Anda di halaman 1dari 2

SKENARIO 1

Supporting Management
Kegiatan suatu rumah sakit tidak terlepas dari jalur perputaran obat/ Drug Management Cycle (DMC).
Pada siklusnya terdapat beberapa faktor utama dalam DMC yaitu seleksi, pengadaan, distribusi, penggunaan,
dan manajemen pendukung (management support). Manajemen merupakan tindakan pengawasan dan
pengaturan untuk mencapai sasaran yang efektif dan efisien. Management support merupakan tahap
pengorganisasian, pendanaan, sumber informasi, perencanaan, evaluasi, pelayanan, penelitian, dan
pengamanan yang mencakup DMC. Pengelolaan obat perlu dilakukan dengan baik karena obat harus tersedia
ketika dibutuhkan, jumlahnya mencukupi, serta terjamin mutunya, mendukung kualitas pelayanan yang baik di
rumah sakit, pengelolaan obat yang baik akan mengurangi pemborosan, menurunkan biaya pengelolaan dan
investasi obat, serta menghindari terjadinya kekurangan obat. Seorang apoteker wajib memiliki kompetensi dan
pengelolaan diri untuk menjadi manajer yang memberikan hasil terbaik. Hal tersebut dituangkan dalam
management support yang meliputi kemampuan organisasi, pengelolaan keuangan yang memadai, informasi
terbaru dalam dunia kesehatan, dan menjadi manusia yang bersumber daya. Dalam praktiknya, management
support menjadi faktor yang sangat penting dan mempengaruhi faktor lain yang berperan dalam DMC(1).
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah
sakit berdasarkan pelayanan yang diberikan dibagi menjadi dua yaitu Rumah Sakit Khusus dan Rumah Sakit
Umum (RSU). Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi rumah sakit khusus kelas A, B, dan C. Sedangkan
RSU dibagi menjadi RSU kelas A yang memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas
dengan jumlah bed minimal 400 buah serta memiliki tenaga apoteker minimal 15 orang; RSU elas B yang
memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medis 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas dengan jumlah
bed minimal 200 buah serta memiliki tenaga apoteker minimal 13 orang; RSU kelas C memiliki fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik terbatas dengan jumlah bed minimal 100 buah serta memiliki tenaga
apoteker minimal 8 orang; RSU kelas D memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar dengan
jumlah bed minimal 50 buah serta memiliki tenaga apoteker minimal 3 orang. RSU kelas D dibagi menjadi RSU
kelas D dan RSU kelas D pratama(2).
Setiap rumah sakit memiliki Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Instalasi Farmasi Rumah Sakit
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan rumah sakit. IFRS menaungi seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. IFRS dikepalai oleh seorang apoteker yang merupakan
apoteker penanggungjawab seluruh pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan diutamakan memiliki
pengalaman kerja di IFRS selama minimal 3 tahun(3). Efektifitas dan efisiensi kerja yang baik di IFRS sangat
dipengaruhi oleh struktur organisasi yang digunakan. Struktur organisasi disesuaikan dengan situasi dan kondisi
rumah sakit(4). Terdapat beberapa macam struktur organisasi yang dapat digunakan, diantaranya(5):
Struktur Pengertian Kelebihan Kekurangan
Organisasi
Fungsional Struktur organisasi terdiri Memudahkan manajer untuk Sulit berkomunikasi antar
atas keseluruhan mengawasi dan mengevaluasi departemen
departemen yg dibutuhkan karyawan Terlalu fokus dengan
dalam produksi Manajer dapat membuat dan departemen sendiri dan
barang/jasa. mengatur fungsi sesuai kehilangan pandangan
kebutuhannya terhadap tujuan organisaasi
Divisional Manajer membuat Manajer divisi Duplikasi aktivitas dan
beberapa unit bisnis yang bertanggungjawab atas apa sumber daya menambah
menghasilkan produk yang terjadi pada produk dan biaya
spesifik untuk pelanggan layanannya Mengurangi efisiensi
Tim Menggunakan tim Karyawan merasa terlibat dan Rantai komando tidak jelas
permanen atau sementara diberdayakan Tekanan diberikan pd
untuk memecahkan Mengurangi hambatan di antara masing-masing tim dalam
masalah atau proyek bidang fungsional bekerja
khusus.
Matrix Menugaskan spesialis Luwes dan fleksibel, dapat Rumit menugaskan orang-
untuk bekerja dalam merespon perubahan orang kedalam proyek
proyek, dan kembali pada lingkungan Rawan konflik pekerjaan dan
bidang mereka setelah Pengambilan keputusan lebih kepribadian
proyek selesai dikerjakan cepat
Horizontal Fokus sekitar proses Tingkatan manajer sedikit, Koordinasi sulit
bukan pada fungsi, biaya terkait jabatan kecil
menempatkan orang yang Jalur perintah dan Pembinaan dan control
bertanggungjawab atas tanggungjawab pendek, kurang efektif
proses inti digunakan komunikasi lebih efektif Spesialisasi tugas kurang
untuk meningkatkan Hambatan birokrasi dapat mendalam
penggunaan tim. dihindari, penyelesaian
pekerjaan lebih cepat
Struktur Struktur yang tidak Sangat fleksibel dan responsive Kurang kendali
tanpa terbatas pada batas-batas Mendayagunakan bakat-bakat Sulit berkomunikasi
batas horizontal, vertikal, atau yang ada
eksternal, meliputi
organisasi maya dan
jaringan
Selain struktur organisasi yang digunakan, terdapat faktor lain yang mempengaruhi kinerja IFRS yaitu
SIM. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit merupakan sistem teknologi komunikasi yang memproses dan
mengintegrasikan seluruh proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan, dan
prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan akurat. SIMRS dapat dicirikan fungsinya
melalui informasi dan jenis layanan yang ditawarkan. Untuk mendukung perawatan pasien dan administrasinya,
SIMRS mendukung penyediaan informasi, terutama tentang pasien, dalam cara yang benar, relevan dan
terbarukan, mudah diakses. Transaksi pelayanan data dikumpulkan, disimpan, diproses, dan didokumentasikan
untuk menghasilkan informasi tentang kualitas pelayanan pasien dan tentang kinerja rumah sakit serta biaya.
Selain komunikasi internal, tujuan SIMRS adalah pertukaran data elektronik antar penyedia layanan kesehatan
di rumah sakit sehingga dapat menjamin ketersediaan informasi pasien secara komprehensif dan efisien(6,7).
Penjaminan mutu, khasiat, dan keamanan obat sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien.
Obat dalam penggunaannya memiliki beberapa indikator utama. Berdasarkan WHO terdapat 3 indikator untuk
mengukur area umum yang berkaitan erat dengan tingkat rasionalitas penggunaan obat di suatu fasilitas
kesehatan yaitu praktek peresepan oleh pemberi pelayanan (providers) atau secara khusus dokter (prescribers),
pelayanan pasien yang baik konsultasi klinis maupun dispensing kefarmasian, ketersediaan fasilitas kesehatan
yang mendukung penggunaan obat secara rasional. Secara keseluruhan dapat dikatakan 3 indikator utama
penggunaan obat yaitu peresepan, pelayanan pasien, dan fasilitas kesehatan(8).
Sesuai dengan skenario, di IFRS dengan lingkup pelayanan yang begitu luas, tentunya banyak sekali
permasalahan kompleks yang terjadi dalam proses pelayanan farmasi. Pengelolaan data di rumah sakit
merupakan salah satu komponen yang penting dalam mewujudkan suatu sistem informasi pada layanan
kefarmasian. Di dalam UU disebutkan bahwa semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk
SIMRS(9). SIMRS haruslah terintegrasi untuk memaksimalkan pelayanan pada pasien. Sistem informasi perihal
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus terintegrasi dengan sistem
informasi rumah sakit untuk meningkatkan fungsi manajerial agar data pasien mudah diperoleh untuk monitoring
kesehatan dan fungsi klinik lainnya. Selain itu akan mencegah terjadinya kekosongan obat. Keterbatasan SDM
dapat diatasi dengan penambahan apoteker di bagian rawat jalan. Untuk rumah sakit tipe B jumlah apoteker
yang dibutuhkan untuk rawat jalan adalah 4 orang. Dengan adanya SIM dan SDM yang terkoodinir dengan baik,
diharapkan permasalahan dapat teratasi dan meningkatkan pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Management Science for Health, 2012, MDS-3: Managing Access to Medicines and Health
Technologies, Arlington, VA: Management Science for Health.
2. Anonim, 2014, Peraturan menteri Kesehatan No.56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
3. Anonim, 2014, Peraturan menteri Kesehatan No.58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
4. Hasibuan, 2010, Manajemen Sumber Daya Manusia,Jakarta, Bumi Aksara.
5. Jones., G., 2012, Organizational Theory Design and Change, 10th edition, Pearson.
6. Anonim, 2013, Peraturan Menteri Kesehatan No. 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
7. Hariana, Evy., 2013, Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) di DIY, Seminar
Nasional Sistem Informasi Indonesia, UGM, 428-434.
8. World Health Organization, 1993, How to Investigate Drugs Use in Health Facilities (Selected drug use
indicators), World Health Organization, Geneva.
9. Anonim, 2009, UU RI No. 44 pasal 52 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai