Anda di halaman 1dari 8

Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Keluhan pasien dengan abses retrofaring akut bervariasi bergantung kepada kelompok
umur.1 Gejala abses retrofaring berbeda untuk orang dewasa, anak-anak, dan bayi yang
dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1. Gejala abses retrofaring pada berbagai kelompok usia. 1

Dewasa Anak > 1 tahun Bayi

Nyeri tenggorokan Nyeri tenggorokan (84%) Demam (85%)

Demam Demam (64%) Bengkak pada leher (97%)

Disfagia Kaku leher (64%) Intake oral buruk (55%)

Odinofagia Odinofagia (55%) Rinorrhea (55%)

Nyeri leher Batuk Letargi (38%)

Dispnea Batuk (33%)

2.6.2 Pemeriksaan fisik

Pasien dengan abses retrofaring akut dapat menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan
napas tetapi hal ini jarang terjadi. Meskipun demikian, pasien yang awalnya tidak menunjukkan
tanda-tanda obstruksi jalan napas dapat berkembang menjadi obstruksi jalan napas. Pada
pasien dewasa dan anak pemeriksaan fisik dapat menunjukkan temuan yang berbeda. 1

Tabel 2.2. Temuan pemeriksaan fisik abses retrofaring pada berbagai kelompok usia. 1

Dewasa Anak dan Bayi

Edema posterior faring (37%) Adenopati servikal (36%)


Dewasa Anak dan Bayi

Kaku leher Bulging retrofaring (55%, jangan lakukan


palpasi pada anak)
Adenopati servikal
Demam (64%)
Demam
Stridor (3%)
Drooling
Tortikolis (18%)
Stridor
Kaku leher (64%)

Drooling (22%)

Agitasi (43%)

Massa pada leher (55%)

Letargis (42%)

Distres pernapasan (4%)

Tanda-tanda terkait termasuk tonsilitis,


peritonsilitis, faringitis, dan otitis media.

Anamnesis yang baik sangat penting karena kondisi serius lain merupakan diagnosis
banding dari abses retrofaring. Abses retrofaring seringkali merupakan sekuele dari infeksi
saluran napas atas (misalnya faringitis, tonsilitis, sinusitis, infeksi gigi) dan lebih sering terjadi
pada anak sehingga riwayat tertelan benda asing harus ditanyakan. 2

Pada anak manifestasi klinis dapat tidak jelas dan bergantung pada tingkat penyakit tetapi
gejala khas termasuk demam tinggi, nyeri leher (terutama pada saat digerakkan) atau tortikolis,
disfagia, iritabilitas, malaise, dan odinofagia. Odinofagia menyebabkan drooling, intake oral yang
buruk, dan anoreksia. Gejala minor lain misalnya trismus, disfonia, stridor, dan sleep apnea.
Anak dapat terlihat menarik-narik telinga atau tenggorokan yang menunjukkan adanya nyeri. 2

Pada orang dewasa manifestasi klinis lebih spesifik dengan drooling dan disfagia tetapi
dengan onset perlahan. Penting untuk menanyakan komorbiditas seperti diabetes mellitus dan
melakukan kontrol glukosa darah apabila ditemukan. Hampir sepertiga pasien dengan abses
leher dalam memiliki diabetes mellitus.2

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan rongga mulut dan leher untuk mencari
edema tonsil, edema orofaring, dan limfadenopati. Observasi penting lain dilakukan terhadap
drooling, dispneu, tortikolis, dan massa atau pembengkakan pada leher. Pada anak-anak
pemeriksaan mungkin terbatas bergantung pada usia dan kooperasi dari anak dan orang tua. 2

Gangguan terhadap jalan napas biasanya tampak dengan gejala dispneu, distres
pernapasan, dan fatigue. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda seperti takipneu,
sianosis, tracheal thug, atau retraksi interkosta. Laju pernapasan yang cepat dan saturasi
oksigen membantu diagnosis gangguan jalan napas. 2

Abses retrofaring kronik yang disebabkan oleh infeksi tuberkulosis biasanya timbul dengan
gejala kaku pada leher dan nyeri pada belakang leher. Diagnosis ditunjang dengan riwayat
menderita tuberkulosis paru dan spondilitis tuberkulosis (khusus untuk tipe sentral). Pada
pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan pada garis tengah (tipe sentral) dan lateral korpus
vertebra (tipe lateral) yang berfluktuasi dengan tanda inflamasi yang minimal. 3

Gambar 2.7. Abses retrofaring kronik tipe lateral (kiri) dan sentral (kanan) 3

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang awal yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis abses
retrofaring dijelaskan dalam tabel berikut: 2

Tabel 2.3.Pemeriksaan penunjang awal untuk diagnosis abses retrofaring. 2

Pemeriksaan Hasil

Darah lengkap Leukosistosis (terutama


netrofil)

Laju endap darah Meningkat

menentukan derajat penyakit inflamasi apabila tidak


ditemukan netrofilia yang signifikan.

CT scan leher dengan kontras Lesi hipodens dikelilingi


cincin pada rongga
pemeriksaan definitif. retrofaring
mengkonfirmasi adanya abses dan membantu dalam
merencanakan approach tindakan bedah. Adanya udara
di dalam atau di sebelah akumulasi cairan atau udara
bebas yang berlebih diantara fascia leher sangat
prediktif untuk abses.

Foto polos servikal soft tissue lateral Pembengkakan pada ruang


prevertebra (> 7mm pada
dilakukan apabila terdapat kecurigaan tetapi tidak tersedia C2 dan > 14 mm pada C6)
CT scan tetapi dapat dilakukan sebelum CT scan apabila
kecurigaan tinggi terhadap abses retrofaring.

Pemeriksaan dengan anestesi Bulging pada dinding


posterior orofaring.
dilakukan apabila kecurigaan tinggi dan terdapat gangguan
jalan napas atau apabila tidak terdapat fasilitas CT scan.

juga dapat dilakukan apabila kecurigaan tinggi tetapi hasil


pencitraan tidak konsisten dengan abses retrofaring.
Pemeriksaan ini dapat mengkonfirmasi diagnosis dan
langsung dilakukan insisi transoral dan drainase serta
pengambilan pus untuk kultur.

Kultur pus Positif terhadap organisme


Pemeriksaan Hasil

pus yang didapatkan dari drainase dilakukan kultur dan uji penyebab.
sensitivitas antibiotik.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain foto polos dada yang
diindikasikan apabila terdapat kecurigaan timbulnya komplikasi berupa pneumonia aspirasi atau
mediastinitis.1 Kultur darah tidak rutin dilakukan kecuali pada kecurigaan terjadinya sepsis. 2

Untuk abses retrofaring kronis pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis adalah
leukositosis, peningkatan laju endap darah, dan tes Mantoux yang positif. Foto polos servikal
lateral menunjukkan destruksi korpus vertebra dengan peningkatan ruang retrofaring dan
bayangan udara di dalamnya. CT scan dapat lebih mengkonfirmasi temuan tersebut. 3

Gambar 2.8. Gambar radiologis abses retrofaring


Diagnosis Banding
Penyakit-penyakit lain dengan manifestasi klinis yang menyerupai abses retrofaring
dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 2.4. Berbagai kelainan yang menjadi diagnosis banding abses retrofaring. 2

Pemeriksaan Penunjang
Kondisi Tanda/Gejala yang Berbeda
untuk Membedakan
Epiglotitis akut Sulit untuk dibedakan dengan abses CT scan tidak ditemukan
retrofaring tetapi secara umum gambaran abses
memiliki onset yang lebih akut. retrofaring.
Kesulitan bernapas. Foto polos servikal soft
tissue menunjukkan
bayangan radio opak
atau epiglotis yang
meradang.
Laringotrakeobronkiti Batuk menggonggong. CT scan daerah retrofaring
s (croup) normal.
Meningitis Nyeri kepala, ruam purpura dapat CT scan daerah retrofaring
ditemukan pada beberapa kasus. normal.
Pungsi lumbal positif untuk
meningitis.
Tonsilitis Tanda-tanda infeksi tonsil, dinding Diagnosis klinis.
posterior faring normal.
Abses peritonsiler Edema peritonsiler dengan deviasi Aspirasi atau insisi drainase
uvula, dinding posterior faring lesi mengkonfirmasi
normal. diagnosis.
Limfadenopati Edema tanpa fluktuasi pada dinding CT scan dengan kontras
retrofaring posterior faring. dapat membedakan
limfadenopati dengan
abses.
Infeksi virus Epstein- Dapat ditemukan hepatosplenomegali Tes Paul-Bunnel atau
Barr dan limfadenopati generalisata. monospot positif
Retropharyngeal Gejala dan tanda serupa dengan abses CT scan menunjukkan
Pemeriksaan Penunjang
Kondisi Tanda/Gejala yang Berbeda
untuk Membedakan
calcific tendonitis retrofaring. kalsifikasi anterior
Bersifat self-limiting dan biasanya reda terhadap korpus
setelah 2 minggu. vertebra C1 dan/atau C2
dengan akumulasi cairan
yang non-ring-enhanced
pada ruang prevertebra.
Penyakit Kawasaki Dapat menunjukkan gejala dan tanda CT scan menunjukkan
seperti abses retrofaring tetapi temuan yang serupa
limfadenopati jarang ditemukan dengan abses retrofaring
pada awal penyakit. sehingga klinisi harus
Diagnosis penyakit Kawasaki termasuk berpegang pada temuan
demam > 5 hari dengan 4 dari 5 klinis.
kriteria klinis: konjungtivitis bulbar
non-purulen, perubahan pada bibir
atau kavum oris, eksantem
polimorfik, eritema pada
ekstremitas yang kemudian
mengalami deskuamasi, dan
minimal 1 limfonodi servikal
dengan diameter > 1,5 cm.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kahn JH. 2012. Retropharyngeal Abscess in Emergency Medicine. (Online)


http://emedicine.medscape.com/article/764421-overview .
2. British Medical Journal (BMJ). 2011. Best Practice-Retropharyngeal Abscess. (Online).
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/599/diagnosis/guidelines.html

3. Velankar HK. 2001. Retropharyngeal abscess. (Online). http://www.bhj.org.

Anda mungkin juga menyukai