BANGUNAN 55
MODUL
AJAR
5
PENCAHAYAAN
RUANG/ILLUMINATION
Tujuan Pembelajaran
1. Dapat memahami fenomena fisika dari cahaya, khususnya cahaya terlihat.
2. Dapat terminologi dan definisi terkait sistem pencahayaan bangunan
3. Dapat memahami kinerja mata dan mekanisme penglihatan
Substansi
1. Dasar-dasar Pencahayaan/ Fotometri
2. Teknik Pengukuran Fotometri
3. Indera Mata dan Fungsi Penglihatan
4. Dasar-dasar Warna
Waktu
Pertemuan Minggu ke-5
3 sks (3 x 50 menit)
5 PENCAHAYAAN RUANG/ILLUMINATION
5.1 Subpokok bahasan 1 : Dasar-dasar pencahayaan
5.1.1 Cahaya
sebagai
Energi
Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elektromagnetik. Karena merupakan radiasi
elektromagnetik, maka dari itu cahaya tidak memerlukan medium untuk merambat. Cahaya
terlihat adalah cahaya dengan panjang gelombang dari 380nm (violet) - 770nm (merah).
a. Pijar
Benda padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat jika dipanaskan
sampai suhu 1000K. Intensitas meningkat dan penampakan menjadi semakin putih
bila suhu naik.
b. Muatan listrik
Jika arus listrik dilewatkan melalui gas maka atom dan molekul memancarkan
radiasi dimana spektrumnya merupakan karakteristik dari elemen yang ada.
c. Electro luminescence
Cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan melalui padatan tertentu seperti
semikonduktor atau bahan yang mengandung fosfor.
d. Photoluminescence
Radiasi pada salah satu panjang gelombang yang diserap, biasanya oleh suatu
padatan, dan dipancarkan kembali pada berbagai panjang gelombang. Bila radiasi
yang dipancarkan kembali merupakan fenomena yang dapat dilihat, maka radiasi
tersebut disebut flourescence atau phosphoresence.
Cahaya tampak, seperti yang terlihat pada spektrum elektromagnetik (lihat Gambar 3.1)
memiliki panjang gelombang yang sempit diantara cahaya Ultra Violet (UV) dan infrered
(panas). Gelombang cahaya tersebut mampu merangsang retina mata, yang menghasilkan sensasi
penglihatan yang disebut pandangan. Oleh karena itu, penglihatan memerlukan mata yang
berfungsi dengan baik dan cahaya tampak. Cahaya tampak memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Dapat dilihat oleh mata
b. Merambat dengan lintasan lurus
c. Merambat di ruang hampa (tanpa zat perantara)
d. Mengalami pemantulan, pembiasan, dapat dipadukan (interferensi)
e. Memiliki energi
Dari sifat tersebut, sistem pencahayaan di dalam ruang dapat didesain dengan
menyesuaikan sifat yang dimiliki oleh cahaya.
berdasar sumbernya, yaitu pencahayaan alami bersumber dari cahaya matahari, dan pencahayaan
buatan yang bersumber dari perangkat yang dibuat oleh manusia.
Berikut ini adalah daftar istilah dan definisi yang biasa digunakan dalam pencahayaan baik
dalam desain maupun evaluasi tingkat pencahayaan di dalam suatu ruangan.
Lumen () Lumen merupakan unit atau satuan flux cahaya yang Lumen (lm)
dipancarkan di dalam satuan unit sudut padatan oleh
suatu sumber cahaya yang seragam satu candela.
Iluminansi (E) Iluminansi (illumination) merupakan jumlah atau Lux (lx)
kuantitas cahaya yang jatuh ke suatu permukaan. lx = lm/m2
Efikasi cahaya Perbandingan keluaran lumen terhitung dengan lm/watt
terhitung pemakian daya terhitung.
Faktor pemanfaatan Faktor pemanfaaatan (Utility Factor) Tanpa satuan
(UF)
Faktor maintenance Faktor perawatan (Maintenance Factor) Tanpa satuan
(MF)
lampu yang memancar pada sudut tertentu. Serupa dengan hal itu, flux yang berpijar dari sebuah
luminaire juga berpijar dengan sudut tertentu. Jika nilai candela diplot dalam sebuah grafik,
maka diagram pola distribusi yang dihasilkan dari sebuah luminaire tampak mengarah ke
berbagai sudut dengan nilai yang bervariasi. Pada banyak lampu reflector atau luminaire, output
yang dihasilkan yang dinyatakan dalam candela.
Ketika lampu dalam kondisi baru, maka keluaran cahayanya mencapai maksimum.
Seiring dengan lama usia lampu, tingkat keluaran cahayanya akan menurun. Hal ini disebut
dengan lumen maintenance. Informasi tentang lumen maintenance penting dalam mendesain
sistem pencahayaan dalam gedung.
E = Iluminansi (lux)
F = Flux Cahaya (lumen)
A = Luas Area (m2)
!
=! (1.4)
Ilustrasi dari hukum kuadrat terbalik adalah dimana cahaya diandaikan sebagai sinar
kerucut yang datang dari titik yang kecil, dan jatuh pada permukaan di jarak tertentu. Ketika
cahaya diteruskan ke permukaan berikutnya, tingkat iluminansi akan sama dengan intensitas
dari sumber cahaya dibagi dengan kuadrat jarak yang ditempuh oleh cahaya.
b. Hukum Cosinus
Jika permukaan dibelokkan sedemikian rupa sehingga permukaan miring, maka sinar
(1.3) dengan rasio
yang jatuh pada sudut tertentu menimbulkan perubahan tingkat iluminansi
tertentu menurut hukum Lamberts, yaitu hukum cosinus. Rasio tingkat iluminansi pada
permukaan tersebut sama dengan cosinus dari sudut sumber cahaya terhadap permukaan.
= !
Perhitungan ini dipakai hanya untuk satu sumber cahaya. Tetapi ketika sumber cahaya
banyak, iluminansi dihitung dengan cara yang sama untuk tiap cahaya, dan total
dijumlahkan untuk mendapat total iluminansi.
Pengukuran terhadap reflektansi dari suatu permukaan terkadang diperlukan karena data
yang didapatkan setelah itu dapat dibaca dan dikomputasi untuk mengetahui nilai luminansi.
Dua metode pengukuran reflektansi diffuse dapat dilihat pada Gambar 12.
Cahaya yang menimpa mata masuk melalui pupil dengan ukuran yang dikendalikan oleh
iris yang dengan kemudian mengkontrol jumlah cahaya yang masuk melalui mata. Lensa
memfokuskan citra pada retina, dimana setelah itu saraf optik menyampaikan pesan visual
melalui impuls listrik menuju otak. Gambar 13 menunjukkan struktur dari mata yang menyerupai
struktur dari sebuah kamera.
Gambar 5.13 Perbandingan mata manusia (a) dengan kamera (b) yang mempunyai prinsip
optika yang serupa
Cahaya terfokus pada retina, dimana mengandung 150 juta sel peka cahaya yang terdiri
dari 2 jenis: sel batang (rod) dan kerucut (cove). Pada bagian tengah mata dekat fovea, adalah
daerah yang berukuran sebesar kepala peniti yang mengandung sekitar 100.000 sel kerucut, yang
dapat memberikan presisi ekstrim pandangan foveal. Sel kerucut bertanggung jawab atas
kemampuan untuk membedakan detail, memberikan sensasi warna, dan mendeteksi luminansi
dalam kisaran 3 sampai 1.000.000 cd/m2. Sel batang mendeteksi luminansi dari 1/1000 cd/m2
sampai kira-kira 12 cd/m2 dan sangat sensitif terhadap cahaya. Sel ini memberi respons kepada
cahaya 1/10.000 dari terang yang dibutuhkan oleh sel kerucut. Namun demikian, sel batang tidak
peka terhadap sensitivitas warna. Sel batang memiliki respon yang lebih lambat daripada sel
kerucut, oleh karena itu sel batang memiliki derajat kedip (flicker fusion) yang lebih rendah, dan
juga sebaliknya bagi sel kerucut yang memiliki sensitivitas gerak yang tinggi. Karena sel ini
terletak pada bagian terluar dari retina, sensitivitas gerak mereka membuat mata mampu
mendeteksi gerakan ketika kita melihat dengan menggunakan sudut mata. Gambar 14
menggambarkan ilustrasi dari sudut yang masuk ke dalam bidang pandangan mata.
ketika lampu menyala apakah lampu tersebut berkategori hangat atau dingin, tetapi
terkadang lampu terlalu terang hingga susah dilihat secara langsung. Untuk menhindari hal ini,
lampu disinarkan kepada latar belakang berwarna putih untuk mengetahui suasana yang
dihasilkan oleh lampu.
Temperatur warna dari sumber cahaya merupakan temperatur ideal dari radiasi benda
hitam (black body radiation) yang meradiasi cahaya dari warna yang sebanding dengan sumber
cahaya [12]. Temperatur warna secara konvensional dinyatakan dalam unit suhu mutlak, yaitu
kelvin (K). Hal ini memungkinkan definisi standar dari sumber cahaya yang dibandingkan.
cahaya ini dikategorikan sebagai correlated color temperature (CCT). CCT adalah temperatur
warna dari radiasi benda hitam dimana persepsi warna manusia mendekati cahaya yang
dikeluarlan oleh lampu. Karena pendekatan seperti ini tidak diperlukan pada lampu pijar, maka
CCT pada lampu pijar hanya suhu yang belum disesuaikan yang berasal dari perbandingan
terhadap radiator benda hitam.
Secara umum, kategori warna dibedakan berdasarkan suasana yang diciptakan seperti
Tabel 2.
5.4.2 Chromaticity
Sistem warna CIE adalah standar internasional yang telah diterima dalan perancangan
warna pencahayaan. Pada sistem ini, proporsi relatif dari tiga warna dasar (merah, hijau, biru)
dibutuhkan dalam perhitungan untuk membuat warna pencahayaan. Nilai ini disebut dengan nilai
tristimulus untuk warna dan didesain dengan huruf kapital X (merah), Y (hijau), dan Z (biru).
Gambar 16 adalah contoh dari diagram chromaticity.