a. Kusbini :
Bagimu Negri
b. Ibu Soed :
Berkibarlah Benderaku,
Indonesia Tumpah Darahku,
Tanah Airku
c. Ismail Marzuki :
Gugur Bunga,
Halo-Halo Bandung,
Indonesia Pusaka,
Rayuan Pulau Kelapa
d. W.R. Soepratman :
Di Timur Matahari,
Ibu Kita Kartini,
Indonesia Raya,
Pahlawan Merdeka
e. C. Simanjuntak :
Indonesia Tetap Merdeka,
Maju Indonesia,
Maju Tak Gentar
f. Maladi :
Nyiur Hijau,
Serumpun Padi
g. L. Manik :
Satu Nusa Satu Bangsa
h. Husein Mutahar :
Syukur
i. C. Simanjuntak/Sanusi Pane :
Tanah Tumpah Darahku
j. Cornel Simanjuntak/Usmar Ismail :
Teguh Kukuh Berlapis Baja
k. Alfred Simanjuntak :
Bangun Pemudi Pemuda
l. R Soerardjo :
Dari Sabang Sampai Merauke
m. Sudharnoto :
Garuda Pancasila
n. Truno Prawit :
Mengheningkan Cipta
Pelukis Maestro Legendaris Indonesia yang lahir di Surakarta, bakat dan talenta
melukisnya yang luar biasa terlihat dari setiap karya Lukisanya, warna-warna yang
terkombinasi matang, kehalusan goresan, kesempurnaan anatomi obyek dan komposisi
obyek.
Basuki Abdullah semasa karirnya sebagai seorang Pelukis Maestro, pernah mengawali
karirnya studi di Belanda, dan mengadakan perjalanan ke Negara-negar Eropa untuk
memperdalam pengetahuanya tentang Seni rupa, diantaranya adalah Negara Prancis
dan Italia, Negara asal dari para Pelukis Maestro kelas Dunia ( Picasso, Leonardo da
Vinci, Renoir, Monet, Paul Gaugin, Dll. ).
Salah satu prestasinya yang mengharumkan nama Bangsa Indonesia di mata Dunia
adalah kesuksesanya menjuarai lomba sayembara melukis pada waktu penobatan Ratu
Yuliana (Belanda ) pada 6 September 1948, Basuki Abdullah menjadi juara dan berhasil
menyingkirkan 87 Pelukis dari Eropa, beliau juga pernah diangkat menjadi Pelukis
tetap di Istana Merdeka, dan karya-karyanya banyak menghiasi ruangan Istana
Merdeka.
Semasa hidupnya Basuki Abdullah banyak menerima penghargaan baik dari dalam dan
luar Negeri atas Dedikasinya dalam Dunia seni khususnya Lukisan, gaya aliran Lukisan
Basuki Abdullah adalah Realism dan Naturalism.
Salah satu lukisan Basuk Abdullah berjudul " Diponegoro memimpin pertempuran "
media lukisan cat minyak diatas canvas, ukuran 150cm X 120cm, dibuat tahun 1940
Hendra Gunawan lahir di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1918, dan Wafat di
Denpasar, Bali. 17 Juli 1983.
Hendra Gunawan adalah seorang pelukis, penyair, pematung dan pejuang gerilya.
Selama masa mudanya ia bergabung dengan tentara pelajar dan merupakan anggota
aktif dari Poetera (Pusat Tenaga Rakyat) dan organisasi yang dipimpin oleh Sukarno
dan lain-lain. Ia juga aktif dalam Persagi (Asosiasi Pelukis Indonesia, sebuah organisasi
yang didirikan oleh S. Soedjojono dan Agus Djaya pada tahun 1938.
Dengan talenta sebagai seorang Pelukis senior dan memiliki karakter karya Lukisan
yang khas, menjadikan namanya masuk dalam daftar Pelukis Maestro Legendaris
ternama Indonesia.
Karakter Lukisan beliau sangat berani dengan ekspresi goresan cat tebal, dan ekspresi
warna kontras apa adanya, karya Lukisanya banyak dikoleksi oleh para kolektor dalam
negeri. Perjalanan Aliran Lukisan karya Hendra Gunawan pada awalnya adalah realism
yang melukiskan tema-tema tentang perjuangan sebelum kemerdekaan, namun setelah
era kemerdekaan, karya-karya lukisan ber metamorfosa kedalam aliran lukisan
ekspresionism, tema-tema lukisanya tentang sisi-sisi kehidupan masyarakat pedesaan.
Salah satu lukisan karya Hendra Gunawan berjudul " Mencari kutu rambut " media
lukisan cat minyak diatas canvas, ukuran 84cm X 65cm, dibuat tahun 1953.
S. Sudjojono lahir di Kisaran, Sumatera Utara 14 Desember 1913 , dan wafat di Jakarta
25 Maret 1985. Soedjojono lahir dari keluarga transmigran asal Pulau Jawa. Ayahnya,
Sindudarmo, adalah mantri kesehatan di perkebunan karet Kisaran, Sumatera Utara,
beristrikan seorang buruh perkebunan. Ia lalu dijadikan anak angkat oleh seorang guru
HIS, Yudhokusumo. Oleh bapak angkat inilah, Djon (nama panggilannya) diajak ke
Jakarta (waktu itu masih bernama Batavia) pada tahun 1925. Ia menamatkan HIS di
Jakarta, lalu melanjutkan SMP di Bandung, dan menyelesaikan SMA di Perguruan
Taman Siswa di Yogyakarta. Di Yogyakarta itulah ia sempat belajar montir sebelum
belajar melukis kepada R.M. Pringadie selama beberapa bulan. Sewaktu di Jakarta, ia
belajar kepada pelukis Jepang, Chioji Yazaki.
S. Sudjojono sempat menjadi guru di Taman Siswa seusai lulus dari Taman Guru di
perguruan yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara itu. Ia ditugaskan oleh Ki Hajar
Dewantara untuk membuka sekolah baru di Rogojampi, Banyuwangi, tahun 1931.
Namun ia kemudian memutuskan untuk menjadi pelukis. Pada tahun 1937, ia ikut
pameran bersama pelukis Eropa di Kunstkring Jakarya, Jakarta. Inilah awal namanya
dikenal sebagai pelukis, Pada tahun itu juga ia menjadi pionir mendirikan Persatuan
Ahli Gambar Indonesia (Persagi). Oleh karena itu, masa itu disebut sebagai tonggak
awal seni lukis modern berciri Indonesia. Ia sempat menjabat sebagai sekretaris dan
juru bicara Persagi. Selain sebagai pelukis, ia juga dikenal sebagai kritikus seni rupa
pertama di Indonesia. Lukisanya memiliki karakter Goresan ekspresif dan sedikit
bertekstur, goresan dan sapuan bagai dituang begitu saja ke kanvas.
Pada periode sebelum kemerdekaan, karya lukisan S.Sudjojono banyak bertema tentang
semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam mengusir penjajahan Belanda, namun
setelah jaman kemerdekaan kemudian karya Lukisanya banyak bertema tentang
pemandangan Alam, Bunga, aktifitas kehidupan masayarakat, dan cerita budaya.