Uji Tanin Secara Permanganometri
Uji Tanin Secara Permanganometri
BAB I
PENDAHULUAN
perubahan yang terjadi pada senyawa tanin bersama berjalannya waktu berperan
penting dalam proses pemasakan buah.
Analisis tanin ini dilakukan dengan dua cara yaitu cara kualitatif dan
kuantitatif. Cara kualitatif ini dilakukan dengan cara mereaksikannya dengan
FeCl3, gelatin tes, dan asam klorogenat. Cara kuantitatif dilakukan dengan cara
permanganometri. Cara ini digunakan karena lebih efisien dan sederhana untuk
digunakan pada industri rumah tangga.
Analisis ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu metode
standarisasi dalam sediaan herbal terstandar dan fitofarmaka yang dilakukan
dengan mengidentifikasi adanya tanin serta untuk menghitung kadar tanin total
dari kulit buah rambutan menggunakan metode permanganometri.
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks.
Dalam reaksinya, ion MnO4 bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4 akan
berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi biasanya digunakan
untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sampel.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat.
Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali
digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai
pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan
suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi.
Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi. (Didik Setiyo
Widodo,Retno Ariyadi.2010)
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik
untuk membuat makalah seminar kimia dengan judul Analisis Tanin dari Kulit
Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Secara Permanganometri.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3. TANIN
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada
tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul
biasanya berkisar 1000-5000. Tanin mampu menjadi pengompleks dan kemudian
mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat makromolekul lainnya.
Tanin merupakan campuran senyawa polifenol yang jika semakin banyak jumlah
gugus fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop, tanin
biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning, merah, atau
cokelat.
Tanin berikatan kuat dengan protein dan dapat mengendapkan protein dari
larutan. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kopolimer yang tak larut dalam air. Dalam industri,
tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit
hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung
silang protein (Robinson,T.1995)
Senyawa phenol yang secara biologis dapat berperan sebagai khelat
logam.Proses pengkhlatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH senyawa
phenolik itusendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki potensial untuk
menjadipengkhelat logam.Hasil khelat dari tanin ini memiliki keuntungan yaitu
kuatnya daya khelat darisenyawa tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil
dan aman dalam tubuh.Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan
mengalami anemiakarena zat besi dalam darah akan dilkhelat oleh senyawa tanin
tersebut (Hangerman,2002).
Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung 10%
H2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam tanat tersusun 5
- 10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai salah satu senyawa turunan
tanin dikenal dengan nama asam tanat. Struktur kimia senyawa tanin adalah
sebagai berikut.
6
1. Tanin Terhidrolisis
Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat yang dapat
membentuk jembatan oksigen, sehingga dapat dihidrolisis dengan
menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Gallotanin merupakan salah
satu contoh tanin terhidrolisis, di mana gallotanin ini merupakan senyawa
berupa gabungan dari karbohidrat dan asam galat. Selain itu, contoh
lainnya adalah ellagitanin (tersusun dari asam heksahidroksidifenil).
7
2. Tanin Terkondensasi
Tanin terkondensasi biasanya tidak dapat dihidrolisis, melainkan
terkondensasi di mana menghasilkan asam klorida. Tanin terkondensasi
kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid. Tanin jenis ini dikenal dengan
nama Proanthocyanidin yang merupakan polimer dari flavonoid yang
dihubungan dengan melalui C8 dengan C4, contohnya Sorghum
procyanidin yang tersusun dari catechin dan epiccatechin.
(Robinson T, 1995)
a. Katekol
Berwarna hijau dengan 2 gugus fenol. Misalnya : Flobatanin dan
Pirokatekol. Memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
Apabila dipanaskan akan menghasilkan katekol
Apabila didihkan dengan HCl akan menghasilkan flobapin yang berwarna
merah.
Apabila ditambahkan FeCl3 akan berwarna hijau.
Apabila ditambahkan larutan Br akan terbentuk endapan.
Contoh Katekol : Asam kirotamat (pada kina) dan asam katekotanat (pada
gambir).
b. Pirogalatanin (pirogalol)
Berwarna biru dengan FeCl3 dengan 3 gugus fenol. Memiliki sifat-sifat
sebagai berikut:
Apabila dipanaskan akan terurai menjadi pirogalol.
Apabila dididihkan dengan HCl akan dihasilkan Asam gallat dan Asam
ellag.
Apabila ditambahkan dengan FeCl3 akan berwarna biru.
Apabila ditambahkan brom tidak akan terbentuk endapan.
8
2. Sifat Kimia
Sifat kimia dari tanin adalah sebagai berikut :
9
2.4. PERMANGANOMETRI
a. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (II) yang dapat diendapkan
sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci dilarutkan
dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara
kuantitatif. Asam oksalat inilah akhirnya dititrasi dan hasil titrasi
dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
b. Ion-ion Bad an Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat.
Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan
pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh
khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan
menitrasinya dengan KMnO4.
Zat organik dapat dioksidasi dengan KMnO4 dalam suasana asam dengan
pemanasan. Sisa KMnO4 direduksi dengan asam oksalat berlebih. Kelebihan asam
oksalat dititrasi kembali dengan KMnO4. Metode permanganometri didasarkan
pada reaksi oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini dapat berlangsung dalam
suasana asam, netral dan alkalis.
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
MnO4- + 3e MnO42-
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan
netral. Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan
melarutkan jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat
dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk memanaskan
suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan mendiamkannya diatas
penangas uap selama satu/dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu
penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau
melalui krus saring dari kaca maser.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat.
Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada
volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan
kelebihan pereaksi. Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan
natrium oksalat atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer. Akhir
titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan
permanganat.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau
penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta
bahwa banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan
lagi yang akan ditemukan dalam penggunaan reagen ini. Sebagai contoh,
permanganat adalah agen unsure pengoksida, yang cukup kuat untuk
mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan :
hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah berfungsi sebagai indicator, yaitu ion
MnO4- berwarna ungu, setelah diredukdsi menjadi ion Mn- tidak berwarna, dan
disebut juga sebagai auto indikator.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain
terletak pada:
- Larutan pentiter KMnO4- pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam
waktu yang lama.
- Larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi
MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan
presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
- Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan
reaksi antara MnO4- dengan Mn2+.
2MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+.
- Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4
yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi
kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai
menjadi air.
H2C2O4 + O2 H2O2 + 2CO2
H2O2 H2O + O2
BAB III
Analisis tanin dilakukan dengan dua cara yaitu cara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis tanin dari kulit buah rambutan ini bertujuan untuk mengetahui
ada atau tidaknya tanin pada kulit rambutan. Cara kualitatif ini dilakukan dengan
cara mereaksikannya dengan FeCl3, gelatin tes, Kalium ferrisianida + ammonia
dan asam klorogenat. Cara kuantitatif dilakukan dengan cara permanganometri.
Analisis dilakukan dengan menentukan kadar tanin total dari kulit buah
rambutan (Nephelium lappaceum L.) secara permanganometri. Prinsipnya yaitu
berdasarkan proses oksidasi reduksi atau redoks dimana Kalium Permanganat
sebagai zat pengoksidator dan sebagai larutan standard primer zat pereduksi
adalah asam oksalat serta indigo sulfat sebagai indikator (TAT) pada penetapan
kadar tanin yang ditunjukan dengan warna larutan berubah menjadi warna kuning
emas (Underwood dan Day, 2001).
tanin
tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer yang tak larut dalam
air (Harborne, 1987). Reaksi antara tanin dengan gelatin dapat dilihat pada
gambar 3.2.
tanin Gelatin
Tabel 3.1 Uji Identifikasi Adanya Tanin Pada Kulit Buah Rambutan
Berdasarkan data pada tabel 3.1, maka dapat disimpulkan bahwa Kulit Buah
Rambutan mengandung tanin.
Dengan rumus :
N KMnO4 =
4
Tabel 3.3 Hasil Penetapan Kadar Tanin Total pada Kulit Buah Rambutan
Bobot Sampel Normalitas Volume Volume Kadar (%)
(gr) KMnO4 Titran (ml) Blanko (ml)
Hasil penetapan rata-rata kadar tanin total dapat dilihat pada Tabel 3.4.
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Gandjar, Gholib I dan Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis cetakan ke-2.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
Rahayu, D.S., Kusrini, D., dan Fachriyah, E., 2009, Penentuan Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Etanol Daun Ketapang (Terminalia catappa L)
dengan Metode 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH), In: Seminar Tugas
Akhir S1, Jurusan Kimia FMIPA UNDIP, Semarang.
23
Trease G.E dan Evan W.C. 1996. Pharmacognosy 14th edition. Sauders
Company. London
Underwood AL dan Day RA. 2001. Analisa Kimia Kunatitatif, Edisi IV.
Terjemahan oleh Lis Spyan, 2001. Erlangga. Jakarta.