Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan dengan hasil panen yang
sangat tinggi dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya. Dalam satu kali panen, pada
umumnya satu minggu atau dua minggu sekali, dapat mencapai 3 ton/ha (Direktorat Jendral
Perkebunan, 2015). Oleh sebab itu sistem transportasi diperkebunan kelapa sawit merupakan
salah satu pekerjaan yang penting karena mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh.
pengangkutan merupakan salah satu dari tiga mata rantai terpenting dalam menjaga kualitas
TBS yaitu panen, angkut, dan olah (PAO). Pemilihan jenis alat angkut harus dilakukan
dengan tepat, karena pengangkutan menghabiskan biaya dan membutuhkan waktu namun
tidak menambah nilai pada bahan (Robecca, 2011).
Menurut Pardamean, (2014) ada 6 faktor yang menjadi penentu keberasilan kebun
kelapa sawit yaitu; penentuan bibit yang akan ditanam, sumber daya manusia, infrasturktur
(prasarana transportasi), ketersediaan alat agkut yang memadai (sarana transportasi), investasi
atau modal yang cukup besar, dan keamanan dan kenyamanan dalam berusaha. Dari keenam
faktor tersebut dua diantaranya yaitu sarana dan prasarana transportasi, hal ini membuktikan
pentingnya manajemen pengankutan pada perkebunan kelapa sawit. Hal yang menjadi faktor
utama dalam pemilihan alat angkut adalah waktu pengangkutan, biaya yang dikeluarkan
untuk pengangkutan, penyusutan sarana dan prasarana angkutan.
Salah satu permasalahan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut adalah
sulitnya mengangkut TBS karena tanah yang bersturuktur lembut sehingga sulit untuk
dilintasi alat angkut dengan bobot yang berat. Roda kendaraan akan tertanam dan sulit untuk
berjalan (macet) jika tidak di lakukan pengerasan yang permanen (dikoral/ diaspal), karena
selain bobot kendaraan yang cukup berat ditambah lagi berat muatan TBS. Lahan gambut
merupakan lahan yang sulit dilakukan pengerasan terutama sebagai jalan yang akan dilalui
dengan muatan yang berat. Untuk pengerasan jalan pada lahan gambut tentu membutuhkan
biaya yang tidak sedikit. Oleh sebab itu, pemilihan sarana dan prasarana pengangkutan perlu
dipertimbangkan dengan baik agar pengangkutan berjalan efektif dan efesien.
Perkebunan kelapa sawit milik Bapak Aman, berlokasi Di Desa Kembang Seri,
Kabupaten Bengkulu Tengah, memiliki jenis lahan gambut dengan luas 100 ha. Sejak kelapa
sawit mulai berproduksi pada tahun 2000, pengangkutan TBS kelapa sawit menggunakan Taft
dan Traktor. Pengerasan jalan dilakukan dengan cara ditimbun menggunakan tanah
kuning/podsolik. Akan tetapi usaha tersebut tidak efektif karena saat turun hujan, jalan

1
menjadi licin, lengket, dan berlumpur sehingga target pengangkutan tidak terpenuhi (tidak
efektif) dan pembengkakan biaya bahan bakar, biaya perbaikan alat angkut, biaya tenaga kerja
serta biaya perbaikan jalan (tidak efesien). Pada tahun 2012, perkebunan Bapak Aman
melakukan pembangunan jalan rel di tengah-tengah perkebunan, sebagai lintasan lori untuk
mengangkut TBS. TBS diangkut dari tempat pengumpulan sementara (TPS) di pinggir lahan
ke TPH kecil di tepi menggunakan tap badak atau traktor, kemudian dari TPH kecil diangkut
mengunakan lori ke TPH besar. Pembaruan instalasi alat angkut ini dengan tujuan agar sistem
pengangkutan lebih efektif dan efesien.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan angkutan lori
tersebut meningkatkan efektifitas dan efesiensi pengankutan. Jika terjadi peningkatan
seberapa besar peningkatanya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan
penelitian dengan judul Kajian Kombinasi Alat Angkut Tandan Buah Segar (TBS) di
Perkebunan Kelapa Sawit Desa Kembang Seri Kabupaten Bengkulu Tengah

2
1.1 Rumusan masalah
1.1.1 Seberapa efektif dan efesien kombinasi alat angkut yaitu taft badak dengan lori
jika dibandingkan sebelum kombinasi hanya menggunakan taft badak?
1.1.2 Apakah kelemahan dan keunggulan sebelum kombinasi (hanya taft badak) dan
setelah kombinasi (taft badak dan lori)?
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Membandingkan efektifitas dan efesiensi kombinasi taft badak dengan lori dan
sebelum kombinasi hanya taft badak.
1.2.2 Menjelaskan kelemahan dan keunggulan dari kombinasi taft dengan lori dan
sebelum kombinasi hanya taft dan traktor.
1.3 Batasan masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari permasalahan yang akan diteliti, maka
penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal sebagai berikut:
1.3.1 Kajian pengangkutan TBS hanya dilakukan dari TPH kecil ke TPH besar.
1.3.2 Alat angkut yang akan dianalisis adalah Taft Badak, Traktor, dan Lori
1.3.3 Hal yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pencapaian target pengangkutan,
waktu pengangkutan (kg/jam), jumlah tenaga kerja (orang), biaya transportasi
(Kg/rupiah) dan permasalahan yang ditemukan, sebelum dan sesudah kombinasi
alat angkut (Taft Badak dan Lori).
1.3.4 Analisis efesiensi hanya dilakukan terhadap biaya variabel atau biaya tidak tetap.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Hasil penelitian dapat digunakan oleh perkebunan kelapa sawit atau industri
kelapa sawit sebagai analisis pemilihan jenis alat angkut, khususnya pada lahan
gambut dan lahan datar.
1.4.2 Memecahkan permasalahan pengangkutan TBS pada lahan gambut.
1.4.3 Sebagai referensi penelitian selanjutnya

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkebunan

Dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2004, menjelaskan tentang


perkebunan, yang dimaksud dengan perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan
tanaman semusim dan atau tanaman tahunan pada tanah dan atau media tumbuh lainya dalam
ekosistem yang sesuai, mengelola dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut,
dengan bantuan ilmu dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud
perkebunan rakyat yaitu perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola oleh rakyat/pekebun
yang dikelompokan dalam usaha kecil tanaman perkebunan rakyat dan usaha rumah tangga.
perkebunan rakyat dicirikan tidak berbadan hukum, sedangkan perkebunan besar adalah
perkebunan yang diselengarakan atau dikelola secara komersial oleh perusahaan yang
berbadan hukum dan perkebunan besar terdiri dari perkebunan besar negara (PBN) dan
perkebunan besar swasta (PBS) nasional/asing.

Menurut Parmadean, (2008) perusahaan perkebunan dibagi menjadi 3 klasifikasi yaitu:


1. Perusahaan Perkebunan Kecil
Perusahaan Perkebunan Kecil adalah perusahaan yang memiliki satu kebun atau Pabrik
Kelapa Sawit (PKS). Manajemen masih dipegang oleh pemilik, segala keputusan meskipun
masalah kecil, harus diputuskan oleh pemilik. Pendelegasian wewenang tidak ada dan semua
karyawan bersifat pembantu biasa atau bekerja setelah menunggu intruksi dari pemilik.
Pemilik perusahaan memegang kekuasaan penuh dan bawahan tidak pernah diminyai
pendapat. Kelangsungan hidup perusahaan hanya bergantung pada satu orang. Pada
perusahaan perkebunan kecil tidak ada tingkat manajemen (single management) atau
kebijakan seseorang (one man polycy). Bagan sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

2. Perusahaan Perkebunan Menegah


Perusahaan perkebunan menengah yaitu perusahaan yang sudah lebih maju dan sudah
memiliki cukup waktu untuk mengelola sendiri semua kegiatan kebun dan PKS. Wewenang
dan tanggung jawabnya sebagian didelegasikan kepada orang lain (pelaksana), yang
membantu pemilik perusahaan dalam mengendalikan mengawasi kegiatan kebun dan PKS.

4
3. Perusahaan Perkebunan Besar
Pada perusahaan perkebunan besar dengan unit usaha tersebar di beberapa wilayah
kerja dengan jarak yang berjauhan, pimpinan perusahaan (kantor pusat) tidak mampu lagi
mengendalikan perusahaan. Keputusan sebagian atau seluruh fungsi operasional kepada
manajemen lebih bawah. Sementara, pimpinan berada dalam status pengendalian organisasi
secara keseluruhan. Pendelegasian wewenang dari pimpinan perusahaan berupa pembentukan
kantor wilayah atau manajemen wilayah. Menajemen wilayah membantu manajemen kantor
pusat dalam mengendalikan dan mengawasi kegiatan kebun dan PKS yang ada dalam
wilayahnya. Selanjutnya kantor wilayah membagi kegiatannya kedalam unit-unit yang lebih
kecil. Unit-unit ini disebut sebagai departemen, bagian, dan unit kerja. Unit kerja terdiri atas
kebun dan PKS. Tiap-tiap unit kerja di bawah tanggung jawab manajer. Pembagian ini
diperlukan, karena semakin besar suatu perusahaan, pemusatan kendali semakin sulit
dilakukan. Sehubungan dengan pendelegasian tugas dan wewenang, pimpinan perusahaan
membutuhkan alat pengawasan untuk mengetahui kemajuan yang dicapai. Kebutuhan ini
dapat dipenuhi dengan adanya sistem akuntansi yang direncanakan dengan baik. Berikut
bagan perusahaan perkebunan besar:

5
2.2. Sejarah Kelapa Sawit (Lubis, 2011)

2.2.1. Asal Tanaman Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit (elaeis guineensis jacq) berasal dari Benua Afrika. Kelapa sawit
banyak dijumpai di hutan hujan tropis Negara Kemarun, Pantai Gading, Ghana, Liberia,
Nigeria, Sierra Leone, Togo, Angola, dan Kongo. Penduduk setempat menggunakan kelapa
sawit untuk memasak dan bahan kecantikan. Selain itu, buah kelapa sawit juga dapat diolah
menjadi minyak nabati. Warna dan rasa minyak yang dihasilkan sangat bervariasi.
Minyak kelapa sawit mengandung karotenoid yang cukup tinggi. Karotenoid
merupakan pigmen yang menghasilkan warna merah. Selain itu, terdapat komponen utama
yaitu asam lemak jenuh palmitat yang menyebabkan minyak bertekstur kental-semi padat dan
menjadi lemak padat di daerah beriklim sedang. Minyak kelapa sawit merupakan bahan baku
yang penting untuk berbagai masakan tradisional di Afrika Barat. Mulai abad ke-14 hingga
ke-17, buah sawit dibawa dari Afrika ke Amerika. Penyebaranya mencapai Amerika bagian
Timur.
Kelapa sawit sebagai sumber penghasil minyak nabati memegang peranan penting bagi
perekonomian negara. Penanaman kelapa sawit umumnya dilakukan di negara beriklim tropis
yang memiliki curah hujan tinggi (minimum 1.600 mm/tahun). Perkembangan industri kelapa
sawit di negara beriklim tropis telah didorong oleh potensi produktivitas yang sangat tinggi.
2.2.2. Perdagangan Kelapa Sawit

Perdagangan minyak kelapa saiwt di dunia dimulai sekitar abat ke-19. Sementara itu,
perdagangan kernel dan minyak inti kelapa sawit baru dikembangkan setelah tahun 1832.
minyak kelapa sawit diduga dipasarkan melalui jalur darat. Pasalnya, bukti arkeologi
menunjukan bahwa minyak kelapa sawit kemungkinan besar tersedia di Mesir kuno sekitar
tahun 3.000 SM. Pengalian sebuah makam di Abydos, ditemukan beberapa kilo gram minyak
kelapa sawit masih dalam bentuk aslinya di dalam sebuah benjana.

Kelapa sawit menjadi produk unggulan di kapal kargo budak setelah perdagangan
budak dihapuskan. Sebagian Orang Eropa mulai melakukan pemurnian minyak kelapa sawit
untuk menjaga kebersihan dan higienitas produknya. Pada awal abat ke-19, petani Afrika
mulai memasok minyak melalui perdagangan ekspor sederhana serta memproduksi kelapa
sawit. Setelah tahun 1900, perkebunan yang dikelola oleh bangsa Eropa mulai didirikan di
Afrika Tengah dan Asia Tenggara. Perdagangan minyak kelapa sawit di pasar internasional
terus tumbuh perlahan dan mencapai tingkat 250.000 ton/tahun pada tahun 1930.

6
Antara tahun 1962 dan 1982 terjadi ekspansi yang cepat dari perdagangan ekspor
minyak sawit disertai dengan perkembangan yang signifikan di sektor perkebunan. Hasilnya,
ekpor minyak sawit meningkat dari 500.000 menjadi 2.400.000 juta ton/tahun. Pada tahun
1982, negara Malaysia merupakan produsen terbesar di dunia. Sekkitar 56% dari total
produksi minyak sawit dunia dikuasai oleh negara Malaysia. Peningkatan produksi di
Malaysia didukung oleh perkebunan swasta. Pada tahun 1990, produksi minyak sawit di dunia
hampir mencapai 11.000.000 ton/tahun dengan fluktuasi minyak yang diperdagangkan
mencapai 8.500.000 ton.

2.2.3. Kelapa Sawit di Indonesia


Kelapa sawit mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1848 oleh pemerintah Belanda. Saat
itu itu tanaman kelapa sawit dianggap sebagai salah satu jenis tanaman hias. Kebun Raya
Bogor yang dahulu bernama Buitenzorg terdapat empat tanaman kelapa sawit, dua berasal
dari Bourbon (Mauritus) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Belanda. Pada tahun 1853,
tanaman tersebut berbuah dan bijinya dibagikan secara gratis. Keempat tanaman tumbuh
subur dan berbuah lebat. Meskipun berbeda waktu penanaman (penanaman tanaman yang
berasal dari Bourbon lebih dahulu dua bulan), waktu berbuahnya hampir sama. Kemungkinan
besar sumber genetiknya diperoleh dari sumber yang sama. Uji coba penanaman kelapa sawit
pertama di Indonesia di lakukan di Banyumas, Jawa Tengah seluas 5,6 hektare dan di
Karesidenan Palembang, Sumatra Selatan Seluas 2,02 hektare. Setelah itu, uji coba dilakukan
di beberapa daerah, seperti di Muara Enim, Musi Ulu, dan Belitung. Pada tahun 1911, kelapa
sawit mulai dibudidayakan secara komersial dengan membuat perkebunan, khususnya di
Sumatra Utara, Lampung dan Aceh. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia
adalah Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia. Budidaya yang dilakukan oleh K.
Schadt yang menandai berkembangnya perkebuan kelapa sawit di Indonesia.
Pada tahun 1919, indonesia mengekspor 576 ton minyak kelapa sawit. Setelah itu
ekspor minyak inti kelapa sawit dilakukan pada tahun 1923. Pada massa penjajahan belanda,
perkebunan kelapa sawit maju pesat hingga mampu menggeser dominasi ekspor negara di
Afrika. Pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan
keamanan. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan keamanan dalam negeri yang tidak
kondusif menyebabkan produksi kelapa sawit menurun. Posisi Indonesia sebagai pemasok
minyak sawit dunia terbesar menjadi tergeser oleh Malaysia. Faktor pendukung lainnya yaitu
kemajuan malaysia dalam mengelola perkebunan sawit secara efesien serta didukung oleh
penelitian dan pengembangan teknologi yang baik. Pada tahun 1948-1949 lahan kelapa sawit
di Indonesia mengalami penyusutan sebesar 16% sehingga produksi minyak kelapa sawit juga

7
menurun. Pada masa pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam
rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan
penghasilan devisa. Pada tahun 1980, luas lahan mencapai 249.560 hektare dengan jumlah
produksi CPO sebesar 721.172 ton. Setelah itu, lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia
berkembang pesat, khususnya perkebunan rakyat.

2.3. Transportasi Perkebunan


Kata transportasi berasal dari bahasa latin yaitu transportare yang mana trans berarti
mengangkat atau membawa. Jadi transortasi adalah membawa sesuatu dari satu tempat ke
tempat yang lain. Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dengan menggunakan
wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk
memudahkan manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari. (Andriansyah, 2015)
2.3.1. Prasarana trasporasi
Menurut Andriansyah, (2015) Prasarana adalah barang atau benda tidak bergerak
yang dapat menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja. Jalan dan
jembatan adalah prasaranan transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas. Jalan
merupakan prasarana yang sangat penting sebagai penunjang transportasi, dimana jalan
merupakan wahana tempat terjadinya gerakan transportasi sehingga terjalin hubungan antara
satu daerah dengan daerah lain.
Menurut Soemargono (1992) dalam Andriansyah (2015), jalan menurut permukaannya
ditentukan oleh bahan-bahan yang dipergunakan serta teknik-teknik yang digunakan atau
ditetapkan dalam pekerjaannya sehingga dibedakan atas:

1. Jalan berkonstruksi aspal yaitu jalan yang lapisan bawahnya diperkeras atau dipadatkan
dengan beberapa lapisan batu, kerikil, dan tanah pasir sebagai lapisan penutup permukaan
jalan dipergunakan aspal beton yang diproses melalui ketel dan tungku pemasak aspal.
2. Jalan berkonstruksi batu yaitu jalan yang hanya dibuat dari atau diperkeras dengan batu
kerikil.
3. Jalan tanah yaitu jalan yang belum pernah di tingkatkan dan hanya terdiri tanah saja.
2.3.2. Sarana Transportasi
Sarana adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai alat dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja. Fungsi sarana transportasi adalah untuk mengangkut
penumpang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain, kebutuhan akan angkutan tergantung
fungsi bagi kegunaan seseorang (personal place utility), maka bermunculan bermacam-

8
macam kenderaan sebagai alat angkut. Biaya Angkutan merupakan unsur penting dalam
produksi barang yang merupakan faktor pendorong bagi produksi barang. Beberapa contoh
alat angkut perkebunan adalah: Taft, Truck, Traktor, Pick up, Lori. (Andriansyah, 2015).

2.4. Biaya
Biaya adalah semua pengeluaran untuk medapatkan barang atau jasa dari pihak ketiga.
Barang atau jasa dimaksud dapat dalam rangka untuk dijual kembali atau dalam rangka untuk
menjual barang atau jasa yang diperdagangkan, baik berkaitan dengan atau diluar usaha
pokok perusahaan. Dalam perhitungan laba rugi, besarnya biaya akan mengurangi laba atau
menambah rugi perusahaan. Dalam hal ini biaya adalah uang tunai atau kas atau ekuivalen kas
yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapakan dapat memberikan laba baik
untuk masa kini maupun masa mendatang (Kuswandi, 2008)

Menurut Rudianto, (2006) biaya terbagi menjadi 2 yaitu biaya produksi dan biaya
opersional. Biaya produksi mencangkup 3 kelompok yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead. Sedangkan biaya operasional adalah biaya yang berkaitan
dengan operasi perusahaan di luar biaya produksi. Yang termasuk dalam biaya operasional
adalah biaya pemasaran dan biaya administrasi. Menurut Blocher, (2000) biaya total terdiri
dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah perubahan pada biaya total yang
dihubungkan dengan tiap perubahan pada jumlah (volume) output. Contoh biaya variabel
adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya persediaan. Biaya tetap
adalah bagian dari biaya total yang tidak berubah meskipun jumlah pergerakan biaya berubah
dalam rentang yang relavan. Biaya sewa, asuransi, dan pajak merupakan contoh biaya tetap
(Sukoco, 2000)

2.5. Efektifitas dan Efesiensi

Menurut Purwanto (2006) bagian spesifik yang lain dari defenisi manajemen adalah
efesien dan efektif. Menurut Robbins (2012) efesiensi mengacu pada hubungan antara
masukan dengan keluaran, dari sudut pandang ini, efesien seringkali dirujuk sebagai
melakukan segala sesuatu secara tepat artinya tidak memboroskan sumber-sumber daya yang
ada. Sedangkan efektif seringkali dilukiskan sebagai melakukan hal-hal yang tepat artinya
kegiatan kerja yang akan membantu organisasi tersebut mencapai sasaranya. Dengan kata lain
efesien itu lebih memperhatikan sarana-sarana dalam melaksanakan segala sesuatunya,
sedangkan efektif berkaitan dengan hasil akhir, atau pencapaian sasaran-sasaran organisasi.

9
Sedangkan menurut (Tunggal, 2000) efesiensi dirumuskan sebagai berikut:

standar pemakaian bahan perunit


efesiensi = x100%
aktual pemakaian bahan perunit

Dan efektivitas dirumuskan sebagai berikut:

Realisasi produksi
efektivitas = x100%
target produksi

10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Kembang Seri, Kecamatan Talang Empat,
Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, mulai dari bulan April sampai dengan
bulan Mei 2017.
3.2 Alat-alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Pena, buku catatan dan penghapus untuk mencatat hasil pengamatan.
b. Kamera untuk mengambil gambar dan vidio sebagai dokumentasi
c. Laptop dan flash disk untuk mengetik, menyimpan data, dan hasil dokumentasi.
3.3 Tahapan Penelitian
a. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan bertujuan untuk mencari literatur pendukung penelitian dan
menyusun draft proposal penelitian.
b. Tahap pralapangan
Tahap pralapangan yaitu meliputi pengamatan terhadap keadaan lokasi penelitian,
menyusun rancangan penelitian, mengurus perizinan dan menanyakan kelengkapan
data-data yang dibutuhkan kepada pihak perkebunan.
c. Tahap kerja lapangan
Pada tahap kerja lapangan peneliti langsung terjun kelapangan untuk mengamati dan
mengambil data dengan wawancara.
d. Tahap pasca lapangan
Pada tahap pasca lapangan peneliti mulai mentabulasi dan menyusun data hasil
penelitian, melakukan penafsiran data dan menganalisis hasil penelitian, mengambil
kesimpulan dari penelitian serta menulis dan mengoreksi hasil penelitian.
3.4 Sumber Data
3.4.1 Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara
langsung dari sumber data utama (Aedi, 2010). Data primer dalam penelitian
diperoleh dengan wawancara. Wawancara dilakukan untuk mengetahui pendapat
atau persepsi kariawan tentang kelemahan dan keunggulan kombinasi dan sebelum
kombinasi alat angkut tersebut. Wawancara akan dilakukan kepada kariawan
pengankutan, mandor pengankutan dan kariawan yang menetap diperkebunan.

11
3.3.2. Data sekunder
Menurut Aedi, (2010) Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai
tangan kedua). Data sekunder dalam penelitian ini yaitu:
3.3.2.1. Studi literatur guna memcari penelitian terdahulu yang mendekati
penelitian ini dan sumber-sumber yang menguatkan pernyataan dalam
penelitian
3.3.2.2. Data yang yang diperlukan dari arsip atau laporan perkebunan yaitu
berupa data total biaya angkutan sebelum adanya lori hanya taft badak dan
traktor, dan sesudah adanya lori. Biaya yang akan dikaji yaitu biaya satu tahun
terakhir atau 12 bulan terakhir beserta rincian biaya tersebut, yaitu biaya
perawatan, upah tenaga kerja, biaya bahan bakar, biaya perwatan jalan dan
biaya perawatan kendaraan.
3.3.2.3. Data target minimal kuantitas TBS yang akan dikirim ke pabrik dan
target waktu pengiriman ke pabrik atau target lainnya yang diperoleh dari
laporan perkebunan. Target tersebut untuk mengetahui tingkat efektifitas alat
sebelum kombinasi dan sesudah kombinasi. Kemudian target biaya untuk
transportasi dan realisasinya untuk menghitung ekonomisasi alat angkut.
3.3.2.4. Total tenaga kerja angkutan sebelum kombinasi dan sesudah kombinasi
yang terdiri dari, supervisi/mandor angkutan, operator mesin lori dan taft
badak, tenaga bongkar muat TBS, tenaga perawatan lori dan taft badak, tenaga
perawatan jalan dan tenaga perawatan rel. Rincian tenaga kerja tersebut akan
dibandingkan untuk melihat efesiensi tenaga kerja
3.5 Analisa data
Data yang dihasilkan akan dianalis secara deskriptif kuantitatif. Untuk memecahkan
permasalahan dalam penelitian ini, maka akan dianalisis efektifitas dan efesiensi kombinasi
alat angkut dan sebelum kombinasi.
3.5.1 Analisis efektifitas Kinerja
Efektifitas adalah pengukuran keberhasilan dalam pencapaian sasaran-sasaran
(hasil akhir) yang telah ditentukan secara tepat (robbins, 2012). Dari pengertian
efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, atau waktu) yang telah
dicapai oleh manajemen pengangkutan, dengan target yang telah ditentukan terlebih

12
dahulu. Kemudian efektifitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Tunggal, 2000) :

= 100 %

3.5.2 Analisis Efesiensi
Menurut Ridhotullah dan Jauhar (2015) efesiensi merupakan bagian yang
terpenting dalam manajemen karena mengacu pada hubungan antara keluaran dan
masukan (output/input). Berikut rumus untuk menghitung ekonomisasi (Mardiasmo
dalam Suryani, 2015) yaitu:

= 100 %

Setelah diketahui biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut TBS persatuan berat.
Maka dapat diketahui nilai efesiensi biayanya dengan cara membandingkan biaya
sebelum dan sesudah kombinasi alat angkut .
()
/ = = /
()
Jika biaya angkut perkilogram dari kombinasi alat angkut lebih kecil dibandingkan
dengan sebelum kombinasi maka kombinasi alat angkut lebih efesien dari segi biaya.
Berikut rumus menghitung efesiensi;

(/)
= 100%
(/)

(Tunggal, 2000)

Kemudian dapat dihitung efesiensi waktu pengangkutan. Jika waktu mengangkut


TBS dalam memenuhi target dengan kombinasi membutuhkan waktu yang lebih
sedikit maka angkutan lori lebih efesien dari segi waktu.
()
= 100%
( )
Selanjutnya akan dilakukan kajian efesiensi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk pengangkutan TBS. Jika tenaga kerja pengangkutan dengan kombinasi lebih
sedikit maka kombinasi lebih efesien secara tenaga kerja.
()
= 100
( )

13

Anda mungkin juga menyukai