Anda di halaman 1dari 10

Mengembalikan Kejayaan Umat Islam

Kejayaan Islam dan umatnya adalah harapan yang harus ada dalam benak
semua orang yang benar-benar beriman kepada Allah Taala dan hari
kemudian

Kejayaan Islam dan umatnya adalah harapan yang harus ada dalam benak semua orang yang
benar-benar beriman kepada Allah Taala dan hari kemudian. Karena di antara perkara yang
bisa membatalkan keislaman seseorang adalah merasa senang dengan kejatuhan dan
kemunduran agama Islam dan justru tidak mengharapkan kejayaan dan ketinggian Islam
tersebut. Sebagaimana termasuk konsekwensi keimanan seorang muslim adalah ikut
merasakan apa yang dirasakan oleh saudaranya sesama muslim, dengan turut merasa prihatin
dan berduka atas semua penderitaan yang mereka alami, kemudian berusaha membantu
meringankan beban mereka, minimal dengan berdoa, serta berusaha mencari jalan keluar
terbaik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Perumpamaan orang-orang yang


beriman dalam kecintaan dan kasih sayang di antara mereka adalah seperti satu badan, jika
salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh (anggota) tubuh lainnya ikut
merasakan (sakit tersebut) karena susah tidur dan demam[1]. Dalam hadits shahih lainnya
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Tidaklah sempurna keimanan seseorang
sampai dia menyukai (kebaikan) untuk saudaranya (sesama muslim) sebagaimana dia
menyukai (kebaikan tersebut) untuk dirinya sendiri[2].

Bukan merupakan rahasia lagi, apa yang kita dengar dan saksikan pada jaman sekarang ini,
yaitu kondisi yang memprihatinkan dan penderitaan yang menimpa kaum muslimin di
berbagai penjuru dunia saat ini, berupa penindasan, penganiayaan, penghinaan dan lain-lain.
Semua ini seolah-olah mengesankan bahwa agama Islam ini bukanlah agama yang tinggi dan
mulia, dan tidak adanya pertolongan dari Allah Taala kepada kaum muslimin, sehingga
mereka tidak memiliki daya dan kekuatan untuk menghadapi musuh-musuh mereka.

Padahal dalam banyak ayat Al Quran, Allah Taala menegaskan bahwa ketinggian,
kemuliaan dan kejayaan serta pertolongan dari-Nya hanyalah peruntukkan-Nya bagi agama-
Nya yang benar dan bagi orang-orang yang berpegang teguh dengan agama ini.

Dalil-dalil yang Menunjukkan Kejayaan dan Ketinggian Umat Islam

Allah Taala berfirman,

}

{

Dialah (Allah Taala) yang mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk dan agama
yang benar untuk dimenangkan-Nya (agama itu) atas semua agama (lainnya), walupun
orang-orang musyrik tidak menyukainya. (QS At Taubah:33, dan QS Ash Shaff:9).

Dalam ayat lain Allah Taala berfirman,

}
{

Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, milik Rasul-Nya dan milik orang-orang yang
beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahaminya (QS Al Munaafiquun:8).

Juga dalam firman-Nya,

} {

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman
(QS Ali Imraan:139).

Dan dalam firman-Nya,




{


}

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka setelah
mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa, mereka senantiasa menyembah-Ku
(samata-mata) dan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, dan barangsiapa
yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik (QS An
Nuur:55).

Syarat Terwujudnya Janji Allah tersebut

Akan tetapi, kalau kita perhatikan dan renungkan dengan seksama ayat-ayat tersebut di atas,
kita dapati bahwa Allah Taala tidak hanya menyebutkan janji-Nya untuk memberikan
kemuliaan, ketinggian dan pertolongan-Nya bagi kaum muslimin, tetapi Allah Taala juga
mengisyaratkan adanya syarat yang harus dipenuhi oleh kaum muslimin agar janji Allah
Taala tersebut dapat terwujud. Syarat itu adalah berpegang teguh dengan petunjuk dan
agama Allah Taala, dengan kembali kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam dengan pemahaman dan pengamalan yang benar.

Dalam ayat yang pertama Allah Taala menggandengkan Azh Zhuhur


(kemenangan/kejayaan) bagi agama ini dengan petunjuk dan agama yang benar yang di bawa
oleh Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Ini berarti bahwa umat Islam tidak akan
mendapatkan kemenangan dan kejayaan yang Allah Taala janjikan dalam ayat tersebut,
kecuali jika mereka berpegang teguh dengan petunjuk dan agama yang benar tersebut.
Makna petunjuk dan agama yang benar adalah ilmu yang bermanfaat dan amalan shaleh[3].

Syaikh Abdurrahman As Sadi dalam menafsirkan ayat di atas berkata, Adapun agama
Islam sendiri, maka sifat (yang Allah sebutkan dalam ayat) ini (kemenangan dan ketinggian)
akan terus ada padanya di setiap waktu, karena tidak mungkin ada yang mampu mengalahkan
dan melawannya, (kalau ada yang berusaha untuk melawannya) maka Allah akan
mengalahkannya dan menjadikan ketinggian serta kemenangan untuk agama ini. Sedangkan
orang-orang yang menisbatkan diri kepada agama ini (kaum muslimin), jika mereka
menegakkan agama ini, dan mengambil petunjuk serta bimbingan dari cahayanya untuk
kebaikan agama dan (urusan) dunia mereka, maka demikian pula tidak ada seorangpun yang
mampu melawan mereka, dan mereka pasti akan mengalahkan pemeluk agama lainnya, (akan
tetapi) jika mereka tidak memperdulilkan agama ini, dan hanya mencukupkan diri dengan
menisbatkan diri kepadanya (tanpa berusaha memahami dan mengamalkannya dengan
benar), maka yang demikian tidak bermanfaat bagi mereka (untuk menguatkan kedudukan
mereka), (bahkan) ketidakperdulian mereka terhadap agama ini merupakan sebab (utama)
kekalahan dan kerendahan mereka di hadapan musuh-musuh mereka, kenyataan ini diketahui
oleh orang yang mencermati keadaan manusia dan mengamati kondisi kaum muslimin di
awal (kedatangan Islam) sampai di akhirnya[4].

Demikian pula dalam ayat yang kedua Allah Taala menggandengkan Al Izzah
(kemuliaan) dengan ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wa
sallam serta keimanan yang benar. Sebagaimana dalam ayat yang ketiga Allah I
menggandengkan Al Uluw (ketinggian) juga dengan keimanan yang kuat dan benar.

Kemudian, lebih jelas dalam ayat yang keempat Allah menyebutkan bahwa janji kekuasaan
di muka bumi, keteguhan agama dan keamanan hanya Allah peruntukkan bagi orang-orang
yang beriman (dengan benar) dan mengerjakan amal shaleh, yang mana landasan utama iman
yang benar dan amal shaleh yang terbesar adalah mentauhidkan (mengesakan) Allah dalam
beribadah dan menjauhi perbuatan syirik, sehingga Allah menyebutkan keadaan orang-orang
yang terwujud pada mereka janji Allah tersebut: Mereka senantiasa menyembah-Ku
(samata-mata) dan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun.

Imam Ibnu Katsir ketika mengomentari ayat di atas, beliau berkata, Ini adalah janji dari
Allah Taala kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa Dia akan menjadikan
umat Nabi shallallahu alaihi wa sallam penguasa di muka bumi, yaitu pemimpin umat
manusia, yang dengan mereka akan baik (keadaan) seluruh negeri dan semua manusia akan
tunduk. Dan Dia akan menggantikan rasa takut mereka kepada manusia menjadi rasa aman,
bahkan (merekalah yang menjadi) penegak hukum bagi manusia. Allah Taala telah
mewujudkan janji-Nya ini dan hanya milik-Nyalah segala puji dan karunia , karena
sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat Allah telah menundukkan untuk
beliau negeri Mekkah, Khaibar, Bahrain, dan seluruh daratan Arab, serta semua wilayah
Yaman(Kemudian) para sahabat radhiyallahu anhum karena mereka setelah Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling kuat dalam melaksanakn
perintah Allah U dan paling taat kepada-Nya, maka (besarnya) pertolongan (yang Allah
berikan kepada) mereka sesuai dengan (besarnya ketaatan) mereka. Mereka menegakkan
kalimat (agama) Allah di belahan bumi bagian timur maupun barat, maka Allah benar-benar
meneguhkan mereka (dengan pertolongan besar), sehingga mereka berhasil menguasai
seluruh umat manusia dan berbagai negeri. Dan tatkala umat Islam sepeninggal mereka
kurang dalam melaksanakan perintah Allah, maka kejayaan merekapun berkurang sesuai
dengan (kurangnya ketaatan) mereka[5].

Kesimpulannya, janji yang Allah Taala sampaikan dalam Al Quran untuk memberikan
kejayaan, kemulian dan pertolongannya bagi kaum muslimun adalah janji yang benar dan
tidak akan dilanggar, dengan catatan jika syarat yang Allah Taala tentukan dipenuhi oleh
kaum muslimin. Karena Allah Taala mensifati diri-Nya dalam Al Quran dengan firman-
nya,


}
{

(Sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Ar Ruum:6).

Juga dengan firman-Nya,

} {

Dan siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah (QS. An Nisaa:87).

Pelajaran Berharga Dari Sejarah Islam

Sejarah Islam telah mencatat berbagai kemenangan gemilang yang dicapai oleh para sahabat
radhiyallahu anhum bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika berperang
menghadapi musuh-musuh mereka, karena Rasulullah dan para sahabat radhiyallahu anhum
adalah orang-orang yang paling kuat dalam menegakkan agama Allah Taala, sebagaimana
keterangan Imam Ibnu Katsir di atas. Pada diri merekalah terwujud dengan sesungguhnya
makna firman Allah Taala,

}
{

Seseungguhnya Allah pasti akan menolong orang yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa (QS Al Hajj:40).

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqiiti berkata, Dalam ayat yang mulia ini Allah Taala
menjelaskan bahwa Dia bersumpah akan sungguh-sungguh menolong orang yang menolong-
Nya, dan sudah diketahui bahwa (makna) menolong Allah tidak lain adalah dengan
mengikuti syariat-Nya, dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua
larangan-Nya[6].

Dan inilah sebab utama yang menjadikan gentar dan takutnya musuh-musuh Islam
menghadapi Rasulullah r dan para sahabatnya y, sebagaimana yang Allah Taala nyatakan
dalam firman-Nya,


}



{

Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut/gentar (menghadapi
orang-orang beriman), disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah
neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim (QS Ali
Imraan:151).

Imam Ibnu Katsir berkata, (Dalam ayat ini) Allah memberikan kabar gembira bagi orang-
orang yang beriman bahwa Dia akan memasukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa
takut/gentar dan rendah di hadapan orang-orang yang beriman, disebabkan perbuatan kafir
dan syirik mereka, ditambah dengan azab dan sikasaan (pedih) yang Allah sediakan bagi
mereka di akhirat (nanti)[7].

Kemudian Ibnu Katsir membawakan sebuah hadits shahih dari Jabir bin Abdillah
radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Allah
memberikan kepadaku lima perkara yang tidak diberikan-Nya kepada seorang nabipun
sebelumku: aku ditolong (oleh Allah dalam menghadapi musuh-musuhku) dengan rasa gentar
(yang Allah masukkan ke dalam hati mereka) sebelum berhadapan denganku (sejauh jarak)
sebulan perjalanan[8].

Sehubungan dengan pembahasan ini, ada dua peristiwa perang besar yang terjadi di jaman
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yang dapat kita petik hikmah dan pelajaran
berharga darinya, tentang bagaimana Allah Taala menguji kaum muminin dengan
menangguhkan sementara pertolongan-Nya kepada mereka disebabkan perbuatan maksiat
sebagian dari mereka.

Yang pertama, perang Hunain[9] yang terjadi pada tahun kedelapan hijriyah. Ketika itu
sebagian dari kaum muminin merasa bangga dengan jumlah mereka yang banyak sehingga
mereka lalai bahwa pertolongan itu semata-mata dari Allah dan bukan hanya karena jumlah
yang banyak[10]. Allah Taala mengisahkan peristiwa ini dalam firman-Nya,



{








}

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (wahai kaum muminin) di medan peperangan
yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu merasa bangga dengan
banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu
sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang
dan bercerai-berai. Kemudian Allah memberi ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada
oang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya,
dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikian pembalasan
kepada mereka (QS At Taubah:25-26).

Yang kedua, perang Uhud yang terjadi pada tahun ketiga hijriyah. Ketika itu Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kepada pasukan pemanah yang dipimpin oleh
Abdullah bin Jubair radhiyallahu anhu, untuk tidak meninggalkan tempat mereka apapun
yang terjadi pada pasukan kaum muslimin. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Janganlah kalian meninggalkan tempat kalian meskipun kalian melihat kami telah
mengalahkan musuh, atau meskipun kalian melihat musuh telah mengalahkan kami maka
janganlah kalian menolong kami. Dalam riwayat lain, meskipun kalian melihat kami
disambar burung. Kemudian setelah mereka melihat pasukan musuh berlari mundur,
sebagian dari pasukan pemanah berlari meninggalkan tempat mereka menuju pasukan
muslimin untuk bersama mengumpulkan harta rampasan perang, padahal pemimpin mereka
Abdullah bin Jubair telah mengingatkan mereka akan perintah Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam. Akibatnya pasukan musuh berbalik menyerang pasukan muslimin sehingga
terbunuh tujuh puluh orang dari pasukan muslimin, bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam sendiri terluka wajahnya yang mulia pada perang tersebut[11]. Meskipun kemudian
Allah Taala menurunkan pertolongan-Nya kepada mereka sehingga pasukan musuh mundur.

Perhatikan dan renungkanlah kedua peristiwa di atas, bagaimana Allah Taala menunda
turunnya pertolongan-Nya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat
radhiyallahu anhum hanya karena perbuatan maksiat sebagian dari mereka, padahal mereka
secara keseluruhan adalah orang-orang yang paling kuat dalam menjalankan perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya[12].
Dalam perang Hunain sebagian mereka merasa bangga dengan jumlah mereka yang banyak,
sehingga mereka lalai sesaat dari Allah Taala, yang akibatnya mereka mulanya dikalahkan
pasukan musuh, meskipun kemudian Allah Taala menurunkan pertolongan-Nya kepada
mereka[13]. Demikian pula dalam perang Uhud, sebab kekalahan mereka di awalnya adalah
karena sebagian mereka menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam[14].

Maka kalau keadaan ini bisa menimpa para sahabat Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam
yang sangat kuat dalam berpegang teguh dengan agama Islam, disebabkan sekali kesalahan
sebagian mereka ketika lalai dari bersandar kepada Allah, yang ini menyangkut masalah
tauhid, dan ketika menyelisihi perintah Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam, maka
bagaimana lagi dengan orang-orang yang banyak melanggar syariat Allah Taala, serta tidak
memperhatikan upaya pemurnian tauhid (mengesakan Allah Taala dalam beribadah) dan al
ittiba (semata-mata mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam)? Mungkinkah pertolongan dan kemenangan akan Allah Taala berikan kepada
mereka?

Sebagai tambahan penjelasan, marilah kita renungkan bersama kisah berikut ini,

Imam ahmad dalam kitab Az Zuhd (hal. 142) dan Abu Nuaim dalam kitab Hilyatul
Auliya' (1/216-217) meriwayatkan dengan sanad mereka berdua dari Jubair bin Nufair[15]
beliau berkata, Ketika (kaum muslimin) berhasil menaklukkan (wilayah) Qibrus (Cyprus,
sebuah pulau di kawasan eropa saat ini) dan membuat lari bercerai berai penduduknya,
(waktu itu) semua pasukan muslimin menangis satu sama lainnya. Aku melihat (sahabat yang
mulia) Abu Darda radhiyallahu anhu terduduk sendirian sambil menangis, maka aku
bertanya, Wahai Abu Darda, apa sebabnya kamu menangis di hari yang Allah
muliakan/menangkan agama Islam dan kaum muslimin? Beliau berkata, Celaka kamu
wahai Jubair, (lihatlah) alangkah hinanya manusia di hadapan Allah jika mereka
meninggalkan perintah-Nya, padahal penduduk negeri ini adalah orang-orang yang perkasa,
unggul dan memiliki kerajaan (besar), tetapi mereka meninggalkan perintah Allah Taala,
maka jadilah mereka seperti yang kamu saksikan (saat ini).

Upaya Untuk Mengembalikan Kejayaan Umat

Berdasarkan keterangan di atas, maka upaya terbaik yang harus dilakukan oleh kaum
muslimin untuk mengatasi semua masalah yang mereka hadapi, serta mengembalikan
kejayaan dan kemuliaan mereka adalah berusaha mewujudkan syarat yang telah Allah Taala
tentukan dalam ayat-ayat tersebut di atas, yaitu dengan kembali mengoreksi pemahaman dan
pengamalan kita terhadap Al Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
utamanya pemahaman dan pengamalan terhadap dua kalimat syahadat (Laa ilaaha illallah)
dan (Muhammadur Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) yang merupakan landasan
agama Islam ini.

Sementara itu, kita dapati sebagian kaum muslimin saat ini banyak yang melakukan cara-cara
dengan mengatasnamakan upaya mengembalikan kejayaan umat, ada yang menempuh jalur
politik, ada yang berupaya menggulingkan pemerintah yang berkuasa, ada yang
mengutamakan kemajuan teknologi, ada yang menitikberatkan pada upaya menghimpun
massa sebanyak-banyaknya, dan cara-cara lain yang tidak bersumber dari petunjuk Allah dan
Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam.
Padahal kalau kita amati dengan seksama peristiwa sejarah yang kami nukilkan di atas, jelas
sekali menunjukkan bahwa kemajuan teknologi, kekuasaan besar dan jumlah pasukan yang
besar sama sekali tidak bermanfaat tanpa adanya landasan iman dan ketaatan yang
kuat kepada Allah Taala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Bukankah negeri
Qibrus yang ditaklukkan oleh kaum muslimin adalah negeri yang unggul dalam teknologi
dan persenjataan saat itu, serta memiliki pasukan yang perkasa dan kekuasaan yang besar,
sebagaimana ucapan Abu Darda di atas? Bukankah jumlah pasukan muslimin dalam perang
Hunain sangat banyak akan tetapi tidak bermanfaat karena sebagian mereka lalai dari
bersandar kepada Allah Taala?

Dalam sebuah hadits shahih dari Tsauban, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Tidak lama lagi umat-umat lain akan saling menyeru untuk mengeroyok kalian seperti
orang-orang yang makan mengerumuni nampan (berisi hidangan makanan). Salah seorang
sahabat bertanya: Apakah dikarenakan jumlah kita sedikit kala itu? Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam menjawab, Bahkan kalian saat itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian
buih (tidak memiliki iman yang kokoh) seperti buih air bah, sungguh (pada saat itu) Allah
akan menghilangkan rasa takut/gentar terhadap kalian dari jiwa musuh-musuh kalian dan
Dia akan menimpakan (penyakit) al wahnu ke dalam hati kalian. Maka ada yang bertanya,
Wahai Rasulullah, apakah (penyakit) al wahnu itu? Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam menjawab: Cinta (kepada perhiasan) dunia dan benci (terhadap) kematian[16].

Perhatikanlah dengan seksama hadits yang agung ini! Bagaimana besarnya jumlah kaum
muslimin secara kuantitas tidak bermanfaat sedikitpun dalam menghadapi musuh-musuh
mereka, bahkan sekedar membuat takut musuh-musuh mereka juga tidak bisa. Hal ini
disebabkan kualitas keimanan mereka sangat lemah, sehingga Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam menyerupakan mereka dengan buih yang mudah terbawa aliran air, karena tidak
mempunyai pijakan yang kuat di atas tanah. Seandainya kaum muslimin benar-benar beriman
dan mentauhidkan Allah Taala, maka mestinya mereka tidak akan seperti buih, karena iman
dan tauhid akan menjadikan pemiliknya kokoh dan kuat dalam hidupnya, disebabkan dia
selalu bersandar kepada Allah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Oleh karena itulah, Allah Taala menyerupakan kalimat tauhid (laa ilaaha illallah) dengan
pohon indah yang akarnya menancap kokoh ke dalam tanah, dalam firman-Nya,

}




{

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya (menancap) kokoh (ke dalam tanah) dan cabangnya
(menjulang) ke langit (QS Ibrahim:24).

Makna kalimat yang baik di sini adalah kalimat tauhid laa ilaaha illallah (tidak ada
sembahan yang benar kecuali Allah)[17].

Syaikh Abdurrahman As Sadi berkata ketika menafsirkan ayat di atas,Demikianlah


(keadaan) pohon iman (tauhid), akarnya (menancap) kokoh di dalam hati seorang mumin
dalam ilmu dan keyakinannya, sedangkan cabangnya yang berupa ucapan yang baik, amal
shaleh, akhlak dan tingkah laku yang terpuji selalu (menjulang) ke langit[18].

Maka dengan ini, jelaslah bahwa satu-satunya cara untuk mengembalikan kejayaan dan
kemuliaan umat Islam adalah dengan mengajak mereka kembali kepada agama mereka,
dengan mengoreksi kembali pemahaman dan pengamalan mereka terhadap dua kalimat
syahadat (Laa ilaaha illallah) dan (Muhammadur Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam).

Adapun cara-cara lain yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, maka tidak akan
mendatangkan kebaikan sedikitpun, bahkan justru semakin memperparah dan merusak
kondisi umat Islam. Karena cara-cara itu adalah menyimpang dari petunjuk Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam dan merupakan perbuatan bidah[19] dalam agama, yang
berarti itu adalah perbuatan maksiat kepada Allah Taala, dan maksiat merupakan sebab
terjadinya kerusakan dan bencana di muka bumi ini. Allah Taala berfirman:

}


{

Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan
(maksiat)[20] manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS Ar Ruum:41).

Inilah yang dipahami oleh para ulama salaf, sehingga Imam Abu Bakar Ibnu Ayyasy Al
Kuufi[21] ketika ditanya tentang makna firman Allah Taala,

}
{

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)


memperbaikinya. Beliau berkata: Sesungguhnya Allah mengutus Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam kepada umat manusia, (sewaktu) mereka dalam keadaan rusak,
maka Allah memperbaiki (keadaan) mereka dengan (petunjuk yang dibawa) Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, sehingga barangsiapa yang mengajak (manusia)
kepada selain petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam maka
dia termasuk orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi[22].

Kesimpulannya, inilah satu-satunya cara untuk mengembalikan kejayaan dan kemuliaan umat
Islam, yang telah dinyatakan langsung oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam
sabda beliau, Jika kalian telah melakukan jual beli dengan cara iinah (salah satu bentuk
jual-beli riba), membuntuti ekor-ekor sapi (disibukkan dengan peternakan) dan merasa puas
dengan (hasil) pertanian (sehingga lalai dari agama), serta meninggalkan jihad di jalan Allah
Taala, maka niscaya sungguh Allah Taala akan menimpakan kehinaan dan kerendahan
kepada kalian, dan Dia tidak akan menghilangkan kehinaan itu sampai kalian kembali kepada
agama kalian. Dalam riwayat Imam Ahmad, sampai kalian bertobat kepada
Allah[23].

Oleh karena itu, senada dengan hadits di atas, sahabat yang mulia Umar bin Khattab berkata
dalam ucapannya yang terkenal, Dulunya kita adalah kaum yang paling hina, kemudian
Allah Taala memuliakan kita dengan agama Islam, maka kalau kita mencari kemuliaan
dengan selain agama Islam ini, pasti Allah Taala akan menjadikan kita hina dan
rendah[24].

Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan memohon kepada Allah Taala agar Dia
memperbaiki keadaan kaum muslimin dan melimpahkan taufik-Nya kepada mereka supaya
mereka mau kembali kepada pemahaman dan pengamalan agama Islam yang benar,
sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu.

.

Shafar 1430 H 26 ,shallallahu alaihi wa sallam Kota Nabi

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthoni, MA

Artikel www.muslim.or.id

[1] HSR Muslim (4/1999) dari Numan bin Basyir t.

[2] HSR Al Bukhari 1/14 dan Muslim (1/67) dari Anas bin Malik t.

[3] Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 631).

[4] Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 631).

[5] Tafsir Ibnu Katsir (3/401).

[6] Adhwaa-ul bayaan (5/272).

[7] Tafir Ibnu Katsir (1/545).

[8] HSR Al Bukhari (no. 328) dan Muslim (no. 521).

[9] Kisah perang Hunain dalam HSR Muslim (no. 1775).

[10] Lihat Tafsir Ibnu Katsir (2/452).

[11] Lihat kisah selengkapnya dalam HSR Al Bukhari (no. 3817).

[12] Lihat kitab As Sabiilu ilai izzi wat tamkiin (hal. 33), tulisan syaikh Abdul Malik
Ramadhani.

[13] Ibid (hal. 15).

[14] Ibid (hal. 33-34).

[15] Beliau adalah seorang tabiin senior yang mulia dan terpercaya dalam meriwayatkan
hadits Rasulullah r (wafat tahun 80 H), lihat kitab Taqriibut tahdziib (hal. 91).

[16] HR Abu Dawud (no. 4297), Ahmad (5/278) dan lain-lain, dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Silsilatul ahaadiitsish shahihah (no. 958).

[17] Lihat Tafsir Ibnu Katsir (2/698).

[18] Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 297).

[19] Yaitu mengada-adakan sesuatu yang baru dalam agama, yang tidak dicontohkan oleh
Nabi r.
[20] Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/576).

[21] Beliau adalah imam dari kalangan atbaut tabiin senior, seorang ahli ibadah dan
terpercaya dalam meriwayatkan hadits Rsulullah r (wafat 194 H), lihat kitab Taqriibut
tahdziib (hal. 576).

[22] Tafsir Ibni abi Hatim Ar Raazi (6/74) dan Ad Durrul mantsuur (3/477).

[23] HR Abu Dawud (no. 3462), Ahmad (2/42) dan lain-lain, dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Silsilatul ahaadiitsish shahihah (no. 11).

[24] Riwayat Al Hakim dalam Al Mustadrak (1/130), dinyatakan shahih oleh Al Hakim
dan disepakati oleh Adz Dzahabi.

Sumber: https://muslim.or.id/3534-mengembalikan-kejayaan-umat-islam.html

Anda mungkin juga menyukai