Pengetahuan Dan Keyakinan
Pengetahuan Dan Keyakinan
Pendahuluan
Ketika kita membahas mengenai pengetahuan dan keyakinan kita harus menalaah
pengertian dan definisi dari berbagai sudut pandang secara komprehensif. Karena
tanpa pembahasan yang komprehensif kita tidak akan mendapatkan sebuah
gambaran yang menyeluruh. Pentingnya mengerti perbedaan antara pengetahuan
dan keyakinan akan memimbing kita pada sebuah kondisi yang tidak lagi bias bahkan
salah menginterpretasikan. Sebagai mahasiswa, sudah seharusnya kita menelaah
lebih lanjut sebagai upaya penulusuran terhadap kebenaran. Pengetahuan dan
keyakinan tidak dapat digeralisasi sebagai hal yang sama karena jelas memang
berbeda, namun pengetahuan dan keyakinan sangat bertalian erat. Seperti yang
dijelaskan Sonny Keraf dalam bukunya Ilmu Pengetahuan : Sebuah Tinjauan
Filosofis menjelaskan bahwa pengetahuan dan keyakinan secara metodologis dalam
gejala terbentuknya pengetahuan manusia dapat dibedakan antara dua kutub berbeda
dari gejala pengetahuan manusia iantara subjek dan objek. Keduanya merupakan
suatu kesatuan asasi bagi terwujudnya pengetahuan manusia. Hubungan yang
sedemikian ini telah menimbulkan perdebatan yang panjang. Oleh karena itu saya
akan mengupas satu persatu.
Pengetahuan telah menjadi istilah yang dipakai secara umum di berbagai kalangan
masyarakat. Namun secara pemaknaan pengetahuan masih belum banyak yang
paham terlebih hubungannya dengan keyakinan. Pengetahuan telah banyak
digunakan secara luas tanpa banyak yang mengetahui batasan serta ruang
lingkupnya. Mari kita awali pembahasan kali ini dengan memahami tentang
pengetahuan melalui pendekaan fenomenologis. Dalam karyanya yang berjudul
Metaphysica, Aristotles menjelaskan Segala manusia ingin mengetahui. Ungkapan
itu dapat kita saksikan dalam setiap kehidupan manusia sejak lahir hingga pada akhir
hayat. Pengetahuan itu, secara perorangan maupun bersama, ternyata berlangsung
dalam dua bentuk dasar berbeda yang sulit ditentukan mana kiranya yang paling asli
atau paling berharga dan paling manusiawi. Bentuk yang pertama adalah mengetahui
demi mengetahui saja dan untuk menikmati pengetahan itu. Sedangkan bentuk
lainnya ialah pengetahuan yang digunakkan dan diterapkan, misalnya untuk
melindungi dan membela diri, memperbaiki tempat tinggal, mempermudah
pkerjaannya, dll.
Pengetahuan ini juga meliputi emosi, informasi, dan pikiran. Ketika mengamati atau
menilai suatu perkara, kita umumnya menggunakan kalimat kalimat seperti, saya
mengetahuinya, saya memahaminya, saya mengenal, meyakini dan mempercayainya.
Berdasarkan realitas ini, bisa dikatakan bahwa pengetahuan itu memiliki derajat dan
tingkatan. Disamping itu, bisa jadi hal tersebut bagi seseorang adalah pengetahuan,
sementara bagi yang lainnya merupakan bukan pengetahuan. Terkadang seseorang
mengakui bahwa sesuatu itu diketahuinya dan mengenal keadaannya dengan baik,
namun, pada hakikatnya, ia salah memahaminya dan ketika ia berhadapan dengan
seseorang yang sungguh-sungguh mengetahui realitas tersebut, barulah ia menyadari
bahwa ia benar-benar tidak memahami permasalahan tersebut sebagaimana adanya.
Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan persentuhan kita dengan
suatu perkara. Syarat-syarat tertentu dan terwujud karena terbentuknya hubungan-
hubungan khusus antara subjek (yang mengetahui) dan objek (yang diketahui)
dimana hubungan ini sama sekali kita tidak ragukan.
John Dewey menyamakan antara hakikat itu sendiri dan pengetahuan dan
beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dan capaian dari suatu
penelitian dan observasi. Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari
hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa
berubah.
Pengetahuan juga di jelaskan lebih lanjut sebagai salah satu kemampuan khas
manusia membentuk peradaban global dan membawa akibat-akibat besar terhadap
kodrat kemanusiaan. Pengetahuan juga dipandang sebagai salah satu unsur dasar
kebudayaan. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan adalah proses yang
diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini
yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri
sedemikian aktif yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri
dalam kesatuan aktif (Watloy, 2005).
Lebih lanjut dalam buku Ilmu Pengetahuan : Sebuah Tinjauan Filosofis yang dibuat
oleh Sonny Keraf menjelaskan bahwa jika dilihat dari pola-nya, pengetahuan dapat
dibedakan menjadi pengetahuan/ tahu bahwa, pengetahuan/ tahu bagaimana,
pengetahuan/ tahu tentang, dan pengetahuan/ tahu mengapa. Ini merupakan
langkah penting dalam membawa pencerahan dan mempelajari secara lebih dalam
mengenai pengetahuan. Berikut ini penjelasannya :
a. Tahu bahwa
b. Tahu bagaimana
Ini tidak berarti bahwa pengetahuan jenis ini hanya bersifat praktis. Tetap saja
pengetahuan jenis ini punya landasan atau asumsi teoritis tertetu. Hanya saja asumsu
dan konsep teoritis itu telah diaplikasikan menjadi pengetahuan praktis. Oleh karena
itu telah diaplikasikan menjadi pengetahuan praktis. Oleh karena itu yanpa
menyepelekan pengetahuan teoritis yang lebih diutamakan adalah pengetahuan
praktis ini. Ini mencakup : manajemen, teknik, organisasi, komputer, dan sebagainya.
Yang dimaksudkan tahu akan ini adalah sesuatu yang sangat spesifik menyangkut
pengetahuan akan sesuatu yang sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan
sesuatu atau seseorang melalui pengalaman pribadi secara langsung dengan
objeknya. Oleh karena itu, sering juga disebut sebagai pengetahuan berdasarkan
pengenalan. Dalam bahasa Indonesia knowing disini lebih tepat diterjemahkan
sebagai kenal, yaitu tahu secara pribadi, dan dalam arti itu, dapat juga disebut sebagai
pengetahuan langsung yang bersifat personal.
Ciri pengetahuan model ini adalah sebagai berikut. Pertama, karena pengetahuan ini
didasarkan pada pengenalan pribadi yang langsung dengan objek, pengetahuan ini
mempunyai tingkat objektivitas yang cukup tinggi. Degan pengertian bahwa apa yang
diklaim sebagai pengetahuan memang betul-betul didasarkan pada pengenalan dan
pengalaman langsung si subjek. Si subjek tahu baik sekali tentang objek itu secara
cukup baik dan rinci. Si subjek terlibat langsung dan mengenal dari dekat bahkan dari
dalam objek itu sendiri. Oleh karena itu, kadar kebenaran dan objektivitasnya sangat
tinggi. Namun disisi lain memang dapat dikatakan pula bahwa unsur subjektivitasnya
pun tinggi. Maka dari itu si subjek harus menuliskan tentang sejarah hidupnya,
minatnya, sudut pandangnya, gambarannya, sehingga ada keselarasan dalam
penilaiannya.
d. Tahu mengapa
Biasanya jenis pengetahuan ini berkaitan dengan pengetahuan bahwa. Hanya saja,
tahu mengapa jauh lebih mendalam dan serius daripada tahu bahwa karena tahu
mengapa berkaitan dengan penjelasan. Penjelasan ini tidak hanya berhentu pada
informasi yang ada sebagaimana pada tahu bahwa, melainkan menerobos masuk
ke balik data atau informasi yang ada. Dengan penjelasan tersebut, tahu mengapa
jauh lebih kritis. Bahkan tahu mengapa sudah pada tingkatan mengaitkan hubungan-
hubungan tak kelihatan antara berbagai informasi yang ada. Lebih dari itu, dengan
tahu mengapa subjek melangkah lebih jauh dari informasi yang ada untuk
memeroleh informasi baru yang akan menyingkapkan pengetahuan secara lebih
mendalam.
Sonny Keraf juga menyatakan bahwa kekeliruan dalam keyakinan adalah sesuatu
yang sah-sah saja. Karena keyakinan tidak selalu harus berupa suatu kebenaran. Apa
yang disadari sebagai ada, bisa saja tidak ada dalam kenyataannya.
III. Kesimpulan
Surajiyo, D. (2007). Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Verhaak, C. (1997). Filsafat Ilmu Pengetahuan : Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-ilmu. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.