai tingkah laku yang diharapkan.
7. Peranan guru lebih diharapkan sebagai arsitek dan pembentuk tingkah
laku.
49
Prinsip-prinsip ini, dalam pelaksanaannya memerlukan keahlian,
kreatifitas, kesabaran, telaten dan konsisten, mulai dari perumusan
program, tujuan dan metode yang akan digunakan serta penerapannya, tidak
ada pilihan lain kecuali profesionalisme.
Dalam proses pengajaran operant conditioning menjamin dan memeberi
keyakinan adanya respons terhadap stimulus, sebab jika sesuatu tidak
menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus, guru tak mungkin dapat
membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan. Dalam hal ini guru mempunya
peranan penting didalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan
kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
50
(penguatan) yang diberikan seorang guru sangat diperlukan. Sayangnya
kegiatan memberikan penghargaan atau penguatan dalam proses belajat
mengajar jarang sekali dilaksanakan karena umumnya guru
kurangmemperhatikan dan kurang menyadari pentingnya hal ini. Padahal
peemberian penguatan (reinforcement) dalam interaksi belajar mengajar sangat
bermanfaat untuk :
1. Meningkatkan perhatian siswa.
2. Melancarkan dan memudahkan proses belajar.
3. Membangkitkan dan mempertahankan motivasi.
4. Mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu ke arah tingkah
laku yang produktif.
5. Mengembangkan dan mengatur diri sendiri dan belajar.
6. Mengarahkan kepada cara berfikir yang baik dan berinisiatif (Hasibuan
dan Mudjiono, 1988 : 58)
Pemberian penguatan menurut teori ini bentuknya bisa beragam,
tergantung kepada banyak faktor, dan sebagainya. Yang terpenting adalah
penguatan harus bermakna bagi siswa. Penguatan yang diberikan itu dapat
berupa kata-kata atau kalimat pujian yang diciptakan guru, misalnya
bagus, berbentuk mimik, gerakan ajah atau menyatakan penguatan
dengan sentuhan, dengan pemberian hadiah dan lain-lain. Hal yang paling
penting harus diperhatikan dalam rangka pemberian penguatannya ini
adalah waktu pemberian penguatan itu sendiir haruslah sesaat setelah
siswa memberikan respons (Ibid, : 59-60).
Jika teori Skinner dengan pemberian penguatan atau penghargaan atau
reinfercement ini dikaitkan dengan teori pendidikan dalam Islam (Al-
quran), maka dapat dipahami bahwa kedua teori tersebut saling
berhubungan dan adanya kesesuaian. Artinya bahwa jauh sebelum teori
reinforcement dari Skinner ini muncul, Islam telah terllebih dahulu
menawarkan teori yang senada.
Dalam Islam penguatan (reinforcement) sama dengan ganjaran dan
dalam Al-quran disebutkan bahwa segala sessuatu yang diperbuat oleh
manusia dalam kehidupannya di dunia ini akan mendapatkan ganjaran
Allah SWT baik di dunia maupun di akherat kelak (QS, 3 : 148). Dengan
51
demikian maka pelajar atau siswa dalam sistem pendidikan Islam harus
diberi motivasi sedemikian rupa dengan ganjaran atau penguatan itu tidak
boleh berlebihan,, sebab pemberian penguatan yang berlebihan akan
berakibat sampingan yang negatif, sebagaimana hadist Nabi bahwa
hendaklah engkau memberikan ganjaran seperlunya saja karena apabila
memberi hadiah atau ganjaran itu berlebih-lebihan, itu tidak dikehenndaki
karena berakibat negatif atau tidak baik (HR. Bukhari). Teori tentang
pemberian penguatan atau reinforcement atau penghargaan ini dapat
berlaku pada keseluruhan bentuk pendidikan, semua jenjang dan usia si
terdidik.
E. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa teori operant conditioning adalah pengembangan teori Pavlov (S-R).
Yang menjadi fokus utama teori ini adalah pemberian reinforcement
(penguatan) terhadap organisme (subyek) sesaat setelahh memberikan
respons terhadap suatu stimulus. Pemberian reinforcement ini diprogramkan
sedemikian rupa supaya terjadi pengulangan atau peningkatan respons. Proses
ini secara teriotis merupakan upaya pembentukan tingkah laku (operant
conditioning).
Dengan kata lain, tingkah laku dapat dikondisikan atau diprogramkan
sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam konteks pembelajaran, berhasil atau
tidaknya aplikasi teori ini di lapangan, kunci utamanya terletak pada guru.
Sebagai penutup dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan teorri operant
conditioning B.F Skinner ini dalam dunia pendidikan mempunyai beberapa
kelemahan yaitu: Pertama, proses belajar dalam Skinner dipandang dapat
diamati secara langsung, padahal belajar merupakan proses kegiatan mental
yang tidak dapt disaksikan dari luar secara menyeluruh kecuali sebagian
gejalanya, walaupun pada akhirnya teraplikasi dalam bentuk tingkah laku.
Kedua, proses belajar dianggap bersifat otomatis mekanis sehingga terkesan
seperti gerakan mesin atau robot, padahal setiap siswa memiliki self-regulation
(kemampuan mengatur diri sendiri) dan self-control (pengendalian diri) yang
bersifat kognitif sehingga siswa bisa menolak merespons jika ia tidak
52
menghendaki. Ketiga, keseringan merespons sebagai ukuran belajar bisa
berlaku untuk tingkah laku yang sederhana tetapi tidak cocok untuk tingkah
laku yang kompleks.
53
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi , Abu dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta. Rinda
Cipta.
Hills, PJ. tt. A Dictionary of Education. London : Routledge & Kegan Paul.
54