Anda di halaman 1dari 22

HACCP DAN PENERAPANNYA

DALAM INDUSTRI PANGAN

MAKALAH
Disusun guna memenuhi penugasan individu

mata kuliah Hygiene, Sanitasi dan Keselamatan Kerja

Disusun oleh :

Nama : Aris Handoyo

NIM : 5401413073

Jurusan : Teknologi Jasa dan Produksi

Program Studi : PKK Tata Boga (S1)

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
HACCP DAN PENERAPANNYA
DALAM INDUSTRI PANGAN

MAKALAH
Disusun guna memenuhi penugasan individu

mata kuliah Hygiene, Sanitasi dan Keselamatan Kerja

Disusun oleh :

Nama : Aris Handoyo

NIM : 5401413073

Jurusan : Teknologi Jasa dan Produksi

Program Studi : PKK Tata Boga (S1)

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai
dengan persyaratan konsumen, Keamanan pangan merupakan persyaratan
utama dan terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada.
Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau makanan,
penampilannya baik , juga lezat rasanya, tetapi bila tidak aman, maka
makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan berbagai
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan. Masalah keamanan pangan masih menjadi masalah penting
dalam bidang pangan di Indonesia, dan perlu mendapat perhatian khusus
dalam program pengawasan pangan. Penyakit dan kematian yang
ditimbulkan melalui makanan di Indonesia sampai saat ini masih tinggi,
walaupun prinsip-prinsip pengendalian untuk berbagai penyakit tersebut
pada umumnya telah diketahui. Pengawasan pangan yang mengandalkan
pada uji produk akhir tidak dapat mengimbangi kemajuan yang pesat
dalam industri pangan, dan tidak dapat menjamin keamanan makanan
yang beredar di pasaran. Akan tetapi hal-hal tersebut dirasa tidak
memberikan kontribusi berarti untuk mengurangi kasus permasalahan
keamanan pangan.
Oleh karena itu dikembangkan suatu sistem jaminan keamanan
pangan yang disebut Hazard Analysis Critical Control Point / HACCP
yang merupakan suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin
keamanan pangan. Sistem ini mencoba untuk mengidentifikasi berbagai
bahaya yang berhubungan dengan suatu keadaan pada saat pembuatan,
pengolahan atau penyiapan makanan, menilai resiko-resiko yang terkait
dan menentukan kegiatan dimana prosedur pengendalian akan berdaya
guna.
Sistem HACCP ini akan membantu dalam perencanaan berbagai
kegiatan keamanan makanan dan pendidikan kesehatan yang memusatkan
perhatian pada berbagai bahaya yang berhubungan dengan jenis makanan
yang dikonsumsi dan makanan yang diolah dan disiapkan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, muncul berbagai rumusan
masalah yang layak untuk dikaji dan dituangkan dalam tulisan :

1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan HACCP (Hazard Analysis and


Critical Control Point) itu?
1.2.2. Bagaimana sejarah berkembangnya sistem HACCP?
1.2.3. Mengapa perlu diterapkan suatu sistem HACCP bagi industri
bidang pangan?
1.2.4. Apa saja yang dijadikan prinsip-prinsip di dalam penerapan
HACCP di dalam industri pangan?
1.2.5. Bagaimana pengaplikasian sistem HACCP pada industri pangan?
1.2.6. Apakah keuntungan dan kerugian yang terjadi di dalam penerapan
HACCP bagi industri pangan?

1.3. Tujuan Penulisan

Dari berbagai rumusan masalah yang disebutkan di atas, maka


dapat diketahui bahwa penulisan dari makalah ini bertujuan untuk :

1.3.1. Mengetahui pengertian HACCP (Hazard Analysis and Critical


Control Point).
1.3.2. Mengetahui bagaimana sejarah tercipta dan berkembangnya sistem
Hazard Analysis and Critical Control Point.
1.3.3. Mengetahui arti penting mengapa perlu diterapkan sistem HACCP
pada sebuah industri pangan.
1.3.4. Mengetahui hal-hal yang dijadikan prinsip utama di dalam
penerapan HACCP.
1.3.5. Mengetahui bagaimana pedoman pengaplikasian HACCP pada
industri pangan.
1.3.6. Mengetahui berbagai keuntungan dan kerugia yang ditimbulkan
dari penerapan HACCP dalam industry pangan.

1.4. Manfaat Penulisan


Melalui penulisan ini, penulis berharap bahwa makalah ini akan
memberikan kontribusi positif bagi berbagai pihak. Bagi penulis pada
khususnya, untuk melatih kemampuan dan keahlian di dalam menulis.
Kenudian bagi masyarakat luas dan kaum cendekia yang membutuhkan
referensi dan informasi mengenai HACCP (Hazard Analysis and Critical
Control Point) dan penerapannya, pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian HACCP


Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis
(Hazard Analysis and Critical Control Points / HACCP) didefinisikan
sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk
mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.
Dillon and Griffith (1996) dalam buku Hygiene dan Sanitasi
Makanan (Siti Fathonah, 2005) mendefinisikan HACCP sebagai sistem
manajemen keamanan makanan, dengan strategi mencegah bahaya dan
resiko yang terjadi pada titik-titik kritis pada rantai produksi makanan.
Sedangkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia mendefinisikan
HACCP sebagai suatu sistem untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan
mengendalikan bahaya yang nyata bagi keamanan pangan.
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan
kepada kesadaran bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik
atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendaliannya untuk
mengontrol bahaya bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah
antisipasi dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada
tindakan pencegahan, daripada mengandalkan kepada pengujian produk
akhir.

Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan


pangan yang tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimalkan resiko
bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat
manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan
proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia
dan fisik.
HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari
produsen utama bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan,
distribusi, pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir.

Hazard Analysis, adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya


risiko bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala
macam aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima
karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan. Bahaya tersebut
meliputi :

1. Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi,


atau fisik pada bahan mentah.
2. Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan
hasilperubahan kimiawi yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin)
pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.
3. Kontaminasi atau kontaminasi ulang ( cross contamination) pada
produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah
langkah dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk
mencegah atau menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik
aman (Bryan, 1995).
Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi,
praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan
untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian
kritis:
a. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana
bahaya dapat dihilangkan
b. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana
bahaya dikurangi.
Karena HACCP dikenal sebagai sistem keamanan pangan yang
efektif, maka dengan menerapkan HACCP secara konsekuen maka
perusahaan jaminan pangan akan dapat memberikan kepercayaan pada
pelanggan terhadap jaminan keamanan yang telah dilakukan, dan akan
memberikan kesan yang baik bahwa industri pangan yang bersangkutan
memenuhi komitmen yang kuat dan profesional dalam menjamin
keamanan pangan. Bahkan suatu industri pangan penerap HACCP dapat
mendemonstrasikan bahwa sistem keamanan pangannya telah memenuhi
persyaratan regulasi pemerintah dalam menjamin masyarakat terhadap
kemungkinan timbulnya bahaya keamanan pangan.

2.2. Sejarah Berkembangnya HACCP

Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan


Pillsbury di Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics
Research and Development Laboratories, The National Aeronautics and
Space Administration serta US Air Force Space Laboratory Project Group
pada tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk
dikonsumsi astronot pada gravitasi nol. Untuk itu dikembangkan makanan
berukuran kecil ( bite size ) yang dilapisi dengan pelapis edible yang
menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting
dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk agar
para astronot tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu dikembangkan
pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.

Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik


untuk mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan
dan penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal
sebagai HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan
titik-titik atau daerah-daerah yang mungkin menyebabkan bahaya.
Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati satu per satu bahan
baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan pengolahannya. Bahaya
yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat, toksin, bahaya
fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin dapat mengurangi cemaran
tersebut. Disamping itu, dilakukan pula analisis terhadap proses, fasilitas
dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan tersebut.

Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini


dipaparkan kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu
Konferensi Nasional Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury
mendapat kontrak untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan
Food and Drug Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama
kali diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh
FDA dan secara sukses diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah.

Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS)


merekomendasikan penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul
An Evaluation of The Role of Microbiological Criteria for Foods and
Food Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian
menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat
memberikan jaminan kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem
pengawasan produk akhir.

Selain NAS, lembaga internasional seperti International


Commission on Microbiological Spesification for Foods (ICMSF) juga
menerima konsep HACCP dan memperkenalkannya ke luar Amerika
Serikat. Ketika NAS membentuk The National Advisory Commitee on
Microbiological Criteria for Foods (NACMCF), maka konsep HACCP
makin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip HACCP yang dikenal
sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai badan
internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC) yang
kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia .

2.3. Perlunya Diterapkan HACCP bagi Industri Pangan


Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan
pangan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang
sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya)
yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai
persediaan makanan, dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk
mencegah munculnya hazard tersebut. HACCP merupakan akronim yang
digunakan untuk mewakili suatu sistem hazard dan titik kendali kriti
(Hazard Analysis and Critical Control Point).
HACCP merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan
yang sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi
letak suatu hazard yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan
pengendalian yang dibutuhkan akan dapat ditempatkan sebagaimana
mestinya. Hal ini untuk memastikan bahwa keamanan makanan memang
dikelola dengan efektif dan untuk menurunkan ketergantungan pada
metode tradisional seperti inspeksi dan pengujian.

Beberapa industri pangan dunia menyimpulkan bahwa bisnis


pangan perlu dan harus menerapkan HACCP dengan beberapa alasan
sebagai berikut :
1. Yang paling ditakuti pebisnis pangan adalah food safety karena hal itu
tidak dapat diatasi dengan product recall yang mahal.
2. Jaminan keamanan pangan adalah salah satu persyaratan standar dan
juga wajib oleh Regulasi (UU pangan, UU perlindungan konsumen).
3. Untuk menjadi kompetitif di pasar global.
4. Menekankan pada mutu, food safety, dan eliminasi economic fraud
(miss-labelling, kesalahan berat, salah ukuran) untuk menjaga
keamanan bisnis.
5. Membutuhkan sistem keamanan pangan yang sejalan dengan program
yang sejalan dengan jaminan mutu.
6. WTO telah mendesak negara anggota dan industri untuk melakukan
harmonisasi perdagangan, ekivalensi sistem inspeksi, dan mengurangi
hambatan teknis, serta merekomendasi CAC standar untuk
memfasilitasi harmonisasi.
7. CAC telah mengadopsi dan merekomendasi penerapan bagi industri
pangan HACCP keseluruh dunia.
8. Negara-negara mitra bisnis Indonesia telah mengubah regulasi mereka
untuk implentasi HACCP.

2.4. Prinsip-Prinsip HACCP


Di dalam penerapannya, Hazard Analysis and Critical Control
Point memiliki beberapa prinsip yang dilaksanakan. Sistem HACCP terdiri
dari tujuh prinsip, yaitu :
1. Melakukan analisis bahaya.
Segala macam aspek pada mata rantai produksi pangan yang
dapat menyebabkan masalah keamanan pangan harus dianalisa.
Bahaya yang dapat ditimbulkan adalah keberadaan pencemar
(kontaminan) biologis, kimiawi, atau fisik bahan pangan. Selain itu,
bahaya lain mencakup pertumbuhan mikrroganisme atau perubahan
kimiawi yang tidak dikehendaki selama proses produksi, dan
terjadinya kontaminasi silang pada produk antara, produk jadi, atau
lingkungan produksi.
2. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point).
Suatu titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya yang
berhubungan dengan pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau
dikurangi hingga ke titik yang dapat diterima (diperbolehkan atau titik
aman). Terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu Titik Pengendalian
Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan, dan Titik
Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya dapat dikurangi.
3. Menentukan batas kritis.
Kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima dengan
yang tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus
dibuat batas kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang
umum digunakan dalam menentukan batas kritis HACCP pangan
adalah suhu, pH, waktu, tingkat kelembaban, Aw, ketersediaan klorin,
dan parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur.
4. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) CCP.
Suatu sistem pemantauan (observasi) urutan, operasi, dan
pengukuran selama terjadi aliran makanan. Hal ini termasuk sistem
pelacakan operasi dan penentuan kontrol mana yang mengalami
perubahan ketika terjadi penyimpangan. Biasanya, pemantauan harus
menggunakan catatan tertulis.
5. Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan
mengindikasikan adanya CCP yang tidak berada di bawah
kontrol.
Tindakan korektif spesifik yang diberlakukan pada setiap CCP
dalam sistem HACCP untuk menangani penyimpangan yang terjadi.
Tindakan korektif tersebut harus mampu mengendalikan membawa
CCP kembali dibawah kendali dan hal ini termasuk pembuangan
produk yang mengalami penyimpangan secara tepat.
6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa
sistem HACCP bekerja secara efektif.
Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat mencakup peninjauan
terhadap sistem HACCP dan catatannya, peninjauan terhadap
penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi CCP yang berada
dalam pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit) metode,
prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan
pengambilan sampel secara acak dan menganalisanya. Prosedur
verifikasi diakhiri dengan validasi sistem untuk memastikan sistem
sudah memenuhi semua persyaratan Codex dan memperbaharui
sistem apabila terdapat perubahan di tahap proses atau bahan yang
digunakan dalam proses produksi.
7. Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatan
yang berhubungan dengan prinsip dan aplikasinya.
Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem
HACCP adalah analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas
kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan dan tindakan
korektif yang berhubungan.

2.5. Pedoman Penerapan HACCP


HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk
primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani
dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Selain
meningkatkan keamanan pangan, penerapan HACCP dapat memberikan
keuntungan lain yang penting. Selanjutnya, penerapan sistem HACCP
dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan memajukan
perdagangan internasional melalui peningkatan kepercayaan keamanan
pangan.
HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk
primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani
dengan buktI secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Selain
meningkatkan keamanan pangan, penerapan HACCP dapat memberikan
keuntungan lain yang penting. Selanjutnya, penerapan sistem HACCP
dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan memajukan
perdagangan internasional melalu peningkatan kepercayaan keamanan
pangan.
Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan,
sektor tersebut harus telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan
dari Codex, Pedoman Praktis dari Codex yang sesuai, serta peraturan
keamanan pangan terkait, Tanggung jawab manajemen adalah penting
untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif. Selama melaksanakan
identifikasi bahaya, penilaian dan pelaksanaan selanjutnya dalam
merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus dipertimbangkan
dampak dan bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan pangan yang
baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan
yang mungkin dari produk akhir, katagori konsumen yang berkepentingan
dan bukti-bukti epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan.
Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik
Kendali Kritis (CCPs). Perancangan kembali operasi harus
dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang harus dikendalikan, tetapi tidak
ditemukan TKK (CCPs). HACCP harus diterapkan terpisah untuk setiap
operasi tertentu. TKK vang diidetitifikasi pada setiap contoh yang
diberikan dalam setiap Pedoman praktek Higiene dari Codex mungkin
bukan satu-satunya yang diidentifikasi untuk suatu penerapan yang
spesifik atau mungkin berbeda jenisnya. Penerapan HACCP harus ditinjau
kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan modifikasi
dalam produk, proses atau tahapannya.
Penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana
perubahan yang tepat disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan
ukuran dari operasi.
Penerapan prinsip-prinsip HACCP terdiri dari tugas-tugas berikut
sebagaimana terlihat pada tahap-tahap penerapan HACCP:
1. Pembentukan tim HACCP
Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian
spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana
HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai
dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila
beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar.
Adapun lingkup dari program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup
tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai
pangan tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum bahaya-
bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau
hanya jenjang tertentu).
2. Deskripsi produk
Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi
mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk Aw, pH, d1l.),
perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan pemanasan,
pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi
penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya.
3. Identifikasi rencana penggunaan
Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan
yang diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau konsumen.
Dalam hal-hal tertentu, kelompokkelompok populasi yang rentan,
seperti yang menerima pangan dari institusi, mungkin perlu
dipertimbangkan.
4. Penyusunan bagan alir
Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir
harus memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Bila
HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus
dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut.
5. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan
Tim HACCP, sebagai penyusun bagan alir harus
mengkonfirmasikan operasional produksi dengan semua tahapan dan
jam operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan bagan alir.
6. Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap
tahapan.
Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap
tahapan, pengadaan suatu analisa bahaya dan menyarankan berbagai
pengukuran untuk mengendalikan bahaya-bahaya yang teridentifikasi
(lihat Prinsip 1). Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang
mungkin terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan,
manufaktur, dan distribusi hingga sampai pada titik konsumen saat
konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk
mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat
secara alami, karena sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi
hingga batas-batas yang dapat diterima, sehingga produksi pangan
tersebut dinyatakan aman.
Dalam mengadakan analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya
dicakup hal-hal sebagai berikut :
a) kemungkinan timbulnya bahaya
b) pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan;
c) evaluasi secara kualitatif dan atau kuantitatif dari keberadaan
bahaya;
d) perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganisme
tertentu;
e) produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika
dan kimia;
f) kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.
Tim HACCP harus mempertimbangkan tindakan pengendalian,
jika ada yang dapat dilakukan untuk setiap bahaya. Lebih jauh
tindakan pengendalian disyaratkan untuk mengendalikan bahaya-
bahaya tertentu dan lebih, jauh satu bahaya dikendalikan oleh
tindakan pengawasan yang tertentu.
7. Penentuan TKK (CCP) (Lihat Prinsip 2)
Untuk mengendalikan bahaya yang sama mungkin terdapat lebih
dari satu TKK pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan dari
TKK pada sistem HACCP dapat dibantu dengan menggunakan
Pohon keputusan seperti pada Diagram 2, yang menyatakan
pendekatan pemikiran yang logis (masuk akal). Penerapan dari
pohon keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut
produksi, penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau
lainnya. Pohon keputusan ini mungkin tidak dapat diterapkan pada
setiap TKK. Contoh-contoh pohon keputusan mungkin tidak dapat
diterapkan pada setiap situasi. Pendekatan-pendekatan lain dapat
digunakan. Dianjurkan untuk mengadakan pelatihan dalam
penggunaan pohon keputusan.
Dalam banyak hal, pohon keputusan telah dipergunakan untuk
menjelaskan untuk memahami dan diterima akal untuk keperluan
menentukan CCP, hal ini tidak spesifik untuk semua operasi pangan,
sebagai contoh rumah potong hewan dan oleh karena itu harus
dipergunakan untuk yang berkaitan dengan perkiraan yang
profesional serta memodifikasi beberapa kasus, maka produk atau
proses harus dimodifikasi pada tahap tersebut, atau pada tahap
sebelum atau sesudahnya untuk memasukkan suatu tindakan
pengendalian.
8. Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (CCP)
(Lihat Prinsip 3)
Batas-batas limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi
apabila mungkin untuk setiap TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari
satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap khusus. Kriteria
yang sering digunakan mencakup pengukuran-pengukuran terhadap
suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH, Aw, keberadaan chlorine, dan
parameter-parameter sensori seperti kenampakan visual dan tekstur.
Batas kritis harus ditentukan untuk setiap PTK. Dalam beberapa
kasus batas kritis criteria pengukurannya antara lain suhu, waktu,
tingkat kelernbaban, pH, Aw dan ketersediaan chlorine dan
parameter yang berhubungan dengan panca indra (penampakan dan
tekstur).
9. Penyusunan sistem permantuan untuk setiap TKK (CCP)
(Lihat Prinsip 4)
Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal
dari TKK yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur
pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali pada TKK.
Selanjutnya pemantauan seyogianya secara ideal member informasi
yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan
pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis.
Dimana mungkin, penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat
hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan
kendali pada suatu TKK.
Penyesuaian seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi
penyimpangan. Data yang diperoleh dari pemantauan harus dinilai
oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan berwewenang
untuk melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Apabila
pemantauan tidak berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi
pemantauan harus cukup untuk menjamin agar TKK terkendali.
Sebagian besar prosedur pemantauan untuk TKK perlu
dilaksanakan secara cepat, karena berhubungan dengan proses yang
berjalan dan tidak tersedia waktu lama untuk melaksanakan
pengujian analitis. Pengukuran fisik dan kimia seringkali lebih
disukai daripada pengujian mikrobiologi, karena dapat dilaksanakan
dengan cepat dan sering menunjukkan pengendalian mikrobiologi
dari produk. Semua catatan dan dokumen yang terkait dengan
kegiatan pemantauan TKK harus ditanda tangani oleh orang yang
melakukan pengamatan dan oleh petugas yang, bertanggung jawab
melakukan peninjauan kembali dalarn perusahaan tersebut.
10. Penetapan tindakan perbaikan (Lihat Prinsip 5)
Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk
setiap TKK dalam system HACCP agar dapat menangani
penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan harus memastikan
bahwa CCP telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus
mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh.
Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus
didokumentasikan dalam catatan HACCP.
11. Penetapan prosedur verifikasi (Lihat Prinsip 6)
Penetapan prosedur verifikasi. Metoda audit dan verifikasi,
prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak
dan analisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem
HACCP bekerja secara benar.
Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan
bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan
verifikasi mencakup :
a. Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya.
b. Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk
c. Mengkonfirmasi apakah TKK dalam kendali.
Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup
tindakan untuk mengkonfirmasi kemanjuran semua elemen-elemen
rencana HACCP.
12. Penetapan dokumentasi dan pencatatan (Lihat Prinsip 7)
Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat adalah
penting dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur harus
didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup
memadai sesuai sifat dan besarnya operasi.

2.6. Keuntungan dan Kerugian Penerapan HACCP


Setiap hal pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Begitu pula di
dalam penerapan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
bagi sebuah industry pangan, tentunya memiliki keuntungan dan kerugian.
Diantaranya :
1. Keuntungan HACCP
Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat
memberikan keuntungan, yaitu mencegah terjadinya bahaya sebelum
mencapai konsumen, meminalkan risiko kesehatan yang berkaitan
dengan konsumsi makanan, meningkatkan kepercayaan akan
keamanan makanan olahan sehingga secara tidak langsung
mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan.
2. Kerugian HACCP
Beberapa kerugian dari HACCP adalah tidak cocok bila
diaplikasikan untuk bahaya atau proses yang hanya sedikit diketahui,
tidak melakukan kuantifikasi (penghitungan) atau memprioritaskan
risiko, dan tidak melakukan kuantifikasi dampak dari tambahan
kontrol terhadap penurunan risiko.
Akan tetapi karena pada dasaranya HACCP ini diciptakan untuk
tujuan kemaslahatan manusia dalam kaitannya dengan pangan dan
pemenuhan kebutuhan akan makanan maka ada baiknya jika setiap
perusahaan maupun industri di bidang pangan menerapkan HACCP ini
sebagai system kendali mutu pangan dari produk-prosuk yang
dihasilkan.Agar tercipta suatu kondisi pangan masyarakat yang kondusif,
tanpa terjadi kasus-kasus dalam hal pangan lagi di masa yang akan
datang.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya maka
dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa HACCP merupakan suatu
sistem yang mampu mengendalikan mutu suatu pangan mulai dari proses
produksi. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
merupakan alat yang digunakan untuk manajemen resiko pangan.
HACCP adalah suatu pendekatan sistem dalam pengamanan
makanan. Dengan pendekatan HACCP ini, maka pengawasan keamanan
makanan baik yang dikelola oleh perusahaan makanan, jasa boga, rumah
makan, restoran, maupun yang dikelola sebagai makanan jajanan dan
makanan rumah tangga, dapat lebih terjamin mutunya, karena setiap
tahapan proses pengolahan dikendalikan resikonya dan bahaya yang
mungkin timbul.
3.2. Saran
Untuk menerapkan HACCP diperlukan peningkatan mutu sumber
daya manusia sehingga pendekatan sistem ini dapat mencapai sasaran.
Bagi berbagai industry yang bergerak dalam bidang pangan, sebaiknya
disarankan untuk menggunakan sistem HACCP ini sebagai pedoman di
dalam menjalankan perusahaan dan pengendalian mutu pangan hasil
produksi. Untuk pihak pemerintah juga diharapkan ikut turut andil di
dalam melakukan pengawasan terhadap berbagai industry pangan yang
beroperasi agar terciptanya suatu kondisi pangan nasional yang kondusif
bagi segenap masyarakat .
DAFTAR PUTAKA

Fathonah, Siti. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Semarang : UNNES


Press.
Purnawijayanti, HA. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Pangan. Yogyakarta : Kanisius.
Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan
Keamanan Pangan. Bandung : Alumni.
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-09.pdf.
http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_Bahaya_dan_Pengendalian_Titik_Kritis

Anda mungkin juga menyukai