Microteaching KEL 3
Microteaching KEL 3
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang
sangat penting. Banyak penyebab yang mempengaruhi penurunan tersebut,
diantaranya yaitu sistem pendidikan, kualitas guru, lingkungan pendidikan
serta psikologi siswa. Memperbaiki sistem pendidikan sangat diperlukan untuk
menaikkan kualitas pendidikan, selain itu peningkatan kualitas guru juga
sangat penting.
Guru merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki kompetensi-
kompetensi tertentu agar dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan
baik. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal
10 mengisyaratkan bahwa kompetensi guru mencakup empat kompetensi
yaitu: (1) kompetensi pedagogik, yang merupakan kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran peserta didik; (2) kompetensi kepribadian; (3)
kompetensi sosial yang merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat; serta (4) kompetensi profesional yaitu kemampuan penguasaan
materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Keterampilan dasar mengajar merupakan keterampilan spesifik yang harus
dimiliki oleh setiap guru agar dapat melaksanakan tugas mengajar secara
efektif, efisien, dan profesional. Mengingat pentingnya keterampilan mengajar
dalam menentukan kualitas proses pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh
mahasiswa calon guru, maka penguasaan keterampilan dasar mengajar tidak
cukup hanya dihafalkan secara teoritis namun, harus dilatihkan secara kontinu.
Oleh karena itu guru perlu mengetahui bagaimana cara mengajar dengan benar
melalui microteaching.
1
5. Apakah tujuan micro teaching?
6. Bagaimana langkah-langkah pembuatan perencanaan micro teaching?
7. Bagaimana perubahan dan perkembangan paradigma pendidikan?
8. Bagaimana meningkatkan motivasi?
9. Bagaimana mengadakan variasi?
10. Bagaimana mengajar kelompok kecil?
11. Bagaimana mengajar secara perorangan?
12. Bagaimana mengelola kelas?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui istilah micro teaching
2. Untuk mengetahui sejarah micro teaching
3. Untuk mengetahui pengertian, fungsi & manfaat micro teaching
4. Untuk mengetahui karakteristik micro teaching
5. Untuk mengetahui tujuan micro teaching
6. Untuk mengetahui langkah-langkah pembuatan perencanaan micro
teaching
7. Untuk mengetahui perubahan dan perkembangan paradigm pendidikan.
8. Untuk mengetahui keterampilan meningkatkan motivasi.
9. Untuk mengetahui keterampilan mengadakan variasi.
10. Untuk mengetahui keterampilan mengajar kelompok kecil.
11. Untuk mengetahui keterampilan mengajar secara perorangan.
12. Untuk mengetahui keterampilan mengelola kelas.
2
Bab II
Pembahasan
2.1 Mengenal Micro Teaching
Guru/pendidik yang baik adalah mereka yang berhasil membawa peserta
didik mencapai tujuan dan hasil pembelajaran sesuai dengan kaidah yang
berlaku dalam pendidikan. Keberhasilan dan efektifitas pembelajaran
ditentukan oleh tercapai atau tidaknya tujuan dan hasil pembelajaran. Untuk
mencapai tingkat efektifitas pembelajaran, calon guru/pendidik harus memiliki
pemahaman yang baik tentang bagaimana melaksanakan pembelajaran serta
memiliki keterampilan dasar mengajar sebelum mereka melaksanakan tugas
sebagai tenaga pendidik. Pemahaman dan keterampilan tersebut dapat
diperoleh melalui latihan dan pengalaman belajar. Latihan dan pengalaman
tersebut antara lain dapat diperoleh calon pendidik melalui pembelajaran mikro
(micro teaching).
Pembelajaran mikro bertujuan membekali calon tenaga pendidik beberapa
keterampilan dasar mengajar. Bagi calon tenaga pendidik metode ini akan
memberi pengalaman mengajar yang nyata dan kesempatan berlatih sejumlah
keterampilan dasar mengajar secara terpisah dan bertahap. Selain itu,
Pembelajaran mikro dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada
calon pendidik tentang kapan dan bagaimana menerapkan berbagai
keterampilan dasar menagajar tersebut dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran mikro, agar calon guru dapat menguasai berbagai
keterampilan dasar mengajar dan mendalami makna dan strategi
penggunaannya pada proses pembelajaran, calon guru/pendidik perlu berlatih
satu demi satu keterampilan tersebut. Oleh karena itu pembelajaran mikro
sangat diperlukan dalam bentuk peer teaching dengan harapan agar para calon
guru/pendidik dapat sekaligus menjadi observer (pengamat) temannya sesama
calon guru/pendidik, dengan harapan masing-masing calon guru/pendidik
dapat saling memberikan koreksi dan masukan untuk memperbaiki kekurangan
penguasaan keterampilan dasar dalam mengajar.
Keterampilan dasar mengajar yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Keterampilan membuka dan menutup pembelajaran
3
2. Keterampilan menjelaskan
3. Keterampilan bertanya (dasar, lanjut)
4. Keterampilan mengadakan variasi
5. Keterampilan memberikan penguatan
6. Keterampilan mengelola kelas
7. Keterampilan membelajarkan kelompok kecil dan perorangan
8. Keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil
Pembelajaran mikro dipandang penting baik bagi calon guru maupun guru
dalam jabatan didasarkan pada beberapa asumsi dasar sebagai berikut:
1. Pada umumnya guru tidak dilahirkan tetapi dibentuk terlebih dahulu.
2. Keberhasilan seseorang menguasai hal-hal yang lebih kompleks ditentukan
oleh keberhasilannya menguasai hal-hal yang lebih sederhana sifatnya.
Dengan terlebih dahulu menguasai berbagai keterampilan dasar mengajar,
maka akan dapat dilaksanakan kegiatan mengajar secara keseluruhan yang
bersifat kompleks.
3. Dengan menyederhanakan situasi latihan maka perhatian dapat dilakukan
sepenuhnya pada pembinaan keterampilan tertentu yang merupakan
komponen kegiatan mengajar.
4. Dalam latihan-latihan yang sangat terbatas, calon guru lebih mudah
mengontrol tingkah lakunya jika dibandingkan dengan mengajar secara
global yang bersifat kompleks.
5. Dengan penyederhanaan situasi latihan, diharapkan akan memudahkan
observasi yang lebih sistematis, obyektif serta pencatatan yang lebih teliti.
Hasil observasi tersebut diharapkan dapat menjadi informasi bagi calon
guru mengenai kekurangan yang dilakukannya untuk selanjutnya dilakukan
perbaikan pada kesempatan latihan berikutnya.
4
dahulu. Sejak tahun 50-an pendekatan semacam itu mendapat kritik sebagai
berikut:
1. Pendekatan yang dilakukan oleh calon guru tersebut terlalu teoritis,
filosofis dan abstrak.
2. Bimbingan dalam latihan kurang efektif dan efisien, pembimbingnyapun
juga kurang terlatih.
3. Feedback tidak segera diberikan kepada calon guru dan cenderung kurang
objektif
4. Guru tidak memiliki kompetensi dan keterampilan (skill) mengajar secara
baik.
Berdasarkan kenyataan di atas, sekitar tahun 1963 Micro teaching
diperkenalkan oleh Stanford University USA, sebagai salah satu program yang
dimaksudkan untuk meningkatkan
Kompetensi guru, khususnya dalam keterampilan mengajar (teaching skill).
Dalam rangka mengembangkan keterampilan mengajar, aktivitas mengajar
yang kompleks dipecah-pecah menjadi sejumlah keterampilan agar mudah
dipelajari. Ide pertama timbul dalam bentuk demonstrasi mengajaran dengan
kelompok siswa bermain peran. Pada saat yang sama dilakukan penelitian
bagaimana cara-cara menggunakan metode secara fleksibel dan efektif yang
disertai dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai reinforcement.
Dalam waktu singkat micro teaching telah digunakan di sebagian besar
lembaga pendidikan dan keguruan di Amerika Serikat dan beberapa negara
lainnya. Berdasarkan rekomendasi dari The second sub-regional workshop on
teacher Education di Bangkok pada November 1971, micro teaching mulai
digunakan di berbagai negara Asia, terutama Malaysia dan Philipina. Di
Indonesia, micro teaching mulai diperkenalkan pada tahun 1977 oleh lembaga
pendidikan guru IKIP Yogyakarta, IKIP Bandung, IKIP Ujung Pandang, dan
FKIP Universitas Satyawacana. Sejarah micro teaching harus menjadi
landasan dalam pelaksanaan micro teaching. Micro teaching harus benar-benar
digunakan untuk meningkatkan kualitas guru dan sekolah, bukan hanya
formalitas yang tanpa makna. Dibutuhkan kesungguhan dan konsistensi dalam
5
menerapkan micro teaching yang benar, bukan sekedar proyek tanpa implikasi
positif bagi dinamisasi pendidikan.
6
pembelajaran sehingga calon guru/pendidik dapat menguasai keterampilan
satu per satu dalam situasi mengajar yang disederhanakan (Hasibuan, 1988).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa micro teaching berarti suatu
metode latihan yang dirancang sedemikian rupa untuk memperbaiki
keterampilan mengajar calon guru dan atau mengembangkan pengalaman
profesional guru khususnya keterampilan mengajar dengan cara
menyederhanakan atau memperkecil aspek pembelajaran seperti jumlah murid,
waktu, fokus bahan ajar dan membatasi penerapan keterampilan mengajar
tertentu, sehingga dapat diidentifikasi berbagai keunggulan dan kelemahan
pada diri guru/calon guru secara akurat. Dengan demikian, diharapkan aktivitas
mengajar yang kompleks, yang memerlukan berbagai keterampilan dasar dapat
dikuasai satu per satu oleh guru/calon guru.
Sesuai dengan sebutannya mikro, maka situasi dan aspek yang
disederhanakan adalah dari segi:
1. Jumlah murid yang terdiri dari 5 sampai 10 orang.
2. Alokasi waktu mengajar, terdiri dari 10 sampai 15 menit.
3. Bahan pelajaran yang hanya mencakup 1 atau 2 aspek yang sederhana.
4. Keterampilan mengajar difokuskan pada 1 atau 2 keterampilan saja.
Penyederhanaan aspek-aspek di atas didasarkan atas asumsi bahwa aktivitas
mengajar yang kompleks itu akan lebih mudah dilaksanakan, dinilai dan
diperbaiki, bila gurdilatih menguasai komponen dari proses mengajar secara
satu persatu.
Dengan demikian, perbedaan antara pembelajaran mikro dan pembelajaran
makro adalah sebagai berikut:
7
Berdasarkan pada hasil riset yang dilakukan Brown & Amstrong,
menyimpulkan bahwa calon guru yang mengikuti micro teaching:
1. Penampilan mengajarnya lebih baik dalam praktek keguruan (PPL).
2. Lebih terampil dari calon guru yang tidak melakukan micro teaching.
3. Mempunyai nilai yang tinggi dalam Program Praktek Lapangan (PPL).
4. Interaksi calon guru dengan siswa menjadi lebih baik.
Dengan demikian, fungsi micro teaching bagi guru dan calon guru adalah
untuk:
1. Memperoleh umpan balik atas penampilannya dalam pembelajaran. Umpan
balik ini berupa
informasi tentang kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya dapat
dipertahankan atau ditingkatkan, sedangkan kekurangannya dapat
diperbaiki sehingga keterampilan dasar pembelajaran dapat dikuasainya
dengan baik.
2. Memberi kesempatan kepada siswa calon guru untuk menemukan dirinya
sebagai calon guru.
3. Menemukan modelmodel penampilan seorang guru dalam pembelajaran,
dengan menggunakan hasil supervisi sebagai dasar diagnostik dan remidi
(perbaikan) untuk mencapai tujuan latihan keterampilan.
Dengan bekal micro teaching terdapat beberapa manfaat yang
dapat diambil oleh guru/calon guru antara lain:
1. Mengembangkan dan membina keterampilan tertentu guru/calon guru
dalam mengajar
2. Dapat mempraktekkan metode dan strategi baru dalam lingkungan yang
mendukung.
3. Segera mendapat umpan balik (feedback) dari penampilannya (performance)
dengan memutar ulang rekaman video.
4. Dapat menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran dengan mengurangi
kecemasan.
5. Memperoleh pengalaman yang berharga dengan resiko yang kecil.
6. Dapat mengatur tingkah laku sendiri sewajar mungkin dengan cara yang
sistematis.
8
7. Penguasaan keterampilan mengajar oleh guru/calon guru menjadi lebih baik.
9
Dalam bahasa yang ringkas, dapat ditegaskan bahwa ciri khas micro
teaching, adalah real teaching yang dimikrokan meliputi jumlah siswa,
alokasi waktu, fokus keterampilan, kompetensi dasar, hasil belajar dan materi
pokok pembelajaran yang terbatas.
10
a. Calon guru mampu menganalisis tingkah laku pembelajaran kawannya
dan dirinya sendiri.
b. Calon guru mampu melaksanakan berbagai jenis keterampilan dalam
proses pembelajaran.
c. Calon guru mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif,
produktif, dan efisien.
d. Calon guru mampu bertindak profesional.
11
a. Tuliskan identitas mata pelajaran antara lain: Nama mata pelajaran, pokok
bahasan / sub pokok bahasan, kelas, semester, waktu dan lain sebagainya
sesuai kebutuhan.
b. Tuliskan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator.
c. Materi pembelajaran. Sebutkan materi yang harus diajarkan untuk mencapai
indikator yang telah ditetapkan.
d. Kegiatan pembelajaran. Rumuskan kegiatan-kegiatan atau pengalaman
pembelajaran yang akan dilakukan oleh guru dan siswa dalam melakukan
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
e. Tentukan alat, media, dan sumber rujukan, yaitu itu menentukan alat/media
pembelajaran yang akan digunakan untuk mendukung terjadinya proses
pembelajaran secara efektif dan efisien.
f. Tentukan prosedur evaluasi. Yaitu merumuskan prosedur, bentuk dan jenis
evaluasi yang akan dilakukan untuk mengukur hasil pembelajaran yang
telah dilakukan. Dalam evaluasi harus memperhatikan prinsip evaluasi yaitu
validitas dan reliabilitasnya agar memperoleh informasi yang akurat dari
hasil pembelajaran yang telah dicapai oleh siswa. Pembelajaran mikro yang
sebenarnya dilakukan dalam kelas khusus yang dirancang untuk
kepentingan latihan mengajar. Maka tentu saja perencanaan
pembelajarannya dibuat sesuai dengan kaidah prosedur pembuatan
perencanaan pembelajaran yang berlaku untuk kepentingan pembelajaran
biasa. Satu hal yang membedakan antara rencana pembelajaran mikro dan
rencana pembelajaran biasa, untuk rencana pembelajaran mikro ditambah
satu komponen yaitu Tujuan Latihan Pembelajaran Mikro.
Sebagai alat kontrol untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta yang
telah berlatih, dalam pembelajaran mikro dilengkapi oleh seperangkat alat /
instrumen lain, yaitu pedoman observasi. Rumusan pedoman observasi
berbeda-beda antara pedoman observasi yang satu dengan yang lainnya. Hal
ini disesuaikan dengan setiap jenis keterampilan dasar mengajar yang
dilatihkan. Pedoman observasi dipegang oleh observer yang bertugas
mengamati penampilan perserta yang berlatih. Pihak observerd adalah mereka
yang dianggap sudah memiliki pengalaman lebih sehingga dapat memberikan
12
penilaian secara objektif untuk dijadikan masukan/balikan bagi peserta yang
berlatih.
13
dari luar diri pelaku, melainkan juga dari dalam diri pelaku. Misalnya, Gagne
berpendapat bahwa balikan dari keberhasilan belajar merupakan reinforcement
(penguat) memperkuat motivasi belajar. Lebih tegas, para penganut teori
belajar humanism berpendapat bahwa dorongan belajar tidak berasal dari luar
tubuh, tetapi dari dalam diri tubuh. Misalnya, Locke berpendapat bahwa orang
tidak harus tergantung pada lingkungan, tetapi harus mengubah ligkungan
untuk memperbaiki dirinya. Pembelajaran masa kini nampaknya lebih
cenderung menyempurnakan dan menerapkan teori bahwa dorongan belajar
yang berasal dari dalam diri pelaku (motivasi intrinsik) lebih baik daripada
dorongan dari dalam dari luar (motivasi ekstrinsik). Misalnya Loisell dan
Descamps (1992) menyarankan bahwa mengubah motivasi ekstrinsik menjadi
motivasi intrinsic merupakan salah satu cara yang berguna untuk meningkatkan
motivasi belajar.
Didalam perubahan dan perkembangan dunia pendidikan banyak
pandangan- pandangan lama mengenai berbagai aspek pembelajaran
ditinggalkan dan muncul pandangan- pandangan baru. Misalnya : (1) konsep
pendidikan berbasis pengetahuan ditinggalkan, muncul konsep pendidikan
berbasis kompetensi dan pembelajaran berbasis konstruktivisme, (2) belajar
kompetitif dinilai kurang bermanfaat dibandingkan dengan belajar kooperatif,
(3) pengajarn berpusat pada guru diperbaiki menjadi pembelajaran berpusat
pada siswa. Perubahan dan perkembangan dalam dunia pendidikan itu tentunya
akan mempengaruhi model-model pembentukan dan peningkatan
keprofesionalan guru.
2.8 Keterampilan Meningkatkan Motivasi
Motivasi adalah sesuatu yang dapat dorongan orang untuk sudi menjalankan
suatu pekerjaan. Motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong siswa untuk
sudi melakukan kegiatan belajar. Motivasi belajar merupakan sesuatu yang
sangat penting untuk kelangsungan kegiatan belajar dan peningkatan prestasi
belajar. Louisell dan Descamps (1992) mengemukakan bahwa guru mungkin
sangat menguasai bahan pelajaran dan teknik pembelajaran, tetapi jika mereka
tidak tahu bagaimana cara meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar,
maka usaha-usaha mereka tidak akan sia- sia.
14
Motivasi belajar dapat ditandai dengan enam macam tingkah laku, yaitu :
1. Perhatian. Motivasi belajar siswa tinggi jika mereka memusatkan perhatian
lebih besar kepada kegiatan belajar dari pada kegiatan yang bukan belajar.
2. Lama belajar. Siswa mempunyai motivasi belajar tinggi jika sswa
menghabiska waktu cukup untuk kegiatan belajar.
3. Usaha. Siswa mempunyai motivasi belajar tinggi jika mereka bekerja secara
intensif, mengeluarkan banyak energi dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas belajar.
4. Irama perasaan. Siswa mempunyai motivasi belajar tinggi jika siswa merasa
gembira, mempunyai keyakinan diri dan tegar pada situasi belajar yang ada.
5. Ekstensi. Siswa mempunyai motivasi belajar tinggi jika mereka
menggunakan jam-jam bebas pelajaran atau istirahat untuk kegiatan belajar.
6. Penampilan. Motivasi belajar ditunjukkan dengan diselesaikannya tugas
belajar.
Stipek dan Hunter (dalam Louisell dan Descamps, 1992) menggajukan
sepuluh cara yang dapat digunakan meningkatkan motivasi belajar. Cara- cara
peningkatan motivasi yang dikemukakan oleh Stipek dan Hunter tersebut,
dapat ditentukan keterampilan- keterampilan dasar mengajar yang berguna
untuk meningkatkan motivasi belajar, yaitu : (1) menjadikan tugas menantang,
(2) mengurangi fokus belajar pada tes penilaian, (3) memberi bantuan tidak
perlu obyektif, (4) mengubah motivasi ekstrinsik menjadi motivasi intrinsic,
(5) memberi hadiah, (6) menaruh harapan tinggi pada semua siswa, (7)
memberitahukan hasil belajar siswa, (8) mempromosikan keberhasilan untuk
semua anggota kelas, (9) meningkatkan persepsi siswa sebagai control, (10)
mengubah struktur tujuan penghargaan kelas.
Disamping keterampilan meningkatkan motivasi belajar yang dapat
dikembangkan ari cara- cara meningkatkan motivasi yang disarankan oleh
Stipek dan Hunter ada keterampilan lain yang dapat digunakan untuk
menigkatkan motivasi belajar siswa. Keterampilan keterampilan itu antara
lain: (a) pengetahuan verbal, (b) penguatan berupa mimic dan gerakan tubuh,
(c) penguatan dengan cara mendekati, (d) penguatan dengan sentuhan, (e)
penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, (f) penguatan berupa symbol
15
atau benda (Hasibuan dkk, 1998). Diantaraketerampilan- keterampilan
tersebut, penguatan verbal dan penguatan dengan symbol atau benda trmasuk
penguatan ekstrinsik. Penguatan penguatan tersebut sebaiknya dilaksanakan
dalam suasana keakraban, kehangatan, dan keantusiasan. Suasana itu dapat
menimbulkan kegembiraan pada siswa yang dapat meningkatkan motivasi
belajarnya.
16
2.4.1 Variasi dalam Gaya Mengajar Guru.
Menurut Abu Ahmadi, gaya mengajar adalah tingkah laku, sikap, dan
perbuatan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sementara
menurut Syahminan Zaini, gaya mengajar adalah gaya atau tindak-tanduk
guru sebagai pernyataan kepribadiannya dalam menyampaikan bahan
pelajarannya kepada siswa. Dari definisi pendapat para ahli tersebut bisa
ditarik kesimpulan bahwa variasi gaya mengajar adalah pengubahan tingkah
laku, sikap dan perbuatan guru dalam konteks belajar mengajar yang
bertujuan untuk mengatasi kebosanan siswa sehingga siswa memiliki minat
belajar yang tinggi terhadap pelajarannya (Helmiati, 2013). Berikut cara
yang dapat ditempuh guru dalam memvariasikan gaya mengajar:
a. Variasi suara (teacher voice)
Variasi suara adalah perubahan suara dari keras menjadi lemah,
dari tinggi menjadi rendah, dan cepat menjadi lambat atau sebaliknya.
Suara guru hendaknya bervariasi pada saat menjelaskan materi
pelajaran baik dalam intonasi, volume, nada dan kecepatan. Berbicara
di depan kelas tidak dapat disamakan dengan orang yang berpidato di
depan massa dan orang yang membaca puisi, karena guru berhadapan
dengan siswa sebagai lawan bicara dan subjek didik. Karena itu, guru
perlu memilki kontak batin dalam interaksi edukatifnya dengan siswa
(Soetomo, 1993).
b. Pemusatan perhatian siswa (focusing)
Perhatian siswa mestilah terpusat pada hal-hal yang dianggap
penting. Hal ini dapat dilakukan guru misalnya dengan perkataan
Perhatikan ini baik-baik! atau Nah, ini penting sekali atau
Perhatikan dengan baik, ini agak sukar dimengerti (Usman, 2006).
c. Kesenyapan atau kebisuan guru (teacher silence)
Adanya kesenyapan, kebisuan, atau selingan diam yang tiba-
tiba dan disengaja saat guru menjelaskan sesuatu merupakan cara yang
tepat untuk menarik perhatian siswa. Perubahan stimulus dari adannya
suara kepada keadaan tenang atau senyap, atau dari adanya kesibukan
atau kegiatan lalu dihentikan akan dapat menarik perhatian karena
17
siswa ingin tahu apa yang terjadi. Misalnya, dalam pembelajaran guru
melakukan ceramah selama 5 menit kemudian melakukan jeda (senyap)
dengan berhenti sebentar sambil mengarahkan pandangannya ke
seluruh kelas atau pada siswa agar siswa terfokus ketika melihat tingkah
guru yang tiba-tiba berubah diam. Setelah itu, baru guru melanjutkan
kembali uraiannya (Soegito & Nurani, 2002).
d. Mengadakan kontrak pandang dan gerak (eye contact and movement)
Bila guru sedang berbicara atau berinteraksi dengan siswanya,
sebaiknya pandangan menjelajahi seluruh kelas dan melihat ke mata
siswa-siswa untuk menunjukkan adanya hubungan yang intim dan
kontak dengan mereka (Helmiati, 2013).
e. Gerakan badan dan mimik
Variasi dalam gerakan kepala, gerakan badan dan ekspresi
wajah (mimik) adalah aspek yang penting dalam berkomunikasi.
Gunanya untuk menarik perhatian dan memberikan kesan dan
pendalaman makna dari pesan lisan yang disampaikan (Usman, 2006).
f. Pergantian posisi guru di dalam kelas (teachers movement)
Pergantian posisi guru di dalam kelas dapat digunakan untuk
mempertahankan perhatian siswa. Guru perlu membiasakan bergerak bebas,
tidak kikuk atau kaku, serta menghindari tingkah laku negatif. Berikut ini
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Membiasakan bergerak bebas di dalam kelas. Gunanya untuk
menanamkan rasa dekat kepada siswa sambil mengontrol tingkah laku
siswa.
2. Jangan membiasakan menerangkan sambil menulis menghadap ke papan
tulis.
3. Jangan membiasakan menerangkan dengan arah pandangan ke langit-
langit, ke arah lantai, atau keluar, tetapi arahkan pandangan menjelajahi
seluruh kelas.
4. Bila ingin mengobservasi seluruh kelas, bergeraklah perlahan-lahan ke
arah belakang dan dari belakang ke arah depan untuk mengetahui tingkah
laku siswa (Usman, 2006).
18
2.4.2 Variasi dalam Penggunaan Media dan Alat Pembelajaran
Media dan alat pembelajaran dapat digolongkan ke dalam tiga bagian bila
ditinjau dari indera yang digunakan, yakni dapat didengar (audio), dilihat (visual),
dapat didengar sekaligus dilihat (audio-visual, dapat diraba, dimanipulasi atau
digerakkan (motoric) (Hasibuan, 2013).
Setiap anak mempunyai perbedaan kemampuan dalam menggunakan alat
inderanya. Ada anak yang termasuk tipe visual, auditif, dan motorik. Untuk dapat
mengakomodir kemampuan anak yang berbeda-beda, guru perlu memvariasikan
penggunaan media dan alat pembelajaran dengan memperhatikan kesesuaiannya
dengan tujuan pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran dapat meningkatkan
hasil belajar dan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan berkesan bagi
siswa (Hasibuan, 2013).
Variasi dalam penggunaan media dan alat pembelajaran antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Variasi alat atau media yang dapat dilihat (visual aids). Alat atau media yang
termasuk ke dalam jenis ini ialah yang dapat dilihat seperti grafik, bagan,
poster, diograma, specimen, gambar, film, dan slide.
b. Variasi alat atau media yang dapat didengar (auditif aids). Suara guru termasuk
ke dalam media komunikasi yang utama di dalam kelas. Rekaman suara, suara
radio, musik, deklamasi puisi, sosiodrama, dan telepon dapat dipakai sebagai
media indera dengar.
c. Variasi alat atau bahan yang dapat didengar dan dilihat (audiovisual aids):
Penggunaan alat jenis ini merupakan tingkat yang lebih tinggi dari dua yang di
atas karena melibatkan lebih banyak indera. Media yang termasuk jenis ini,
misalnya film, televise, slide projector yang diiringi penjelasan guru. Tentu saja
penggunaan media jenis ini mesti disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang
hendak dicapai.
d. Variasi alat atau media yang dapat diraba, dimanipulasi, dan digerakkan
(motoric). Penggunaan alat yang termasuk ke dalam jenis ini akan dapat
menarik perhatian siswa dan dapat melibatkan siswa dalam membentuk dan
memperagakan kegiatan, baik secara individual maupun kelompok. Yang
19
termasuk ke dalam jenis ini adalah peragaan yang dilakukan oleh guru atau
siswa, model, spesimen, patung, topeng, dan boneka, yang dapat digunakan
oleh siswa dengan meraba, menggerakkan, memperagakan atau
memanipulasinya (Usman, 2006).
Benda-benda yang digunakan untuk mempresentasika bahan pelajaran
disebut media pembelajaran. Penggunaan media dalam pembelajaran sebaiknya
bervariasi dengan tujuan: menampilkan fenomena yang menakjubkan,
menimbulkan konflik kognitif dan memunculkan masalah, menyediakan sumber
data, membantu siswa membangun konsep, memberikan pengalaman langsung, dan
meng konkretkan informasi yang abstrak. Keterampilan yang perlu dikuasai dan
diterapkan guru adalah: (a) kreatifitas pemilihan media dan menciptakan variasi
penggunaannya, (b) merancang dan membuat media, (c) menampilkan media pada
waktu yang tepat dan bervariatif sesuai dengan kepentingan pembelajarannya, (d)
menampilkan media dengan jelas (Susanto,2002).
Selain itu, dalam proses pembelajaran terdapat aktivitas guru dan siswa.
beberapa aktivitas siswa yaitu aktivitas fisik, aktivitas mental, aktivitas verbal,
aktivitas non verbal, dan sebagainya. Aktivitas siswa tersebut dapat berupa
mendengarkan informasi, menelaah materi, bertanya, menjawab pertanyaan,
membaca, berdiskusi, berlatih, atau memperagakan (Wardani & Julaeha, 2003).
Kedua aspek di atas, yaitu pola interkasi dan aktivitas siswa perlu
divariasikan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Penggunaan variasi pola interaksi
dan aktivitas siswa dimaksudkan untuk menghindari kebosanan siswa serta untuk
menghidupkan suasana kelas demi tercapainya tujuan pembelajaran.
20
2.10 Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil
Pengajaran sains masa kini yang cenderung menerapkan belajar
konstruktivistik dan kooperatif, frekuensi kegiatan siswa kelompok menjadi makin
sering. Kerja kelompok kecil dalam pengajaran sains meliputi kegiatan-kegiatan
eksperimen atau percobaan di kelas atau laboratorium, pengamatan di luar ruangan,
dan diskusi. Dalam pemahaman belajar konstruktivis dan kooperatif, kerja
kelompok bukan sekedar bekerja dalam kelompok kecil karena tugas/pekerjaan
dapat diselesaikan melalui kerja kelompok, melainkan kerja bersama yang
kooperatif dimana setiap individu anggota kelompok mengeluarkan usaha optimal
utuk menyelesaikan tugas kelompok, dan setiap individu bertanggung jawab untuk
memberhasilkan pencapaian belajar anggota kelompok yang lain. Sehingga kerja
kelompok yang kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran untuk member
kesempatan kepada siswa untuk menguasai keterampilan pribadi, keterampilan
sosial, keterampilan berpikir, keterampilan konsep menjalankan prosedur dan
proses kerja ilmiah, dan keterampilan vocasional. Maka dari itu, guru prlu memiliki
kecakapan khusus untuk mengelola pembelajaran kelompok kecil (Susanto, 2002):
1. Kecakapan merancang kegiatan untuk kerja kelompok kecil
a. Menentukan tujuan dan motif dari kerja kelompok, yaitu pengajaran yang
diharapkan dicapai siswa dan pertimbangan-pertimbangan mengapa suatu
kerja kelompok diadakan,
b. Memilih topic tugas yang relevan untuk diselesaika secara kelompok, yaitu
tugas yang mencakup beberapa kegiatan dan perlu ditangani lebih dari satu
orang, atau tugas yang karena suatu hal (misal: keterbatasan alat) perlu
diatur dalam kerja kelompok untuk mempelajarinya,
c. Merancang prosedur kerja kelompok yang meliputi penyediaan peralatan
dan bahan, rancangan langkah kegiatan dari tugas yang akan diselesaikan
dalam kerja kelompok, dan alokasi waktu kegiatan.
2. Keterampilan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang ada dalam tugas
kelompok, artinya guru harus cakap mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang
nantinya dikerjakan oleh siswa.
3. Mengorganisasikan kegiatan siswa dalam kelompok, yaitu membentuk
kelompok dan mengatur pembagian tugas kelompok.
21
4. Kecakapan membimbing kerja siswa dalam kelompok, yaitu member arahan
bagaimana siswa harus melakukan pekerjaan, member contoh cara melakukan
pekerjaan, menangani pekerjaan, memonitor dan menilai koordinasi kerja antar
anggota kelompok.
5. Mengorgaisasikan kegiatan antar kelompok, yaitu memadukan atau
mensinkronkan hasil kerja antara kelompok satu dengan kelompok lainnya,
agar semua anggota kelas memperoleh persepsi sama terhadap hasil tugas
belajar. Hal ini dapat dikerjakan dalam bentuk diskusi kelas.
22
Berdasarkan prinsip-prinsip pengajaran perseorangan, ada
keterampilan-keterampilan mengajar yang perlu dikuasai dan dikembangkan
oleh guru.
a. Keterampilan mengidentifikasi tingkat perkembangan kemampuan dan
sosio-emosional siswa.
Identifikasi tingkat kemampuan siswa dapat dilakukan untuk
mengetahui tingkat perkembangan berfikir dalam taksonomi yang
dikembangkan Piaget sesuai dengan perkembangan umur siswa, yaitu :
tahap sensori-motorik, tahap berpikir praoperasional, tahap berpikir
konkret, dan tahap berpikir abstrak. Di samping itu, identifikasi tingkat
kemampuan siswa dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan
(kualitas belajar) terhadap konsep yang akan dipelajari. Kriteria yang
digunakan dapat menggunakan taksonomi yang dikembangkan oleh
Biggs dan Collis yang disebut SOLO Taxonomy (Structure of Observed
Learning Outcome). SOLO Taxonomy terdiri atas prestuctural,
unistructural, multistructural, relational, extended abstract.
b. Menyesuaikan pengajaran dengan kecepatan belajar siswa.
Siswa mempunyai kecepatan belajar yang berbeda antara yang satu
dengan lainnya. Perbedaan kecepatan itu bisa dalam hal mendengarkan,
melihat, memahami pesan atau informasi, menganalisis, dan
menyimpulkan informasi serta mengembangkan informasi. Guru perlu
menyesuaikan kecepatan pembelajaran dengan kecepatan belajar siswa.
c. Menyesuaikan pengajaran dengan gaya belajar siswa.
Gaya belajar siswa pasti berbeda-beda. Secara umum, pada anak
yang tidak cacat indra, gaya belajar dapat dibedakan menjadi gaya belajar
visual, gaya mendengar dan gaya belajar audiovisual. Disamping itu
mungkin ada gaya-gaya khusus yang dimiliki oleh seorang siswa,
misalnya dapat belajar dengan baik sambil menonton TV/mendengarkan
lagu, ada yang dapat belajar dengan baik hanya jika suasana sepi dan
lain-lain. Guru harus mampu memperhatikan dan memahami gaya
belajar siswa agar bisa merancang serta melaksanakan pengajaran sesuai
dengan gaya belajar siswa.
d. Mengawali pelajaran dari pengetahuan dan pengalaman awal siswa.
Pembelajaran konstruktivisme mengawali pelajaran dari
pengetahuan atau pengalaman awal siswa. Pengetahuan atau pengalaman
awal itu dikembangkan untuk membangun konsep baru. Untuk itu, guru
harus mampu menggali pengetahuan awal siswa pada setiap konsep yang
dipelajari.
e. Mendiagnosis kesulitan belajar siswa. Kesulitan belajar seharusnya tidak
diduga karena kekurangmampuan siswa, karena kemampuan seharusnya
dibangun dalam proses pembelajaran. Maka penyebab kesulitan belajar
seharusnya dicari dari faktor lain, baik faktor yang ada dalam diri siswa
23
maupun yang ada di luar diri siswa. Kesulitan belajar dapat disebabkan
oleh ketidaksesuaian strategi pembelajaran dengan gaya belajar,
kelelahan atau gangguan fisik lain, masalah psikologis, lingkungan
tempat belajar yang tidak representatif (misalnya kegaduhan) atau faktor
eksternal lain.
f. Memberi bantuan sesuai dengan batas kesulitan siswa. Pengajaran
perseorangan adalah pengajaran berpusat pada siswa. Kegiatan belajar
seharusnya lebih banyak diaktifkan pada siswa. Guru perlu membantu
pada saat siswa betul-betul membutuhkan, artinya siswa sudah berusaha
bisa mengerjakan tugas atau memecahkan masalah tetapi tetap tidak bisa
dan bila diberi bantuan akan sedikit bisa. Dalam keadaan ini siswa
berada dalam suatu batas kemampuan yang disebut proximal zone of
development. Dalam keadaan demikianlah bantuan kepad siswa perlu
diberikan (Slavin, 1994). Bentuk bantuan disesuaikan dengan bentuk
kesulitan belajar yang sudah didiagnosis.
24
Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru dalam
menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal serta
keterampilan mengembalikan kondisi belajar ke kondisi yang optimal bila
terdapat gangguan dalam proses belajar baik yang bersifat gangguan kecil
dan sementara maupun gangguan yang berkelanjutan (Zainal, 2011:72-73).
Dalam bahasa lain keterampilan mengelola kelas dapat diartikan sebagai
seni atau keterampilan guru dalam mengoptimalkan sumber daya kelas bagi
penciptaan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Latihan keterampilan mengelola kelas bagi guru/calon guru
dimaksudkan:
1. Agar guru dapat mengembangkan keterampilan dalam memelihara
kelancaran penyajian dan langkah-langkah proses pembelajaran secara
efektif.
2. Memiliki kesadaran terhadap kebutuhan siswa.
3. Mengembangkan kompetensi guru dalam memberikan pengarahan yang
jelas kepada siswa.
4. Memberi respon secara efektif terhadap tingkah laku siswa yang
menimbulkan gangguan baik kecil atau ringan.
5. Memahami dan menguasai seperangkat kemungkinan strategi dan yang
dapat digunakan dalam hubungan dengan masalah tingkah laku siswa
yang berlebihan atau terus menerus mengganggu proses pembelajaran.
Keterampilan mengelola kelas bagi siswa mempunyai tujuan untuk:
1. Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab individu terhadap
tingkah lakunya, serta sadar untuk mengendalikan dirinya.
2. Membantu siswa agar mengerti akan arah tingkah laku yang sesuai
dengan tata tertib kelas, dan melihat atau merasakan teguran guru sebagai
suatu peringatan dan bukan kemarahan.
3. Menimbulkan rasa berkewajiban melibatkan diri dalam tugas serta
bertingkah laku yang wajar sesuai dengan aktivitas kelas (Zainal,
2011:73).
Secara garis besar keterampilan mengelola kelas terbagi dua bagian
yaitu;
1. Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan
kondisi belajar yang optimal, yang dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut:
a. Memusatkan perhatian siswa
Hal ini dilakukan dalam rangka mempersiapkan peserta didik dalam
pembelajaran dengan cara memperhatikan sikap dan mengatur tempat
duduk siswa, serta memulai pelajaran setelah nampak siswa siap
belajar.
b. Menunjukan sikap tanggap
Guru memperlihatkan sikap positif terhadap setiap perilaku yang
muncul pada siswa dan memberikan tanggapan-tanggapan atas
perilaku tersebut dengan maksud tidak menyudutkan kondisi siswa,
perasaan tertekan dan memunculkan perilaku susulan yang kurang
baik.
c. Membagi perhatian
25
Kelas diisi lebih dari satu orang akan tetapi sejumlah orang (siswa)
yang memiliki keterbatasan-keterbatasan yang berbeda-beda yang
membutuhkan bantuan dan pertolongan dari guru. Perhatian guru
tidak hanya terpokus pada satu orang atau satu kelompok tertentu yang
dapat menimbulkan kecemburuan, tapi perhatian harus terbagi dengan
merata kepada setiap anak yang ada di dalam kelas.
d. Memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas
Untuk mengarahkan kelompok kedalam pusat perhatian seperti
dijelaskan di atas, juga memudahkan anak menjalankan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya maka tugas guru adalah mamaparkan
setiap pelaksanan tugas-tugas tersebut sebagai petunjuk pelaksanaan
yang harus dilaksanakan anak secara bertahap dan jelas.
e. Memberi teguran secara bijaksana
Permasalahan bisa terjadi dalam hubungannya antara siswa dengan
siswa dan siswa dengan guru. Permasalahan dalam hubungan tersebut
bisa terjadi dalam konteks pembelajaran, sehingga guru sebagai
pemegang kendali kelas harus mampu memberikan teguran yang bijak
sesuai dengan tugas dan perkembangan siswa. Sifat dari teguran tidak
merupakan hal yang memberikan efek penyerta yang menimbulkan
ketakutan pada siswa tapi bagaimana siswa bisa tahu dengan
kesalahan yang dilakukannya.
f. Memberi penguatan ketika diperlukan
Penguatan adalah upaya yang diarahkan agar prestasi yang dicapai
dan perilaku-perilaku yang baik dapat dipertahankan oleh siswa atau
bahkan mungkin ditingkatkan dan dapat ditularkan kepada siswa
lainnya. Penguatan yang dimaksudkan dapat berupa reward yang
bersipat moril juga yang bersifat material tapi tidak berlebihan
(Zainal, 2011:74).
2. Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar
yang optimal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara:
a. Memodifikasi tingkah laku
Modifikasi tingkah laku adalah menyesuaikan bentuk-bentuk tingkah
laku ke dalam tuntutan kegiatan pemebelajaran sehingga tidak muncul
prototype pada diri anak tentang peniruan perilaku yang kurang baik.
b. Pengelolaan kelompok
Kelompok kecil ataupun kelompok belajar di kelas adalah merupakan
bagaian dari pencapaian tujuan pembelajaran dan strategi yang
diterapkan oleh guru. Kelompok juga bisa muncul secara informal
seperti teman bermain, teman seperjalanan, teman karena gender dan
lain-lain. Untuk kelancaran pembelajaran dan pencapaian tujuan
pembelajaran maka kelompok yang ada di kelas itu harus dikelola
dengan baik oleh guru.
c. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan
masalah.
Permasalahan memiliki sifat perennial (akan selalu ada) dan nurturan
effect, oleh karena itu permasalahan akan muncul di dalam kelas
kaitannya dengan interaksi dan akan diikuti oleh dampak pengiring
yang besar bila tidak bisa diselesaikan. Guru harus dapat mendeteksi
26
permasalahan yang mungkin muncul dan dengan secepatnya
mengambil langkah penyelesaian sehingga ada solusi untuk masalah
tersebut (Zainal, 2011:75).
27
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Keterampilan mengajar secara perseorangan memiliki beberapa prinsip umum
salah satunya adalah pengajaran yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan
kemampuan dan sosio-emosional siswa. Selain itu ada beberapa keterampilan
mengajar yang perlu dikuasai dan dikembangkan oleh guru diantaranya :
1. Keterampilan mengidentifikasi tingkat perkembangan kemampuan dan
sosio-emosional siswa.
2. Menyesuaikan pengajaran dengan kecepatan belajar siswa.
3. Menyesuaikan pengajaran dengan gaya belajar siswa.
4. Mengawali pelajaran dari pengetahuan dan pengalaman awal siswa.
5. Mendiagnosis kesulitan belajar siswa.
6. Memberi bantuan sesuai dengan batas kesulitan siswa.
Keterampilan mengelola kelas mempunyai tujuan untuk:
1. Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab individu terhadap
tingkah lakunya, serta sadar untuk mengendalikan dirinya.
2. Membantu siswa agar mengerti akan arah tingkah laku yang sesuai dengan
tata tertib kelas, dan melihat atau merasakan teguran guru sebagai suatu
peringatan dan bukan kemarahan.
3. Menimbulkan rasa berkewajiban melibatkan diri dalam tugas serta
bertingkah laku yang wajar sesuai dengan aktivitas kelas
3.2 Saran
28
Daftar Pustaka
29
Wardani, G.A.K dan Julaeha, Siti. 2003. Pemantapan Kemampuan
Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Zainal, Asril. 2011. Micro Teaching Disertai dengan Pedoman Pengalaman
Lapangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
30