Anda di halaman 1dari 7

Lima pertanyaan tentang Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan dan potensi


bentang alam
Pendekatan yang menghubungkan lingkungan dan pembangunan dengan cara yang terintegrasi bisa jadi
jawaban.

Ann-Kathrin Neureuther

Jumat, 15 Nov 2013

Bagikan

72

Peter Holmgren, Direktur Jenderal Pusat Penelitian Kehutanan Internasional, baru-baru ini mengusulkan
bentang alam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan berdasarkan empat tujuan: ketentuan penghidupan;
jasa ekosistem berkelanjutan, polusi dan efisiensi sumber daya, dan produk pangan dan non-pangan
yang diproduksi. Kate Evans / Daniel Murdiyarso

Bogor, Indonesia (15 November 2013) Seiring dengan berjalannya pendekatan Warsawa lewat
pembicaraan iklim, ini adalah saat untuk melihat kembali kerangka kerja pembangunan
internasional yang sedang dikontekstualisasikan. Di sini, terdapat lima pertanyaan yang
dipertimbangkan:

1. Latar belakang Siapakah yang menyerukan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan


mengapa?

Di tahun 2015, target dan indikator anti kelaparan yang tercantum dalam Tujuan Pembangunan
Milenium PBB (MDGs) akan berakhir. Laporan Satuan Tugas PBB berjudul Realizing the
Future We Want for All (Mewujudkan Masa Depan yang Kita Butuhkan untuk Semua)
mengakses kemajuan yang impresif untuk mencapai MDGs, meski tantangan-tantangan
pencapaian masih ada di beberapa negara. Laporan ini juga mengidentifikasi beberapa
kelemahan konseptual dari MDGs, kebanyakan mengenai kegagalannya untuk mengatasi
lingkungan hidup secara lintas sektoral; kebutuhan beberapa tujuan untuk memperdalam
dampaknya (misal, akses terhadap pangan yang bernutrisi ketimbang sekedar mencukupi
jumlahnya); dan tantangan untuk membangun kemitraan untuk pembangunan yang tidak
membagi dunia menjadi negara penerima bantuan dan donor, namun menggarisbawahi
persamaan dan tanggung jawab masing-masing demi kepentingan bersama.

baca juga

DOKUMEN FAKTA: Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Sebuah konsep dimunculkan oleh pembuat kebijakan pertalian pangan-energi-air bertujuan


untuk menghasilkan ekonomi yang berkelanjutan dan lingkungan hidup yang sehat dengan
mempertimbangkan bagaimana masing-masing dari tiga elemen tersebut berkorelasi secara
internal dan saling terpengaruh oleh pembuatan keputusan. Peneliti dari Center for International
Forestry Research (CIFOR) menuliskan dalam riset terbaru adanya kebutuhan untuk perubahan
dari perspektif berorientasi konservasi menuju peningkatan integrasi untuk tujuan pengentasan
kemiskinan.

Untuk mengatasi dengan lebih baik lagi hubungan antara kemiskinan yang akut dan degradasi
lingkungan hidup yang tersebar luas; Kolombia, Guatemala, Peru, dan Uni Emirat Arab
menyerukan untuk merubah paradigma mempertimbangkan isu lingkungan menjadi butir
sendiri sehingga menjadi delapan butir (MDG7), sehingga terlepas dari tujuh tujuannya dan akan
menjadi konsep yang koheren dan berdaya jangkau luas yang akan memandang kesehatan dan
produktivitas lingkungan hidup sebagai isu yang penting. Negara-negara ini kemudian
menyerahkan proposal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam pembukaan Rio+20
Konferensi PBB mengenai Pembangunan Berkelanjutan tahun 2012. Dokumen hasil Rio+
memperkuat posisi ini dengan memberikan mandat untuk mengembangkan SDGs ke Majelis
Umum PBB yang terdiri atas Kelompok Kerja Terbuka dengan 30 anggota. Dalam proses
paralel, Sekjen PBB Ban Ki-moon mengadakan sebuah Pertemuan Tingkat Tinggi Pihak
Penting untuk mengeksplorasi kerangka kerja umum untuk agenda pembangunan pasca-2015.

2. Prosesnya di manakah posisi kita sekarang dan bagaimana langkah selanjutnya?

Di bulan Mei 2013, Sekjen pertemuan tingkat tinggi PBB menyampaikan laporannya,
merekomendasikan lima perubahan transformasional untuk agenda pembangunan terbaru. Salah
satunya dinyatakan untuk menjadikan pembangunan berkelanjutan sebagai inti, sebuah
pergeseran utama dari MDGs, yang hanya berhubungan dengan keberlanjutan dengan konteks
yang terbatas lewat tujuan terfokus pada lingkungan. Laporan ini juga menyerukan pada negara-
negara untuk membentuk kemitraan global yang baru yang sangat relevan dengan tantangan-
tantangan yang dihadapi bumi kita saat ini: efek buruk perubahan iklim, semisal: yang
menghantam negara secara tak terduga dan hanya dapat ditangani jika dunia berkolaborasi
bersama.

Baca juga Fokus utama: Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Penting untuk menandai bahwa tugas utama panel tingkat tinggi ini adalah untuk merancang
kerangka kerja dengan mengusulkan pedoman umum dalam beberapa tahun ke depan menuju
2015. Namun, panel ini tidak mengembangkan SDGs ini adalah pekerjaan yang masih
berproses, dan menjadi ketentuan Kelompok Kerja Terbuka Majelis Umum PBB (OWG).
Hingga kini, OWG telah menyelenggarakan empat rapat untuk membicarakan sekitar empat isu,
diantaranya, pendekatan konseptual tujuan-tujuan baru, pengentasan kemiskinan dan degradasi
lahan. Diskusi berikutnya, yang akan berakhir di bulan Februari, adalah menyelenggarakan
pengumpulan masukan dan saran terhadap tema inti dari kelompok pemangku kepentingan yang
beragam. Pekerjaan sesungguhnya yaitu merancang SDGs belum dimulai.
Berita terkait

Kearifan massa: 20 pertanyaan teratas tentang hutan dan bentang alam

3. Lanskap dan SDGs Apakah potensi pendekatan lanskap?

Dalam pertemuan sebelumnya tentang SDGs dengan OWG, pembicaraan masih mengenai isu-
isu yang terpisah satu sama lain: Dalam sebuah pertemuan, para anggota menganalisis dinamika
populasi dan pola konsumsi baru; pertemuan terpisah lainnya berfokus pada produksi pertanian,
desertifikasi, dan degradasi lahan. Namun tantangan sebenarnya ada di bagaimana
menghubungkan hal-hal tersebut untuk menerjemahkan contoh-contoh sebelumnya menjadi
pertanyaan yang konkret: Bagaimana kita mencukupi kebutuhan pangan bagi populasi yang
akan mencapai 9 milyar pada tahun 2050 tanpa terlalu banyak membebani ekosistem kita?
Bagaimana kualitas dan kuantitas pangan ditingkatkan tanpa menyebabkan kerusakan yang tak
tertanggulangi bagi planet kita? Kembali lagi, pertanian diperkirakan akan menjadi pemicu
utama deforestasi di penjuru bumi.

Pendekatan lanskap yang menyoroti aktivitas-aktivitas lahan yang beragam menawarkan sebuah
cara untuk memikirkan tentang hubungan antara lingkungan dan pembangunan dengan cara yang
terintegrasi. Sektor berbasis lahan, termasuk pertanian, kehutanan, perikanan, dan perkotaan,
adalah penting untuk mencapai Big 5 aspirasi pembangunan dari pengentasan kemiskinan,
ketahanan pangan, adaptasi perubahan iklim dan mitigasi, konservasi keanekaragaman hayati
dan penciptaan ekonomi hijau. Seperti deforestasi yang tidak melulu mengenai isu kehutanan
namun lebih dipicu karena pertumbuhan kalaparan akan pangan dan energi, produksi pangan
bukan hanya masalah pertanian. Hasil-hasil pertanian bergantung pada masukan dari sistem lain:
Perkiraan 75% dari air bersih, misal, datang dari hutan yang berfungsi sebagai spon raksasa
dalam siklus air. Jadi alih-alih mendelegasikan tanggung jawab berbasis sektor dan target
spesifik, pendekatan lanskap di tingkat konsep yang lebih tinggi dapat mengarah ke koordinasi
yang lebih baik di antara pemanfaatan perebutan lahan, sehingga tujuan interrelasi
untuk pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.

4. Menyiapkan agenda Bagaimana tujuan lanskap yang berkelanjutan akan terlihat?


Terdapat beberapa cara untuk menangani lanskap berkelanjutan sebagai bagian SDGs. Salah satu
kemungkinannya adalah tujuan yang berdiri sendiri untuk lanskap. Dalam rangka memastikan
bahwa tujuan ini mempertimbangkan aspek lain dari tata guna lahan, ini dapat
mengkompromikan target lain, di mana masing-masing dengan seperangkat indikator untuk
mengukur kemajuan. Semisal, Sekjen CIFOR, Peter Holmgren, belum lama ini mengusulkan
sebuah SDG lanskap berdasar empat tujuan: penghidupan, jasa ekosistem yang berkelanjutan,
efisiensi sumber daya dan polusi, dan pangan serta produksi non pangan.

Kemungkinan alternatif SDG yang berdiri sendiri dalam lanskap berkelanjutan mungkin akan
menjadi rancangan target yang mampu memperpendek lintasan tujuan: Sebuah tujuan tentang
ketahanan pangan, semisal, dapat dihubungkan dengan pengelolaan daerah aliran sungai yang
lestari.

5. Pertanyaan terbuka Apakah yang masih harus kita pelajari mengenai lanskap?

Berpikir tentang laskap SDG mengarahkan kepada tiga isu yang berhubungan dengan rancangan
pengukuran dan implementasi tujuan-tujuannya.
Di masa lalu, kritikan yang ditujukan terhadap MDGs sering disebut Tujuan Pembangunan
Minimum. Ini terdengar sinis di awalnya namun realitas di lapangan memang di antara delapan
tujuan dalam MDGs faktanya tidak semua negara berharap untuk setuju, namun lebih kepada apa
yang dapat mereka setujui. Data dan metode di banyak negara sangat sederhana sehingga tidak
mampu mengatasi hal-hal di luar butir-butir tersebut. Realitasnya adalah pemerintah lintas global
yang bekerja di sektor dan di banyak negara berkembang, terutama wilayah terpencil,
menemukan bahkan indikator dasarnya semisal tingkat kelulusan sekolah tidak tersedia. MDGs
memanfaatkan apa yang tersedia jika kerangka kerja pembangunan dapat bekerja melebihi hal
tersebut, data yang diperbaiki dan pembangunan kapasitas untuk lembaga nasional harus menjadi
bagian dari agenda.

Kedua, pengukuran hasil pembangunan lintas lanskap membutuhkan rancangan kolektif:


Barang semisal ketentuan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi lewat sektor berbasis lahan
harus diukur/dibandingkan dengan polusi dan emisi yang buruk. Hal ini adalah rancangan yang
jauh lebih rumit daripada kerangka kerja sebelumnya.

Foto Esai

Tradisi Panen Madu Hutan Masyarakat Olin-Fobia

Terakhir, implementasi tujuan lanskap kombinasi merepresentasikan tantangannya sendiri:


Kementerian dan lembaga pemerintah menggarisbawahi sektor-sektor semisal lingkungan,
energi atau pertanian masih merupakan realitas di banyak negara dan integrasi horisontal
masih kurang. Sistem tradisional ini juga direfleksikan dengan bagaimana lembaga internasional
dirancang dan bagaimana kesepakatan internasional berhubungan dengan lingkungan dan
kemiskinan yang kebanyakan muncul secara paralel. Sebuah tujuan yang terintegrasi tentang
lanskap dapat membantu mengatasi tantangan-tantangan ini.

Pekerjaan sesungguhnya yaitu merancang SDGs belum dimulai.


Sementara berbagai pertanyaan ini masih ada, jawabannya pun masih sama: Kita membutuhkan
peningkatan riset menuju bagaimana lanskap yang berkelanjutan mendukung pembangunan dan
kombinasi solusi kebijakan untuk mendukungnya.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai tema ini silakan hubungi Ann-Kathrin Neureuther di
a.neureuther@cgiar.org

Tulisan ini adalah bagian dari Program Kerja CGIAR tentang Hutan, Pohon dan Wanatani.

Beberapa tema akan didiskusikan dalam Forum Bentang Alam Global di Konferensi Perubahan
Iklim PBB, November 2013.

Anda mungkin juga menyukai