Anda di halaman 1dari 105

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP KELUARGA

DALAM PELAKSANAAN ROM PADA PASIEN STROKE


DI RUANG FLAMBOYAN 2 RSUD SALATIGA

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :
DIYAH SUPADMI
NIM. ST14010

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
iii

iii
iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Dalam

Pelaksanaan ROM Pada Pasien Stroke Di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga

skripsi ini disusun sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana Keperawatan di

STIKES Kusuma Husada Surakarta.

Sepenuhnya peneliti menyadari bahwa tanpa bimbingan, dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak, penyusunan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan

dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan

penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini terutama disampaikan kepada :

1. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.kep., Ns., M.Kep selaku Ketua STIKes Kusuma

Husada Surakarta.

2. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi S1

Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3. dr. Agus Sunaryo,SpPD selaku direktur RSUD Salatiga yang telah

memberikan ijin kepada peneliti untuk melanjutkan pendidikan di STIKES

Kusuma Husada Surakarta.

4. Ibu S. Dwi Sulistyawati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing I yang

banyak memberi saran dan petunjuk dalam pembuatan skripsi ini.

iv
v

5. Bapak Arya Nurahman H.K, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing II yang

banyak memberi saran dan petunjuk dalam pembuatan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf STIKes Kusuma Husada Surakarta.

7. Kedua orang tua saya bapak dan ibu Supat, kedua mertua saya bapak dan ibu

Sumarkam yang telah memberikan dukungan doa dan motivasi selama

penyusunan skripsi ini.

8. Suamiku tercinta dan anak-anakku tersayang yang telah memberikan

dukungan doa dan motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Seluruh responden penelitian yang telah membantu peneliti sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

10. Seluruh rekan se-angkatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang saling

membantu selama penyusunan skripsi ini.

11. Pihak lain yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu tanpa mengurangi

rasa terimakasaih.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan berkahNya kepada semua

yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari

dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala

pendapat saran dan kritikan yang sifatnya membangun sangat peneliti harapkan.

Mudah-mudahan penelitian dapat bermanfaat untuk peneliti sendiri dan pembaca

pada umumnya.

Surakarta, 11 Februari 2016

Peneliti

v
vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ............................................................................ iii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iv

DAFTAR ISI ............................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xi

ABSTRAK................................................................................................... xii

ABSTRACK.................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 8

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 8

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Teori ................................................................................... 11

2.2.Keaslian Penelitian ............................................................................ 53

2.3.Kerangka Teori ................................................................................. 54

2.4.Kerangka Konsep .............................................................................. 55

2.5.Hipotesis Penelitian ........................................................................... 55

vi
vii

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ......................................................... 56

3.2 Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling ............................................. 56

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 58

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ....................... 58

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 59

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ................................................ 65

3.7 Etika Penelitian ................................................................................ 69

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Analisa Univariat .............................................................................. 71

4.2 Analisa Bivariat................................................................................. 74

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Analisa Univariat .............................................................................. 76

5.2 Analisa Bivariat................................................................................. 82

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 87

6.2 Saran ................................................................................................. 87

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 89

LAMPIRAN

vii
viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

3.1 Kerangka Teori 54

3.2 Kerangka Konsep 55

viii
ix

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

2.1 Indikator Sikap 31

2.2 Keaslian Penelitian 52

3.1 Definisi Operasional 58

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 70


4.1
Berdasarkan Umur

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 71


4.2
Berdasarkan Pendidikan

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 72


4.3
Berdasarkan Pekerjaan

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Keluarga Tentang 72


4.4
ROM

Distribusi Frekuensi Sikap Keluarga Dalam 73


4.5
Pelaksanaan ROM

Hubungan Antara Pengetahuan Keluarga Tentang


4.6 ROM Dengan Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan 74
ROM

ix
x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Keterangan

1. Surat Ijin Studi Pendahuluan

2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Studi Pendahuluan

3. Surat Permohonan Uji Validitas dan Reabilitas

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Validitas dan


4.
Reabilitas

5. Surat Permohonan Ijin Penelitian

6. Surat Rekomendasi Ijin Penelitian

7. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

8. Lembar Persetujuan Responden

9. Kuesioner Penelitian

10. Data Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

11. Data Mentah Hasil Penelitian

12. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

13. Hasil Analisis Korelasi Kendalls Tau

x
xi

DAFTAR SINGKATAN

1. ROM : Range Of Motion

2. CVA : Cerebro Vascular Accident

3. TIA : Transient Ischaemia Attack

4. MRI : Magnetic Resonance Imaging

5. EEG : Electroencephalography

xi
xii

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016

Diyah Supadmi

Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan ROM


Pada Pasien Stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga

Abstrak

Penderita stroke dengan kelemahan anggota gerak dan sendi pada


umumnya mengalami ketergantungan dalam pemenuhan kebutuhan fisik, dan
beresiko mengalami kecacatan apabila tidak dilakukan rehabilitasi medik ROM
secara teratur. Keluarga pasien stroke diruang Flamboyan 2 cenderung
menyerahkan sepenuhnya latihan ROM kepada petugas, keluarga hanya
menunggu, mendampingi dan membantu kebutuhan dasar pasien saja. Menurut
wawancara peneliti pada tiga keluarga pasien menyatakan bahwa mereka tidak
mengetahui manfaat ROM dan hanya mengetahui gerakan ROM sekedar menekuk
dan meluruskan persendian. Pengetahuan keluarga tentang ROM diharapkan dapat
diterapkan dalam melatih anggota keluarganya yang sakit sehingga penderita
dapat mengoptimalkan kembali fungsi anggota geraknya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam
pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.
Jenis penelitian ini survey analitik dengan desain survey cross sectional ,
pengambilan sampling menggunakan teknik total sampling pada 45 orang
keluarga pasien stroke diruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga. Variabel yang
diamati adalah Pengetahuan keluarga tentang ROM dan Sikap keluarga dalam
pelaksanaan ROM. Analisa data menggunakan uji korelasi Kendalls Tau.
Hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan keluarga tentang ROM di
Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga yaitu dalam kategori baik sebanyak 22 orang
(48,9%). Sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD
Salatiga yaitu sikap mendukung sebanyak 27 orang (60,0%). Terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan
ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga dengan nilai p=0,014<0,05.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, ROM, Stroke, Keluarga


Daftar Pustaka : 33 (2003-2014)

xii
xiii

THE RELATIONSHIP BETWEEN FAMILYS KNOWLEDGE AND


ATTITUDE ON THE PERFORMANCE OF ROM (RANGE OF MOTION)
EXERCISES OF STROKE PATIENTS AT FLAMBOYAN 2 ROOM OF
REGIONAL PUBLIC HOSPITAL OF SALATIGA

Diyah Supadmi 1), S.Dwi Sulistyawati 2), Aria Nurahman Hendra Kusuma 3)

1) Student of the Bachelor of Nursing, the School of Health Sciences


(STIKes) of Kusuma Husada in Surakarta
2,3) Lecturers of the Bachelor of Nursing, the School of Health Sciences
(STIKes) of Kusuma Husada in Surakarta

Abstract

Stroke patients with inability to move limbs and joints commonly


experience dependency in meeting their physical needs and tend to suffer from the
risk of disability if medical rehabilitation of ROM exercises is not performed
regularly. The family members of stroke patients at Flamboyan 2 room tend to
rely on medical personnel to deal with the exercises; they merely accompany,
assist, and help patients with their basic needs. The interviews conducted by the
researcher to three patients family members reveal that they do not know at all
about the benefits of ROM exercises. For them, the exercises are just movements
of bending and straightening the joints. This research aims at finding out the
relationship between familys knowledge and attitude on the performance of
ROM exercises at Flamboyan 2 room of Regional Public Hospital of Salatiga.
This research applied analytical survey with cross-sectional survey design.
Samples of 45 patients family members at Flamboyan 2 room of Regional Public
Hospital of Salatiga were taken using total sampling technique. The observed
variables included the familys knowledge on ROM and their attitude on the
performance of ROM exercises. The data were then analyzed using Kendalls Tau
correlational test.
The research findings indicate that the familys knowledge on ROM
exercises at the aforementioned hospital is considered to be good (with total
number of 22 respondents or 48.9%). In addition, supportive attitude on the
performance of ROM exercises is found (with total number of 27 respondents or
60.0 %). The research concludes that there is a significant relationship between
the familys knowledge and attitude on the performance of ROM exercises at
Flamboyan 2 room of Regional Public Hospital of Salatiga with p-value of
0.015<0.05.

Keywords : knowledge, attitude, ROM, stroke, family


Bibliography : 33 (2003-2014)

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling

sering setelah penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat (WHO, 2014).

Angka kematiannya mencapai 160.000 per tahun dan biaya langsung

sebesar 27 milyar dolar AS setahun. Insiden bervariasi 1,5 4 per 1000

populasi. Selain penyebab utama kematian juga merupakan penyebab

utama kecacatan. Data beberapa rumah sakit besar di Indonesia

menunjukkan bahwa jumlah pasien stroke senantiasa meningkat,

diperkirakan hampir 50 % ranjang bangsal pasien saraf diisi oleh

penderita stroke, yang didominasi oleh pasien dengan usia lebih dari 40

tahun (Handayani, 2013). Studi Framingham juga menyatakan, insiden

stroke berulang dalam kurun waktu 4 tahun pada pria 42 % dan wanita

24 % (Lamsudin, 1998 dalam Handayani, 2013).

Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya

karena pembuluh darah semburan atau diblokir oleh gumpalan darah. Ini

memotong pasokan oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada

jaringan otak (WHO, 2014). Gejala yang paling umum dari stroke adalah

kelemahan mendadak atau mati rasa wajah, lengan atau kaki, paling

sering pada satu sisi tubuh. Gejala lain termasuk: kebingungan, kesulitan

berbicara atau memahami pembicaraan; kesulitan melihat dengan satu

1
2

atau kedua mata; kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan

atau koordinasi; sakit kepala parah dengan tidak diketahui penyebabnya;

pingsan atau tidak sadarkan diri.

Ketidakmampuan pasien stroke untuk mobilisasi dapat

mengganggu sistem metabolisme tubuh, ketidak seimbangan cairan dan

elektrolit, gangguan kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal,

perubahan kulit, perubahan eliminasi, perubahan sistem

muskuloskleletal, perubahan perilaku, dan lain sebagainya (Hidayat,

2006).

Beberapa rehabilitasi yang umum dilakukan pada pasien stroke

antara lain rehabilitasi emosi dengan melatih pasien untuk mengontrol

emosi, rehabilitasi sosial untuk mempersiapkan pasien untuk kembali

dalam lingkungan sosial pasca stroke, rehabilitasi fisik untuk melatih

kekuatan otot dan sendi agar tidak terjadi kekakuan otot dan sendi

maupun atropi otot sebagai akibat komplikasi dari stroke sehingga pasien

pasca stroke mampu mandiri untuk mengurus dirinya sendiri dan

melakukan aktifitas sehari-hari tanpa harus menjadi beban bagi

keluarganya.

Penelitian Maimurahman dan Fitria (2012) menemukan bahwa

sesudah dilakukan terapi ROM, derajat kekuatan otot pasien stroke

termasuk kategori derajat 2 (mampu mengerakkan persendian, tidak

dapat melawan gravitasi) hingga derajat 4 (mampu menggerakan sendi,

dapat melawan gravitasi, kuat terhadap tahanan ringan).


3

Rehabilitasi fisik merupakan tindakan rehabilitasi yang

pertamakali dilaksanakan setelah pasien melawati masa kritis dengan

memperhatikan keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien. Berbagai

tindakan yang dapat dilakukan dalam rehabilitasi medik terdapat tiga hal

yaitu rehabilitasi medikal, rehabilitasi sosial dan rehabilitasi vokasional.

Rehabilitasi medikal bertujuan untuk mengembalikan kemampuan fisik

pada keadaan semula sebelum sakit dalam waktu sesingkat mungkin.

Salah satu caranya adalah dengan range of motion (ROM) adalah latihan

gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan

otot dimana klien menggerakkan persendiannya sesuai gerakan normal

baik aktif ataupun pasif (Potter and Perry, 2006). Tujuan ROM adalah

untuk mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara

mobilitas persendian, melancarkan sirkulasi darah dan mencegah

kelainan bentuk (Wirawan, 2009).

Hasil penelitian Sonatha dan Gayatri (2012) menunjukkan bahwa

pengetahuan keluarga akan mempengaruhi kesiapan anggota keluarga

dalam memberikan perawatan stroke. Pengetahuan memiliki peran yang

sangat besar bagi keluarga dalam memberikan perawatan pasien stroke,

pengalaman sebelumnya menjadi dasar pengetahuan yang baik bagi

keluarga.

Kehadiran keluarga disamping pasien merupakan aspek positif

yang dapat dimanfaatkan keberadaannya oleh tenaga kesehatan, supaya

kehadiran keluarga disamping pasien memberikan arti, bukan hanya


4

sekedar mendampingi selama di rumah sakit, tetapi keluarga mampu

berperan maksimal dalam perawatan pasien. Keluarga yang belum

mendapatkan informasi tentang ROM dapat diberikan informasi serta

pelatihan sederhana yang dapat dilakukan oleh fisioterapis ataupun oleh

perawat, sehingga banyaknya waktu luang yang dimiliki keluarga dapat

dimanfaatkan untuk memberikan latihan ROM secara benar dan

bermanfaat bagi pasien.

Fungsi perawatan kesehatan keluarga bukan hanya fungsi esensial

dan dasar keluarga, namun fungsi yang mengemban fokus sentral dalam

keluarga yang berfungsi dengan baik dan sehat. Akan tetapi memenuhi

fungsi perawatan kesehatan bagi semua anggota keluarga akan menemui

kesulitan akibat adanya tantangan eksternal dan internal (Friedman,

Bowden & Jones, 2003 dalam Ramlah, 2011). Fungsi perawatan

kesehatan keluarga diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan

kesehatan seluruh anggota keluarga, tetapi pada kenyataannya tidak

semua keluarga memahami dengan baik dalam melaksanakan tugas

kesehatan keluarga khususnya yang berkaitan dengan kejadian

pengabaian lansia.

Keluarga memiliki peran yang sangat penting pada perawatan

pasien stroke. Pemenuhan kebutuhan pasien penyandang stroke pada

umumnya dibantu oleh anggota keluarga. Hal ini dikarenakan stroke

survivor pada umumnya tinggal bersama keluarga. Perawatan pasien

stroke yang dilakukan oleh keluarga harus dilakukan secara baik dan
5

benar. Keluarga yang akan memberikan perawatan pasien stroke perlu

mendapatkan pengetahuan yang benar. Oleh karena itu, tenaga kesehatan

khususnya perawat diharapkan meningkatkan edukasi kepada setiap

keluarga selama proses perencanaan pemulangan (discharge planning)

dari rumah sakit. Bentuk edukasi yang perlu diajarkan perawat berupa

ajakan kepada keluarga untuk tetap menjalin hubungan dekat dengan

pasien pasca stroke, mengerti akan keterbatasan pasien, dan bentuk-

bentuk perawatan pasien pasca stroke di rumah.

Terdapat beberapa penelitian yang menggambarkan kondisi

keluarga dalam memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang

terkena stroke. Penelitian Smith, dkk (2004) pada 90 orang keluarga

dekat penderita stroke menunjukkan bahwa 32,2% mengalami

kecemasan terkait kondisi stroke penderita, 33,3% merasa kesehatannya

menurun, dan 14,4% mengalami depresi ringan. Smith mengatakan

kondisi keluarga menjadi cemas terhadap kondisi pasien pasca stroke.

Peran keluarga dapat ditingkatkan melalui pembelajaran yang diberikan

oleh perawat selama keluarga mendampingi perawatan pasien di rumah

sakit. Pembelajaran kepada keluarga dapat diberikan melalui bentuk

pendidikan kesehatan secara spesifik pada masalah stroke.

Merawat penyandang stroke secara langsung akan berdampak

pada tersitanya waktu keluarga penyandang stroke. Penelitian Van Exel,

et al (2005) pada 151 pasien stroke dan keluarganya menunjukkan bahwa

seorang keluarga penderita stroke rata-rata menghabiskan waktu 3,4 jam


6

sehari untuk bersama pasien stroke (mengantar kedokter, mandi, dan

berpakaian), dan 10,8 jam sehari untuk mengawasi pasien

stroke (mengawasi saat jalan dan makan). Selain itu, keluarga

(suami/istri, anak,dan kerabat lainnya) juga akan mengalami masalah

kesehatan baik fisik, mental, maupun sosial.Anggota keluarga tidak

jarang mengalami gangguan tidur, baik karena kelelahan maupun karena

stres karena mereka selalu menunggu pasien sembuh.

Upaya untuk meminimalkan dampak lanjut dari stroke tersebut

sangat diperlukan dukungan dari keluarga, baik dalam merawat maupun

dalam memberi dukungan baik secara fisik maupun psikologis, sehingga

pasien stroke dapat mengoptimalkan kembali fungsi dan perannya. Tanpa

pengetahuan dalam merawat pasien stroke maka keluarga tidak akan

mengerti dalam memberikan perawatan yang memadai dan dibutuhkan

oleh penderita stroke. Keluarga perlu mengetahui akibat yang

ditimbulkan oleh penyakit stroke serta kemungkinan komplikasi yang

akan terjadi pasca stroke, kesembuhan pasien juga akan sulit tercapai

optimal jika keluarga tidak mengerti apa yang harus dilakukan untuk

memperbaiki kondisi penyakit pasien setelah terjadi stroke dan

perawatan apa yang sebaiknya diberikan untuk keluarganya yang

mengalami stroke (Yastroki, 2011).

Ruang Flamboyan 2 di RSUD Salatiga merupakan ruang rawat

inap kelas tiga dengan kapasitas 30 tempat tidur dengan jumlah perawat

15 orang yang merawat pasien dengan kasus bedah dan gangguan sistem
7

persyarafan, termasuk pasien stroke. Jumlah pasien stroke selama tahun

2014 yang dirawat di ruang Flamboyan 2 sejumlah 188 penderita. Di

RSUD Salatiga latihan ROM biasa dilakukan hanya oleh fisioterapis

dengan frekuensi 1 kali sehari selama 15 menit.Keluarga pasien stroke

cenderung menyerahkan sepenuhnya latihan gerak sendi atau ROM

kepada petugas kesehatan dirumah sakit.

Menurut wawancara yang peneliti lakukan pada tiga keluarga

pasien stroke, mereka menyampaikan bahwa secara umum belum

mengetahui manfaat dan cara melakukan latihan ROM. Ketiga pasien

yang dilakukan wawancara mengatakan belum pernah diberikan

informasi mengenai kegiatan ROM tersebut, keluarga hanya mampu

memberikan latihan ROM sebatas pengetahuan mereka yang diperoleh

dengan memperhatikan petugas rehabilitasi medik saat melatih keluarga

mereka yang menderita stroke. Keluarga hanya mengerti bahwa latihan

ROM sekedar menekan dan meluruskan tangan dan kaki yang

mengalami kelemahan.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti selama di ruang stroke,

kebanyakan keluarga dari pasien stroke hanya menunggu dan

mendampingi pasien selama masa perawatan di rumah sakit. Keluarga

memberikan bantuan pemenuhuan kebutuhan dasar pasien seperti mandi,

makan, gosok gigi, buang air, pindah posisi dan ganti pakaian. Jarang

sekali keluarga pasien melatih pergerakan anggota gerak atas maupun

bawah pada pasien stroke. Secara umum keluarga belum mengetahui


8

manfaat dan cara melakukan latihan ROM. Keluarga memberikan latihan

ROM sebatas pengetahuan mereka yang diperoleh dengan

memperhatikan petugas rehabilitasi medik dengan sekedar menekuk dan

meluruskan tangan atau kaki saja.

Pentingnya pengetahuan dan sikap keluarga dalam pelaksanaan

ROM pada pasien stroke guna mencegah kecacatan dan mengembalikan

kemampuan penderita stroke dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,

maka penulis tertarik untuk meneliti Hubungan Antara Pengetahuan

Dengan Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan ROM Pada Pasien Stroke di

Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka

dapat dirumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut: Apakah ada

hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan

ROM pada pasien stroke di RSUD Salatiga?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan sikap

keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang

Flamboyan 2 RSUD Salatiga.


9

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden meliputi usia, pendidikan

dan pekerjaan.

b. Mengetahui gambaran pengetahuan keluarga tentang latihan

ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

c. Mengetahui distribusi sikap keluarga pasien stroke di Ruang

Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

d. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan sikap

keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang

Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi rumah sakit

Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan bagi

penderita stroke yang mengalami kelemahan anggota gerak dan

sendi.

1.4.2 Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan

pengetahuan bagi masyarakat terutama keluarga yang memiliki

anggota keluarga menderita stroke berkaitan dengan latihan

pelaksanaan ROM pada pasien stroke.

1.4.3 Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi

institusi pendidikan dalam pembelajaran mata kuliah neurologi.


10

1.4.4 Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian

selanjutnya yang berhubungan dengan fungsi kemandirian keluarga

selama mendampingi pasien dirawat dirumah sakit.

1.4.5 Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan

pengetahuan bagi peneliti dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan

terhadap keluarga pasien.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia,

yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata, dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia

sebagai hasil penggunaan pancainderanya, yang berbeda sekali

dengan kepercayaan (beliefs), tahayul (supersitions),

penerangan-penerangan yang keliru (misinformations)

(Soekanto, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

behavior) (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang

diketahui atau disadari oleh seseorang tetapi tidak dibatasi pada

deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip, dan prosedur

(Meliono, 2007).
12

Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah

pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya

seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak

untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk

mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status

kesehatannya (Meliono, 2007)

2. Proses Adopsi Perilaku

Pengalaman dan pengetahuan terbukti bahwa perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007),

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku

baru (berperilaku baru), di dalam diri seseorang tersebut terjadi

proses yang berurutan, yakni :

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evalution, (menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah

lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoptions, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.


13

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers

menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati

tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau

adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari pengetahuan,

kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan

bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu

tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan

berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007). Contohnya ibu-ibu

membawa anaknya ke tempat pelayanan imunisasi karena

diminta kader.

3. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,


14

dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda

penyakit polio.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang

dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa bayi perlu

mendapatkan imunisasi?

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks, atau situasi

yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik

dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat

menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah

(problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah

kesehatan dari kasus yang diberikan.


15

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu obyek-obyek ke dalam komponen-

komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi,

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti

dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

atau obyek.Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-

kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan


16

antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan

gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat,

dapat menafsirkan sebab ibu-ibu tidak mau membawa

anaknya untuk imunisasi, dan sebagainya.

Kualitas pengetahuan dapat dikelompokkan melalui

scoring. Pengetahuan dikatakan baik jika mempunyai skor

76 % - 100 %, cukup 56 % - 75 %, dan kurang 0 - 55 %

(Arikunto, 2006).

4. Cara memperoleh pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuaan menurut Notoatmodjo

(2003) ada 2 yaitu :

a. Cara Tradisional

1) Cara Coba Salah

Cara ini merupakan cara tradisional yang

dilakukan apabila seseorang menghadapi persoalan atau

masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-

coba saja. Cara ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba

kemungkinan yang lain.

2) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Sumber pengetahuan dalam cara ini berdasarkan

pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas


17

pemerintah, otoritas pimpinan agama, atau ahli ilmu

pengetahuan, sehingga banyak sekali kebiasaan-

kebiasaan dan tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa

melalui penalaran, apakah yang dilakukan tersebut baik

atau tidak.

3) Berdasarkaan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru terbaik, maksudnya

bahwa pengalaman itu merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi pada masa yang lalu.

4) Melalui Jalan Pikiran

Dalam hal ini pengetahuan diperoleh melalui

penalaran/jalan pikir, baik melalui induksi maupun

deduksi. Cara ini pada dasarnya merupakan cara

melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui

pernyataan-pernyataan yang dikemukakan kemudian

dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu

kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu

melalui pernyataan-pernyataan khusus kepada yang

umum dinamakan induksi. Sedangkan deduksi adalah


18

pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan

umum kepada yang khusus.

b. Cara Modern atau Ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh

pengetahuan disebut metode penelitian ilmiah yang

mempunyai sifat lebih sistematis, logis, dan alamiah.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

a. Pengalaman

Pengetahuan sebagai gejala kejiwaan yang

dipengaruhi oleh pengalaman diri sendiri atau

pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2007).Menurut

Huclok (1998) dalam Nursalam (2001), semakin cukup

umur, maka seseorang akan lebih matang dalam berpikir

dan bekerja. Hal ini dipercaya, orang yang lebih dewasa

mempunyai pengalaman yang lebih luas.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengalaman adalah

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan,

dan menurut Soekanto (2002), pengetahuan diperoleh

melalui kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar

sendiri, serta melalui alat-alat komunikasi, seperti

membaca surat kabar, mendengarkan radio, melihat film

atau televisi.
19

b. Fasilitas Fisik

Fasilitas fisik adalah segala sesuatu yang dapat

memudahkan perkara/kelancaran tugas. Sedangkan

fasilitas merupakan faktor instrumental yang terdiri dari

perangkat keras seperti perlengkapan belajar, alat peraga,

dan alat lunak seperti penyuluh, serta metode belajar-

mengajar (Notoatmodjo, 2007).

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah biasanya

mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Kuncoroningrat (1997) dalam Nursalam (2001),

makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah

menerima informasi, sehingga makin banyak pula

pengetahuan yang dimiliki.

Menurut Notoatmodjo (2003), konsep dari

pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di

dalam pendidikan itu terjadi proses pertambahan,

perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih

dewasa, lebih baik, lebih matang, pada diri individu,

kelompok atau masyarakat.Menurut Notoatmodjo

(2003), pengetahuan tidak lepas dari pendidikan informal

dan formal.
20

Menurut Saifuddin (2002), makin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat

pemahamannya tentang pelayanan kesehatan dan makin

rendah tingkat pendidikan maka pemahaman semakin

berkurang tentang pelayanan kesehatan.

d. Informasi

Dengan memberikan informasi-informasi tentang

cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan

kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut

(Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan kesehatan

bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang tetapi dipengaruhi oleh faktor pendukung

external yang secara langsung dapat mempengaruhi

perubahan perilaku seperti sarana yang dimiliki, fasilitas

lain yang tersedia atau alat-alat yang dibutuhkan, serta

dukungan positif yang diberikan orang lain untuk terjadinya

perubahan perilaku. Artinya penyuluhan yang baik belum

tentu perilakunya baik, begitu juga sebaliknya.

Menurut Ambarita (2007), pengetahuan diperoleh

sebagian besar penduduk dari kegiatan penyuluhan yang

dilakukan petugas kesehatan dan menurut Soekanto (2002),


21

pengetahuan diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan

melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat-alat

komunikasi, seperti membaca surat kabar mendengarkan

radio, melihat film atau televisi.

e. Sosial Budaya Masyarakat

Kebudayaan tarbentuk dalam waktu yang lama

sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat.

Kebudayaan ataupun yang disebut peradaban mengandung

pengertian yang luas meliputi pemahaman, perasaan suatu

bangsa yang komplek meliputi pengetahuan, kepercayaan,

seni, moral, hukum, adat istiadat, dan pembawaan yang

lain dari masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

6. Indikator-indikator Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), indikator-indikator

pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi :

a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi :

1) Penyebab penyakit

2) Gejala atau tanda-tanda penyakit

3) Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari

pengobatan

4) Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi,

dan sebagainya.
22

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara

hidup sehat, meliputi :

1) Jenis-jenis makanan bergizi

2) Manfaat makanan bergizi bagi kesehatannya

3) Pentingnya olahraga bagi kesehatan

4) Penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya merokok,

minum-minuman keras, narkoba, dan sebagainya

5) Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan

sebaagainya.

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

1) Manfaat air bersih

2) Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk

pembuangan kotoran yang sehat dan sampah

3) Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat

4) Akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi

kesehatan, dan sebagainya.

d. Alat ukur pengetahuan

Alat ukur pengetahuan dengan menggunakan

kuesioner yang telah valid, hasil diniterprestasikan

dengan presentase. Menurut Nursalam, (2011)

pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diniterprestasikan dengan presentase:

1) Baik: hasil presentase 76%-100%.


23

2) Cukup: hasil presentase 56%-75%.

3) kurang: hasil presentase <56%.

2.1.2. Sikap

1) Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek.

Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi

hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tertutup

(Notoatmojo, 2003). Sikap juga dapat didefinisikan sebagai

penilaian seseorang terhadap stimulus atau obyek setelah

seseorang mengetahui.

Di kalangan para ahli Psikologi Sosial mutakhir

terdapat dua pendekatan tentang pemikiran sikap yaitu:

a. Pendekatan pertama yang disebut juga pendekatan

tricomponen yaitu memandang sikap sebagai kombinasi

reaksi afektif, prilaku, dan kognitif terhadap suatu obyek

(Breckler, 1984; Katz dan Stotland, 1959;Rajecki,1982;

dalam Azwar S, 2008: 6)

b. Pendekatan kedua memandang perlu untuk membatasi

konsep sikap hanya pada afektif saja (single component).

Definisi yang diajukan bahwa sikap tidak lain adalah afek

atau penilaian-positif atau negative-terhadap suatu objek.


24

(Fishbein dan Ajzen, 1980; Oskamp, 1977; Petty dan

Cocopio, 1981; dalam Azwar S, 2008: 6). Definisi Petty,

Cocopio, secara lengkap mengatakan: sikap adalah evaluasi

umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang

lain, obyek atau issue (Petty dan Cacioppo, 1981 dalam

Azwar S, 2008: 6).

2) Struktur Sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling

menunjang yaitu:

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan representasi apa

yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen

kognitif berisi persepsi, kepercayaan, stereotipe yang

dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali

komponen kognitif ini dapat disamakan dengan

pandangan (opini) sebagai contoh: Keluarga mengetahui

manfaat dari latihan ROM

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan perasaan yang

menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah

yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen

sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan

terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan


25

mengubah sikap seseorang. Komponen afektif

disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang

terhadap sesuatu. Sebagai contoh : keluarga memberikan

dukungan/motifasi kepada pasien dalam melaksanakan

aktifitas fisik.

c. Komponen konatif

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam

struktur sikap menunjukan bagaimana perilaku atau

kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri

seseorang berkaitan dengan objek sikap yang

dihadapinya. Dan berkaitan dengan objek yang

dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa

sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk

tendensi perilaku (Azwar S, 2008: 23). Sebagai contoh

membantu pasien latihan ROM

3) Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau

dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan


26

adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas

yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah

adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu

masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap

yang paling tinggi (Notoatmojo,2009: 126).

4) Pembentukan Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

antara lain:

a. Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,

pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang

kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi

yang melibatkan faktor emosional, penghayatan akan

pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama

membekas. Penghayatan itu akan membentuk sikap


27

positif atau sikap negatif, akan tergantung pada berbagai

faktor lain.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk

memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap

orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara

lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan

keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang

dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap

kita. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah

sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah

mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena

kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman

individu-individu masyarakat asuhannya. Hanya

kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang

dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam

pembentukan sikap individual.

d. Media Massa

Media massa mempunyai pengaruh besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam


28

penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media

massa membawa pula pesan-pesan yang berisi keyakinan

yang dapat mengarahkan opini sesorang.Adanya

informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan

landasan kognitif baru bagi terbentuknya terhadap hal

tersebut. Pesan pesan sugesti yang dibawa oleh

informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi

dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga

terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap

dikarenakan keduanya melekatkan dasar pengertian dan

konsep moral dalam diri individu. Dikarenakan konsep

moral dan ajaran dari sangat menentukan sistem

kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada

gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

f. Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan

pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai

semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2008: 30).

5) Dimensi Sikap
29

Menurut Sax: 1980 (dalam Azwar, 2008: 87)

menunjukan beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu:

a. Arah

Sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu

apakah seruju atau tidak setuju. Orang yang setuju

berarti memiliki sikap yang arahnya positif atau

sebaliknya.

b. Intensitas

Kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu

belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak

berbeda.

c. Keluasan

Kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu

objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit

dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup

banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap.

d. Konsistensi

Kesesuaian antara pernyataan sikap yang

dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap

termaksud.

e. Spontanitas

Menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk

menyatakan sikapnya secara sepontan.


30

6) Cara Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau

tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana

pendapat/ pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara

tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan

hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui

kuesioner (Notoatmodjo, 2003:126). Hasil ukur sikap dapat

dibedakan menjadi sikap mendukung (positif) dan sikap tidak

mendukung (negatif) (Azwar, 2008).

Beberapa metode pengukuran sikap yaitu:

a. Observasi Perilaku

Untuk mengetahui sikap seseorang terhadap

sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab

perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu.

Tetapi interpretasi sikap harus sangat hati-hati apabila

hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku

yang ditampakkan oleh seseorang.

b. Penanyaan langsung

Cara pengungkapan sikap dengan penanyaan

langsung memiliki keterbatasan dan kelemahan yang

mendasar. Metode ini akan menghasilkan ukuran yang

valid hanya apabila situasi dan kondisinya


31

memungkinkan kebebasan berpendapat tanpa tekanan

psikologis maupun fisik.

c. Pengungkapan langsung

Suatu versi metode penanyaan langsung adalah

pengungkapan langsung dengan aitem tunggal maupun

dengan menggunakan aitem ganda (Ajzen, 1988 dalam

Azwar,2008:87).

7) Skala Sikap

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang

tentang fenomena sosial (Sugiono,2008).

Dengan skala Likert variabel yang akan diukur

dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator

tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-

item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau

pertanyaan baik bersifat favoreble (positif) atau bersifat

unfavoreble (negatif).

Untuk keperluan analisis kuantitatif, jawaban dapat

diberi skor sebagai berikut :

a. Selalu , sangat positif diberi skor 5

b. Sering , positif diberi skor 4

c. Kadang-kadang, netral diberi skor 3

d. Hampir tidak pernah, negatif diberi skor 2


32

e. Tidak pernah, negatif diberi skor 1

8) Alat Ukur Sikap

Alat ukur sikap dengan menggunakan kuesioner yang valid,

hasil diinterpretasikan dengan presentase. Menurut Azwar

(2008) sikap seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan

dengan presentase :

1) Mendukung : hasil presentase 50 % dari skor jawaban

2) Kurang Mendukung : hasil presentase < 50 % dari skor

jawaban

9) Indikator Sikap

Tabel 2.1 indikator sikap

SIKAP INDIKATOR
Kognitif 1. Keluarga mengetahui manfaat latihan ROM
2. Keluarga mengetahui tujuan latihan ROM
3. Keluarga mengetahui waktu pelaksanaan
ROM
4. Keluarga mengetahui macam-macam
gerakan ROM
Afektif 1. Keluarga memberikan dukungan/motivasi
kepada pasien dalam aktifitas fisik pasien
2. Keluarga menghargai kemampuan pasien
dalam melakukan gerakan fisik
3. Keluarga mendampingi aktifitas fisik pasien
4. Keluarga memperhatikan kemajuan pasien
dalam melaksanakan latihan gerak
Konatif 1. Keluarga membantu pasien dalam aktifitas
fisik pasien
33

2. Keluarga membantu pasien latihan ROM


3. Keluarga melaksanakan ROM dengan
gerakan sesuai aturan ROM

2.1.3. Range Of Motion (ROM)

1. Pengertian

Range Of Motion (ROM) adalah latihan gerakan sendi

yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan peregangan otot,

dimana klien menggerakkan masing-masing persendiannya

sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Range Of

Motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan

atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan

menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk

meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).

2. Tujuan Range Of Motion

Tujuan range of motion adalah meningkatkan atau

mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot,

mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah

kontraktur dan kekakuan pada sendi.

3. Manfaat range of motion

Menentukan nilai kemampuan sendi, tulang dan otot

dalam melakukan pergerakan, memperbaiki tonus otot,

memperbaiki toleransi otot 10 untuk latihan, mencegah

terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah.


34

4. Indikasi Range of Motion

a. Pasien semikoma atau tidak sadar

b. Pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu

melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak

dengan mandiri

c. Pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisa

ekstremitas total.

5. Kontraindikasi Range of Motion

a. Trombus atau emboli pada pembuluh darah

b. Kelainan tulang dan sendi

c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit jantung

(Suratun,dkk,2008)

6. Jenis Range of Motion

a. ROM pasif

Latihan ROM yang dilakukan pasien dengan

bantuan perawat di setiap gerakan. Perawat melakukan

gerakan persendianklien sesuai dengan rentang gerak

yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50% Indikasi

latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar,

pasien dengan keterbatasan mobilisasi, pasien dengan

tirah baring total. Pada ROM pasif sendi yang digerakan

yaitu seluruh persendian tubuh atau hanya pada


35

ekstremitasyang terganggu dan klien tidak mampu

melaksanakannya secara mandiri.

b. ROM aktif

Perawat memberikan motivasi, dan membimbing

klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara

mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien

aktif). Kekuatan otot 75 %. Pada ROM aktif sendi yang

digerakan adalah seluruh tubuh dari kepala sampai ujung

jari kaki oleh klien sendiri secara aktif.

7. Jenis Gerakan ROM

Jenis gerakan ROM yang dilakukan adalah :

a. Fleksi : adalah gerakan melipat sendi dari

keadaan lurus,contonya fleksi lengan

bawah dan fleksi jari.

b. Ekstensi : adalah gerakan meluruskan sendi dari

keadaan terlipat, keadaan lurus ini

mengakibatkan ukuran lengan atas

tungkai menjadi lebih panjang dibanding

dari keadaan terlipat.

c. Hiperekstensi : adalah gerakan meregangkan persendian

hingga diluar jangkauan normal

d. Rotasi : adalah gerak putar pada sumbu panjang

seluruh tungkai kearah luar;


36

e. Supinasi : adalah gerakan putar kearah luar dari

lengan bawah dan tangan sehingga

telapak tangan kembali menghadap ke

depan;

f. Pronasi : adalah gerakan putar kearah dalam dari

lengan bawah dan tangan sehingga

telapak tangan menghadap ke belakang;

g. Abduksi : adalah gerakan pada bidang frontal

untuk membuka sudut terhadap garis

tengah. Contohnya : gerakan

merentangkan lengan, merentangkan

tungkai dan merentangkan jari jari

tangan;

h. Aduksi : adalah gerakan pada bidang frental untuk

menutup sudut terhadap garis tengah.

Gerakan ini merupakan gerakan yang

sebaliknya dari gerakan abduksi.

i. Flexi dan Extensi Pergelangan tangan

Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh

dan siku menekuk dengan lengan.


37

3) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan

yang lain memegang pergelangan tangan pasien.

4) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.

5) Catat perubahan yang terjadi.

j. Flexi dan extensi Siku

Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh

dengan telapak tangan mengarah ke tubuhnya.

3) Letakkan tangan diatas siku pasien dan pegang

tangannya dengan tangan lainnya.

4) Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.

5) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.

6) Catat perubahan yang terjadi.

k. Pronasi dan Supinasi lengan bawah

Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien

dengan siku menekuk.

3) Letakan satu tangan perawat pada pergelangan pasien

dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.


38

4) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya

menjauhinya.

5) Kembalikan keposisi semula.

l. Abduksi dan Adduksi

Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Atur posisi lengan pasien disamping badannya.

3) Letakan satu tangan perawat di atas pasien dan pegang

tangan pasien dengan tangan lainnya.

4) Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah

perawat.

5) Kembalikan ke posisi semula.

6) Catat perubahan yang terjadi.

m. Flexi dan Extensi Jari Jari

Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Pegang jari jari kaki pasien dengan satu tangan

sementara tangan lain memegang kaki.

3) Bengkokkan (tekuk) jari jari kebawah.

4) Luruskan jari jari kaki ke belakang.

5) Kembalikan ke posisi semula.

6) Catat perubahan yang terjadi.


39

n. Flexi dan Extensi pergelangan kaki siku.

Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Letakan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan

satu tangan yang lain diatas lutut.

3) Putar kaki menjauhi perawat.

4) Putar kaki karah terawat.

5) Kembalikkan keposisi semula.

6) Catat perubahan yang terjadi.

2.1.4. Stroke

1. Pengertian

Stroke atau cedera cerebro vaskular accident (CVA)

adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh

berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,

2010). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya

mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/

atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau

langsung menimbulkan kematian, dan sematamata

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non

traumatik (Mansjoer, 2007).

Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke

adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi

akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui


40

sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat

disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan

sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau

penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis

atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran

darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

2. Klasifikasi stroke

Stroke diklasifikasikan menjadi dua :

a. Stroke Non Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa

terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan

pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese,

nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan

dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik

dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke

trombotik (Wanhari, 2008).

b. Stroke Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak yang

ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau

perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah

penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat,

gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku

kuduk (Wanhari, 2008).


41

3. Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya

diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu:

a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah

otak atau leher.

b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain

yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.

c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak

d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral

dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang

sekitar otak.

4. Patofisiologi

Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi

anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak mengalami

perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen

yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif

total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri

serebral dan arteri karotis Interna.

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat

menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat

mekanisme, yaitu :

a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan

penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke


42

sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan

mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.

b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan

bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage).

c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang

menekan jaringan otak.

d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di

ruang interstitial jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan

sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis

cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan

darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan

menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal

sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik

berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis

yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat

oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,

penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta

arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini.

Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak

berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala

perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah

serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian


43

gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara

permanen.

5. Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer & Bare (2010) dan Price & Wilson

(2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan

atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi

tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran,

penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau

kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak

tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit

memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak

mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan

terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung

kemih.

6. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer &

Bare (2010) meliputi:

a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai

tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.

b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau

embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.

c. Antitrombotik karena trombosit memainkan peran sangat

penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.


44

7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke

menurut Smeltzer & Bare (2010) adalah:

a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi

oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung

pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.

Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan

hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima

akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi

jaringan.

b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan

darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah

serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin

penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah

serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari

untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan

potensi meluasnya area cedera.

c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard

atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung

prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak

dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral.

Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak

konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu,


45

disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus

diperbaiki.

8. Pencegahan Stroke

Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah

timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang belum

mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat

dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti

berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan

membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian

masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat

dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat,

dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke

melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan

billboard. Menurut Yastroki (2014) di Indonesia, upaya yang

dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:

a. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi

timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang

mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya

hidup sehat bebas stroke, antara lain:

1) Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan,

konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan

amfetamin, kokain dan sejenisnya.


46

2) Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.

3) Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung

(misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut,

penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular atero

sklerotik lainnya.

4) Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti,

makan banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama

ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih

pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula,

serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah

raga secara teratur.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang

pernah menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada

pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak

berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan

adalah:

1) Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil

salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit

pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320

mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita

dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium,


47

infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi

koagulopati yang lain.

2) Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan

obat antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien

tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap

asetosal (aspirin).

3) Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke,

misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi yang

sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat

hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah

lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada

penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti

mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan

dan kurang gerak.

c. Pencegahan Tertier

Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka

yang telah menderita stroke agar kelumpuhan yang

dialami tidak bertambah berat dan mengurangi

ketergantungan pada orang lain dalam melakukan

aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat

dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan

sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri

dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara


48

dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran

serta keluarga.

1) Rehabilitasi Fisik

Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan

terapi yang dapat membantu proses pemulihan

secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu

yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk

mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita

seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri,

berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta

mobilitas di tempat tidur (ROM). Terapi yang kedua

adalah terapi okupasional (Occupational

Therapistatau OT), diberikan untuk melatih

kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas

sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan

buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara

dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan

penderita dalam menelan makanan dan minuman

dengan aman serta berkomunikasi dengan orang

lain.

2) Rehabilitasi Mental

Sebagian besar penderita stroke mengalami

masalah emosional yang dapat mempengaruhi


49

mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah

tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi.

Masalah emosional yang mereka alami akan

mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk

menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu,

penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan

melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki

psikologi klinis.

3) Rehabilitasi Sosial

Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan

untuk membantu penderita stroke menghadapi

masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya

hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan

aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan

memberikan informasi mengenai layanan komunitas

lokal dan badan-badan bantuan sosial.

9. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Smeltzer & Bare (2010) pemeriksaan

diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah:

Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke

secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya

titik oklusi/ ruptur.


50

a. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma,

iskemia, dan adanya infark.

b. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal

dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA

(Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia

otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang

mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik

subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar

protein total meningkat pada kasus thrombosis

sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan

daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan

malformasi arteriovena.

d. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit

arteriovena.

e. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi

penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin

memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

f. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng

pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas,

kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis

serebral.
51

2.1.5. Konsep Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga didefinisikan oleh Freadman (2003) dalam

bukunya Family Nursing, merupakan suatu kelompok yang

dapat menimbulkan, mencegah , mengabaikan atau

memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam

kelompoknya itu sendiri. Keluarga mempunyai peran utama

dalam pemeliharaan kesehatan seluruh anggota keluarga.

Peranan dari anggota keluarga akan mengalami perubahan

bila salah satu dari anggota keluarga mengalami sakit.

Dalam pemeliharaan pasien sebagai individu, keluarga tetap

berparan sebagai pengambil keputusan.

2. Fungsi Keluarga

Freadman (2003) menyebutkan bahwa salah satu

fungsi keluarga adalah fungsi keperawatan kesehatan.

Adapun lima tugas kesehatan keluarga yang merupakan

upaya keluarga dalam menjalankan fungsi perawatan

kesehatan meliputi :

1). Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap

anggota keluarga.

2). Mengambil keputusan untuk tindakan yang tepat.

3). Melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang

mengalami gangguan kesehatan


52

4). Melakukan modifikasi lingkungan sehingga menjadi

aman dan menunjang tercapainya lingkungan keluarga

yang sehat.

5). Menamfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat

guna mendukung pencapaian optimal dalam perawatan

anggota yang mengalami gangguan kesehatan.

3. Struktur Keluarga

Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana

keluarga melaksanakan fungsi keluarga dilingkungan

masyarakat. Terdapat empat elemen struktur keluarga menurut

Paras dan Caplan (1965) dalam Freadman (2003) :

1) Struktur Peran Keluarga :

Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga

dalam keluarganya sendiri maupun peranannya

dilingkungan masyarakat baik formal maupun informal.

2) Nilai dan Norma Keluarga :

Norma yang diyakini dan dipelajari oleh keluarga

khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.

3) Pola komunikasi keluarga :

Pola komunikasi orang tua, orang tua dengan

anak, anak dengan anak dan anggota keluarga lain (pada

keluarga besar) dengan keluarga inti.

4) Struktur kekuatan keluarga :


53

Menggambarkan kemampuan anggota keluarga

yang mendukung kesehatan.

2.2. Keaslian Penelitian

Tabel 2.2 Keaslian Penelitian

Nama
No Judul Metode Hasil
peneliti
1. Betty Hubungan Tingkat Deskriptif Faktoryang
Sonatha Pengetahuan Dengan korelasi mempengaruhi sikap
(2012) Sikap Keluarga dengan keluarga dalam
Dalam Pemberian rancangan memberikan
Perawatan Pasien cross perawatan kepada
Pasca Stroke sectional pasien pasca
study dengan strokeadalah tingkat
alat penghasilan keluarga
penelitian
kuesioner
2. Rini Tingkat Pengetahuan Non Ada hubungan antara
Suharni, Keluarga Dan eksperimen tingkat pengetahuan
Indarwati Kesiapan Keluarga dengan keluarga tentang
(2010) Dalam Merawat pendekatan stroke dengan
Anggota Keluarga cross kesiapan keluarga
Yang Menderita sectional dalam merawat
Stroke Di Desa dengan alat anggota keluarga
Kebakkramat penelitian yang menderita stroke
Karanganyar kuesioner
54

2.3. Kerangka Teori

Stroke Pencegahan
Stroke:
1. Pencegahan
Penyebab Primer
Stroke: 2. Pencegahan
1. Thrombosis Tsekunder
2. Embolisme 3. Pencegahan
serebral Tertier
3. Iskemia
4. Hemoragi
serebral

Dampak Stroke:
1. Kelemahan
anggota Perawatan Stroke:
gerak Farmakologi
2. Gangguan
ROM
Nonfarmakologi
penglihatan
3. Gangguan
pendengaran Fungsi ROM:
4. Kesulitan 1. Mempertahankan
komunikasi kemampuan fisik
5. Kesulitan 2. Memperbaiki
menelan kemampuan fisik
6. Ggn kognitif 3. Mencegah
komplikasi fisik

Sikap keluarga Pengetahuan


dalam pelaksanaan 1. Pengertian keluarga dalam
ROM 2. Tujuan Range pelaksanaan
1. Kognitif Of Motion ROM
2. Afektif 3. Manfaat range
Indikator sikap
3. Konatif of motion
keluarga:
4. Jenis Range of
1. Menerima
Motion
2. Menghargai
5. Jenis Gerakan 3. Mendukung
4. Memihak
5. Tidak
mendukung
6. Kontra

Gambar 2.1: Kerangka Teori

Sumber: Smeltzer&Bare (2010), Yastroki (2014), Notoatmojo (2003),


Azwar (2008)
55

2.4. Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Sikap keluarga
Pengetahuan keluarga dalam
tentang ROM pelaksanaan
ROM
Gambar 2.2; kerangka Konsep

2.5. Hipotesis

Hipotesa merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2008). Hipotesa dalam penelitian ini

adalah:

Ha: Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam

pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD

Salatiga bila p-value < 0,05

H0: Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga

dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2

RSUD Salatiga bila p-value > 0,05


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Berdasarkan cara pengumpulan data, jenis penelitian ini kuantitatif

survei analitik. Yang dimaksud dengan survei analitik adalah melakukan

analisis korelasi antara faktor resiko (pengetahuan keluarga tentang

ROM) dengan faktor efek (sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM).

Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah desain survey

cross sectional. Yang dimaksud dengan survey cross sectional adalah

suatu penelitian untuk memperlajari dinamika korelasi antara

pengetahuan keluarga tentang ROM dengan sikap keluarga dalam

pelaksanaan ROM, dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu

saat (Notoatmodjo,2010: 37). Penelitian dilakukan bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan keluarga dengan

sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada keluarga pasien stroke

3.2. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah keluarga pasien stroke,

sedangkan populasi terjangkau pada penelitian ini adalah keluarga

pasien stroke di Ruang Flamboyan 2, berjumlah 45 orang/bulan pada

periode Juni tahun 2015.


57

2. Sampel

a. Besar sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi,

dengan estimasi pada bulan juni 2015 sebelum penelitian

sebanyak 45 responden. Sejumlah 45 responden di ikutkan semua

sebagai populasi.

b. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

tehnik total sampling, yaitu pengambilan sampel dengan

melibatkan seluruh jumlah populasi yang ada (Dahlan, 2009).

Sampel penelitian ini adalah keluarga pasien stroke yang dirawat

diruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga yang memenuhi kriteria

inklusi sebagai berikut:

1) Memiliki kekuatan fisik untuk melatih fisik pasien stroke

2) Pasien yang menjalani rawat inap

3) Keluarga yang kooperatif selama penelitian berlangsung.

4) Bersedia menjadi responden dengan menandatangani

lembarpersetujuan menjadi responden.

Kriteria ekslusi sample dalam penelitian ini adalah keluarga

pasien yang berganti-ganti selama menunggu pasien dan keluarga

yang mengalami masalah kesehatan mental seperti retardasi

mental dan gangguan jiwa.


58

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Desember 2015. Penelitian

dilakukan di ruang Flamboyan 2 RSUD Kota Salatiga.

3.4. Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

Tabel 3.1 DefinisiOperasional

Definisi Alat ukur dan Hasil


Variabel Skala Ukur
Operasional Cara Ukur Ukur
Pengetahuan Kemampuan Kuesioner 1. Pengetahuan Ordinal
keluarga responden untuk sejumlah 21 baik: >76%
tentang ROM menjawab butir yang - 100%
pertanyaan yang terdiri dari jawaban
berhubungan pernyataan benar
dengan tingkat vavorable
pengetahuan dan an
tentang ROM yang vavorable. 2. Pengetahuan
meliputi dengan skor cukup :
pengertian, tujuan, jawaban 56%-75%
jenis-jenis gerakan, benar 2 dan jawaban
jadwal pelaksanaan salah 1 benar
ROM, langkah 3. Pengetahuan
kerja kurang: < 56
% jawaban
benar
Sikap Reaksi atau repon Kuesioner Mendukung jika Ordinal
keluarga yang masih yang terdiri nilai 50 %
tertutup dari dari 24 dari skor
seseorang terhadap pernyataan jawaban,
suatu stimulus atau dengan skor : Kurang
objek tertentu yang Selalu 5 mendukung jika
terdiri dari sikap Sering 4 nilai < 50 %
kognitif, afektif, Kadang- dari skor
konatif kadang 3 jawaban
Hampir tidak
pernah 2
Tidak pernah
1
59

3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

1. Alat penelitian

Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen yaitu :

a. Instrumen untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang ROM

berupa kuesioner yang berisi pernyataan sebanyak 12 item

pernyataan yang terdiri dari 15 pernyataan favorable (positif) dan 6

pernyataan unfavorable (negatif) dengan alternatif pilhan jawaban

benar atau salah. Untuk pernyataan favorable pilihan jawaban benar

= 2 dan salah = 1, sedangkan untuk pernyataan unfavorable pilihan

jawaban benar = 1 dan salah = 2.

Kisi-Kisi kuesioner pengetahuan keluarga tentang ROM

Nomor item
Unfavora
Favor
Indikator Jumlah
uble
auble

1. Pengertian 1, 2 3 3
2. Tujuan 4, 5 6, 7 4
3. Langkah
9, 11 8, 10 4
kerja
4. Jenis-jenis
12, 13, 14, 16,
gerakan 15 7
17, 18
ROM
Jumlah soal 12 6 18

b. Instrumen untuk mengetahui sikap keluarga dalam pelaksanaan

ROM berupa kuesioner yang berjumlah 24 item pernyataan yang

terdiri dari 18 pernyataan favorable dan 4 pernyataan unfavorable

dengan alternatif pilhan jawaban selalu, sering, kadang-kadang,


60

hampir tidak pernah dan tidak pernah. Untuk pernyataan favorable

pilihan jawaban selalu = 5, sering = 4, kadang-kadang = 3, hampir

tidak pernah = 2, tidak pernah = 1. Sedangkan untuk pernyataan

unfavorable pilihan jawaban selalu = 1, sering = 2, kadang-kadang =

3, hampir tidak pernah = 4, tidak pernah = 5.

Kisi-Kisi kuesioner sikap keluarga dalam pelaksanaan

ROM

Nomor item
Indikator Jumlah
Favorauble Unfavorauble
Kognitif 1, 2, 4, 6 3, 5 6
Afektif 7, 8, 9, 11, 12, 10, 15 9
13, 14
Konatif 16, 17, 18, 19, 7
20, 21, 22

Jumlah soal 18 4 22

2. Uji Validitas dan reliabilitas

a. Uji validitas

Notoatmodjo (2010; 164) berpendapat bahwa ada dua syarat penting

yang berlaku pada sebuah kuesioner, yaitu keharusan sebuah

kuesioner untuk valid dan reliabel. Oleh karena itu, sebelum

digunakan untuk penelitian kuesioner diujicobakan untuk

mengetahui validitas dan reliabilitasnya.Teknik korelasi yang

digunakan dalam uji validitas instrumen ini menggunakan korelasi

Pearsons Product Moment (r), yang diolah dengan sistem

komputerisasi.
61

N xy ( x)( y)
rxy =
{ N x 2 ( x) 2 }{N y 2 ( y ) 2 }

Keterangan :
x = Skor rata-rata dari x
y = Skor rata-rata dari y
r = koefisien korelasi

Uji validitas dilakukan terhadap 20 responden yang memiliki

karakteristik hampir sama dengan responden penelitian. Uji coba

instrumen pengetahuan akan dilakukan terhadap keluarga yang

melakukan pendampingan pasien stroke di Ruang Cempaka RSUD

Salatiga. Hastono (2007; 55) mengatakan bahwa untuk menentukan

validitas dengan cara membandingkan nilai r hitung dengan nilai r

tabel, butir pertanyaan dikatakan valid jika memiliki nilai r hitung >

r tabel (nilai r tabel pada n 20: 0,444). Hasil perhitungan tiap-tiap

pernyataan berdasarkan nilai signifikasi (p) yang dibandingkan

dengan nilai = 5% (0,05), dimana nilai p < 0,05, maka

menunjukan bahwa item pernyataan tersebut valid dan dapat

dipergunakan dalam penelitian. Jika nilai p > 0,05 maka

menunjukan item tersebut tidak valid ( Riwidikdo, 2013).

Hasil perhitungan untuk kuesioner pengetahuan keluarga

tentang ROM yang berjumlah 21 pernyataan yaitu didapatkan 18

pernyataan dengan taraf signifikasi (p) yang besarnya (0,001-0,031)

kurang dari sig. 5% (0,05) maka pernyataan dikatakan valid, dan

didapatkan 3 pernyataan dengan taraf signifikasi (p) yang besarnya

(0,431-0,772) lebih besar dari sig. 5% (0,05) maka pernyatan


62

dikatakan tidak valid yaitu terletak pada nomor 3, 10 dan 18.

Pernyatan tidak valid tersebut dihapus dan tidak akan digunakan

dalam penelitian.

Hasil perhitungan untuk kuesioner sikap keluarga dalam

pelaksanaan ROM yang berjumlah 24 pernyataan yaitu didapatkan

22 pernyataan dengan taraf signifikasi (p) yang besarnya (0,002-

0,042) kurang dari sig. 5% (0,05) maka pernyataan dikatakan valid,

dan didapatkan 2 pernyataan dengan taraf signifikasi (p) yang

besarnya (0,438-0,796) lebih besar dari sig. 5% (0,05) maka

pernyatan dikatakan tidak valid yaitu terletak pada nomor 7 dan 23.

Untuk pernyataan tidak valid tersebut dihapus dan tidak akan

digunakan dalam penelitian. Analisis dalam penelitian ini dengan

menggunakan bantuan komputer program SPSS 16.

b. Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana

suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan

(Notoatmodjo, 2010: 168). Pengujian dilakukan dengan menguji

validitas terlebih dahulu baru kemudian dilakukan uji reliabilitas

seandainya pernyataan sudah valid (Hidayat, 2011: 100).

Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan

menghasilkan data yang akan dipercaya juga. Apabila datanya

memang benar sesuai dengan kenyataanya, maka berapa kalipun


63

diambil, tetap akan sama (Arikunto, 2010: 221). Rumus yang

digunakan conbrach alpha (Adji, 2012) adalah sebagai berikut:

k 
r 
1  
1 

Keterangan :

 = reliabilitas instrument

k = jumlah butir pertanyaan

 = jumlah varian pada butir

 = varian total

Hasil uji reliabilitas pengetahuan keluarga tentang ROM

dan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM dibandingkan

dengan tabel nilai Product Moment dengan n = 20 yaitu 0,444.

Setelah diperoleh harga r hitung, pengetahuan keluarga tentang

ROM dibandingkan dengan r tabel dengan taraf signifikasi 5%

(0,05). Jika r hitung > r tabel maka dapat disimpulkan instrumen

reliabel. Pada pernyataan sikap keluarga dalam pelaksanaan

ROM r hitung > r tabel dengan taraf signifikasi 5% (0,05) maka

dapat disimpulkan instrumen reliabel. Analisis keputusan, yaitu

 (0,842) > r tabel (0,444) pada pernyataan pengetahuan keluarga

tentang ROM berarti reliabel dan pada sikap keluarga dalam

pelaksanaan ROM dengan  (0,847) > r tabel (0,444) berarti


64

reliabel. Analisis dalam penelitian ini dengan menggunakan

bantuan komputer program SPSS 16.

3. Cara Pengumpulan Data

Prosedur pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebagai berikut:

a. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari STIKES

Kusuma Husada Surakarta yang ditujukan ke Kantor Kesbang

polinmas Kota Salatiga.

b. Mengajukan ijin penelitian ke Kantor Kesbangpolinmas Kota

Salatiga. Setelah mendapatkan ijin mengantarkan surat tembusan ke

Rumah Sakit Umum Kota Salatiga.

c. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden

d. Peneliti memberikan penjelasan terkait dengan penelitian yang akan

dilakukan mulai darimaksud dan tujuan, manfaat, langkah-langkah

penelitian

e. Calon responden yang bersedia menjadi responden, menandatangani

surat pernyataan yang berisi tentang ke bersediaannya untuk

menjadi responden.

f. Peneliti membagikan kuesioner pengetahuan dan sikap untuk diisi

oleh responden

g. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, kuesioner

dikembalikan lagi kepada peneliti.

h. Peneliti memeriksa kelengkapan data yang sudah didapatkan.


65

i. Peneliti kemudian mengolah hasil data yang sudah didapatkan dari

responden dengan menggunakan program komputer.

3.6. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data

i. Tehnik Pengolahan Data

Hastono (2007) memaparkan bahwa pengolahan data

merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan setelah

pengumpulan data. Agar analisis penelitian menghasilkan informasi

yang benar, paling tidak ada empat tahapan dalam pengolahan data

yang peneliti harus lalui yaitu editing, coding, processing, dan

cleaning. Data yang telah dikumpulkan pada penelitian ini

selanjutnya diolah dengan menggunakan program computer dengan

beberapa tahapan yaitu merekapitulasi hasil jawaban kuesioner yang

diisi oleh responden kemudian dilakukan:

a. Editing

Dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan pengisian

formulir apakah sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten.

b. Scoring

Tahapan yang dilakukan dengan memberikan skor setiap

jawaban responden pada masing-masing pertanyaan. Pada

variabel pengetahuan, skor diberikan pada jawaban benar diberi

skor 2 dan pada jawaban salah diberi skor 1 dengan dikategorikan

jika pengetahuan baik > 75%, pengetahuan cukup 56% - 75%,

pengetahuan kurang < 56% (Nursalam, 2011). Pada variabel


66

sikap pemberian skor dilakukan pada jawaban selalu 5, sering 4,

kadang-kadang 3, hampir tidak pernah 2, tidak pernah 1

dikategorikan dengan sikap mendukung 50% dan sikap kurang

mendukung < 50% (Azwar, 2008).

c. Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk

huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan (Hastono, 2007).

Peneliti memberi kode pada setiap responden untuk memudahkan

dalam pengolahan data dan analisis data. Kegiatan yang

dilakukan, setelah data diedit kemudian diberi kode.

1. Identitas:

a) Umur

b) Pendidikan

Pendidikan tamat SD :1

Pendidikan tamat SMP :2

Pendidikan tamat SLTA sederajat :3

Pendidikan tamat D3,S1,S2,S3 :4

c) Pekerjaan

Ibu rumah tangga :1

Petani :2

Buruh :3

PNS :4

Swasta :5
67

2. Pengetahuan:

Pengetahuan baik :1

Pengetahuan cukup :2

Pengetahuan kurang :3

3. Sikap:

Sikap mendukung :1

Sikap kurang mendukung : 2

d. Processing

Setelah semua lembar observasi terisi penuh serta sudah

melewati pengkodean maka langkah peneliti selanjutnya adalah

memproses data agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis.

Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry dari data

kuesioner kepaket program komputer.

e. Cleaning

Suatu kegiatan pembersihan seluruh data agar terbebas

dari kesalahan sebelum dilakukan analisa data, baik kesalahan

dalam pengkodean maupun dalam membaca kode, kesalahan juga

dimungkinkan terjadi pada saat kita memasukkan data

kekomputer. Setelah data didapat kemudian dilakukan

pengecekan kembali apakah data yang ada salah atau tidak.

Pengelompokan data yang salah diperbaiki hingga tidak


68

ditemukan kembali data yang tidak sesuai sehingga data siap

dianalisis.

ii. Analisa Data

Untuk melakukan pengujian hipotesis, analisis data yang

dilakukan adalah:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang bertujuan untuk

menjelaskan/mendiskripsikan karakteristik masing-masing variabel

yang diteliti (Hastono, 2007). Variabel yang dianalisis secara

univariat dalam penelitian ini adalah karakteristik responden

meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap. Data

akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis untuk menguji hubungan antara dua

variabel. Pemilihan uji statistik yang akan digunakan untuk

melakukan analisis didasarkan padas kala data, jumlah populasi/

sampel dan jumlah variabel yang diteliti. Analisis bivariat dilakukan

untuk membuktikan hipotesis penelitian yaitu melihat ada tidaknya

hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga pada

pelaksanaan ROM pada pasien stroke di ruang Flamboyan 2 RSUD

Kota Salatiga dilakukan dengan uji korelasi Kendalls tau yang

bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel


69

independen dengan variabel dependen dimana kedua variabel

termasuk dalam skala data ordinal (Riwidigdo, 2009).

Adapun rumus Kendalls tau adalah sebagai berikut:

2
T=
( 1)

Keterangan:

 = koefisien korelasi Kendalls tau (besarnya antara -1 s/d 1)

S = selisih jumlah ranking X danY

n = jumlah sampel

Hasil jika harga   !" >#$% atau p<0,05, maka Ho ditolak dan Ha

yang menyatakan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan

sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di

Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga diterima.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan responden manusia, maka penelitian

harus memahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam

menentukan dirinya, sehingga penelitian yang akan dilaksanakan benar-

benar menjunjung tinggi kebebasan manusia.

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden (Hidayat, 2011).


70

2. Anonimity (tanpa nama)

Digunakan untuk memberikan jaminan dalam penggunaan

subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner dan hanya

menuliskan kode lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang akan disajikan (Hidayat, 2011).

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik

informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

(Hidayat, 2011).
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden

Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 45 orang

keluarga pasien di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga. Semua

responden dalam penelitian ini bersedia untuk memberikan

pernyataan pada kuesioner. Berdasarkan hasil penelitian,

karakteristik responden dapat dilihat pada tebel berikut:

1) Umur

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Umur di Ruang Flamboyan 2 RSUD
Salatiga n = 45
No Umur Frekuensi Presentase (%) Rata-rata
1 22 1 2,2 41,76
2 24 1 2,2
3 25 2 4,4
4 27 2 4,4
5 28 1 2,2
6 29 1 2,2
7 30 1 2,2
8 31 1 2,2
9 34 1 2,2
10 35 1 2,2
11 37 1 2,2
12 38 2 4,4
13 39 1 2,2
14 40 2 4,4
15 42 2 4,4
16 43 2 4,4
17 44
3 6,7
18 45 1 2,2
72

19 46 3 6,7
20 47 1 2,2
21 48 2 4,4
22 49 1 2,2
23 50 3 6,7
24 51 1 2,2
25 52 1 2,2
26 53 2 4,4
27 54 1 2,2
28 55 4 8,9
Jumlah 45 100
Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, menunjukan bahwa dari 45

responden, Umur responden yang termuda yaitu 22 tahun

(2,2%) dan yang tertua yaitu 55 tahun (8,9%) dengan rata-rata

umur responden 41,76 tahun.

2) Pendidikan

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Pendidikan di Ruang Flamboyan 2
RSUD Salatiga n = 45
No Jenis Pendidikan Frekuensi Presentase(%)
1 SD 15 33,4
2 SMP 19 42,2
3 SLTA 11 24,4
Jumlah 45 100
Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, menunjukan bahwa dari 45

responden, terdapat 3 kelompok pendidikan dengan tingkat

pendidikan yang paling banyak adalah SMP 19 orang (42,2%),

sedangkan tingkat pendidikan paling sedikit SLTA 11 orang

(24,4%).
73

3) Pekerjaan

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Pekerjaan di Ruang Flamboyan 2
RSUD Salatiga n = 45
No Pekerjaan Frekuensi Presentase (%)
1 Swasta 9 20,1
2 Petani 15 33,3
3 Buruh 11 24,4
4 Ibu rumah tangga 10 22,2
Jumlah 45 100
Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, menunjukan bahwa dari 45

responden, didapatkan data karakteristik berdasarkan pekerjaan

paling banyak 15 orang (33,3%) yaitu petani, dan jenis

pekerjaan paling sedikit 9 orang (20,1%) yaitu swasta.

2. Pengetahuan Keluarga Tentang ROM

Data pengetahuan keluarga tentang ROM di Ruang

Flamboyan 2 RSUD Salatiga dideskripsikan dengan presentase dan

dikategorikan menjadi baik, cukup, kurang.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Keluarga Tentang ROM


di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga n = 45

No Kategori Pengetahuan Frequensi Persentase (%)


1 Baik 22 48,9
2 Cukup 19 42,2
3 Kurang 4 8,9
Jumlah 45 100
Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, menunjukan bahwa dari 45

responden, mempunyai pengetahuan tentang ROM dengan kategori

baik sebanyak 22 responden (48,9%) dan kategori kurang sebanyak

4 responden (8,9%).
74

3. Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan ROM

Data sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM di Ruang

Flamboyan 2 RSUD Salatiga dideskripsikan dengan presentase dan

dikategorikan menjadi sikap mendukung dan sikap kurang

mendukung.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan


ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga n = 45

No Kategori Sikap Frequensi Persentase (%)


1 Sikap mendukung 27 60
2 Sikap kurang mendukung 18 40
Jumlah 45 100
Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, menunjukan bahwa dari 45

responden, mempunyai sikap mendukung dalam pelaksanaan ROM

sebanyak 27 orang (60,0%), dan sikap kurang mendukung dalam

pelaksanaan ROM sebanyak 18 orang (40,0%).

4.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat yaitu menganalisis hubungan antara Pengetahuan

keluarga tentang ROM dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM

pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga, berupa data

ordinal dengan uji analisis yang digunakan yaitu uji Kendalls tau. Secara

rinci hasil uji dapat dilihat pada tabel 4.7


75

Tabel 4.7 Hubungan Antara Pengetahuan Keluarga Tentang ROM Dengan


Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan ROM pada Pasien Stroke di
Ruang Flamboyan 2 RSUD Kota Salatiga n = 45

Sikap keluarga dalam pelaksanaan


Pengetahuan
ROM
keluarga tentang Total t P
Sikap Sikap kurang
ROM
mendukung (%) mendukung (%)
Baik 17 (37,8%) 5 (11,1%) 0,353 0,015
Cukup 9 (20,0%) 10 (22,2%)
Kurang 1 (2,2%) 3 (6,7%)
Total 27 60% 18 40% 45 100 %

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga tentang ROM

dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM di Ruang Flamboyan 2

RSUD Salatiga dengan nilai t = 0,353, p = 0,015 (p<0,05) dengan

kekuatan hubungan rendah. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

terdapat sikap mendukung antara pengetahuan keluarga tentang ROM

dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM. Hal ini bahwa semakin

baik pengetahuan keluarga tentang ROM maka semakin tinggi sikap

keluarga dalam menyikapi pelaksanaan ROM pada keluarga pasien yang

mengalami penyakit stroke.


BAB V
PEMBAHASAN

Pembahasan hasil penelitian ini meliputi analisis univariat yaitu

karakteristik responden, pengetahuan keluarga tentang ROM, sikap keluarga

dalam pelaksanaan ROM dan analisis bivariat hubungan pengetahuan dengan

sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM.

5.1 Analisis Univariat

5.1.1 Karakteristik responden

1. Usia

Penelitian ini dilakukan kepada 45 orang keluarga pasien

stroke yang dirawat diruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga. Usia

termuda 22 tahun (2,2%) dan usia tertua 55 tahun (8,9%)

responden, pada penelitian ini usia rata-rata responden 41,76

tahun, maka dalam hal ini rata-rata umur responden dalam

kategori dewasa. Hal ini dikarenakan kebanyakan penderita stroke

adalah lansia.

Usia dikategorikan sebagai faktor resiko stroke yang tidak

bisa diubah, semakin tua usia seseorang akan semakin mudah

terkena stroke (Morton et.al 2011) dan kebanyakan penunggu

pasien adalah suami atau istri dari pasien. Menurut Huclok (1998)

dalam Wawan dan Dewi (2011) semakin cukup umur maka

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Hal ini
77

dipercaya karena orang yang lebih dewasa mempunyai

pengalaman yang lebih luas (Irdawati , 2009).

2. Pendidikan

Pada distribusi karakteristik pendidikan responden terdapat

tiga kelompok pendidikan dengan tingkat pendidikan terbanyak

adalah lulusan SMP 19 orang (42,2%), sedangkan responden

lulusan SD dan SLTA berturut-turut adalah 15 orang (33,4%) dan

11 orang (24,4%).

Secara umum orang yang berpendidikan akan memiliki

tingkat pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan orang

yang tingkat pendidikannya lebih rendah (Notoatmodjo 2010).

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi

tingkat pemahamannya tentang pelayanan kesehatan dan makin

rendah tingkat pendidikan maka semakin berkurang

pemahamannya tentang pelayanan kesehatan (Sonata dan Gayatri

2012)

3. Pekerjaan

Berdasarkan distribusi pekerjaan responden, diketahui

sebagian besar pekerjaan responden adalah petani yaitu 15 orang

(33,3%), buruh 11 orang (24,4%), ibu rumah tangga 10 orang

(22,2%), dan swasta 9 orang (20,1%).


78

Pekerjaan merupakan sumber penghasilan keluarga, secara

tidak langsung penghasilan yang diperoleh memungkinkan

individu untuk memperoleh pengetahuan (Notoatmodjo 2010).

Perawatan penderita stroke memerlukan biaya yang mahal,

keluarga dengan penghasilan rendah pada umumnya terhalang

faktor finansial dalam pelaksanaan rehabilitasi/ROM (Sonata dan

Gayatri 2012)

5.1.2. Pengetahuan keluarga tentang ROM

Tingkat pengetahuan responden dalam penelitian ini diketahui

berdasarkan isian kuesioner pengetahuan keluarga tentang ROM.

Peneliti memberikan kotak untuk dicentang responden tentang

bermacam-macam gerakan ROM, peneliti mendampingi keluarga

untuk menterjemahkan setiap pernyataan tentang gerakan ROM.

Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa kelompok

responden dengan tingkat pengetahuan baik tentang ROM yaitu

sebanyak 22 orang (48,9%), sedangkan kelompok responden dengan

tingkat pengetahuan kurang hanya 4 orang (8,9%). Ketika dilakukan

wawancara dengan responden sebagian besar responden mengatakan

bahwa pasien pernah dilatih ROM oleh petugas Rehabilitasi Medik.

Hasil penelitian ini juga terdapat sebagian responden yang memiliki

tingkat pengetahuan kurang (8.9%), hal ini terlihat dari hasil nilai

kuesioner pengetahuan keluarga mengenai langkah kerja latihan ROM

dan jenis-jenis gerakan ROM yang masih kurang.


79

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior), pengetahuan dapat

diperoleh melalui pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain,

pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Notoatmodjo,

2007). Pengetahuan juga dipengaruhi oleh pengalaman, fasilitas fisik,

pendidikan, informasi, dan sosial budaya masyarakat

(Notoatmodjo,2007). Sebagian dari responden penelitian ini sudah

pernah mendampingi pasien saat dilatih ROM oleh petugas

Rehabilitasi Medik, ini merupakan pengalaman bagi responden untuk

mendapatkan pengetahuan dalam melatih ROM keluarganya yang

sakit.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian (Sonatha dan Gayatri

2012) yang menunjukkan bahwa pengetahuan keluarga akan

mempengaruhi kesiapan anggota keluarga dalam memberikan

perawatan stroke. Penelitian lain yang dilakukan Irdawati (2009) juga

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku dalam meningkatkan

kapasitas fungsional pasien pasca stroke. Kedua hasil penelitian ini

memberikan gambaran pentingnya pengetahuan sebagai landasan

seseorang dalam bersikap.


80

5.1.3. Sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM

Sikap responden dalam penelitian ini diketahui melalui

kuesioner yang berisi tentang pernyataan sikap keluarga dalam

pelaksanaan latihan ROM yang mencakup komponen sikap kognitif,

afektif dan konatif. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa sikap

keluarga dalam pelaksanaan ROM yang terbanyak yaitu sikap

mendukung yaitu 27 orang (60%) dan sisanya kurang mendukung

yaitu 18 orang (40%).

Pada penilaian sikap ini peneliti mengamati sikap sebagian

responden mengenai latihan ROM sebagai tindak lanjut dari pengisian

kuesioner yang diberikan peneliti pada hari berikutnya. Dalam

pengamatan peneliti pada beberapa responden diketahui bahwa

responden yang diamati dapat melaksanakan berbagai gerakan latihan

ROM pada pasien dengan benar. Responden menyikapi latihan ROM

secara positif, dalam hal ini responden menyikapi ROM sebagai upaya

penyembuhan pasien stroke dengan gangguan kelemahan anggota

gerak dan sendi maka individu tersebut akan mengetahui manfaat dari

latihan ROM (kognitif), keluarga memberikan dukungan/motivasi

kepada pasien dalam melaksanakan aktifitas fisik (afektif) dan

membantu pasien dalam latihan ROM (konatif). Hal tersebut sesuai

dengan teori struktur sikap yang terdiri dari tiga komponen yang

saling menunjang yaitu kognitif, afektif dan konatif (Azwar 2008).


81

Berdasarkan jawaban kuesioner responden juga diketahui bahwa

sebagian responden bersikap kurang mendukung dalam latihan ROM

sebanyak 18 orang (40%). Adanya sikap yang kurang mendukung ini

menunjukkan bahwa sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM belum

optimal. Sikap keluarga yang kurang mendukung ini terdapat pada

keluarga yang belum pernah dilatih ROM oleh petugas sehingga

keluarga belum mengetahui manfaat dari latihan ROM, bagaimana

cara memotifasi dan bagaimana cara membantu pasien dalam

melaksanakan ROM. Hal ini bertolak belakang dengan peran dan

fungsi perawatan kesehatan keluarga yang mencakup lima tugas

kesehatan keluarga yang merupakan upaya keluarga dalam

menjalankan fungsi perawatan kesehatan yang meliputi mengenal

gangguan kesehatan setiap anggota keluarga, mengambil keputusan

untuk tindakan yang tepat, melakukan perawatan terhadap anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi

lingkungan sehingga menjadi aman dan menunjang tercapainya

kesehatan keluarga dan lingkungan keluarga yang sehat, serta

memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat guna

mendukung pencapaian optimal dalam perawatan anggota keluarga

yang mengalami gangguan kesehatan (Sonata dan Gayatri 2012).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap keluarga

mayoritas mendukung dalam pelaksanaan ROM dipengaruhi oleh


82

pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting,

pengaruh kebudayaan, media massa, pendidikan dan emosional

(Azwar S, 2008). Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat

tetapi hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tertutup, (Irdawati

2009) sikap seseorang sangat ditentukan oleh kepribadian dirinya dan

sikap itu sendiri dapat diukur dengan kepedulian atau sosialisasi

dengan lingkungan. Sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau

kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam

situasi sosial atau secara sederhana sikap adalah respon dari suatu

stimuli sosial yang telah terkondisikan (Irdawati, 2009). Sikap juga

dapat didefinisikan sebagai penilaian seseorang terhadap stimulus atau

obyek setelah seseorang mengetahui.

Dalam penelitian ini sikap responden dalam latihan ROM

kemungkinan dipengaruhi oleh pengalaman responden saat

mendampingi pasien latihan ROM dengan petugas rehabilitasi medik.

Sikap mendukung dalam latihan ROM akan terwujud jika

pengetahuan kelurga terkait manfaat latihan ROM dan dampak bila

tidak dilaksanakan diketahui oleh keluarga. Salah satu bentuk

rehabilitasi pasien stroke yang mengalami kelemahan anggota gerak

adalah dengan latihan ROM, hal ini dilakukan untuk memperbaiki

tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara

normal dan lengkap serta mencegah kecacatan akibat stroke.


83

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sonatha

dan Gayatri (2012), bahwa terdapat hubungan tingkat pengetahuan

dengan sikap keluarga dalam pemberian perawatan pasien pasca

stroke. Penelitian lain yang dilakukan oleh Siti Mutia Kosassy (2011)

bahwa terdapat hubungan yang bermakna terhadap peran keluarga

dalam merawat dan memotivasi pasien pasca stroke dirumah dengan

kepatuhan penderita dalam mengikuti pelaksanaan rehabilitasi. Kedua

hasil penelitian ini memberikan gambaran sikap keluarga dalam

merawat pasien stroke.

5.2 Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan ROM

Pada Pasien Stroke Di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga

Berdasarkan hasil analisis bivariat yang dilakukan dengan

menggunakan rumus KendallsTau didapatkan nilai signifikasi 0,015<0,05

(p<0,05) sehingga Ho ditolak. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

Ha yang menyatakan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap

keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien Stroke di Ruang Flamboyan 2

RSUD Salatiga.

Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa pengetahuan

responden tentang latihan ROM akan berdampak pada sikap keluarga dalam

pelaksanaan ROM pada pasien stroke diruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa

pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pendapat ini juga


84

sesuai dengan pendapat Meliono (2007) bahwa pengetahuan tentang keadaan

sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan

sakitnya yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi

masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau

bahkan meningkatkan status kesehatannya. Pengetahuan keluarga tentang

pentingnya latihan ROM untuk mencegah terjadinya kecacatan tentunya akan

diikuti dengan tindakan pencegahannya dengan melatih ROM anggota

keluarganya yang mengalami kelemahan akibat stroke.

Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sonatha dan

Gayatri (2012) yang menunjukkan bahwa pengetahuan keluarga akan

mempengaruhi kesiapan anggota keluarga dalam memberikan perawatan

stroke. Keluarga yang memiliki pengetahuan baik tentang cara merawat

pasien stroke akan memberikan perawatan yang baik bagi pasien stroke

dengan selalu membantu, mendukung dan mendampingi pasien dalam

pemenuhan kebutuhan dasar dan proses rehabilitasi pasien stroke.

Berdasarkan hasil penelitian ini masih ditemukan adanya pengetahuan

keluarga yang menunjukkan terdapat beberapa hal mengenai pengetahuan

keluarga tentang ROM yang masih dinilai kurang, yaitu: langkah kerja latihan

ROM dan jenis-jenis gerakan ROM. Hal ini perlu disikapi oleh tenaga

kesehatan khususnya perawat untuk menjadwalkan secara khusus program

pendidikan kesehatan mengenai latihan ROM untuk keluarga pasien stroke

yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan dengan

berbagai media.
85

Tingkat pengetahuan yang dimiliki keluarga mengenai latihan ROM

akan sangat mempengaruhi sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM. Hal ini

dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Siti Mutia Kosasy (2011) bahwa

terdapat hubungan yang bermakna terhadap peran keluarga dalam merawat

dan memotivasi penderita pasca stroke dengan kepatuhan penderita mengikuti

pelaksanaan rehabilitasi di unit rehabilitasi medik. Sikap keluarga dalam

pelaksanaan ROM dapat mencegah terjadinya kontraktur, meningkatkan masa

otot dan tonus otot bagi penderita stroke yang mengalami kelemahan anggota

gerak, sehingga kecacatan akibat stroke dapat dicegah dan penderita stroke

dapat mengembalikan lagi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya secara mandiri.

Range Of Motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan

atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan

persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan

tonus otot (Potter & Perry, 2005). Latihan ROM harus dilakukan secara rutin

sebagai upaya mencegah kecacatan akibat stroke.

Salah satu fungsi keluarga menurut Sonata dan Gayatri (2012) adalah

mampu melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami

gangguan kesehatan, keluarga yang memiliki anggota keluarga sakit stroke

sebaiknya mampu melaksanakan latihan ROM secara mandiri karena

pemulihan pasien stroke dengan kelemahan anggota gerak membutuhkan

waktu yang lama. Oleh sebab itu diperlukan peran serta keluarga dalam

latihan ROM agar penderita stroke yang mengalami kelemahan anggota gerak
86

dan sendi dapat melaksanakan latihan ROM secara rutin dan

berkesinambungan selama di rumah sakit dan setelah kembali ditengah

keluarga.

Latihan ROM pada penderita stroke akan terlaksana dengan efektif

apabila pengetahuan keluarga terkait ROM dan dampak apabila tidak

dilakukan latihan ROM telah diketahui oleh keluarga. Salah satu bentuk

latihan ROM yang dapat dilaksanakan oleh keluarga adalah dengan menekuk

dan meluruskan setiap persendian, membuka dan menutup setiap persendian

dan gerakan memutar keluar dan kedalam sendi. Hal ini dilakukan untuk

mencegah terjadinya kontraktur dan atropi pada otot (Potter & Perry, 2005).

Menurut Wawan dan Dewi (2011), pengetahuan seseorang tentang

suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif.

Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak

aspek positif dan objek yang diketahui maka akan menimbulkan sikap makin

positif terhadap objek tertentu. Sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM

disini meliputi keyakinan keluarga bahwa latihan ROM sebagai upaya

penyembuhan pasien stroke dengan gangguan kelemahan anggota gerak dan

sendi maka keluarga tersebut akan mengetahui manfaat dari latihan ROM

(kognitif), keluarga memberikan dukungan/motivasi kepada pasien dalam

melaksanakan aktifitas fisik (afektif) dan membantu pasien dalam latihan

ROM (konatif).

Sikap didefinisikan sebagai penilaian seseorang terhadap stimulus atau

obyek setelah seseorang mengetahui (Notoatmodjo 2003). Keluarga pasien


87

stroke cenderung akan mengikuti langkah-langkah gerakan ROM setelah

melihat dan memperhatikan pasien saat dilatih ROM oleh petugas. Menurut

Notoatmodjo (2007) salah satu bentuk kesehatan dapat dijabarkan oleh

pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri. Hubungan tingkat

pengetahuan responden dengan sikap responden dalam penelitian ini sesuai

dengan pendapat Oskup & Schult (2005) yang menyatakan bahwa salah satu

faktor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap sikap individu

adalah tingkat pengetahuan individu. sedangkan sikap individu yang

merupakan kecenderungan untuk bertindak disesuaikan dengan pengetahuan

individu terhadap objek tersebut.

Untuk menghadirkan pengalaman keluarga dalam latihan ROM

sebaiknya selama perawatan dirumah sakit petugas kesehatan khususnya

perawat memberikan edukasi kepada keluarga tentang latihan ROM. Perlunya

evaluasi secara periodik perkembangan kekuatan otot pasien untuk memantau

keefektifan latihan ROM dan memantau kemampuan keluarga dalam

pelaksanaan latihan ROM dengan mereview pengetahuan keluarga tentang

ROM supaya tujuan dari latihan ROM dapat tercapai.


BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Ruang

Flamboyan 2 RSUD Salatiga pada bulan November-Desember tahun 2015

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik dari 45 orang yang menjadi responden di Ruang Flamboyan

2 RSUD Salatiga: memiliki umur rata-rata 41,76 tahun, pendidikan

terbanyak SMP yaitu 19 orang (42,2%), pekerjaan terbanyak petani yaitu

15 orang (33,3%).

2. Pengetahuan keluarga tentang ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD

Salatiga yaitu dalam kategori baik sebanyak 22 orang (48,9%).

3. Sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD

Salatiga yaitu sikap positif sebanyak 27 orang (60,0%).

4. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap

keluarga dalam pelaksanaan ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD

Salatiga dengan nilai t = 0,353 p = 0,015 < 0,05 dan dengan kekuatan

hubungan rendah.

6.2 Saran

Saran-saran yang disampaikan penulis berkaitan dengan penelitian

tentang Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Dalam


89

Pelaksanaan ROM Pada Pasien Stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga

adalah sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit :

Hendaknya Rumah Sakit memfasilitasi peningkatan pengetahuan keluarga

dan pasien khususnya pasien stroke dengan membuat leaflet tentang ROM

agar keluarga/penunggu dapat mengisi waktu dengan membaca leaflet

sehingga mendapatkan pengetahuan tentang tatalaksana ROM dan

manfaat ROM dan dapat diaplikasikan kepada keluarganya yang sedang

menderita stroke.

2. Bagi keluarga dan pasien :

a. Bagi keluarga supaya selalu memotivasi dan menyempatkan waktu

untuk mendampingi pasien dalam melaksanakan ROM.

b. Bagi pasien supaya rutin melaksanakan latihan ROM secara mandiri

untuk mencegah kontraktur dan untuk meningkatkan kekuatan otot.

3. Bagi perawat :

Hendaknya perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada setiap

pasien stroke dan keluarganya tentang latihan ROM, memberikan contoh

gerakan-gerakan ROM dan memonitor kemampuan keluarga dalam

pelaksanaan ROM selama dirumah sakit.

4. Bagi peneliti selanjutnya :

Pemulihan kekuatan otot dan sendi bagi penderita stroke membutuhkan

waktu yang lama, oleh sebab itu diharapkan penelitian selanjutnya


90

mengenai hubungan lamanya merawat anggota keluarga dengan

kemandirian keluarga dalam melatih ROM.


DAFTAR PUSTAKA

A, Price S., & Wilson, Lorraine M. C. (2006). Patofisiologi Clinical Concepts of


Desiase Process (Edisi 6 ed. Vol. Vol 2). jakarta.: EGC.

Arikunto, Suharsimi. (2005). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. (2008). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Yogyakarta: Pustaka


Belajar Offset.

Dahlan, Sopiyudin. (2009). Besar Sampel Penelitian. Jakarta: Salemba Medika.

Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian keperawatan: Panduan


Melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans info
Media.

Excell, Van. (2005). Heart diseaase and stroke statistics Circulation.


doi:http://circ.ahajournals.org/content/125/1/e2.full.pdf+html

Handayani, D, & Wahyuni. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga dengan


Kepatuhan lansia dalam mengikuti Posyandu Lansia di Posyandu Lansia
Jetis Desa Krajan Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo. Jurnal ilmu
kesehatan, STIKES Aisyiyah Surakarta, Vol 9, No 1.

Hastono, Sutanto Priyo. (2007). Basic Data Analysis for Health Research. Depok:
FKM-UI.

Hidayat. (2006). Klien Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.

Hidayat, Aziz Alimut. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Kebidanan


serta Teknik Analisis Data. Surabaya: Salemba Medika.

Maimurahman, Havid, & Fitria, Cemy Nur. (2012). Keefeektifan Range Of


Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke.
Akper PKU Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Mansjoer, Arief. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medis Aesculapius.

Mubarak, W.I., & Chayatin, N. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmojo, S. (2007). Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta.
92

Notoatmojo, S. (2010). Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Potter, PA, & Perry, AG. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik (Edisi 4 ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Ramlah. (2011). Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Dan Dukungan


Keluarga Dengan Pengabaian Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-
Kassi Makassar. (Tesis), Universitas Indonesia, Jakarta.

Smeltzer, Susan C, & Bare, Brenda G. (2010). Buku ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddart (A. B. A. W. dkk, Trans. Edisi 8 ed.). Jakarta:
EGC.

Smith, Brian C. , Martinson, Amy K, & Luepker, Russell V. (2004). Declining


patient functioning and caregiver burden/health: the minnesota stroke
surveyquality of life after stroke study.
http://gerontologist.gerontologyjournals.org/cgi/content/full/48/5/573

Sonatha, Betty, & Gayatri, Dewi. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan


Dengan Sikap Keluarga Dalam Pemberian Perawatan Pasien Pasca
Stroke. (Skripsi), Universitas Indonesia, Jakarta.

Wanhari. (2008). Asuhan Keperawatan Stroke. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol


1.

WHO. (2014). Cardiovascular diseases (CVDs). 2015

Wirawan, Rosiana P. (2009). Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan


Primer. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 59 No 2.

Yastroki. (2007). Penyandang Stroke Cenderung Meningkat.

Friedman.M.M., Bowden, V,R., Jones,E.(2003). Family Nursing; Research.


Theory & Practice, Michigan USA : Prentice Hall

Oscup, S., Schult, P.w.(2005). Attitude and opinions 3rd Ed. London: Lowrence
Erlbaum asociates Inc.

Harsono (2011). Pencegahan Stroke Primer dan sekunder, Handout.

Irdwati. (2009). Hubungan antara pengetahuan dan sikap keluargadengan perilaku


dalam meningkatkan kapasitas fungsional pasien pasca stroke

Meliono. I., at.al.(2008) Buku Ajar I : Logika, Filsafat ilmu dan Pancasila.
Lembaga Penerbit FEUI.

Anda mungkin juga menyukai