Anda di halaman 1dari 60

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemimpin berperan penting dalam kesuksesan sebuah organisasi. Pemimpin


memastikan visi dan misi organisasi dijalankan dengan benar oleh setiap orang.
Pelayanan yang diberikan rumah sakit berhubungan dengan nyawa manusia,
sehingga sudah tentu hal ini tidak mudah untuk dilakukan.
Rumah sakit mengupayakan kesembuhan bagi mereka yang sakit dengan
menggunakan seluruh fasilitas dan sumber daya yang ada. Hasil akhir yang
diinginkan pasien adalah kesembuhan namun tentu saja sebenarnya rumah sakit
tidak dapat selalu menjanjikan kesembuhan.
Kompleksnya masalah kesehatan, banyaknya faktor yang mempengaruhi
seseorang menderita sakit mengakibatkan tidak semua penyakit dapat
disembuhkan, bahkan kematian dapat terjadi. Oleh sebab itu bagaimana melayani
dan memperlakukan pasien sejak awal kedatangannya sampai keluar dari rumah
sakit menjadi faktor yang sangat penting dan yang paling utama. Setiap elemen,
dimulai dari bagian administrasi, paramedis sampai tenaga medis diharapkan
mampu melakukan pelayanan optimal sesuai dengan standar dan prosedur yang
ditetapkan rumah sakit. Pasien harus merasa telah mendapatkan pelayanan dan
perhatian yang sungguh, sehingga jika kejadian kematian harus terjadi, keluarga
pasien tetap merasakan kepuasan karena telah merasakan kesungguhan rumah
sakit dalam mengusahakan kesembuhan, telah melayani dengan standar dan
kualitas yang baik di setiap bagian.
Rumah sakit tidak hanya berpikir tentang meraih keuntungan, tetapi juga
bagaimana melakukan fungsi sosialnya melayani masyarakat dengan baik.
Kompleksnya permasalahan mengharuskan pemimpin rumah sakit memiliki
kemampuan manajerial yang baik agar dapat menghasilkan performa yang baik
dan terus berkembang.
Selain kemampuan manajerial, hal lain yang dinilai sangat penting harus
dimiliki oleh seorang pemimpin rumah sakit adalah memiliki komitmen untuk
2

melayani masyarakat, yang dalam bekerja memasukan nilai etika dan moral
sehingga melihat pekerjaannya sebagai tanggung jawab besar yaitu melakukan
yang terbaik bagi masyarakat dan rumah sakit. Pemimpin yang demikian, akan
menjadi panutan dan kemudian dapat mempengaruhi dan mendorong seluruh
pegawai baik tenaga medis, paramedis, dan pegawai lainnya untuk juga memiliki
komitmen dan berbagi nilai yang sama. Dengan kata lain, orientasi pemimpin
akan menjadi orientasi pegawainya.
Melayani yang dimaksud disini bukan sekedar menjadi pelayan tapi lebih
luas dari itu seorang pemimpin yang melayani mendedikasikan dirinya untuk
membuat orang lain menjadi lebih baik, lebih sejahtera, memampukan orang lain
untuk melakukan yang terbaik.
Dewasa ini, diketahui bahwa organisasi sangat membutuhkan pemimpin
yang berprilaku sesuai nilai etika dan moral kemudian mampu mendorong mereka
yang dipimpinnya untuk menganut nilai-nilai yang sama dengannya (Stoute dkk.,
2012). Beberapa teori kepemipinan yang berhubungan dengan etika dan moral,
yaitu teori kepemimpinan melayani, transformasional, otentik dan spiritual.
Menurut Avolio dan Garner (2005) ke empat teori saling berhubungan erat.
Namun terdapat perbedaan signifikan yang membedakan kepemimpinan melayani
dengan kepemimpinan lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa kepemimpinan
melayani adalah kepemimpinan yang paling berhubungan erat dengan nilai etika
dan moral ( Reed, dkk).
Teori kepemimpinan yang kini berkembang dan berkaitan dengan etika
adalah servant leadership atau kepemimpinanmelayani (Lanctot dan Irving
2010). Trastek dkk (2014) dalam artikelnya yang diterbitkan Mayo Foundation
for Medical Education and Research menyatakan sistem kesehatan Amerika
dalam keadaan buruk dan dilakukan penelitian yang berfokus pada
kepemimpinan. Penelitian menyimpulkan bahwa kepemimpinan melayani adalah
orientasi kepemimpinan yang terbaik untuk organisasi kesehatan karena berfokus
pada kekuatan tim, membangun kepercayaan dan melayani kebutuhan pasien.
Pemimpin yang berorientasi melayani, sudah pasti siap untuk melakukan
perubahan dalam organisasi dan memperbaiki hubungan dengan pasien agar
pelayanan terhadap pasien lebih bermakna.
3

Orientasi kepemimpinan melayani telah diteliti dan diterima di berbagai


negara dan budaya termasuk literatur yang berlatar belakang agama kristen
maupun islam. Selain itu telah diaplikasi oleh berbagai organisasi seperti
organisasi kependidikan, keperawatan, sekolah agama maupun sekuler, organisasi
for-profit dan non profit, organisasi publik, dll (Parris and Peachey, 2013).
Sehingga dapat dikatakan bahwa orientasi kepemimpinan ini juga sangat relevan
untuk diteliti di Rumah Sakit Umum Daerah dan non profit di kota Ambon.

Sesuai dengan tulisan Greenleaf (2002) yang menyebutkan bahwa


keberhasilan pemimpin yang melayani (servant leader) dapat dinilai dengan
melihat apakah mereka yang dilayani menjadi sejahtera dan kemudian berbuat
yang sama kepada sesama, melayani sesama dalam bentuk yang sama seperti ia
dilayani. Maka, penelitian ini dilakukan untuk melihat di tingkat mana
kepemimpinan melayani dipersepsikan dokter dan perawat di rumah sakit.

1.2 Perumusan Masalah

Jumlah rumah sakit di kota Ambon sebenarnya belum mengalami


penambahan lagi sejak kurang lebih 30 tahun belakangan ini. Ada sembilan rumah
sakit yang terletak di kawasan kota Ambon yang terdiri dari delapan rumah sakit
umum (RSU) dan satu rumah sakit khusus daerah (RSKD).

Berikut ini adalah gambaran RSU yang ada di kawasan kota Ambon dilihat
dari klasifikasi kelas RSU dan status akreditasi.

Tabel 1. Klasifikasi RS dan status akreditasi RS di Kota Ambon


4

No Nama RS Penyelenggara Kelas Pentahapan Status


Akreditasi
Akreditasi

1 RSUD dr. M. Pemprop B Pentahapan II Lulus


Haulussy (12
pelayanan)

2 Rumkit Tk.III TNI II Pentahapan I Penuh


J.A Latumeten (5 Pelayanan)

3 RS AL TNI IV - Belum
terakreditasi

4 RS POLRI IV Pentahapan I Penuh


Bhayangkara (5 Pelayanan)

5 RS GPM Organisasi D Pentahapan I Penuh


(5 Pelayanan)
Sosial

6 RS Hative Organiasi D - Belum


Sosial terakreditasi

7 RS Al Fatah Organisasi D - Belum


terakreditasi
Sosial

8 RS Bhakti Swasta D Pentahapan I Bersyarat


Rahayu (5 Pelayanan)

Data pada tabel 1.1 memperlihatkan bahwa

1. Ada 8 RSU, 4 merupakan RSU milik pemerintah dan TNI/POLRI dan 4


RSU lainnya adalah milik swasta
5

2. Dengan sebagian besar rumah sakit di kota Ambon ada di kelas D, maka
dapat disimpulkan buruknya pelayanan kesehatan yang diterima
masyarakat di kota Ambon.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di RSUD dan RS swasta non


profit, ditemukan beberapa permasalahan yang terutama berkaitan dengan dimensi
kepemimpinan melayani yang berkaitan dengan kualitas pelayanan rumah sakit.

a) Masalah sumber daya merupakan masalah yang cukup memprihatinkan.


Di setiap RS swasta, jumlah tenaga perawat terbanyak berlatar belakang
pendidikan SPK dan tidak ada yang belatar belakang sarjana keperawatan.
Di RSUD
Tabel 1.2 Latar belakang pendidikan tenaga keperawatan RSUD

Tabel di atas menunjukan bahwa rumah sakit tidak mempersepsikan


kepemimpinan melayani dimensi, karena belum optimal memberikan
kesempatan bagi pegawainya untuk mengembangkan diri. Hal ini
menyebabkan kerugian bagi pegawai sebagai individu dan juga merugikan
rumah sakit dan pasien karena profesionalitas tenaga perawat
dipertanyakan.
b) Rumah dinas dokter RSUD saat ini sedang dalam sengketa tanah dan
dokter diminta untuk mencari tempat tinggalnya sendiri. Dokter merasa
kecewa karena merasa tidak dihargai atas kontribusi dan dedikasi yang
diberikan, merasa kecewa atas kebijakan RSUD. Hal ini dapat berakibat
menurunnya kualitas pelayanan yang diberikan para dokter sebagai bentuk
kekecewan terhadap pihak manajemen
c) RSUD sebagai RS rujukan juga memiliki masalah dengan fasilitas yang
kerap kali mengalami kerusakan. Pada pertengahan Maret 2015,
pemeriksaan darah rutin tidak dapat dilakukan karena kerusakan alat di
6

RSUD dan solusi yang diberikan dari pihak RS adalah, keluarga pasien
yang diminta mengantarkan sampel darah pasien ke salah satu RS swata
untuk diperiksa. Kerusakan alat laboratorium dan cara penyelesaian yang
dilakukan RS sudah terjadi selama bertahun-tahun karena dialami juga
oleh dua rekan dokter umum yang menjadi pasien tahun 2005 dan 2009.
Hal ini membuktikan bahwa perkembangan pelayanan RSUD selama
puluhan tahun tidak signifikan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian berdasarkan rumusan masalah adalah sebagi berikut :


a. Apakah RSUD dan RS non profit sudah mempersepsikan orientasi
kepemimpinan melayani?
b. Apakah ada perbedaan persepsi orientasi kepemimpinan melayani antara
RSUD dan RS swasta non profit?
c. Faktor apakah yang paling berpengaruh terhadap persepsi orientasi
kepemimpinan melayani
7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan melayani (Servant Leadersip)

2.1.1 Sejarah
Robert K Greenleaf adalah orang yang pertama kali berbicara tentang
kepemimpinan yang melayani di tahun 1970. Greenleaf terinspirasi dari cerita
The Journey to the East oleh novelis berkebangsaan Jerman, Herman Hesse
(1956). Bagi Greenleaf, cerita tersebut memiliki makna bahwa pemimpin yang
hebat awalnya adalah pelayan kepada sesama dan hal ini merupakan inti dari
kehebatan pemimpin dan pemimpin yang hebat muncul dari mereka yang awalnya
termotivasi oleh keinginan yang dalam untuk menolong orang lain (Spears 2004).
Selain kisah novel, ide orientasi kepemimpinan melayani dipengaruhi
juga oleh sang ayah, seorang profesor sosiologi dan beberapa orang yang
memberikan contoh kepemimpinan yang melayani baginya.

2.1.2 Perkembangan penelitian


Sebelum berbicara mengenai esensi dari gaya kepemimpinan ini, perlu
diketahui sedikit tentang Greenleaf. Sebagian besar dari pengalaman
berorganisasinya adalah berkecimpung selama 40 tahun di bagian penelitian,
pengembangan, dan pendidikan manajemen di AT&T, salah satu perusahan
telekomunikasi di Amerika. Setelah itu, ia bekarja sebagai konsultan untuk
institusi besar seperti Universitas Ohio, Ford Foundation, American Foundation
for the managment research, dll. Pada tahun 1985 mendirikan pusat penerapan
etika yang dinamakan Robert K Greenleaf center dan kepemimpinannya
dilanjutkan oleh Larry C Spears.

Riwayat pekerjaan, berorganisasi dan pengalaman Greenleaf sebagai


konsultan yang membentuk bebrapa institusi besar yang disebutkan di atas
meyakinkan kita bahwa gagasan tentang kepemimpinan melayani merupakan
sebuah gagasan berdasarkan pengalaman di dunia kepemimpinan yang panjang.
Tulisannya tentang kepemimpinan yang melayani meninggalkan kesan yang
mendalam bagi para pemimpin, pendidik dan profesi lainnya yang berkecimpung
8

di dunia kepemimpinan, manajemen, pelayanan dan pengembangan diri (Spears,


2002), termasuk beberapa penulis ternama. Peter Senge penulis The Fifth
Dicipline menyarankan untuk tidak membaca buku lain tentang kepemimpinan
sebelum membaca tentang kepemimpinan yang melayani dari Greenleaf karena
berisi pernyataan luar biasa dan sangat berguna tentang kepemimpinan, sedangkan
Max DePree penulis Leadership in Art yang pernah menjabat sebagai CEO
perusahan Herman-Miller mengatakan bahwa nilai pelayanan dari kepemimpinan
penting untuk dirasakan, dimengerti, dipercaya dan dipraktekan (Greenleaf,
1998).

Kepemimpinan melayanidalam beberapa buku dan literatur dihubungkan


dengan nilai-nilai Kristen, namun tidak berarti bahwa gaya kepemimpinan ini
menjadi tersegmentasi. Berbagai literatur yang merupakan hasil dari penelitian di
oganisasi berlatar belakang Islam menghubungkan nilai Islam dengan
kepemimpinan yang melayani. Contoh dari beberapa literatur :

a) Islamic Leadership at The International Islamic University yang


menyimpulkan bahwa dibandingkan gaya kepemimpinan
transformasional dan transaksional, kepemimpinan Islam lebih
memiliki kemiripan dengan servant leadership ( Ahmad et.al 2011).
b) Comparative study of servant leadership characteristics in management
texts and Imam Ali's tradition (Case study: Islamic Azad University-
Najaf Abad), dimana jurnal ini menghubungkan dimensi servant
leadership dengan tradisi Imam Ali (Bardeh et.al 2011).
c) Servant Leadership in the Bedouin-Arab Culture, yang menyimpulkan
bahwa servant leadership sangat berakar pada kebudayaan Arab/ Islam
(Sarayrah, 2004)
Perlu diketahui bahwa selain telah diteliti lintas kultur dan negara, gaya
kepemimpinan ini diaplikasi di berbagai bentuk organisasi, seperti data berikut
yang diperoleh dari hasil analisa konteks di literatur yang ditulis Parris dan
Peachey (2012), yaitu : edukasi (n=17), yang terdiri dari sekolah berlatar belakang
agama (n=6) dan sekolah sekuler (n=11) ; organisasi swasta sekuler (n = 7)
dimana di dalamnya termasuk organisasi keuangan ( n = 4) dan keperawatan (n=
9

3); organisasi publik (n = 2) ; organisasi religi (n=1) dan yang berkaitan dengan
sejarah (n=1). Literatur ini juga mengelompokan penelitian dalam 7 tema, yaitu:

a) Aplikasi lintas kultur : kepemimpinan yang melayani diterima,


dipraktekan di berbagai kultur
b) Penelitian tentang model konseptual karakteristik : melakukan pendalaman
tentang definisi konseptual ciri kepemimpinan yang melayani
c) Efektifitas tim : Penelitian tentang efektifitas kepemimpinan yang
melayani di tingkat unit. Penelitian membuktikan organisasi yang
dipimpin oleh kepemimpinan yang melayani melakukan penegakan
keadilan dan perlakuan yang sama dimana secara positif berhubungan
dengan persepsi pegawai tentang bagaimana setiap orang diperlakukan
atau procedural justice. Procedural justice memelihara kepercayaan pada
pemimpin, dan organisasi yang menciptakan keterbukaan dan lingkungan
yang saling percaya sehingga meningkatkan kolaborasi antar tim.
Kolaborasi tim menciptakan budaya menolong yang meningkatkan
perilaku kewargaan organisasi yang pada akhirnya meningkatkan
performa organisasi
d) Kesejahteraan pengikut : Efek organisasi yang dipimpin oleh servant
leader terhadap kesejahteraan pegawai.
e) Spiritualitas : Penelitian yang menghubungkan antara te mpat kerja yang
religius dengan kepemimpinan yang melayani dimana tidak ditemukan
bukti yang cukup untuk menghubungkan keduanya
f) Demografi : Penelitian yang menghubungkan kepemimpinan yang
melayani dengan data demografI, dan belum ditemukan hubungan
keduanya
g) Implementasi : Penelitian tentangkepemimpinan yang melayanidi
berbagai proses organisasi.
Tabel 2.1 Ikhtisar (Parris dan Peachey, 2012)
10
11

Semua penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa kepemimpinan


yang melayani bukan sekedar teori, namun merupakan orientasi kepemimpinan
yang dapat diteliti dan diaplikasi dalam berbagai konteks dan akan terus
berkembang.

2.1.3 Karakteristik dan dimensi


Hingga saat ini belum ada konsesus yang diterima tentang definisi
kepemimpinan yang melayani. Greenleaf sebagai penemu gaya kepemimpinan ini
dalam tulisannya tidak mendefinisikan kepemimpinan yang melayani dalam satu
kalimat ia mendiskripsikannya dalam tulisan The Servant as Leader yang juga
kemudian dikutup oleh penulis lainnya.
12

Dalam tulisannya, Greenleaf mendiskripsikan bahwa berawal dari


keinginan melayani, seorang servant leader kemudian terinspirasi untuk
memimpin. Ada perbedaan signifikan dari pemimpin yang sebelumnya adalah
seorang pelayan dengan pemimpin yang langsung menjadi pemimpin. Pemimipin
yang lebih dulu menjadi pelayan akan berbeda dalam pemberian perhatian pada
pengikutnya karena ia akan memastikan bahwa prioritas paling utama dari tiap
orang adalah dilayani. Kepemimpinannya akan diuji dengan melihat apakah
mereka yang dilayani akan berkembang secara pribadi? Apakah saat dilayani
mereka menjadi semakin sehat, bijaksana, bebas, mandiri, dan akan juga menjadi
pelayan? Apakah pengaruh pelayanan yang diberikan terhadap mereka yang
miskin? Apakah mereka akan mendapatkan keuntungan atau akan semakin
terpuruk? (Greenleaf 2002).

Kalimat lain yang selalu muncul dalam literatur yaitu pemimpin yang
melayaniadalah mereka yang mengutamakan kepentingan pengikutnya termasuk
pegawai, pelanggan dan komunitas di atas kepentingan pribadi (Spears, 2004).

Larry C. Spears adalah penerus Greenleaf sebagai CEO dari Robert K


Greenleaf Center for Servant Leadership, telah menjadi editor dan koeditor 10
buku tentang servant leadership dan juga mendirikan Larry C Spears for servant
leadership. Selain Greenleaf, tulisan Spears menjadi paling sering menjadi
rujukan berbagai penelitian tentang servant leadership. Spears mengambil intisari
dari tulisan Greenleaf dan mengembangkan 10 karakter servant leadership
(Spears 2004) yaitu :

1. Listening. Sungguh berkomitmen untuk mendengarkan orang lain dengan


penuh perhatian, mengetahui keinginan kelompok dan memperjelas
keinginan tersebut
2. Empathy. Berusaha keras mengerti dan berempati terhadap orang lain,
mengenal keunikan tiap orang, berpikiran positif terhadap rekan kerja
3. Healing. Mengenali luka emosi dan menyembuhkan orang yang menderita
seutuhnya.
4. Awareness. Kesadaran diri yang membantu mengerti masalah yang
melibatkan etika dan nilai
13

5. Persuasion. Pendekatan dengan cara persuasif daripada penggunaan


otoritas dalam membuat keputusan organisasi.
6. Conceptualization. Berusaha memelihara kemampuan dalam melihat
masalah atau organisasi dari suatu perspetif yang punya konsep yang
berarti berpikir melampaui cara pikir berdasarkan masalah dari hari ke
hari.
7. Foresight. Mampu mengerti pengalaman masa lalu, realitas saat ini dan
risiko dari keputusan yang diambil untuk masa depan
8. Stewardship. Berkomitmen untuk melayani orang lain, menekankan
keterbukaan dan pendekatan persuasif daripada kontrol.
9. Commitment to growth of people. Percaya setiap orang memiliki nilai
lebih dari yang terlihat dari kontribusi yang sudah diberikan pada
organisasi sehingga berkomitmen untuk mengembangkan tiap individu
10. Building community. Membangun komunitas dengan servant leader
sebagai pengarah jalan dan setiap servant leader menunjukan tanggung
jawab tanpa batas kepada komunitas.
Pattersons (2003) dalam disertasinya mengatakan bahwa kebaikan diri
membimbing seorang servant leader. Kepemimpinan yang melayani didefinisikan
sebagai pemimpin yang memimpin organisasi dengan berfokus pada kepentingan
pengikut, dengan demikian, pengikut mendapatkan perhatian utama, lebih utama
dari kepentingan organisasi. Ada 7 komponen kebaikan diri yang merupakan
esensi dari kepemimpinan melayani yang membentuk prilaku, sikap dan karakter,
yaitu :

1. Kasih Agapao. Mengasihi dalam konteks sosial dan moral dimana


pemimpin harus selalu mempertimbangkan keinginan pengikut, memiliki
kasih yang besar sehingga punya kemauan untuk belajar dari kelebihan
dan talenta yang dimiliki setiap pengikut.
2. Kerendahan hati. Berfokus pada orang lain, tidak berfokus pada diri
sendiri, tidak memuja diri.
3. Alturisme. Perhatian terhadap kesejahteraan orang lain dan akan
meningkatkan kesejahteraan pegawai walaupun harus mengorbankan
kepentingan pribadi pemimpin.
14

4. Visi. Pemimpin mencari tahu berbagai keinginan dan tujuan pegawai yang
berhubungan dengan apa yang ingin dilakukan pengikut atau komunitas
yang kemudian ditindaklanjuti pemimpin dengan memodifikasi aturan
organisasi dan metode yang cocok.
5. Kepercayaan. Kepercayaan muncul di saat yang sama dengan adanya visi
dimana pemimpin percaya pada kemampuan pengikut dalam mencapai
tujuan dan kemampuan dalam memungkinkan visi pemimpin dari dan
kepada pengikut terjadi.
6. Pemberdayaan. Visi dan kepercayaan berkembang menjadi pemberdayaan
atau terjadi pemberian kekuatan, otoritas, akuntabilitas, tanggung jawab,
sumber daya kepada pengikut untuk mencapai apa yang diinginkan
pengikut dan apa yang diinginkan pengikut sesuai visinya dalam
organisasi.
7. Pelayanan. Banyak peneliti yang menganggap bahwa pelayanan adalah
karakter yang membedakan servant leadership dari gaya kepemimpinan
lain. Pelayanan adalah apa yang perlu dilakukan pemimpin untuk
menyediakan apa yang dibutuhkan pengikutnya agar dapat menyelesaikan
tugasnya.

Gambar 2.1 Moedel Patterson


15

Winston (2003) mengembangkan konsep Patterson dengan model interaksi


pengikut kepada pemimpin.

Gambar 2.2 Model Winston

Model pengikut kepada pemimpin ini, menambahkan 3 komponen yaitu :

1. Komitmen terhadap pemimpin. Tingkat kepercayaan yang positif dari


pengikut terhadap pemimpin yang mengakibatkan mereka berusaha
menyelesaikan tugas sesuai keinginan pemimpin.
2. Efikasi diri. Persepsi tentang apa yang bisa atau tidak bisa dilakukan
pengikut, dimana persepsi akan kemampuan diri ini dipengaruhi oleh
pemimpin.
3. Motivasi intrinsik. Kecenderungan diri pengikut untuk berprilaku terentu
yang bukan merupakan hasil dari adanya penghargaan atau ancaman tetapi
merupakan hasil dari keinginan dalam diri. Motivasi intrinsik
mengakibatkan orang melakukan tugasnya dengan lebih baik dan
menghasilkan performa yang lebih tinggi dibandingkan dengan perilaku
pengikut yang muncul karena motivasi eksternal yaitu penghargaan dan
ancaman.
Parris dan Peachey (2012) dalam literaturnya menuliskan bahwa selain
Greenleaf dan Spears, Laub (1999) adalah yang paling sering dirujuk oleh para
peneliti dalam literatur yang berkaitan dengan kepemimpinan melayani.
16

Laub (1999) dalam disertasinya membuat instrumen untuk mengukur persepsi


organisasi terhadap kepemimpinan yang melayani. Dalam disertasinya, instrumen
disebut Servant Organization Leadership Assessment (SOLA) dan kemudian
berkembang menjadi Organizational Leadership Assessment (OLA). Instrumen
sampai saat ini dapat diakses di www.olagroup.com. Pengunjung situs OLA group
biasanya adalah pemimpin yang ingin melakukan penilaian terhadap organisasi
atau yang yang akan menggunakan instrumen untuk disertasi dan tesis. OLA tidak
dipakai untuk menilai pemimpin secara individu tetapi dipakai untuk menilai
bagaimana organisasi mempersepsikan kepemimpinan yang melayani.

Pada saat menulis disertasinya, Laub mengidentifikasi enam dimensi dari


organisasi yang efektif dan berorientasi pelayanan atau servant minded
organization dengan cara mencari tahu persepsi pemimpin direktur, manajer,
pengawas, dan tenaga kerja tentang kepemimpinan yang melayani (OLA group,
2015). OLA telah digunakan dalam organisasi kesehatan, dan menurut Parris dan
Peachey (2012), telah digunakan dalam enam penelitian kuantitatif (Herman
2010; Black 2010; Cerit 2010; Cerit 2009; Irving dan Longbotham 2007; Joseph
dan Winston 2005).

Enam dimensi Laub (2003) adalah

1. Menghargai orang lain (Values people). Pemimpin menghargai orang lain


dengan memberikan kepercayaan, melayani dengan menempatkan
kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi dan mendengarkan
dengan tidak menghakimi
2. Membangun orang lain (Develops people). Pemimpin menyediakan
kesempatan kepada orang lain untuk mengembangkan diri dan belajar,
menjadi panutan bagi pengikutnya dan membangun orang lain dengan
selalu memberi dorongan dan penguatan
3. Membangun komunitas (Builds community). Pemimpin membangun
komunitas dengan membangun hubungan antar pribadi yang kuat,
berkolaborasi dalam bekerja dengan orang lain, dan menghargai perbedaan
yang ada.
17

4. Menunjukan diri yang apa adanay (Display authenticity). Pemimpin


bersikap terbuka, bertanggung jawab, bersedia belajar dari orang lain,
memelihara integritas diri dan kepercayaan.
5. Bertindak sebagai pemimpin (Provides leadership). Pemimpin yang
memiliki mimpi masa depan, dalam bekerja mengambil inisiatif dan
membuat tujuan menjadi jelas.
6. Berbagi kepemimpinan (Shares leadership). Pemimpin berbagi
kepemimpinan dengan cara meyediakan kesempatan bagi orang lain
untuk ikut serta dalam kepemimpinan, berbagi kekuasaan, tidak
membatasi atau mengendalikan pengikutnya, berbagi statusnya sebagai
pemimpin dan memberikan kenaikan pangkat.
Mengetahui bagaimana kepemimpinan melayani dipersepsikan oleh organisasi
adalah dengan menentukan tingkat kepemimpinan yang dipersepsikan pegawai
berdasarkan rata-rata skor dari survey yang menggunakan instrumen OLA.
Semakin tinggi skor menunjukan semakin tinggi organisasi mempersepsikan
servant leadership.

Tabel 2.1. Tingkat persepsi Organisasi dan rentang skor OLA

Kategori organisasi Rentang skor

Sangat buruk (Toxic)


01.00-01.99

Buruk (Poor) 02.00-02.99

Terbatas (Limited) 03.00-03.49

Cukup(Moderate) 03.50-03.99
Sangat baik(Excellent) 04.00-04.49
Optimal (Optimal) 04.50-05.00

Kurang lebih ada 20 ciri kepemimpinan melayani yang berbeda dari


banyak literatur, termasuk didalamnya karakteristik yang dikemukakan Greenleaf.
18

Russell dan Stone (2002) mengelompokan ciri dari literatur tersebut menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok ciri fungsional yang paling sering muncul di berbagai
literatur dan kelompok ciri penyerta.

Ciri fungsional adalah karakteristik efektif yang dimiliki pemimpin dan


terlihat dari prilaku yang yang spesifik dilakukan pemimpin di tempat kerja yaitu :
visi, kejujuran, integritas, kepercayaan, pelayanan, panutan, pelopor, apresiasi
terhadap orang lain dan pemberdayaan. Tiap ciri berbeda satu dengan lainnya
namun saling berhubungan dan di beberapa kasus saling mempengaruhi.
Kelompok ciri penyerta yang menambah dan memperbanyak ciri fungsional yaitu:
komunikasi, kredibilitas, kompetensi, komitmen melayani, mengajar dan
delegasi tanggung jawab. Namun klasifikasi ini masih memicu banyak
perdebatan, karena tidak semua peneliti menyetujui penempatan beberapa ciri
sebagai penyerta.

Keberhasilan servant leader dalam memimpin dapat dinilai dengan


melihat apakah mereka yang dilayani akan menjadi lebih sehat, lebih bijaksana,
lebih bebas, lebih mandiri dan mungkin sekali akan juga menjadi pelayan
(Greenleaf, 2002). Pertukaran nilai terjadi saat mereka yang telah dilayani
kemudian berbuat yang sama kepada sesama, melayani sesama dalam bentuk
yang sama seperti ia dilayani. Ini adalah bentuk kepemimpinan yang berkualitas
yang terjadi jika pemimpin dilihat sebagai panutan. Seorang pemimpin yang
melayani mampu menjadi panutan karena memiliki berbagai karakteristik positif.

Berbagai penelitian mengungkapkan berbagai karakteristik atau ciri khas


yang secara tajam membedakan orientasi kepemimpinan melayani dari teori
kepemimpinan lain, yang dapat diukur untuk mengetahui apakah seluruh anggota
organisasi mempersepsikan orientasi kepemimpinan ini atau tidak.

2.1.4 Kepemipinan melayani sebagai kepemimpinan beretika


Cohen (1990) dalam bukunya mengatakan bahwa kepemimpinan adalah
seni mempengaruhi orang lain untuk menampilkan performa maksimal dalam
melakukan tugasnya dan bahwa kepemimpinan berhubungan dengan pencapaian
tujuan dengan cara bertindak melalui orang lain. Selain kemampuan diri, ada
19

banyak tujuan penting yang tidak dapat dicapai tanpa pertolongan orang lain yaitu
atasan, rekanan dan bawahan. Cohen menulis tentang hasil berbagai penelitian
terhadap pemimpin eksekutif yang membuktikan bahwa setiap pemimpin baik di
bidang bisnis, pemerintah, atau militer memiliki pendukung yang mendukung
kesuksesan karir mereka, tidak ada yang sampai di puncak karir tanpa pendukung.
Hanya dengan bantuan orang lain kita dapat mencapai tujuan penting dan tujuan
yang paling sulit. Kesuksesan hanya dapat diraih dengan melakukan
kepemimpinan yang baik dan membantu orang lain mencapai tujuan mereka.

Joseph Rost (1991) dalam tulisannya mengelompokan definisi


kepemimpinan dalam beberapa periode, yaitu (seperti dikutip Ciulla 1995):

1920an: Kemampuan untuk menanamkan keinginan pemimpin kepada


mereka yang dipimpin, sehingga menstimulasi ketaatan, rasa hormat,
loyalitas, dan kerjasama
1930an: Proses dimana berbagai aktifitas diatur oleh seorang pemimpin
untuk maju ke satu arah tertentu
1940an: Hasil dari kemampuan persuasif atau kemampuan
mengarahkan orang, terlepas dari gengsi atau kuasa yang datang dari
kantor atau lingkungan eksternal
1950an: Apa yang dilakukan pemimpin dalam kelompok, dimana
wewenang pemimpin secara spontan ditopang oleh anggota kelompok
1960an: Tindakan sesorang yang mempengaruhi orang lain untuk ikut
ke arah yang sama
1970an: Kemampuan untuk mempengaruhi
1980an: Menginspirasi orang lain untuk bertanggung jawab atas
tindakan yang dilakukan atas keinginan pemimpin
1990an; Hubungan pemimpin dan pengikut yang menginginkan
terjadinya perubahan untuk tujuan yang saling menguntungkan
Semua definisi yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak secara spesifik
berbeda antara satu dengan lain. Semua berbicara tentang proses, tindakan,
pengaruh yang membuat orang lain melakukan sesuatu. Perlu dilihat bahwa
definisi kepemimpinan di periode 1940, 1950, 1960 dan 1990 menyiratkan
20

hubungan pemimpin dan pengikut tanpa paksaan, terlihat dari penggunaan kata
mempengaruhi daripada kata menstimulasi,yang berarti pemimpin melihat
pengikutnya sebagai pribadi yang mandiri ( Ciulla, 1995). Ciulla juga mengatakan
bahwa yang terpenting adalah bukan mencari defenisi dari kepemimpinan tetapi
nilai apa yang terkandung dalam sebuah kepemimpinan, yang membedakan gaya
kepemimpinan dan membedakan kepemimpinan yang sebenarnya dengan
pemimpin karena posisi atau kedudukan.

Hitler bisa dikategorikan sebagai pemimpin jika nilai moral dan etika tidak
dimasukan dalam definisi kepemimpinan, sehingga Hitler bisa disejajarkan
dengan Gandhi. Namun jika nilai moral menjadi syarat, maka Hitler tidak
dikategorikan sebagai pemimpin, ia hanyalah kepala negara Jerman yang adalah
penindas dan kejam. Kepemimpinan tidak mengarahkan orang ke jurang, tidak
membangkitkan sisi gelap dari manusia ( Kotter, 1988). Kepemimpinan dikatakan
sebagai sebuah proses, dimana menurutnya kepemimpinan yang baik
menggerakan orang ke arah yang sungguh-sungguh dan sejatinya merupakan
keinginan mereka. Oleh sebab itu pertanyaan yang lebih penting adalah seperti
apakah kepemimpinan yang baik? Kepemimpinan yang baik harus dinilai dari
kedua sisi yaitu efektifitas seorang pemimpin juga nilai etika dan moral yang
dimiliki pemimpin.

Northhouse (2004) mencirikan etika sebagai esensi dari proses


kepemimpinan. Pemimpin secara etika berkewajiban untuk memperlakukan orang
lain dengan penghargaan dan penghormatan dengan cara merespon keinginan
pengikut dan peduli terhadap pengikut. Tindakan, perilaku, dan keputusan yang
diambil dipengaruhi oleh etika pemimpin.

Dewasa ini, diketahui bahwa organisasi sangat membutuhkan pemimpin


yang berprilaku sesuai nilai etika dan moral kemudian mampu mendorong mereka
yang dipimpinnya untuk menganut nilai-nilai yang sama dengannya (Stoute dkk.,
2012). Teori kepemimpinan yang kini berkembang dan berkaitan dengan etika
adalah servant leadership atau kepemimpinanyang melayani (Lanctot dan Irving
2010).
21

Gambar 2.3 Ilustrasi hubungan teori etika (Amadeo,2008)

I lustrasi di atas menunjukan bahwa teori kepemimpinan yang melayani,


kepemimpinan transformasional, otentik dan spiritual menonjolkan etika dan
didasari nilai. Avolio dan Gardner (2005) mengakui secara konsep ke empat teori
gaya kepemimpinan ini berhubungan dekat. Berikut penjelasan tentang kesamaan
dan perbedaan signifikan kepemimpinan yang melayani dengan teori dengan
kepemimpinan lain

a. Kepemimpinan Transformasional(Transformasional Leadership). Bass


(1998) menuliskan bahwa pemimpin transformasional memberi perhatian
lebih terhadap manfaat atau prinsip moral. Jika berhubungan dengan suatu
manfaat, sasarannya adalah keuntungan organisasi, masyarakat, kelompok,
tim atau untuk memenuhi tentangan misi atau tugas. Sedangkan dalam
hubungannya dengan prinsip moral maka sasarannya adalah melakukan
yang benar, melakukan apa yang sesuai dengan prinsip moral,
tanggungjawab, kedisiplinan, adat, peraturan dan tradisi masyarakat.
Namun pemimpin transformasional dapat menjadi transformasional
menjadi pseudo transformasional dimana pemimpin lebih memikirkan diri
sendiri, memikirkan kekayaan atau kekuasaan diri, eksploitatif, narsisitik,
berorientasi pada kekuasaan, termotivasi alasan politik dan terlihat
membengkokan nilai moral (Brown dan Trevino 2006 ; Bass 1998).
Pemimpin transformasional dimotivasi oleh pencapaian tujuan akhir
organisasi, sehingga dikatakan memiliki kelemahan dari sisi moral karena
22

untuk mencapai tujuan akhir itu pemimpin dapat melanggar ketentuan


etika organisasi dengan mengesampingkan kepentingan dan nilai individu
(Barbuto dan Wheeler 2006). Jadi, perbadaan yang sangat signifikan
adalah pemimpin transformasional memberdayakan pengikutnya untuk
meningkatkan performa kerja untuk kepentingan organisasi, sementara
pemimpin yang melayani berfokus pada kepentingan pengikutnya dengan
menciptakan kondisi yang meningkatkan kesejahteraan dan peran
pengikutnya sehingga kemudian visi rumah sakit dapat dengan mudah
menjadi visi bersama (Van Dierendonck,2011)
b. Kepemimpinan Otentik(Authentic Leadership ). Walumbwa dkk (2008)
mendefinisikan kepemimpinan otentik sebagai pola perilaku
kepemimpinan yang mengutamakan kekuatan jiwa dan lingkungan yang
beretika untuk memelihara kesadaran diri yang lebih baik, penghayatan
nilai moral, transparansi dalam hubungannya dengan kerja pemimpin
dengan pengikut, pembangunan diri.Pemimpin otentik sangat sadar
dengan perilakunya, sangat peduli dengan persepsi orang lain terhadap diri
mereka. Target pemimpin otentik adalah menjadi otentik atau menjadi diri
sendiri, bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya paling benar.
Berbeda dengan pemimpin otentik, pemimpin yang melayani tidak
menonjolkan diri dan selalu melakukan penyesuaian diri. Memisahkan
mana yang penting dan yang tidak, memisahkan yang penting dan yang
sangat penting dan melakukan yang lebih penting lebih dulu walaupun jika
harus menerima hukuman atau celaan karena menelantarkan pekerjaan
lain. Pemimpin yang melayani selalu bertanya pada diri sendiri tentang
bagaimana ia menggunakan dirinya untuk memberikan pelayanan terbaik.
Hal ini adalah nilai moral yang terus dikembangkan dan nilai moral ini
ditransaksasi antara pemimpin dengan pengikutnya dan juga dengan
pemangku kepentingan lain.
c. Kepemimpinan spiritual(Spiritual leadership ). Para pemimpin spiritual
percaya akan adanya rasa terpanggil yang dicirikan dengan alturime yang
berhubungan dengan pemimpin dan pengikut (Avolio dkk, 2009; Brown
dan Trevino 2006). Tujuan paling utama dari pemimpin spiritual adalah
23

menyatukan atau menciptakan perpaduan antara empat kekuatan


fundamental dari keberadaan manusia (badan, pikiran, hati dan roh)
sehingga orang akan termotivasi untuk meningkatkan performa,
meningkatkan komitmen organisasi dan secara personal merasakan
kebahagiaan, kedamaian dan ketentraman (Fry,2003). Kepemimpinan
yang melayani juga berbicara tentang alturisme sebagai salah satu ciri
yaitu perhatian terhadap kesejahteraan orang lain, walaupun harus
mengorbankan kepentingan pribadi pemimpin. Namun, yang
membedakannya dengan kepemimpinan spiritual adalah motivasi
pemimpin yang melayani untuk melayani pengikutnya, sehingga pengikut
menjadi lebih sehat, lebih bijaksana, lebih mandiri dan cenderung pada
waktunya akan juga menjadi pelayan. pemimpin yang melayanitidak
berfokus pada rasa damai dan tentram, bahkan jika berkaitan dengan isu
nilai dan etika, pemimpin yang melayani harus selalu merasa terganggu
dan terjaga (Spears,1995).
24

III. GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT

3.1. RSUD X

3.1.1 Sejarah
RSUD X sebagai rumah sakit kelas B dan merupakan rumah sakit rujukan
provinsi Maluku yang merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari 632 pulau besar
dan kecil. Luas daratan Provinsi Maluku yang hanya 7,6 % dari luas Wilayah
712.479,69 km2 dihuni oleh 1.200.000 jiwa. Rencana pembangunan Rumah Sakit ini
diprakarsai oleh 3 (tiga) orang dokter, masing-masing dr. D. P. Tahitu, dr. K. A. Staa
dan dr. L. Huliselan tahun 1946. Rumah sakit baru diresmikan pada tanggal 3 Maret
1954 dengan nama Rumah Sakit Umum Ambon dan dipimpin oleh dr.L. Huliselan
sebagai Kepala Rumah Sakit Umum Ambon yang pertama.
Kapasitas Rumah Sakit Umum Ambon pada saat peresmian adalah 90 tempat
tidur.Sesuai keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
51/Men.Kes/SK/II/79, tanggal 22 Februari 1979, Rumah Sakit Umum Ambon
ditetapkan menjadi rumah sakit kelas C. Saat ini RSUD dr. M. Haulussy memiliki 353
Tempat Tidur yang terdiri dari Kelas Utama 15 TT; Kelas I 33 TT; Kelas II 65 TT;
Kelas III 233 TT; dan Kelas Khusus 7 TT.

3.1.2 Visi, misi dan moto


Visi RSUD adalah: Rumah Sakit Mandiri dengan Pelayanan Profesional
Tahun 2013

Misi RSUD adalah menyelenggarakan pelayanan prima dalam rangka


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Maluku yang ditunjang oleh:

Sumberdaya manusia yang profesional;

a. Kerjasama antar profesi


b. Sarana dan prasarana yang memadai
c. Penerapan sistem informasi manajemen rumah sakit
d. Konsep bersih dan ramah lingkungan
e. Kemandirian organisasi
25

f. Kerjasama lintas sektoral dan lintas program

Motto RSUD adalah: Kami ada untuk melayani

3.1.3 Struktur Organisasi

Gambar 3.1 struktur organisasi RSUD X

3.1.4 Pelayanan
Selama tahun 2013, jumlah pasien pengunjung Rumah Sakit yang mendapat
pelayanan kesehatan sebanyak 46.342 orang, 13.511 orang atau 29% pasien baru,
sedangkan pasien lama berjumlah 32.831 orang atau 71%. Para pasien
memperolehpelayanan kesehatan di RSUD Dr. M.Haulussy baik di rawat jalan, inap
maupun dan gawat darurat. Aktivitas pelayanan tersebut telah mencakup upaya
kesehatan yang meliputi upaya kuratif rehabilitatif. preventif dan promotif.

Pelayanan Instalasi Gawat Darurat


Pelayanan rawat darurat merupakan pelayanan medis bagi pasien yang
memerlukan tindakan penanganan gawat darurat yang dilengkapi dengan peralatan
yang memadai. Pelayanan ini tersedia pada Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr.M.
26

Haulussy setiap hari selama 24 jam. Jenis pelayanan rawat darurat yang diberikan
adalah pelayanan Bedah, Non-Bedah, Kebidanan, Psikiatrik, dan Anak.
Selama tahun 2013, jumlah pasien yang mendapat pelayanan rawat darurat
sebanyak 18.956 pasien. Pelayanan terbanyak yaitu Non Bedah sebanyak 9.245
pasien, Kebidanan 3.350 pasien, Bedah 3.276 pasien, Anak 3.085 pasien. Dari seluruh
pasien rawat darurat, 12.517 pasien dirawat inap, 7 pasien pasien dirujuk ke RS lain
dan 6.213 pasien pulang, sedangkan sebanyak 185 orang dengan rincian meninggal di
UGD sebanyak 34 dan meninggal dalam perjalanan menuju UGD (DOA) sebanyak
34 .

Pelayanan Instalasi Rawat Jalan


Jumlah kunjungan rawat jalan tahun 2013, termasuk dari IRD,
sebanyak 86.518 orang. Dari total kunjungan rawat jalan, sebanyak 30,196
orang (35%) mendapat pelayanan rawat jalan pada 14 klinik yang tersedia,
sedangkan 37.366 orang (43%) mendapat pelayanan rawat jalan pada
Instalasi Penunjang Medis

Pelayanan Instalasi Rawat Inap


Jumlah kunjungan rawat inap selama tahun 2013 sebanyak 16.110
orang, dengan lama hari rawat dalam setahun sebanyak 85.639 hari. Dari
total pasien rawat inap, yang keluar meninggal sebanyak 810 orang (0.05%).
Indikator pelayanan rawat inap tahun 2013 menunjukkan angka BOR 66.94%,
ALOS 5,32 hari, TOI 2,64 hari, BTO 45,64 kali, NDR 2,98%, dan GDR
5,03%, MDR 0,68%, IDR 1,19. Dari seluruh indikator yang ada, RS telah
memenuhi standar BOR, ALOS, TOI, dan BTO. Peningkatan pelayanan RS harus
terus dilakukan agar angka NDR dan GDR menurun dan memenuhi standar
yang telah ditetapkan.

Tabel 3.1 Perbandingan Capaian indikator pelayanan RSUD


27

Indikator BOR, ALOS, BTO mengalami penurunan, hal ini disebabkan


oleh adanya rehabilitasi bangunan (ruangan perawatan) sehingga daya tampung
ruangan tidak maksimal, hal ini sejalan dengan TOI yang meningkat. Sedangkan
bila dilihat dari gambaran mutu pelayanan RS menunjukkan makin baiknya
pelayanan, hal ini ditunjukan dengan makin menurunnya NDR, GDR, MDR
dan IDR dibanding dengan tahun 2012.

Fasilitas Pelayanan Kesehatan

1. Fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia di RSUD Dr. M. Haulussy yaitu:


2. Instalasi Gawat Darurat
3. Instalasi Rawat Jalan
4. Instalasi Rawat Inap
5. Instalasi Bedah Sentral
6. Unit Perawatan Intensif yang terdiri atas ICU dan ICCU
7. Instalasi Farmasi
8. Instalasi Laboratorium
9. Instalasi Radiologi
10. Instalasi Rehabilitasi MedikPelayanan Khusus (Hemodialisa, Endoscopy,
Elektrokardiografi, Kemoterapi, dsb)
11. Instalasi Gizi
12. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
13. Instalasi Rekam Medis

Dari fasilitas yang tersedia, yang merupakan pelayanan unggulan RS yaitu


CTScan dan Mamografi pada Instalasi Radiologi, Endoscopy, dan
Kemoterapi. Fasilitas pelayanan pendukung lainnya yang sudah tersedia yaitu
28

ruang Flu Burung, pelayanan pengobatan TB dengan metode DOTS,


pelayanan VCT untuk penderita HIV-AIDS, dan pelayanan ambulans 24 jam.

Jumlah tempat tidur :

Kelas Utama 15 TT
Kelas I 33 TT
Kelas II 65 TT
Kelas III 233 TT
Kelas Khusus 7 TT

3.2. RS Y

3.2.1 Sejarah

Rumah Sakit Sumber Hidup RSSH) adalah rumah sakit swasta tertua di kota
Ambon, yang dikelola oleh yayasan Gereja Protestan Maluku. Sehingga, RSSH
merupakan rumah sakit swasta non profit. Berawal dari klinik pemeriksaan ibu
hamil di bulan Mei tahun 1946, berkembang menjadi rumah sakit bersalin dan
kemudian berkembang terus hingga menjadi rumah sakit umum pada tahun 1990.

3.2.2 Visi, Misi dan Tujuan

Visi RSSH adalah Menjadi Rumah Sakit Utama Masyarakat di Tahun 2017.

Misi :

1. Memberikan pelayanan dengan kasih, ramah, cepat, aman


2. Melakukan pendidikan dan latihan serta pengembangan SDM yang
berkesinambungan
3. Memberikan pelayanan dengan biaya yang dapat dijangkau masyarakat
4. Menyediakan sarana fisik dan peralatan yang memadai sesuai standar

Tujuan rumah sakit adalah menjadi mitra pemerintah dalam membangun kota
Ambon dalam bidang kesehatan, memelihara komitmen dalam meningkatkan
mutu pelayanan melalui peningkatan fasilitas sarana dan prasarana, sumber daya
manusia dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.
29

3.2.3 Struktur Organisasi

3.2.4 Pelayanan

Fasilitas pelayanan di RSSH

1. Pelayanan 24 jam
IGD : 3 TT
Rawat Inap : 60 TT
Kamar operasi : 1 Kamar
Kamar persalinan
Ambulance
Apotik
Laboratorium

2. Fasilitas Rawat Inap


Kelas III -> 5 bangsal
Kelas II -> 4 kamar
Kelas I -> 6 kamar
VIP -> 4 Kamar
Paviliun -> 11 Kamar
3. Fasilitas Rawat Jalan
Poliklinik umum
Poliklinik Kebidanan dan kandungan
4. Fasilitas Penunjang
Laboratorium Klinik
USG
5. Elektromedik diagnostik : EKG
6. Sarana : 2 unit ambulan

Jumlah tempat tidur adalah 60 TT


Kelas III -> 5 bangsal (24 TT)
Kelas II -> 4 kamar (9 TT)
Kelas I -> 6 kamar (12 TT)
VIP -> 4 Kamar ( 4 TT)
Paviliun -> 11 Kamar (11 TT)
30

3.2.5 Sumber Daya Manusia

Medis /Paramedis

Dokter Umum : 6 orang


Bidan : 6 Orang
Perawat : 57 orang

Non Medis : 56 orang

Penunjang Medis : 10 orang

3.2.6 Capaian indikator

Berikut adalah perbandiungan capaian indikator RSSH

No Indikator Tahun
2012 2013 2014
1 BOR 37.47 62.30 74.10
2 LOS 3.39 4.59 4.28
3 BTO 40.40 49.55 63.15
4 TOI -2.62 -3.96 -3.79
5 NDR 14.44 13.45 14.52
6 GDR 22.28 23.55 27.18
31

IV. KERANGKA TEORI dan KERANGKA KONSEP

Penelitian dilakukan berdasarkan tulisan Greenleaf (2002) yang


menyebutkan bahwa keberhasilan pemimpin yang melayani (servant leader) dapat
dinilai dengan melihat apakah mereka yang dilayani menjadi sejahtera dan
kemudian berbuat yang sama kepada sesama, melayani sesama dalam bentuk
yang sama seperti ia dilayani. Jadi pelayanan dilakukan oleh sesorang akan
dilakukan dengan baik jika orang tersebut telah dilayani. Untuk mengetahui
apakah mereka yang melakukan pelayanan telah dilayani sebelumnya, maka
perlu dilakukan pengukuran tingkat persepsi orientasi kepemimpinan melayani.

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui adakah perbedaan


persepsi kepemimpinan melayani antara RSUD X sebagai RS pemerintah dan RS
Y sebagaai RS non profit. Tingkat persepsi orientasi kepemimpinan melayani
dilakukan dengan mengukur persepsi terhadap enam dimensi Laub (1999).
Setelah mengetahui tingkat persepsi masing-masing rumah sakit, kemudian
dilakukan uji untuk mengetahui adakah perbedaan persepsi yang signifikan antara
ke dua RS.

Dimensi
1.Values people
Orientasi
2.Develop people
kepemimpinan
3.Builds comunity
Melayani
4.Display autheticity,
RSUD
5.Provide eadership,
6.Share leadership

Dimensi
1.Values people
Orientasi
2.Develop people
kepemimpinan
3.Builds comunity
Melayani
4.Display autheticity,
RS Non Profit
5.Provide Leadership
6.Share leadership

Gambar 4.1 Kerangka Konsep


32

Pertanyaan penelitian, yaitu :

1. Apakah RSUD X dan RS Y Ambon mempersepsikan orientasi


kepemimpinan melayani?
2. Apakah ada perbedaan persepsi orientasi kepemimpinan melayani di
RSUD sebagai RS pemerintah dan RS Ysebagai RS swasta non profit?
3. Faktor apakah yang paling berhubungan dengan tingkat persepsi orientasi
kepemimpinan melayani di RSUD dan RS Y.

4.3 Definisi operasional

Tabel 4.1 Definisi operasional

No Variabel Definisi Cara Alat Hasil


Operasional Ukur Ukur Ukur
1 Kepemimpinan yang melayani adalah sebuah orientasi kepemimpin yang
mengutamakan berfokus pada kepentingan mereka yang dipimpin di atas
kepentingan pribadi pemimpin dengan mengutamakan nilai-nilai :
penghargaan terhadap orang lain, membangun orang lain, membangun
komunitas, keaslian diri, bertindak sebagai pemimpin dan berbagi
kepemimpinan
1.1 Menghargai Pemimpin yang percaya Survey OLA Nilai 1-5
orang lain sepenuhnya pada orang Kuesioner 1 =
lain, selalu menunjukan sangat tdk
perhatian penuh, setuju
mendahulukan 5 =
kepentingan orang lain, sangat
dan mau mendengarkan setuju
tanpa menghakimi
1.2 Membangun Pemimpin yang Survey OLA Nilai 1-5
orang lain menyediakan kesempatan Kuesioner 1 =
untuk mengembangkan sangat tdk
potensi dan memberikan setuju
dorongan untuk 5 =
33

kemajuan orang lain sangat


setuju
1.3 Membangun Pemimpin akan Survey OLA Nilai 1-5
komunitas membangun hubungan Kuesioner 1 =
dengan orang lain, sangat tdk
menekankan kerja tim setuju
dan menghargai 5 =
perbedaan sangat
setuju
1.4 Menunjukan Pemimpin yang Survey OLA Nilai 1-5
diri apa mengetahui kekurangan Kuesioner 1 =
adanya diri dan terbuka pada sangat tdk
masukan orang lain, setuju
jujur, konsisten dan 5 =
berprilaku sesuai dengan sangat
nilai etika setuju
1.5 Bertindak Pemimpin yang Survey OLA Nilai 1-5
sebagai bertindak sebagai Kuesioner 1 =
pemimpin pemimpin dengan sangat tdk
memiliki visi untuk maju setuju
dan mengetahui apa yang 5 =
diperlukan untuk sangat
mencapai visi setuju
1.6 Berbagi Pemimpin yang berbagi Survey OLA Nilai 1-5
kepemimpin kepemimpinan, memberi Kuesioner 1 =
an kesempatan orang lain sangat tdk
untuk mengambil setuju
keputusan dan tidak 5 =
menonjolkan diri sangat
setuju
34

V. METODOLOGI PENELITIAN

5.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode studi kasus,


dimana akan dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu
keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara
yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data,
analisisinformasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh
pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi
dasar bagi riset selanjutnya. Karakteristik penelitian kuantitatif adalah pengujian
hipotesa, analisa deduktif dan menggunakan instrumen yang telah distandarisasi,
bertujuan menguji teori atau hipotesa yang tersusun oleh variabel yang dapat
diukur secara numerik dan dianalisa secara statistik (Creswell, 2002).

Pada penelitian ini dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat persepsi


rumah sakit terhadap kepemimpinanan melayani dengan mengukur enam dimensi
orientasi kepemimpinan melayani dengan instrumen OLA. Enam dimensi
kepemimpinan melayani adalah variabel yang dapat dilihat dan diukur dengan
menggunakan instrumen yang terstandarisasi.

5.2 Waktu dan tempat penelitiann

Penelitian dilakukan di bulan Mei 2015 di RSUD dr. M Haulussy,dan RS


Sumber Hidup.

5.3 Populasi dan Sampel Penelitian

5.3.1 Popoulasi

Populasi untuk penelitian ini adalah Dokter dan Perawat di RSUD X dan
RS Y kota Ambon
35

3.2 Sampel
Jumlah sampel untuk kuesioner OLA dan SERVQUAL, sesuai dengan
yang direkomendasikan di website www.Olagroup.com yang dirumuskan Krejcie
dan Morgan (1970) :

n= X 2 N P (1-P)

d2 (N-1) + X2P (1-P)

n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
X = standar deviasi normal untuk 1,96 dengan CI 95%
d = derajat ketepatan yang digunakan atau 0,1
p = proporsi target populasi adalah 0,5

Berdasarkan rumus diatas maka jumlah sampel yang didapat adalah 119 dan
berdasarkan proporsi maka jumlah sampel adalah

RSUD X : 96 sampel
RS Y : 23 sampel

5.4 Tenaga peneliti

Tenaga yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan dua
orang perawat yang sudah diberikan pengetahuan penuh tentang penelitian ini.

5.5 Teknik pengumpulan data

5.5.1 Sumber data

Sumber data pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari
jawaban kuesioner dan data profil dari tiap rumah sakit..

5.5.2 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah kuesioner OLA (organizational leadership


36

assessment). Instrumen yang didisain oleh Laub (1999) untuk mengukur persepsi
prilaku kepemimpinan yang melayani. OLA adalah instrumen yang telah teruji
validitas dan reabilitasnya.

5.6 Proses penelitian

5.6.1 Tahap awal penelitian

Proses penelitian dimulai dengan melakukan kunjungan ke RS dan


melakukan observasi awal untuk mengetahui gambaran umum, profil rumah
sakit dan permasalahan apa yang terjadi selama beberapa tahun terakhir. Setelah
itu menetapkan permasalahan yang akan dipakai sebagai fokus penelitian.
Kemudian mengumpulkan berbagai buku dan literatur tentang kepemimpinan,
khususnya tentangorientasi kepemimpinan yang melayani dan mengenai metode
penelitian. Sebagian besar literatur diunduh dari http://search.proquest.com ,
google dan google scholar.

5.6.2 Tahap penelitian

1. Penarikan sampel secara random sampling


2. Pengumpulan data dengan melakukan survey dengan menyebarkan 2 jenis
kuesioner
5.7 Uji Validitas dan Reabilitas

Uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen OLA tidak dilakukan


karena telah digunakan di berbagai penelitian. Menurut OLA group (2015),
validitas ditentukan dengan menggunakan panel ahli untuk menentukan seberapa
penting dan esensial karakteristik dari kepemimpinan yang melayani yaitu enam
pokok yang terdapat dalam instrumen. Proses delphy digunakan untuk membawa
para ahli dalam suatu konsensus terhadap gagasan mengenai organisasi yang
berorientasi pelayanan (servant minded organization). Sementara uji reabilitasnya
telah dilakukan dan menunjukan reabilitas tinggi. Pada uji lapangan yang pertama
kali dilakukan Laub (1999), skor yang didapat adalah 0.982 dengan menggunakan
koefisien cronbach-alpha. Uji yang dilakukan oleh beberapa peneliti lain yaitu
Horsman (2001), Thompson (2002) and Ledbetter (2003) juga menunjukan skor
37

yang sama atau lebih tinggi yang memverifikasi reabilitas OLA.

Laub (1999) Horsman (2001) Ledbetter (2003)

n=828 N=540 n=138


Total OLA .9802 .9870 .9814
Menghargai .91 .92 .89
orang lain
Membangun .90 .94 .88
orang lain
Membangun .90 .91 .89
masyarakat
Menunjukan diri .93 .95 .90
apa adanya
Melakukan .91 .92 .91
kepemimpinan
Shares .93 .95 .88
Leadership

Tidak diujinya instrumen ini sebenarnya merupakan salah satu kekurangan


dari proses penelitian yang telah dilakukan. Walaupun telah diuji di
berbagai penelitian, namun di Indonesia sendiri, instrumen OLA belum
pernah digunakan. Sehingga uji reliabilitas dan validitas seharusnya
dilakukan.

.
5.8 Analisa Data

Setelah mendapatkan hasil pengisian kuesioner, maka dilakukan pengolahan


data untuk menjawab pertanyaan dan tujuan penelitian.

Pertanyaan pertama tentang persepsi rumah sakit terhadap orientasi


kepemimpinan melayani, akan dianalisa sebagai berikut

a. Nilai mean total OLA yang didapat untuk mengetahui ada di tingkat mana
38

persepsi rumah sakit terhadap kepemimpinan melayani.


b. Nilai mean tiap dimensi untuk mengetahui bagaimana tiap dimensi
kepemimpinan melayani dipersepsikan

Pertanyaan penelitian ke dua tentang adakah perbedaan tingkat persepsi


persepsi orientasi kepemimpinan melayani antara RSUD X dengan RS Y swasta
non profit dijawab dengan melakukan uji t. Nilai p yang dihasilkan akan
menentukan apakah ada atau tidak ada perbedaan antara orientasi kepemimpinan
melayani di kedua RS. Jika p<=0.05 maka dapat dikatakan ada tingkat perbedaan
persepsi orientasi kepemimpinan melayani antara RSUD dengan RS non swasta
non profit.

Pertanyaan penelitian ke tiga adalah apakah ada hubungan antara faktor


demografi dengan orientasi kepemimpinan melayani dijawab dengan melakukan
analisa regresi linier berganda. Niai beta menunjukan ada atau tidak hubungan
antara karakteristik staf dengan persepsi orientasi kepemimpimelayani atau tidak.
39

VI. HASIL PENELITIAN

Kusioner yang lengkap diisi dan dikembalikan sesuai dengan jumlah


sampel yang telah dihitung sebelumnya yaitu sebanyak 119. Penelitian dilakukan
di RSUD X dan RS Y selama bulan Mei 2015.

6.1 Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dilakukan selama bulan Mei oleh peneliti dan dua orang
asisten peneliti. Penelitian terhadap responden staf rumah sakit umumnya
dilakukan pada sekitar pukul 14.00 di saat dokter umum dan perawat dan petugas
ruangan yang bertugas pagi telah selesai bertugas sehingga memiliki waktu untuk
melakukan pengisian kuesioner. Sementara untuk staf dokter spesialis, pengisian
kuesioner dilakukan di poliklinik setelah selesai praktek.

6.2 Hasil Penelitian

6.2.1 Karakteristik sampel

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi karakteristik staf


RS dan pasien/keluarga pasien sebagai responden. Karakteristik yang dibicarakan
dalam tabel 6.1 adalah karakteristik petugas menurut asal RS, profesi, jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan umur.

Berdasarkan Rumah sakit, responden RSUD X lebih banyak dari RS Y,


yaitu 80,7%. Profesi perawat lebih banyak yaitu 91.6% dengan petugas
perempuan lebih banyak yaitu 91.6%. Karakteristik pendidikan terakhir D3 adalah
yang terbanyak dibandingkan strata pendidikan yang lain.
40

Tabel 6.1 Karakteristik Staf Rumah Sakit

Karakteristik Petugas n=119 %


Rumah Sakit
RS Y 23 19,3
RSUD X 96 80,7
Profesi
Perawat 109 91,6
Dokter spesialis / Dokter Umum 10 8,4
Jenis Kelamin
Perempuan 84 70,6
Laki-laki 35 29,4
Tingkat Pendidikan Petugas
Tamat SMU & Sederajat 17 14,3
Diploma 1/2/3 & sederajat 86 72,3
D4/S1/S2 dan sederajat 16 13,4
Kelompok Usia Petugas
< 40 tahun 59 49,6
>= 40 tahun 60 50,4

6.2.1 Persepsi kepemimpinan melayani

Berikut adalah beberapa tabel yang menggambarkan persepsi dokter dan


perawatRSUD X dan RS Y di kota Ambon terhadap dimensi kepemimpinan
melayani. Nilai mean 1 adalah nilai minimal yang mengkin didapat, sedangkan
nilai mean 5 adalah nilai maksimal yang menggambarkan organisasi berada dalam
tingkat kesehatan yang luar biasa baik. Skor 4 menandakan organisasi
mempersepsikan kepemimpinan melayani secara optimal.

Tabel 6.2 Nilai Dimensi menghargai orang di tiap RS

Rumah Menghargai Orang


Sakit N Mean
RS Y
23 2.23
RSUD
96 2.61
41

Tabel 6.3 Nilai Mean Dimensi Membangun Orang di tiap RS

Rumah Membangun Orang


Sakit N Mean
RS Y
23 2.15
RSUD
96 2.23

Tabel 6.4 Nilai Mean Dimensi Membangun Komunitas

Rumah Membangun
Sakit Komunitas
N Mean
RS Y
23 2.23
RSUD
96 2.56

Tabel 6.5 Nilai Mean Dimensi Menunjukan Diri Apa Adanya

Rumah Menunjukan Diri


Sakit Apa Adanya
N Mean
RSSH
23 2.14
RSUD
96 2.37

Tabel 6.6 Nilai Mean Dimensi bertindak sebagai pemimpin

Rumah Bertindak sebagai


Sakit pemimpin
N Mean
RS Y
23 2.18
RSUD
96 2.35
42

Tabel 6.7 Nilai Mean Dimensi berbagi kepemimpinan

Rumah Berbagi
Sakit kepemimpinan
N Mean
RS Y
23 2.11
RSUD
96 2.02

Tabel 6.8 Analisa dimensi orientasi kepemimpinan melayani terhadap rumah sakit

Dimensi
Rumah
Kepemimpinan n Mean SD p
Sakit
Melayani
Menghargai Orang RS Y 23 2.23 1.03
0.108
RSUD 96 2.61 0.70
Membangun Orang RS Y 23 2.15 0.99
0.670
RSUD 96 2.23 0.70
Membangun
komunitas RS Y 23 2.23 1.01 0.086
RSUD 96 2.56 0.78
Menunjukkan diri apa
adanya RS Y 23 2.14 0.97 0.209
RSUD 96 2.37 0.73
Bertindak sebagai
pemimpin RS Y 23 2.18 0.98 0.317
RSUD 96 2.35 0.66
Berbagi
kepemimpinan RS Y 23 2.11 0.96 0.689
RSUD 96 2.02 0.94
Total Nilai RS Y 23 2.18 0.98
0.243
RSUD 96 2.38 0.70

Total skor dimensi kepemimpian melayani di dua RS ada pada level yang sama
yaitu di level otokratik menurut OLA. Hal ini didukung oleh hasil uji T yang
dilakukan dan mendapatkan nilai nilai p > =0.05 yang berarti tidak ada
perbedaan signifikan nilai mean RS Y dengan RSUD.
43

Tabel 6.9 Analisaorientasi kepemimpinan melayani terhadap dokter dan perawat

Dimensi Kepemimpinan
Profesi N Mean SD P
Melayani
Menghargai Orang Perawat 109 2.47 0.76
0.008
Dokter 10 3.16 0.83
Membangun orang Perawat 109 2.13 0.69
0.001
Dokter 10 3.13 0.92
Membangun komunitas Perawat 109 2.44 0.82
0.017
Dokter 10 3.10 0.79
Menunjukkan diri apa
adanya Perawat 09 2.27 0.75 0.004
Dokter 10 2.99 0.88
Bertindak sebagai
pemimpin Perawat 109 2.26 0.70 0.003
Dokter 10 2.96 0.76
Berbagi kepemimpinan Perawat 109 1.94 0.86
0.001
Dokter 10 3.15 1.09
Total Nilai Perawat 109 2.28 0.72
0.001
Dokter 10 3.07 0.83

Nilai p < =0.05 yang terlihat di tabel 6.4 menunjukan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara persepsi dokter dengan perawat terhadap
dimensi kepemimpinan melayani. Nilai mean yang ditunjukan dokter pada setiap
dimensi lebih tinggi daripada perawat dengan perbedaan yang signifikan. Dokter
berada pada tingkat kesehatan organisasi yang lebih baik dari perawat yaitu
limited organization health menurut OLA.

Tabel 6.10 menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin


tinggi tingkat persepsi terhadap orientasi kepemimpinan melayani. Terdapat
perbedaan persepsi kepemimpinan melayani yang signifikan sesuai tingkat
pendidikan terlihat dari nilai p < =0.05 pada 5 dari 6 dimensi orientasi
kepemimpinan melayani. Perbedaan persepsi tidak terlihat signifikan pada
dimensi membangun komunitas.

Tabel 6.10 Analisa orientasi kepemimpinan melayani terhadap tingkat pendidikan


44

Dimensi
Pendikan Petugas n Mean SD P
Kepemimpinan
Tamat SMU &
Menghargai Orang Sederajat 17 2.28 0.82
Diploma 1/2/3 & 0.084
sederajat 86 2.52 0.77
D4/S1/S2 dan sederajat 16 2.88 0.77
Tamat SMU &
Membangun orang Sederajat 17 1.93 0.59
Diploma 1/2/3 & 0.004
sederajat 86 2.17 0.72
D4/S1/S2 dan sederajat 16 2.76 0.88
Membangun Tamat SMU &
komunitas Sederajat 17 2.33 1.00
Diploma 1/2/3 & 0.184
sederajat 86 2.47 0.81
D4/S1/S2 dan sederajat 16 2.84 0.75
Menunjukkan diri Tamat SMU &
apa adanya Sederajat 17 2.15 0.77
Diploma 1/2/3 & 0.084
sederajat 86 2.29 0.76
D4/S1/S2 dan sederajat 16 2.71 0.81
Bertindak sebagai Tamat SMU &
pemimpin Sederajat 17 2.10 0.75
Diploma 1/2/3 & 0.062
sederajat 86 2.30 0.72
D4/S1/S2 dan sederajat 16 2.68 0.71
Berbagi Tamat SMU &
kepemimpinan Sederajat 17 1.85 0.83
Diploma 1/2/3 & 0.016
sederajat 86 1.96 0.89
D4/S1/S2 dan sederajat 16 2.66 1.13
Tamat SMU &
Total Sederajat 17 2.13 0.77
Diploma 1/2/3 & 0.044
sederajat 86 2.31 0.74
D4/S1/S2 dan sederajat 16 2.76 0.79

Tabel 6.11 menunjukan tidak ada perbedaan signifikan persepsi orientasi


kepepmimpinan melayani terhadap jenis kelamin. Ditinjau dari masing-masing
dimensi, dimensi menunjukan diri apa adanya adalah satu-satunya dimensi yang
secara signifikan dipersepsikan berbeda terhadap jenis kelamin dimana dapat
45

dikatakan tingkat persepsi laki-laki terhadap dimensi menunjukan diri apa adanya
lebih tinggi dibandingkan tingkat persepsi perempuan.

Tabel 6.11 Analisa orientasi kepemimpinan melayani terhadap jenis kelamin

Dimensi
Jenis
Kepemimpinan n Mean SD p
Kelamin
Melayani
Menghargai Orang Perempuan 84 2.45 0.72
0.065
Laki-laki 35 2.74 0.92
Membangun orang
lain Perempuan 84 2.15 0.68 0.198
Laki-laki 35 2.37 0.92
Membangun
komunitas Perempuan 84 2.41 0.76 0.115
Laki-laki 35 2.71 0.98
Menunjukkan diri
apa adanya Perempuan 84 2.23 0.71 0.042
Laki-laki 35 2.55 0.90
Bertindak sebagai
pemimpin Perempuan 84 2.24 0.65 0.085
Laki-laki 35 2.52 0.87
Berbagi
kepemimpinan Perempuan 84 1.95 0.86 0.166
Laki-laki 35 2.24 1.09
Total Perempuan 84 2.26 0.69
0.097
Laki-laki 35 2.55 0.90

Tabel 6.12 menunjukan bahwa tidak ada perbedaan persepsi orientasi


kepemimpinan melayani terhadap usia.
46

Tabel 6.12 Analisa kepemimpinan melayani terhadap usia

Dimensi
Kepemimpinan Usia n Mean SD p
Melayani
Menghargai
Orang < 40 tahun 59 2.49 0.85 0.518
>= 40 tahun 60 2.58 0.73
Membangun
orang < 40 tahun 59 2.16 0.76 0.424
>= 40 tahun 60 2.27 0.76
Membangun
komunitas < 40 tahun 59 2.43 0.87 0.414
>= 40 tahun 60 2.56 0.80
Menunjukkan diri
apa adanya < 40 tahun 59 2.25 0.79 0.280
>= 40 tahun 60 2.40 0.77
Bertindak sebagai
pemimpin < 40 tahun 59 2.25 0.78 0.273
>= 40 tahun 60 2.39 0.68
Berbagi
kepemimpinan < 40 tahun 59 1.97 0.93 0.412
>= 40 tahun 60 2.11 0.96
Total Nilai < 40 tahun 59 2.28 0.79
0.352
>= 40 tahun 60 2.41 0.73

Tabel 6.13. Analisa Regresi Linier Berganda Dimensi Kepemimpinan Melayani


Terhadap Karakteristik Pegawai.

Karakter Dimensi Kepemimpinan Melayani


Petugas
Hargai Bangun Bangun Tunjuk Sebagai Berbagi Total
Orang Orang Komu Diri Pemimpin Kepemimpi
nitas Adanya nan
RS 0.211 TB 0.177 0.238 TB TB TB
Profesi 0,260 0.365 0.233 TB 0.266 0.360 0.278
Pend. TB TB TB TB TB TB TB
J.kel TB TB TB TB TB TB TB
Usia TB TB TB TB TB TB TB
47

Analisa regresi linier berganda dilakukan untuk mengetahui manakah dari


karateristik petugas yang berhubungan dengan persepsi petugas terhadap
kepemimpinan melayani. Dari tabel terlihat bahwa secara keseluruhan jenis rumah
sakit tidak mempengaruhi persepsi kepemimpinan melayani. Faktor profesi
berhubungan signifikan dengan tingkat persepsi petugas terhadap kepemimpinan
melayani. Faktor pendidikan, jenis kelamin dan usia tidak berhubungan dengan
persepsi orientasi kepemimpinan melayani.
48

VII. PEMBAHASAN

7.1 Keterbatasan Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah


menggunakan kuesioner. Dalam pengisian kuesioner, setiap responden idealnya
didampingi peneliti atau asisten peneliti untuk memeberikan penjelasan tentang
pernyataan dalam kuesioner, tetapi tidak semua responden dapat didampingi.
Terutama kuesioner untuk staf rumah sakit karena kesulitan menemukan waktu
dimana peneliti dan asisten peneliti dapat mendampingi setiap responden karena
kesibukan responden mengurus pasien. Sementara ada sebanyak 60 pernyataan
dengan kalimat yang tidak semua dimengerti semua staf rumah sakit.

Meskipun telah terbukti teruji secara valid dan reliabel di banyak jurnal
yang di lakukan luar Indonesia, namun instrumen OLA belum teruji di Indonesia,
sehingga seharusnya sebelum digunakan dalam penelitian ini, uji validitas dan
reliabilitas tetap harus dilakukan sampai dinyatakan layak untuk dipakai sebagai
instrumen.

7.2 Pembahasan Hasil Penelitian

7.2.1 Tingkat Persepsi Orientasi Kepemimpinan Melayani

Bagian ini menjawab pertanyaan penelitian pertama tentang tingkat


persepsi Orientasi Kepemimpinan Melayani di 2 rumah sakit di kota Ambon.
Tabel 6.3 menunjukan bahwa persepsi orientasi kepemimpinan melayani staf
RSUD dan RS Y berada pada skor skor total OLA 2.34. Menurut klasifikasi skor
OLA, maka skor tersebut masuk dalam tingkat kesehatan organisasi yang buruk
dimana ciri kepemimpinan di tingkat ini adalah kepemimpinan otokratik..
Disebutkan juga bahwa ciri organisasi otokratik di atas menempatkan organisasi
menjadi sangat sulit untuk berkembang. Perubahan sangat diperlukan namun
sangat sulit dilakukan. Langkah dan tindakan yang sangat serius harus segera
dilakukan agar rumah sakit berkembang kearah yang positif.
49

Perkembangan yang dikatakan sulit ini sangat sesuai dengan kenyaataan


yang terjadi pada rumah sakit di kota Ambon. RS Y sebagai swasta tertua bahkan
berdiri sebelum RSUD, sampai saat ini masih berada pada kondisi pelayanan yang
buruk, tanpa perkembangan yang signifikan selama lebih dari 50 tahun. Demikian
dengan RSUD yang walaupun telah berkembang menjadi RS kelas B tetapi
kenyataannya masih mengalami problem keluhan pelayanan yang sama persis
dengan yang terjadi 10 tahun yang lalu.

Tabel 6.8 menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan tingkat


persepsi kepemimpinan melayani antara RS Y sebagai RS non profit dengan
RSUD sebagai RS pemerintah. Nilai p > =0.05 menegaskan itu. RSSH sebagai
rumah sakit non profit berlatar belakang agama, seharusnya menonjol dalam hal
kejujuran dan integritas, namun kenyataannya RS Y berada di tingkat yang sama
dengan RSUD, bahkan mendapatkan skor rata-rata yang lebih rendah dari RSUD.
Dimensi berbagi kepemimpinan adalah satu-satunya dimensi dimana RS Y
menghasilkan skor sedikit lebih tinggi diandingkan RSUD. Hal ini dapat
dijelaskan karena RSUD adalah RS milik pemerintah sehingga setiap keputusan
melibatkan birokrasi yang rumit dan cenderung top-down. RS Y seharusnya tidak
berurusan dengan birokrasi, dengan lingkup kerja yang jauh lebih kecil,
seharusnya bisa berkomunikasi dengan lebih baik dengan setiap staf rumah sakit,
membuka kesempatan bagi setiap orang untuk dapat ikut berbagi visi organisasi,
berbagi kepemimpinan dengan memberikan tanggungjawab penting bagi orang
lain.

Tabel 6.9 berbicara tentang analisa persepsi orientasi kepemimpinan


melayani terhadap profesi dokter dan perawat. Hal yang menarik disini bahwa
skor persepsi kepemimpinan melayani dokter berada pada tingkat yang berbeda
dengan perawat yaitu berada pada tingkat kesehatan organisasi yang terbatas,
yang mana berada satu tingkat lebih sehat dari perawat Pada tingkat ini, staf lebih
merasa dihargai dihargai dan didengar walaupun hanya jika staf memiliki
pendapat yang sama dengan pemimpin. Staf dapat mengambil keputusan dan
diberikan tanggungjawab jika memang pantas dilakukan dinilai dari posisi atau
jabatannya. Sudah ada kerjasama tim namun kolaborasi sangat minim.Sudah
50

terasa lingkungan yang saling percaya antar staf dan mulai ada motivasi melayani
tetapi tidak yakin bahwa organisasi juga berkomitmen terhadap staf. Hal ini
memang sesuai dengan kenyataan yang terjadi di rumah sakit.

Dokter mendapatkan tempat yang lebih istimewa dibandingkan perawat,


mereka dalam posisi yang lebih dihormati dan didengar dibandingkan dengan
perawat oleh manajemen. Dalam bekerja,perawat menempatkan diri di bawah
dokter sehingga mereka mengikuti apa saja yang diminta dokter sehingga di mata
dokter terasa ada kerja sama tim. Namun antar perawat sendiri, kerjasama tim
tidak terjadi.

Tabel 6.12 menampilkan hasil bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin


tinggi tingkat persepsi terhadap kepemimpinan melayani. Perbedaan signifikan
terjadi pada dimensi membangun orang yang dipersepsikan rendah oleh mereka
yang berpendidikan SMA sederajat. Hal ini dapat dijelaskan karena mereka adalah
staf yang paling tidak berkembang dalam karir dan tidak diberi kesempatan untuk
berkembang. Perbedaan tingkat persepsi yang signifikan juga terjadi pada dimensi
berbagi kepemimpinan, mereka yang berpendidikan rendah sudah pasti akan
mendapatkan porsi lebih sedikit dalam peran membangun organisasi.

Tabel 6.13. Analisa Regresi Linier Berganda Dimensi Kepemimpinan


Melayani Terhadap Karakteristik Pegawai dilakukan untuk mengetahui
karakteristik mana yang paling berhubungan dengan persepsi terhadap orientasi
kepemimpinan melayani. Hasil yang didapat adalah tingkat orientasi
kepemimpinan melayani berhubungan signifikan dengan profesi staf rumah sakit
51

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari tesis ini adalah

a. Persepsi orientasi kepemimpinan melayani staf RSUD dan RS Y berada


pada skor yang dapat diklasifikasi dalam tingkat kesehatan organisasi yang
buruk dimana ciri kepemimpinan di tingkat ini adalah kepemimpinan
otokratik.
b. Tidak ada perbedaan tingkat persepsi orientasi kepemimpinan melayani
antara rumah sakit swasta non profit dengan RSUD
c. Faktor demografi, jenis pekerjaan adalah faktor yang paling berhubungan
denga persepsi terhadap orientasi kepemimpinan di RS Y dan RSUD

8.2 Saran

8.2.1 Saran terhadap Rumah Sakit

Saran yang dapat diberikan kepada rumah sakit adalah dapat melihat tesis ini
sebagai bahan yang memberi gambaran tentang kondisi staf rumah sakit yang
memerlukan penghargaan dan perhatian dari pimpinan rumah sakit. Penghargaan
yang sesuai dengan kontribusi yang sudah mereka berikan merupakan langakah
yang baik untuk menunjukan bahwa rumah sakit menghargai keberadaan mereka
sebagai bagian penting dari performa seluruh rumah sakit. Penghargaan tersebut
pada gilirannya akan menumbuhkan kesadaran mereka untuk meningkatkan
kesadaran dirinya.

8.2.2 Saran untuk peneliti

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melihat hubungan


orientasi kepemimpinan melayani dan hubungannya dengan kepuasan pasien atau
52

kualitas pelayanan rumah sakit dengan menggunakan instrumen yang bisa


menjembatani dua variabel tersebut.
53

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Khaliq; Fontaine, Rodrigue (2011).Islamic Leadership at The


International Islamic University. International Journal of Economics
Management and Accounting

Anthony,Margareth (1981). An inside view of shared leadership.Educational


Leadership. Association for supervision and curicullum development

Avolio, B. J., & Gardner, W. L. (2005). Authentic leadership development:


Getting to the root of positive forms of leadership. Leadership Quarterly,
16, Hal. 315-338

Avolio, B.J., F.O. Walumbwa and T.J. Weber (2009). Leadership: Current
theories. Reasearch, and Future Directions, The Annual Review of
Psychology. Hal 421-449

Avolio, B.J., Bass, B.M. and Jung, D.I. (1999), Re-examining the components of
transformational and transactional leadership using the multifactor
leadership questionnaire, Journal of Occupational and Organizational
Psychology, Vol. 72, pp. 441-62.

Badri, Masood A, Attia Samaa ; Ustadii Abdulla M (2009). Healthcare quality


and moderators of patient satisfaction: testing for causality. International
Journal of Health Care Quality Assurance. Hal 382-410.
Bardeh et.al ( 2011).Comparative study of servant leadership characteristics in
management texts and Imam Ali's tradition (Case study: Islamic Azad
University-Najaf Abad).Interdisciplinary Journal of Contemporary
Research In Business.

Brown, M.E and L.K Trevino. (2006). Ethical leadershi : A Review and Future
Directions. The Leadership Quaterly 17, Hal. 596-616

Butt, M.M. dan De Run, E.C. (2010), Private healthcare quality: applying a
SERVQUAL model, International Journal of Health Care Quality
Assurance, Vol. 23 No. 7, pp. 658-673
54

Cerit, Y. (2009). The Effects of Servant Leadership behaviours of school


principals on teachers job satisfaction. Educational Managment
Administration & Leadership. Hal 600-623

Cerit, Y. (2010). The Effects of Servant Leadership on teachers organizational


commitment in primary schools in Turkey. International Journal of
Leadership and Education. Hal 301-317

Ciulla Joanne B (editor) (1995). Leadership Ethics, Mapping the Territory. Ethics,
The Heart of Leadership 2nd edition.

Chung, J Y., Jung, C.S.,Kyle, G T dan Petrick, J.F (2010). Servant Leadership and
Procedural Justice in The US National Park Service : The Antecendents
of Job Satisfaction. Journal of Park and Recreation Adminstration.

Cochran, Craig (2006), Becoming A Custmer Focused Organization, Library of


Congress Cataloging, Chicago CA.

Cohen, William A.(1990), The Art of The Leadership,

Creswell, J (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches.


Sage.

Creswell, J. W (2002). Educational research: Planning, Conducting, and


Evaluating Quantitative and Qualitative research. Upper Saddle River,
NJ: Pearson

Fry, Louis, W., (2003) Toward a theory of spiritual leadership, The Leadership
Quarterly, Hal. 693-727

Duffy, J.A., Duffy, M. and Kilbourne, W.E. (2001), A comparative study of


resident, family, and administrator expectations for service quality in
nursing homes, Health Care Management Review, Vol. 26 No. 3, pp. 75-
85

Greenleaf R K (1998). The Power of Servant Leadership. Barret Koehlers


Publishers, Inc. San Fransisco.CA
55

Greenleaf, R.K (2002). The Servant as Leader. Servant Leadership : A Journey


into the nature of legitimate power and greatness.

Hart, M.C. (1996), Measuring perceptions of quality in NHS clinics using the
SERVQUAL methodology, in Richargs, B. (Ed.), Healthcare Computing,
BJHC, Weybridge

Herman, R (2010), The promise of Servant Leadership for workplace Spirituality,


International Journal of Business Research, hal 83-102

Horsman, J. H. (2001). Perspectives of servant-leadership and spirit in


organizations. Dissertation Abstracts International, 62 (03), 1119

Irving, J.A., & Longbotham, G.J. (2007). Team Effectiveness and six essential
servant leadership themes : A regration model based on items in the
organizational leadershipassessment. International Journal of Leadership
Studies. Hal 98-113

Laub James A (1999). Assessing the Servant Organization Development of the


Servant Organizational Leadership Assessment (SOLA) Instrument.A
Dissertation Submitted to the Graduate Faculty at Florida Atlantic
University in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree.

Jabnoun, N dan Rasasi Aisha J.A L (2005). Transformational leadership and


service quality in UAE hospitals. Business And Economics--Production
of Goods And Services organizations", Healthcare Management Review,
Vol. 22 No. 2, pp. 74-89.

John, J., Yatim, F.M. and Mani, S.A. (2010), Measuring service quality of public
dental health care facilities in Kelantan, Malaysia, Asia-Pacific Journal of
Public Health/Asia-Pacific Academic Consortium for Public Health, Vol.
23 No. 5, pp. 742-753

Koornneef, E. (2006), Measuring quality in services for children with an


intellectual disability, International Journal of Health Care Quality
Assurance, Vol. 19 No. 5, Hal. 400-40
56

Kotter, John P. 1988. The Leadership Factor. A Division of Macmillan, Inc. New
York. p.16

Laub, J. A. (2003). From paternalism to the servant organization: Expanding the


Organizational Leadership Assessment (OLA) model, Paper presented at
the Servant Leadership Research Routable, Regent University, VA.

Laub James A (1999). Assessing the Servant Organization Development of the


Servant Organizational Leadership Assessment (SOLA) Instrument.A
Dissertation Submitted to the Graduate Faculty at Florida Atlantic
University in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree

Ledbetter, D. S. (2003). Law enforcement leaders and servant leadership: A


reliability study of the Organizational Leadership Assessment.
Dissertation Abstracts International, 64 (11), 4200.

Lee, M.A. and Yom, Y.H. (2007), "A comparative study of patients' and nurses'
perceptions of the quality of nursing services, satisfaction and intent to
revisit the hospital: a questionnaire survey", International Journal of
Nursing Studies, Vol. 44 No. 4, hal. 545-555

Leebov, Wendy dan Scott, Gail, Health Care Managers in Transition(1990),


Jossey-Bass Publishers, San Fransisco, California

Lim Puay Cheng; Tang Nelson K.H (2000 diperbaharui 2014). A study of
patients' expectations and satisfaction in Singapore hospitals.
International Journal of Health Care Quality Assurance. Vol 13

Lin, D.J., Li, Y.H., Pai, J.Y., Sheu, I.C., Glen, R., Chou, M.J. and Lee, C.Y.
(2009a), "Chronic kidney-disease screening service quality:
questionnaire survey research evidence from Taichung City", BMC
Health Services Research, Vol. 9 No. 239, e-p. 11

Lin, D.J., Sheu, I.C., Pai, J.Y., Bair, A., Hung, C.Y., Yeh, Y.H. and Chou, M.J.
(2009b), Measuring patient's expectation and the perception of quality in
57

LASIK services", Health and Quality of Life Outcomes, Vol. 7 No.63, e-


p. 8.

Lindberg, Laura; Kimberlain, Jennifer (2008), Engage Employees To Improve


Staff And Patient Satisfaction, Hospitals & Health Networks, Vol 82,
Hal.28-29

Miears, L. D. (2004). Servant leadership and job satisfaction: A correlational


study in Texas Education Agency region X Public Schools. Unpublished
doctoral dissertation, Texas A&M University.

Mostafa, M.M. (2005), An empirical study of patients' expectations and


satisfactions in Egyptian hospitals, International Journal of Health Care
Quality Assurance, Vol. 18 No. 7, pp. 516-532

Nekoei-Moghadam, M. and Amiresmaili, M. (2011), Hospital services quality


assessment: hospitals of Kerman University of Medical Sciences, as a
tangible example of a developing country, International Journal of Health
Care Quality Assurance, Vol. 24 No. 1, pp. 57-66

Neubert, Mitchell J.; Kacmar, K. Michele ; Carlson, Dawn S.; Chonko, Lawrence
B.; Roberts, James A.; (....), Regulatory focus as a mediator of the
influence of initiating structure and servant leadership on employee
behavior. Journal of Applied Psychology.

OLA Group ( copyright 1998-2015). www.OLAGroup.com. Diakses 2014-2015.

Parris D. L and Peachey J.W (2013). A systematic Literature Review of Servant


Leadership Theory in Organizational Contexts. J Bus Ethics.

Patterson Kathleen A., (2003)., Servant Leadership: A Theoretical Model, Regent


University

Pierce, J. L., & Newstrom, J. W. (2006). Leaders and the leadership process(4th
ed.). Boston: McGraw-Hill.
58

Reed L Lora et al (2011). A New Scale to Measure Executive Servant. Journal of


bussiness ethics

Resnick, S.M. and Griffiths, M.D. (2011), "Service quality in alcohol treatment: a
research note", International Journal of Health Care Quality Assurance,
Vol. 24 No. 2, pp. 149-163

Sarayrah Y K (2004) Servant Leadership in the Bedouin-Arab Culture. Global


Virtue Ethics Review.

Sendjaya, S., dan Pekerti A. (2010) Servant Leadership as antecendents of Trust


in Organization. Leadership and Organization Development Journal.

Steiger, Nancy J dan Balog Agnes (2010), Realizing Patient-Centered Care:


Putting Patients in the Center Not the Middle, Frontiers of Health Services
Management 26.4 , hal 15-25
Spears Larry J (2004). Practicing Servant Leadership. Servant to Servant.

Stouten; Jeroen van Dijke Marius; De Cremer, David (2012), Ethical leadership:
An overview and future perspectives. Journal of Personnel Psychology
11.1 : 1-6.

Tempier, R., Hepp, S.L., Duncan, C.R., Rohr, B., Hachey, K. and Mosier, K.
(2010), Patient-centered care in affective, non-affective, and
schizoaffective groups: patients' opinions and attitudes, Community
Mental. Health Journal, Vol. 46 No. 5, hal. 452-460.

Thompson, R. S. (2002). The perception of servant leadership characteristics and


job satisfaction in a churchrelated college. Dissertation Abstracts
International, 64 (08), 2738

Trastek, Victor F. MD; Hamilton, Neil W.JD; Niles, Emily E.BS, JD (2014),
Leadership Models in Health Care-A Case for Servant Leadership, Mayo
Clinic Proceedings, vol89,ed.3
59

Vinagre, M.H. and Neves, J. (2008), The influence of service quality and patients'
emotions on satisfaction, International Journal of Health Care Quality
Assurance, Vol. 21 No. 1, pp. 87-103

Walumbwa, F.O., Hartnel, C.A dan Oke, A (2010). Servant Leadership,


procedural justice climate, service climate, employees atitude, and
organizational Citizenship Behaviour : A Cross-level investigation.
Journal of applied Psychology

Wahington, R.R,. Sutton, C D. & Feild, H. S (2006). Individual Differences in


Servant Leadership : The Roles of Values and Personality. Leadership
and Organization Development Journal.

Winston Bruce,(2003), Extending Pattersons Servant Leadership Model:


Explaining How Leaders and Followers Interact in a Circular Mode.
Regent University.

York, Anne S; McCarthy, Kim A (2011). Patient, staff and physician satisfaction:
a new model, instrument and their implications. International Journal of
Health Care Quality Assurance

Youssef, F., Nel, D. and Bovaird, T. (1995), Service quality in NHS hospitals,
Journal of Management in Medicine, Vol. 9 No. 1, pp. 66-74.

Youssef, F., Nel, D. and Bovaird, T. (1996), Health care quality in NHS hospitals,
International Journal of Health Care Quality Assurance, Vol. 9 No. 1,
pp. 15-28.

Zamil, Ahmad Mahmoud; Areiqat, Ahmad Yousef; Tailakh, Waleed (2012). The
Impact of Health Service Quality on Patients' Satisfaction over Private
and Public Hospitals in Jordan: A Comparative Study. International
Journal of Marketing Studies. Hal 123-137
60

Anda mungkin juga menyukai