Anda di halaman 1dari 39

Illustration by Smart-Servier Medical Art

Bronchiectasis
Nama: I Gede Prabananda Adistana
NIM: H1A322014
Pembimbing: dr. Komang Sri Rahayu Widiasari, Sp.P(K)
Table of contents

01 02
Pendahuluan Tinjauan Pustaka

03
Kesimpulan
01
Pendahuluan
Pendahuluan
Illustration by Smart-Servier Medical Art

 Bronkiektasis adalah gangguan respirasi


kronis yang dapat diderita pada semua
rentang usia

 Bronkiektasis pertama kali dideskripsikan


oleh Laennec (1819  abnormalitas
permanen berupa dilatasi jalan nafas
Illustration by Smart-Servier Medical Art

 Diderita semua kalangan usia tetapi


prevalensi meningkat seiring
bertambahnya usia

 Sekuele yang sering dijumpai pada


tuberkulosis  banyak ditemukan pada
daerah dengan kasus TB yang tinggi
 Gejala utama  batuk dengan sputum
mukopurulen atau purulen.
Illustration by Smart-Servier Medical Art

 Gejala penyerta  malaise, sesak, nyeri


dada, hemoptisis, dan penurunan berat
badan

 Gold standard  HRCT

 Tatalaksana  fisioterapi, antibiotik,


antiinflamasi, dan agen mukolitik
02
Tinjauan
Pustaka
Definisi
Lesan dan Lamle  dilatasi permanen
bronkus akibat sekuel penyakit paru yang
diterapi tidak adekuat

Macfarlane dan kolega  kelompok penyakit


paru heterogen dengan karakteristik berupa
kerusakan dan dilatasi bronkus irreversibel
Epidemiologi
• Amerika Serikat  peningkatan prevalensi bronkiektasis dari tahun 2000-
2007 dengan rata-rata 8.74%

• Jerman dan Spanyol  peningkatan angka admisi rawat inap akibat


bronkiektasis dengan peningkatan 2.9% per tahun dari tahun 2005-2011

• Inggris  peningkatan prevalensi dari tahun 2004-2013


• Perempuan: meningkat dari 21.24 menjadi 35.17 per 100,000 penduduk

• laki-laki: meningkat dari 18.19 menjadi 26.922 per 100,000 penduduk


Epidemiologi
• Bronkiektasis lebih sering dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki

• Merokok bukan merupakan faktor resiko besar untuk bronkiektasis 


prevalensinya tidak lebih tinggi pada laki-laki mengingat konsumsi rokok lebih
banyak pada laki-laki
Etiologi Rata-rata kejadian Temuan diagnosis yang Pemeriksaan
mendukung penunjang

Cystic fibrosis 0.6%–2.7% Usia < 45 tahun; Sweat chloride


riwayat malabsorbsi; assessment; CFTR
riwayat pankreatitis; genetic
infertilitas; riwayat
analysis
infeksi Pseudomonas
aeruginosa/Staphyloco
ccus
aureus/mycobakterium
non tuberkulosis

Etiologi
Defisiensi alfa1- 0.6%–11.3% Temuan emfisema; Serum alpha1-
antitripsin temuan obstruksi pada antitrypsin level
spirometri; panniculitis

Diskinesia silia primer 2.0%–10.3% Riwayat gangguan Pengukuran nitric oxide


saluran pernafasan nasal; biopsi epitel
atas; otitis media; bersilia
infertilitas
Etiologi Rata-rata kejadian Temuan diagnosis yang Pemeriksaan penunjang
mendukung

Allergic 0.9%–7.8% Riwayat asma; infiltrat Total IgE > 500 IU/mL;
pada rontgen thorax atau positif IgE spesifik A.
bronchopulmonary
CT scan; temuan
fumigatus–atau reaksi
aspergillosis bronkiektasis proksimal
pada skin-prick test
pada CT scan

Autoimun (RA dan 1.8%–31.1% Riwayat atau temuan Rheumatoid factor; anti-
Etiologi
SLE) klinis penyakit jaringan CCP
ikat dengan atau tanpa
vaskulitis

Inflammatory bowel 1.0%–3.0% Riwayat atau temuan Kolonoskopi


disease (IBD) klinis kolitis ulseratif atau
penyakit crohn
Etiologi Rata-rata kejadian Temuan diagnosis yang Pemeriksaan penunjang
mendukung

Malformasi kongenital 0.2%–0.6% Sindroma Williams– CT scan


Campbell
(bronchomalacia);

Sindroma Mounier-Kuhn
(tracheobronchomegaly)
dan

Aspirasi 0.2%–11.3%
lung sequestration

Riwayat reflux atau Gastroesofagoduodenosk


Etiologi
aspirasi opi; manometri esofagus

Immunodefisiensi 1.1%–16.0% Riwayat infeksi rekuren Level immunoglobulin


humoral serum (IgG, IgA, IgM);
respon antibodi spesifik
terhadap antigen
pneumokokus,
Haemophilus influenza B,
dan tetanus
Etiologi Rata-rata kejadian Temuan diagnosis yang Pemeriksaan penunjang
mendukung

Post infeksi 29.0%–42.0% Riwayat atau temuan  


radiologi infeksi
sebelumnya
Idiopatik 26.0%–53.0% Penyebab lain tereksklusi  

Etiologi
Mikroorganisme yang umum ditemukan pada bronkiektasis:
Pseudomonas aeruginosa, Haemophilus influenzae, Staphylococcus
aureus, Moraxella catarrhalis, flora normal, dan mycobacterium non
tuberkulosis
Klasifikasi
1. bronkiektasis silindris atau
tubular

2. bronkiektasis varikosa

3. bronkiektasis kistik atau


sakular
Patofisiologi

Peradangan kronis dan kerusakan struktural  mengganggu penghilangan lendir


yang normal dan menyebabkan akumulasi lendir  menciptakan lingkungan yang
menguntungkan untuk kolonisasi bakteri  infeksi berulang  terjadi
disregulasis respon inflamasi  kerusakan struktural (Cole’s viscious cycle)
Patofisiologi

Faktor yang menganggu mucociliary clearance:


- Produksi cyanide oleh P. aeruginosa
- Protease neutrophil
- Hilangnya silia akibat hiperreaktivitas sistem imun.
- Kondisi kongenital : trakeomalacia, bronkomalacia, dan trakeobronkomegali.
- Kondisi genetic: primary ciliary dyskinesia (PCD)
Patofisiologi
Hiperreaktivitas  peningkatan
migrasi neutrofil + pelepasan
sitokin  peningkatan neutrofil
elastase  merusak epitel bronkus,
menganggu pergerakan silia, dan
meningkatkan produksi mukus

Imunodefisiensi  gangguan
respon pada antigen oleh sel B dan
sel T sehingga respon imun
terhadap bakteri menurun
Patofisiologi
Patogen dapat menghindari sistem imun dengan berbagai mekanisme
- H. influenzae dapat menginvasi epitel dan bertahan secara intraseluler
- Bakteri dapat menghindari sistem antibodi dengan merusak IgA
- P. aeruginosa dapat meblokade aktivasi sistem komplemen dengan
memanfaatkan IgG host
Diagnosis
Bronkiektasis ditandai dengan manifestasinya yang
khas, yakni

 batuk dengan dahak produktif dan purulen

 terkadang disertai batuk darah (hemoptisis)

 nyeri dada

 penurunan berat badan

 sesak napas

 penurunan kemampuan fisik.


Diagnosis
Pada pasien bronkiektasis, sputum dapat Clubbing finger atau jari tabuh akibat
bervariasi mulai dari mucoid atau kurangnya oksigenasi pada jaringan perifer
mukopurulen yang merupakan hasil deposisi perifer dari
platelet dan megakariosit.
Pada pasien bronkiektasis juga dijumpai
gambaran sputum 3 lapis yang meliputi
lapisan atas yang berbusa, lapisan tengah
mukus dan lapisan bawah purulent.
Diagnosis
Diagnosis
Diagnosis bronkiektasis melibatkan kombinasi evaluasi klinis, studi pencitraan, dan tes
fungsi paru.

Pemindaian HRCT scan thorax sebagai gold standard dengan slice < 1mm untuk
mengkonfirmasi diagnosis.

Bronkiektasis didiagnosis ketika saluran napas yang secara abnormal dilatasi dan sebagian
besar mengalami penebalan
Diagnosis

Tipe silindris (a), tipe variseal (b) dan tipe kistik


(c)
Tatalaksana
Pengelolaan bronkiektasis terutama berfokus pada:

 Koreksi terhadap penyakit penyerta jika memungkinkan


 Edukasi gaya hidup sehat terkait diet, olahraga, dan vaksinasi (influenza dan
pneumokokus)
 Terapi airway clearance
 Terapi dengan antiinflamasi
 Terapi dengan antibiotik
 Penanganan eksaserbasi
Tatalaksana
Pengelolaan bronkiektasis terutama berfokus pada:

 Koreksi terhadap penyakit penyerta jika memungkinkan


 Edukasi gaya hidup sehat terkait diet, olahraga, dan vaksinasi (influenza dan
pneumokokus)
 Terapi airway clearance
 Terapi dengan antiinflamasi
 Terapi dengan antibiotik
 Penanganan eksaserbasi
Tatalaksana
Terapi airway clearance (fisioterapi)
 Manuver drainase postural
 Drainase autogenik
 Teknik pernafasan siklus aktif
 Manuver batuk
 Penggunaan alat positive expiratory pressure (PEP)
Tatalaksana
Terapi airway clearance farmakologis
 Bronkodilator, guaifenesin, dan n-acetyl cysteine (mukolitik)
Nebu NaCl hipertonis (3,6,dan 7%)
Tatalaksana
Terapi dengan antiinflamasi
• Kortikosteroid inhalasi/inhaled corticosteroids (ICS) sering diberikan pada pasien
bronkiektasis dikarenakan pasien dengan bronkiektasis sering disertai PPOK dan asma.
• Belum ada bukti untuk penggunaan rutin ICS pada pasien bronkiektasis
• Statin memiliki efek antiinflamasi pada pasien dengan bronkiektasis terutama yang
terinfeksi P. Aeruginosa
Tatalaksana

Terapi dengan antibiotic sesuai


mikroorganisme
Tatalaksana
Macrolide oral dosis rendah jangka panjang ditemukan bermanfaat dalam
mengurangi frekuensi eksaserbasi bronkiektasis pada tiga penelitian

• azitromisin 500 mg tiga kali seminggu

• azitromisin 250 mg setiap hari

• eritromisin ethylsuccinate 400 mg dua kali sehari.

Penggunaan antibiotik ini dikontraindikasikan pada pasien yang terinfeksi


mycobacterium non tuberkulosis karena dapat menyebabkan resistensi macrolide
pada mikroorganisme tersebut
Tatalaksana
Pembedahan dengan reseksi dapat menjadi pilihan jika terlokalisir dan refrakter
terhadap pengobatan medis serta menyebabkan morbiditas seperti hemoptisis
yang membahayakan nyawa
Prognosis
Usia (tahun) <50 (0 poin) 50-69 (2 poin) 70-79 (4 poin) ≥80 (6 poin)
BMI (kg/m ) 2
<18.5 (2 poin) ≥ 18.5 (0    
poin)
FEV1 prediksi >80% (0 poin) 50-80% (1 30-49% (2 <30% (3 poin)
poin) poin)
Hospitalisasi Tidak ada (0 Ada (5 poin)    
2 tahun poin)
terakhir
Jumlah 0-2 (0 poin) ≥ 3 (2 poin)    
Bronchiectasis severity index (BSI)
eksaserbasi 1
tahun terakhir 0-4 ringan, 5-8 sedang, ≥9 berat
MRC dyspneu 1-3 (0 poin) 4 (2 poin) 5 (3 poin)  
scale
Kolonisasi P. Tidak ada (0 Ada (3 poin)    
aeruginosa poin)
Kolonisasi Tidak ada (0 Ada (1 poin)    
organisme poin)
lain
Ekstensivitas <3 lobus ≥3 lobus    
pada terdampak (0 terdampak (1
radiologis poin) poin)
Prognosis
FEV1 prediksi <50% (2 poin) ≥50% (0 poin)
Umur ≤70 (0 poin) >70 (2 poin)
Kolonisasi P. aeruginosa Tidak ada (0 poin) Ada (1 poin)
Ekstensivitas pada radiologis 1-2 lobus terdampak (0 poin) >2 lobus terdampak (1 poin)

MRC dyspneu scale 1-2 (0 poin) 3-5 (1 poin)

FACED score

0-2 ringan, 3-4 sedang, 5-7 berat


Kesimpulan
Bronkiektasis adalah gangguan respirasi kronis pada semua berupa
dilatasi bronkus permanen. Gejala utama yaitu batuk dengan sputum
mukopurulen atau purulent. Pemeriksaan gold standard diagnosis
bronkiektasis adalah HRCT. Rencana tatalaksana pada pasien
bronkiektasis terdiri: koreksi terhadap penyakit penyerta, edukasi gaya
hidup sehat, terapi airway clearance, terapi dengan antiinflamasi, terapi
dengan antibiotik dan penanganan eksaserbasi.
Daftar Pustaka
Chalmers JD, Chang AB, Chotirmall SH, Dhar R, McShane PJ. Bronchiectasis. Disease Primer. 2018; 4(45).
Lesan A, Lamle AE. Short review on the diagnosis and treatment of bronchiectasis. Medicine and Pharmacy Reports. 2019; 92(2).
Lonni S, Chalmers JD, Goeminne PC, McDonnel MJ, Dimakou K. Etiology of Non-Cystic Fibrosis Bronchiectasis in Adults and Its Correlation to Disease Severity. Ann Am Thorac Soc.
2015; 12(12).
Aksamit TR, O'Donnell AE, Barker A, Olivier KN, Winthrop KL. Adult Patients With Bronchiectasis: A First Look at the US Bronchiectasis Research Registry. Chest. 2017; 151(5).
Smith MP. Diagnosis and management of bronchiectasis. CMAJ. 2017; 189(24).
Macfarlane L, Kumar K, Scoones J, Jones A, Loebinger MR, Lord R. Diagnosis and management of non-cystic fibrosis bronchiectasis. Clinical medicine. 2021; 21(6).
O'Donnell AE. Medical management of bronchiectasis. J Thorac Dis. 2018; 10(28).
Walker W, Jackson CL, Allan RN, Collins SA, Kelso MJ. Primary ciliary dyskinesia ciliated airway cells show increased susceptibility to Haemophilus influenzae biofilm formation. European
Respiratory Journal. 2017; 50(3).
Chintalacharuvu KR, Chuang PD, Dragoman A, Fernandez C, Qiu J. Cleavage of the Human Immunoglobulin A1 (IgA1) Hinge Region by IgA1 Proteases Requires Structures in the Fc
region of IgA. Infect Immun. 2003; 71(5).
Wells T, Whitters D, Sevastsyanovich YR, Heath JN, John P. Increased severity of respiratory infections associated with elevated anti-LPS IgG2 which inhibits serum bactericidal killing. J
Exp Med. 2014; 211(9).
Chalmers JD, Hill AT. Mechanisms of immune dysfunction and bacterial persistence in non- cystic fibrosis bronchiectasis. Mol. Immunol. 2013; 55.
Van Kessel DA, Van Velzen Blad H, Van den Bosch JM, Rijkers GT. Impaired pneumococcal antibody response in bronchiectasis of unknown aetiology. Eur Respir J. 2005; 25(3).
Hill AT, Haworth CS, Aliberti S. Pulmonary exacerbation in adults with bronchiectasis: a consensus definition for clinical research. Eur Respir J. 2017; 49.
Hill AT, Sillivan AL, Chalmers JD. British Thoracic Society Guideline for bronchiectasis in adults. Thorax. 2019; 74(1).
Jones KG, Keeley D, Wildgoose J, Hill A. Managing bronchiectasis in adults in primary care: a clinical update. British Journal of General Practice. 2021; 71.
Jose R, Loebinger MR. Clinical and Radiological Phenotypes and Endotypes. Semin Respir Crit Care Med. 2021; 42(4).
Quinti I, Soresina A, Guerra A. Effectiveness of immunoglobulin replacement therapy on clinical outcome in patients with primary antibody deficiencies: results from a multicenter
prospective cohort trial. J Clin Immunol. 2011; 31.
Polverino E, Goeminne PC, McDonnel MJ. European Respiratory Society guidelines for the management of adult bronchiectasis. Eur Respir J. 2017; 50.
Kellet F, Robert NM. Nebulized 7% hypertonic saline improves lung function and quality of life in bronchiectasis. Respir Med. 2011; 105.
Brode SK, Campitelli MA, Kwong JC. The risk of mycobacterial infections associated with inhaled corticosteroid use. Eur Respir J. 2017; 50.
Mandal P, Chalmers JD, Graham C. Atorvastatin as a stable treatment in bronchiectasis: a randomised controlled trial. Lancet Respir Med. 2014; 2.
Chalmers JD, Polveriono E, Aliberti S. Exacerbation of Bronchiectasis. Bronchiectasis. 2017.
Weill D, Benden C, Corris PA. A consensus document for the selection of lung transplant candidates: 2014 an update from the Pulmonary Transplantation Council of the International
Society for Heart and Lung Transplantation. J Heart Lung Transplant. 2015; 34.
Gaillard EA, Carty H, Heaf D, Smyth RL. Reversible bronchial dilatation in children: comparison of serial high- resolution computer tomography scans of the lungs. Eur. J. Radiol. 2003; 47.
Terima
kasih!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and includes icons by
Flaticon, and infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai