Anda di halaman 1dari 28

SISTEM NEUROPSIKIATRI

KONSEP NYERI NEUROLOGI DAN PENYAKIT YANG DITIMBULKAN

OLEH :

KELOMPOK 11

ALFIANTI RAJAB (C12116005)

FATIMA ANGRAINI (C12116330)

LENY HARTATI (C12116505)

NURUL HIDAYAH (C12116004)

MEDLY YASUKI (C12116519)

RIZKY AMALIA (C12116331)

ULFA NURFAJERIA (C12116313)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur atas segala nikmat yang Allah SWT.
Karena atas limpahkan rahmat kesehatan yang diberikan kepada kita terutama
sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.

Kemudian, tidak pula kita hanturkan salam dan salawat kepada junjungan alam Nabi
besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, para ulama dan seluruh muslim dan
muslimat. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, Oleh karena itu, saran dari dosen dan pembaca makalah ini sangat
kami perlukan untuk kesempurnaan makalah kedepannya.

Kami juga ingin mengucapkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu proses penyusunan makalah ini. Baik dari para Dosen/Ners maupun
pengarang buku sumber dan referensi yang tersedia. Demikian makalah yang dapat
kami buat. Semoga dapat bermanfaat.

Sekian dan Terimakasih. Wassalamualaikum Wr. Wb

Makassar, 12 Nopember 2017

Kelompok 11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang ...................................................................................................

b. Rumusan Masalah ...............................................................................................

c. Tujuan Masalah ..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

a. Defenisi Nyeri .................................................................................................

b. Klasifikasi nyeri ...............................................................................................

c. Faktor-Faktor yang mempengaruhi nyeri .........................................................

d. Fisiologi nyeri ...................................................................................................

e. Defenisi nyeri neuropatik ................................................................................

f. Etiologi nyeri neuropatik ..................................................................................

g. Patofisiologi nyeri neuropatik ..........................................................................

h. Manifestasi klinis nyeri neuropatik ..................................................................

i. Penatalaksanaan nyeri neuropatik ...................................................................

j. Konsep Keperawatan Nyeri neuropatik ...........................................................

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan ......................................................................................................
b. Saran ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual
yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran
seseorang, mengubah kehidupan orang tersebut. Akan tetapi, nyeri adalah konsep yang
sulit dikomunikasikan oleh klien (Berman, 2009). Rasa nyeri merupakan masalah yang
umum terjadi di masyarakat dan salah satu penyebab paling sering pasien datang
berobat ke dokter karena rasa nyeri mengganggu fungsi sosial dan kualitas hidup
penderitanya. Hasil penelitian The U.S. Centre for Health Statistic selama 8 tahun
menunjukkan 32% masyarakat Amerika menderita nyeri yang kronis dan hasil
penelitian WHO yang melibatkan lebih dari 25.000 pasien dari 14 negara
menunjukkan 22% pasien menderita nyeri, minimal selama 6 bulan. Pada populasi
orang tua, prevalensi nyeri meningkat menjadi 50% (Marazzitil, 2006). Rasa nyeri
akan disertai respon stress, antara lain berupa meningkatnya rasa cemas, denyut
jantung, tekanan darah, dan frekuensi napas. Nyeri yang berlanjut atau tidak ditangani
secara adekuat, memicu respon stress yang berkepanjangan, yang akan menurunkan
daya tahan tubuh dengan menurunkan fungsi imun, mempercepat kerusakan jaringan,
laju metabolisme, pembekuan darah dan retensi cairan, sehingga akhirnya akan
memperburuk kualitas kesehatan (Hartwig & Wilson, 2006).
Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan bisa dirasakan
sebagai rasa sakit. Nyeri dapat timbul di bagian tubuh manapun sebagai respon
terhadap stimulus yang berbahaya bagi tubuh, seperti suhu yang terlalu panas atau
terlalu dingin, tertusuk benda tajam, patah tulang, dan lain-lain. Rasa nyeri timbul
apabila terjadi kerusakan jaringan akibat luka, terbentur, terbakar, dan lain sebagainya.
Hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan posisi
tubuhnya (Guyton & Hall, 1997). Pada dasarnya, rasa nyeri merupakan mekanisme
pertahanan tubuh. Meskipun nyeri berguna bagi tubuh, namun dalam kondisi tertentu,
nyeri dapat menimbulkan ketidaknyamanan bahkan penderitaan bagi individu yang
merasakan sensasi ini.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Defenisi Nyeri?

2. Bagaimana klasifikasi Nyeri?

3. Apa Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Nyeri?

4. Bagaimana Fisiologi Nyeri?

5. Apa defenisi dari Nyeri neuropatik?

6. Bagaimana etiologi nyeri neuropatik?

7. Bagaiamana Patofisiologi nyeri neuropatik?

8. Bagaimana Manifestasi klinis nyeri neuropatik?

9. Bagiamana Penatalaksanaan nyeri neuropatik?

10. Bagaimana Konsep Keperawatan Nyeri neuropatik?

C. Tujuan Masalah

Untuk mengetahui :

1. Defenisi Nyeri

2. Klasifikasi Nyeri

3. Faktor- faktor yang mempengaruhi nyeri

4. Fisiologi nyeri

5. Defenisi nyeri neuropatik

6. Etiologi nyeri neuropatik

7. Patofisiologi nyeri

8. Manifestasi klinis nyeri neuropatik

9. Penataklasanaan nyeri neuropatik

10. Konsep Keperawatan Nyeri neuropatik


BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Nyeri

Nyeri secara umum menurut International Association for Study of Pain


(IASP) adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi.
Nyeri diartikan sebagai sensasi tidak menyenangkan yang melibatkan emosi
dengan atau tanpa kerusakan jaringan (Sembulingam, 2006). Menurut Oxford Concise
Medical Dictionary, nyeri adalah sensasi tidak menyenangkan yang bervariasi dari
nyeri yang ringan hingga ke nyeri yang berat. Nyeri ini adalah respons terhadap
impuls dari nervus perifer dari jaringan yang rusak atau berpotensi rusak (Burton,
2007).

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak


menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, yang
menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu
jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan bahan
yang dapat menstimulus reseptor nyeri yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier
dkk, 2009).
Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang
menyakitkan tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang
mengalaminya . Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber
yang dapat diidentiftkasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status
mental atau status psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam
banyak hal dan tidak hanya membayangkannya saja. Kebanyakan sensasi nyeri adalah
akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional. (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan definisi- definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu
pengalaman sensori yang tidak menyenangkan dan menyakitkan bagi tubuh sebagai
respon karena adanya kerusakan atau trauma jaringan maupun gejolak psikologis yang
diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya.
B. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis.
Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi terjadinya nyeri :
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat, biasanya
kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai
efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang disebabkannya karena
dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal,
endokrin, dan imonulogik (Potter & Perry, 2005).
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Nyeri
kronik berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan, karena
biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya. Jadi nyeri ini biasanya dikaitkan dengan
kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008). Nyeri kronik mengakibatkan
supresi pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor,
depresi, dan ketidakmampuan.
Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan
neuropatik (Potter & Perry, 2005):
a. Nyeri nosiseptif
Nosiseptif berasal dari kata noxsious/harmful nature dan dalam hal ini ujung
saraf nosiseptif, menerima informasi tentang stimulus yang mampu merusak
jaringan. Nyeri nosiseptif berdifat tajam, dan berdenyut (Potter & Perry, 2005).
b. Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik mengarah pada disfungsi di luar sel saraf. Nyeri neuropatik
terasa seperti terbakar kesemutan dan hipersensitif terhadap sentuhan atau
dingin. Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain nyeri somatik,
nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit
(superficial) pada otot dan tulang. Macam lainnya adalah nyeri menjalar
(referred pain) yaitu nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya
dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cidera organ visceral.
C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi nyeri
Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang
spesifik dan sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh
berbagai faktor yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status
emosional, pengalaman nyeri masa lalu, sumber nyeri dan dasar pengetahuan
pasien.Kemampuan untuk mentoleransi nyeri dapat rnenurun dengan pengulangan
episode nyeri, kelemahan, marah, cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat
ditingkatkan dengan obat-obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi dan praktek
spiritual (Le Mone & Burke,2008).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain :
a. Pengalaman Nyeri Masa Lalu
Semakin sering individu mengalami nyeri , makin takut pula individu tersebut
terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri tersebut.
Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri; akibatnya, ia ingin
nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Individu
dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri
dan pengobatannva tidak adekuat (Potter & Perry, 2005).
b. Kecemasan
Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik, kecemasan pasien
menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan
neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf
pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri (Le Mone &
Burke, 2008).
c. Umur
Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari
proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas kesehatan.
Di lain pihak, normalnya kondisi nycri hebat pada dewasa muda dapat dirasakan
sebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua mengalami perubahan
neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensori stimulus serta
peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses penyakit kronis yang lebih umum
terjadi pada dewasa tua seperti penyakit gangguan, kardiovaskuler atau diabetes
mellitus dapat mengganggu transmisi impuls saraf normal (Le Mone & Burke,
2008).
Cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara bereaksi orang
yang lebih muda. Karena individu lansia mempunyai metabolisme yang lebih
lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu
berusia lebih muda, oleh karenanya analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk
menghilangkan nyeri pada lansia. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang
sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakitnya
(misalnya diabetes), akan tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri
mungkin tidak berubah (Le Mone & Burke, 2008).
Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah
kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri. Lansia cenderung mengabaikan
lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan karena sebagian
dari mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal. Sebagian
lansia lainnya tidak mencari perawatan kesehatan karena mereka takut nyeri
tersebut menandakan penyakit yang serius. Penilaian tentang nyeri dan ketepatan
pengobatan harus didasarkan pada laporan nyeri pasien dan pereda ketimbang
didasarkan pada usia (Potter & Perry, 2005).
d. Jenis Kelamin
Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan
tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu
ternyata erat hubungannya dengan jenis kelatnin, dengan berbagai sifat tertentu.
Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang
berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik berperan dalam
perbedaan jenis kelamin (Le Mone & Burke , 2008).
Di beberapa kebudayaan menyebutkan bahwa anak laki-laki harus berani dan
tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam
situasi yang sama. Toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan
merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis
kelamin. Meskipun penelitian tidak menemukan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam mengekspresikan nyerinya, pengobatan ditemukan lebih sedikit
pada perempuan. Perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa sakitnya,
sedangkan laki-laki menerima analgesik opioid lebih sering sebagai pengobatan
untuk nyeri (Potter & Perry, 2005).
e. Sosial Budaya
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya dapat
membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada
harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya
akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan
lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif
dalarn menghilangkan nyeri pasien (Potter & Perry, 2005).
f. Nilai Agama
Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai cara
untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu menghadapi nyeri
dan menjadikan sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan kepercayaan ini
mungkin menolak analgetik dan metode penyembuhan lainnya; karena akan
mengurangi persembahan mereka (Potter & Perry, 2005).
g. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat
Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi nyeri
seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami nyeri seringkali bergantung
pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan,
perlindungan. Walaupun nyeri tetap terasa, tetapi kehadiran orang yang
dicintainya akan dapat meminimalkan rasa kecemasan dan ketakutan. Apabila
keluarga atau teman tidak ada seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin
tertekan. Pada anak-anak yang mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat
penting (Potter & Perry, 2005).
D. Fisiologi nyeri
Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga
pengalaman emosional dan psikologis yang menyebabkan nyeri, terdapat rangkaian
peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu transduksi, transrmisi, modulasi
dan persepsi. Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius diubah menjadi
aktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik (reseptor) terkait. Proses berikutnya, yaitu
transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer
yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang
meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang
otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex.
Proses ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas saraf yang bertujuan mengontrol
transmisi nyeri. Suatu senyawa tertentu telah diternukan di sistem saraf pusat yang
secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Senyawa ini
diaktifkan jika terjadi relaksasi atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto, 2003).
Proses terakhir adalah persepsi, proses impuls nyeri yang ditransmisikan
hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. Bahkan
struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan
karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif yang dialami
seseorang sehingga sangat sulit untuk memahaminya (Dewanto, 2003).
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia
(substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf
perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal
nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang
nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari
seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di
mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan.
Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan.
Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Di
bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mcngurangi nyeri di
dacrah yang terluka (Potter & Perry, 2005).
Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat
gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup.
Stimulasi saraf sensoris dengan cara menggaruk atau mengelus secara lembut di dekat
daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga rnencegah transmisi impuls nyeri.
Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya motivasi dari individu yang
bersemangat ingin sembuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang
dirasakan (Potter & Perry, 2005).
Kozier, dkk. (2009) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh
meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom (simpatis dan
parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan tekanan darah,
peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan otot,
dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis, sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri
dalam, berat , berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan,
kelelahan, dan pucat .
Pada kasus nyeri yang parah dan serangan yang mendadak merupakan
ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai sistem terbuka untuk beradaptasi dari
stressor yang mengancam dan menganggap keseimbangan. Hipotalamus merespon
terhadap stimulus nyeri dari reseptor perifer atau korteks cerebral melalui sistem
hipotalamus pituitary dan adrenal dengan mekanisme medula adrenal hipofise untuk
menekan fungsi yang tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan hilangnya
situasi menegangkan dan mekanisme kortek adrenal hopfise untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyediakan energi kondisi emergency untuk
mempercepat penyembuhan. Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi stressor
(nyeri) dapat menimbulkan respon stress seperti turunnya sistem imun pada
peradangan dan menghambat penyembuhan dan kalau makin parah dapat terjadi syok
ataupun perilaku yang meladaptif (Potter & Perry, 2005)

E. Defenisi nyeri neuropatik

Nyeri neuropatik atau yang disebut painful dysfunction of the nervous system
adalah gangguan neuronal fungsional dimana saraf perifer dan sentral terlibat. Nyeri
ini menimbulkan nyeri yang khas yang bersifat epikritik (tajam dan menyetrum) yang
ditimbulkan oleh serabut A delta yang rusak, ataupun protopatik seperti disestesia,
rasa terbakar, parestesia dengan lokalisasi yang tidak jelas yang disebabkan
olehserabut C yang abnormal. Kerusakan atau lesi serabut saraf aferen (SSA)
menyebabkan berbagai perubahan di SSA maupun neuron-neuron di jaringan radiks
dorsalis dan kornu dorsal. Tidak semua lesi SSA mampu menimbulkan nyeri neuropatik
(NN) sebab dalam praktek sehari-hari ditemukan hanya sebagian kecil penderita
neuropatik yang menunjukkan gejala nyeri.
F. Etiologi nyeri neuropatik

Nyeri neuropatik dapat timbul dari kondisi yang mempengaruhi sistem saraf tepi atau
pusat. Gangguan pada otak dan korda spinalis, seperti multiple sclerosis, stroke, dan
spondilitis atau mielopati post traumatik, dapat menyebabkan nyeri neuropatik.
Gangguan sistem saraf tepi yang terlibat dalam proses nyeri neuropatik termasuk
penyakit pada saraf spinalis, ganglia dorsalis, dan saraf tepi. Kerusakan pada pada
saraf tepi yang dihubungkan dengan amputasi, radikulopati, carpal tunnel syndrome,
dan sindrom neuropati jebakan lainnya, dapat menimbulkan nyeri neuropatik. Aktivasi
nervus simpatetik yang abnormal, pelepasan katekolamin, dan aktivasi free nerve
endings atau neuroma dapat menimbulkan sympathetically mediated pain. Nyeri
neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksius, yang paling sering
adalah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV, juga dapat
menyebabkan low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropati adalah hal
yang paling sering dan penting dalam morbiditas pasien kanker. Nyeri pada pasien
kanker dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringan saraf atau kerusakan sistem
saraf karena radiasi atau kemoterapi. Penyebab nyeri neuropatik yang paling sering :
Nyeri neuropatik perifer

Poliradikuloneuropati demielinasi inflamasi akut dan kronik


Polineuropati alkoholik
Polineuropati oleh karena kemoterapi
Sindrom nyeri regional kompleks (complex regional pain syndrome)
Neuropati jebakan (misalnya, carpal tunnel syndrome)
Neuropati sensoris oleh karena HIV
Neuralgia iatrogenik (nyeri post mastektomi atau nyeri post thorakotomi)
Neuropati sensoris idiopatik
Kompresi atau infiltrasi saraf oleh tumor
Neuropati oleh karena defisiensi nutrisional
Neuropati diabetic
Phnatom limb pain
Neuralgia post herpetic
Pleksopati post radiasi
Radikulopati (servikal, thorakal, atau lumbosakral)
Neuropati oleh karena paparan toksik
Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex)
Neuralgia post traumatik
Nyeri neuropatik sentral
Mielopati kompresif dengan stenosis spinalis
Mielopati HIV
Multiple sclerosis
Penyakit Parkinson
Mielopati post iskemik
Mielopati post radiasi
Nyeri post stroke
Nyeri post trauma korda spinalis
Siringomielia
G. Patofisiologi nyeri Neuropatik
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi
perifer, ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan
ekspresi dan distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan
meningkatkan eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang
bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik spontan (Woolf, 2004).
Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor
disebut nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik
serabut saraf pusat maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di
jaringan akan direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator
inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin, histamin, dan sebagainya. Mediator
inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri spontan,
atau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi) secara langsung maupun tidak
langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnya hiperalgesia. Trauma atau lesi
serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya remodelling atau
hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang masih berhubungan
dengan badan sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru (sprouting).
Tunas-tunas baru ini, ada yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan
sebagian lainnya tidak mencapai organ target dan membentuk semacam pentolan yang
disebut neuroma. Pada neuroma terjadi akumulasi berbagai ion-channel, terutama Na+
channel. Akumulasi Na+ channel menyebabkan munculnya ectopic pacemaker. Di
samping ion channel juga terlihat adanya molekul-molekul transducer dan reseptor
baru yang semuanya dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge, abnormal
mechanosensitivity, thermosensitivity, dan chemosensitivity (Devor and Seltzer,
1990). Ectopic discharge dan sensitisasi dari berbagai reseptor (mechanical, termal,
chemical) dapat menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan evoked pain.
Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat, dan bila lesi sembuh nyeri akan
hilang. Akan tetapi, lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis
dibanjiri potensial aksi yang mungkin mengakibatkan terjadinya sensisitasi neuron-
neuron tersebut. Sensitisasi neuron di kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya
alodinia dan hiperalgesia sekunder. Dari keterangan di atas, secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa nyeri timbul karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif baik
perifer maupun sentral.
Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron
sebagai stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini
dimulai dari kornu dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum
dorsalis (untuk viseral), sampai talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan
korteks insula. Karakteristik sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya
aktivitas neuron; rendahnya ambang batas stimulus terhadap aktivitas neuron itu
sendiri misalnya terhadap stimulus yang nonnoksious, dan luasnya penyebaran areal
yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan dari
berbagai neuron. Sensitisasi ini pada umumnya berasosiasi dengan terjadinya
denervasi jaringan saraf akibat lesi ditambah dengan stimulasi yang terus menerus dan
inpuls aferen baik yang berasal dari perifer maupun sentral dan juga bergantung pada
aktivasi kanal ion di akson yang berkaitan dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA.
Sejalan dengan berkembangnya penelitian secara molekuler maka ditemukan beberapa
kebersamaan antara nyeri neuropatik dengan epilepsi dalam hal patologinya tentang
keterlibatan reseptor misalnya NMDA dan AMPA dan plastisitas disinapsis,
immediate early gene changes. Yang berbeda hanyalah dalam hal burst discharge
secara paroksismal pada epilepsi sementara pada neuropatik yang terjadi adalah
ectopic discharge.
Nyeri neuropatik muncul akibat proses patologi yang berlangsung berupa
perubahan sensitisasi baik perifer maupun sentral yang berdampak pada fungsi sistem
inhibitorik serta gangguan interaksi antara somatik dan simpatetik. Keadaan ini
memberikan gambaran umum berupa alodinia dan hiperalgesia. Permasalahan pada
nyeri neuropatik adalah menyangkut terapi yang berkaitan dengan kerusakan neuron
dan sifatnya ireversibel. Pada umumnya hal ini terjadi akibat proses apoptosis yang
dipicu baik melalui modulasi intrinsik kalsium di neuron sendiri maupun akibat proses
inflamasi sebagai faktor ekstrinsik. Kejadian inilah yang mendasari konsep nyeri
kronik yang ireversibel pada sistem saraf. Atas dasar ini jugalah maka nyeri neuropatik
harus secepat mungkin di terapi untuk menghindari proses mengarah ke plastisitas
sebagai nyeri kronik. Neuron sensorik nosiseptif berakhir pada bagian lamina paling
superfisial dari medula spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang rendah
(raba, tekanan, vibrasi, dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan yang dalam.
Penelitian eksperimental pada tikus menunjukkan adanya perubahan fisik sirkuit ini
setelah cedera pada saraf. Pada beberapa minggu setelah cedera, terjadi pertumbuhan
baru atau sprouting affreen dengan non noksious ke daerah-daerah akhiran nosiseptor.
Sampai saat ini belum diketahui benar apakah hal yang serupa juga terjadi pada pasien
dengan nyeri neuropati. Hal ini menjelaskan mengapa banyak kasus nyeri intraktabel
terhadap terapi. Rasa nyeri akibat sentuhan ringan pada pasien nyeri neuropati
disebabkan oleh karena respon sentral abnormal serabut sensorik non noksious. Reaksi
sentral yang abnormal ini dapat disebabkan oleh faktor sensitisasi sentral, reorganisasi
struktural, dan hilangnya inhibisi (Woolf, 2004).
Nyeri neuropati merupakan nyeri yang dikarenakan adanya lesi pada sistem
saraf perifer maupun pusat. Nyeri ini bersifat kronik dan mengakibatkan penurunan
kualitas hidup penderita. Nyeri neuropati melibatkan gangguan neuronal fungsional
dimana saraf perifer atau sentral terlibat dan menimbulkan nyeri khas bersifat epikritik
(tajam dan menyetrum) yg ditimbulkan oleh serabut A yg rusak, atau protopatik
seperti disestesia, rasa terbakar, parestesia dengan lokalisasi tak jelas yang disebabkan
oleh serabut C yang abnormal. Gejala-gejala ini biasa disertai dengan defisit
neurologik atau gangguan fungsi lokal.
Umumnya, lesi saraf tepi maupun sentral berakibat hilangnya fungsi seluruh
atau sebagian sistim saraf tersebut, ini sering disebut sebagai gejala negatif. Akan
tetapi, pada bagian kecil penderita dengan lesi saraf tepi, seperti pada penderita stroke,
akan menunjukkan gejala positif yang berupa disestesia, parestesia atau nyeri. Nyeri
yang terjadi akibat lesi sistem saraf ini dinamakan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik
adalah nyeri yang didahuluhi atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada
sistem saraf.
H. Manifestasi klinis nyeri neuropatik

Fields HL (1990) dan Scadding J.W (1992), menyatakan bahwa pada


umumnya NN mempunyai manifestasi klinis nyeri neuropatik adalah :
1. Tidak tampak adanya kerusakan jaringan, (pada nyeri inflamasi/nosisepsi
tampak jelas). NN yang timbul disebut Stimulus independent pain.
2. Kualitas nyeri sukar dilukiskan, umumnya digambarkan sebagai nyeri seperti
terbakar, terkena sengatan listrik, tertusuk-tusuk, dan lain-lain.
3. Onset nyeri dapat segera (Neuralgia pada Herpes Zoster), dapat timbul lambat
(Post Herpetic Neuralgia, nyeri thalamus yang muncul 2-3 tahun post infark
serebri).
4. Nyeri neuropati dapat dirasakan pada daerah yang mengalami defisit sensorik
meluas di luar akar saraf yang relevan; hal ini merupakan pertanda adanya
mekanisme sensitisasi sentral.
5. Dapat terjadi allodinia, hiperalgesia, hiperpatia. Nyeri neuropati semacam ini
disebut Stimulus evoked pain.
6. Dapat dirasakan dalam bentuk serangan-serangan seperti rasa ditikam atau
ditusuk.
7. Dapat dijumpai adanya abnormalitas lokal atau regional aktifitas simpatis
seperti pada causalgia dan reflex simpatetic dystrophy.
I. Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik

Pada saat ini pengobatan medikamentosa merupakan pengobatan lini pertama


pada NN(Nyeri Neuropatik) dengan panduan sebagai berikut :
Tujuan terapi :
1. Meningkatkan kwalitas hidup dengan upaya mengurangi nyeri minimal
50%.
2. Tidak menimbulkan efek samping yang berat
3. Menjadikan penderita lebih fungsional
Dosis individual, senantiasa mulai dengan dosis rendah
Lakukan titrasi setiap 3-14 hari, dengan memperhatikan : berkurangnya rasa
nyeri, efek samping, kadar toksisitas.
Obat harus diminum sampai mencapai kadar serum stabil.
Adanya dose-response relationship, dosis meningkat nyeri berkurang
Polifarmasi untuk mengurangi efek samping obat
Sampaikan efek samping jangka panjang, tanamkan optimisme dan mampu
menerima nyeri sebagai bagian dari kehidupannya.
Ajarkan melakukan penilaian reaksi pengobatan (mengenal efek samping dan
membuat catatan harian).
A. Pengobatan farmakologik.
Pengobatan analgesik dapat dibagi atas 4 golongan :
Analgesik non opioid : AINS, asetaminofen, tramadol. Hanya diberikan bila
diduga ada proses peradangan dan adanya kompresi pada jaringan saraf.
Analgesik ajuvan-medikasi neuroaktif : antikonvulsan, anti depresan,
antihistamin, amfetamin, steroid, benzodiazepin, simpatolitik, obat anti
spasme otot dan neuroleptika. Antikonvulsan dan antidepresan yang paling
sering digunakn karena mempunyai efek sentral dan memperbaiki mood dan
depresi. Carbamazepin telah dizinkan oleh FDA untuk terapi nyeri.
Analgesik opioid: kodein, morfin,oksikodon kurang responsif untuk NN,
sehingga kadang dibutuhkan dosis tinggi.
Analgesik topikal : Capsaicin topikal menghilangkan substansi P,
mempengaruhi nosiseptor serabut C dan reseptor panas. Banyak
digunakan pada neuralgia herpetik akut dan neuralgia post herpetik.
B. Pengobatan nonfarmakologik dan rehabilitasi medik
Bertujuan untuk merangsang pengeluaran endorfin dan enkefalin yang
merupakan peredam nyeri alami yang ada dalam tubuh.
1. Modifikasi perilaku : relaksasi, terapi musik, biofeedback dan lain-lain.
2. Modulasi nyeri : modalitas termal, Transcutaneus Electric Nerve Stimulation
(TENS), akupuntur.
3. Latihan kondisi otot : peregangan, myofascial release, spray and strech.
4. Rehabilitasi vokasional

Pada tahap ini kapasitas kerja dan semua kemampuan penderita yang masih
tersisa dioptimalkan agar penderita dapat kembali bekerja.
C. Pengobatan Invasif
Pada kasus-kasus intractable neuropathic pain mungkin diperlukan intervensi
disiplin ilmu lain seperti anestesi, bedah saraf. Obat-obatan yang banyak digunakan
sebagai terapi nyeri neuropati adalah anti depresan trisiklik dan anti konvulsan
karbamasepin.
Anti depresan
Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi
nyeri neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin, maprotilin,
desipramin. Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu
memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik
menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor
presineptik. Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-
HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-
HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi
norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik
menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi
aktivitas adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan mengurangi siklik
adenosum monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na. Penurunan Si-Na yang
membuka berarti depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.
Anti Konvulsan
Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan
kedalam satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan
abnormal dari neuron-neuron di sistem saraf sentral. Seperti diketahui nyeri neuropati
timbul karena adanya aktifitas abnormal dari sistem saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh
hipereksitabilitas sistem saraf sentral yang dapat menyebabkan nyeri spontan dan
paroksismal. Reseptor NMDA dalam influks Ca2+ sangat berperan dalam proses
kejadian wind-up pada nyeri neuropati. Prinsip pengobatan nyeri neuropati adalah
penghentian proses hiperaktivitas terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan
sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi.
J. Konsep Keperawatan pada Nyeri Neuropatik

Proses keperawatan menurut Potter dan Perry (1997) adalah suatu pendekatan
dalam pemecahan masalah, sehingga perawat dapat merencanakan dan memberikan
asuhan keperawatan. Tahapannya meliputi : Pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan (termasuk identifikasi hasil yang diperkirakan), implementasi, dan
evaluasi.(Haryanto, 2008: 3).

1. Pengkajian
Potter dan Perry (1997), pengkajian adalah proses sistematis berupa
pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Fase dari pengkajian
meliputi pengumpulan data dan analisa data.
a. Pengumpulan data
Langkah ini merupakan langkah awal dan dasar dari proses keperawatan.
Dalam pengkajian, data dikumpulkan secara lengkap dari berbagai sumber, antara
lain dari klien, keluarga, pemeriksaan medis maupun catatan kesehatan klien.
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi dari klien
meliputi unsur Bio- Psiko- sosial- spiritual secara komprehensif. Data yang
dikumpulkan terdiri atas :
Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status marital, tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang rawat,
nomor medrek, diagnosa medis dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
Keluhan utama berupa keluhan yang dirasakan klien pada saat dilakukan
pengkajian. Riwayat penyakit sekarang merupakan informasi sejak timbulnya
keluhan sampai dirawat dirumah sakit. Berkaitan dengan keluhan utama yang
dijabarkan dengan PQRST yang meliputi hal-hal yang meringankan dan
memberatkan. Kualitas dan kuantitas dari keluhan, penyebaran serta tingkat
kegawatan atau skala dan waktu.
Riwayat penyakit dahulu yang perlu dikaji adalah riwayat pada nyeri yang
dirasakan.Riwayat penyakit keluarga, ditanyakan pada klien atau keluarganya,
apakah ada keluarga klien yang mempunyai penyakit keturunan dan penyakit
dengan riwayat yang sama. Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit.
c. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi, pernafasan
Perilaku : Meletakkan tangan di paha, tungkai, dan paha flexi
Expresi wajah
Intensitas Nyeri
P : Paliatif : Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri
Q : Qualitatif : Seperti apa, tajam, tumpul, atau tersayat
R : Regio : Daerah perjalan nyeri
S : Severe : Keparahan atau intensitas nyeri
T : Time : Lama waktu serangan atau frequensi nyeri
d. Data Psikososial
e. Data Spiritual,
f. Aktivitas/Istirahat, pada klien dengan Nyeri ditemukan adanya gejala gangguan
rasa nyaman, stress, gangguan tidur (insomnia/gelisah).
g. Data Penunjang
Foto Rongten kepela
EEG
CT-SCAN
Arteriografi, Brain Scan Nuklir
Pemeriksaan laboratorium(Tidak rutin atas indikasi)
Pemeriksaaan psikologi (jarang dilakukan).
h. Analisa data
Setelah data terkumpul, data harus ditentukan validitasnya. Setiap data yang
didapat, kemudian dianalisis sesuai dengan masalah. Menentukan validitas data
membantu menghindari kesalahan dalam intrepetasi data.

2. Diagnosa Keperawatan pada Nyeri Neuropatik


Intolenransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
Risiko bunuh diri berhubungan dengan adanya nyeri kronis
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan adanya
tumor.

NO NANDA NOC NIC


1 Domain 4 : Toleransi terhadap Terapi aktivitas
Aktivitas/istirahat aktivtas Monitor respon
Kelas 4 : Respons Kriteria hasil : aktivitas emosi,
Kardiovaskuler/Pulm kemampuan dalam fisik, social dan
onal melakukan aktivitas spiritual
hidup harian terhadap
Intoleran aktivitas aktivitas
berhubungan dengan Instruksikan
imobilitas pasien dan
keluarga untuk
melaksanakan
aktivitas yang
diinginkan
maupun yang
[telah]
diresepkan
Bantu klien
untuk
meningkatkan
motivasi diri
dan penguatan

2 Domain 12 : Status kenyamanan Manajemen nyeri


kenyamanan Criteria hasil : Lakukan
Kelas 1 : Control pengkajian nyeri
kenyamanan fisik terhadap komprehensif
gejala yang meliputi
Gangguan rasa Mampu lokasi,
nyaman menkomunika karakteristik,
berhubungan dengan sikan onset/durasi,
gejala terkait kebutuhan frekuensi,
penyakit kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri
dan factor
pencetus
Kurangi atau
eliminasi factor-
faktor yang dapat
mencetuskan
atau
meningkatkan
nyeri
Pemberian obat
Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas dan
keparahan nyeri
sebelum
mengobati
pasien
Cek perintah
pengobatan
meliputi obat,
dosis dan
frekuensi obat
analgesic yang
diresepkan

3 Domain 4 : Tingkat nyeri Monitor neurologi


aktivitas/istirahat Tidak bisa Monitor tingkat
Kelas 4 : respons beristirahata kesadaran
kardiovaskuler/Pulm Mengerang Monitor TTV
onal dan menangis Mulailah
Berkeringat melakukan
Risiko berlebihan tindakan
ketidakefektifan Kehilangan pencegahan
perfusi jaringan afsu makan sesuai peraturan,
perifer berhubungan jika perlu
dengan adanya
tumor

4 Domain 11 : Control nyeri Manajemen perilaku :


keamanan/perlindun Mengenali menyakiti diri
gan kapan nyeri Monitor pasien
Kelas 3 : Perilaku terjadi untuk adanya
kekerasan Menggunakan impuls
analgesic yang menyakiti diri
Risiko bunuh diri direkomendasi yang mungkin
berhubungan dengan kan memburuk
adanya nyeri kronis menjadi pikiran
atau sikap
bunuh diri
Bantu pasien
untuk
mengidentifikasi
situasi dan atau
perasaan yang
mungkin
memicu
perilaku
menyakiti diri
Berikan
pengobatan,
dengan cara
yang tepat,
untuk
menurunkan
cemas,
menstabilkan
alam
perasaan/mood,
dan menurunkan
stimulasi diri
5 Domain 12 : Kualitas hidup Peningkatan koping
kenyamanan Kemampuan Instruksikan
Kelas 1 : koping pasien untuk
Kenyamanan fisik Kemandirian menggunakan
dalam teknik relaksasi
Nyeri kronis melakukan sesuai dengan
berhubungan dengan aktivitas hidup kebutuhan
kerusakan system sehari-hari Dukung pasien
saraf untuk
mengevaluasi
perilakunya
sendiri
Dukung
penggunaan
sumber-sumber
spiritual, jika
dinginkan

3. Evaluasi
1. Pasien Toleransi terhadap aktivitasnya
2. Status kenyamanan pasien meningkat
3. Tingkat nyeri pasien menurun
4. Mampu mengontrol nyeri
5. Kualitas hidup pasien meningkat
BAB III

PENUTUPAN

a. Kesimpulan

Nyeri secara umum menurut International Association for Study of Pain


(IASP) adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau
berpotensi terjadi.
Klasifikasi nyeri berdasarkan pada waktu atau durasi terjadinya nyeri yaitu
nyeri akut dan nyeri kronik. Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan
menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri adalah Pengalaman nyeri masa lalu
,kecemasan,umur,jenis kelamin,sosial budaya,nilai agama,lingkungan dan
dukungan orang terdekat.
Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga
pengalaman emosional dan psikologis yang menyebabkan nyeri, terdapat
rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu transduksi,
transrmisi, modulasi dan persepsi.
Nyeri neuropatik atau yang disebut painful dysfunction of the nervous system
adalah gangguan neuronal fungsional dimana saraf perifer dan sentral terlibat.
Nyeri ini menimbulkan nyeri yang khas yang bersifat epikritik (tajam dan
menyetrum).
b. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang telah memahami
dan mempelajari asuhan keperawatan untuk pasien dengan penyakit nyeri neuropatik
dan sebaiknya langsung saja merujuk ke sumber referensi untuk keperluan informsi
tambahan lainnya. Dan kami juga membutuhkan saran untuk kesempurnaan makalah
kedepannya yang akan kami buat.
DAFTAR PUSTAKA

Black,J.M.,dan Hawks,J.H.2005.Medical Surgical Nursing.NewYork:Elseiver

Smeltzer,S.C.,&Bare,B.G.2013.Keperawata Medikal Bedah.Jakarta.EGC

http://skydrugz.blogspot.com/2011/02/patofisiologi-nyeri.html. Diakses tanggal 9 Nopember


2017. Diposkan tanggal 5 februari 2011.

http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-2_-Nyeri-
Neuropatik.pdf.

http://erepo.unud.ac.id/10087/3/ec989f17bf7dfc6083ea64b84c5f43b1.pdf.

Nanda International.2015.Diagnosa keperawatan:Defenisi&Klassifikasi 2015-2017.


Jakarta.EGC

Dochterman,J.M,dkk.2014.Nursing Intevensions Classification (NIC) (6 the


ed).Amerika: MosbyElseiver

Moorhead,S.dkk.2008.Nursing Outcomes Classification(NOC) (5 the ed). United


States of Amerika:Mosby Elseiver

Anda mungkin juga menyukai