Anda di halaman 1dari 6

Buah Andaliman Khas Sumatera Utara

Salah satu jenis rempah yang pemanfaatannya hingga sekarang masih sebatas komoditas primer
adalah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC). Di Indonesia, tumbuhan rempah yang satu
ini hanya terdapat di Kabupaten Toba Samosir dan Tapanuli Utara, Sumatera Utara, pada daerah
berketinggian 1.500 m dpl. Selain di Sumatera Utara, andaliman yang masuk dalam famili
Rutacea (keluarga jeruk-jerukan) terdapat di India, RRC, dan Tibet. Bentuknya mirip lada
(merica) bulat kecil, berwarna hijau, tetapi jika sudah kering, agak kehitaman. Bila digigit
tercium aroma minyak atsiri yang wangi dengan rasa yang khas-getir-sehingga merangsang
produksi air liur. Sesungguhnya andaliman lebih terkenal di Asia seperti di China, Jepang,
Korea, dan India. Sebutan kerennya
szechuan pepper
. Prosea menyebutkan andaliman sebagai tumbuhan asli China. Di negeri Tirai Bambu itu
andaliman dicampur untuk makanan mapo-
berkuah. Masyar
akat Sin Jiang muslim menggerus andaliman dengan lada, ketumbar, dan garam. Semuanya
disangrai-lalu dijadikan
cocolan daging panggang, kata Wongso.
Di Jepang dan Korea andaliman dijadikan hiasan atau dipakai menambah rasa pedas pada sup
dan mie. Masyarakat Gujarat, Goa, dan Maharashtra di India selalu menyelipkan andaliman
sebagai bumbu ikan. Nah, karena banyak yang menyukainya, andaliman tak hanya dijajakan
di pasar tradisional seperti Pasar Senen di Jakarta Pusat-seharga Rp50.000/kg-tapi ia sudah
menembus negeri Abang Sam. Di sana khususnya di Asian Food Store, andaliman dijual seharga
US$14,99 per ons setara Rp140.990/ons.
Tanaman Andaliman
Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) ditemukan tumbuh liar di daerah
Tapanuli dan digunakan sebagai rempah pada masakan adat Batak Angkola dan Batak
Mandailing. Banyak tumbuh di tanah kering di dataran tinggi dan rendah. Tanaman yang satu ini
merupakan komoditi pelengkap masakan khas orang Batak. Berbagai jenis masakan khas Batak
seperti sangsang, na niura, na tinombur, atau arsik, rasanya tidak klop tanpa kehadiran
andaliman. Andaliman tumbuh sebagai pohon berbatang kuas, bukan merambat. Batang

batangnya berdahan banyak, daunnya kecil-kecil, mirip seperti bunga mawar. Di sekujur
batang, ranting, dari bawah ke ujung dipenuhi duri-duri yang tajam,
seperti duri mawar. Namun duri andaliman lebih besar dan kokoh. Tinggi pohon rata-rata 2-4
meter, jarang lebih dari 5 meter. Usia produktif kurang dari 7 tahun. Buah andaliman muncul
dari antara duri-duri itu, lazimnya diapit duri-duri, buah tumbuh di antara duri. Memetik
andaliman perlu konsentrasi tinggi. Karena banyaknya duri. Buahnya kecil-kecil, butirannya
lebih kecil dari merica. Buahnya bertangkai, lebih mudah membayangkan seperti leunca, kalau
di Tatar Sunda. Ukuran andaliman kira-kira seperduapuluh leunca. Kalau masih muda, buah
berwarna hijau, dan matang berwarna merah. Dan kalau kering, hitam. Buah andaliman yang
baru dipetik sebaiknya dibungkus daun pisang, sebab kalu dibiarkan terbuka, akan cepat rusak.
Buahnya langsung berubah hitam, dan pecah-pecah. Biji keluar dari kulit. Menghasilkan satu
kilogram andaliman sangat sulit. Memanen satu pohon besar dan berbuah lebat, butuh setengah
hari. Memanen andaliman buah perdana biasanya lebih mudah, karena tangkainya lebih
panjang-panjang, sehingga lebih mudah memetik. tapi hati-hati, karena durinya biasanya masih
runcing-runcing. Hasil panen maksimal buah andaliman sekitar 10-20 kg dalam sehari. Setiap
memetik andaliman, tidak ada jaminan tangan tidak tertancap duri. Sekali kena, getir, perih dan
nyeri luar biasa. Tidak saja sakit karena terluka, tapi karena terkenal getirnya rasa andaliman.
Manfaat Buah Andaliman
Tanpa andaliman, masakan seperti sangsang atau arsik, rasanya hambar. Ada citarasa spesifik
ketika ditumbuk dengan cabai, membuat bumbu masakan menimbulkan aroma dan taste
(citarasa) yang mengundang selera makan. Rasa pedas dan aroma andaliman beda dengan
pedasnya cabai, sungguh pas di lidah orang Batak yang suka masakan pedas menggigit.
Andaliman diduga mengandung senyawa yang mempunyai aktivitas sebagai antimikroba dan
antioksidan. Di bidang pangan antioksidan digunakan untuk melindungi lemak/minyak terhadap
kerusakan oksidatif. Dalam kaitan dengan aplikasinya, aktivitas antioksidan dipengaruhi
oleh sistem pangan yang merupakan medium bagi antioksidan tersebut. Proses panas yang
diterapkan pada pengolahan pangan serta pH makanan turut pula mempengaruhi kestabilan
aktivitas antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan
ekstrak buah andaliman pada berbagai sistem pangan dan untuk mengetahui kestabilan
aktivitasnya terhadap beberapa kondisi suhu dan pH. Aktivitas antioksidan ekstrak buah
andaliman dalam sistem minyak juga lebih rendah dibandingkan BHT, yang ditunjukkan dengan
waktu induksi rata-rata 7.29 jam untuk ekstrak etanol, 7.02 jam untuk ekstrak heksana-etanol,
8.18 jam untuk BHT clan 6.19 jam untuk kontrol. Komponen yang memiliki aktivitas sebagai
antioksidan pada ekstrak buah andaliman bersifat relatif tahan panas. Pada pengujian dalam
sistem aqueous, perlakuan dengan suhu 175C selama 120 menit menurunkan faktor protektif
sekitar 17 persen untuk ekstrak etanol clan 13.6 persen untuk ekstrak heksana-etanol.

Buah andaliman juga kaya akan vitamin C dan E yang berguna untuk meningkatkan daya tahan
tubuh.

EFEK EKSTRAK BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) TERHADAP


FOTOOKSIDASI IKAN MAS SELAMA PENYIMPANAN DINGIN
Januari 9, 2008 in nutrisi & kesehatan
Rate This
karir anda mentok, karena pendidikan tak mendukung ? lanjutkan kuliah di |

tempat kuliah paling fleksibel SARJANA NEGERI 3 TAHUN



TANPA SKRIPSI ABSENSI HADIR BEBAS

BERKUALITAS

IJAZAH & GELAR DARI DEPDIKNAS MURAH DAPAT DIANGSUR TIAP BULAN
-terima pindahan dari PTN/PTS lain
MANAJEMEN

AKUNTANSI

ILMU KOMUNIKASI

ILMU PEMERINTAHAN

022-70314141;7313350 : jl. terusan halimun 37 bandung-


utkampus.net
Sukresnowati, Edi Suryanto, Sri Raharjo, Hardjono Sastrohamidjojo, Tranggono
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak buah andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC.) terhadap fotooksidasi lemak ikan mas. Buah Andaliman diekstraksi dengan
tiga pelarut yang berbeda kepolarannya, yaitu : heksana, aseton, dan etanol, secara sekuensial.
Ekstrak andaliman dengan konsentrasi 0, 500, 1000, dan 2000 ppm ditambahkan pada sistem
ikan mas menggunakan riboflavin 15 ppm sebagai sensitiser dan penyinaran 4000 lux kemudian
disimpan pada suhu 5oC selama 56 jam. Oksidasi lemak pada sampel diukur pada jam ke 0, 8,
24, 32, 48, dan 56 menggunakan angka TBA. Efek ekstrak andaliman terhadap fotooksidasi
dianalisis pada ikan mas mentah maupun yang telah dimasak. Pada uji daya reduksi ketiga
ekstrak dengan berbagai konsentrasi menunjukkan bahwa daya reduksi ekstrak sekuensial
dengan etanol lebih besar dari ekstrak sekuensial aseton dan ekstrak sekuensial heksana. Ekstrak
sekuensial etanol dengan konsentrasi 500 dan 1000 ppm tidak menunjukkan perbedaan efek
antioksidatif dengan 200 ppm BHT dalam sistem ikan mas mentah, sedangkan pada ikan mas
yang dimasak menunjukkan perbedaan efek antioksidatif yang nyata. Semakin besar konsentrasi
ekstrak sekuensial etanol

yang ditambahkan pada sistem ikan mas masak efek antioksidatifnya juga semakin meningkat.
Ekstrak sekuensial etanol mempunyai efek antifotooksidatif pada ikan mas mentah dan masak..
Kata kunci : buah andaliman, fotooksidasi, riboflavin, angka TBA
Pendahuluan
Otooksidasi lemak dapat terjadi pada ikan segar, masak dan pada produk daging ikan proses
segar dan masak yang dibekukan. Daging ikan mudah sekali teroksidasi dan mengalami proses
ketengikan oksidatif, karena sebagian besar lemaknya terdiri dari asam lemak tak jenuh.
Penurunan kualitas yang disebabkan ketengikan ini merupakan masalah bagi pangan yang
mengandung asam lemak tak jenuh. Karena ikan kaya asam lemak omega-3 rantai panjang
terutama eicosapentaenoic acid (EPA) dan decosahexaenoic acid (DHA) yang sangat sensitive
terhadap kerusakan oksidatif sehingga menjadi tengik. Otooksidasi lemak dapat menyebabkan
penyimpangan flavor dan dalam keadaan ekstrim dapat mengakibatkan hilangnya kandungan
nutrisi dan menimbulkan aroma yang tidak diinginkan, memungkinan membentuk senyawa
toksik dan perubahan warna yang menyebabkan makanan tersebut rusak mutunya atau bahkan
menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya reaksi oksidasi pada EPA dan DHA dapat dilakukan penambahan antioksidan
(Frankel, 1998). Buah andaliman merupakan salah satu rempah tradisional yang dimanfaatkan
sebagai bumbu masak dalam berbagai masakan khas, misalnya mengolah buah andaliman dalam
masakan daging dan ikan dengan pengasaman selama 24 jam. Buahnya terutama banyak
dipakai sebagai rempah pada masakan daging dan tahan beberapa hari tanpa menimbulkan bau.
Disamping itu, buah andaliman juga digunakan untuk menghilangkan bau amis dari ikan dan
daging mentah. Penggunaan buah andaliman sebagai sumber antioksidan alam telah dilaporkan
oleh Wijaya (1999) bahwa buah andaliman yang diekstraksi dengan cara soxhlet mempunyai
aktivitas antioksidan lebih tinggi dari a-tokoferol. Sejalan dengan itu, Edi Suryanto dan Rorong
(2001) melakukan penelitian dengan minyak kacang tanah kasar menunjukkan bahwa oleoresin
buah andaliman mempunyai aktivitas antioksidan relatif sama dengan BHT. Hasil penelitian
lain menunjukkan bahwa ekstrak buah andaliman mempunyai kemampuan sebagai penstabilan
(quenching) oksigen singlet pada fotooksidasi minyak kelapa sawit (Edi Suryanto dan Sri
Raharjo, 2003). Senyawa yang dapat berfungsi sebagai antioksidan umumnya dapat ditemukan
dalam rempah-rempah dan tanaman beraroma yang biasanya tumbuh di daerah tropis.
Penggunaan rempah-rempah sebagai penghambat oksidasi dalam masakan telah lama terbukti
mempunyai efek, disamping bahan alam tersebut mudah diperoleh dan aman dikonsumsi serta
tidak mempunyai resiko terhadap kesehatan pada konsumen. Efek ekstrak buah andaliman telah
dipelajari untuk aktivitas antioksidannya dalam banyak penelitian, tetapi tidak ada data yang
tersedia untuk melihat efek terhadap cahaya dan riboflavin sebagai sensitiser dalam daging ikan
mas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek cahaya dalam hadirnya sensitiser
(riboflavin) terhadap fotooksidasi ikan mas.
Kesimpulan
Ekstrak andaliman (ESHAE) mempunyai efek antifotooksidasi pada ikan mas
mentah dan masak dalam hadirnya riboflavin sebagai sensitiser. Efek ESHAE dalam
menurunkan angka TBA ikan masak tergantung pada konsentrasi.
Sumber

Prosiding Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia
(PATPI) di Jakarta 17-18 Desember 2004

antibakteri. Uji aktivitas bakteri M. luteus diketahui zona hambat pada 0,1-0,8 mg/mL
menunjukkan respon hambat,sedangkan konsentrasi 1 mg/mL menunjukkan respon bunuh
terhadap pertumbuhan bakteri. Pada bakteri M. luteus diketahui respon hambat sedang, pada 0,1;
0,2; 0,4 mg/mL sedangkan konsentrasi 0,6 dan 0,8 mg/mL menunjukkan respon hambat
pertumbuhan kuat. Pada bakteri P. fluorescens hanya memberikan respon hambat. Zona hambat
pada 0,1; 0,2 mg/mL menunjukkan respon hambat pertumbuhan sedang. Pada 0,4 mg/mL
menunjukkan respon hambat pertumbuhan kuat. Pada 0,6; 0,8 dan 1,0 mg/mL menunjukkan
respon hambat pertumbuhan sangat kuat. Senyawa aktif yang memberikan sifat antibakteri
tersebut adalah senyawa tannin, karena tannin adalah senyawa polar dan dimungkinkan larut
dalam pelarut air. Gambar 2. Zona hambat ekstrak air 0,8 mg/ml pada bakteri M. luteus dan P.
Flurescens Mekanisme kerja antimikroba secara umum menghambat keutuhan permeabilitas
dinding sel, menghambat sistem genetik, menghambat kerja enzim, peningkatan nutrien esensial
(Cahyadi, 2008 : 8-9) a. Menghambat Sintesis Dinding Sel Bakteri Bahan kimia tidak perlu
masuk kedalam sel untuk menghambat pertumbuhan, reaksi yang terjadi pada dinding sel atau
membran sel dapat mengubah permeabilitas sel. Hal ini dapat mengganggu atau menghalangi
jalannya nutrien masuk kedalam sel, dan mengganggu keluarnya zat-zat penyusun sel dan
metabolit dari dalam sel. Kerusakan membran sel dapat terjadi karena reaksi antara bahan
pengawet/senyawa antimikroba dengan sisi aktif atau larutnya senyawa lipid. Dinding sel
merupakan senyawa yang kompleks, karena itu senyawa kimia dapat bercampur dengan
penyusun dinding sel sehingga akan mempengaruhi dinding sel dengan jalan mempengaruhi
penghambatan polimerisasi penyusun dinding sel. Apabila berkembang lebih lanjut maka
akibatnya kebutuhan sel tidak dapat terpenuhi dengan baik. b. Menghambat Sistem Genetik
Dalam hal ini senyawa antimikroba/bahan kimia masuk ke dalam sel. Beberapa senyawa kimia
dapat berkombinasi atau menyerang ribosom dan menghambat sintesis protein. Jika gen-gen
dipengaruhi oleh senyawa antimikroba/bahan kimia maka sintesa enzim yang mengontrol gen
akan dihambat. c. Penghambatan Enzim Perubahan pH yang mencolok, pH naik turun, akan
menghambat kerja enzim dan

mencegah perkembangbiakan mikroorganisme. d. Peningkatan Nutrien Esensial


Mikroorganisme memounyai kebutuhan nutrien yang berbeda-beda, karena itu pengikatan
nutrien tertentu akan mempengaruhi organisme yang berbeda pula. Apabila nutrien tersebut
diikat, akan lebih sedikit berpengaruh pada organisme dibandingkan dengan organisme lain yang
memerlukan nutrien tersebut dalam jumlah banyak. Senyawa fenol dan turunannya (flavonoid)
merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan mengganggu fungsi membran
sitoplasma. Pada konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan
bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan pada
konsentrasi tinggi mampu merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel (Volk
dan Wheller, 1993). Flavonoid bekerja dengan cara merusak membran sitoplasma sehingga
bakteri akan rusak dan mati. Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri menurut Naim (2004)
berhubungan dengan kemampuan tanin dalam menginaktivasi adhesin sel mikroba (molekul
yang menempel pada sel inang) yang terdapat pada permukaan sel. Tanin yang mempunyai
target pada polipeptida dinding sel akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel, karena tanin
merupakan senyawa fenol. Pada perusakan membran sel, ion H+ dari senyawa fenol dan
turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid
akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan
fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran sel, akibatnya membran akan bocor
dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan bahkan kematian (Gilman, dkk., 1991).
Hagerman et.al (1998) jika terbentuk ikatan hidrogen antara tanin dengan protein, terutama pada
pH mendekati isoelektrik (4-5) kemungkinan protein yang terendapkan. Fenomena ini dikenal
dengan denaturasi protein. Jika protein dari bakteri terdenaturasi, enzim akan inaktif sehingga
metabolisme bakteri terganggu yang berakibat pada kerusakan sel. Senyawa saponin dapat larut
dalam lemak dan larut dalam air, senyawa ini akan terkonsentrasi pada selaput sel yaitu bagian
yang halus dan penting. (Jawetz, et.al., 1996). Cheeke, P.R., (2004) menjelaskan bahwa saponin
adalah senyawa penurun tegangan permukaan yang kuat, saponin bekerja sebagai antimikroba
dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakteri
mengalami lisis. Hasil penelitian yang dilakukkan oleh para peneliti, umumnya menunjukkan
bahwa secara in vitro tanaman belimbing wuluh mempunyai potensi antimikroba. Adanya
senyawa aktif yang berpotensi sebagai antibakteri yang terdapat dalam tamanan belimbing
wuluh, menunjukkan peluang yang sangat besar untuk dikembangkan baik dalam bidang farmasi
datau makanan, ekstrak dari tanaman belimbing wuluh baik pada buah, batang dan daun dapat
digunakan sebagai pengawet alami alternatif sehingga dapat mengganti penggunaan pengawet
kimia
yang marak digunakan dalam masyarakat salah satunya adalah formalin. Penggunaan bahan
alam mempunyai potensi yang sangat besar dan relatif aman terhadap tubuh, Akan tetapi aplikasi
penggunaan ke dalam bahan pangan sebagai pengawet alami yang dapat diproduksi secara
komersial dan teraplikasikan ke dalam bahan pangan perlu penelitian lebih lanjut. Ini menjadi
tantangan tersendiri bagi peneliti-peneliti khususnya di lingkungan Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.
KESIMPULAN
Allah menciptakan tumbuhan dengan segala keanekaragamannya sebagai salah satu nikmat
yang diberikan oleh Allah kepada kita, sehingga kita patut bersyukur dan memanfaatkanya
dengan baik. Tanaman Belimbing wuluh yang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di
pekarangan masyarakat indonesia belum termanfaatkan secara optimal. Tanaman belimbing
wuluh mempunyai kandungan senyawa aktif baik pada batang, buah dan daun yang berpotensi
sebagai antibakteri. Pada batang mengandung senyawa saponin, pada buah mengandung
senyawa flavonoid, triterpenoid dan daun mengandung senyawa aktif tannin, flavonoid,
terpenoid. Senyawa-senyawa tersebut yang diduga sebagai senyawa antibakteri. Adanya potensi
antibakteri yang terdapat dalam tanaman belimbing wuluh, menjadikan peluang untuk
dikembangkan penelitian-enelitian lebih lanjut sebagai obat diare atau pengawet alami pengganti
formalin.
DAFTAR PUSTAKA
Amnur. 2008. Cikal Bakal Averhoa Bilimbi. (http://Averhoabilimi.blogspot.com) Diakses 4
April 2009 Anonymous. 2008. Belimbing Wuluh. http://tropical-flowersandfruits.blogspot.com.
Diakses tanggal 06 Februari 2009 Arisandi, Y. dan Y. Andriani. 2008. Khasiat Tanaman Obat.
Jakarta: Pustaka Buku Murah. Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis Aspek Kesehatan Bahan
Tambahan Pangan. Edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Dasuki, U. 1991. Siitematika Tumbuhan
Tinggi. Pusat Universitas Ilmu Hayati ITB. Bandung Faharani, B.G.R. 2009. Uji Aktivitas
Antibakteri Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli secara Bioautografi. Skripsi Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan
Farmasi FMIPA UII. Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi Edisi Kedua. Terjemahan
Kokasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB. Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan. Yogyakarta: Liberty Hampikian dan Stukus. 2006. Micrococcus.
http://microbewiki.kenyon.edu/index.php. Diakses tanggal 25 Mei 2009 Hayati EK, Jannah A
dan Fasya AG. 2009. Aktivitas Antibakteri Komponen Tanin Ekstrak Daun Blimbing Wuluh
(Averrhoa Billimbi L) Sebagai Pengawet Alami. Laporan Penelitian Kuantitatif Depag 2009.
Jakarta: Depag Hagerman, A.E, M.E. Rice and N.T. Richard. 1998. Mechanisms of Protein

Anda mungkin juga menyukai