Askep ARDS
Askep ARDS
Oleh:
Fitri Nurcahyani NIM 102310101029
Alfizar Surya Winata NIM 102310101095
Nita Eka Wijaya NIM 102310101097
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehinga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ARDS (Acute Respiratory
Distress Sindrome) . Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawata Klinik 2B.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Suyono Kardis, Sp. Kj., selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan;
2. Ns. Roymond H. Simamora. M. Kep., selaku Sekretaris I Program Ilmu
Keperawatan;
3. Ns. Ratna Sari Hardiani, M.Kep selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Klinik
2B;
4. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis barharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
1.2 Tujuan
a) untuk mengetahui pengertian dari ARDS
b) untuk mengetahui epidemiologi dari ARDS
c) untuk mengetahui etiologi dari ARDS
d) untuk mengetahui tanda dan gejala dari ARDS
e) untuk mengetahui patofisiologi dari ARDS
f) untuk mengetahui komplikasi dan prognosis ARDS
g) untuk mengetahui pengobatan dari ARDS
h) untuk mengetahui pencegahan dari ARDS
i) untuk mengetahui pathways dari ARDS
j) untuk mengetahui ASKEP dari ARDS
b) Pertimbangan Keperawatan
Dalam merawat bayi ARDS perawat harus melakukan observasi cermat dan
intensif, masalah kompleks yang berhubungan dengan terapi pernapasan harus
diperhatikan terutama pengobatan yang kontinue terhadap hipoksemia dan asidosis.
Fungsi keperawatan yang paling penting adalah mengamati respon bayi terhadap terapi,
mucus mungkin terkumpul di saluran pernapasan yang akan menghambat saluran
pernapasan dan saluran endotrakea (ET). Pengisapan hanya dilakukan bila diperlukan dan
berdasarkan pertimbangan terhadap bayi tersebut. Pertimbangan terhadap pengisapan
termasuk auskultasi dada, pembuktian bahwa oksigenisasi rendah, kelebihan kelembaban
paada selang ET dan kepekaan bayi.
Pada saat melakukan pengisapan mukus, perawat harus menyadari dan waspada
tentang hal berikut. Pengisapan bukan prosedur yang aman karena dapat menyebabkan
spasme bronkus, bradikardia karena stimulasi saraf fagal, hipoksia, dan peningkatan
tekanan intracranial sehingga mendorong bayi pada keadaan hemoragi intraventrikular.
Tindakan ini tidak boleh dilakukan secara rutin, tehnik pengisapan ini dapat
menyebabkan infeksi, kerusakan jalan pernapasan bahkan pneumotoraks.
Penting diperhatiakn bahwa pengisapan yang terus menerus akan ikut
mengeluakan udara bersamaan dengan keluarnya mucus. Oleh karena itu,
sekali pengisapan tidak boleh lebih dari 5 detik ( pengisapan menyebabkan saluranudara
terambat ).
Tujuan pengisapan jalan napas buatan adalah menjaga terbukanya jalannapas,
bukan bronkus. Pengisapan yang dilakukan di luar ET dapatmenyebabkan lesi trauma
pada trakea. Awasi oksigenisasi atau oksimeter denyut nadi sebelum, selama dansesudah
pengisapan untuk memberi penilaian yang terus menerus terhadap status oksigenisasi dan
untuk menghindari hipoksemia.
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2. 1 Pengertian
Sindrom distress pernapasan dapat dibagi menjadi Sindrom Distres Pernapasan
Dewasa ( ARDS ) dan Sindrom Distres pernapasan Idiopatik Bayi Baru Lahir ( IRDS ).
ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan atau
membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada
sistem paru, kardiovaskuler atau tubuh secara luas. Hyaline membran disease dikenal
juga sebagai respiratory distress syndrome yang idiopatik, merupakan keaadaan akut
yang terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih
sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat badan
dibawah 1500 gram. Kira-kira 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu
mengalami.
ARDS (Respiratory distres syndrome) adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. Respiratory
Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD). ARDS adalah
keadaan hipoksia dan cedera paru yang terjadi akibat atelektasis primer yang luas.
Bangunan paru janin dan produksi surfaktan penting untuk fungsi respirasi normal.
Bangunan paru dari produksi surfaktan bervariasi pada masing-masing bayi. Bayi
prematur lahir sebelum produksi surfaktan memadai. Surfaktan, suatu senyawa
lipoprotein yang mengisi alveoli, mencegah alveolar colaps dan menurunkan kerja
respirasi dengan menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi surfaktan,
tegangan permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan menurunnya
komplians paru, yang mana akan mempengaruhi ventilasi alveolar sehingga terjadi
hipoksemia dan hiperkapnia dengan acidosis respiratory.
Sewaktu usaha bernapas meningkat maka kebutuhan oksigen juga meningkat
yang kemudian meningkatkan usaha bernapas.
2.2 Epidemiologi
a. Destruksi Kapiler
Apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi
pergerakan plasma dan sel darah merah keruangan interstisium. Hal ini meningkatkan
jarak yang harus di tempuh oksigen dan karbondioksida untuk berdifusi, sehingga
kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di cairan interstisium
bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan
permukaan. Gaya yang di perlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat
meningkat. Peningkatan tegangan permukaan ditambah oleh edema dan
pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan atelektasis kompresi yang luas,
sehingga kompliansi paru berkurang. Hal ini kemudian menyebabkan penurunan
ventilasi dan hipoksia. Penyebab kerusakan kapiler paru antara lain adalah septikemia,
pancreatitis dan uremia. Pneumonia, inhalasi asap, trauma dan tenggelam juga dapat
merusak kapiler.
b. Destruksi Alveolus
Apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan, maka luas permukaan
yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas juga
menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi dan
inhalasi asap. Toksisitas oksigen yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi,
juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-
radikal bebas oksigen. Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia
sehingga semakin memyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler
telah rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema
dan pembengkakan ruang interstisium serta kerusakan kapiler dan alveolus disekitarnya.
Dalam waktu 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus.
Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progresif dan
semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis menyebabkan alveolus
lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu. Angka kematian akibat
ARDS adalah sekitar 50%.
2.5 Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor
kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut
terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Surfaktan adalah
substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps
pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara fungsional ( Ilmu kesehatan anak,
1985 ).
Surfaktan juga menyebabkan ekspansi paru pada tekanan intra alveolar yang
rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan
ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. Tanpa surfaktan
janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang
keras untuk mengembangkan parunya. Pada setiap hembusan napas (ekspirasi) sehingga
untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intra toraks yang lebih besar
dengan disertai usaha inspirasi yang kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar
seperti saat pertama kali bernapas ( saat kelahiran ). Sebagai akibatnya janin lebih banyak
menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang diterima dan ini
menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kelelahan bayi akan
ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan
atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vascular
resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping
itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah janin dengan
arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arterious dn foramen ovale.
Kolaps paru ( atelektasis ) akan menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal yang
menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstruksi vaskularisasi pulmonal
yang menimbulkan penurunan oksigenisasi jaringan dan selanjutnya
menyebabkanmetabolisme anaerobic. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan
asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung
yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan
epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan
terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jarngan epitel yang
nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini
melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atlektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbondioksida darisisa
pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan PH menyebabkan
vasokontriksi yang makin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan dan perfusi
alveolar , PaO2 akan menuru tajam, PH juga akan menurun tajam serta materi yang
diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh PH, suhu, dan perfusi normal.
Asfiksia, Hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi, dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel
paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan
pengaruh penatalaksana pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih
lanjut.
ARDS adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriosasi
( kurang lebih 48 jam ) dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam.
Proses perbaikan ini terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan
materi surfaktan.
2.7. Pengobatan
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkancairan paru
c. Fenobarbital
d. Vitamin E untuk menurunkan produksi radikal bebas oksigen
e. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan
untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik
f. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaanya
adalah pemberian surfaktan eksogen.
Wanita yang pernah mengalami keguguran pada trimester kedua > 3x, atau
kelahiran prematur tanpa alasan yang jelas, mungkin mengalami inkompetensi servik.
Bila ditemukan servik berdilatasi dengan membran (ketuban) uth dan tanpa tanda-tanda
infeksi, harus dipertimbangkan untuk segera melakukan cervical cerclage. Dapat
dilakukan ultrasound untuk menentukan panjang servik, sehingga dapat memprediksi
kelahiran prematur, dan melakukan cervical cerclage untuk mencegahnya. (5)
2.8.1.3 Tokolitik
Menurut Gulck dan Kulovich (1973), cairan paru-paru fetus merupakan bagian
yang penting dari cairan amnion. Clements et al (1972) menentukan ada tidaknya
surfaktan pada cairan amnion dengan melakukan tes kocok. Dasar dari tes ini adalah sifat
surfaktan yang membentuk buih yang stabil bila ada ethanol. Sejumlah cairan amnion
diencerkan berseri dengan ethanol 95 %. Masing-masing dikocok 15 detik, diamkan 15
menit. Adanya cincin buih yang tidak terputus pada meniskus pada tiga tabung pertama
atau lebih berarti positif (paru-paru matur).
Untuk mengetahui maturitas paru, dapat juga dilakukan pemeriksaan ada tidaknya
phosphatydilglycerol dari cairan amnion. Phosphatydilglycerol muncul di cairan amnion
pada usia kehamilan 36 minggu. Keberadaannya menunjukan kematangan paru.
Pada saat menentukan waktu untuk induksi persalinan atau operasi caesar,
perkiraan lingkar kepala fetus dengan USG dan penentuan konsentrasi lecithin pada
cairan amnion dengan rasio lecithin : sphingomyelin, menurunkan kemungkinan lahirnya
bayi prematur. Pemantauan intrauterin antenatal dan intrapartum menurunkan
kemungkinan terjadinya asfiksia, yang dikaitkan dengan meningkatnya insidensi dan
beratnya HMD.
Obat-obat tocolysis (-agonist : terbutalin, salbutamol) sebagai relaksasi uterus.
Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (untuk asma: 5 mg/ml).
Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml
dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 50 g/menit dgn monitoring
cardial effect.
Jika detak jantung ibu > 140/menit, kecepatan diturunkan atau obat dihentikan.
Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap 12 jam
untuk 4 x pemberian). Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic, pengukuran rasio
lesitin/spingomielin :> 2 dinyatakanmature lung function).
BAB 3. PATHWAYS
Prematur
gangguan bersihan jalan napas gangguan pola napas perubahan fisiologi paru
mengencerkan surfaktan
tegangan permukaan
atelektasis
3. Cardiovaskular
a) Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
b) Murmur sistolik
c) Denyut jantung dalam batas normal
4. Integumen
a) Pallor (kepucatan) yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
b) Pitting (cekungan kecil pada kulit akibat goresan), edema pada tangan dan
kaki
c) Mottling (bercak)
5. Neurologis
a) Immobilitas, kelemahan
b) Penurunan suhu tubuh
6. Pulmonary Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit)
a) Nafas grunting (mendengkur)
b) Nasal flaring
c) Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
d) Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan
dengan persentase desaturasi hemoglobin
4.5 Evaluasi
Dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2011 pukul 12.00 WIB
S : klien mengatakan, Sus, saya suka dengan menu makanan hari ini .
O : wajah pasien tidak terlihat lemah dan pucat lagi. Klien mulai dapat
tersenyum, dan piring pasien bersih, makanan habis.
A : klien mulai dapat beraktivitas dengan efektif dan wajahnya tidak terlihat
pucat dan lemah lagi.
5.1 Kesimpulan
ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan atau
membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada
sistem paru, kardiovaskuler atau tubuh. . Hyaline membran disease dikenal juga
sebagai respiratory distress syndrome yang idiopatik, merupakan keaadaan akut yang
terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering
pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat badan dibawah
1500 gram.
Hal ini disebabkan adanya defisiensi surfaktan yang menjaga agar kantong alveoli
tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan
masihbelum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak napas. Pemberian surfaktan merupakan salah satu terapi rutinyang
diberikan pada bayi prematur dengan RDS.
5.2 Saran
ARDS dapat dicegah dengan beberapa hal yaitu salah satunya dengan pemberian
obat-obat tocolysis (-agonist : terbutalin, salbutamol) yang dapat berperan sebagai
relaksasi uterus. selain itu, untuk mengantisipasi dini terjadinya penyakit ARDS ini pada
pasien anak-anak. Maka peran orang tua diperlukan dalam membantu mengenali tanda
dan gejala dari penyakit ini seperti yang telah dijelaskan di dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA