Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

Banyak jenis tanaman dapat tumbuh di Indonesia, sebagian besar dapat


digunakan sebagai sumber bahan obat alam dan telah banyak digunakan oleh
masyarakat secara turun temurun untuk dikembangkan sehingga dapat bermanfaat
secara optimal untuk peningkatan kesehatan masyarakat. (Tjokronegoro dan
Baziad, 1992)
Tanaman mendapatkan perhatian lebih karna fungsinya dapat digunakan
sebagai pengobatan alternatif. Masih banyaknya limbah tanaman buah yang sering
ditemukan namun tidak termanfaatkan salah satunya dari kulit buah rambutan.
Rambutan (Nephelium lappaceum L.) merupakan tanaman buah
holtikultura berupa pohon dari family Sapindaceae. Selain rasanya yang enak,
rambutan juga memiliki sejumlah khasiat bagi kesehatan. Khasiat rambutan yang
baik untuk kesehatan tidak lepas dari kandungan kimia di dalamnya
(Khairuzzaman,A,2010). Salah satu bagian dari tanaman rambutan yang dapat
berguna untuk kesehatan adalah kulit rambutan karena adanya kandungan tanin
(Dalimartha,2005).
Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa
pahit dan kelat, bereaksi dengan protein, menggumpalkan protein, dan berbagai
senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Tanin pada mulanya
merujuk pada penggunaan bahan tanin nabati dari pohon ek untuk menyamak
belulang (kulit mentah) hewan agar menjadi kulit masak yang awet dan lentur.
Namun kini, pengertian tanin meluas, mencakup aneka senyawa polifenol
berukuran besar yang mengandung cukup banyak gugus hidroksil dan gugus lain
yang sesuai (misalnya karboksil) untuk membentuk perikatan kompleks yang kuat
dengan protein dan makromolekul yang lain.
Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berbagai
senyawa ini berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan
oleh herbivora dan hama, serta dalam pengaturan pertumbuhan. Tanin yang
terkandung dalam buah muda menimbulkan rasa kelat (sepat), perubahan-
2

perubahan yang terjadi pada senyawa tanin bersama berjalannya waktu berperan
penting dalam proses pemasakan buah.
Analisis tanin ini dilakukan dengan dua cara yaitu cara kualitatif dan
kuantitatif. Cara kualitatif ini dilakukan dengan cara mereaksikannya dengan
FeCl3, gelatin tes, dan asam klorogenat. Cara kuantitatif dilakukan dengan cara
permanganometri. Cara ini digunakan karena lebih efisien dan sederhana untuk
digunakan pada industri rumah tangga.
Analisis ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu metode
standarisasi dalam sediaan herbal terstandar dan fitofarmaka yang dilakukan
dengan mengidentifikasi adanya tanin serta untuk menghitung kadar tanin total
dari kulit buah rambutan menggunakan metode permanganometri.
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks.
Dalam reaksinya, ion MnO4 bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4 akan
berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi biasanya digunakan
untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sampel.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat.
Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali
digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai
pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan
suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi.
Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi. (Didik Setiyo
Widodo,Retno Ariyadi.2010)
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik
untuk membuat makalah seminar kimia dengan judul Analisis Tanin dari Kulit
Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Secara Permanganometri.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)

Rambutan (Nephelium lappaceum L.) merupakan tanaman buah


hortikultural berupa pohon dengan famili Sapindacaeae. Tanaman buah tropis ini
dalam bahasa Inggrisnya disebut Hairy Fruit berasal dari Indonesia. Hingga saat
ini telah menyebar luas di daerah yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-
negara Amerika Latin dan ditemukan pula di daratan yang mempunyai iklim sub-
tropis.
Pertumbuhan rambutan dipengaruhi oleh ketersediaan air. Setelah masa
berbuah selesai, pohon rambutan akan bersemi (flushing) menghasilkan cabang
dan daun baru. Tahap ini sangat jelas teramati dengan warna pohon yang hijau
muda karena didominasi oleh daun muda. Pertumbuhan akan berhenti ketika
ketersediaan air terbatas dan tumbuhan beristirahat tumbuh. Tumbuhan ini
menghasilkan bunga setelah 7 tahun jika ditanam dari biji, namun pada usia 2
tahun sudah dapat berbunga jika diperbanyak secara vegetatif. Rambutan biasanya
berumah dua, tetapi bersifat androdioecious, ada tumbuhan jantan dan tumbuhan
banci. Tumbuhan jantan tidak pernah bisa menghasilkan buah. Buah rambutan
terbungkus oleh kulit yang memiliki "rambut" di bagian luarnya (eksokarp).
Warnanya hijau ketika masih muda, lalu berangsur kuning hingga merah ketika
masak atau ranum. Endokarp berwarna putih, menutupi "daging". Bagian buah
yang dimakan, "daging buah", sebenarnya adalah salut biji atau aril, yang bisa
melekat kuat pada kulit terluar biji atau lepas. Buah rambutan termasuk dalam
buah musiman artinya tidak berbuah setiap saat tapi hanya di kurun waktu tertentu
saja, biasanya musimnya datang bersamaan dengan musim buah yang lain yaitu
mangga dan durian. Klasifikasi buah rambutan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
4

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)


Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Sapindaceae
Genus : Nephelium
Spesies : Nephelium lappaceum L.

2.1. Gambar Buah Rambutan

(Kalie M.B., 1994)

2.2 KULIT BUAH RAMBUTAN

Kulit buah rambutan mengandung flavonoid, tanin dan saponin


(Dalimartha, 2005). Uji anti bakteri ekstrak buah makasar terhadap bakteri
Shigella disentriae, dimana kandungan senyawa kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Shigella disentriae adalah tannin, saponin, dan flavonoid
(Rahayu,2009). Dengan adanya kesamaan kandungan senyawa kimia, kulit buah
rambutan dapat di manfaatkan untuk menyembuhkan disentri, karena kandungan
kulit buah rambutan sama dengan kandungan buah makasar, sehingga sama-sama
dapat menghambat bakteri Shigella dysenteriae. Selain itu ekstrak kulit buah
rambutan dapat mengambat pertumbuhan bakteri Echerichia coli dan
Staphylococcus aureus (Yudaningtyas,2007).
5

2.3. TANIN
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada
tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul
biasanya berkisar 1000-5000. Tanin mampu menjadi pengompleks dan kemudian
mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat makromolekul lainnya.
Tanin merupakan campuran senyawa polifenol yang jika semakin banyak jumlah
gugus fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop, tanin
biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning, merah, atau
cokelat.
Tanin berikatan kuat dengan protein dan dapat mengendapkan protein dari
larutan. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kopolimer yang tak larut dalam air. Dalam industri,
tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit
hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung
silang protein (Robinson,T.1995)
Senyawa phenol yang secara biologis dapat berperan sebagai khelat
logam.Proses pengkhlatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH senyawa
phenolik itusendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki potensial untuk
menjadipengkhelat logam.Hasil khelat dari tanin ini memiliki keuntungan yaitu
kuatnya daya khelat darisenyawa tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil
dan aman dalam tubuh.Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan
mengalami anemiakarena zat besi dalam darah akan dilkhelat oleh senyawa tanin
tersebut (Hangerman,2002).

2.3.1 Struktur Kimia

Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung 10%
H2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam tanat tersusun 5
- 10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai salah satu senyawa turunan
tanin dikenal dengan nama asam tanat. Struktur kimia senyawa tanin adalah
sebagai berikut.
6

Gambar 2.1: Struktur kimia tanin

2.3.2. Penggolongan Tanin


Pada umumnya tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat
molekul (BM) yang cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk
kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin diklasifikasikan menjadi
dua kelas yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.

1. Tanin Terhidrolisis
Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat yang dapat
membentuk jembatan oksigen, sehingga dapat dihidrolisis dengan
menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Gallotanin merupakan salah
satu contoh tanin terhidrolisis, di mana gallotanin ini merupakan senyawa
berupa gabungan dari karbohidrat dan asam galat. Selain itu, contoh
lainnya adalah ellagitanin (tersusun dari asam heksahidroksidifenil).
7

2. Tanin Terkondensasi
Tanin terkondensasi biasanya tidak dapat dihidrolisis, melainkan
terkondensasi di mana menghasilkan asam klorida. Tanin terkondensasi
kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid. Tanin jenis ini dikenal dengan
nama Proanthocyanidin yang merupakan polimer dari flavonoid yang
dihubungan dengan melalui C8 dengan C4, contohnya Sorghum
procyanidin yang tersusun dari catechin dan epiccatechin.
(Robinson T, 1995)

Klasifikasi Tanin berdasarkan warna dari garam ferri (FeCl3), dapat


digolongkan menjadi dua, yaitu :

a. Katekol
Berwarna hijau dengan 2 gugus fenol. Misalnya : Flobatanin dan
Pirokatekol. Memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
Apabila dipanaskan akan menghasilkan katekol
Apabila didihkan dengan HCl akan menghasilkan flobapin yang berwarna
merah.
Apabila ditambahkan FeCl3 akan berwarna hijau.
Apabila ditambahkan larutan Br akan terbentuk endapan.
Contoh Katekol : Asam kirotamat (pada kina) dan asam katekotanat (pada
gambir).

b. Pirogalatanin (pirogalol)
Berwarna biru dengan FeCl3 dengan 3 gugus fenol. Memiliki sifat-sifat
sebagai berikut:
Apabila dipanaskan akan terurai menjadi pirogalol.
Apabila dididihkan dengan HCl akan dihasilkan Asam gallat dan Asam
ellag.
Apabila ditambahkan dengan FeCl3 akan berwarna biru.
Apabila ditambahkan brom tidak akan terbentuk endapan.
8

Contoh Pirogalatanin : Gallotanin (pada gallae) dan Ellagitanin


(pada Granati cortex)

2.3.3 Distribusi Tanin


Tanin terdistribusi atau tersebar hampir pada seluruh bagian tumbuhan,
seperti pada daun, batang, kulit kayu, dan buah. Distribusi tanin ini
hampir diseluruh spesies tanaman dan biasanya
ditemukan pada gymnospermae dan angiospermae. Tanin terletak di vakuola
atau bagian permukaan tanaman. Bagian yang bertindak sebagai penyimpanan
tetap tannin, akan aktif terhadap organisme pemangsa. Selaitu itu, penyimpanan
tanin yang sifatnya sementara, dapat mempengaruhi metabolisme jaringan
tanaman hidup, namun hanya ketika setelah sel mengalami kerusakan atau
kematian, sehingga tanin akan aktif untuk memberikan efek metabolik.
Tanin ditemukan di daun, tunas, biji, akar, batang dan jaringan, misalnya
pada jaringan xilem dan floem, dan pada lapisan antara korteks dengan epidermis.
Tanin yang ada, dapat membantu dalam pertumbuhan jaringan tersebut.

2.3.4 Sifat-sifat Tanin


Untuk membedakan tanin dengan senyawa metabolit sekunder lainnya,
dapat dilihat dari sifat-sifat dari tanin itu sendiri. Sifat-sifat tanin, antara lain :
1. Sifat Fisika.
Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
a. Apabila dilarutkan ke dalam air, tanin akan membentuk koloid dan akan
memiliki rasa asam dan sepat.
b. Apabila dicampur dengan alkaloid dan glatin, maka akan terbentuk
endapan.
c. Tanin tidak dapat mengkristal.
d. Tanin dapat mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa
dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

2. Sifat Kimia
Sifat kimia dari tanin adalah sebagai berikut :
9

a. Tanin merupakan senyawa kompleks yang memiliki bentuk campuran


polifenol yang Sulit untuk dipisahkan sehingga sulit membetuk kristal.
b. Tanin dapat diidentifikasi dengan menggunakan kromotografi
c. Senyawa fenol yang ada pada tanin mempunyai aksi adstrigensia,
antiseptic dan pemberi warna.

3. Sifat sebagai pengkhelat logam.


Fenol yang ada pada tanin, secara biologis dapat berguna sebagai khelat
logam. Mekanisme atau proses pengkhelatan akan terjadi sesuai dengan
pola subtitusi dan pH senyawa fenol itu sendiri. Hal ini biasanya terjadi
pada tanin terhidrolisis, sehingga memiliki kemampuan untuk menjadi
pengkhelat logam.
Khelat yang dihasilkan dari tanin ini dapat memiliki daya khelat yang kuat
dan dapat membuat khlelat logam menjadi lebih stabil dan aman di dalam
tubuh. Namun, dalam mengkonsumsi tanin harus sesuai dengan kadarnya,
karena apabila terlalu sedikit (kadarnya rendah) tidak akan memberikan
efek, namun apabila mengkonsumsi terlalu banyak (kadar tinggi) dapat
mengakibatkan anemia karena zat besi yang ada dalam darah akan dikhelat
oleh senyawa tanin tersebut.

2.3.5 Identifikasi Senyawa Tanin

Dalam melakukan identifikasi senyawa tanin dari suatu tanaman, dapat


dilakukan dengan beberapa cara. Untuk menganalisa secara kulitatif senyawa
tanin, dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut :
a. Memberikan larutan FeCl3 yang berwarna biru tua / hitam kehijauan.
b. Menambahkan Kalium Ferrisianida yang ditambahkan dengan amoniak
berwarna cokelat.
(Trease G.E dan Evan W.C. 1996)
Untuk menganalisis senyawa tanin secara kuantitatif dapat diguanakan
metode sebagai berikut :
a. Metode analisis berdasarkan gugus fungsinya.
10

b. Dengan menggunakan kromatografi, seperti HPLC dan UV-Vis.


c. Dengan Permanganometri
d. Metode analisis fenol secara umum, menggunakan pereaksi blue prussian
dan pereaksi Folin.
e. Metode presipitasi dengan menggunakan protein.

(Harborne J.B, 1987)

2.3.6 Manfaat Tanin

Sebagai senyawa metabolit sekunder, tanin memiliki banyak manfaat dan


kegunaan. Manfaat dan kegunaan tanin adalah sebagai berikut :
a. Sebagai anti hama untuk mencegah serangga dan fungi pada tanaman.
b. Sebagai pelindung tanaman ketika masa pertumbuhan dari bagian tertentu
tanaman, misalnya pada bagian buah, saat masih muda akan terasa pahit
dan sepat.
c. Sebagai adstrigensia pada GI dan kulit.
d. Untuk proses metabolisme dari beberapa bagian tanaman.
e. Dapat mengendapkan protein sehingga digunakan sebagai antiseptik.
f. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid).
g. Sebagai reagen pendeteksi gelatin, alkaloid, dan protein.
h. Sebagai penyamak kulit dan pengawet.
(Voigt R, 1994)

2.4. PERMANGANOMETRI

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi


oleh Kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi
dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Kebanyakan
titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+,
asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam
yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan
permanganometri seperti:
11

a. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (II) yang dapat diendapkan
sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci dilarutkan
dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara
kuantitatif. Asam oksalat inilah akhirnya dititrasi dan hasil titrasi
dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
b. Ion-ion Bad an Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat.
Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan
pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh
khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan
menitrasinya dengan KMnO4.
Zat organik dapat dioksidasi dengan KMnO4 dalam suasana asam dengan
pemanasan. Sisa KMnO4 direduksi dengan asam oksalat berlebih. Kelebihan asam
oksalat dititrasi kembali dengan KMnO4. Metode permanganometri didasarkan
pada reaksi oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini dapat berlangsung dalam
suasana asam, netral dan alkalis.
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O

(Khopkar SM, 1990)

Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, jadi titrasi


permanganometri ini tidak memerlukan indikator, dan umumnya titrasi dilakukan
dalam suasana asam karena karena akan lebih mudah mengamati titik akhir
titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam
suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan tiosulfat .
Reaksi dalam suasana netral yaitu :

MnO4 + 4H+ + 3e MnO4 +2H2O

Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan Reaksi


dalam suasana alkalis :

MnO4- + 3e MnO42-

MnO42- + 2H2O + 2e MnO2 + 4OH


12

MnO4- + 2H2O + 3e MnO2 +4OH

Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan
netral. Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan
melarutkan jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat
dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk memanaskan
suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan mendiamkannya diatas
penangas uap selama satu/dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu
penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau
melalui krus saring dari kaca maser.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat.
Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada
volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan
kelebihan pereaksi. Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan
natrium oksalat atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer. Akhir
titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan
permanganat.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau
penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta
bahwa banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan
lagi yang akan ditemukan dalam penggunaan reagen ini. Sebagai contoh,
permanganat adalah agen unsure pengoksida, yang cukup kuat untuk
mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan :

3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O 5MnO2 + 4H+


(W. Harjadi., 1990)

2.4.1 Kelebihan dan Sumber Kesalahan Titrasi Permanganometri


Kelebihan titrasi permanganometri adalah Titrasi permanganometri ini
lebih mudah digunakan dan efektif, karena reaksi ini tidak memerlukan indicator,
13

hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah berfungsi sebagai indicator, yaitu ion
MnO4- berwarna ungu, setelah diredukdsi menjadi ion Mn- tidak berwarna, dan
disebut juga sebagai auto indikator.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain
terletak pada:
- Larutan pentiter KMnO4- pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam
waktu yang lama.
- Larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi
MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan
presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
- Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan
reaksi antara MnO4- dengan Mn2+.
2MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+.
- Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4
yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi
kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai
menjadi air.
H2C2O4 + O2 H2O2 + 2CO2

H2O2 H2O + O2

Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan


untuk titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri
yang dilaksanakan.

Dalam bidang industri, metode titrasi permanganometri dapat


dimanfaatkan dalam pengolahan air, dimana secara permanganometri dapat
diketahui kadar suatu zat sesuai dengan sifat oksidasi reduksi yang dimilikinya,
sehingga dapat dipisahkan apabila tidak diperlukan atau berbahaya.

(Mulja M dan Suharman, 1995)


14

BAB III

ANALISIS TANIN DARI KULIT BUAH RAMBUTAN


(Nephelium lappaceum L.) SECARA PERMANGANOMETRI

Analisis tanin dilakukan dengan dua cara yaitu cara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis tanin dari kulit buah rambutan ini bertujuan untuk mengetahui
ada atau tidaknya tanin pada kulit rambutan. Cara kualitatif ini dilakukan dengan
cara mereaksikannya dengan FeCl3, gelatin tes, Kalium ferrisianida + ammonia
dan asam klorogenat. Cara kuantitatif dilakukan dengan cara permanganometri.

Analisis diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu metode


standarisasi dalam sediaan herbal terstandar dan fitofarmaka yang dilakukan
dengan mengidentifikasi adanya tanin serta untuk menghitung kadar tanin total
dari kulit buah rambutan menggunakan metode permanganometri.

Analisis dilakukan dengan menentukan kadar tanin total dari kulit buah
rambutan (Nephelium lappaceum L.) secara permanganometri. Prinsipnya yaitu
berdasarkan proses oksidasi reduksi atau redoks dimana Kalium Permanganat
sebagai zat pengoksidator dan sebagai larutan standard primer zat pereduksi
adalah asam oksalat serta indigo sulfat sebagai indikator (TAT) pada penetapan
kadar tanin yang ditunjukan dengan warna larutan berubah menjadi warna kuning
emas (Underwood dan Day, 2001).

Sebelum dilakukannya uji identifikasi adanya tanin serta penetapan kadar


tanin total dari kulit buah rambutan menggunakan metode permanganometri,
terlebih dahulu dilakukan persiapan sampel berupa kulit buah rambutan yang telah
dikumpulkan, dijemur dibawah panas matahari selama kurang lebih seminggu.

Proses penjemuran diharapkan dapat mengurangi kadar air dan


kelembaban dari kulit buah rambutan sehingga dapat mencegah penurunan mutu
atau perusakan sampel. Setelah proses pengeringan, sampel diubah menjadi
bentuk serbuk. Sampel dengan bentuk serbuk sangat penting karena dapat
15

meningkatkan luas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut sehingga


pelarut dapat masuk ke dalam serbuk dan akan mengeluarkan zat kimia yang akan
bercampur dengan zat penyari sehingga proses penyarian dapat berlangsung
efektif.

Pembuatan ekstrak kulit buah rambutan dilakukan dengan metode


perebusan, dimana serbuk sampel diekstraksi menggunakan air panas disertai
pengadukan. Pengadukan dilakukan untuk menjamin keseimbangan konsentrasi
bahan yang diekstraksi lebih cepat dalam cairan.

Untuk mengetahui adanya tanin didalam kulit buah rambutan maka


dilakukannya uji kualitatif. Hasil uji kulit buah rambutan yang mengandung tanin
ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna biru hitam ketika ekstrak ditambah
FeCl3 karena reaksi FeCl3 melibatkan struktur tanin yang merupakan senyawa
polifenol, dimana dengan adanya gugus fenol akan berikatan dengan FeCl3
membentuk kompleks berwarna biru kehitaman. Reaksi antara tanin dan FeCl3
dapat dilihat pada gambar 3.1.

tanin

Kompleks tanin dan FeCl3

Gambar 3.1 reaksi tanin dan FeCl3

Pada gelatin terbentuk endapan putih kekuningan. Adanya endapan putih


kekuningan menunjukan tanin yang menggumpalkan protein dari gelatin, karena
16

tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer yang tak larut dalam
air (Harborne, 1987). Reaksi antara tanin dengan gelatin dapat dilihat pada
gambar 3.2.

tanin Gelatin

Kompleks tanin dengan gelatin

Gambar 3.2 reaksi tanin dan gelatin

Pada penambahan Kalium Ferisianida dan ammonia positif memberikan


warna coklat tua. Reaksi dari tanin dengan Kalium Ferisianida dan ammonia dapat
dilihat pada reaksi berikut:

C7H52O46 + K4Fe(CN)6 KC76H51O46 + H4Fe(CN)6


Tanin kalium ferrisianida Kalium Tanate Asam Ferrisianida

Pada asam klorogenat, ektrak kulit rambutan ditambahkan ammonia


kemudian dipijar dengan udara, dan akan timbul warna hijau.
17

Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Uji Identifikasi Adanya Tanin Pada Kulit Buah Rambutan

No Pereaksi Gambar Gambar Hasil Pustaka Kesim-


Sebelum Sesudah pulan
1 FeCl3 Berwarna Berwarna biru
biru hitam hitam atau +
hijau hitam

2 Gelatin Adanya Adanya


endapan endapan +

3 Kalium Berwarna Berwarna


ferrisiani coklat tua coklat tua +
da +
ammonia

4 Asam Berwarna Berwarna hijau


Klorogen hijau saat saat dipijar +
at dipijar

Berdasarkan data pada tabel 3.1, maka dapat disimpulkan bahwa Kulit Buah
Rambutan mengandung tanin.

Analisis kadar tanin dilakukan dengan menggunakan titrasi secara


permanganometri. Pada penetapan kadar tanin, serbuk direbus dengan aquades
agar tanin dapat tersari ke dalam air, karena pada dasarnya tanin larut dalam air
(Reynold,1996). Filtrat ditambahkan asam indigo sulfonat sebagai indikator, lalu
dititrasi dengan Kalium Permanganat (KMnO4) yang telah dibakukan dengan
asam oksalat (H2C2O4.2H2O). Titik akhir titrasi pada penetapan kadar tanin
ditunjukan dari warna larutan biru menjadi berwarna kuning emas (DepKes RI,
1995).
18

Dari 5 pengamatan pada kulit buah rambutan, diperoleh presentase rata-


rata kadar tanin pada penimbangan 1 yaitu 0,9 % ; pada penimbangan 2 yaitu
0,91 % ; pada penimbangan 3 yaitu 0,85 % ; pada penimbangan 4 yaitu 0,95 % ;
dan pada penimbangan 5 yaitu 0,86 %. Dari penetapan kadar tanin total rata-rata
pada kulit buah rambutan didapatkan hasil sebesar 0,888 % . Hasil dapat dilihat
pada Tabel 3.4.

Hasil perhitungan Standar Deviasi (SD) dan Koefisien Variansi (KV)


pada kulit buah rambutan yaitu sebesar 0,031 dan 3,5 %. Ketelitian dalam analisis
ini dapat dikatakan baik, karena nilai Koefisien Variansi yang didapat kecil. Nilai
Koefisien Variansi yang kecil juga menunjukan homogenity yang baik, karena
hasil yang didapat tidak terlalu jauh (Gandjar, 2007). Nilai tersebut menunjukan
bahwa metode ini layak digunakan dalam analisis penetapan kadar tanin.

Hasil penetapan Normalitas KMnO4 dapat dilihat pada Tabel 3.2

Dengan rumus :


N KMnO4 =
4

Tabel 3.2 Hasil Penetapan Normalitas KMnO4


Normalitas Asam Volume Asam Volume KMnO4 Normalitas
No
Oksalat (N) Oksalat (ml) (ml) KMnO4 (N)
1 10,0 10,05 0,109522388
2 10,0 10,05 0,109522388
3 0,11007 10,0 10,05 0,109522388
4 10,0 10,00 0,110077
5 10,0 10,00 0,110077
Rata-rata normalitas 0,10974
19

3.3 HASIL PENETAPAN KADAR TANIN TOTAL


Hasil penetapan kadar tanin total dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Dengan rumus :
10 () 0 ,0415
% Tanin = x 100%
()

Dimana : A = volume titrasi tanin (ml)


B = volume titrasi blanko (ml)
N = normalitas KMnO4 standar (N)
10 = faktor pengenceran
1ml KMnO4 0,1N setara 0,0415 gram tanin

Tabel 3.3 Hasil Penetapan Kadar Tanin Total pada Kulit Buah Rambutan
Bobot Sampel Normalitas Volume Volume Kadar (%)
(gr) KMnO4 Titran (ml) Blanko (ml)

4,0025 2,18 1,39 0,9 %

4,0045 2,20 1,40 0,91 %

4,0012 0,10974 2,15 1,40 0,85 %

4,0047 2,21 1,40 0,92 %

4,0019 2,15 1,40 0,86 %


20

3.4 HASIL PENETAPAN RATA-RATA KADAR TANIN TOTAL

Hasil penetapan rata-rata kadar tanin total dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Hasil Penetapan Rata-Rata Kadar Tanin Total

Sampel Kadar Tanin (%)


Penimbang Penimbang Penimbang Penimbang Penimbang
an 1 an 2 an 3 an 4 an 5

0,9 % 0,91 % 0,85 % 0,92 % 0,86 %


Kulit
Buah
Rambuta = 0,888%
n SD = 0,031
KV = 3,5%
21

BAB IV

KESIMPULAN

Analisis tanin pada kulit rambutan dapat dilakukan secara


permanganometri. Analisis kulitatif dilakukan dengan uji identifikasi tanin dengan
mereaksikan tanin dengan FeCl3, gelatin, Kalium Ferisianida + ammonia dan
asam klorogenat. Pada analisa kualitatif yang dilakukan dengan uji tanin dengan
FeCl3 terbentuk hasil uji yaitu endapan berwarna biru kehitaman, pada uji tanin
dengan gelatin terbentuk hasil uji berupa endapan putih kekuningan, pada uji tanin
dengan kalium ferrisianida dan ammonia memberikan warna coklat tua dan pada
uji tanin dengan asam klorogenat terbentuk warna hijau. Semua hasil itu
menandakan bahwa kulit rambutan positif mengandung tanin yang bersifat
sebagai pengkhelat logam. Analisa kuantitaif dilakukan dengan titrasi
permanganometri ditunjukkan titik akhir titrasi dari warna larutan biru menjadi
berwarna kuning emas.
22

DAFTAR PUSTAKA

Dalimartha S. 2005. Tanaman Obat di Lingkungan sekitar. Cetakan I


Puspaswara. Jakarta.

Departemen Kesehatan dan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia.


Edisi IV. Cetakan I. Jakarta.

Gandjar, Gholib I dan Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis cetakan ke-2.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

Hagerman,Ann,E, 2002, Tannin Chemistry, Miami University, USA

Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalis


Tumbuhan. Terbitan kedua. Terjemahan oleh Padmawinata Kosasih. ITB
Press. Bandung.

Harjadi, W, 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia : Jakarta

Kalie M.B. 1994. Budidaya Rambutan Varietas Unggul. Yogyakarta. Kanisius.

Khairuzzaman, A. 2010. Mengungkap Rahasia 63 Buah Berkhasiat Istimewa.


Yogyakarta. IN Azna Books.

Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik (Terjemahan). Universitas


Indonesia. Jakarta.

Mulja M dan Suharman. 1995. Analisa Instrumental. edisi I Universitas


Airlangga Press. Surabaya

Rahayu, D.S., Kusrini, D., dan Fachriyah, E., 2009, Penentuan Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Etanol Daun Ketapang (Terminalia catappa L)
dengan Metode 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH), In: Seminar Tugas
Akhir S1, Jurusan Kimia FMIPA UNDIP, Semarang.
23

Robinson T. 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB

Tjokronegoro, A, dan Baziad, A. 1992. Etik Penelitian Obat Tradisional.


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Trease G.E dan Evan W.C. 1996. Pharmacognosy 14th edition. Sauders
Company. London

Underwood AL dan Day RA. 2001. Analisa Kimia Kunatitatif, Edisi IV.
Terjemahan oleh Lis Spyan, 2001. Erlangga. Jakarta.

Voigt R, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Cetakan I, Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

Widodo, Didik Setiyo, Kimia Analisis Kuantitatif, 2010, Yogyakarta : Graha


Ilmu.

Yudaningtyas, A.D., 2007, Uji Aktivitas Antibakteri Kulit Buah Rambutan


(Nephelium lappaceum L.) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus Dengan Metode Bioautografi, Fakultas MIPA,
Universitas Malang, Malang

Anda mungkin juga menyukai