i
SKRIPSI
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna
meraih gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh :
DINI KAMILAH ISLAMI
1210015060
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Diane Meytha Supit, Sp.A dr. Loly R D. Siagian, M. Kes Sp.PK
NIP.19760514 200212 2005 NIP. 19700621 200212 2 001
Universitas Mulawarman
Fakultas Kedokteran
Dekan,
iii
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
Oleh :
Komisi Penguji
Penguji I Penguji II
Dr. dr. Rahmat Bakhtiar, MPPM dr. Eva Rachmi, M. Kes, M. Pd. Ked.
NIP. 196600218 199503 1 001 NIP.19761130 200512 2 003
Universitas Mulawarman
Fakultas Kedokteran
Dekan,
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini menyatakan hasil penulisan skripsi yang telah saya buat ini merupakan
hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari
penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya
orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia
menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mulawarman.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
Materai
6000
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
dengan judul Karakteristik Pasien Leukemia Anak di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda Periode 2011-2015. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada program S1 Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
Banyak pihak yang telah membantu serta membimbing penulis dalam
penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan
dan rasa terima kasih yang tulus kepada :
1. Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si. selaku Rektor Universitas Mulawarman.
2. dr. Ika Fikriah, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman Samarinda
3. dr. Siti Khotimah, M. Kes selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda
4. dr. Yuniati, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. dr. Diane Meytha Supit, Sp.A selaku Pembimbing I yang telah memberikan
banyak ilmu dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi.
6. dr. Loly R.D. Siagian, M. Kes, Sp. PK selaku Pembimbing II yang telah
memberikan banyak ilmu dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi.
7. Dr. dr. Rahmat Bakhtiar, MPPM selaku Penguji I dan dr. Eva Rachmi, M.
Kes, M. Pd. Ked selaku Penguji II yang telah memberikan perbaikan dan
saran-saran yang sangat dibutuhkan selama proses penulisan.
8. Seluruh dosen pengajar dan staf Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman atas waktu dan ilmu yang telah diberikan.
9. Seluruh staf Rekam Medik dan staf Laboratorium Patologi Klinik RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda yang telah membantu proses penelitian ini.
10. Kedua orangtua penulis tercinta, Bapak H. Chairil Anwar (Alm) dan Ibu Hj.
Isye Aprilianti, terima kasih atas doa, kasih sayang, dan dukungan dalam
vi
menyelesaikan pendidikan dan skripsi penulis. Juga untuk adik tersayang Nida
Khairiyah yang selalu mau mendengarkan keluh kesah.
11. Untuk Mohammad Hasvian Ahda yang telah memberikan pertimbangan dan
usulan dalam proses pembuatan skripsi ini
12. Sahabat HQS yang selalu mau direpotkan untuk mengantarkan setiap mau
bimbingan terutama Suci, Mahyati, Izzati, dan Retno.
13. Sahabt penulis, Dita Ambarsari, Husnul Chotimah, Indah Tri Widya Putri,
Fieska Azizah, Putih Qurotta, Rima Khairunnisa yang telah membantu dalam
memberikan masukan dan bantuan terhadap penulis.
14. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 Rostralium yang telah mewarnai
hari-hari kuliah penulis.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini berakhir.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan
perkembangan dan kemajuan ilmu kedokteran. Amin.
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Dibuat di : Samarinda
Pada tanggal : 9 Desember 2016
Yang menyatakan
viii
RIWAYAT HIDUP
ix
- Presiden BEM FK Unmul Periode 2014-2015
x
ABSTRAK
Leukemia merupakan kanker anak yang paling banyak terjadi dan menjadi
penyebab anak di rawat di rumah sakit. Leukemia terjadi akibat invasi sel blas
dalam sumsum tulang sehingga mengganggu hematopoesis tubuh. Penelitian
deskriptif retrospektif ini menggunakan data sekunder 80 pasien leukemia
anak bersumber dari rekam medik Instalasi Ilmu Kesehatan Anak dan
laboratorium Patologi Klinik RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
periode 2011-2015. Variabel yang diamati adalah jenis leukemia, usia, jenis
kelamin, domisili, hasil laboratorium hematologi, dan status keluar. Hasil
meunjukkan bahwa jenis leukemia didominasi leukemia akut (72%) dengan
tipe ALL (Acute Limphoblastic Leukemia) 67,5% subtipe L1 33,8%. Rentang
usia didominasi 1-10 tahun 70,4%, laki-laki 55,3%, dan dominasi domisili
berasal dari Samarinda 50%. Pemeriksaan hematologi terbanyak pada kadar
Hb (Hemoglobin) > 10 g/dL sebanyak 56,4%, leukositosis 57% dan
trombositopenia 84,8%. Status keluar pasien menunjukkan sebanyak 81,7%
pasien keluar dalam keadaan hidup dengan 5% pada fase remisi total.
Kesimpulan penelitian ini adalah leukemia akut paling sering ditemuan pada
anak laki-laki dengan kondisi Hb normal, leukositosis, dan trombositopenia
dengan kondisi terakhir keluar rumah sakit dalam keadaan hidup.
xi
ABSTRACT
Leukemia is the most common type of cancer in children and cause them to
undergo hospitalization in hospital. It was caused by abnormal blast cell that
filled the bone narrow and disturbed hematopoesis. This retrospektif
descriptive study was conducted on 80 children leukemia patients which were
obtained from medical record of Pediatric Departement and clinical
pathology laboratory of RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda period of
2011 to 2015. Relevant variabels such as type of leukemia, ages, gender,
address, hematological laboratory examination and discharge status were
reviewed. The results showed that majority type of leukemia was acute 72% in
which 67,5% of them were ALL (Acute Limphoblastic Leukemia). Out of total
ALL patients, there were 33,8% L1. Majority patients were aged between 1-10
years old (70,4%), male 55,3%, and mostly live in Samarinda 50%. On
hematological laboratory examination showed that 56,4% patients had Hb
concentration >10 g/dL, 57% had leukositosis which had <
50.000/mm3around 55,6%, and 84,8% had trombositopenia. The diascharge
data showed that 81,7% were alive who is in post remision around 5%. It was
concluded that acute leukemia was the most common encountered in male
while normal Hb, leukositosis, and trombosipenia and most of patients were
alive.
Keyword: Leukemia, overview of inpatient childhood leukemia
xii
DAFTAR ISI
xiii
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 35
4.3. Populasi dan Sampel............................................................................... 35
4.3.1. Populasi Penelitian ................................................................................ 35
4.3.2. Sampel Peneltian ................................................................................... 35
4.3.3. Cara Pengambilan Sampel ...................................................................... 35
4.4. Variabel Penelitian ................................................................................. 36
4.5. Definisi Operasional ............................................................................... 37
4.6. Cara Kerja ............................................................................................... 39
4.7. Cara Pengumpulan Data ......................................................................... 39
4.8. Pengolahan dan Penyajian Data ............................................................. 39
4.9. Jadwal Penelitian .................................................................................... 40
4.10. Alur Penelitian ....................................................................................... 41
BAB 5 HASIL PENELITIAN ...................................................................... 42
5.1. Gambaran Umum .................................................................................... 42
5.2. Karakteristik Variabel ............................................................................. 42
5.2.1.Karakteristik Jenis Leukemia Anak ........................................................ 43
5.2.2.Karakteristik Usia pada Pasien Leukemia Anak.. ................................... 44
5.2.3.Karakteristik Jenis Kelamin pada Pasien Leukemia Anak.. ................... 45
5.2.4.Karakteristik Domisili pada Pasien Leukemia Anak.. ............................ 45
5.2.5.Karakteristik Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi pada
Pasien Leukemia Anak............................................................................ 46
5.2.6.Karakteristik Status Keluar pada Pasien Leukemia Anak.. .................... 48
BAB 6 PEMBAHASAN ................................................................................ 50
6.1. Karakteristik Jenis Leukemia pada Pasien Leukemia Anak .................... 50
6.2. Karakteristik Usia pada Pasien Leukemia Anak ..................................... 53
6.3. Karakteristik Jenis Kelamin pada Pasien Leukemia Anak ...................... 53
6.4. Karakteristik Domisili pada Pasien Leukemia Anak ................................ 54
6.5. Karakteristik Hasil Laboratorium Hematologi Pasien Leukemia Anak ... 56
6.6 Karakteristik Status Keluar pada Pasien Leukemia Anak.. ...................... 58
6.7. Keterbatasan Penelitian.. ........................................................................... 59
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 60
7.1 Kesimpulan.. .............................................................................................. 60
7.2 Saran.. ........................................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 62
LAMPIRAN .................................................................................................... 70
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
DAFTAR SINGKATAN
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
ke susunan saraf pusat. Terjadi kelainan di sistem saraf perifer dan sentral yang akan
memperburuk prognosis (Pusponegoro, MZ, Kaban, Suradi, & Windiastuti, 2001).
Menurut data Riskesdas (2007), leukemia merupakan salah satu penyebab kematian
pada anak usia 1-4 tahun di Indonesia dengan proporsi kejadian 2,97%. Oleh karena
itu, leukemia anak adalah penyakit yang serius dan membutuhkan deteksi awal serta
penanganan segera
Leukemia dibagi menjadi dua jenis, yaitu leukemia akut dan leukemia kronik.
Leukemia akut adalah kanker darah yang tersering pada anak sebanyak 97%.
Penelitian yang dilakukan oleh Sjakti, Gatot, dan Windiastuti (2012) memperoleh
data registrasi kanker di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM mencatat
bahwa kasus leukemia akut baru sebanyak 426 dari 741 (57,5%) kasus keganasan
yang didiagnosis antara tahun 2007 - 2010. Leukemia akut terbagi menjadi Acute
Lymphositic Leukemia (ALL) sebanyak 82% dan Acute Myeloid Leukemia (AML)
18% (Rudolph, Hoffman, & Rudolph, 2006). Sedangkan, leukemia kronik hanya
berjumlah sekitar 2% (Pui & Crist, 2006). Leukemia kronik terbagi menjadi Chronic
Lymphositic Leukemia (CLL) dan Chronic Myeloid Leukemia (CML) (Bakta, 2006).
Menurut Sulastiana et al (2012), jumlah leukemia akut di Rumah Sakit Umum Pusat
(RSUP) Adam Malik Medan adalah 174 kasus dengan ALL sebanyak 78,2% dan
AML 38% pada tahun 2010-2012. Sedangkan penelitian oleh Rini, Aisy, & Asri
(2010) di RSU Dharmais Jakarta, ALL terbanyak dengan kriteria FAB (French
America British) L1 sebanyak 34 kasus dari tahun 2000-2008
Pasien leukemia anak yang keluar dari rumah sakit didata menjadi hidup atau
meninggal. Kondisi pasien leukemia yang keluar dalam keadaan hidup
menggambarkan proses kesembuhan pasien. Menurut Arifin (2004), diperoleh 21
pasien ALL meninggal dunia dalam tahun pertama. Sedangkan penelitian oleh Sjakti
et al (2012) di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan pasien anak
dengan leukemia AML yang meninggal sebanyak 50 orang dan pasien anak yang
hidup sebanyak 9 orang dari tahun 2007 - 2009. Faktor yang paling berperan terhadap
hal ini adalah kematian yang tinggi akibat infeksi berat atau sepsis. Komplikasi
2
infeksi mungkin terjadi akibat toksisitas obat dan fasilitas perawatan untuk pasien
AML yang kurang memadai.
Insidensi leukemia diperkirakan meningkat setiap tahun. Setiap tahun,
insidensi leukemia pada anak yang berumur kurang dari 15 tahun adalah 4 per
100.000 orang dengan onset pada usia 3 - 4 tahun di Amerika Serikat. Menurut Hull
& Johnston (2008), insidensi puncak kejadian leukemia akut ini adalah usia sekitar
usia 5 tahun. Teori ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini et al.
Penelitian ini didapatkan rentang usia leukemia akut yang paling banyak adalah 1-5
tahun. Sedangkan Sulistiawan (2015) juga mendapatkan rentang usia paling banyak
adalah 0-5 tahun sebanyak 27 pasien (57,9%) dan rentang usia terendah adakah 12-18
tahun sebesar 6 pasien (11,8%).
Faktor risiko leukemia salah satunya adalah jenis kelamin. Berdasarkan
Rudolph, Hoffman, & Rudolph (2006), rasio laki-laki terhadap perempuan untuk
semua onset jenis leukemia anak adalah 1,4:1 untuk kulit putih dan 1:1 untuk kulit
hitam. Menurut Wu (2015), jumlah anak laki-laki dengan leukemia adalah sebanyak
25.630 kasus baru dan perempuan sebanyak 19.160 pada tahun 2009 di dunia. Dalam
Permono & Ugrasena (2012), jenis kelamin anak perempuan mempunyai prognosis
yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Hal ini menggambarkan jumlah anak
laki-laki yang menderita ALL memiliki prognosis yang buruk.
Ada beberapa faktor risiko leukemia anak, yaitu paparan kimiawi, paparan
radiasi yang berhubungunan dengan domisili, infeksi, usia, dan jenis kelamin.
Menurut Belson et al., kemungkinan geografis akan mempengaruhi terjadinya
peningkatan kasus leukemia pada wilayah tertentu akibat paparan radiasi. Sedangkan
menurut Hoffbrand & Moss (2013), terjadi peningkatan kasus semua jenis leukemia
di Jepang akibat paparan radiasi. Selain itu juga, menurut Iswandi (2013),
peningkatan leukemia anak dapat juga akibat paparan kimiawi terutama benzena.
Oleh karena itu, beberapa penelitian memperlihatkan epidemiologi domisili pasien
leukemia anak ini. Pada penelitian yang dilakukan oleh Gholami et al (2011),
sebanyak 52,3% pasien leukemia anak berasal dari Azerbaijan dan 47,7% berasal dari
luar kota Azerbaijan di Provinsi Azerbaijan Barat tahun 2003 2009. Sedangkan
3
menurut Sulastiana, Muda, dan Jemadi (2012), data di RSUP H. Adam Malik
menunjukkan bahwa jumlah pasien leukemia anak yang berobat dari Medan sebanyak
39 orang (22,4%) dan luar Medan 135 orang (77,6%) di tahun 2012 - 2013.
Menurut Permono & Ugrasena (2012), salah satu cara menegakkan diagnosis
leukemia adalah dengan pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan darah
lengkap didapatkan anemia, kelainan hitung jumlah leukosit, dan trombositopenia
(Arifin, 2004; Pinontoan, Mantik, & Rampengan, 2012; Pui & Crist, 2006). Menurut
Pui & Christ (2006); Latamu, Jeannette, & Max (2015), 50% pasien mengalami
leukositosis. Peningkatan jumlah leukosit ini karena lebih banyak sel yang imatur dan
terdapat sel blas sehingga fungsi pertahan tubuh akan terganggu. Akibatnya pasien
akan lebih sering mengalami infeksi ataupun perdarahan hebat (Arifin, 2004; Pui &
Crist, 2006; Permono & Ugrasena, 2012; Lockwood, 2015).
Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), leukemia memiliki
tingkat kemampuan kategori 2, yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis
klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya (Standar Kompetensi Dokter Indonesia, 2013). Untuk
itu, dokter umum yang berada di wilayah Kalimantan Timur akan merujuk ke RSUD
Abdul Wahab Sjahranie yang merupakan rumah sakit rujukan utama dari seluruh
kasus penyakit di Kalimantan Timur.
Berdasarkan data yang ditunjukkan di atas, leukemia merupakan penyakit
kanker darah yang cukup serius pada anak sehingga dibutuhkan data pasti tentang
kasus leukemia di Kalimantan Timur. Data yang diperoleh akan memberikan
gambaran tentang bagaimana kejadian leukemia di Kalimantan Timur. Data ini juga
akan membantu RSUD Abdul Wahab Sjahranie mempersiapkan pelayanan bagi
pasien leukemia anak yang diperkirakan meningkat setiap tahunnya. Inilah yang
membuat peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana karakteristik leukemia pada
anak di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
4
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik pasien leukemia anak di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
periode 2011-2015?
5
- Sebagai data penyakit onkologi terbanyak pada anak bagi RSUD AWS
- Sebagai acuan penelitian selanjutnya
- Sebagai data bagi dokter dalam menegakkan diagnosis yang berdasarkan
pemeriksaan darah lengkap
1.4.3 Manfaat bagi masyarakat
Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang kanker anak yang paling
sering diderita sehingga masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap
leukemia.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
2.2 Leukemia
2.2.1 Definisi
Leukemia adalah penyakit kanker darah (neoplastik hematologi) dengan
adanya diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik yang menyebabkan
penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal. Leukemia mengakibatkan
proliferasi ganas sel induk hemopoetik dalam sumsum tulang akibat abnormalitas
genetik. Progeni sel tersebut memiliki kelainan komponen genetik sehingga
kemampuan proliferasi berlebihan (Price & Wilson, 2005; Bakta, 2006; DG & A,
2011; Lockwood, 2015).
2.2.2 Klasifikasi
Leukemia dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara(Bakta, 2006).:
1. Garis turunan (cell line) yang mengalami transformasi ganas
2. Onset penyakit: akut dan kronik
Klasifikasi yang lain adalah klasifikasi MIC (morphology, immunophenotyping,
cytogenetics).
8
Tabel 2.1 Klasifikasi Leukemia
Akut Kronik
I. Acute myeloid leukemia/ acute I. Chronic myeloid leukemia
nonlyphoblastic leukemia
(CML)
(ANLL)
Klasifikasi FAB II. Chronic lymphocytic leukemia
i) M0- myeloblastic without
(CLL)
differentiation
ii) M1- myeloblastic without III. Bentuk yang tidak biasa
maturation
a. Hairy cell leukemia
iii) M2- myeloblastic with
b. Prolymphocytic
maturation
c. Cutaneus cell leukemia
iv) M3- acute promyelocytic
d. Mycosis funguides
v) M4-acute myelomonocytic
vi) M5- monocytic
vii) M6- erythroleukemia
viii)M7-acute megakaryocytic
leukemia
II. Acute Lymphoblastic leukemia
(ALL)
a. Common-ALL
b. Null-ALL
c. Thy-ALL
d. B-ALL
Varian menurut FAB:
a. L1
b. L2
c. L3
III. Sindrom preleukemia/sindrom
mielodisplastik
Sumber: Bakta, 2006
9
sebagai leukemia kronis. Klasifikasi lain, leukemia kongenital adalah leukemia yang
terdiagnosis dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi (Rudolph, Hoffman, &
Rudolph, 2006). Ada empat tipe leukemia , yaitu Leukemia Limfositik Akut (ALL),
Leukemia Mieloid Akut (AML), Leukemia Mieloid Kronik (CML), Leukemia
Limfositik Kronik (CLL) dengan beberapa subtipe (Lockwood, 2015).
A. Leukemia Limfositik Akut (ALL)
ALL muncul akibat kerusakan sel punca yang menghambat perkembangan sel
lain yang asal selnya ada prekursor sel B-limfosit dan prekursor sel T-limfosit
(Lockwood, 2015).
10
Gambar 2.1 Aspirasi sumsum tulang leukemia limfoid akut
Sumber: Kanwar, 2014
11
- AML dengan displasia multi-lineage (lebih dari satu sel abnormal)
- AML terkait terapi
- AML spesifik:
AML undifferentiated (M0)
AML dengan maturasi minimal (M1)
AML dengan maturasi (M2)
Leukemia mielomonositik akut (M4)
Leukemia monositik akut (M5)
Leukemia eritroid akut (M6)
Leukemia megakarioblastik akut (M7)
Leukemia basofilik akut
Panmielosis akut dengan fibrosis
Sarkoma mieloid (sarkoma granulositik atau kloroma)
- Undifferentiated atau leukemia bifenotipik akut (tampak limfositik dan mieloid).
12
(clonal disorder) dari pluripotent stem cell dan tergolong sebagai salah satu kelainan
mieloproliferatif (myeloproliferative disorders) (Bakta, 2006).
CML terdiri atas enam jenis leukemia, yaitu (Bakta, 2006):
Leukemia mieloid kronik, Ph + (CML, Ph +) (chronic granulocytic leukemia,
CGL)
Leukemia mieloid kronik, Ph
Juvenile chronic myeloid leukemia
Chronic nuetrophilic leukemia
Eosinophilic leukemia
Chronic myelomonocytic leukemia (CML)
Sebagian besar (>95%) CML tergolong sebagai CML, Ph+
13
Gambar 2.4 Hapusan tipis darah leukemia limfoid kronik
Sumber: (Mir, 2016)
Tabel 2.5 Klasifikasi Leukemia Limfoid Kronik menurut WHO (2008) untuk tumor
pada jaringan Hematopoetik dan Limfoid
Sel B Sel T
1. Leukemia limfositik kronik/chronic 1. Leukemia limfositik granular besar
lymphocytic leukemia (CLL) 2. Leukemia prolimfositik sel T (T-
2. Leukemia prolimfositik/ PLL)
prolymphocytic leukemia (PLL) 3. Leukemia/ limfoma sel T dewasa
3. Hairy cell leukaemia (HCL)
4. Leukemia sel plasma
Sumber: Hoffbrand, Moss, Pendit, Setiawan, & Iriani, 2013
2.2.3 Epidemiologi
Diperkirakan 44.790 kasus baru akan didiagnosis di US. Frekuensi leukemia
adalah 15.490 (35%) CLL, 12.810 (27%) AML, 5.760 (13%) ALL, dan 5.050 (11%)
CML (Wu, 2015). Setiap tahunnya, sekitar 3000 anak di US didiagnosis ALL
dengan insiden 3.7-4.9 kasus per 100.000 anak usia 0-14 tahun. Puncak insiden ALL
terjadi diusia 2-5 tahun dan berkurang dengan bertambahnya usia (Kanwar, 2014).
Di dunia, insiden tertinggi ALL terdapat di Itali, United States, Switerland, dan Kosta
Rica (Seiter, 2015). Di Yogyakarta, insiden ALL sebesar 20,8/1.000.000 sedangkan
AML sebesar 8/1.000.000. Angka tersebut menghasilkan proporsi AML terhadap
14
leukemia akut sebesar 27,7%. Proporsi ini cukup tinggi apabila dibandingkan dengan
negara barat (Supriyadi, Purwanto, & Widjajanto, 2013).
2.2.4 Faktor Predisposisi
a. Ras
Di US, ALL dan CLL lebih sering pada ras kulit putih dibandingkan ras kulit
hitam (Wu, 2015).
b. Jenis Kelamin
Diperkirakan 44.790 kasus baru leukemia yang didiagnosis selama tahun
2009, 25.630 kasus pada pria dan 19.160 kasus pada wanita. Rincian kasus baru dari
leukemia berdasarkan jenis kelamin dan kategori adalah sebagai berikut (Wu, 2015).:
CLL: 9.200 kasus pada pria dan 6.290 kasus pada wanita
CML: 2930 kasus pada laki-laki dan 2.120 kasus pada wanita
ALL: 3350 kasus pada laki-laki dan 2.410 kasus pada wanita; anak ALL
menunjukkan dominasi pada laki-laki.
AML: 6290 kasus pada laki-laki dan 5.890 kasus pada wanita
Dalam leukemia lainnya, 3,230 kasus pada laki-laki dan 2.450 kasus pada wanita
Lebih dominannya leukemia pada anak laki-laki menunjukkan pada prognosis
leukemia. Jenis kelamin perempuan memiliki prognosis yang lebih baik karena laki-
laki digambarkan lebih sering terdapat massa mediastinum atau organomegali dan
hiperleukositosis dalam Permono & Ugrasena (2015). Hal ini sejalan dengan
penelitian di Yorkshire yang mendapatkan survival rate pada perempuan meningkat
secara signifikan dibanding laki-laki (Larr, Kinsey, & Feltbower, 2015). Dapat juga
akibat terdapat perbedaan metabolisme merkaptopurin dan metotreksat (Permono &
Ugrasena, 2012). Merkaptopurin dan metotreksat ini adalah suatu obat yang
menghambat pertumbuhan sel (sitostatika) yang dipakai dalam kemoterapi (Koolman
& Rohm, 2001). Kecepatan metabolisme kedua zat inilah yang berbeda pada anak
laki-laki dan perempuan. Hal ini didukung oleh penelitian Irene yang menemukan
terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kemoterapi fase induksi pada pasien
leukemia anak di Padang. Selain itu juga, jenis kelamin akan memperlihatkan
frekuensi relaps pada pasien leukemia anak. Menurut Rahma, Rasyidi, & Daud
15
(2016), jenis kelamin laki-laki menggambarkan kejadian relaps yang jarang terjadi
dibandingkan dengan perempuan. Dari data statistik diperoleh frekuensi laki-laki
20% yang mengalami relaps dibanding perempuan 33,3%.
Jenis kelamin pada penelitian didapatkan lebih banyak pada anak laki-laki.
Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi faktor risiko lebih sering pada jenis kelamin
laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian Wolley et. al yang mendapatkan frekuensi
laki-laki lebih banyak baik pada faktor risiko tinggi maupun standar di RSUD dr.
Kandou Manado. Begitu juga dengan data penelitian di RS Kariadi Semarang yang
menunjukkan rasio laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.
c. Usia
Leukemia akut lebih sering pada anak. ALL adalah keganasan yang umum
pada anak di usia 2-10 tahun. AML sekitar 15-20% dari leukemia akut pada anak.
CML kurang dari 5% pada leukemia anak. Insiden CLL adalah 10 per 100.000 (Wu,
2015).
Jumlah ALL paling tinggi pada usia 3-7 tahun dengan 75% kasus terjadi
sebelum usia 6 tahun. 85% kasus berasal dari turunan sel B dan sisanya ALL sel T
(T-ALL) (Hoffbrand A. V., Moss, Pendit, Setiawan, & Iriani, 2013).
Selain dari prognosis, usia akan memberikan pengaruh terhadap interaksi
obat yang dberikan pada pasien leukemia akut. Interaksi obat yang terjadi akan
memberikan 20-30% pengaruh terhadap efek samping yang berakibat buruk terhadap
pasien. Hal ini akan menambah waktu rawat inap pasien leukemia anak (Fitriani,
Mutiara, Malik, & Andriastuti, 2016). Selain itu juga, terdapat kesintasan 5 tahun
terhadap fase remisi leukemia. Apabila telah lewat dari 5 tahun dari pertama kali di
diagnosis, maka prognosis baik dengan ditemukannya fase remisi komplit (sembuh)
(Simanjorang, Kodim, & Tehuteru, 2013).
Usia pasien leukemia anak ini menggambarkan faktor risiko untuk terjadinya
leukemia. Dari penelitian Fardani et. al, usia 14 tahun dan menerima ASI yang
cukup lama, akan menurunkan risiko kejadian leukemia akut. Hal ini terjadi karena
etiologi leukemia masih belum jelas dan diperkirakan akibat paparan radiasi atau
infeksi virus. ASI atau Bifidobacterium akan menurunkan risiko anak menderita
16
leukemia (Fardani, Aditya, Nency, Movieta, Cayami, & Kurniawan, 2013). Selain
itu, penelitian di Yogyakarta menunjukkan usia termasuk dalam kategori faktor
prediktor dalam menentukan kualitas hidup pasien ALL. Median usia yang diperoleh
adalah 8,4 3,4 tahun (Danuaji, 2009).
17
dilakukan di RSUP H. Adam Malik menunjukkan bahwa jumlah pasien leukemia
anak yang berobat dari kota medan sebanyak 39 orang (22,4%) dan luar kota medan
135 orang (77,6%) di tahun 2012-2013. Menurut Sulistiawan (2015), penelitian yang
dilakukan di RSUD A.W. Sjahranie diperoleh data bahwa domisili pasien leukemia
anak terbanyak di Samarinda, yaitu sebanyak 39 pasien (76,5%) dan luar samarinda
sebanyak (23,5%) dari tahun 2010-2015.
Menurut Belson, kingsley, & holmes (2006), beberapa data epidemiologi
menunjukkan hubungan antara leukemia pada anak dengan radiasi yang didapat dari
orang tua. Penelitian ini memperlihatkan terjadi peningkatan jumlah pasien leukemia
anak dengan orang tua yang bekerja di West Cumbria, Inggris pada tahun 1950-1985.
Orang tua ini memiliki pekerjaan di pusat nuklir Sellafield, Inggris. Selain itu,
terdapat hubungan juga dengan domisili yang berada dekat dengan Sellafield.
Menurut Hjalmars et al (1994), terjadi peningkatan pada daerah dengan kontaminasi
tinggi di Swedia. Selain itu, Gracia et.al menunjukkan bahwa anak yang tinggal
dengan jarak 2,5 km dari kawasan industri dapat meningkatkan risiko terjadinya
leukemia pada anak. Hal ini dikatikan dengan adanya paparan polutan yang
dihasilkan dari sisa industri. Menurut Belson et. al, paparan zat akibat batu
bara/minyak bumi dapat meningkatkan kejadian leukemia.
18
paparan terhadap kimia tertentu (benzene) diyakini memiliki faktor risiko tinggi
terhadap beberapa jenis leukemia. Riwayat paparan rokok juga diyakini menjadi
faktor risiko terjadinya AML.
Paparan bahan kimia lain seperti pestisida juga diketahui meningkat risiko
kejadian leukemia. Paparan pestisida ini hanya berpengaruh apabila dalam kondisi
prekonsepsi maternal. Untuk paparan pestisida pada kondisi paternal diketahui
memiliki hubungan yang lemah (Wigle, Turner, & Krewski, 2009).
Paparan bahan kimia merupakan yang paling berpengaruh pada kejadian
peningkatan leukemia anak. Menurut Freedman et al (2001), paparan terhadap
pestisida di rumah atau paparan sekunder yang berasal dari pakaian orang tua yang
bekerja dan dicuci di rumah merupakan faktor risiko tinggi. Terutama dengan
penggunaan hidrokarbon (benzene). Hidrokarbon ini banyak digunaka pada
pembuatan cat, plastik, dan bahan bakar kendaraan (minyak bumi/batu bara).
Benzene inilah yang bersifat karsinogenik. Penelitian Reynolds et al (2003)
memperlihatkan hubungan antara polusi udara yang mengandung banyak zat
karsinogenik dengan risiko tinggi terjadinya leukemia di California, US. Sedangkan
penelitian di Semarang menunjukkan terdapat hubungan antara paparan polutan
ganda benzena dengan kejadian leukemia pada anak (Iswandi, 2013). Hal ini
diperkuat oleh Soemarko & Mansyur (2014) yang menunjukkan bahwa paparan
terhadap benzena akan meningkatkan risiko terjadinya leukemia apabila ditemukan
kadar benzena > 1 ppm. Faktor risiko selain benzena, yaitu minyak bumi. Paparan
minyak bumi pada pekerjaan orang tua memperlihatkan hubungan dengan
meningkatnya kasus leukemia pada anak (Zhang et. al, 2016).
Faktor genetik
Anak dengan sindrom down (trisomi 21) memiliki risiko leukemia,
kebanyakan jenis leukemia megakarioblastik akut (AML). Risiko ini sekitar 400 kali
lebih besar dibandingkan yang tidak menderita sindrom down (Weinblatt, 2014).
Terdapat dua teori untuk faktor genetik pada leukemia yang disebut two-hit
model. Teori hit pertama adalah translokasi kromosom di uterus. Teori selanjutnya
terjadi pada saat post natal yang menyebabkan proliferasi leukemia. Hipotesis lain
19
mengatakan bahwa bayi lahir besar berhubungan dengan produksi insulin-like growth
factor (IGF-1) pada infant yang menstimulasi pertumbuhan sel mieloid dan limfoid.
Orang tua yang melahirkan di usia lebih dari 35 tahun memiliki risiko anak yang
menderita leukemia karena diperkirakan ada mutasi (Bangun, Lubis, Sofyani,
Rosdiana, & Siregar, 2014).
Pada ALL terjadi translokasi 11q23/MLL rearrangements yang muncul pada
masa in utero. Hal ini terdapat pada lebih 80% kasus. Gen ini berperan penting pada
perkembangan dan defrensiasi sel hematopoetik. Gen AF-4 pada kromosom pita 4q21
adalah pasangan gen MLL yang umumnya terdapat pada bayi dengan ALL. Gen ENL
pada kromosom pita 19p13 adalah pasangan gen lainnya (Mulatsih & Meiliana,
2009).
Selain itu, sekelompok gen yang berperan dalam perkembangan sel B
(IKZF1) berpengaruh pada patogenesis ALL. IKZF1 menyebabkan supresi tumor di
sel B-ALL. Ditemukan delesi atau mutasi pada 15% pasien B-ALL (Forero,
Hernandez, & Hernandez-Rivas, 2013).
Infeksi
Anak-anak memiliki predisposisi menjadi ALL dari sel galur benih tersebut.
Proporsi kasus ALL pada anak dimulai dengan mutadi genetik yang terjadi saat
dalam rahim. Anak-anak dengan aktivitas sosial yang tinggi, terutama mereka yang
lebih dahulu masuk ke tempat penitipan anak, memiliki insiden ALL lebih sedikit,
sementara anak-anak yang hidup dalam komunitas terisolasi dan kurang terpapar
dengan infeksi umum pada tahun pertama kehidupan memiliki risiko lebih tinggi
(Hoffbrand & Moss, 2013).
2.2.6 Patofisiologi
Penyakit keganasan atau kanker adalah penyakit yang ditandai oleh
pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal dalam tubuh. (Sambo & Chozie,
2016). Karsinogenesis merupakan suatu proses perkembangan kanker yang dimulai
dari kerusakan genetik yang disebabkan oleh mutasi sel somatik. Karsinogenesis
dibagi menjadi tiga tahap yaitu inisiasi, promosi, dan progresi. Inisiasi merupakan
20
suatu proses yang melibatkan mutasi genetik yang menjadi permanen dalam DNA
sel. Pada tahap inisiasi terdapat enzim-enzim yang dapat mendeteksi kekeliruan
dalam proses transkripsi dan memperbaiki kekeliruan tersebut. Jika protein pengatur
dapat mengenalinya dan menghalangi terjadinya pembelahan sel yang lebih lanjut,
maka kekeliruan ini dapat diperbaiki. Namun, jika protein pengatur tidak mengenali
kekeliruan tersebut maka sel akan mengalami mutasi permanen yang akan diteruskan
pada generasi sel berikutnya. Promosi adalah suatu tahap sel mutan mengalami
proliferasi. Klon sel yang tidak stabil dan mengalami inisiasi akan melakukan
proliferasi dan mutasi tambahan sehingga akan berkembang menjadi tumor ganas.
Tahap promosi meliputi keterpajanan dengan faktor-faktor yang disebut promoter.
Sel yang telah mengalami mutasi dapat diubah promoter dengan mengubah fungsi
gen yang mengontrol pertumbuhan dan duplikasi sel, mengubah respon sel terhadap
stimulator, dan komunikasi antarsel. Progresi adalah suatu tahap ketika klon sel
mutan mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas seiring dengan
berkembangnya tumor, sel akan menjadi lebih heterogen akibat mutasi tambahan.
Selama stadium progresi, massa tumor akan mengalami perubahan yang
memungkinkan tumor menginvasi jaringan yang berdekatan dan dapat memulai suatu
angiogenesis, penetrasi ke dalam pembuluh darah, dan mengalami metastasis untuk
membentuk tumor sekunder (Sukardja, 2000 ;Price & Wilson, 2005).
Jenis penyakit keganasan tergantung jenis sel tubuh yang berubah menjadi
tidak normal. Terdapat dua jenis penyakit keganasan pada anak, yaitu tumor padat
dan keganasan sel darah (leukemia). Jenis yang paling banyak djumpai adalah
keganasan sel darah (Sambo & Chozie, 2016).
Hematopoesis adalah proses sel-sel darah terbentuk dari prekursor sel induk
yang dibutuhkan. Hematopoesis ini bermula dengan satu sel punca pluripoten yang
dapat memperbaharui diri dan juga menjadi sumber dari beberapa galur sel yang
terpisah. Sel punca hematopoetik ini akan mengalami diferensiasi sel melalui
progenitor hematopoetik menjadi sel progenitor mieloid dan sel progenitor limfoid.
Sel progenitor mieloid ini menghasilkan granulosit, eritrosit, monosit, dan
21
megakariosit. Sel progenitor limfoid akan menghasilkan limfosit B, limfosit T, dan
sel NK (Hoffbrand & Moss, Hemopoesis, 2013).
Diferensiasi sel punca menjadi eritrosit, granulosit, limfosit, monosit, dan
keping darah sbeenarnya masih belum jelas bagaimana fase awalnya. Tetapi,
diperikan protein yang bernama sitokin terlibat dalam fase ini. Mungkin, karena sel
darah putih matur mempunyai waktu yang lebih pendek, prekursor sel darah putih
lebih banyak daripada sel darah merah dengan perbandingan 3:1 di sumsum tulang
(Davoren, 2006).
Untuk sel darah putih, pembentukannya kebanyakan selnya adalah granulosit
karena sitoplasmanya terdapat granul. Disini, neutrofil adalah yang paling banyak dan
sangat penting untuk menyebabkan inflamasi (Davoren, 2006). Peningkatan kelainan
genetik biasanya terjadi diawal maturasi sel punca yang akan mengarah pada
leukemia (Moasser, 2006). Pada leukemia, mutasi terjadi pada mieloid atau limfoid
dari sel induk (Lockwood, 2015).
AML terjadi akibat adanya aktivitas neoplasma yang menyerang sel punca
mieloid pada prekursor hematopoetik. Hal ini akan mempengaruhi granulosit,
monosit, eritrosit, dan keping darah. Terdapat dua kemungkinan munculnya AML.
Pertama, adanya lag-time selama 5-10 tahun untuk perkembangan leukemia setelah
paparan radiasi atau kemoterapi. Kedua, banyak kasus terjadinya secondary leukemia
akibat dari fase prolonge yang bermanifestasi sindrom mielodisplasia (Moasser,
2006).
Sebagai neoplasma hematopoetik, leukemia akut akan mempengaruhi
sumsum tulang dan bermanifestasi sel blas. Infiltrasi leukemia ke ekstramedular atau
biasanya disebut chloromas dapat dilihat di mukosa. Peningkatan sel blas terkadang
dapat mengakibatkan obstruksi dan hemoragik serta infark serebral dan vaskular
pulmonary beds. Dari hasil perhitungan darah tepi akan ditemukan penurunan jumlah
granulosit, eritrosit, dan keping darah pada leukemia. Hal ini terjadi karena sumsum
tulang dipenuhi oleh sel blas yang akan menghambat proses hematopoesis normal.
Maka, terjadi penekanan granulosit dan perdarahan yang abnormal sebagai akibat
produksi keping darah yang rendah (Moasser, 2006).
22
Salah satu konsekuensi utama leukemia adalah berkurangnya kemampuan
pertahanan terhadap invasi organisme asing. Pada leukemia, hitung SDP dapat
mencapai 500.000/mm3, dibandingkan nilai normal 7000/mm3, tetapi karena
sebagian besar sel ini abnormal atau imatur, mereka tidak dapat melaksanakan fungsi
pertahanan normal. Konsekuensi merugikan yang lain dari leukemia adalah
digantikannya turunan sel darah lain di sumsum tulang. Hal ini menyebabkan anemia
karena eritropoesis berkurang dan perdarahan internal karena defisinsi trombosit.
Trombosit ini berperan penting dalam mencegah perdarahan dari kerusakan-
kerusakan kecil yang dalam keadaan normal terjadi di dinding pembuluh darah halus.
Karena itu, infeksi berat atau perdarahan adalah penyebab tersering kematian pada
pasien leukemia (Sherwood, 2014).
Proses patofisiologi leukemia akut dimulai dari transformasi ganas sel induk
hematologik atau turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel
leukemia akan mengakibatkan (Bakta, 2006):
1) Penekanan hemotopoesis normal sehingga terjadi bone marrow failure
2) Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ sehingga menimbulkan organomegali
3) Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik
Pada CML dijumpai Philadelphia kromosom (Ph1 chr) suatu reciprocal
translocation 9,22 (t 9;22). Terjadi translokasi sebagian materi genetik pada lengan
panjang kromosom 22 ke lengan panjang kromosom 9 yang bersifat resiprokal.
Sebagai akibatnya, sebagian besar onkogen ABL pada lengan panjang kromosom 9
mengalami juxtaposisi (bergabung) dengan onkogen BCR pada lengan panjang
kromosom 22. Akibatnya terjadi gabungan onkogen baru (chimeric oncogen) yaitu
bcr-abl oncogen. Gen baru akan mentranskripsikan chrimeric RNA sehingga
terbentuk chrimeric protein. Timbulnya protein baru ini akan memengaruhi
transduksi sinyal terutama melalui tyrosine kinase ke inti sel sehingga terjadi
kelebihan dorongan proliferasi pada sel mieloid dan menurunnya apoptosis. Hal ini
menyebabkan proliferasi pada seri mieloid (Bakta, Leukemia dan Penyakit
Mieloproliferatif, 2006).
23
Sel AML yang mengalami transformasi dapat terjadi di berbagai tempat pada
jalur pekembangan sel induk dari analisis sitogenetik, isoenzim, dan fenotip sel. Sel
AML ini akan mengekpresikan perkembangan gugus sel tertentu sehingga terjadi
berbagai jenis leukemia. Misalnya transformasi leukemia terjadi pada sel induk
pluripoten yang akan mengenai eritrosit dan trombosit atau pada sel induk untuk
granulositopoisis atau monositopoisis.
Penelitian yang dilakukan pada ALL menunjukkan bahwa sebagian besar
ALL mempunyai homogenitas pada permukaan sel blast dari setiap pasien. Dugaan
ini menunjukkan sel leukemia berasal dari sel tunggal.
Kegagalan hematopoesis normal merupakan akibat yang besar pada
patofisiologi leukemia akut, walaupun demikian patogenesisnya masih sedikit
diketahui. Pansitopenia tidak selalu yang terjadi akibat desakan populasi sel
leukemia. Hal ini terlihat pada keadaan yang mengalami pansitopeni, tetapi gambaran
sumsum tulang malah hiposeluler.
Kematian pada pasien leukemia akut pada umumnya akibatnya penekanan
sumsum tulang yang cepat dan hebat atau adanya infiltrasi sel leukemia tersebut ke
organ tubuh pasien (Permono & Ugrasena, 2012).
24
iii) Infiltrasi ke dalam organ menimbulka organomegali dan gejala lain,
seperti:
Nyeri tulang dan nyeri sternum
Limfadenopati superfisial
Splenomegali atau hepatomegali, biasanya ringan
Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk
Sedangkan gejala tertentu sesuai dengan jenis leukemianya, yaitu:
Gejala klinis leukemia anak ALL adalah sel blast leukemik menggantikan
sumsum tulang, muncul gejala kegagalan produksi sumsum tulang, termasuk
anemia, trombositopenia, dan neutropenia (Kanwar, 2014).
Gejala klinis leukemia anak AML dibagi menjadi: (1) disebabkan oleh
defiensi sel yang berfungsi dengan normal, (2) proliferasi dan infiltrasi sel
leukemik abnormal, dan (3) gejala berkelanjutan.
1. Gejala akibat defiensi sel yang berfungsi dengan normal, yaitu sitopenia,
anemia (pucat, cepat lelah, takikardi, dan sakit kepala), perdarahan
(memar, peteki, epistaksis, gusi berdarah), demam yang biasanya akibat
infeksi.
2. Gejala akibat proliferasi dan infiltrasi sel leukemik abnormal, yaitu
infiltrasi ekstramedular, massa mediastinal, massa abdomen, hiperplasia
gusi, infiltrasi CNS (akibat leukemia monoblastik) (Weinblatt, 2014).
Gejala klinis leukemia CML, yaitu:
o Gejala klinis fase kronik, yaitu lemas, pengeluaran keringat dari
hipermetabolisme, peningkatan sel darah putih, splenomegali,
pembesaran lien, hepatomegali, nyeri kuadran atas kanan abdomen
akibat limpa yang infark.
o Gejala klinis penyakit yang progresif, yaitu mimisan, petekie,
ekimosis selama fase akut, nyeri tulang, demam selama fase blast,
anemia, trombositopenia, basofilia, pembesaran lien secara cepat
selama fase blast (Besa, 2015).
25
Gejala klinis leukemia CLL, yaitu pembesaran pembuluh limfa, hati atau lien,
infeksi berulang, kehilangan nafsu makan, memar abnormal, fatigue, dan
keringat malam hari (Mir, 2016).
2.2.8 Diagnosis
Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan
diagnosis leukemia. Namun, leukemia dapat dipastikan dengan pemeriksaan aspirasi
sumsum tulang, dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal,
dan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Cara ini dapat mendiagnosis sekitar 90%
kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, yakni sitokimia,
imunologi, sitogenetika, dan biologi molekuler.
Pemeriksaan darah lengkap didapatkan anemia, kelainan jumlah hitung jenis
leukosit dan trombositopenia. Bisa terdapat eosinofilia reaktif. Pemeriksaan preparat
hapus darah tepi didapatkan sel-sel blast. Berdasarkan protokol WK-ALL dan
protokol nasional (protokol jakarta), pasien ALL dimasukkan dalam kategori risiko
tinggi bila jumlah leukosit >50.000 l, ada masa mediastinum, ditemukan leukemia
susunan saraf pusat (SSP) serta jumlah sel blast total setelah 1 minggu diterapi
dengan deksametason lebih dari 1000/mm3. Massa mediastinum tampak pada
radiografi dada. Untuk menentukan leukemia SSP dilakukan aspirasi cairan
serebrospinal (pungsi lumbal) dan pemeriksaan sitologi (Permono & Ugrasena,
2012). Sedangkan menurut Pui & Crist (2006), hitung sel pada kondisi awal akan
memperlihatkan abnormalitas. Anemia, leukosit, dan hitung diferensial yang
abnormal, serta trombositopenia biasanya ditemukan saat diagnosis. Pada pulasan
sumsum tulang akan ditemukan limfoblas atau limfosit. Faktor risiko tinggi pada
ALL adalah apabila ditemukan leukosit yang meningkat. Hitung jumlah leukosit ini
akan menentukan faktor keberhasilan pengobatan terapi dan penentuan faktor risiko
tinggi bila ditemukan leukosit meningkat >50.000/mm3 (Wolley, Gunawan, &
Warouw, 2016).
26
Pasien dengan risiko tinggi dan standar ditemukan 2 daerah relaps
ekstramedular (diluar sumsum), yang penting adalah susunan saraf pusat (SSP) dan
testis (Permono & Ugrasena, 2012). Pemeriksaan radiologi dibutuhkan untuk
menentukan (Kanwar, 2014):
Ultrasonografi: untuk mengevaluasi infiltrasi testis pada anak laki-laki dengan
pembesaran testis, evaluasi ginjal leukemik sebagai risiko sindrom lisis tumor
ECG (ekokardiogram): mengidentifikasi disfungsi kardiak sebelum pemberian
antrhacyclines (EBM), memonitor fungsi hati selama pengobatan dengan
antrhracyclines
Manifestasi awal yang lazim pada leukemia SSP adalah akibat peningkatan
tekanan intrakranial. Muntah dan nyeri kepala (terutama pagi hari), papiledema, dan
letargi progresif. Kejang dan kaku kuduk, parase saraf kranial ke-6 (abdusen) dengan
diplopia dan strabismus merupakan manifestasi lanjut. Apabila ada peningkatan berat
badan yang berlebihan, gangguan tingkah laku, dan autisme dapat dicurigai
keterlibatan hipotalamus. Pada hampir seluruh pasien dengan keterlibatan SSP,
tekanan cairan spinal meningkat. Sebanyak 85% pasien mengalai pleositosis sel-sel
leukemik. Jika hitung sel tidak meningkat, sel-sel leukemia dapat ditemukan pada
sediaan apus cairan spinal setelah disentrifus (Behrman, Kliegman, & B.F Santon,
2011).
Di negara berkembang, diagnosis harus dipastikan dengan aspirasi sumsum
tulang (BMP) secara morfologis, immunofenotip, dan karakter genetik. Leukemia
dapat menjadi kasus gawat darurat dengan komplikasi infeksi, perdarahan atau
disfungsi organ yang terjadi akibat leukostatis.
Biasanya diagnosis AML diawali dengan prolonged preleukemia ditunjukkan
dengan adanya kekurangan produksi sel darah yang normal sehingga terjadi anemia
refrakter, neutropenia, atau trombositopenia. Pemeriksaan sumsum tulang tidak
menunjukkan leukemia, tetapi ada perubahan morfologi yang jelas. Kondisi ini sering
mengarah pada sindrom mielodiplastik (MDS) dan mempunyai klasifikasi FAB
sendiri. Biasanya sumsum tulang menunjukkan hiperseluler, kadang hipoplastik yang
berkembang menjadi leukemia akut.
27
Pada AML, hasil pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia,
trombositopenia, dan leukositosis. Kadar hemoglobin 7.0-8.5 gr/dl, trombosit
umumnya <50.000/ul, dan jumlah leukositnya sekitar 24.000/ul. Sekitar 20% pasien,
jumlah leukositnya >100.000/ul (Permono & Ugrasena, 2012).
Diagnosis CML ditentukan tergantung dari hasil fasenya. Fase CML terbagi
menjadi tiga, yaitu (Kotiah, 2015).:
a. Fase kronik stabil
Sel blast dari hapusan perifer kurang dari 10% di dalam darah ataupun sumsum
tulang.
b. Fase akselerasi
Sel blast 10-19% dari sel darah putih dalam sumsum tulang perifer dan atau
nukleasi, ditemukan trombositopenia (<100 x 109/L), meningkatnya sel darah
putih dan ukuran limpa tidak responsif terhadap terapi
c. Fase Krisis Blas
Sel blas 20% dari sel darah putih atau sel sumsum tulang berinti, proliferasi
blast ekstramedular, dan fokus besar atau blast berkelompok pada biopsi sumsum
tulang
2.2.9 Pengobatan
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
(Bakta,2006):
1. Terapi spesifik: dalam bentuk kemoterapi
2. Terapi suportif: untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena
leukemia maupun terapi.
Terapi kuratif/spesifik bertujuan untuk menyembuhkan leukemia berupa
kemoterapi yang meliputi induksi remisi, intensifikasi, profilaksis susunan saraf pusat
dan rumatan. Klasifikasi risiko normal atau risiko tinggi menetukan protokol
kemoterapi. Di Indonesia, pasien ALL menggunakan protokol nasional (Jakarta) dan
protokol WK-ALL 2000 (Permono & Ugrasena, 2012). Tahapan pengobatan
kemoterapi terdiri atas:
28
1. Fase Induksi Remisi
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan di mana
gejala klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%, dan
pemeriksaan morfologi tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan
darah tepi (Bakta, 2006). Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu dengan dasar 3-4
obat yang berbeda (deksametason, vinkristin, L-asparaginase dan atau antrasiklin).
Kemungkinan hasil yang dapat dicapai remisi komplit, remisi parsial, atau gagal
(Permono & Ugrasena, 2012).
2. Fase Postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang pada
akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:
Kemoterapi lanjutan, terdiri atas (Bakta, 2006):
i. Terapi konsolidasi
ii. Terapi pemeliharaan (maintenance)
iii. Late intensification
Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang
memberikan penyembuhan permanen pada sebagian penderita.
Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif tambahan setelah remisi komplit
dan untuk profilaksis leukemia pada susunan saraf pusat. Hasil yang diharapkan
adalah tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan. Pada pasien
risiko sedang dan tinggi, induksi diintensifkan guna memperbaiki kualitas remisi.
Lebih dari 95% pasien akan mendapat remisi di fase ini. Terapi SSP, yaitu secara
langsung diberikan melalui injeksi intratekal dengan obat metotreksat, dikombinasi
dengan infus berulang metotreksat dosis sedang (500 mg/m2) atau dosis tinggi pusat
pengobatan (3-5 gr/m2). Di beberapa pasien risiko tinggi dengan umur > 5 tahun lebih
efektif dengan radiasi kranial dan kemoterapi sistemik dosis tinggi (Permono &
Ugrasena, 2012).
Terapi lanjutan rumatan dengan obat merkaptopurin tiap hari dan metotreksat
sekali seminggu, secara oral dengan sitostika lain selama perawatan tahun pertama.
Lamanya terapi rumatan ini adalah 2-2,5 tahun dan tidak ada keuntungan jika
29
perawatan sampai dengan 3 tahun. Dosis sitostatika secara individual dipantau
dengan melihat leukosit dan atau monitor konsentrasi obat selama terapi rumatan.
Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala
klinis leukemia, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas <5% dari sel
berinti, hemoglobin >12 gr/dl tanpa transfusi, jumlah leukosit >3000/ul dengan hitung
jenis leukosit normal, jumlah granulosit >2000/ul, jumlah trombosit >100.000/ul, dan
pemeriksaan cairan serebrospinal normal.
Dengan terapi intensif modern, remisi akan tercapai pada 98% pasien.
Sebanyak 2-3% dari pasien anak akan meninggal dalam CCR (continuous complete
remision) dan 25-30% akan kambuh. Sebab utama kegagalan terapi adalah
kambuhnya penyakit. Relaps sumsum tulang yang terjadi (dalam 18 bulan sesudah
diagnosis) memperburuk prognosis (10-20% long-term survival) sementara relaps
yang terjadi kemudian setelah penghentian terapi mempunyai prognosis lebih baik,
khususnya relaps testis dimana long-term survival 5-60%. Terapi relaps harus lebih
agresif untuk mengatasi resistensi obat.
Transplantasi sumsum tulang autologus menunjukkan hasil baik pada pasien
AML. Transplantasi alogenik dari donor HLA yang tidak identik masih merupakan
yang terbaik untuk kesembuhan (Permono & Ugrasena, 2012) .
2.2.10 Prognosis
Sebelumnya, leukemia merupakan penyebab kematian tertinggi pada anak di
awal tahun 1980 di US (ZipfTF, Berg, Roberts, Poplack, Steuber, & Bleyer, 2000).
Mortalitas leukemia menurun 20% dari tahun 1975-1995 dan anak yang sekarat
dengan leukemia juga menurun dibandingkan dengan tumor otak (Linet, Ries, Smith,
Tarone, & Devesa, 1999).
Semua jenis leukemia memiliki 5-year survival secara global 20%. Di negara
berkembang, 31% bertahan selama lima atau beberapa tahun lebih, dibandingkan
dengan 15% di negara berkembang. Ini akibat dari kurangnya akses ke pengobatan
yang memadai di negara berkembang. Anak dengan ALL, 90% mencapai remisi
komplit dan 80% dapat bebas dari penyakit di 5 tahun pengobatan (Wu, 2015). Di
30
negara maju, angka harapan hidup AML mencapai 65%. Keberhasilan tersebut bukan
hanya karena pemberian kemoterapi, tetapi dipengaruhi oleh membaiknya supportive
care dan klasifikasi AML yang didasarkan pada pemeriksaan sitogenetik dan respon
awal terhadap pengobatan (Supriyadi, Purwanto, & Widjajanto, 2013). Penelitian
yang dilakukan di RSUP Cipto Mangunkusumo didapatkan pasien leukemia ALL
dengan usia 1-2 tahun memiliki survival-rate tertinggi dan usia 10-18 tahun memiliki
survival rate terendah (Permatasari, Windiastuti, & Satari, 2009).
Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan status kesembuhan pada
pasien leukemia. Status kesembuhan pasien anak dengan leukemia terbagi menjadi
meninggal atau hidup. Penelitian yang dilakukan di RSUP Cipto Mangunkusumo
Jakarta menunjukkan pasien anak dengan leukemia AML yang meninggal sebanyak
50 orang dan pasien anak yang hidup sebanyak 9 orang dari tahun 2007-2009 (Sjakti,
Gatot, & Windiastuti, 2012). Sedangkan penelitian yang dilakukan di Yogyakarta
menunjukkan survival pasien anak AML yang mendapat kemoterapi masih sangat
rendah sekitar 2,4%. Ini menyebabkan kematian. Penyebab kematian tahun pertama
tersebut bisa terjadi karena efek samping penggunaan kemoterapi (toxic-related
death) ataupun kematian yang berhubungan dengan penyakitnya sendiri (disease-
related death) (Supriyadi, Purwanto, & Widjajanto, 2013).
Faktor prognosis ALL, yaitu (Permono & Ugrasena, 2012):
1. Jumlah leukosit awal: leukosit > 50.000 ul mempunyai prognosis yang buruk.
2. Usia pasien: pasien dengan umur dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun
mempunyai prognosis lebih buruk. Khusus pasien dibawah umur 1 tahun atau
bayi terutama dibawah 6 bulan mempunyai prognosis paling buruk.
3. Fenotip imunologis dari limfoblas: Leukemia sel-B (L3 pada klasifikasi FAB)
dengan antibodi kappa dan lambda pada permukaan blas memiliki prognosis
buruk. Sel-T leukemia mempunyai prognosis jelek dan risiko tinggi.
4. Jenis kelamin: anak perempuan mempunyai prognosis yang lebih baik dari anak
laki yang dihubungkan dengan kejadian relaps testis, massa mediastinum,
organomegali, dan hiperluekositosis pada anak laki-laki.
31
5. Respon terhadap terapi dari jumlah sel blas: adanya sisa sel blas di daerah tepi
setelah satu minggu ke 7 atau 14 menunjukkan prognosis buruk.
6. Kelainan jumlah kromosom: hiperploid (>50 kromosom) pada 25% kasus
memiliki prognosis baik.
32
2.3 Kerangka Teori
Zat perusak DNA didapat
(Lingkungan):
Sel Normal
- Kimiawi
- Radiasi
- Virus Kerusakan DNA
Mutasi
Keganasan
Keganasan
Sel Induk Pluripoten
CML
Limfoid mieloid
Limfosit T Limfosit B Prekursor granulosit monosit Prekursor Prekursor megakariosit
(M6) (M7)
33
BAB 3
KERANGKA KONSEP
Jenis Leukemia
Usia
Jenis Kelamin
Trombosit, Leukosit)
Status Keluar
34
BAB 4
METODE PENELITIAN
35
4.4 Variabel penelitian
Variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Jenis Leukemia
2. Usia
3. Jenis kelamin
4. Domisili
5. Hasil Laboratorium
6. Status Keluar
36
4.5 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
37
5.Hasil Dalam menegakkan diagnosis leukemia dapat dilakukan pemeriksaan darah
Laboratoriu lengkap (Permono & Ugrasena, 2012). Data yang diperoleh adalah hasil BMP
m pertama kali pasien leukemia anak yang terdiri dari pemeriksaan hematologi,
5. Hematologi yaitu:
1. Hb
2. leukosit
3. trombosit
38
4.6 Cara Kerja
1. Meminta izin melaksanakan penelitian di Pusat Rekam Medik RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.
2. Mengumpulkan data di Pusat Rekam Medik RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
3. Melakukan pengolahan data berdasarkan data yang didapatkan.
4. Menganalisis data yang telah didapatkan.
5. Menyajikan data hasil penelitian yang telah didapatkan.
6. Melakukan interpretasi dan pembahasan data hasil penelitian
39
4.9 Jadwal Penelitian
Juni- Desember
Februari Maret April Mei
November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan
Proposal
Seminar
Proposal
Revisi
Proposal
Penelitian
Pengolahan
Data
Seminar Hasil
dan Ujian
Skripsi
40
4.10 Alur Penelitian
Studi Kepustakaan
melalui perizinan kepala ruangan rekam medik untuk mencari data pasien
pasien, usia, jenis kelamin, domisili, gejala utama, status kesembuhan, dan
Pembahasan
Kesimpulan
41
BAB 5
HASIL PENELITIAN
42
tabel, diagram, dan narasi singkat. Data ini dioleh dalam bentuk jumlah dan
presentase.
5.2.1 Karakteristik Jenis Leukemia Anak
Pada penelitian ini, hasil yang didapatkan adalah leukemia akut sebanyak
75 pasien (93,8%) dan leukemia kronik 5 pasien (6,2%). Leukemia akut terdiri
dari ALL sebanyak 54 pasien (67,5%) dan AML 21 pasien (26,3%). Leukemia
kronik terdiri dari CML sebanyak 5 pasien (6,3%). ALL yang paling banyak
adalah L1 sebanyak 27 pasien (33,8%). Sedangkan tipe ALL yang lain, yaitu L2
20 pasien (25%), L3 7 pasien (8%). AML yang paling banyak adalah M0 10
pasien (12,5%). Sedangkan AML tipe lain, yaitu M2 2 pasien (2,5%), M3 3 pasien
(3,8%), M4 2 pasien (2,5%), M5 4 pasien (5%).
6.20%
leukemia akut
leukemia kronik
93.80%
43
Tabel 5.1 Frekuensi pasien leukemia anak berdasarkan jenis leukemia akut di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2011-2015
Leukemia Akut n=75 (93,8%)
Tipe ALL AML
Subtipe Jumlah Frekuensi (%) Subtipe Jumlah Frekuensi (%)
L1 27 33,8% M0 10 12,5%
L2 20 25% M1 0 0%
L3 7 8% M2 2 2,5%
M3 3 3,8%
M4 2 2,5%
M5 4 5%
M6 0 0%
M7 0 0%
Total 54 67,5% Total 21 26,3
Tabel 5.2 Frekuensi pasien leukemia anak berdasarkan jenis leukemia kronik di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2011-2015
Leukemia Kronik n=5
Tipe Jumlah Frekuensi (%)
CML 5 6.2%
CLL 0 0%
44
70.4%
Jumlah
22.5%
7.%
Gambar 5.2 Grafik frekuensi karakteristik usia pasien leukemia anak di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2011-2015
Gambar 5.3 Grafik frekuensi pasien leukemia pada anak berdasarkan jenis kelamin di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2011-2015.
45
pasien (3,3%). Domisili pasien terbanyak yang tercatat dalam rekam medik adalah
berasal dari Samarinda.
50.0%
Jumlah (%)
15.0% 18.3%
13.3%
3.3%
Gambar 5.4 Grafik frekuensi pasien leukemia anak berdasarkan domisili di RSUD
Abdul Wahab Syahranie Samarinda Periode 2011-2015
1.3%
46
(27,8%), meningkat pada 45 pasien (57%), dan menurun pada 12 pasien (15,2%).
Pasien leukemia anak terbanyak mengalami peningkatan leukosit > 10.000/mm3
(leukositosis).
57.0%
Jumlah (%)
27.8%
15.2%
Gambar 5.6 Grafik frekuensi pasien leukemia anak berdasarkan hasil laboratorium
leukosit di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2011-2015
50000/mm <
3, 44.44% 50000/mm3
, 55.56%
Gambar 5.7 Proporsi Jumlah leukosit yang meningkat pada 45 pasien leukemia anak di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
47
meningkat pada 5 pasien (6,3%), dan menurun pada 67 pasien (84,8%). Pasien
leukemia anak terbanyak mengalami penurunan jumlah trombosit
3
(trombositopenia) <100.000/mm .
84.8%
Jumlah (%)
6.3% 8.9%
48
18.33%
hidup
Meninggal
81.67%
Gambar 5.9 Grafik frekuensi karakteristik status keluar pada pasien leukemia anak
di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2011-2015
49
BAB 6
PEMBAHASAN
50
Leukemia akut yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah
ALL (33,8%). Frekuensi ALL yang lebih sering juga ditemukan di beberapa
tempat baik Amerika maupun Asia (Permono & Ugrasena, 2012). Diperkirakan
ALL lebih banyak di Asia karena perkiraan jumlah penduduk yang lebih banyak
dan kondisi ras yang mendiami benua Asia merupakan ras kulit putih yang
diduga memiliki kecenderungan untuk mengalami ALL lebih besar (Spuriyadi
etal., 2013; Wu, 2015). Kondisi ini ditunjang dengan ditemukannya ALL di
Indonesia Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Sulawesi (Arifin, 2004;
Permono & Ugrasena, 2012; Bangun et al. 2014; Wolley et al., 2016). Lebih
banyaknya ALL yang ditemukan ini menunjukkan bahwa sel blas paling banyak
menyerang sel progenitor limfosit pada anak (Price & Wilson, 2006; Hoffbrand
et al., 2013; Lockwood, 2015). Invasi sel blas ini akan menyebabkan penekanan
terhadap pembentukan limfosit yang mengatur pembentukan limfosit B, T, dan
NK sehingga anak akan mudah terkena infeksi akibat tidak adanya pertahanan
tubuh (Permono & Ugrasena, 2012).
Subtipe ALL yang paling banyak di temukan pada penelitian ini adalah L1
(33,8%). Insidensi L1 yang paling banyak diperoleh ini menunjukkan bahwa
pasien leukemia anak umumnya datang dengan tipe L1 (Arifin, 2004). L1 sendiri
dalam klasifikasi ALL merupakan subtipe yang paling umum ditemukan karena
hanya memperlihatkan ada atau tidaknya sel blas (Hilman et al., 2015;
Lockwood, 2015). Adanya sel blas di sel progenitor limfosit tanpa
memperhatikan ukurannya akan cenderung masuk di klasifikasi L1 (Price &
Wilson, 2006). Selain itu juga, diduga pasien leukemia ALL L2 ataupun L3
langsung mendatangi rumah sakit khusus kanker karena subtipe L3 sendiri
merupakan kondisi yang sedikit dialami oleh anak dan memiliki prognosis buruk
(Permono & Ugrasena, 2012; Depkes, 2016) .
Frekuensi AML yang paling banyak adalah M0 12,5% diikuti dengan M5
5% dan M3 3,8%. Sedangkan M1 dan M2 memiliki frekuensi yang sama dengan
masing-masing 2,5%. Lebih banyaknya M0 pada penelitian ini menunjukkan
bahwa kebanyakan pasien leukemia anak memiliki diferensiasi sel mieloid
minimal (Freund, 2013). Hasil penelitian ini berbeda dengan di Amerika Serikat
yang mendapatkan M2 lebih banyak. Perbedaan hasil AML yang diamati ini
51
diduga karena cakupan wilayah yang diteliti di Amerika Serikat lebih banyak
dengan studi definit dan waktu penelitian yang kemungkinan cukup lama (Pui &
Crist, 2005). Oleh karena itu, diduga frekuensi subtipe M2 lebih banyak
dibandingkan subtipe lain.. Penelitian Sjakti et.al (2012) dan Bangun et al.,
(2014) menunjukkan M1 merupakan yang paling banyak ditemukan. Perbedaan
M1 lebih banyak ini juga karena tempat penelitian yang dilakukan adalah Jakarta
yang merupakan ibukota negara dengan kepadatan penduduk mencapai
14.469/km2 dibanding dengan Kalimantan Timur yang hanya < 30 jiwa/km2
(Depkes, 2016). Diduga pasien leukemia anak lebih banyak yang berobat kesana
dengan asumsi lebih lengkapnya pelayanan kesehatan dan penanganan yang akan
diterima dengan terdapatkan rumah sakit khusus kanker (Simanjorang et al.,
2013). Dapat juga, tahun penelitian yang dilakukan berbeda. Beberapa penelitian
melakukan penelitian dengan rentang 5 tahun dengan jumlah pasien AML
terdiagnosis yang lebih banyak (Simanjorang et al., 2013; Sjakti et al., 2012).
Leukemia kronik yang diperoleh pada penelitian ini paling banyak adalah
CML. Ditemukannya CML ini menunjukkan bahwa pasien leukemia anak pada
penelitian ini memiliki sel blas sebanyak lebih dari 20% dengan kromosom
philadelphia (Permono & Ugrasena, 2012; Bakta, 2006). Apabila dibandingkan
dengan frekuensi AML dan ALL, CML paling sedikit ditemukan pada anak
(Hakiki, 2008). Kejadian CML yang sedikit (11%) dibanding ALL (82%) karena
sel imatur sering di dapatkan pada anak dibandingkan sel matur pada kondisi
kronik (Rudolf et al., 2006; Pui & Crist, 2006). Hal ini menunjukkan di semua
tipe leukemia akan ditemukannya sel blas tetapi tergantung sel progenitor yang
mengalami mutasi dan kondisi sel yang telah matur atau imatur (Permono &
Ugrasena, 2012).
Hasil penelitian lain menunjukkan frekuensi CML mencapai 43,9%.
Jumlah CML yang lebih banyak diduga karena rentang usia yang digunakan
adalah 1 bulan 80 tahun. Frekuensi CML yang banyak diduga pada usia
dewasa, yaitu > 20 tahun sehingga jumlah keseluruhan akan lebih banyak
dibandingkan dengan usia anak saja (Rahadiyanto et al., 2014).
52
6.2 Karakteristik usia pada pasien leukemia anak di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie
Hasil penelitian yang diperoleh, yaitu usia terbanyak berada di rentang
usia 1-10 tahun sebanyak 70,4% diikuti dengan usia 10-18 tahun sebesar 22,5%
dan < 1 tahun sebanyak 7%. Dari puncak kejadian, leukemia anak tertinggi adalah
usia 1-10 tahun dan terendah usia < 1 tahun. Pada penelitian ini ditemukan
sebanyak 70,4% pasien leukemia di RSUD Abdul Wahab Sjahranie termasuk
faktor risiko standar.
Menurut Kanwar (2014), puncak insidensi ALL tertinggi biasanya pada
usia kurang dari 5 tahun. Menurut Hoffband et. al (2013), usia 3-7 tahun
merupakan yang terbanyak.. Puncak usia terbanyak didiagnosis dengan leukemia
adalah usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 1 tahun dengan 75% kasus terjadi
pada sebelum usia 6 tahun (Arifin, 2005; Rini et al., 2010; Simanjorang et al.,
2013; Belson et al., 2006; Irene, 2015).
Usia saat awal didiagnois leukemia menggambarkan faktor risiko pasien
leukemia anak. Anak yang terkena leukemia di usia < 1 tahun atau > 10 tahun
termasuk dalam faktor risiko tinggi sedangkan anak yang berada usia antara 1-10
tahun termasuk faktor risiko standar (Wolley et al., 2016; Permono & Ugrasena,
2012). Prognosis pasien leukemia anak dapat ditentukan juga dengan melihat usia.
Pasien anak usia < 18 bulan dan > 10 tahun termasuk dalam prognosis buruk
(Permono & Ugrasena, 2012). Selain itu, usia akan menggambarkan potensi
interaksi pasien terhadap terapi yang diberikan. Sekitar 20-30% terapi yang
diberikan terdapat efek samping yang akan memperburuk keadaan dan menambah
lama rawat inap (Fitriani et al., 2016).
Pada penelitian ini tidak diketahui untuk lama rawat inap pasien pertama
kali sehingga tidak didapatkan gambaran kondisi interaksi pasien terhadap
pengobatan yang diberikan pertama kali.
53
lebih sering pada laki-laki sebanyak 34 kasus (66,7%). Menurut Wu (2015), kasus
baru leukemia yang didiagnosis selama tahun 2009, terbanyak adalah laki-laki
sebanyak 25.630 kasus dan 19.160 kasus pada wanita. Insidensi leukemia
terbanyak adalah jenis kelamin anak lakilaki di Amerika Serikat (Hatter, 2010).
Sekitar 55% lebih laki-laki menderita leukemia di bandingkan dengan
perempuan (Rini, Aisy, & Asri, 2010; Arifin, 2004; Fridiyanti et al., 2015). Hal
ini sesuai dengan data dari SEER di Amerika tahun 2011 yang menunjukkan
kejadian leukemia lebih besar pada laki-laki dengan rasio 1,15. Hal ini
menunjukkan bahwa jenis kelamin juga memiliki pengaruh terhadap kejadian
leukemia anak dan menentukan faktor risiko anak (Zhang et. al, 2016; Wolley et
al., 2016). Diduga jenis kelamin laki-laki memiliki faktor risiko tinggi untuk
kejadian leukemia. Hal ini kemungkinan karena laki-laki diduga lebih sering
mengalami hiperleukositosis. Peningkatan leukosit yang berlebihan (>
3
50.000/mm ) menunjukkan jumlah sel blas yang sangat banyak sehingga
mengganggu proses granulositosis (pembentukan sel darah putih) yang berfungsi
sebagai imunitas tubuh (Sherwood, 2014; Permatasari et al., 2009; Permono &
Ugrasena, 2012). Selain itu, hiperleukositosis mengakibatkan penekanan kebagian
organ lain yang menyebabkan organomegali (Permono & Ugrasena, 2012)
54
Jumlah kasus leukemia yang banyak di daerah urban ini sesuai dengan
Chandrayani (2009) yang memperoleh pasien leukemia anak biasanya terbanyak
berasal dari daerah kota sebesar 85%. Selain itu, peningkatan kasus leukemia
terjadi dari 63 kasus menjadi 122 kasus dari tahun 2010-2011 di Jakarta (Depkes,
2016). Peningkatan kasus leukemia di daerah urban diduga karena jumlah
populasi di ibukota provinsi yang lebih banyak, fasilitas kesehatan yang
menunjang, dan penanganan secara cepat. Selain itu, penegakkan diagnosis
dengan BMP hanya dapat dilakukan di rumah sakit tipe A yang terdapat di
ibukota provinsi (Depkes, 2016; Supriyadi et al., 2013).
Frekuensi pasien yang berdomisili dari Samarinda diduga alamat yang
tertera adalah bukan alamat asal pasien karena pertimbangan tempat tinggal yang
dekat dengan pusat kesehatan atau dapat juga berupa alamat sementara dan alamat
keluarga lain yang menetap di Samarinda. Kemungkinan lain adalah jumlah
populasi di Samarinda lebih banyak dibandingkan dengan wilayah lain sehingga
jumlah leukemia lebih banyak di temui.
Pada penelitian ini, tidak ditemukan domisili pasien asal Balikpapan.
Padahal Balikpapan merupakan kota dengan jumlah kepadatan penduduk
terbanyak ke dua di Kalimantan Timur. Kemungkinan di Balikpapan tidak
terdapat tambang batubara yang diduga merupakan faktor risiko untuk leukemia.
Bisa juga karena rumah sakit Balikpapan telah mampu untuk melakukan
pemeriksaan BMP mandiri sehingga tidak diperlukan proses rujuk ke Samarinda.
Frekuensi leukemia di Kukar dan Berau meningkat dalam 5 tahun terakhir.
Kejadian di Kukar menunjukkan pada tahun 2011-2012 sebesar 45,5% dan tahun
2013-2015 meningkat menjadi 54, 5%. Kejadian di Berau didapatkan tahun 2011-
2012 sebanyak 11% dan meningkat pada 3 tahun berikutnya sebesar 88%.
Meningkatnya kasus leukemia tiga tahun terakhir di tempat tersebut, diduga akibat
pajanan batu bara. Diketahui di Kukar sendiri terdapat 14 tambang batu bara yang
aktif beroperasi dan Berau terdapat 3 tambang batu bara dengan satu tambang ke-
10 terbesar di Indonesia (Putri, 2016; Taufik, 2014). Dari sini, terlihat
peningkatan kasus leukemia di daerah yang memiliki perusahaan tambang batu
bara (Belson et al., 2006). Kondsi domisili yang berdekatan dengan tambang batu
bara, yaitu 2 km dari daerah industri diyakini memiliki efek meningkatkan
55
kemungkinan terjadinya kasus leukemia (Garcia et al., 2015; Fridiyanti et al.,
2015). Hal ini akibat paparan hidrokarbon yang memicu pertumbuhan sel blas
yang agresif di tubuh yang menekan hematopesis (Zhang et al., 2016; Lockwood,
2015; Permono & Ugrasena, 2012)
56
Pada penelitian ini didapatkan leukosit yang normal sebesar 27,8%,
meningkat sebesar 56,9%, dan menurun 15,2%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
dari 80 pasien leukemia anak mengalami leukosit yang meningkat (leukositosis).
Dari 45 pasien dengan jumlah leukosit yang meningkat, sebanyak 55,6%
ditemukan leukosit < 50.000/mm3 dan 44,4% dengan leukosit 50.000/mm3.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Irene (2015) dan Rahadiyanto et al.(2014)
memperoleh hasil leukositosis pada 50% pasien leukemia anak dengan jumlah
terbanyak adalah leukosit < 50.000/mm3 yang dalam penentuan faktor risiko
merupakan kategori standar. Pada penelitian ini juga diperoleh faktor risiko yang
terbanyak pada pasien leukemia anak di RSUD Abdul Wahab Sjahranie adalah
faktor risiko standar dengan ditemukannya jumlah leukosit < 50.000/mm3 (Wolley
et al., 2016).
Penelitian Pinontoan et al. (2014) & Fridayanti et al. (2012) menemukan
hasil leukosit pasien leukemia dijumpai normal, meningkat, dan menurun.
Menurut Arifin (2004), sebanyak 63,33% pasien leukemia mengalami leukosit
normal dan menurun. Kondisi ditemukannya leukemia yang normal atau menurun
ini disebut leukemia aleukemik yang cenderung ditemukan pada 25% pasien
leukemia (Bakta, 2006). Leukemia aleukemik adalah jumlah leukosit yang
menurun atau normal tanpa didapatkan sel yang abnormal (Bakta, 2006).
Pada penelitian ini, jumlah trombosit terbanyak adalah menurun sebesar
84,8% diikuti dengan jumlah trombosit normal 8,86%, dan meningkat 6,3%. Jadi,
sekitar 80% pasien leukemia pada penelitian ini mengalami trombositopenia.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Pertiwi et al. (2013) yang mendapatkan 35,3%
pasien leukemia mengalami kondisi trombositopenia dan anemia. Menurut
Ariwati et al.(2007) 84,8% kondisi trombositopenia ini dapat juga akibat
pengobatan menggunakan metotreksat kombinasi vinkristin.
Munculnya trombositopenia adalah akibat infiltrasi sel blas dengan
gangguan hematopoesis yang akan menurunkan jumlah megakariosit yang
berakibat menurunnya produksi trombosit (Rofinda, 2012; Tambunan et al., 2009;
Ciesla, 2007).
57
6.6 Karakteristik Status Keluar pada Pasien Leukemia Anak
Pada penelitian ini, status keluar pasien leukemia didapatkan 49 pasien
(81,7%) keluar daam keadaan hidup dan kondisi meninggal sebanyak 11 pasien
(18,3%). Dari 5 tahun terakhir, pasien leukemia yang hidup mengalami
peningkatan di tahun 2011-2012 hanya mencapai sekitar 24% dan tahun 2013-
2015 mencapai 75,6%. Sedangkan berdasarkan tipe leukemianya, pasien ALL
memiliki kemungkinan hidup yang lebih tinggi yaitu sebesar 75,6%. Tetapi, pada
penelitian ini juga diperoleh bahwa pasien yang meninggal terbanyak adalah dari
tipe ALL sebesar 14,7% dengan subtipe L1 yang terbanyak yaitu 6,3%.
Pada penelitian ini, dari 81,7% pasien yang keluar dalam keadaan hidup,
sebanyak 5% pasien keluar dalam keadaan remisi komplit. Sekitar 76,7%
merupakan pasien yang masih dalam tahap pengobatan yaitu fase konsolidasi dan
maintenance. Jumlah berbeda didapatkan pada penelitian Irena (2015) yang
memperoleh pasien yang keluar dalam keadaan remisi mencapai 66%. Hal ini
diduga tidak dibedakan antara fase remisi dan remisi komplit sehingga pada
perhitungan diperoleh remisi yang cukup banyak.
Meningkatnya status keluar pasien leukemia di RSUD dari 24% menjadi
75% ini diduga pasien yang masih menjalani perawatan. Kemungkinan lain adalah
tepatnya dan cepatnya penanganan yang telah diberikan sehingga kondisi pasien
segera membaik. Teori mengatakan kondisi pasien yang hidup untuk diagnosis
ALL adalah sebesar 90% (Wu, 2015; Paul et al., 2016). Hal ini menunjukkan
kemungkinan pasien leukemia anak dengan ALL memiliki status keluar yang
baik, yaitu keluar dalam keadaan hidup.
Meningkatnya status keluar pasien yang hidup didukung oleh angka
keberhasilan terapi yang meningkat sejak 1960 (Mulatsih, Sunarto, & Sutaryo,
2009). Selain itu juga, meningkatnya kemoterapi, respon awal terapi, dan
membaiknya supportive care mendukung angka keluar yang cukup tinggi
(Supriyadi et al., 2013).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Bali yang mendapatkan
pasien leukemia yang meninggal sebanyak 8,4% pada tipe ALL. Hal ini terjadi
karena diketahui pasien di Bali lebih banyak ditemukan pada ALL L3 yang
memiliki prognosis buruk. Selain itu juga, didapatkan pasien yang pulang paksa
58
karena sulit dan rumitnya diagnosis ditegakkan (Mudita, 2007). Sedangkan pada
penelitian ini, diduga pasien yang datang ke rumah sakit dalam keadaan yang
telah buruk. Terlambatnya orang tua mengetahui bahwa anaknya menderita
leukemia sehingga pasien tidak mendapatkan deteksi awal di fasilitas kesehatan
awal.
59
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini, yaitu:
1. Karakteristik leukemia didominasi oleh leukemia akut sebanyak 75 pasien
(93,8%) dengan tipe ALL terbanyak 54 pasien (67,5%) dan subtipe L1
pada 27 pasien (33,8%).
2. Rentang usia pasien terbanyak adalah 1-10 tahun sebanyak 50 pasien
(70,4%)
3. Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki 42 pasien (55,3%).
4. Setengah pasien leukemia berdomisili dari Samarinda sebanyak 30 pasien
(50%).
5. Karakteristik hasil laboratorium hematologi pada kebanyakan pasien, yaitu
kadar Hb > 10 g/dL sebanyak 44 pasien 56,4% dengan leukositosis pada
45 pasien (56,4%) dengan leukosit < 50.000/mm3 sebanyak 55,6% dan
hampir seluruh pasien mengalami trombositopenia sebanyak 67 pasien
(84,8%).
6. Status keluar pasien leukemia terbanyak adalah hidup sebanyak 49 pasien
(81,6%) dengan 5% pada fase remisi komplit.
7.2 Saran
Melihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan ada beberapa saran yang
ingin dikemukakan oleh peneliti yaitu :
1. Perlu dilakukan pengisian rekam medik lengkap serta perbaikan dalam
penyimpanan data rekam medik sehingga dapat dijadikan sumber data
yang jelas dan baik untuk kepentingan penelitian, pendidikan maupun
klinik.
2. Perlunya dilakukan analitik lebih lanjut untuk melihat keterkaitan lebih
jelas antara faktor-faktor yang berpengaruh (usia, jenis kelamin, domisili,
dan status keluar) terhadap penyebab leukemia pada anak.
60
3. Penelitian yang menggunakan data sekunder berupa berkas dari Instalasi
Rekam Medik lebih baik menggunakan periode 2 tahun terakhir.
4. Perlu diperoleh data hasil laboratorium hematologi pasien pertama kali
datang ke rumah sakit untuk penanganan awal untuk membandingkan
dengan data yang diperoleh setelah dilakukan BMP.
5. Dapat dilakukan pengambilan data domisili dengan teknik wawancara
(Data primer) untuk penelitian selanjutnya.
6. Perlu dilakukan edukasi terhadap orang tua tentang leukemia anak karena
dari penelitian, leukemia terus meningkat setiap tahunnya sehingga orang
tua lebih waspada terhadap leukemia.
61
DAFTAR PUSTAKA
Racial or ethnic variations. (2015). Retrieved maret 17, 2016, from CDC:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/
cancer: WHO. (2016). Retrieved March 17, 2016, from WHO int:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/
Alteri, R., Bertraut, T., Brooks, D., Chambers, W., Ellen Chang, c. D., Gensler,
T., et al. (2015). cancer facts & figures 2015. Retrieved March 21, 2016,
from cancer.org:
http://www.cancer.org/acs/groups/content/@editorial/documents/documen
t/acspc-044552.pdf
62
Bangun, P. K., Lubis, B., Sofyani, S., Rosdiana, N., & Siregar, O. R. (2014). Risk
Factors of Childhood Leukemia. Paediatrica Indonesiana Volume 54, 358-
364.
Barret, K. E. (2012). Darah Sebagai Cairan yang Beredar & Dinamika Aliran
Darah & Limfe. In Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong (pp. 590-591).
Jakarta: EGC.
Behrman, R. E., Kliegman, R., & B.F Santon, J. S. (2011). Nelson Textbook of
Pediatrics. Washington DC: Elsavier.
Belson, M., kingsley, B., & holmes, A. (2006). Risk Factors for Acute Leukemia
in Children: A review. Environ Health Perspect.
DG, T., & A, B. (2011). The Leukemias. In K. RM, S. BM, & B. Geme J schlor,
Nelson's textbook of pediatrics edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders.
Fardani, Aditya, R., Nency, Movieta, Y., Cayami, & Kurniawan, F. (2013).
Pengaruh Pemberian Asi Terhadap Angka Kejadian Leukemia Akut Pada
Anak. Diponegoro University Institutional Repository.
Fitriani, S. W., Mutiara, R., Malik, A., & Andriastuti, M. (2016). Angka Kejadian
dan Faktor yang Memengaruhi Potensi Interaksi dengan Obat pada Pasien
Leukemia Akut Anak yang Menjalani Rawat Inap. Sari Pedatri, 129-136.
63
Freedman, M., Stewart, P., Kleinerman, R., Wacholder, S., Hatch, E., Tarone, R.,
et al. (2001). Household Solvent Exposures and Childhood Acute
Lymphoblastic Leukemia. Us National Library of Medicine National
Institutes of Health (Pubmed), 564-597.
Fridiyanti, Masdar, H., & Asriani, S. (2015). Profil Pasien Leukemia Anak di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode Tahun 2013-2014. Jurnal
Fakultas Kedokteran Universitas Riau, 78-86.
Garcia, P., Lopez, A., Gome, B., Morales, P., Pardo, R., & Tamayo, I. (2015).
Childhood Leukemia and Residential Proximity to Industrial and Urban
Sites. US National Library of Medicine National Institutes of Health
(NCBI).
Gholami, A., Salarilak, S., Hejazi, S., & Khalkhali, H. R. (2011). Parental Risk
Factor of Childhood Acute Leukemia: A Case Control Study. Journal of
Research in Health Sciences (JRHS), 69-76.
Hillman, R. S., Aulth, K., & Rinder, H. (2005). The Acute Myeloid Leukemias. In
Hematology in Clinical Practice (pp. 206-235). Amerika Setikat:
McGraw-Hill.
Hilman, K. A., Ault, H. M., & Rinder. (2005). Hematology in Clainical Practice .
Amerika Serikat: McGraw-Hill.
Hjalmars, U., Kulldroff, M., & Gustafsson, G. (1994). Risk of Acute Childhood
Leukemia in Sweden after the Chernobyl Reactor Accident. Swedish Child
Leukemia Group. US National Library of Medicine National of Health
(Pubmed), 154-157.
Hoffbrand, A. V., Moss, P., Pendit, B., Setiawan, L., & Iriani, A. (2013). Kapita
Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
64
Hoffbrand, A., & Moss, P. (2013). etiologi dan genetik pada keganasan
hematologi. In Kapita selekta hematolog (p. 138). Jakarta: EGC.
Isnani, N., Perwitasari, D., Andalusia, R., & Mahdi, H. (2014). Evaluasi
Toksisitas Hematologi Akibat Penggunaan 6-Merkaptopurin dalam Fase
Pemeliharaan pada Pasien Pediatri Kanker Leukemia Limfoblastik Akut di
RS KAnker Dharmais Jakarta. Media Farmasi, 90-97.
Koolman, J., & Rohm, K.-H. (2001). Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Jakarta:
Hipokrates.
kumar, v., Cotran, R., & Robbins, S. (2007). Buku ajar patologi Robbins. Jakarta:
EGC.
Larr, M. V., Kinsey, S., & Feltbower, R. (2015). Survival of Childhood Acute
Lymphoid Leukaemia in Yorkshire by Clinical Trial Era 19990-2011. US
National Library of Medicine National Institutes of Health [NCBI].
Latamu, F., Jeanette, M., & Max, M. (2015). Angka Kejadian Diare pada Anak
dengan Leukemia Limfoblastik Akut di RSUP Prof. DR. R.D. Kandou
65
Manado Periode Tahun 2011-2015. Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi.
Linet, M., Ries, L., Smith, M., Tarone, R., & Devesa, S. (1999). Cancer
Suveilance Series: Recent Trends in Childhood Cancer Incidence and
Mortalyti in United States. US National Library of Medicene National
Institutes of Health (Pubmed.gov), 1051.
McCance, K., & Huether, S. (2006). Pathophysiology, The Biologic for Disease in
Adults and Children. Philadelphia: Mosby Inc.
Mir, M. A. (2016, maret 18). Chronic Lymphocytic Leukemia. Retrieved maret 22,
2016, from medscape: http://emedicine.medscape.com/article/199313-
overview
Mulatsih, S., & Meiliana, S. (2009). Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak Usia
di Bawah Satu Tahun. Sari Pediatri Volume 11, 219-222.
Mulatsih, S., Sunarto, & Sutaryo. (2009). Fusi Gen Translocation Ets Leukemia-
Acut Myeloid Leukemia 1 (Tel-Aml1) Sebagai Faktor Prognosis pada
Leukemia Limfoblastik Akut Anak. Sari Pediatri, 404-409.
Paul, S., Kantarjian, H., & Jabbour, E. (2016). Adult Acute Lymphoblastic
Leukemia. US National Library of Medicine National Institutes of Health
(NCBI).
Permatasari, E., Windiastuti, E., & Satari, H. I. (2009). Survival and prognostic
factors of chilhood acute lymphoblastic leukemia. Pediatrica Indonesiana,
365-371.
66
Permono, B., & Ugrasena, I. (2012). Leukemia Akut. In B. Permono, Sutaryo, I.
Ugrasena, E. W, & M. Abdulsalam, Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak
(pp. 236-245). Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Price, S. a., & Wilson, L. M. (2006). Konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6.
Jakarta: EGC.
Pusponegoro, H. D., MZ, M., Kaban, R. K., Suradi, R., & Windiastuti, E. (2001).
Clinical features and survival pattern of central nervous system leukemia
in children with acute lymphoblastic leukemia. Paediatrica Indonesiana,
247-252.
Putri, N. I. (2016). Profil Fungsi Paru Pekerja Tambang Batu Bara di Kalimantan
Timur [SKRIPSI]. Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Rahadiyanto, K. Y., Liana, P., & Indriani, B. (2014). Pola Gambaran Darah Tepi
pada Penderita Leukemia di Laboratorium RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang. MKS, 259-265.
Rahma, Rasyidi, N., & Daud, D. (2016). Hubungan Jenis Kelamin dan Relaps
pada Leukemia Limfoblastik Akut-L1 (LLA-L1) Anak. JST Kesehatan,
76-82.
Reynold, P., Behren, J. V., GUnier, R., Goldberg, D., Hertz, A., & Smith, D.
(2003). Chilhood Cancer Incidence Rates and Hazardous Air Pollutants in
California: An Exploratory Analysis. Us National Library of Medicine
National Institutes of Health (Pubmed), 663-668.
Rini, A. T., Aisy, m., & Asri, Y. (2010). Karakteristik Leukemia Limfoblastik
Akut di Rumah Sakit Kanker "Dharmais" 2000-2008. Indonesian Journal
of Cancer.
67
Roganovic, J. (2013). Acute Lymphoblastic Leukemia in Children. In M.
GUenova, & G. Balatzenko, Leukemia (pp. 39-56). Croatia: InTech.
Rudolph, A. M., Hoffman, J., & Rudolph, c. (2006). Buku ajar pediatri Rudolph.
Jakarta: EGC.
Sambo, C. M., & Chozie, N. A. (2016, February 4). Kenali Tanda Awal Penyakit
Keganasan Pada Anak. Retrieved March 21, 2016, from idai:
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kenali-tanda-awal-
penyakit-keganasan-pada-anak
Seiter, K. (2015, oktober 13). Acute Lymphoblastic Leukemia. Retrieved maret 22,
2016, from medscape: http://emedicine.medscape.com/article/207631-
overview#a5
Sjakti, H. A., Gatot, D., & Windiastuti, E. (2012). Hasil Pengobatan Leukemia
Mieloblastik Akut pada Anak. Sari Pediatri Vol. 14, 40-45.
Sjakti, H. A., Gatot, D., & Windiastuti, E. (2012). Hasil Pengobatan Leukemia
Mieloblastik Akut pada Anak. Sari Pediatri Volume 14, 40-45.
Sulastiana, Muda, S., & Jemadi. (2012). Karakteristik Anak yang Menderita
Leukemia Akut Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011-
2012.
68
(ADE) vs Modifikasi Nordic Society of Pediatric Hematology and
Oncology (m-NOPHO). Sari Pediatri Volume 14, 345-350.
Tambunan, K. L., S., M., S., S., D., Z., Muthalib, A., & R, A. H. (2009).
Pendekatan Diagnosis Klinik Kelainan Hemostasis. In R. D. Setiabudy,
Hemostasis dan Trombosis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Taufik, R. (2014, January 13). 1.439 Karyawan Tambang Batu Bara di PHK di
Kukar. Retrieved 2016, from Tribun Kaltim:
http://kaltim.tribunnews.com/2014/01/13/1-439-karyawan-tambang-
batubara-di-phk-di-kukar
Wigle, D., Turner, M., & Krewski, D. (2009). A Systematic Review and Meta-
Analysis of Childhood Leukemia and Parental Occupational Pesticide
Exposure. National Institutes of Environmental Health Science .
Wolley, N. G., Gunawan, S., & Warouw, S. M. (2016). Perubahan Status Gizi
pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut selama Pengobatan.
Jurnal e-Clinic (eCI) Volume 4.
Wu, L. (2015, april 3). Leukemias. Retrieved maret 22, 2016, from Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/1201870-overview
Zhang, J., Zeng, Q., Zhao, L., Zhang, M., Zhang, L., & Gu, q. (2016). Association
Between Parental Exprosure to Environmental Risk Factors and The Risk
of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia. US NAtional Library of
Medicine National Institutes of Health (NCBI).
ZipfTF, Berg, S., Roberts, W., Poplack, D., Steuber, C., & Bleyer, W. (2000).
Childhood Leukemias. In A. MD, A. JO, L. AS, & N. JE, Clinical
Oncologi (pp. 2402--2429). Philadelphia: Churchill Livingston.
69
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
70
71
Lampiran 3 Surat Izin di Instalasi Rekam Medik
72
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian di Lab. Patologi Klinik
73
Lampiran 5. Tabel Master Data
No Usia Kategori JK Alamat Klasifikasi Diagnosis Hb kategori Leukosit Trombosit Status Keluar Tahun
1 Missed Missed p Missed AML AML 9.7 2 meningkat menurun missed 2015
2 10 2 L Kukar ALL ALL L3 11.1 3 meningkat menurun hidup 2015
3 12 3 L Berau ALL ALL L2 8.5 2 meningkat menurun hidup 2015
4 4 1 P Samarinda ALL ALL L1 6.7 2 meningkat menurun hidup 2015
5 5 1 L Samarinda ALL ALL L2 9.4 2 meningkat menurun hidup 2015
6 3 1 p Berau AML AML M2 10 3 meningkat menurun hidup 2014
7 14 3 P Samarinda ALL ALL L3 11.7 3 meningkat normal Meninggal 2015
8 13 3 P Bontang AML AML 11.1 3 meningkat menurun hidup 2015
9 Missed Missed Missed Missed ALL ALL L1 10.9 3 menurun menurun missed 2015
10 9 2 L Bontang ALL ALL L2 8.4 2 meningkat menurun hidup 2013
11 Missed Missed Missed Missed ALL ALL L1 13 3 meningkat menurun missed 2013
12 Missed Missed Missed Missed ALL ALL L2 9.1 2 normal menurun missed 2015
13 1 1 L Bontang ALL ALL L1 9.8 2 normal menurun hidup 2015
14 5 1 P Kukar ALL ALL L1 9.2 2 meningkat menurun hidup 2015
15 4 1 L Samarinda ALL ALL L1 14.3 3 normal menurun Meninggal 2012
16 13 3 L Samarinda ALL ALL L1 8.9 2 normal menurun hidup 2014
17 15 3 L Samarinda ALL ALL L2 8.7 2 meningkat menurun Meninggal 2015
18 11 2 P Berau AML AML 7.5 2 meningkat menurun hidup 2015
19 4 1 P Samarinda ALL ALL L2 13.7 3 meningkat menurun hidup 2015
20 10 2 L Berau ALL ALL L2 11.7 3 normal menurun hidup 2013
21 2 1 P Samarinda ALL ALL L2 missed missed missed missed hidup 2015
22 4 1 L Samarinda AML AML 12.4 3 meningkat menurun hidup 2015
23 5 1 L Samarinda ALL ALL L2 9.1 2 meningkat menurun hidup 2015
24 0 1 P Samarinda AML AML 7.7 2 normal menurun Meninggal 2015
25 6 2 L Samarinda ALL ALL L1 10.6 3 meningkat menurun hidup 2014
26 2.5 1 L Bontang ALL ALL L2 12 3 meningkat menurun hidup 2014
74
27 10 2 P Samarinda ALL ALL L1 12 3 menurun menurun hidup 2013
28 6 2 P Bontang CML CML 8.6 2 meningkat meningkat hidup 2014
29 Missed Missed L Missed CML CML 11.5 3 meningkat menurun missed 2014
30 Missed Missed L Missed CML CML 12.8 3 meningkat normal missed 2014
31 Missed Missed L Missed CML CML 12.3 3 meningkat meningkat missed 2014
32 3 1 P berau AML AML M2 10.4 3 meningkat menurun hidup 2014
33 1 1 P Missed ALL ALL 11 3 normal meningkat missed 2014
34 6.5 2 P Kutim ALL ALL L1 11.1 3 normal menurun hidup 2014
35 0 1 P Bontang ALL ALL L2 11.2 3 menurun menurun hidup 2014
36 0 1 L Samarinda ALL ALL L2 9.8 2 meningkat menurun hidup 2014
37 8 2 L Samarinda ALL ALL L1 13.6 3 menurun menurun hidup 2014
38 4 1 P Kukar ALL ALL L1 10.2 3 normal menurun Meninggal 2014
39 2.5 1 L Kukar ALL ALL L3 10.2 3 normal menurun hidup 2014
40 11 2 L Samarinda ALL ALL L1 14.1 3 normal normal hidup 2014
41 3 1 L Samarinda ALL ALL L1 13.3 3 normal menurun hidup 2012
42 13 3 L Samarinda AML AML M3 10.9 3 meningkat menurun hidup 2014
43 6 2 p Samarinda ALL ALL L2 8.4 2 menurun menurun hidup 2013
44 5 1 L Samarinda ALL ALL L1 11.3 3 meningkat menurun hidup 2013
45 Missed Missed P Missed AML AML M5 9.8 2 meningkat menurun missed 2013
46 3 1 L Berau ALL ALL L1 11.7 3 menurun menurun hidup 2013
47 8 2 P Berau ALL ALL L3 11.3 3 normal menurun hidup 2013
48 11 2 L Kukar ALL ALL L2 9.4 2 normal normal hidup 2013
49 1.5 1 L Samarinda ALL ALL L2 10 2 normal menurun hidup 2013
50 0 1 P Kukar ALL ALL L2 11.8 3 meningkat menurun Meninggal 2013
51 2 1 L Samarinda ALL ALL L1 13.7 3 normal menurun Meninggal 2013
52 1 1 L Bontang AML AML M5 12.4 3 meningkat menurun hidup 2013
53 8 2 P Samarinda AML AML M4 11.4 3 normal menurun Meninggal 2013
54 4 1 L Samarinda AML AML 12.8 3 meningkat menurun hidup 2012
75
55 3 1 L Kukar ALL ALL L2 12.1 3 normal normal hidup 2012
56 9 2 P Missed AML AML M3 8.7 2 meningkat menurun missed 2012
57 12 3 P Kukar ALL ALL L1 9.9 2 menurun menurun Meninggal 2012
58 18 3 L Missed AML AML M5 8 2 meningkat menurun missed 2012
59 2 1 P Kutim ALL ALL L1 11.2 3 menurun menurun hidup 2015
60 15 3 L Kukar CML CML 7.1 2 meningkat meningkat hidup 2011
61 11 2 P Samarinda ALL ALL L1 missed menurun meningkat hidup 2011
62 8 2 P Samarinda ALL ALL L1 8.9 2 menurun menurun hidup 2011
63 3 1 L Kukar AML AML 9 2 meningkat menurun hidup 2011
64 Missed Missed Missed Missed ALL ALL L2 4.9 1 meningkat menurun missed 2011
65 5 1 P Kukar ALL ALL L3 10.2 3 meningkat menurun Meninggal 2011
66 9 2 P Samarinda ALL ALL L3 12.5 3 meningkat menurun hidup 2011
67 11 2 L Berau ALL ALL L3 8.9 2 normal menurun hidup 2011
68 5 1 L Bontang ALL ALL L2 14.6 3 normal menurun hidup 2011
69 5 1 L Missed ALL ALL 7.5 2 meningkat menurun missed 2011
70 11 2 L Missed AML AML 7.1 2 meningkat menurun missed 2011
71 4 1 P Samarinda ALL ALL L2 11.2 3 meningkat menurun hidup 2011
72 3 1 L Samarinda ALL ALL L1 5.5 2 menurun menurun Meninggal 2011
73 5 1 L Samarinda ALL ALL L1 10.9 3 menurun normal hidup 2011
74 1 1 P Missed ALL ALL L1 12.4 3 normal menurun missed 2012
75 4 1 L Missed AML AML M5 9 2 meningkat normal missed 2012
76 17 3 P Missed AML AML M4 9.95 2 meningkat menurun missed 2012
77 7 2 L Missed AML AML 12.9 3 meningkat menurun missed 2012
78 5 1 L Missed ALL ALL L1 11.4 3 normal menurun missed 2012
79 10 BLN 1 P Missed AML AML 8.7 2 meningkat menurun missed 2012
80 12 3 P Berau AML AML 9 2 meningkat menurun hidup 2014
76
Lampiran 6 Hasil Perhitungan Microsoft Excel
Row Count of
Labels Klasifikasi
ALL 67.50%
AML 26.25%
CML 6.25%
Grand
Total 100.00%
Count of Status Count of Status
Row Labels Keluar Keluar2
Hidup 49 61.25%
Meninggal 11 13.75%
Tidak ada
data 20 25.00%
Grand
Total 80 100.00%
Trombosit Count of Trombosit Count of Trombosit2
Meningkat 5 6.25%
Menurun 67 83.75%
Normal 7 8.75%
Tidak adat
data 1 1.25%
Grand
Total 80 100.00%
Count of Count of
Row Labels Leukosit Leukosit2
Meningkat 45 56.25%
Menurun 12 15.00%
Tidak ada
data 1 1.25%
Normal 22 27.50%
Grand
Total 80 100.00%
77
Grand Total 80 100.00%
Count of Count of
Row Labels Alamat Alamat2
Berau 9 11.25%
Bontang 8 10.00%
Kukar 11 13.75%
Kutim 2 2.50%
Samarinda 30 37.50%
Tidak ada
data 20 25.00%
Grand
Total 80 100.00%
Count of Count of
jenis kelamin JK JK2
Laki-laki 42 52.50%
Perempuan 34 42.50%
Tidak ada
data 4 5.00%
Grand Total 80 100.00%
Usia Count of
(Tahun) Kategori
0-5 39
6-11 21
12-18 11
Tidak ada
data 9
Grand Total 80
Column
Count of Diagnosis Labels
ALL ALL ALL AML AML AML AML Grand
Row Labels ALL L1 L2 L3 AML M2 M3 M4 M5 CML Total
ALL 2 25 20 7 54
AML 11 2 2 2 4 21
CML 5 5
Grand Total 2 25 20 7 11 2 2 2 4 5 80
78