MAKALAH
RELAKSASI DISTRAKSI ROM
KATA PENGANTAR
i
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas izin dan
kuasanya kami dapat menyelesaikan tugas makalah sistem muskuloskeletal
dengan judul Relaksasi Distraksi ROM sadar bahwa dalam penulisan ini tidak
sedikit masalah yang dihadapi, namun berkat kerja keras serta bantuan dari pihak,
semua masalah tadi bisa teratasi dengan baik. Oleh karena itu, kami banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sadar bahwa ini jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca, baik mahasiswa maupun masyarakat sebagai
tambahan wawasan pengetahuan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 4
D. Manfaat.......................................................................................... 5
BAB II
A. Konsep Nyeri..................................................................................... 6
1. Definisi Nyeri ............................................................................ 6
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri................................... 6
3. Klasifikasi Nyeri ....................................................................... 10
4. Fisiologi Nyeri........................................................................... 11
5. Manajemen Nyeri Non Farmakologi......................................... 12
6. ROM .......................................................................................... 13
7. Klasifikasi ROM ....................................................................... 13
8. Tujuan ROM ............................................................................. 13
9. Manfaat ROM ........................................................................... 14
10. Prinsip Dasar ROM ................................................................. 14
11. Gerakan pada ROM ................................................................. 15
12. Efektivitas Terapi ROM .......................................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 17
B. Saran .............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Relaksasi Distraksi ROM merupakan metode untuk menghilangkan
nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga
pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami. Misalnya seorang pasien
sehabis operasi mungkin tidak merasakan nyeri sewaktu melihat
pertandingan sepakbola di televisi. Cara bagaimana distraksi dapat
mengurangi nyeri dapat dijelaskan dengan teori Gate Control.
Pada spina cord, sel-sel reseptor yang menerima stimuli nyeri
peripheral dihambat oleh stimuli dari serabut-serabut saraf yang lain.
Karena pesan-pesan nyeri menjadi lebih lambat daripada pesan-pesan
nyeri menjadi lebih lambat daripada pesan-pesan diversional maka pintu
spinal cord yang mengontrol jumlah input ke otak menutup dan pasien
merasa nyerinya berkurang (Cummings 1981: 62).
Beberapa teknik relaksasi distraksi antara lain: bernafas secara pelan-
pelan, massage sambil bernafas pelan-pelan, mendengar lagu sambil
menepuk-nepukkan jari-jari atau kaki, atau membayangkan hal-hal yang
indah sambil menutup mata.
Berdasarkan penjelasan semoga dapat menambah wawasan bagi
penulis dan pembaca khusunya pada tekhnik Relaksasi Distraksi ROM.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Relaksasi Distraksi ROM?
2. Apa manfaat dari Relaksasi Distraksi ROM?
3. Bagaimana peran perawat dalam Relaksasi Distraksi ROM?
4. Bagaimana penatalaksaan dari Relaksasi Distraksi ROM?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Relaksasi Distraksi ROM.
2. Untuk mengetahui apa manfaat dari Relaksasi Distraksi ROM.
3. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat terhadap Relaksasi
Distraksi ROM.
4
4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksaan dari Relaksasi Distraksi
ROM i.
D. Manfaat
Makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang kesehatan terutama pada tekhnik Relaksasi
Relaksasi Distraksi ROM
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nyeri
1. Definisi nyeri
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for
Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang
tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial,
atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Menurut Engel (1970) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai
penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau
fantasi luka. Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh orang yang mengalami
nyeri dan bila yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada. Definisi
ini tidak berarti bahwa anak harus mengatakan bila sakit. Nyeri dapat
diekspresikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Mc
Caffrey & Beebe, 1989 dikutip dari Betz & Sowden, 2002).
6
Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau apa
yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum
mempunyai kosa kata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan
secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
Seorang perawat harus menggunakan teknik komunikasi yang
sederhana dan tepat untuk membantu anak dalam membantu anak dalam
memahami dan mendeskripsikan nyeri. Sebagai contoh, pertanyaan kepada
anak, Beritahu saya dimana sakitnya? atau apa yang dapat saya lakukan
untuk menghilangkan sakit kamu?. Hal-hal diatas dapat membantu
mengkaji nyeri dengan tepat.
Perawat dapat menunjukkan serangkaian gambar yang melukiskan
deskripsi wajah yang berbeda, seperti tersenyum,mengerutkan dahi atau
menangis. Anak-anak dapat menunjukkan gambar yang paling tepat untuk
menggambarkan perasaan mereka.
b. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai
perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih
diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam
ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama.
Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry,
1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih
banyak dibandingkan dengan pria.
c. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang
diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi
terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).Universitas Sumatera Utara
d. Ansietas
7
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan
nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri
juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif
menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap
nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi
pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum,
cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan
pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
e. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang
dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan
yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit
mentoleransi nyeri,akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri
tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu
tersebut mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan pengobatan
yang tidak adekuat.Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat
dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa
orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti
padda nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten.
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman
sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap
pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan
tepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri
dimasa mendatang dan mampu mentoleransi nyeri dengan baik (Smeltzer &
Bare, 2002).
f. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan
atau tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar
benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan
efek positif.
8
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan
keefektifan medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin banyak
petunjuk yang diterima pasien tentang keefektifan intervensi, makin efektif
intervensi tersebut nantinya. Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi
diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan
nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang
didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien perawat yang
positif dapat juga menjadi peran yang amat penting dalam meningkatkan
efek plasebo (Smeltzer & Bare, 2002).Universitas Sumatera Utara
g. Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah
kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan
nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau
melindungi. Ketidak hadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan
membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal
khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter &
Perry, 1993).
h. Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah
sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien
kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan
termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri
baik fisik maupun psikologis.
Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri.
Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan
dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan
menurunkan nyeri klien.
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien
mungkin tergantung pada support emosional dari anak anak, keluarga atau
teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian.
Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdoa,
9
memberikan banyak kekuatan untuk mengatasiketidaknyamanan yang
datang (Potter & Perry, 1993).
3. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut
biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika
kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan
sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan (Brunner
& Suddarth, 1996).
Berger (1992) menyatakan bahwa nyeri akut merupakan mekanisme
pertahanan yang berlangsung kurang dari enam bulan. Secara fisiologis
terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran
darah perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan
ukuran pupil.
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan
yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini
tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996
dikutip dari Smeltzer 2001).
Menurut Taylor (1993) nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti
berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara perlahan
setelahnya, dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai
beberapa detik atau menit. Nyeri ini berhubungan dengan kerusakan
jaringan, ini bersifat terus-menerus atau intermitten.
10
4. Fisiologi Nyeri
Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam
proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori,
serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik.
Sel-sel syaraf
ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri
dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini
sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan
kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri
disebut nosiseptor.
Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-
zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien,
substansip, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung
syaraf dan menyampaikan impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis
dapat dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir
disini dan serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat
interkoneksi antara sistem neural desenden dan traktus sensori asenden.
Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan
impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri.Agar nyeri dapat diserap
secara sadar, neuron pada sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi
sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ
internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika
diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi
yangmenyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden.
Seringkali area ini disebut gerbang. Kecendrungan alamiah gerbang
adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk
mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika
kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan
menutup gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup
gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer
& Bare, 2002).
11
Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi
antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim
sensasi tidak nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang
penghambat. Sel-sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis
mengandung eukafalin yang menghambat transmisi nyeri (Wall, 1978 dikut
ip dari Smeltzer & Bare, 2002).
12
4) projek: permainan yang menarik, puzzle,
kartu, menulis cerita, mengisi teka-teki silang.
a. Pengertian ROM
7. Klasifikasi ROM
8. Tujuan ROM
13
2) Mencegah kontraktur dan pemendekan struktur muskuloskeletal.
4) Memudahkan kenyamanan.
14
3) Dalam merencanakan program latihan range of motion
(ROM), Memperhatikan umur pasien, diagnosis, tanda
vital, dan lamanya tirah baring.
4) ROM sering di programkan oleh dokter dan di
kerjakan oleh ahli fisioterapi
5) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah
leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, atau pergelangan kaki.
6) Rom dapat dilakukan pada semua persendian yang di
curigai mengurangi proses penyakit.
7) Melakukan ROM hrus sesuai waktunya, misalnya
setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan.
Prosedur pelaksanaan:
15
a. Gerakkan kaki ke samping menjauh klien
b. Kembalikan melintas di atas kaki yang lainnya
16
b. Hasil evaluasi dari tindakan yang dilakukan pada lansia
mengungkapkan tubuhnya lebih rileks dan lebih terasa ringan, efek
inilah yang membuat tingkat nyeri pada lansia menurun.
c. Penelitian sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Gosana (2001)
bahwa terapi nonfarmakologi adalah suatu metode latihan seperti
latihan fisik atau latihan ROM. Latihan relaksasi Range Of Motion
(ROM) dapat membantu mengurangi rasa nyeri, menurunkan
ketegangan otot, dan dapat memperbaiki gangguan tidur. Latihan
relaksasi Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu cara untuk
mengatasi rasa nyeri dan menghilangkan ketegangan.
d. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian menurut Potter & Perry
(2005) Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang diberikan untuk
mempertahankan, meningkatkan fungsi sendi yang berkurang, dan
mengurangi nyeri. Latihan ROM ini memungkinkan terjadinya
kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-
masing persendiannya sesuai dengan gerakan normal baik secara aktif
maupun pasif. Dari hasil penelitian terlihat sekali bahwa adanya
pengaruh besar antara skala nyeri penyakit artritis rheumatoid pada
lansia sebelum dan sesudah dilakukan terapi ROM. Dari terapi yang
dilakukan pada lansia mengatakan bahwa tubunya lebih rileks dan
lebih terasa ringan sesudah melakukan terapi ROM.
e. Latian ROM tidak hanya efektif terhadap pasien lansia dengan nyeri
penyakit artritis rheumatoid saja, namun ternyata juga efektif pada
peningkatan kemandirian ADL (Activity Daily Living) pada lansia
stroke.
f. Berdasarkan hasil penelitian Yunianto (2011) menyimpulkan, bahwa
terapi ROM efektif terhadap penurunan tingkat nyeri sendi pada
lansia. Waginah, (2010) menyatakan bahwa subyek penelitian dengan
ROM yang sangat aktif mempunyai peluang perbaikan activity daily
living atau kemandirian lebih baik. Penelitian Sarah Uliya (2006)
menyimpulkan, selama melakukan ROM selama 6 minggu dapat
meningkatan fleksibilitas sendi pergelangan tangan sebesar 74,2%.
17
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sebagai tenaga profesional tindakan perawat dalam penanganan
masalah keperawatan khususnyaRange Of Motion (ROM).harus dibekali
dengan pengetahuan yang luas dan tindakan yang di lakukan harus rasional
sesuai gejala penyakit.
19
DAFTAR PUSTAKA
Kusyati, Eni. dkk. 2006. Keterampilan dan Prosedur laboratorium. Jakarta. EGC.
Hal:267
Suratun, Heryati, Manurang, S., & Raenah, E. (2006). Klien Gangguan Sistem
Brunner dan Suddart. 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.
Jakarta: EGC.
URL:http//www.detikhealth.com.
Mubarak, W.I., Cahyatin, N., Santosa, B.A. 2009. Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Komunitas 2. Jakarta: Salemba Medika.
20
Sarah, Uliya. 2006. Pengaruh Latihan Berbentuk ROM terhadap Fleksibilitas
Sendi dan Kekuatan Otot pada Lansia di Panti Wredha Wening Wardoyo
Ungaran. Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. tidak
dipublikasikan.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8 (edisi terjemahan oleh Waluyo, A., Karyasa, I.M., Julin,. Kuncara, Y., Asih, Y.).
Jakarta: EGC
Soeparman, S. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi ketiga. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
Wangi, H. 2003. Faktor Prediktor Kualitas Hidup Penderita Pasca Stroke. Tesis.
UGM. Tidak dipublikasikan.
Yunianto. 2011. Efektivitas terapi ROM terhadap penurunan tingkat nyeri sendi
pada usia lanjut di Desa Buntalan, Klaten Tengah, Klaten. Skripsi, STIKES
Muhammadiyah Klaten. Tidak dipublikasikan.
21