Anda di halaman 1dari 3

DASAR TEORI

Struktur Senyawa Polifenol Senyawa fenol dapat didefinisikan secara kimiawi oleh adanya
satu cincin aromatic yang membawa satu (fenol) atau lebih (polifenol) substitusi hydroksil,
termasuk derivate fungsionalnya. Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada
tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.
Polifenol memiliki spectrum luas dengan sifat kelarutannya pada suatu pelarut yang berbeda-
beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang dimiliki berbeda pada
jumlah dan posisinya. Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas
dengan melengkapi kekurangan electron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya
reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas. Polifenol merupakan komponen yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan dalam buah dan sayuran (Hattenschwiler dan
Vitousek,2000).
Senyawa polifenol banyak terdapat pada tumbuhan, yang termasuk dalam senyawa fenol
yaitu flavanol, flavonol, antosianin dan asam fenolik, dapat dilihat pada struktur kimianya
sebagai aktivitas penangkap radikal bebas. Golongan polifenol mempunyai aktivitas antioksidan
yang tinggi dengan mendonorkan hidrogen kepada radikal bebas, sehingga menjadi stabil dan
polifenol mempunyai potensi berikatan dengan logam (Wachidah, 2013).
Penentuan kandungan fenolik total dapat ditentukan dengan menggunakan reagen Folin-
Ciocalteau yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Reagen Folin-Ciocalteau digunakan
karena senyawa fenolik dapat bereaksi dengan Folin membentuk larutan berwarna yang dapat
diukur absorbansinya. Prinsip pengukuran kandungan fenolik dengan reagen Folin-Ciocalteau
adalah terbentuknya senyawa kompleks berwarna biru yang dapat diukur pada panjang
gelombang 775 nm. Pereaksi ini mengoksidasi fenolik (garam alkali) atau gugus fenolik hidroksi
mereduksi asam heteropoli (fosfomolibdat-fosfotungstat) yang terdapat pada pereaksi Folin
Ciocalteau menjadi suatu kompleks molybdenum- ungsten. Senyawa fenolik bereaksi dengan
reagen Folin-Ciocalteau hanya dalam suasana basa agar terjadi disosiasi proton pada senyawa
fenolik menjadi ion fenolik. Untuk menciptakan kondisi basa digunakan Na2CO3 20%. Warna
biru yang terbentuk akan semakin pekat, setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk,
artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolat maka semakin banyak ion fenolat yang
mereduksi asam heteropoli (fosfomolibdat-fosfotungtat) menjadi kompleks molibdenum-
tungsten (Apsari dan Susanti, 2011).
Ikatan kovalen terbentuk apabila tanin telah mengalami oksidasi dan membentuk polimer
quinon yang selanjutnya melalui reaksi adisi eliminasi atom N dari gugus asam amino protein
menggantikan atom oksigen dari senyawa poliquinon. Ikatan hidrogen yang terbentuk
merupakan ikatan antara atom H yang polar dengan atom O baik dari protein (dari asam amino
yang memiliki rantai samping non-polar) atau tanin (cincin benzena), adapun yang mendominasi
kekuatan ikatan ini adalah ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Pembentukan ikatan antara
tanin-protein dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (1) karakteristik protein, seperti komposisi
asam amino, struktur, titik isoelektrik dan bobot molekul, (2) karakteristik tanin, seperti berat
molekul, struktur, dan heterogenitas tanin, (3) kondisi pereaksi, seperti pH, suhu, waktu,
komposisi pelarut. Semakin rendah pH, jumlah tanin yang berinteraksi semakin kecil. Hal ini
menunjukkan penurunan afinitas tanin terhadap protein untuk membentuk komplek dikarenakan
adanya efek elektrostatik dari protein, pada pH tinggi dimana group fenolhidroksil terionisasi
maka tanin tidak berinteraksi dengan protein.
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan pemisah terdiri atas
bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang ditotolkan baik berupa
bercak ataupun pita, setelah plat atau lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang
berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Stahl,
1985).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Untuk
senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana adalah dilakukan pengamatan dengan sinar
ultraviolet. Beberapa senyawa organik bersinar atau berfluorosensi jika disinari dengan sinar
ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm), jika dengan cara itu
senyawa tidak dapat dideteksi maka harus dicoba disemprot dengan pereaksi yang membuat
bercak tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan pemanasan
(Gritter, et al., 1991; Stahl, 1985).
Kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atasahan padat yang
dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, dapat pula terbuat
dari plat polimer atau logam. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat,
biasanya kalsium sulfat atau amilum. Penjerap yang umum dipakai untuk kromatografi lapis tipis
adalah silica gel, alumina, kieselgur dan selulosa (Gritter, et al., 1991).
Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan homogenitasnya, karena
adesi terhadap penyokong sangat tergantung pada kedua sifat tersebut. Ukuran partikel yang
biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu cara untuk memperbaiki hasil pemisahan
adalah dengan menggunakan fase diam yang butirannya lebih halus. Butiran yang halus
memberikan aliran pelarut yang lebih lambat dan resolusi yang lebih baik (Sastrohamidjojo,
1985).
Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut, jika diperlukan
sistem pelarut multi komponen, harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri
atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985). Pemisahan senyawa organik selalu menggunakan
pelarut campur. Tujuan menggunakan pelarut campur adalah untuk memperoleh pemisahan
senyawa yang baik. Kombinasi pelarut adalah berdasarkan atas polaritas masing-masing pelarut,
sehingga dengan demikian akan diperoleh sistem pengembang yang cocok. Pelarut pengembang
yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis antara lain: n-heksan, karbontetraklorida, benzen,
kloroform, eter, etilasetat, piridian, aseton, etanol, metanol dan air (Gritter, et al., 1991).
DAFTAR PUSTAKA
Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Swharting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi. Edisi Kedua.
Penerbit ITB. Bandung Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi,
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, 3-17, ITB, Bandung.
Sastrohamidjojo H, 1985, Kromatografi, Edisi I, Cetakan I, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
K. Hostettmann, M Hostettman, MD, Marston A, 1995, Cara kromatografi preparative
Penggunan pada Isolasi Senyawa Alam, hal 10, ITB, Bandung.
Adnan, M., 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan, Edisi Pertama, 9, 14, 15,
Penerbit Andi, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai