Anda di halaman 1dari 6

 Sudah menjadi ketetapan ilahi bahwa ketika Allah memenangkan kaum

muslimin, maka syariat-Nya akan tegak secara kaffah. Persatuan dan kekuatan
umat Islam akan terbentuk dengan sempurna, lalu mereka bisa leluasa
mengamalkan syariat Allah tanpa ada rasa takut terhadap siapapun. Orang-
orang kafir tidak berani menghalangi umat Islam untuk mengamalkan syariatnya.
Bahkan mereka menjadi putus asa ketika kekuatannya tidak mampu lagi
meruntuhkan kejayaan Islam.

Beginilah kondisi ideal yang diinginkan Allah Ta’ala ketika Dia hendak mengutus
Rasul-Nya Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu tegaknya syariat Allah
secara kaffah di muka bumi ini. Gambaran kondisi ini diterangkan oleh Allah
ta’ala secara jelas dalam ayat terakhir yang diturunkan kepada Nabi sallallahu
‘alaihi wasallam. Firman-Nya:

ُ ‫اخ َش ْو ِن ۚ ْاليَ ْو َم أَ ْك َم ْل‬


‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم‬ ْ ‫ين َكفَرُوا ِم ْن ِدينِ ُك ْم فَاَل تَ ْخ َش ْوهُ ْم َو‬ َ ‫س الَّ ِذ‬ َ ِ‫ْاليَ ْو َم يَئ‬
‫يت لَ ُك ُم اإْل ِ ْساَل َم ِدينًا‬
ُ ‫ض‬ ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬ُ ‫َوأَ ْت َم ْم‬
“..Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-
Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu…” (QS. Al-Maidah: 3)

Kemenangan itu merupakan janji Allah yang pasti dicapai oleh orang mukmin.
Banyak sekali dalil yang menjelaskan tentang itu. Dari sekian banyak ayat
alquran, kemenangan dan umat Islam selalu disebutkan secara beriringan.
Seolah-olah keduanya memang memiliki ikatan yang kuat. Di antara ayat-ayat
tersebut adalah:

َ ‫ين * إِنَّهُ ْم لَهُ ُم ْال َمنصُور‬


‫ُون * َوإِ َّن جُن َدنَا لَهُ ُم‬ َ ِ‫ت َكلِ َمتُنَا لِ ِعبَا ِدنَا ْال ُمرْ َسل‬
ْ َ‫َولَقَ ْد َسبَق‬
َ ‫ْال َغالِب‬
‫ُون‬
“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang
menjadi rasul,(yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat
pertolongan.Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” (QS.
Ash-Shaffat: 171-173)

Para tantara Allah pasti akan memenangkan pertempuran. Mereka adalah


hamba yang selalu istiqamah dalam perjuangan. Seluruh aktivitasnya
diperuntukkan hanya untuk membela agama Allah. Sebab itu, Allah pun
menurunkan pertolongan kepada mereka.

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad; 7)
Dalam ayat yang lain, Allah mengingatkan bahwa kekuasaan di bumi ini
diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Terkadang ia berada di
tangan orang-orang mukmin, terkadang pula direbut oleh orang-orang kafir.
Namun pada akhirnya, akan dimiliki kembali oleh orang-orang yang bertaqwa.

‫ُورثُهَا َم ْن يَ َشا ُء ِم ْن ِعبَا ِد ِه‬ َ ْ‫ال ُمو َسى لِقَ ْو ِم ِه ا ْستَ ِعينُوا بِاهَّلل ِ َواصْ بِرُوا إِ َّن األَر‬
ِ ‫ض هَّلِل ِ ي‬ َ َ‫ق‬
َ ِ‫َو ْال َعاقِبَةُ لِ ْل ُمتَّق‬
‫ين‬
“Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan
yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-A’raf; 128)

Maknanya adalah Allah akan menggilirkan kekuasaan tersebut kepada manusia,


terkadang yang berkuasa berada di tangan orang-orang beriman dan terkadang
pula berada di tangan orang kafir. Dalam istilah para ulama, ketetapan ini disebut
dengan sunnah mudawwalah, yaitu sebuah ketetapan Allah dalam menggilirkan
kekuasaan di antara manusia.

BACA JUGA  Membumikan Laa Ilaha Illallah dalam Seluruh Aspek Kehidupan

Syarat untuk Menjemput Kemenangan

Perlu disadari bahwa kemenangan dan kekuasaan yang dijanjikan Allah, tidak
hadir begitu saja. Tapi kemenangan tersebut diliputi oleh beragam syarat, yaitu
sebuah syarat yang mampu menghilangkan ketakutan dan mewujudkan
kedamaian, syarat yang bisa melenyapkan kemiskinan dan menghadirkan
kemakmuran serta syarat yang sanggup menghadirkan kekuatan di tangan umat
Islam. Allah ta’ala berfirman:

‫ف‬َ َ‫ض َك َما ا ْستَ ْخل‬ ِ ْ‫ت لَيَ ْستَ ْخلِفَنَّهُ ْم فِي اأْل َر‬ ِ ‫ين آ َمنُوا ِمن ُك ْم َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬ َ ‫َو َع َد هَّللا ُ الَّ ِذ‬
ۚ ‫ض ٰى لَهُ ْم َولَيُبَ ِّدلَنَّهُم ِّمن بَ ْع ِد َخ ْوفِ ِه ْم أَ ْمنًا‬ َ َ‫ين ِمن قَ ْبلِ ِه ْم َولَيُ َم ِّكنَ َّن لَهُ ْم ِدينَهُ ُم الَّ ِذي ارْ ت‬ َ ‫الَّ ِذ‬
َ ُ‫اسق‬
‫ون‬ ِ َ‫ك هُ ُم ْالف‬ َ ِ‫ك فَأُو ٰلَئ‬َ ِ‫ون بِي َش ْيئًا ۚ َو َمن َكفَ َر بَ ْع َد ٰ َذل‬ َ ‫يَ ْعبُ ُدونَنِي اَل يُ ْش ِر ُك‬
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-
orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi
aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah
(janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 55)
Bertolak dari ayat di atas, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid mengungkapkan
bahwa diantara syarat kemenangan yang digariskan dalam Al-Qur’an adalah:

Pertama: Iman dan amal shalih. Dua hal ini merupakan penunjang utama untuk
menjemput kemenangan. Di awal ayat QS. Annur ayat 55 di atas, Allah ta’ala
menyebut, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih..”

Ketika menafsirkan ayat di atas, Imam As-Syaukani menjelaskan, “Ini merupakan


janji dari Allah kepada siapa saja yang beriman kepada Allah dan senantiasa
beramal shalih. Yaitu diberikan kekuasaan di muka bumi ini sebagaimana Allah
pernah memberikannya kepada umat sebelum mereka. Dan janji ini bersifat
umum meliputi setiap umat.” (Fathul Qadir, 4/1024)

Kedua: Tauhid, yaitu keikhlasan dalam beramal. Beribadah hanya kepada Allah


semata tanpa ada sedikitpun unsur kesyirikan. Masih di dalam ayat di atas, Allah
sebutkan ciri-ciri orang yang mendapatkan janji kemenangan itu, “..Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan
Aku…”. Syirik tidak dipahami hanya seputar ibadah mahdah atau terbatas hanya
pada syirik yang berkaitan dengan kuburan. Lebih luas dari itu, syirik yang mesti
dihindari adalah syirik qushur (syirik yang berkaitan dengan istana), yaitu
menyukutukan Allah dalam mengambil pedoman hukum atau menganggap ada
hukum lain yang lebih adil daripada hukum Allah.

Ketiga: Melenyapkan kesyirikan dan menjauhkan amalan bid’ah. Syarat ini


sering diabaikan oleh sebagian aktivis yang mengatasnamakan dirinya sebagai
gerakan Islam. Sebagian kelompok bersemangat dalam memperjuangkan nilai-
nilai Islam, namun dibalik itu, mereka sering apatis terhadap perbuatan syirik
yang merebak di sekitarnya. Lalu bagaimana kemenangan datang jika masih
banyak praktek syirik yang mereka abaikan?

BACA JUGA  Jalan Berliku Hijrah Milenial

Keempat: Sabar dan taqwa. Allah ta’ala berfirman:

‫اربَهَا الَّتِي بَا َر ْكنَا فِيهَا‬ ِ ْ‫ق األَر‬


ِ ‫ض َو َم َغ‬ ِ ‫ون َم َش‬
َ ‫ار‬ َ ‫َوأَ ْو َر ْثنَا ْالقَ ْو َم الَّ ِذ‬
َ ُ‫ين َكانُوا يُ ْستَضْ َعف‬
‫صبَرُوا‬ َ ِ‫ت َكلِ َمةُ َرب َِّك ْال ُح ْسنَى َعلَى بَنِي إِس َْرائ‬
َ ‫يل بِ َما‬ ْ ‫َوتَ َّم‬
“Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri
bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah
padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji)
untuk Bani Israel disebabkan kesabaran mereka,..” (QS. Al-A’raf: 137)

Firman Allah, “disebabkan kesabaran mereka,..” bermakna bahwa tamkin


(kemenangan) yang dijanjikan itu tak mungkin bisa dicapai tanpa kesabaran.
Sementara tentang ketaqwaan Alah ta’ala berfirman, “Jika sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi,..” ((QS. Al-A’raf: 96)

Kelima: komitmen untuk terus melakukan i’dad (mempersiapkan kekuatan)

I’dad merupakan fase yang harus dilewati sebelum melawan orang-orang kafir.
Allah ta’ala berfirman:

َ ‫اط ْال َخي ِْل تُرْ ِهب‬


‫ُون بِ ِه َع ُد َّو هَّللا ِ َو َع ُد َّو ُك ْم‬ ِ َ‫َوأَ ِع ُّدوا لَهُ ْم َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم ِم ْن قُ َّو ٍة َو ِم ْن ِرب‬
َّ ‫ين ِم ْن ُدونِ ِه ْم ال تَ ْعلَ ُمونَهُ ُم هَّللا ُ يَ ْعلَ ُمهُ ْم َو َما تُ ْنفِقُوا ِم ْن َش ْي ٍء فِي َسبِي ِل هَّللا ِ يُ َو‬
‫ف‬ َ ‫آخ ِر‬َ ‫َو‬
َ ‫ظلَ ُم‬
‫ون‬ ْ ُ‫إِلَ ْي ُك ْم َوأَ ْنتُ ْم ال ت‬
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.
Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan
cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Anfal: 60)

I’dad mencakup segalanya, tidak cukup hanya persiapa alat perang semata.
Lebih dari itu, persiapan juga meliputi tentang bagaimana mengatur kemenangan
itu agar tetap eksis dan tidak gampang direbut oleh pihak yang lain. Karena itu,
I’dad itu merupakan syariat yang tidak boleh berhenti. Walaupun kemenangan
telah diraih, namun I’dad harus tetap diteruskan. I’dad untuk menyiapkan
kekuatan muslimin dalam setiap lini kehidupan. Persiapan untuk menguatkan
ilmu agama dan dunia, menanamkan moral dan akhak para prajurit, menyiapkan
sarana senjata, media dan sebagainya.

Karena itu, secara umum para ulama membagi i’dad menjadi dua; i’dad ma’nawi
dan i’dad maadi. I’dad ma’nawi adalah persiapan iman, mental dan keilmuan
para prajurit. Sementara I’dad maadi ialah persiapan materi sebagai sarana
untuk menghadapi lawan, seperti menyiapkan peralatan senjata dan sebagainya.

Tidak diragukan bahwa menggalang dukungan umat, melakukan tarbiyah bagi


setiap pasukan, menyiapkan para panglima dan da’i yang Rabbani merupakan
sarana yang paling menentukan untuk mencapai kemenangan. Tanpa persiapan
itu  semua, kemenangan bisa dikata mustahil terwujud. Sebab, kemenangan
tidak datang secara tiba-tiba. Ia tidak bisa dicapai melalui ruang-ruang yang
kosong. Namun ia harus diusung bersama oleh seluruh elemen umat Islam.
Karena demikianlah Nabi SAW memberikan contoh kepada umatnya. Wallahu
a’lamu bisshowab
Ahmad bin Abi Al Hawari Ad Damsyiqi berkata:"Jika engkau merasakan kesesatan dalam
hatimu, maka duduklah dengan orang-orang yang berdzikir dan orang-orang zuhud"

Ikhwah fillah...
Kebersamaan kita a dalah wujud kasih sayang dan cinta Allah kepada kita. Sangat mahal dan
istimewanya kebersamaan di jalan Allah ini hingga kadang kita harus menebusnya dengan
kelelahan dan kadang derai air mata.

Ikhwah fillah...
Umar bin khatab mengingatkan,"tidak ada karunia Allah yang lebih baik bagi seseorang setelah
masuk Islam, daripada karunia memiliki saudara yang shalih. Dan jika diantara kalian ada yang
merasa senang dengan saudaranya, hendaknya ia memegang saudaranya itu dengan kuat."

Ikhwah fillah....
Mari kita pelihara kebersamaan karena Allah ini hingga sampai pada ujung usia kita.
Jangan pernah bergeser sedikit pun dari komunitas kebaikan.
Semoga keistiqamahan senantiasa ada dalam diri kita.
Dan berharap Surga jadi tempat reuni akbar kita semua.
Aamiin

Ikhwah Fillah ...


Bicara kemuliaan tak lepas dari tabiat diri dalam beramaliyah karena Allah. Sebagai manusia
tentunya kita sangat berharap kemuliaan di dunia ini namun yang lebih utama adalah
kemuliaan di akhirat. Dan kekuatan ruh yang menjadi kunci untuk kita bisa raih kemuliaan itu.
Kita harus memberikan posisi yang utama dan pertama pada kekuatan ruh kita, maknawiyah
kita. Jika kondisi ruh kita, maknawiyah kita prima tak sulit jika kita ingin menggerakkan kita
untuk lebih beramal secara nyata. Melangkah menuju kebaikan. Berkarya untuk bekal akhir
kehidupan.

Mari kita ingat betapa dahsyatnya perang badar. Kisah yang menyejarah di jaman Rasulullah.
Seberapa kekuatan pasukan muslim jika dibandingkan dengan kaum Qurays? Namun kekuatan
ruh yang luar biasa mampu mengalahkan kaum kafir Qurays kala itu. Kisah spektakuler Badar
tak lekang dirtelan masa. Allah memberi kemenangan, Allah karuniai kemuliaa bagi orang-
orang beriman. Dahsyat kekuatan maknawiyah telah terbukti, telah teruji, dan zaman pun
menjadi saksi. Jika berbicara tentang kekuatan  sesungguhnya bukan pada besarnya jumlah
pasukan yang kita miliki namun kekuatan kita ada pada sejauhmana kekuatan maknawiyah
kita. Allahu Akbar...

Ibnul Jauzi dalam bukunya, Shifatus Shafwah, dengan sangat baik hati menyebutkan kekata
Syumait bin Ajlan yang menjadi bukti bahwa sejatinya kekuatan orang mukmin ada di hatinya,
bukan pada anggota badannya.

‫ أَاَل‬،ِ‫ا ِئه‬M‫ض‬
َ ْ‫ ِه َو َل ْم َيجْ َع ْل َها ِفيْ أَع‬M‫ِن ِفيْ َق ْل ِب‬
ِ ‫ؤم‬Mْ M‫وَّ َة ْال ُم‬MMُ‫ َل ق‬M‫ َّل َج َع‬M‫ َّز َو َج‬M‫هللا َع‬
َ َّ‫ إِن‬:‫َيقُ ْو ُل‬
َ ِ‫ض ِع ْي ًفا َيص ُْو ُم ْال َه َوا ِج َر َو َيقُ ْو ُم اللَّ ْي َل َوال َّشابُّ َيعْ ِج ُز َعنْ َذل‬
‫ك‬ َ ُ‫ َت َر ْو َن أَنَّ ال َّش ْي َخ َي ُك ْون‬.
Syumaith berkata, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menjadikan kekuatan orang mukmin ada
pada hatinya, tidak pada anggota badannya. Tidakkah kalian melihat orang tua yang lemah,
dia mampu berpuasa di siang hari dan shalat di malam hari sedangkan pemuda tidak bisa
melakukannya.” (Shifatus Shafwah : III/341).

Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga pernah berkata,

‫ثر من إدامة‬MM‫عادة أك‬MM‫ما رأيت شيئا يغذي العقل والروح ويحفظ الجسم ويضمن الس‬
‫ابن تيمية‬----- ‫النظر في كتاب هللا تعالى‬
“Aku tidak melihat sesuatu yang bisa memberikan nutrisi kepada akal dan ruh, menjaga jasad
dan menjamin kebahagiaan melebihi memperbanyak mengkaji Al-Qur’an.” Wallahu a’lam.

Ikhwah Fillah...
Ada beberapa syarat yang harus kita penuhi jika kita ingin meraih kemuliian layaknya
kemenangan perang Badar.

1. Harus memiliki kebersihan jiwa dan terhindar dari berbagai penyakit hati.
Kita diharapkan membersihkan hati agar hati kita tak merasa berat untuk mendorong gerak
fisik kita untuk berjuang menegakkan agama Nya. Perbanyak ibadah dan isi hari dengan
tilawah. Jauhi gunjing dan kepo

2. Keikhlasan yakni a'maalun muta'abadun ilallah yakni amal-amal yang kita gunakan sebagai
sarana ibadah kepada Allah.
Kita luruskan niat bahwa dengan amanah yang melekat dalam diri kita tak lain hanya karena
besarnya keinginan meninggikan kalimatullah di muka bumi ini. Dan ikhlaslah yang akan
menguatkan langkah kita.

3. Tadhiyah atau pengorbanan.


Menjadi kewajaran bahwa dalam setiap perjuangan untuk meraih kemuliaan dibutuhkan
pengorbanan. Tak hanya harta, jiwa juga raga kita. Pengorbanan yang dilakukan tak kan sia-sia
lantaran Allah kan memberikan balasan berupa kehidupan berkekalan di Jannah Nya. Kita
diharapkan menginfakkan sebagian harta yang kita punya, waktu, tenaga, fikiran dan apa saja
yang bisa kita berikan untuk perjuangan diin yang mulia ini.

4. Ma'rifatullah yakni mengenal Allah. 


Sejauhmana kita mampu merasakan keberadaan Allah, menghadirkan Allah dalam keseharian
kita, dan melibatkan Allah dalam setiap masalah yang melingkupi hidup kita. Keyakinan yang
dalam inilah yang mampu mengantarkan kita untuk meraih kemuliaan.

Empat hal itu yang kita jadikan pegangan dalam mengemban amanah dakwah. Berharap
kekuatan jiwa yang kita miliki mampu mengajak siapa saja untuk bergabung dengan kita.
Namun jangan pernah lupa bahwa Allah yang berhak atas semuanya.

Semoga kita mampu istiqamah menjalankan amanah, meski kadang merasa lelah, kadang tak
lepas dari keluh kesah. Tetapi semua dicitakan jihad fi sabilillah agar kelak raih syahadah.
Wallahu musta'an
Jazakumullahu ahsanul jaza'

Anda mungkin juga menyukai