Anda di halaman 1dari 21

TUGAS SISTEM MUSKULOSKELETAL

MAKALAH
RELAKSASI DISTRAKSI ROM

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas izin dan
kuasanya kami dapat menyelesaikan tugas makalah sistem muskuloskeletal
dengan judul Relaksasi Distraksi ROM sadar bahwa dalam penulisan ini tidak
sedikit masalah yang dihadapi, namun berkat kerja keras serta bantuan dari pihak,
semua masalah tadi bisa teratasi dengan baik. Oleh karena itu, kami banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sadar bahwa ini jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca, baik mahasiswa maupun masyarakat sebagai
tambahan wawasan pengetahuan.

Kediri, Oktober 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 4
D. Manfaat.......................................................................................... 5
BAB II
A. Konsep Nyeri..................................................................................... 6
1. Definisi Nyeri ............................................................................ 6
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri................................... 6
3. Klasifikasi Nyeri ....................................................................... 10
4. Fisiologi Nyeri........................................................................... 11
5. Manajemen Nyeri Non Farmakologi......................................... 12
6. ROM .......................................................................................... 13
7. Klasifikasi ROM ....................................................................... 13
8. Tujuan ROM ............................................................................. 13
9. Manfaat ROM ........................................................................... 14
10. Prinsip Dasar ROM ................................................................. 14
11. Gerakan pada ROM ................................................................. 15
12. Efektivitas Terapi ROM .......................................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 17
B. Saran .............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Relaksasi Distraksi ROM merupakan metode untuk menghilangkan
nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga
pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami. Misalnya seorang pasien
sehabis operasi mungkin tidak merasakan nyeri sewaktu melihat
pertandingan sepakbola di televisi. Cara bagaimana distraksi dapat
mengurangi nyeri dapat dijelaskan dengan teori Gate Control.
Pada spina cord, sel-sel reseptor yang menerima stimuli nyeri
peripheral dihambat oleh stimuli dari serabut-serabut saraf yang lain.
Karena pesan-pesan nyeri menjadi lebih lambat daripada pesan-pesan
nyeri menjadi lebih lambat daripada pesan-pesan diversional maka pintu
spinal cord yang mengontrol jumlah input ke otak menutup dan pasien
merasa nyerinya berkurang (Cummings 1981: 62).
Beberapa teknik relaksasi distraksi antara lain: bernafas secara pelan-
pelan, massage sambil bernafas pelan-pelan, mendengar lagu sambil
menepuk-nepukkan jari-jari atau kaki, atau membayangkan hal-hal yang
indah sambil menutup mata.
Berdasarkan penjelasan semoga dapat menambah wawasan bagi
penulis dan pembaca khusunya pada tekhnik Relaksasi Distraksi ROM.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Relaksasi Distraksi ROM?
2. Apa manfaat dari Relaksasi Distraksi ROM?
3. Bagaimana peran perawat dalam Relaksasi Distraksi ROM?
4. Bagaimana penatalaksaan dari Relaksasi Distraksi ROM?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Relaksasi Distraksi ROM.
2. Untuk mengetahui apa manfaat dari Relaksasi Distraksi ROM.
3. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat terhadap Relaksasi
Distraksi ROM.

4
4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksaan dari Relaksasi Distraksi
ROM i.
D. Manfaat
Makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang kesehatan terutama pada tekhnik Relaksasi
Relaksasi Distraksi ROM

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri
1. Definisi nyeri
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for
Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang
tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial,
atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Menurut Engel (1970) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai
penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau
fantasi luka. Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh orang yang mengalami
nyeri dan bila yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada. Definisi
ini tidak berarti bahwa anak harus mengatakan bila sakit. Nyeri dapat
diekspresikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Mc
Caffrey & Beebe, 1989 dikutip dari Betz & Sowden, 2002).

2.Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri


Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang
mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat
harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam menghadapi klien
yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam pengkajian nyeri yang
akurat dan memilih terapi nyeri yang baik.
a. Usia
Menurut Potter & Perry (1993) usia adalah variabel penting yang
mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan
perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri.

6
Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau apa
yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum
mempunyai kosa kata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan
secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
Seorang perawat harus menggunakan teknik komunikasi yang
sederhana dan tepat untuk membantu anak dalam membantu anak dalam
memahami dan mendeskripsikan nyeri. Sebagai contoh, pertanyaan kepada
anak, Beritahu saya dimana sakitnya? atau apa yang dapat saya lakukan
untuk menghilangkan sakit kamu?. Hal-hal diatas dapat membantu
mengkaji nyeri dengan tepat.
Perawat dapat menunjukkan serangkaian gambar yang melukiskan
deskripsi wajah yang berbeda, seperti tersenyum,mengerutkan dahi atau
menangis. Anak-anak dapat menunjukkan gambar yang paling tepat untuk
menggambarkan perasaan mereka.
b. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai
perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih
diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam
ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama.
Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry,
1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih
banyak dibandingkan dengan pria.
c. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang
diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi
terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).Universitas Sumatera Utara
d. Ansietas

7
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan
nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri
juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif
menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap
nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi
pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum,
cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan
pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
e. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang
dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan
yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit
mentoleransi nyeri,akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri
tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu
tersebut mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan pengobatan
yang tidak adekuat.Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat
dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa
orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti
padda nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten.
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman
sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap
pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan
tepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri
dimasa mendatang dan mampu mentoleransi nyeri dengan baik (Smeltzer &
Bare, 2002).
f. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan
atau tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar
benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan
efek positif.

8
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan
keefektifan medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin banyak
petunjuk yang diterima pasien tentang keefektifan intervensi, makin efektif
intervensi tersebut nantinya. Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi
diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan
nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang
didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien perawat yang
positif dapat juga menjadi peran yang amat penting dalam meningkatkan
efek plasebo (Smeltzer & Bare, 2002).Universitas Sumatera Utara
g. Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah
kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan
nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau
melindungi. Ketidak hadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan
membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal
khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter &
Perry, 1993).

h. Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah
sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien
kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan
termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri
baik fisik maupun psikologis.
Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri.
Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan
dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan
menurunkan nyeri klien.
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien
mungkin tergantung pada support emosional dari anak anak, keluarga atau
teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian.
Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdoa,

9
memberikan banyak kekuatan untuk mengatasiketidaknyamanan yang
datang (Potter & Perry, 1993).
3. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut
biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika
kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan
sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan (Brunner
& Suddarth, 1996).
Berger (1992) menyatakan bahwa nyeri akut merupakan mekanisme
pertahanan yang berlangsung kurang dari enam bulan. Secara fisiologis
terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran
darah perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan
ukuran pupil.
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan
yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini
tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996
dikutip dari Smeltzer 2001).
Menurut Taylor (1993) nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti
berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara perlahan
setelahnya, dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai
beberapa detik atau menit. Nyeri ini berhubungan dengan kerusakan
jaringan, ini bersifat terus-menerus atau intermitten.

10
4. Fisiologi Nyeri
Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam
proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori,
serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik.
Sel-sel syaraf
ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri
dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini
sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan
kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri
disebut nosiseptor.
Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-
zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien,
substansip, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung
syaraf dan menyampaikan impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis
dapat dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir
disini dan serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat
interkoneksi antara sistem neural desenden dan traktus sensori asenden.
Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan
impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri.Agar nyeri dapat diserap
secara sadar, neuron pada sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi
sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ
internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika
diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi
yangmenyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden.
Seringkali area ini disebut gerbang. Kecendrungan alamiah gerbang
adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk
mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika
kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan
menutup gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup
gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer
& Bare, 2002).

11
Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi
antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim
sensasi tidak nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang
penghambat. Sel-sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis
mengandung eukafalin yang menghambat transmisi nyeri (Wall, 1978 dikut
ip dari Smeltzer & Bare, 2002).

5. Manajenen nyeri non-farmakologi: teknis distraksi


Distraksi adalah teknis memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain pada nyeri (Brunner & Suddarth, 1996).Distraksi diduga dapat
menurunkan nyeri, menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem
kontrol desendens, yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri yang
ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan
pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri
(Brunner & Suddarth, 1996).
Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan menoton sampai
menggunakan aktivitas fisik dan mental yang sangat kompleks. Kunjungan
dari keluarga dan teman-teman sangat efektif dalam meredakan nyeri. Orang
lain mungkin akan mendapatkan peredaan nyeri melalui permainan dan
aktivitas yang membutuhkan konsentrasi. Tidak semua pasien mencapai
peredaan nyeri melalui distraksi, terutama mereka yang mengalami nyeri
hebat. Dengan nyeri hebat klien mungkin tidak dapat berkonsentrasi cukup
baik untuk ikut serta dalam aktivitas mental atau fisik yang kompleks
(Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Taylor (1997), cara-cara yang dapat digunakan pada teknik
distraksi antara lain:
1) penglihatan: membaca, melihat pemendangan dan gambar,
menonton TV,
2) pendengaran: mendengarkan musik, suara burung, gemercik
air,
3) taktil kinestik: memegang orang tercinta, binatang peliharaan
atau mainan, pernafasan yang berirama,

12
4) projek: permainan yang menarik, puzzle,
kartu, menulis cerita, mengisi teka-teki silang.

6. Range Of Motions (ROM)

a. Pengertian ROM

Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk


mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
massa otot dan tonus (Potter & Perry, 2005).

Range Of Motion (ROM) adalah gerakan dalam keadaan normal dapat


dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, et al, 2008).

7. Klasifikasi ROM

Menurut (Suratun,Heryati,Manurung, & Raenah, 2008) klasifikasi


rom sebagai berikut:

1) ROM aktif adalah latihan yang di berikan kepada klien


yang mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa
latihan pada tulang maupun sendi dimana klien tidak dapat
melakukannya sendiri, sehingga klien memerlukan bantuan perawat atau
keluarga.

2) ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri


oleh pasien tanpa bantuan perawat dari setiap gerakan yang
dilakukan. Indikasi ROM aktif adalah semua pasien yang dirawat dan
mampu melakukan ROM sendii dan kooperatif.

8. Tujuan ROM

Menurut Johnson (2005), Tujuan range of motion (ROM)


sebagai berikut:

1) Mempertahankan tingkat fungsi yang ada dan mobilitas ekstermitas


yang sakit.

13
2) Mencegah kontraktur dan pemendekan struktur muskuloskeletal.

3) Mencegah komplikasi vaskular akibat iobilitas.

4) Memudahkan kenyamanan.

Sedangkan tujuan latihan Range Of Motion (ROM) menurut


Suratun,Heryati,Manurung, & Raenah (2008).

1) Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot.

2) Memelihara mobilitas persendian.

3) Merangsang sirkulsi darah.

4) Mencegh kelainan bentuk.

9. Manfaat ROM antara lain :


1) Meningkatkan mobilisasi sendi
2) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
3) Meningkatkan massa otot
4) Mengurangi kehilangan tulang
5) Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan
6) Mengkaji tulang sendi, otot
7) Mencegah terjadinya kekakuan sendi
8) Memperlancar sirkulasi darah
9) Memperbaiki tonus otot

10. Prinsip Dasar ROM

Prinsip dasar latihan range of motion (ROM) menurut


Suratun, Heryati, Manurung, & Raenah (2008) yaitu:

1) ROM harus di ulangi sekitar 8 kali dan di kerjakan


minimal 2 kali sehari
2) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehinga tidak
melelahkan pasien.

14
3) Dalam merencanakan program latihan range of motion
(ROM), Memperhatikan umur pasien, diagnosis, tanda
vital, dan lamanya tirah baring.
4) ROM sering di programkan oleh dokter dan di
kerjakan oleh ahli fisioterapi
5) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah
leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, atau pergelangan kaki.
6) Rom dapat dilakukan pada semua persendian yang di
curigai mengurangi proses penyakit.
7) Melakukan ROM hrus sesuai waktunya, misalnya
setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan.

11. Gerakan pada ROM

Rom aktif Merupakan latian gerak isotonik (Terjadi kontraksi


dan pergerakan otot) yang dilakukan klien dengan menggerakan
masing-masing persendiannya sesuai dengan rentang geraknya yang
normal. (Kusyati Eni, 2006 )

Rom pasif merupakan latihan pergerakan perawat atau petugas


lain yang menggerakkan persendian klien sesuai dengan rentang
geraknya. (Kusyati Eni, 2006 )

Prosedur pelaksanaan:

Gerakan pinggul dan panggul

1. Fleksi dan ekstensi lutut dan pinggul

a. Angkat kaki dan bengkokkan lutut


b. Gerakkan lutut ke atas menuju dada sejauh mungkin
c. Kembalikan lutut ke bawah, tegakkan lutut, rendahkan kaki
sampai pada kasur.

2. Abduksi dan adduksi kaki

15
a. Gerakkan kaki ke samping menjauh klien
b. Kembalikan melintas di atas kaki yang lainnya

3. Rotasikan pinggul internal dan eksternal

a. Putar kaki ke dalam, kemudian ke luar


Gerakkan telapak kaki dan pergelangan kaki

1. Dorsofleksi telapak kaki

a. Letakkan satu tangan di bawah tumit


b. Tekan kaki klien dengan lengan anda untuk menggerakkannya ke
arah kaki

2. Fleksi plantar telapak kaki

a. Letakkan satu tangan pada punggung dan tangan yang lainnya


berada pada tumit
b. Dorong telapak kaki menjauh dari kaki

3. Fleksi dan ekstensi jari-jari kaki

a. Letakkan satu tangan pada punggung kaki klien, letakkan tangan


yang lainnya pada pergelangan kaki
b. Bengkokkan jari-jari ke bawah
c. Kembalikan lagi pada posisi semula

4. Intervensi dan eversi telapak kaki

a. Letakkan satu tangan di bawah tumit, dan tangan yang lainnyadi


atas punggung kaki
b. Putar telapak kaki ke dalam, kemudian ke luar.

12. Efektivitas Terapi ROM

a. Berdasarkan hasil analisa data dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh


sesudah dilakukan terapi ROM dalam menurunkan skala nyeri
penyakit artritis rheumatoid pada lansia. Pelaksanaan terapi ROM
terbukti dapat menurunkan skala nyeri penyakit artritis rheumatoid
pada lansia.

16
b. Hasil evaluasi dari tindakan yang dilakukan pada lansia
mengungkapkan tubuhnya lebih rileks dan lebih terasa ringan, efek
inilah yang membuat tingkat nyeri pada lansia menurun.
c. Penelitian sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Gosana (2001)
bahwa terapi nonfarmakologi adalah suatu metode latihan seperti
latihan fisik atau latihan ROM. Latihan relaksasi Range Of Motion
(ROM) dapat membantu mengurangi rasa nyeri, menurunkan
ketegangan otot, dan dapat memperbaiki gangguan tidur. Latihan
relaksasi Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu cara untuk
mengatasi rasa nyeri dan menghilangkan ketegangan.
d. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian menurut Potter & Perry
(2005) Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang diberikan untuk
mempertahankan, meningkatkan fungsi sendi yang berkurang, dan
mengurangi nyeri. Latihan ROM ini memungkinkan terjadinya
kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-
masing persendiannya sesuai dengan gerakan normal baik secara aktif
maupun pasif. Dari hasil penelitian terlihat sekali bahwa adanya
pengaruh besar antara skala nyeri penyakit artritis rheumatoid pada
lansia sebelum dan sesudah dilakukan terapi ROM. Dari terapi yang
dilakukan pada lansia mengatakan bahwa tubunya lebih rileks dan
lebih terasa ringan sesudah melakukan terapi ROM.
e. Latian ROM tidak hanya efektif terhadap pasien lansia dengan nyeri
penyakit artritis rheumatoid saja, namun ternyata juga efektif pada
peningkatan kemandirian ADL (Activity Daily Living) pada lansia
stroke.
f. Berdasarkan hasil penelitian Yunianto (2011) menyimpulkan, bahwa
terapi ROM efektif terhadap penurunan tingkat nyeri sendi pada
lansia. Waginah, (2010) menyatakan bahwa subyek penelitian dengan
ROM yang sangat aktif mempunyai peluang perbaikan activity daily
living atau kemandirian lebih baik. Penelitian Sarah Uliya (2006)
menyimpulkan, selama melakukan ROM selama 6 minggu dapat
meningkatan fleksibilitas sendi pergelangan tangan sebesar 74,2%.

17
18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Range Of Motion (ROM) adalah latihan gerakan sendi yang


memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien
menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik
secara aktif ataupun pasif.
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
massa otot dan tonus otot.
Range of motion adalah gerakan dalam keadaan normal dapat
dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008). Latihan range
of motion (ROM) merupakan istilah baku untuk menyatakan batas atau
batasan gerakan sendi yang normal dan sebagai dasar untuk menetapkan
adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang
abnormal.

B. Saran
Sebagai tenaga profesional tindakan perawat dalam penanganan
masalah keperawatan khususnyaRange Of Motion (ROM).harus dibekali
dengan pengetahuan yang luas dan tindakan yang di lakukan harus rasional
sesuai gejala penyakit.

19
DAFTAR PUSTAKA

Kusyati, Eni. dkk. 2006. Keterampilan dan Prosedur laboratorium. Jakarta. EGC.
Hal:267

Muskuloskeletal. In Sarutan, Heryati, S. Manurung, & E. Raenah, Klien


Gangguan Sistem Muskuloskeletal (p. 110). Jakarta: EGC.

Suratun, Heryati, Manurang, S., & Raenah, E. (2006). Klien Gangguan Sistem

Brunner dan Suddart. 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.
Jakarta: EGC.

Depkes. 2004. Sistim Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan R. I.

Feigin, Valery. 2006. Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Hadinoto, S. Setiawan. et al. 2002. Stroke Pengelolaan Mutahir. Badan Penerbit


Universitas Diponegoro.

Junaidi, Iskandar. 2011. Stroke: Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: Penerbit


ANDI

Koizer, B., Erb, G, and Blais, K. 2004. Fundamental of Nurshing, Concepts,


Process and Practice, Addison Wesley Publishing, California.

Maramis, W. E. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga


University Press.

Meiwanto, C. 2003. Stroke : Masalah dan Pencegahannya. Jakarta.

URL:http//www.detikhealth.com.

Mubarak, W.I., Cahyatin, N., Santosa, B.A. 2009. Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Komunitas 2. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P.A., Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


(Komalasari, R., Evriyani, D., Novieastari, E., Hany, A., Kurnianingsih, S.).
Jakarta: EGC

20
Sarah, Uliya. 2006. Pengaruh Latihan Berbentuk ROM terhadap Fleksibilitas
Sendi dan Kekuatan Otot pada Lansia di Panti Wredha Wening Wardoyo
Ungaran. Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. tidak
dipublikasikan.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8 (edisi terjemahan oleh Waluyo, A., Karyasa, I.M., Julin,. Kuncara, Y., Asih, Y.).
Jakarta: EGC

Soeparman. 2004. Panduan Senam Stroke. Jakarta: Puspa Swara.

Soeparman, S. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi ketiga. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed.2. Jakarta:EGC.

Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta.

Suryadi. 2005. Status Kesehatan dan Aktivitas Lansia. Bandung: Majalah


Keperawatan Unpad Vol.6 No.11 Oktober 2004-Februari 2005.

Wangi, H. 2003. Faktor Prediktor Kualitas Hidup Penderita Pasca Stroke. Tesis.
UGM. Tidak dipublikasikan.

World Health Organization (WHO). 2008. WHOQOL-BREF: Introduction,


administration, scoring and generic version of the assessment. Geneva: World
Health Organization (WHO).

Yunianto. 2011. Efektivitas terapi ROM terhadap penurunan tingkat nyeri sendi
pada usia lanjut di Desa Buntalan, Klaten Tengah, Klaten. Skripsi, STIKES
Muhammadiyah Klaten. Tidak dipublikasikan.

21

Anda mungkin juga menyukai