MENINGOENCHEPALITIS
Oleh:
Pembimbing:
dr. H.A.R. Toyo, Sp.S (K)
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh
Thifah Ariqonitah Sr., S. Ked
NIM. 04054821618027
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi)
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Periode 2 Oktober 2017 6 November 2017.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulisan makalah laporan kasus yang berjudul
Meningoenchepalitis ini dapat diselesaikan. Pada Kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. H.A.R. Toyo, Sp.S
(K), selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus
ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Penulis
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi sistem saraf pusat mencakup seluruh struktur yang terdapat
di SSP, seperti meningitis, ensefalitis, abses otak maupun vaskulitis.1 Penyakit
yang menyerang otak merupakan masalah yang serius dalam bidang kesehatan
terutama di Indonesia.
Meningitis adalah inflamasi meningen, terutama araknoid dan piamater,
yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam ruang subaraknoid. Biasanya proses
inflamasi tidak terbatas hanya di meningen, tapi juga mengenai parenkim otak
(meningoensefalitis), ventrikel (ventrikulitis), bahkan bisa menyebar ke medula
spinalis.2
Meningitis dapat disebabkan oleh proses infeksi (bakteri, virus, jamur atau
parasit) maupun proses non-infeksi (penyakit sistemik, keganasan, atau reaksi
hipersensitivitas).1 Kasus Meningitis Bakterialis (MB) terdistribusi di seluruh
belahan bumi. Di negara dengan empat musim, MB lebih banyak terjadi di musim
dingin dan awal musim semi. MB lebih banyak terjadi pada pria. Insiden MB
adalah 2-6/100.000 per tahun dengan puncak kejadian pada kelompok bayi,
remaja, dan lansia. Tingkat insiden tahunan (per 100.000) MB sesuai patogennya
adalah sebagai berikut: Streptococcus pneumonia, 1,1; Neisseria meningitidis, 0,6;
Streptococcus, 0,3; Listeria monocytogenes, 0,2; dan Haemophilus influenza, 0,2.2
Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis virus lebih
sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering terjadi pada musim
panas. Encephalitis sendiri merupakan penyakit langka yang terjadi pada sekitar
0,5 per 100.000 orang, dan paling sering terjadi pada anak-anak, orang tua, dan
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah (misalnya, orang dengan HIV /
AIDS atau kanker).3
Meningitis bakterialis adalah kegawatdaruratan neurologik yang
mengancam jiwa yang memerlukan diagnosis dan terapi yang cepat. Penanganan
MB memerlukan pendekatan interdisipliner. Penegakan diagnosis meningitis
kadang sulit jika hanya mengandalkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
6
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. SS
Tanggal Lahir : 28 September 1971
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pagar Agung, Lahat
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Agama : Islam
Tanggal MRS : 5 Oktober 2017
No. RM/Register : 1027472/RI 17029036
II. ANAMNESIS
Penderita dirawat di bagian neurologi RSMH karena mengalami
penurunan kesadaran yang terjadi secara perlahan-lahan.
Sejak 16 hari SMRS, penderita mengalami penurunan kesadaran secara
perlahan-lahan. Penderita mulai susah berkomunikasi, pasien tampak bicara
sedikit-sedikit kemudian menjadi tidak bicara kemudian tampak mengantuk dan
susah dibangunkan. Pasien juga mengeluh sakit kepala, menurut pasien nyeri
kepala dirasakan berdenyut di puncak kepala, sebelum mengalami penurunan
kesadaran pasien demam tinggi terus menerus. Demam turun setelah minum obat
dari dokter yang pasien lupa namanya. Keluhan muntah menyemprot tidak ada,
kelemahan sisi tubuh tidak ada, bicara pelo tidak ada, mulut mengot tidak ada,
gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan belum dapat dinilai. Saat ini
pasien belum dapat mengerti isi pikiran orang lain baik secaralisan, tulisan
maupun isyarat dan belum dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan maupun isyarat.
4
III. PEMERIKSAAN
Status Internus (6 Oktober 2017)
Kesadaran : GCS = 10 (E3M5V2)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu Badan : 38,1 C
Pernapasan : 20 kali/menit
BB : 60 kg
TB : 165 cm
IMT : 22,04 kg/m2 (normoweight)
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-),sklera ikterik(-/-) bibir
kering (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
5
Thorax
Cor: I : Ictus kordis tidak terlihat
P : Ictus kordis teraba di 2 jari lateral linea midclavicula sinistra ICS V
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas
kiri 2 jari lateral linea mid clavicula sinistra ICS V
A : Bunyi jantung I-II (+) normal, HR= 80x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: I : Gerakan dada simetris kiri = kanan
P: Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor
A: Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Abdomen : I : Datar
P: Lemas
P: Timpani
A: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema pretibial (-)
Kulit : Turgor < 2
Status Psikiatrikus
Sikap : Belum dapat dinilai Ekspresi Muka : berkurang
Perhatian : Belum dapat dinilai Kontak Psikik : berkurang
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normochepali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
6
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Belum dapat dinilai
Anosmia Belum dapat dinilai
Hiposmia Belum dapat dinilai
Parosmia Belum dapat dinilai
N. Optikus Kanan Kiri
Visus Belum dapat dinilai
Campus visi V.O.D V.O.S
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
- Refleks cahaya
Langsung + +
Konsensuil + +
Akomodasi + +
- Argyl Robertson - -
Sensorik
- 2/3 depan lidah Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Otonom
Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Chvosteks sign Tidak ada Tidak ada
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Tidak ada laterisasi Tidak ada laterisasi
Kekuatan Tidak ada laterisasi Tidak ada laterisasi
Tonus Meningkat Meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps Meningkat Meningkat
- Triceps Meningkat Meningkat
- Radius Meningkat Meningkat
- Ulnaris Meningkat Meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Tromner Tidak ada Tidak ada
- Leri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Meyer Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Trofi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Klonus
- Paha Tidak ada Tidak ada
- Kaki Tidak ada Tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR Meningkat Meningkat
- APR Meningkat Meningkat
Refleks patologis
- Babinsky + +
- Chaddock + +
- Oppenheim Tidak ada Tidak ada
- Gordon Tidak ada Tidak ada
- Schaeffer Tidak ada Tidak ada
- Rossolimo Tidak ada Tidak ada
- Mendel-Beckhterew Tidak ada Tidak ada
Refleks kulit perut
- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
Refleks cremaster tidak ada kelainan
Trofik tidak ada kelainan
11
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : terpasang kateter
Defekasi : tidak ada kelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
12
REFLEKS PRIMITIF
Glabella : (-)
Palmomental : (-)
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Belum dapat dinilai
Afasia sensorik : Belum dapat dinilai
Apraksia : Belum dapat dinilai
Agrafia : Belum dapat dinilai
Alexia : Belum dapat dinilai
Afasia nominal : Belum dapat dinilai
URINE
Warna : tidak diperiksa Sedimen :
pH : tidak diperiksa - Eritrosit : tidak diperiksa
Protein : tidak diperiksa - Leukosit : tidak diperiksa
Darah : tidak diperiksa - Thorak : tidak diperiksa
Urobilin : tidak diperiksa - Sel Epitel : tidak diperiksa
Bilirubin : tidak diperiksa - Bakteri : tidak diperiksa
14
FESES
Konsistensi : tidak diperiksa Eritrosit : tidak diperiksa
Lendir : tidak diperiksa Leukosit : tidak diperiksa
Darah : tidak diperiksa Telur cacing : tidak diperiksa
Amuba coli : tidak diperiksa
Histolitika : tidak diperiksa
LIQUOR CEREBROSPINALIS
Makroskopi Kimia
- Volume : 2 mL - Nonne : Negatif
- Warna : Tidak berwarna - Pandy : Positif
- Kejernihan : Jernih - Protein : 273.8 mg/dL
- Bau : Tidak Berbau - LDH : 511 U/L
- Berat jenis : 1.010 - Glukosa : 59.8 mg/dL
- Bekuan : Negatif - Klorida : 122 mEq/L
- pH : 9.0
Mikroskopi
- Jumlah Lekosit: 36.0 sel/ul
- Hitung Jenis :
PMN :0%
MN : 100 %
Sel Blast : Tidak ditemukan
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Obs Penurunan Kesadaran
: Hemiparese Duplex Tipe Spastik
: Obs bangkitan umum tonik klonik
: GRM (+)
Diagnosis Topik : Meningen + Encephalon
Diagnosis Etiologi : Meningoencephalitis Bakteri
15
DIAGNOSIS BANDING
1. Meningoencephalitis Bakteri
2. Meningoencephalitis TB
V. PENATALAKSANAAN
A. Norfarmakologis
- Head up 30o
- O2 NRM 8-10 L/menit
- Diet cair 2100 kkal TKTP /NGT
- Mobilisasi Pasif
B. Farmakologis
- IVFD NS 0,9% gtt xx/menit (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x2 gr (IV)
- Inj. Dexamethason 4 x 10 mg (IV)
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Inj. Fenitoin 3 x 100 mg (IV)
- Inj. Vitamin B6, B12 1x1 ampul (IM)
- Paracetamol 3 x 1 gr (iv) (prn)
16
Follow Up
a. 6 Oktober 2017
S: Penurunan Kesadaran
O:
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Sensorium : E3M5V2
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 92x/menit
Respiratory rate : 24 x/menit
Temperature : 36,5C
SpO2 : 99%
Status Neurologis
N. III : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, 3mm/3mm
N. VII : Plica nasolabialis simetris
N. XII : Deviasi lidah bdd, disastria bdd
P: Norfarmakologis
- Head up 30o
- O2 NRM 8-10 L/menit
- Diet cair 2100 kkal TKTP /NGT
- Mobilisasi Pasif
- R/ Pemeriksaan laboratorium dan Pemeriksaan Ro Thorax dan CT-
Scan Kepala
Farmakologis
- IVFD NS 0,9% gtt xx/menit (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x2 gr (IV)
- Inj. Dexamethason 4 x 10 mg (IV)
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Inj. Fenitoin 3 x 100 mg (IV)
- Inj. Vitamin B6, B12 1x1 ampul (IM)
- Paracetamol 3 x 1 gr (iv) (prn)
18
b. 7 Oktober 2017
S: Penurunan Kesadaran
O:
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Sensorium : E2M5V2
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 75x/menit
Respiratory rate : 22 x/menit
Temperature : 36,5C
SpO2 : 99%
Status Neurologis
N. III : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, 3mm/3mm
N. VII : Plica nasolabialis simetris
N. XII : Deviasi lidah bdd, disastria bdd
: Lasseque (+/+)
: Kernig (+/+)
Gerakan Abnormal : tidak ada kelainan
Gait dan Keseimbangan : bdd
P: Norfarmakologis
- Head up 30o
- O2 NRM 8-10 L/menit
- Diet cair 2100 kkal TKTP /NGT
- Mobilisasi Pasif
- FU Hasil CT-Scan
Farmakologis
- IVFD NS 0,9% gtt xx/menit (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x2 gr (IV)
- Inj. Dexamethason 4 x 10 mg (IV)
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Inj. Fenitoin 3 x 100 mg (IV)
- Inj. Vitamin B6, B12 1x1 ampul (IM)
- Paracetamol 3 x 1 gr (iv) (prn)
21
c. 8 Oktober 2017
S: Penurunan Kesadaran
O:
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Sensorium : E2M4V2
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 82x/menit
Respiratory rate : 24 x/menit
Temperature : 36,4C
SpO2 : 99%
Status Neurologis
N. III : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, 3mm/3mm
N. VII : Plica nasolabialis simetris
N. XII : Deviasi lidah bdd, disastria bdd
: Lasseque (+/+)
: Kernig (+/+)
Gerakan Abnormal : tidak ada kelainan
Gait dan Keseimbangan : bdd
P: Norfarmakologis
- Head up 30o
- O2 NRM 8-10 L/menit
- Diet cair 2100 kkal TKTP /NGT
- Mobilisasi Pasif
Farmakologis
- IVFD NS 0,9% gtt xx/menit (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x2 gr (IV)
- Inj. Dexamethason 4 x 10 mg (IV)
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Inj. Fenitoin 3 x 100 mg (IV)
- Inj. Vitamin B6, B12 1x1 ampul (IM)
- Paracetamol 3 x 1 gr (iv) (prn)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Lobus Cerebral
Permukaan otak dibentuk oleh gyri yang dipisahkan oleh sulcus. Kedua
sulcus lateral dan sulcus sentralis dapat membagi hemisfer menjadi empat lobus :
- Lobus frontal
- Lobus parietalis
- Lobus temporal
- Lobus occipital
Lobus frontal terletak di depan sulcus sentralis, lobus parietalis terletak
dibelakang. Lobus temporal terletak di bawah sulcus lateral, dan sulcus parieto-
occipital memisahkan parietalis lobus dari lobus occipital. Jauh di dalam sulcus
lateral terletak insula, dilindungi oleh lobus frontal, parietal, dan temporal. Insula
ini sering dianggap sebagai lobus kelima. Tidak diketahui fungsinya pada otak
manusia. 3
b. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Membran ini dipisahkan dari
durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh
cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Pia mater berhubungan
dengan Universitas Sumatera Utara arachnoid melalui struktur-struktur jaringan
ikat yang disebut trabekulae dan septumseptum yang membentuk suatu
anyaman padat yang menjadi sistem rongga-rongga yang paling berhubungan.
Dari arachnoid keluar tonjolan-tonjolan mirip berry ke dalam sinus sagittal
superior atau asosiasi venous lacunae dan sinus lain beserta venavena besar.
c. Piameter
Lapisan piameter merupakan lapisan tipis yang berhubungan erat dengan otak
dan sum-sum tulang belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini
merupakan lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri atas jaringan
penyambung yang halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi
pada jaringan saraf.
29
3.2.2 Epidemiologi
Di Amerika, terdapat lebih dari 10.000 kasus dilaporkan setiap tahunnya,
namun insiden sesungguhnya dapat mencapai 75.000 kasus. Kurangnya pelaporan
dikarenakan tidak ada gejala klinis dari sebagian besar kasus dan
ketidakmampuan dari beberapa agen viral untuk tumbuh dalam kultur. Menurut
laporan CDC, perawatan pasien dalam rumah sakit dengan meningitis virus
bervariasi dari 25.000-50.000 setiap tahun. Insidensi meningoensefalitis adalah 11
per 100.000 populasi pertahun diperkirakan dalam beberapa laporan. 1
Prevalensi dan insiden di dunia bervariasi. Penyebab meningitis viral di
dunia adalah enterovirus, virus campak, VZV, dan HIV. Gejala meningitis dapat
timbul sedikit pada 1 dari 3000 kasus infeksi oleh agen ini. Studi dari Finland
telah memperkirakan insiden untuk menjadi 19 per 100,000 populasi pada anak
usia 1-4 tahun. Hal ini merupakan contrast signifikan hingga 219 kasus per
100,000 yang diperkirakan untuk anak lebih muda dari 1 tahun. Virus encephalitis
B Japaneese, pathogen tersering pada meningitis virus didunia, menyebabkan
lebih dari 35,000 infeksi setiap tahunnya melalui Asia tetapi diperkirakan untuk
menyebabkan 200-300 kali penjumlahannya dari infeksi subklinis. Distribusi dan
karakteristik penyerangan oleh vector arthropod, menunjukkan variabilitas
geografis yang kuat. Kurangnya aturan vaksinasi yang efektif pada Negara dunia
ketiga memainkan peranan pada ketimpangan geografis dari agen infeksi lain. 1
Insiden ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Sekitar 150-
3000 kasus, yang kebanyakan ringan dapat terjadi setiap tahun di Amerika
Serikat. Kebanyakan kasus herpes virus ensefalitis di Amerika Serikat. 1
Arboviral ensefalitis lebih lazim dalam iklim yang hangat dan insiden
bervariasi dari daerah ke daerah dan dari tahun ke tahun. St Louis ensefalitis
adalah tipe yang paling umum, ensefalitis arboviral di Amerika Serikat, dan
ensefalitis Jepang adalah tipe yang paling umum di bagian lain dunia. Ensefalitis
lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda. 1,2
31
3.2.3 Etiologi
Penyebab ensefalitis yang paling sering adalah infeksi karena virus.
Beberapa contoh termasuk: 1,2
Herpes virus
Arbovirus ditularkan oleh nyamuk kutu dan serangga lainnya
Rabies ditularkan melalui gigitan hewan
Ensefalitis mempunyai dua bentuk, yang dikategorikan oleh dua cara virus
dapat menginfeksi otak :
Ensefalitis primer. Hal ini terjadi ketika virus langsung menyerang otak dan
saraf tulang belakang. Hal ini dapat terjadi setiap saat (ensefalitis sporadis),
sehingga menjadi wabah (epidemik ensefalitis).
Ensefalitis sekunder. Hal ini terjadi ketika virus pertama menginfeksi bagian
lain dari tubuh kemudian memasuki otak.
Infeksi bakteri dan parasit seperti toksoplasmosis dapat menyebabkan
ensefalitis pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. 1,2
Berikut adalah beberapa penyebab yang lebih umum ensefalitis:
2.4 Virus herpes
Beberapa virus herpes yang menyebabkan ensefalitis antara lain sebagai
berikut.
1) Herpes simpleks virus. Ada dua jenis virus herpes simpleks (HSV)
infeksi. HSV tipe 1 (HSV-1) lebih sering menyebabkan cold sores
lepuh demam atau sekitar mulut Anda. HSV tipe 2 (HSV-2) lebih
sering menyebabkan herpes genital. HSV-1 merupakan penyebab
paling penting dari ensefalitis sporadis yang fatal di Amerika
Serikat, tetapi juga langka.
2) Varicella-zoster virus. Virus ini bertanggung jawab untuk cacar air
dan herpes zoster. Hal ini dapat menyebabkan ensefalitis pada
orang dewasa dan anak-anak, tetapi cenderung ringan.
3) Virus Epstein-Barr. Virus herpes yang menyebabkan infeksi
mononucleosis. Jika ensefalitis berkembang, biasanya ringan,
tetapi dapat berakibat fatal pada sejumlah kecil kasus. 1,2
32
3.2.5 Patofisiologi
Virus / Bakteri
Mengenai CNS
meningoensefalitis
- gangguan bicara
- kelemahan gerak
BB turun
nutrisi kurang
3.2.6 Diagnosis
a. Manifestasi Klinis
Trias meningitis5:
1. Demam
2. Kekakuan leher
3. Perubahan status mental
35
b. Pemeriksaan Radiologi
CT dan MRI sekarang merupakan pilihan tepat untuk menyelidiki
suspek lesi pada otak.6
- CT Scan
Sifat atau komposisi jaringan dapat ditentukan dengan melihat
kepadatan atau nilai Hounsfield.Ada empat kategori kepadatan
secara umum, yaitu pengapuran tulang atau yang sangat padat dan
putih terang, kepadatan jaringan lunak yang menunjukkan berbagai
nuansa warna abu-abu, kepadatan lemak yang berwarna abu-abu
gelap dan udara yang berwarna hitam. Dengan menerapkan prinsip-
prinsip ini, dimungkinkan untuk menentukan bagian yang terlihat
pada CT scan apapun, dan CT scan kepala pada khususnya.6
CT scan kepala dapat menunjukkan :
1. CT bisa menunjukkan hipodens pada pre kontras-hyperdensity
pada post kontras salah satu atau kedua lobus temporal, edema /
massa dan kadang-kadang peningkatan kontras. 7
2. Lesi isodens atau hipodens berbentuk bulat cincin, noduler atau
pola homogen dan menyangat dengan kontras, tempat predileksi
pada hemisfer (grey-white junction). 7
3. Bias ditemukan edema cerebri.
4. Kadang disertai tanda-tanda perdarahan.
38
Gambar 6. CT scan menunjukkan lesi massa yang besar dengan annular caption
setelah kontras intravena di hemisfer kanan, dengan mid-line shift6
- MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Gambaran ensefalitis pada MRI di dapatkan :
1. Perubahan patologis yang biasanya bilateral pada bagian medial
lobus temporalis dan bagian inferior lobus frontalis (adanya
lesi).7
2. Lesi isointens atau hipointens berbentuk bulat cincin, noduler
atau pola homogen dan menyangat dengan kontras, tempat
predileksi pada hemisfer (grey-white junction), pada T1WI. 7
3. Hiperintens lesi pada T2WI dan pada flair tampak hiperintens .6
39
B.
Terdapat perkembangan ensefalitis - hemispher otak kiri telah terlihat
dengan pembengkakan otak yang parah dan pergeseran struktur garis
tengah6
Gambar 13. Herpes simpleks tipe 1 ensefalitis pada seorang anak 11 tahun.
gambar a. T2-tertimbang menunjukkan lesi bilateral hyperintense dalamlobus
temporal (panah). b. gambar DW jelas menunjukkan lesi ini sebagai hyperintense
(anak panah). c. gambar ADC menunjukkan penurunan ADC ini lesi (panah).6
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
- Pemeriksaan darah lengkap, ditemukan jumlah leukosit meningkat.
- Pemeriksaan cairan serobrospinal :cairan jemih, jumlah sel diatas normal,
hitung jenis didominasi oleh limfosit, protein dan glukosa normal atau
meningkat.2
43
3.2.7 Tatalaksana
a. Kejang diatasi dengan :
Anti Kejang.
- Beri Diazepam iv pelan-pelan dengan dosis 0,3-0,5 mg/menit
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20mg. Obat yang praktis diberikan yaitu
diazepam rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kg. Atau:
Diazepam rektal 5mg untuk anak dengan BB kurang dari 10kg;
Diazepam rektal 10mg untuk BB lebih dari 10kg;
Diazepam rektal 5mg untuk anak dibawah 3 tahun;
Diazepam rektal 7,5mg untuk anak diatas 3 tahun
- Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulangi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih kejang, dianjurkan ke RS, agar dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
- Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara iv
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan
1mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti,
dosis selanjutnya adalah 4-8mg/kg/hari,dimulai 12 jam setelah
dosis awal.
- Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif. 3
b. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis diberantas dengan obat
obatan atau dengan operasi
c. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
Dosisnya 1 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 60 menit dan
dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam
45
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis
pertama 10 mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam.
Kortikosteroid masih menimbulkan pertentangan. Ada yang
setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang mengatakan
tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan
jalan nafas.1,2
d. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau
(shunting).
e. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 30 cc setiap hari selama 2
3 minggu, bila gagal dilakukan operasi.
f. Fisioterapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.1,2
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa
menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika
yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar
daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :
Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid
berarti daya tahan host telah menurun.
Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit
dan fagositosis tidak efektif.
Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan
komplemen dalam likuor rendah.3
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai
spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta
dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya antibiotika
diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.3
46
d. Ceftriaxon
- Dewasa dan anak > 12 tahun dan anak BB > 50 kg : 1 -
2 gram satu kali sehari. Pada infeksi berat yang
disebabkan organisme yang moderat sensitif, dosis
dapat dinaikkan sampai 4 gram satu kali sehari.
- Bayi 14 hari : 20 - 50 mg/kg BB tidak boleh lebih dari
50 mg/kg BB, satu kali sehari.
- Dewasa 15 hari -12 tahun : 20 - 80 mg/kg BB, satu kali
sehari. Dosis intravena > 50 mg/kg BB harus diberikan
melalui infus paling sedikit 30 menit.1,3
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika
yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini
Tabel 3. Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab
No Kuman penyebab Pilihan pertama Alternatif lain
1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim
2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol
3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol
4. S. aureus Nafosillin Vancomisin
5. S. epidermitis Sefotaksim Ampisillin bila sensitif dan atau
Enterobacteriaceae ditambah aminoglikosida secara
intrateca.
6. Pseudomonas Pipersillin + Sefotaksim
Tobramisin
7. Streptococcus Penicillin G Vankomisin
Group A / B
8. Streptococcus Ampisillin +
Group D Gentamisin
9. L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim
Sulfametoksasol
Dengan pengecualian dari HSV dan HIV, tidak ada terapi spesifik untuk
virusensefalitis .Manajemen mendukung dan sering membutuhkan masuk ICU,
yangmemungkinkan terapi agresif untuk kejang, deteksi tepat waktu kelainan
elektrolit dan bila perlu, pemantauan jalan napas dan perlindungan dan
pengurangan peningkatan tekanan intrakranial.Asiklovir adalah pilihan perawatan
untuk infeksi HSV. Infeksi HIV dapat diobatidengan kombinasi ARV.Infeksi M.
pneumoniae dapat diobati dengan doksisiklin, eritromisin, azitromisin,
klaritromisin atau, meskipun nilai mengobati penyakitmikoplasma SSP dengan agen ini
masih diperdebatkan. Perawatan pendukung sangat penting untuk menurunkan
tekanan intrakranial dan untuk mempertahankan tekanan perkusi serebral yang
memadai dan oksigenasi.
3.2.8 Komplikasi
Meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis.
Komplikasiakut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome
of Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis.
meningkatnya tekanan intrakrania (TIK) 4. Komplikasi intermediet terdiri atas
efusi subdural, demam, abses otak, hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik
adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian, kecacatan motorik 4,7.
3.2.9 Prognosis
Prognosis tergantung dari virulensi virus dan variabel-variabel terkait
dengan status kesehatan pasien, seperti usia yang ekstrim, status imunitas, dan
gangguan neurologis yang sudah ada sebelumnya. Hasil yang buruk dapat
diantisipasi pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dan orang dewasa yang lebih
dari 55 tahun.
Ensefalitis herpes simpleks yang tidak diterapi memiliki mortalitas 50-75%,
dan hampir 100% dari korban mengalami sekuele motorik jangka panjang dan
cacat mental. Mortalitas rata-rata ensefalitis herpes simpleks yang diterapi adalah
20%. Sekitar 40% pasien mengalami kesulitan belajar, gangguan memori,
kelainan neuropsikiatri, epilepsi, defisit pengendalian motorik halus, dan disartria.
Ensefalitis varicella-zoster memiliki angka mortalitas 15% pada pasien
imunokompeten dan hampir 100% pada pasien imunosupresi.
49
Fungsi luhur dan sensorik belum dapat dinilai karena pasien dalam
keadaan somnolen. Tidak ditemukan gerakan abnormal. Gait dan keseimbangan
belum dapat dinilai.
Pada pemeriksaan gejala rangsang meningeal didapatkan kaku kuduk
positif, lasseque positif pada kedua ekstremitas bawah, dan kernig positif pada
kedua ekstremitas bawah. Hal ini menunjukan ada inflamasi pada meningen.
Manifestasi klinis dari spasme otot leher disebut kaku kuduk, oleh karena
manuver yang meregangkan elemen neural dan meninges pada canalis spinalis
memberikan mekanisme protektif untuk meminimalisir tekanan pada struktur
yang terinflamasi. Sebagai contoh, spasme otot servikal menimbulkan kaku
kuduk, dan spasme otot-otot lumbal bermanifestasi sebagai Kernigs sign.
Pada pemeriksaan darah rutin dan kimia darah didapatkan peningkatan
jumlah leukosit (16.300/mm3) yang menunjukkan adanya proses infeksi. Analisis
liquor cerebrospinalis ditemukan tidak berwarna, jernih, tidak berbau, bekuan
tidak ada, dan pH 9.0. Secara mikroskopis LCS ditemukan jumlah leukosit 36.0
sel/ul diantaranya PMN 0% dan MN 100%. Tidak ditemukan sel blast. Komposisi
kimia dari LCS didapatkan Nonne negatif, Pandy positif, protein 237.8 mg/dL
(98-107 mg/dL) , LDH 511 U/L, glukosa 59.8 mg/dL (40-70 mg/dL), dan klorida
122 mEq/L.
DAFTAR PUSTAKA