1. Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Contoh: Ibu percaya bahwa engkau tahu.
2. Kata turunan (lihat pula penjabaran di bagian Kata turunan)
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh:
bergeletar, dikelola [1].
2. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Tanda hubung boleh
digunakan untuk memperjelas. Contoh: bertepuk tangan, garis bawahi
3. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung boleh digunakan untuk
memperjelas. Contoh: menggarisbawahi, dilipatgandakan.
4. Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata
ditulis serangkai. Contoh: adipati, mancanegara.
5. Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital, diselipkan tanda hubung.
Contoh: non-Indonesia.
3. Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung, baik yang
berarti tunggal (lumba-lumba, kupu-kupu), jamak (anak-anak, buku-buku), maupun yang
berbentuk berubah beraturan (sayur-mayur, ramah-tamah).
4. Gabungan kata atau kata majemuk
1. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Contoh: duta besar,
orang tua, ibu kota, sepak bola.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian.
Contoh: alat pandang-dengar, anak-istri saya.
3. Beberapa gabungan kata yang sudah lazim dapat ditulis serangkai. Lihat bagian
Gabungan kata yang ditulis serangkai.
5. Kata ganti (kau-, ku-, -ku, -mu, -nya) ditulis serangkai. Contoh: kumiliki, kauambil,
bukumu, miliknya.
6. Kata depan atau preposisi (di [1], ke, dari) ditulis terpisah, kecuali yang sudah lazim
seperti kepada, daripada, keluar, kemari, dll. Contoh: di dalam, ke tengah, dari Surabaya.
7. Artikel si dan sang ditulis terpisah. Contoh: Sang harimau marah kepada si kancil.
8. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai. Contoh: bacalah, siapakah, apatah.
2. Partikel -pun ditulis terpisah, kecuali yang lazim dianggap padu seperti adapun,
bagaimanapun, dll. Contoh: apa pun, satu kali pun.
3. Partikel per- yang berarti "mulai", "demi", dan "tiap" ditulis terpisah. Contoh: per
1 April, per helai.
9. Singkatan dan akronim. Lihat Wikipedia:Pedoman penulisan singkatan dan akronim.
10. Angka dan bilangan. Lihat Wikipedia:Pedoman penulisan tanggal dan angka.
Kata turunan
Secara umum, pembentukan kata turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata yang
ada di bagian sebelumnya. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk melengkapi aturan
tersebut.
Jenis imbuhan
1. Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari salah satu awalan atau akhiran.
1. Awalan: me-, ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-, dan se-
2. Akhiran: -kan, -an, -i, -lah, dan -nya
2. Imbuhan gabungan; gabungan dari lebih dari satu awalan atau akhiran.
1. ber-an
2. di-kan dan di-i
3. diper-kan dan diper-i
4. ke-an dan ke-i
5. me-kan dan me-i
6. memper-kan dan memper-i
7. pe-an
8. per-an
9. se-an
10. ter-kan dan ter-i
3. Imbuhan spesifik; digunakan untuk kata-kata tertentu (serapan asing).
1. Akhiran: -man, -wan, -wati, dan -ita.
2. Sisipan: -in-,-em-, -el-, dan -er-.
Awalan me-
1. tetap, jika huruf pertama kata dasar adalah l, m, n, q, r, atau w. Contoh: me- + luluh
meluluh, me- + makan memakan.
2. me- mem-, jika huruf pertama kata dasar adalah b, f, p*, atau v. Contoh: me- + baca
membaca, me- + pukul memukul*, me- + vonis memvonis, me- + fasilitas + i
memfasilitasi.
3. me- men-, jika huruf pertama kata dasar adalah c, d, j, atau t*. Contoh: me- + datang
mendatang, me- + tiup meniup*.
4. me- meng-, jika huruf pertama kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h. Contoh: me- +
kikis mengikis*, me- + gotong menggotong, me- + hias menghias.
5. me- menge-, jika kata dasar hanya satu suku kata. Contoh: me- + bom mengebom,
me- + tik mengetik, me- + klik mengeklik.
6. me- meny-, jika huruf pertama adalah s*. Contoh: me- + sapu menyapu*.
1. Dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf vokal. Contoh: me- + tipu menipu,
me- + sapu menyapu, me- + kira mengira.
2. Tidak dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me- +
klarifikasi mengklarifikasi.
3. Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata asing yang belum diserap secara sempurna.
Contoh: me- + konversi mengkonversi.
Aturan khusus
HURUF KAPITAL
Dalam Pedoman Umum EYD terdapat beberapa kaidah penulisan huruf kapital. Berikut ini
disajikan beberapa hal yang masih perlu kita perhatikan.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam menulis ungkapan yang
berhubungan dengan hal keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata ganti
untuk Tuhan.
Contoh: Allah, Yang Mahakuasa, Atas rahmat-Mu (bukan atas rahmatmu), dll.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama untuk menuliskan kata-kata, seperti, imam,
makmum, doa, puasa, dan misa.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan jika tidak diikuti nama orang.
Contoh: Seorang nabi adalah utusan Tuhan, Sebagai seorang sultan, dia patut dihormati, dll.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh: Gubernur Bali, Gubernur Fauzi Bowo, Kepala Kantor Wilayah, dll.
Nama jabatan dan pangkat itu tidak ditulis dengan huruf kapital jika tidak diikuti nama orang,
nama instansi, atau nama tempat.
Contoh: Siapa yang dilantik menjadi gubernur?, Ayah dia seorang jenderal bintang tiga.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Perhatikan juga bahwa yang dituliskan dengan huruf kapital hanya nama bangsa, nama suku,
dan nama bahasa, sedangkan kata bangsa, suku, dan bahasa ditulis dengan huruf kecil saja.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan
peristiwa sejarah.
Contoh: tahun Hijriah; bulan Agustus; hari Waisak; perang Salib; Republik Indonesia.
Contoh: Sungai Barito; Danau Toba; Asia Tenggara; Pulau Bangka; Gunung Semeru.
Contoh: dia hanyut di sungai; gunung mana yang akan kita daki?
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga
pemerintahan, dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
Tapi perhatikan!
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti
sapaan.
Namun, perhatikan!
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti orang kedua (Anda)
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan buku, majalah, dan surat kabar
yang dikutip dalam keterangan.
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan
asing.
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, atau kelompok kata.
Contoh: Huruf pertama kata dunia adalah d; Buatlah sebuah karangan dengan tema
lingkunganku!
ABJAD
A* a (:/a/), B** b (:/be/), C** c (:/ce/), D** d (:/de/), E* e (:/e/), F** f (:/ef/), G** g (:/ge/), H**
h (:/ha/), I* i (:/i/), J** j (:/je/), K** k (:/ka/), L** l (:/el/), M** m (:/em/), N** n (:/en/), O* o
(:/o/), P** p (:/pe/), Q** q (:/ki/), R** r (:/er/), T** t (:/te/), U* u (:/u/), V** v (:/fe/), W** w
(:/we/), X** x (:/eks/), Y** y (:/ye/), Z** z (:/zet/).
(5 vokal* dan 21 konsonan**)
Selain abjad-abjad di atas, bahasa Indonesia juga menggunakan 4 (empat) gabungan huruf dan 3
(tiga) diftong.
Gabungan huruf:
sy, kh, ng, ny.
Diftong:
ai, au, oi.
1. Kata Dasar
Yang paling penting dalam pemenggalan kata adalah Anda harus mengetahui kata
dasarnya lebih dahulu. Di samping itu, gabungan huruf dan diftong tidak dapat
dipisahkan.
Kalau di tengah kata ada dua buah konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan
di antara kedua konsonan itu.
Kalau di tengah kata ada tiga buah konsonan atau lebih, pemenggalannya dilakukan
antara konsonan yang pertama (termasuk ng) dan yang kedua.
Kalau di tengah kata ada dua buah vokal yang berurutan, pemenggalan dilakukan di
antara kedua vokal itu.
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf itu.
2. Kata Berimbuhan
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran), termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk,
dipenggal. Partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya dapat dipenggal pada
pengertian baris.
Penulisan nama diri (nama sungai, gunung, jalan, dan sebagainya) disesuaikan dengan EYD,
kecuali jika ada pertimbangan khusus. Pertimbangan khusus itu menyangkut segi adat, hukum,
atau kesejarahan.
Contoh: tanda tangan; terima kasih; rumah sakit; tanggung jawab; kambing hitam; dll.
Apabila gabungan kata itu mendapatkan awalan atau akhiran saja, awalan atau akhiran itu harus
dirangkai dengan kata yang dekat dengannya. kata lainnya tetap ditulis terpisah dan tidak
diberi tanda hubung.
Contoh: berterima kasih; bertanda tangan; tanda tangani; dll.
Apabila gabungan kata itu mendapatkan awalan dan akhiran, penulisan gabungan kata harus
serangkai dan tidak diberi tanda hubung.
Contoh: menandatangai; pertanggungjawaban; mengkambinghitamkan; dll.
Kata daripada, misalnya, artinya tidak dapat dikembalikan kepada kata dari dan pada. Itu
sebabnya, gabungan kata yang sudah dianggap satu kata harus ditulis serangkai.
Gabungan kata yang salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kata
yang mengandung arti penuh, unsur itu hanya muncul dalam kombinasinya.
Kata tuna berarti tidak punya, tetapi jika ada yang bertanya, Kamu punya uang? kita tidak
akan menjawabnya dengan tuna. Begitu juga dengan kata dwi, yang berarti dua, kita tidak
akan berkata, saya punya dwi adik laki-laki. Karena itulah gabungan kata ini harus ditulis
dirangkai.
1. Jika unsur terikat itu diikuti oleh kata yang huruf awalnya kapital, di antara kedua unsur
itu diberi tanda hubung.
1. Unsur maha dan peri ditulis serangkai dengan unsur yang berikutnya, yang berupa kata
dasar. Namun dipisah penulisannya jika dirangkai dengan kata berimbuhan.
Tetapi, khusus kata ESA, walaupun berupa kata dasar, gabungan kata maha dan esa ditulis
terpisah => Maha Esa.
KATA ULANG
Kata ulang dituliskan dengan menggunakan tanda hubung di antara kedua unsurnya. Penulisan
kata ulang ada bermacam-macam.
KATA DEPAN
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh: di rumah; di sini; di mana; di samping; ke mana; ke sana; ke muka; dari mana; dari
rumah; dll.
Tetapi, perhatikan awalan di- dan ke- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
1. Kata Ganti -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
Apa yang kumiliki sudah kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Contoh:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirim kembali kepada si pengirim.
Terdapat lima partikel dalam bahasa Indonesia, yaitu lah, kah, tah, per, dan pun.
Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: Apakah kucing ini milik Anda?; Tengoklah ke kiri dan ke kana jika hendak
menyeberang jalan!
Partikel per yang berarti tiap-tiap, demi, dan mulai ditulis terpisah dari bagian
kalimat yang mendahului dan mengikutinya. Namun, partikel per pada bilangan
pecahan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh: Harga kain itu adalah sepuluh ribu rupiah per meter; dua pertiga.
Partikel pun yang sudah dianggap padu benar ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya. Sedangkan partikel pun yang ditulis setelah kata benda, kata sifat, kata
kerja, dan kata bilangan, dituliskan terpisah.
Contoh: walaupun; meskipun; biarpun; adapun; bagaimanapun; kendatipun; maupun;
sekalipun; sungguhpun;
Contoh yang ditulis terpisah: Jika tak ada yang kuning, merah pun tidak masalah, asal
bunganya bisa dipajang.
Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
Contoh:
A.S. Surajuddin
Muh. Yamin
Djaja Hs.
M.B.A. master or business administration
M.Sc. master of science
S.E. sarjana ekonomi
Bpk. bapak
Sdr. saudara
2. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta
nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak
diikuti dengan tanda titik.
Contoh:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PT Perseroan Terbatas
KTP Kartu Tanda Penduduk
3. Singkatan umum yang terdiri dari tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Singkatan yang
terdiri dari dua huruf diikuti tanda titik pada setiap hurufnya.
Contoh:
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
sda. sama dengan di atas
Yth. Yang terhormat
4. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik.
Contoh:
Cu (kuprum/timah)
TNT (trinitroluen)
cm (sentimeter)
Rp (rupiah)
Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
1. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal sari deret kata ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital.
Contoh:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
IKIP Institut Keguruan Ilmu Pendidikan
2. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari
deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Contoh:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
3. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Contoh:
pemilu pemilihan umum
rapim rapat pimpinan
Penulisan gelar doktor dalam negeri pun sering tidak dipahami dengan benar oleh kebanyakan
orang, padahal jika kita mampu menganalisis, tidaklah sulit untuk dapat menemukan
jawabannya.
Penulisan gelar doktor dalam negeri sama dengan penulisan gelar-gelar yang lain. Karena huruf
D dan R merupakan rangkaian satu kata, maka penulisan gelar doktor yang benar adalah:
Dr. (Doktor), dan ditulis di depan nama penyandang gelar. Huruf D ditulis dengan huruf
besar, dan huruf R ditulis dengan huruf kecil, dan diakhiri dengan tanda titik pula.
Selain itu, di Indonesia juga memberlakukan sebutan profesional untuk program diploma. Aturan
main penulisan sebutan profesional dalam negeri untuk program diploma ditulis di belakang
nama penyandang sebutan profesional tersebut. Perhatikan beberapa sebutan profesional
program diploma dalam negeri sebagai berikut.
Program diploma satu (D1) sebutan profesional ahli pratama, disingkat (A.P.);
Program diploma dua (D2) sebutan profesional ahli muda, disingkat (A.Ma.);
Program diploma tiga (D3) sebutan profesional ahli madya, disingkat (A.Md.); dan
Akhir-akhir ini sebutan profesional untuk program diploma, sebagaimana yang tertera itu,
cenderung diikuti oleh ilmu keahlian yang dimiliki. Sebagai misal, sebutan profesional untuk ahli
muda kependidikan disingkat A.Ma.Pd., ahli madya keperawatan disingkat A.Md.Per., ahli
madya kesehatan disingkat A.Md.Kes., ahli madya kebidanan disingkat A.Md.Bid., dan ahli
madya pariwisata disingkat A.Md.Par.
Selanjutnya, banyak orang bertanya-tanya tentang beberapa gelar doktor luar negeri yang tidak
mereka pahami maksudnya, juga tidak mereka ketahui cara penulisannya, sehingga banyak
diantara mereka hanya dapat memperkirakan maksud, dan demikian pula cara penulisannya.
Karena berdasarkan perkiraan belaka, maka banyak diantara mereka salah menebak maksud serta
cara penulisannya.
Penulisan gelar doktor, master, dan sarjana muda dari luar negeri, ditulis di belakang nama
penyandang gelar. Sebagaimana penulisan gelar-gelar dalam negeri, penulisan gelar dari luar
negeri pun sama. Untuk dapat memahami penulisan yang benar, kita perlu menganalisis kata per
kata sebagaimana cara menganalisis kata per kata pada penulisan gelar dalam negeri. Sebagai
misal, gelar doctor of philosophy, yang ditulis benar [Ph.D.]. Huruf P ditulis dengan huruf
besar, tetapi huruf H ditulis dengan huruf kecil, dan diakhiri dengan tanda titik. Huruf H
ditulis dengan huruf kecil karena posisinya sebagai bagian dari rangkaian satu kata dengan huruf
P yang merupakan kepanjangan dari kata philosophy, sedangkan huruf D ditulis dengan
huruf besar sebagai singkatan dari kata doctor, dan diakhiri dengan tanda titik.
Perhatikan beberapa gelar doktor luar negeri yang sering kita jumpai di Indonesia, dan contoh
penulisannya:
Tambahan lagi, penulisan gelar ganda yang kedua gelar tersebut berada di belakang nama
penyandang gelar, juga perlu memperhatikan teknik penulisan yang benar. Bahwasanya, selama
ini kita sering menjumpai bahkan mungkin, menjadi pelaku sendiri penulisan gelar ganda yang
tidak memperhatikan tata cara penulisan yang benar.
Tenik penulisan gelar ganda yang kedua-duanya berada di belakang nama penyandang gelar,
banyak terkait dengan penggunaan tanda baca koma (,). Penulisan yang benar adalah setelah
nama (penyandang gelar), dibubuhkan tanda koma (,) kemudian diikuti gelar yang pertama,
ditulis dengan teknik penulisan yang benar, lalu dibubuhkan tanda koma untuk penulisan gelar
yang kedua, dan seterusnya (jika ada gelar-gelar yang lain). Perhatikan beberapa contoh
penulisan gelar ganda di bawah ini:
Jika penyandang gelar memiliki gelar lebih dari dua gelar, dan semuanya berada di belakang
nama penyandang gelar, teknik penulisannya pun sama. Perhatikan pula beberapa contoh
penulisan gelar yang lebih dari dua gelar di belakang nama penyandang gelar.
Penulisan gelar dengan mengikuti nama penyandang gelar yang ditulis dengan huruf balok
(kapital), gelar tetap ditulis sesuai dengan penulisan gelar yang benar. Jika gelar tersebut terdapat
huruf peluncur sebagai bagian dari rangkaian satu kata, sebagai misal, gelar S.Ag., S.Pd., S.Pt.,
huruf g, d, dan t yang posisinya sebagai huruf peluncur dari rangkaian satu kata, tidak ditulis
dengan huruf besar. Perhatikan beberapa contoh di bawah ini:
Di dalam aturan kebahasaan, nama orang tidak dibenarkan ditulis dengan huruf balok (kapital),
kecuali untuk kepentingan tertentu. Jika ditulis, huruf balok (kapital) hanya dibenarkan ditulis
pada awal kata nama orang. Karena itu, penulisan gelar dengan mengikuti nama penyandang
gelar yang sama-sama ditulis menggunakan huruf balok, tidak hanya salah, tetapi sudah salah
kaprah
KATA BAKU
Kata-kata baku adalah kata-kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaaan yang berlaku,
didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan
zaman. Kebakuan kata amat ditentukan oleh tinjauan disiplin ilmu bahasa dari berbagai segi
yang ujungnya menghasilkan satuan bunyi yang amat berarti sesuai dengan konsep yang
disepakati terbentuk.
Kata baku dalam bahasa Indonesia memedomani Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang
telah ditetapkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bersamaan ditetapkannya
pedoman sistem penulisan dalam Ejaan Yang Disempurnakan. Di samping itu, kebakuan suatu
kata juga ditentukan oleh kaidah morfologis yang berlaku dalam tata bahasa bahasa Indonesia
yang telah dibakukan dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indoensia.
Kata baku sebenanya merupakan kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
yang telah ditentukan. Konteks penggunaannya adalah dalam kalimat resmi, baik lisan maupun
tertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat.
Suatu kata bisa diklasifikasikan tidak baku bila kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia yang ditentukan. Biasanya hal ini muncul dalam bahasa percakapan sehari-hari,
bahasa tutur.
Kalimat Baku
Ada beberapa istilah yang dalam konteks soal tes memiliki pengertian yang sama atau dapat
disamakan dengan kalimat baku. Istilah-istilah itu, misalnya, kalimat efektif dan kalimat yang
baik dan benar. Kalimat baku adalah sebuah kalimat standar yang dipergunakan dalam penulisan
karya ilmiah. Penulisan karya ilmiah mempergunakan kalimat-kalimat yang secara umum
dikenal sebagai ragam tulis formal. Meskipun banyak di antara kita pernah membaca atau
bahkan menulis karya ilmiah, kemampuan kita mengenali atau menulis dengan kalimat yang
baku masih sedikit yang memilikinya.
Sebuah kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat baku jika memenuhi syarat-syarat: (1)
struktur kalimat, (2) bentukan kata, (3) makna kalimat, dan (4) kaidah ejaan. Keempat syarat
tersebut harus dipenuhi. Jika ada yang tidak terpenuhi, kalimat tersebut tidak dapat disebut
kalimat baku.
Struktur Kalimat
Syarat struktur kalimat adalah syarat yang berhubungan dengan kaidah-kaidah kalimat. Berikut
ini beberapa kaidah kalimat yang sering diabaikan sehingga kalimat yang kita buat bukanlah
sebuah kalimat baku.
Memiliki S dan P
Kalimat baku harus memiliki S dan P. Ketidakhadiran S atau P menyebabkan kalimat tidak baku.
(1) Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
Jika dianalisis unsur-unsurnya, kalimat tersebut tidak memiliki S. Kelompok kata dalam rapat itu
berfungsi sebagai K sebab merupakan frase preposisional yang diawali preposisi dalam. Kata
membahas menempati fungsi P. Kelompok kata masalah kenaikan gaji pegawai adalah O kalimat
itu. Pola kalimat tersebut adalah
(1) Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
KPO
Karena itu, kalimat tersebut tidak merupakan kalimat baku. Agar menjadi kalimat baku,
perbaikan dapat dilakukan sebagai berikut:
Menghilangkan preposisinya sehingga menjadi frane nominal, dengan demikian kalimat itu
menjadi
Mengubah kata kerja membahas dalam kalimat itu menjadi dibahas sehingga kalimat itu menjadi
Ternyata kalimat tersebut tidak memiliki P sehingga dapat dianggap sebagai kalimat tidak baku.
Kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan cara
Mengubah sebab menjadi disebabkan sehingga kalimat menjadi
(2a) Kecelakaan lalu lintas itu disebabkan kecerobohan sopir.
S P Pel.
Menambahkan kata lain, misalnya kata terjadi, yang akan berfungsi sebagai P
(2b) Kecelakaan lalu lintas itu terjadi sebab kecerobohan sopir.
SPK
Pada kalimat tersebut terdapat konjungsi subordinatif jika dan maka. Konjungsi jika dan maka
menandai bahwa klausa yang mengikuti konjungsi tersebut merupakan klausa terikat yang
merupakan perluasan unsur K. Jadi, kalimat tersebut tidak memiliki S dan P sebab unsur yang
ada pada kalimat tersebut semuanya K. Jika dipolakan akan terlihat polanya seperti di bawah ini
Agar menjadi kalimat baku, yang dapat dilakukan terhadap kalimat tersebut adalah
menghilangkan salah satu konjungsinya tergantung pada hubungan antarklausa yang
dikehendaki.
Kalimat (3b) juga merupakan hasil perbaikan kalimat (3), hanya yang dihilangkan adalah
konjungsi jika dan hubungan antarklausa yang terjadi adalah hubungan akibat.
Berdasarkan polanya terlihat bahwa kalimat (4) adalah kalimat aktif transitif, tetapi kalimat itu
menjadi tidak baku sebab antara P dan O-nya terdapat preposisi tentang. Agar menjadi kalimat
baku, semestinya preposisi tentang pada kalimat itu dihilangkan sehingga kalimat menjadi
Bila kita ingin mempertahankan preposisi tentang, P kalimat (4) harus diubah menjadi kata kerja
berpartikel. Agar menjadi kata kerja berpartikel, kata mendiskusikan diubah menjadi berdiskusi
sehingga kalimat menjadi
Jadi, perlu diingat bahwa dalam kalimat aktif transitif antara P dan O tidak boleh terdapat
preposisi.
Pemasifan dengan tepat
Berbicara tentang kalimat pasif biasanya sebagian besar di antara kita terbayang kalimat dengan
P berupa kata kerja berawalan di-. Padahal, ada bentuk kalimat pasif yang justru tidak boleh
mempergunakan kata kerja berawalan di-. Bilamana kita menggunakan di- atau tidak akan
dijelaskan di bawah ini. Perlu diingat yang dapat dipasifkan adalah kalimat aktif transitif, selain
itu tidak dapat dipasifkan.
Perhatikan kalimat (5) di bawah ini.
Kalimat (5) berdasarkan polanya termasuk ke dalam kalimat aktif transitif sehingga kalimat
tersebut dapat dijadikan kalimat pasif. Sebelum dilakukan pemasifan, kita harus perhatikan dulu
kata yang menempati unsur S. S kalimat (5) diisi oleh kata kita yang ternyata termasuk ke dalam
pronomina persona (kata ganti orang) pertama. Dalam kaidah bahasa Indonesia, jika S kalimat
aktif ditempati oleh pronomina persona pertama dan kedua, pemasifan tidak boleh dengan cara
mengubah me- menjadi di- pada predikatnya. Langkah pemasifan dengan S berupa pronomina
persona pertama dan kedua sebagai berikut
Hilangkan awalan me- pada kata yang menempati P.
Bila ada adverbia (akan, sedang telah, tidak, ) ke depan pronomina.
Bagian O pada kalimat aktifnya dapat diletakkan di awal atau akhir kalimat.
Hasil pemasifan dengan cara di atas terlihat pada kalimat di bawah ini.
(5a) Sedang kita bicarakan kenaikan tarif listrik.
(5b) Kenaikan tarif listrik sedang kita bicarakan.
Kalimat (6) di atas merupakan kalimat yang mengalami pelesapan S. Asalnya kalimat itu
berbunyi
(6a) Sebab Andika tidak belajar semalam, Andika tidak bisa menjawab soal itu.
SPKSPO
Kalimat (6a) terdiri atas dua klausa: klausa pertama sebab Andika tidak belajar dan klausa kedua
Andika tidak bisa menjawab soal itu. Kedua klausa itu ternyata memiliki S yang sama yaitu
Andika. Sebab itu, kata Andika yang mengisi S pada klausa pertama harus dihilangkan agar
kalimat lebih hemat. Hasil menghilangkan unsur pada salah satu klausa sebab adanya kesamaan
kata/frase yang mengisi unsur yang sama pada dua klausa yang berbeda dalam satu kalimat itu
disebut kalimat majemuk pelesapan.
Kalimat (7) terdiri atas dua klausa: klausa pertama setelah dijemur seharian dan klausa kedua Ibu
Tuti menggoreng kerupuk itu. Klausa pertama tidak memiliki S, sedangkan klausa kedua
memiliki S, yaitu Ibu Tuti. Jika kita menduga bahwa kalimat (7) merupakan kalimat pelesapan S,
kita akan keliru sebab S pada klausa pertama tidak mungkin Ibu Tuti.
(7a) Setelah Ibu Tuti dijemur seharian, Ibu Tuti menggoreng kerupuk itu.
SPKSPO
Rasanya sulit untuk menerima kalimat (7a) di atas sebab tidak mungkin yang dijemur dalam
kalimat tersebut adalah Ibu Tuti. Jadi, kalimat (7) bukan pelesapan S. Kalaupun kita mengatakan
bahwa yang dilesapkan adalah kerupuk itu, itu pun keliru sebab kerupuk itu pada klausa kedua
menempati O, sedangkan klausa pertama kehilangan S. Jadi, sebenarnya kalimat (7) bukanlah
kalimat baku sebab pelesapan yang terjadi pada kalimat itu tidak tepat. Jika diperbaiki, kalimat
(7) semestinya berbunyi
(7b) Setelah dijemur seharian, kerupuk itu digoreng oleh Ibu Tuti.
P K S P Pel.
Perubahan yang terjadi pada kalimat (7b) menghasilkan kalimat baku. Kalimat (7b) mengalami
pelesapan S sebab berasal dari kalimat
(7c) Setelah kerupuk itu dijemur seharian, kerupuk itu digoreng oleh Ibu Tuti.
S P K S P Pel.
Kelompok kata (8) tidak menerapkan asas kesejajaran. Kata pendidikan dibentuk dari kata dasar
yang diberi konfiks pe-an, sedangkan kata latihan dibentuk dari kata dasar yang diberi akhiran
an. Agar sejajar, semestinya kata latihan diganti menjadi pelatihan.
(9) Pak Ali mengepel lantai, menyapu halaman, dan perbaikan pintu yang rusak.
Ketidaksejajaran kalimat (9) terlihat pada ketidakkonsistenan pemakaian imbuhan, mengepel dan
menyapu menggunakan awalan me-, sedangkan pada perbaikan menggunakan per-an.
Bentukan Kata
Yang dimaksud bentukan kata adalah proses pengimbuhan dan makna gramatikal imbuhan.
Penerapan imbuhan mempunyai kaidah atau aturan. Melekatkankan imbuhan pada kata dasar
dapat menyebabkan perubahan bentuk imbuhan bergantung pada kata dasar yang dilekatinyanya
agar pengucapannya menjadi lancar. Setelah dilekatkan pada kata dasar, imbuhan akan
memunculkan makna yang biasanya disebut makna gramtikal. Sering kita keliru memahami
makna imbuhan tersebut sehingga pemakaian kata tersebut dalam kalimat menjadi salah.
Ketepatan Pengimbuhan
Salah satu kaidah yang perlu diingat agar pengimbuhan menjadi tepat adalah proses nasalisasi.
Proses nasalisasi diambil dari istilah konsonan nasal yaitu konsonan yang dihasilkan sebab udara
yang keluar dari paru-paru melalui hidung. Konsonan nasal ada empat buat, yaitu /m/, /n/, /ng/,
dan /ny/. Proses nasalisasi terjadi jika awalan me- dan pe- dilekatkan kepada kata yang berfonem
awal /k/, /p/, /t/, dan /s/, lalu fonem awal tersebut berubah menjadi konsonan nasal.
Contoh
me- + kirim = mengirim, /k/ pada kirim berubah menjadi /ng/
me- + pesona = memesona, /p/ pada pesona berubah menjadi /m/
me- + taati = menaati, /t/ pada taati berubah menjadi /n/
me- + sontek = menyontek, /s/ pada kata sontek berubah menjadi /ny/
Namun, me- atau pe- tidak mengalami nasalisasi jika kata yang dilekati itu berfonem awal
berupa konsonan rangkap, seperti /pr/, /kr/, /tr/, dan /sk/.
Contoh
me- + protes = memprotes
me- + kritik = mengkritik
me- + traktir = mentraktir
me- + skor = menskor
Jadi, kalimat yang memiliki S-P atau kalimat sempurna tidak bisa disebut kalimat baku apabila
dalam kalimat tersebut terdapat kata berimbuhan yang tidak tepat.
Misalnya kalimat (10) di bawah ini
Kalimat (10) adalah kalimat sempurna, tetapi kalimat tersebut tidak disebut kalimat baku sebab
terdapat kata yang salah, yaitu kata mempercayai, yang semestinya memercayai.
Imbuhan me-i dan me-kan memiliki perbedaan makna meskipun dengan jumlah sedikit ada juga
persamaannya. Apakah kata yang berimbuhan me-i ataukah me-kan yang harus dipergunakan
dalam sebuah kalimat bergantung kepada makna keseluruhan kalimat yang ingin disampaikan.
Perhatikan pasangan kata di bawah ini.
Kalimat (11) bukanlah kalimat baku sebab terdapat kata berimbuhan yang tidak tepat, yaitu
menugaskan. Seharusnya, sesuai dengan kalimat (11), kata yang tepat adalah menugasi bukan
menugaskan. Perbaikan yang tepat untuk kalimat (11) sebagaimana terlihat pada kalimat di
bawah ini
Makna keseluruhan kalimat (12) di atas adalah Presiden menempatkan diri di bawah perintah
menteri-menteri sehingga kalimat itu menjadi tidak baku. Oleh karena itu, perbaikan untuk
kalimat (12) adalah
Kehematan
Kalimat baku pun harus memperhatikan kehematan, yaitu menghindari pemakaian kata yang
mubazir. Pemakaian kata mubazir biasanya terjadi akibat adanya pleonasme atau tautologi dalam
kalimat tersebut. Yang dimaksud dengan pleonasme adalah sebuah usaha menjelaskan sebuah
gagasan/ide yang sudah jelas, sedangkan tautologi adalah usaha menjelaskan sebuah gagasan/ide
dengan gagasan/ide lain yang memiliki makna yang sama.
Kalimat baku
Kalimat yang secara efektif dapat dipakai untuk menyampaikan gagasan secara tepat.
Tujuannya, agar intonasi tersampaikan secara baik.
3. Kerancuan
contoh:
- Di sekolahku mengadakan pesta.
- Di sekolahku diadakan pesta.
- Sekolahku mengadakan pesta.
4. Kemubaziran
Contoh:
- Kami semua sudah hadir.
- Kami sudah hadir.
5. Terpengaruh bahasa tutur
Contoh :
- Saya sudah bilang sama dia.
- Saya sudah berkata dengan dia.
- Emangnya itu bini Tono ?
- Apakah itu istri Tono?