I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki laki
Usia : 53 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Proyek
Alamat : Sadang 03/04; Jekulo-Kudus
Jaminan : BPJS
Masuk RSUD : 24 September 2015
Tanggal Dikasuskan : 24 September 2015
Tanggal Keluar : 28 September 2015
Tanggal Pemeriksaan : 24 September 2015
Ruang : Melati II Kamar D3
II. Anamnesis
Autoanamnesa tanggal 24 September 2015 pukul 14.00 WIB
Keluhan utama : Perut membesar
Keluhan tambahan : Kedua kaki bengkak, Mata kuning
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Kudus dengan keluhan perut membesar dan
terasa kencang sejak 1 bulan SMRS, yang semakin membesar. Pasien
mengeluh perutnya terasa penuh, makan sedikit sudah terasa kenyang.
Keluhan perut membesar ini mengganggu aktivitas pasien sehingga pasien
dibawa ke RSUD Kudus dan disarankan mondok. Mata terasa kuning & kedua
kaki bengkak sejak 3 minggu SMRS. Kedua kaki bengkak dirasa semakin
Riwayat sakit kuning, darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, TB paru
dan alergi dalam keluarga disangkal.
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (+)
Riwayat minum minuman beralkohol (-)
Riwayat pengobatan :
Pemeriksaan Fisik
Kulit Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik
Kepala Normochepal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata Pupil isokor, diameter pupil 3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (+/+), edema
palpebra(-/-), exopthalmus (-/-)
Telinga Nyeri tekan tragus (-), sekret (-), edema (-),hiperemis (-)
Hidung Deviasi septum hidung (-), rhinorhea (-), epistaksis (-), nafas
cuping hidung (-/-)
Mulut Sulcus nasolabialis simetris, sianosis (-), lidah normal, tremor
(-), deviasi lidah (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, uvula
normal, mouth ulcer (-)
Leher Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, nyeri tekan(-),
pembesaran tiroid (-), deviasi trakea (-), JVP 5+2cm H2O
Jantung
Inspeksi tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi teraba pulsasi ictus cordis di ICS V MCLS, kuat angkat
Perkusi Batas atas : ICS III parasternal linea sinistra
Batas kanan : ICS IV parasternal linea dextra
Batas kiri : ICS V Midclavicular Line Sinistra
Auskultasi BJ I II Reguler.
Murmur (-)
Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi bulging, simetris, benjolan (-), pulsasi pada epigastrium (-),
bekas luka (-)
Auskultasi bising usus (+) normal 15x/menit
Perkusi timpani seluruh kuadrant abdomen, nyeri ketok CVA (-/-),
Monosit 10 % 28
Eosinofil 6.6 % 2-4
MCV 79.8 fL 79-99
MCH 28.3 Pg 27-31
MCHC 35.5 g/dL 33-37
Kimia Klinik
Ureum 36.3 mg/dL 19-44
Kreatinin 0.8 mg/dL 0.6-1.3
Kolestrol 305 mg/dL 200
HDL Cholesterol 12 mg/dL 27-67
LDL Cholesterol 261,8 mg/dL <150
Trigliserida 156 mg/dL < 160
SGOT 229 U/L 0 50
SGPT 101 U/L 0 50
V. Problem Aktif
1. Asites
2. Hematemesis
3. Edema tungkai
4. Anemia Normositik Normokrom
5. Dislipidemia
Problem 1 : Asites
1. Sirosis Hepatis
2. Hipoalbuminemia
Initial Plan
Problem 2 : Hematemesis
Initial Plan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
31 Agustus 7 November 2015 Page 8
Laporan Kasus Laki-laki 53 Tahun dengan Ascites, Sirosis Hepatis, Hepatitis B kronik
Anthony Salim 406148156
Diagnostic : Endoskopi
Therapy : -
1. Hipertensi Portal
2. Hipoalbuminemia
3. CHF
Initial Plan
Therapy : -
1. Sirosis Hepatis
2. Perdarahan akut
Initial Plan
Problem 5 : Dislipidemia
Initial Plan
Diagnostic : -
Therapy : -
CATATAN KEMAJUAN
25 September 2015
S : Nyeri perut kanan atas
O : Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit, isi cukup, regular
RR : 20 x/menit
Suhu : 36C (aksila)
BB : 88 Kg
Laboratorium 25 september 2015
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 10.4 g/dL 14.0 18.0
Eritrosit 3.59 ju/ul 4.5 5.9
Hematokrit 27.9 % 40-52
Leukosit 8.5 103/ul 4.0 12.0
Trombosit 178 103/uL 150 400
Limfosit 16.8 % 25 40
Monosit 10.2 % 28
MCV 77.7 fL 79-99
MCH 29 Pg 27-31
MCHC 37.3 g/dL 33-37
Kimia Klinik
Bilirubin total 5.82 mg/dL 0.20-1.20
Bilirubin Direk 3.92 mg/dL 0.0-0.40
Bilirubin Indirek 1.90 mg/dL 0.0-0.75
Albumin 3 g/dL 3.5-5.2
HbsAg Positif Negatif
Tampak ascites
1. Ensefalopati hepatikum
2. Hepatoseluler carcinoma
Initial Plan
Diagnostic : Biopsi + PA
1. Hepatoseluler carcinoma
Initial Plan
Diagnostic : -
26 September 2015
S : Nyeri perut kanan atas
O : Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit, isi cukup, regular
RR : 19 x/menit
Suhu : 36,3C (aksila)
BB : 88 Kg
A : Sirosis Hepatis e.c Hepatitis B Kronik dengan ascites
27 September 2015
S : Nyeri perut kanan atas, lemas
O : Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit, isi cukup, regular
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,2C (aksila)
BB : 87,5 Kg
A : Sirosis Hepatis e.c Hepatitis B Kronik dengan ascites
ALUR PIKIR
Hepatitis B kronis
Ascites, Edema Sirosis Hepatis
tungkai
USG abdomen
Splenomegali
TINJAUAN PUSTAKA
Hepatitis B kronik
Epidemiologi
Infeksi hepatitis B kronik sedikitnya diderita oleh 300 juta orang di seluruh
dunia. Di Eropa dan Amerika 15-25% penderita Hepatitis B kronik meninggal
karena proses hati atau kanker hati primer. Penelitian yang dilakukan di Taiwan
pada 3.654 pria Cina yang HBsAg positif bahkan mendapatkan angka yang lebih
besar yaitu antara 40-50%.
penularan utama terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak. Batas terendah
frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 10-15%.
penularan utama terjadi pada masa dewasa, penularan pada masa perinatal dan
kanak-kanak sanngat jarang tejadi. Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar
kurang 2 %.
Etiologi
Penyebab hepatitis B adalah virus DNA yang tergolong dalam kelas hepaDNA
dan mempunyai masa inkubasi 1-6 bulan. Komponen lapisan luar pada hepatitis
B disebut hepatitis B surface antigen (HbsAg) dalam inti terdapat genome dari
HVB yaitu sebagian dari molekul tunggal dari DNA spesifik yang sirkuler dimana
mengandung enzim yaitu DNA polymerase. Disamping itu juga ditemukan
hepatitis Be Antigen (HBeAg). Antigen ini hanya ditemukan pada penderita
dengan HBsAg positif. HBeAg positif pada penderita merupakan pertanda
serologis yang sensitif dan artinya derajat infektivitasnya tinggi, maka bila
ditemukan HBsAg positif penting diperiksa HBeAg untuk menentukan prognosis
penderita.
Cara penularan infeksi virus hepatitis B ada dua, yaitu : penularan horizontal
dan vertikal.
Penularan melalui kulit, ada 2 macam yaitu disebabkan tusukan yang jelas
(penularan parenteral), misal melalui suntikan, transfusi darah dan tato. Yang
kedua adalah penularan melalui kulit tanpa tusukan yang jelas, misal masuk nya
bahan infektif melalui goresan atau abrasi kulit dan radang kulit.
Penularan melalui selaput lendir : tempat masuk infeksi virus hepatitis B adalah
selaput lendir mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian bawah dan selaput
lendir genetalia.
Penularan vertikal : dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran atau prenatal
(inutero), selama persalinan atau perinatal dan setelah persalinan atau post
natal.
Patofisiologi
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran darah
partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus.
Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh,
partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang tidak ikut membentuk
partikel virus. Virus hepatitis B smerangsang respon imun tubuh, yang pertama
kali adalah respon imun non spesifik karena dapat terangsang dalam waktu
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan produksi
antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah
netralisasi partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya virus ke
dalam sel, dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel
ke sel.
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus hepatitis B
dapat diakhiri tetapi kalau proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi
virus hepatitis B yang menetap. Proses eliminsai virus hepatitis B oleh respon
imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus atau pun faktor
pejamu.
Faktor pejamu antara lain : faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya
antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons
antiidiotipe, faktor kelamin dan hormonal.
Manifestasi Klinis
b. Hepatitis Fulminan
c. Hepatitis Subklinik
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia,
mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap.
2. Fase lkterik
3. Fase Penyembuhan
Hepatitis Kronik
2.7. Diagnosis
Penatalaksanaan
Diet khusus tak diperlukan, namun harus pertahankan gizi baik dan tidur yang
cukup. Protein 1-1,5 gr/kg/hari. Terapi spesifik hingga sekarang masih dalam
tahap eksperimental dan pola pemberian bermacam-macam.
Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, sero konvensi HBeAg
tidak dapat dipakai sebagai titik akhir pengobatan dan respons pengobatan
hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.
1. Golongan imunomodulasi
- Interferon (IFN)
Interferon adalah kelompok protein intreseluler yang normal ada dalam tubuh,
diproduksi oleh sel limfosit dan monosit. Produksinya dirangsang oleh berbagai
macam stimulasi terutama infeksi virus.
IFN adalah salah satu obat pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik
dnegan HbeAg positif, dengan aktifitis penyakit ringan sedang, yang belum
mengalami sirosis. IFN telah dilaporkan dapat mengurangi replikasi virus.
- Timosin alfa
Timosin alfa merangsang fungsi sel limfosit. Pada hepatitis virus B, timosin alfa
berfungsi menurunkan replikasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau
menghilangkan DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah tidak efek samping seperti
IFN, dengan kombinasi dengan IFN obat ini dapat meningkatkan efektifitas IFN.
2. Golongan antiviral
- Lamivudin
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3 tiasitidin yang merupakan suatu
analog nukleosid, berfungsi sebagai bahan pembentuk pregenom, sehingga
analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat
menghambat enzim reverse transcriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik
dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin
menghambat produksi VHB baru dan mencegah infeksi hepatosit sehat yang
belum terinfeksi tetapi tidak mempengaruhi sel sel yang telah terinfeksi,
karena itu apabila obat dihentikan konsentrasi DNA akan naik kembali akibat
diproduksinya virus virus baru oleh sel sel yang telah terinfeksi. Pemberian
lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA, normalisasi
ALT, serokonversi HBeAg dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna
dibandingkan placebo. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa
resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu
tahun dan menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun. Risiko resistensi
- Adefovir Dipivoksil
Prinsip kerjanya hamper sama dengan lamivudin, yaitu sebagai analog nukleosid
yang menghambat enzim reverse transcriptase. Umumnya digunakan pada
kasus kasus yang kebal terhadap lamivudin, dosisnya 10 30 mg tiap hari
selama 48 minggu.
Sirosis Hepatis
Manifestasi klinis
kembung mual, berat badan menurun, pada laki laki timbul impotensi, atrofi
testis, ginekomastia, hilangnya dorongan seksual. Bila sudah lanjut (sirosis
dekompensata), gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan
tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan air kemih berwarna seperti the pekat, muntah darah dan/atau melena,
serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi, sampai koma.
1. Eritema Palmaris
Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini
juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis.
2. Asites
Penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta
dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi
porta.
3. Atrofi testis
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile.
Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
4. Splenomegali
Sering ditemukan terutama pada sirosis yang menyebabkan
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien
karena hipertensi porta.
5. Gineko mastia
Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion. Selain itu ditemukan hilangnya rambut dada dan
aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan kea rah
feminisme.
6. Hepatomegali
Ukuran hati yang sirosis biasanya bisa membesar, normal, atau
mengecil
7. Ikterus
Ikterus pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila
kadar bilirubin kurang 2-3 mg/dL tak terlihat. Warna urin terlihat
jelas seperti air teh.
8. Kontraktur Dupuytren
Diakibatkan oleh fibrosis fasia Palmaris yang menimbulkan
kontraktur fleksi jari jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak
spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada
pasien DM, distrofi reflex simpatis dan perokok yang menkonsumsi
alcohol.
9. Spider navy
Suatu lesi vascular yang dikelilingi vena vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjati tidak
diketahui, dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosterone
bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama masa hamil, malnutrisi
berat.
Gambaran laboratoris
Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali harga batas normal atas.
Kadar yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan
sirosis bilier primer.
Bilirubin kadarnya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkt
pada sirosis hati yang lanjut.
Globulin kadarnya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari antigen bakteri
dari system porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi
immunoglobulin.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis hati dengan ascties, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
Penatalaksanaan
Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
a. Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa
ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun
b. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati
filtrasi glomerulus.
c. Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus.Dua puluh sampai
empat puluh persen pasien sirosis dengan varises esophagus pecah yang
tiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan
Prognosis
ASITES
Asites adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan akumulasi cairan di
rongga perut. Penyebab paling sering dari asites adalah sirosis hati. Ada dua
faktor utama yang dapat menyebabkan asites: rendahnya kadar albumin dalam
darah dan hipertensi portal. Pertama, rendahnya kadar albumin dalam darah
menyebabkan perubahan tekanan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya
pertukaran cairan, yang memungkinkan cairan keluar dari pembuluh darah.
Kedua, asites dapat disebabkan oleh hipertensi portal, yang mengarah pada
peningkatan tekanan di dalam cabang-cabang vena porta yang melalui hati.
Darah yang tidak dapat mengalir melalui hati karena terjadi peningkatan
tekanan akhirnya akan bocor ke rongga perut dan menyebabkan asites. Asites
yang berat dapat menyebabkan peningkatan berat dan tekanan rongga perut,
serta dapat terjadi pernafasan yang pendek.
PATOFISIOLOGI
Terjadinya asites dapat diterangkan sebagai berikut :
Peningkatan tekanan portal yang diikuti oleh perkembangan aliran kolateral
melaui lower pressure pathways. Hipertensi portal memacu pelepasan nitric
oxide, menyebabkan vasodilatasi dan pembesaran ruang intavaskuler. Tubuh
berusaha mengoreksi hipovolemia yang terdeteksi (perceived hypovolemia) ini
dengan memacu faktor-faktor antinatriuretik dan vasokonstriktor yang memicu
retensi cairan dan garam, dengan demikian mengganggu keseimbangan Starling
forces yang mempertahankan hemostasis cairan. Lalu, cairan itu mengalir dari
permukaan hati (liver) dan mengumpul di rongga perut
TERAPI
Penanganan asites tergantung dari penyebabnya, diuretik dan diet rendah
garam sangat efektif pada asites karena hipertensi portal. Pada asites karena
inflamasi atau keganasan tidak memberi hasil. Restriksi cairan diperlukan bila
kadar natrium turun hingga < 120 mmol/L.
Kombinasi spironolakton dan furosemid sangat efektif untuk mengatasi asites
dalam waktu singkat. Dosis awal untuk spironolakton adalah 100-600 mg/24
Paracentesis
Pengambilan cairan untuk mengurangi asites masif yang aman, Disarankan
untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan
subtitusi albumin parenteral sebanyak 6-8 gram. Setelah paracentesis sebaiknya
terapi konvensional juga diberikan.
Monitoring
Rawat inap diperlukan untuk memantau peningkatan berat badan serta
pemasukan dan pengeluaran cairan. Pemantauan keseimbangan natrium dapat
diperkirakan dengan monitoring pemasukan (diet, kadar natrium dalam obat
dan cairan infus) dan produksi urin. Keseimbangan Na adalah prediktor dari
penurunan berat badan. Target manajemen pasien dengan asites tanpa edema
perifer adalah dengan penurunan berat badan sebesar 0,4 0,8 kg per hari.
Diet
Restriksi asupan natrium (garam) 40-60 meq/hari (22 mmol/hari) mudah
diterapkan pada pasien-pasien yang dirawat akan tetapi sulit dilakukan pada
pasien rawat jalan.
DAFTAR PUSTAKA