Arogansi adalah sikap sombong, congkak dan angkuh. Seseorang yang arogan
mempunyai perasaan superioritas atas yang lain yang dimanifestasikan dalam sikap suka
memaksa dan pongah. Siapa yang tahan berdekatan dengan seorang yang arogan? Rasanya
tidak ada, karena sifat ini tidak menguntungkan sama sekali. Namun kita juga tidak boleh
sembarang menuduh orang lain arogan, jangan- jangan kita juga termasuk orang yang sama.
Dalam ilmu psikologi disebutkan beberapa ciri sikap arogan, di antaranya pertama
suka telat. Saking banyaknya orang yang sering telat, kadang-kadang hal ini dianggap wajar
oleh kita, padahal kebiasaan buruk ini bisa mengindikasikan seseorang sebagai orang yang
sombong, karena ia tidak menghargai waktu orang lain. Seolah waktunya harus selalu
dimaklumi dan tak mau memaklumi waktu orang lain. Kedua suka menyela perkataan orang.
Dalam sebuah percakapan, orang sombong sering menyela perkataan orang lain. Ia ingin
menunjukkan bahwa apa yang dipikirkan dan akan dikatakannya jauh lebih penting
ketimbang pendapat orang lain. Ketiga sulit mengakui kesalahan. Orang arogan tidak mampu
menerima dan mengakui kesalahannya sendiri. Ia akan berusaha untuk membela diri dan
Keempat status lebih penting ketimbang kontribusi. Ketika mengerjakan sebuah tugas,
seseorang yang arogan akan lebih fokus pada bagaimana orang lain memandang dirinya
ketimbang kontribusi yang diberikannya untuk menyelesaikan tugas itu. Kelima selalu
berkata “ya!, atau bisa!, atau gampang!” di hadapan orang lain, bahkan untuk tugas yang
belum tentu bisa dilakukan. Hal ini karena ia tidak ingin dipandang rendah dan lemah di
hadapan orang lain sehingga ia merasa selalu mampu melakukan segala tugas yang diberikan.
Keenam tidak mempercayai kemampuan orang lain. Orang arogan merasa tidak ada orang
lain yang mampu mengerjakan sesuatu sebaik dirinya. Ia akan selalu mempertanyakan kinerja
orang lain dan sulit percaya pada kinerja orang lain. Ketujuh menolak orang yang lemah.
Ketika orang lain menolak untuk mengerjakan pekerjaan yang ia tidak sanggup, orang
sombong biasanya merendahkan orang tersebut. Kedelapan sulit untuk merefleksikan diri
sendiri Orang congkak tidak mampu melihat dirinya sendiri. Ia tidak bisa menerima bahwa ia
Kesembilan menganggap orang yang tidak menyukainya adalah musuh. Bagi orang
sombong, orang yang menentangnya adalah musuh yang mengancam. Ia akan sangat
emosional jika mendengar nama orang yang tidak disukainya itu. Bahkan secara tidak sadar,
ia berusaha menjatuhkan orang yang dianggapnya musuh itu. Kesepuluh sulit menerima
orang lain yang tidak sepaham dengannya. Orang sombong ingin agar semua orang sama
seperti dirinya. Ia sulit bersikap positif terhadap orang yang menurutnya tidak sesusai
Dalam Islam, sikap arogan dan sombong ini merupakan suatu penyakit hati yang
mana pengidapnya merasa bangga dan memandang tinggi atas diri sendiri. Dalam hadits,
Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya; “Sombong adalah menolak kebenaran dan
meremehkan manusia.” (H.R. Muslim). Sebagai suatu penyakit, sombong hanya bisa
disembuhkan berdasarkan kesadaran diri penderitanya sendiri karena sombong bertitik berat
Allah SWT di dalam Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 37 melarang manusia bersikap
sombong; “Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan berlagak sombong, karena
sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi, dan engkau tidak akan dapat
untuk berjalan di atas bumi dengan sifat sombong. Artinya, Allah melarang manusia memiliki
penyakit hati ini dan jika manusia tidak mengindahkannya, maka murka Allah lah yang akan
diterima sebagai ganjarannya. Di dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda yang
artinya; ”Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada sifat sombong, walaupun
Adapun jenis- jenis kesombongan dalam Islam ada tiga; pertama sombong kepada
Allah SWT. Merupakan keadaan atau penyakit sombong yang paling parah adalah seseorang
yang sombong kepada Allah SWT. Artinya ia menolak dan tak mau taat kepada Allah SWT.
Tidak mengindahkan kalamNya dan tidak patuh kepadaNya. Orang yang memiliki sifat tinggi
hati kepada Allah SWT dijanjikan oleh Allah neraka jahannam untuknya; “Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku dan patuh kepada-Ku, akan
Kedua, sombong kepada Rasulullah SAW. Sombong kepada Rasulullah SAW adalah
seseorang yang tidak mau mengikuti ajaran Rasulullah SAW, merasa apa yang diajarkan
Nabi Muhammad tidak benar, masih kurang, tidak sesuai dengan zaman, bahkan tidak
sedikitpun peduli atau taat terhadap ajaran beliau. Ketiga Sombong kepada sesama manusia.
Jenis penyakit sombong yang paling sering terjadi yakni menganggap remeh orang lain,
merasa dirinya adalah yang paling benar, paling baik, paling bijaksanan, paling hebat, paling
kaya, paling cantik, dan segala yang besifat paling lainnya sebagaimana penjelasan di atas.
Orang yang sombong biasanya gila hormat dan sangat senang dipuji bahkan bisa
dibilang haus pujian. Mereka selalu membanggakan diri di hadapan orang lain dengan niat
ingin pamer agar dipuji dan orang lain pun jadi merasa rendah. Selain itu, orang yang
sombong tidak suka menerima teguran, kritik, saran, nasihat, apalagi bantahan. Ia merasa
bahwa dirinyalah yang paling benar dan tidak akan peduli terhadap keadaan atau pendapat
orang lain.
Dulu, pada masa awal awal Islam, ada seorang ayah yang telah mendapatkan hidayah
Islam, kemudian memaksakan anaknya untuk masuk Islam, hingga ia berkata akan
membunuh anaknya jika ia tidak masuk Islam bersamanya. Hal ini didengar oleh Rasulullah
SAW hingga turunlah ayat Q.S Al-Baqarah: 256: ُد ِمنَ ْال َغ ِّيI ْد تَبَيَّنَ الرُّ ْشIَ ِّد ْي ِن قI َراهَ فِ ْي الI الَ اِ ْك, yang
artinya: Tidak ada paksaan dalam beragama, sungguh telah jelas nyata kebenaran dari
kesesatan”. Saya sering mengilustrasikan di hadapan mahasiswa terkait pemahaman ayat ini,
jika ada setumpuk kue black forest, dan di sisi lain ada setumpuk ek leumo, apakah masih
perlu saya memaksa kalian untuk memilih black forest dari pada ek leumo?
Namun ayat ini kadang disalah artikan oleh sementara pihak yang memelintir
pemahamannya dan mengajak umat kepada faham pluralisme agama, yaitu suatu faham yang
mengatakan bahwa semua agama benar, dan Islam bukanlah agama yang paling benar. Hal
demikian tentu keliru, sebab Allah sendiri menyatakan dalam Q.S Ali Imram:19,
“Sesungguhnya agama yang diakui di sisi Allah adalah Islam”. Dan Islam sama sekali tidak
Sikap tidak berlaku arogansi dalam pemahaman agama, juga banyak dicontohkan oleh
para ulama mazhab. Imam Malik pernah diminta oleh tiga khalifah, yaitu Khalifah Abu Ja’far
Al-Mansur, setelah itu khalifah Al-Mahdi dan khalifah Harun Al-Rasyid, agar pemikiran
beliau dalam kitab Al-Muwaththa’ dijadikan pedoman hukum dalam bernegara. Namun
beliau menolak. Al Hafidz Abu Nu’aim dalam Hilyah Al-Auliya meriwayatkan bahwa Imam
Malik bermusyawarah dengan Ar-Rasyid dalam tiga perkara, salah satunya adalah usulan
untuk menempelkan Al- Muwaththa’ dan membawa manusia sesuai dengan apa yang di
‘alaihi wasallam berselisih dalam masalah furu’, dan mereka menyebar di seluruh penjuru,
dan semuanya bagi diri mereka sendiri adalah perkara yang benar”. Kisah ini sanadnya
hasan menurut Imam Adz- Dzhabi, namun beliau berpendapat bahwa kisah ini terjadi antara
ini dan kita sebar ke seluruh penjuru negeri Islam untuk membawa umat kepadanya!” Imam
Malik pun menjawab,”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ikhtilaf umat adalah rahmat
dari Allah atas umat ini, semuanya mengikuti apa yang benar menurut mereka, semuanya di
atas hidayah, semuanya menginginkan Allah” ( Kasyf Al Khafa’, 1/65). Adapun para imam
yang lain umumnya menyadari betul bahwa pendapat mereka bisa jadi benar bisa juga salah,
karena satu satunya yang tidak tertolak ucapannya adalah ucapannya Rasulullah SAW.
Demikian contoh toleransi tingkat tinggi yang telah dicontohkan oleh para imam
mazhab yang kontras dengan sikap yang sering kita simak akhir- akhir ini. Kita cendrung
bersikap sebaliknya, berlaku pongah dan sombong dalam menyikapi sesuatu yang berbeda.
Padahal, perbedaan pemikiran adalah sebuah konsekwensi logis dari perbedaan daya nalar,
logika, lingkungan, pengalaman dan ilmu masing- masing. Padahal, perbedaan yang sering
terjadi di antara kita hanyalah berbeda dalam masalah furu’ (cabang) dari agama, bukan