Anda di halaman 1dari 58

Laporan Kasus

MENINGOENCHEPALITIS

Oleh:

Thifah Ariqonitah Sr., S. Ked


NIM. 04054821618027

M. Tafta Zani, S. Ked


NIM. 04084821719224

Pembimbing:
dr. H.A.R. Toyo, Sp.S (K)

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
2

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus:


MENINGOENCHEPALITIS

Oleh
Thifah Ariqonitah Sr., S. Ked
NIM. 04054821618027

M. Tafta Zani, S. Ked


NIM. 04084821719224

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi)
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Periode 2 Oktober 2017 6 November 2017.

Palembang, Oktober 2017


Pembimbing,

dr. H.A.R. Toyo, Sp.S (K)


3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulisan makalah laporan kasus yang berjudul
Meningoenchepalitis ini dapat diselesaikan. Pada Kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. H.A.R. Toyo, Sp.S
(K), selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus
ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Palembang, Oktober 2017

Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1


BAB II STATUS PASIEN ................................................................................................ 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 19
BAB IV ANALISIS KASUS ........................................................................................... 47
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 50


5

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit infeksi sistem saraf pusat mencakup seluruh struktur yang terdapat
di SSP, seperti meningitis, ensefalitis, abses otak maupun vaskulitis.1 Penyakit
yang menyerang otak merupakan masalah yang serius dalam bidang kesehatan
terutama di Indonesia.
Meningitis adalah inflamasi meningen, terutama araknoid dan piamater,
yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam ruang subaraknoid. Biasanya proses
inflamasi tidak terbatas hanya di meningen, tapi juga mengenai parenkim otak
(meningoensefalitis), ventrikel (ventrikulitis), bahkan bisa menyebar ke medula
spinalis.2
Meningitis dapat disebabkan oleh proses infeksi (bakteri, virus, jamur atau
parasit) maupun proses non-infeksi (penyakit sistemik, keganasan, atau reaksi
hipersensitivitas).1 Kasus Meningitis Bakterialis (MB) terdistribusi di seluruh
belahan bumi. Di negara dengan empat musim, MB lebih banyak terjadi di musim
dingin dan awal musim semi. MB lebih banyak terjadi pada pria. Insiden MB
adalah 2-6/100.000 per tahun dengan puncak kejadian pada kelompok bayi,
remaja, dan lansia. Tingkat insiden tahunan (per 100.000) MB sesuai patogennya
adalah sebagai berikut: Streptococcus pneumonia, 1,1; Neisseria meningitidis, 0,6;
Streptococcus, 0,3; Listeria monocytogenes, 0,2; dan Haemophilus influenza, 0,2.2
Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis virus lebih
sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering terjadi pada musim
panas. Encephalitis sendiri merupakan penyakit langka yang terjadi pada sekitar
0,5 per 100.000 orang, dan paling sering terjadi pada anak-anak, orang tua, dan
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah (misalnya, orang dengan HIV /
AIDS atau kanker).3
Meningitis bakterialis adalah kegawatdaruratan neurologik yang
mengancam jiwa yang memerlukan diagnosis dan terapi yang cepat. Penanganan
MB memerlukan pendekatan interdisipliner. Penegakan diagnosis meningitis
kadang sulit jika hanya mengandalkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
6

Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) harus diinterpretasikan secara


hati-hati. Pemahaman karakter pasien sangat dibutuhkan untuk memberikan
antibiotik empirik yang tepat.2 Prognosis penyakit ini juga didukung oleh
ketepatan dan kecepatan dokter dalam memberikan terapi yang sesuai.
BAB II
STATUS PENDERITA

I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. SS
Tanggal Lahir : 28 September 1971
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pagar Agung, Lahat
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Agama : Islam
Tanggal MRS : 5 Oktober 2017
No. RM/Register : 1027472/RI 17029036

II. ANAMNESIS
Penderita dirawat di bagian neurologi RSMH karena mengalami
penurunan kesadaran yang terjadi secara perlahan-lahan.
Sejak 16 hari SMRS, penderita mengalami penurunan kesadaran secara
perlahan-lahan. Penderita mulai susah berkomunikasi, pasien tampak bicara
sedikit-sedikit kemudian menjadi tidak bicara kemudian tampak mengantuk dan
susah dibangunkan. Pasien juga mengeluh sakit kepala, menurut pasien nyeri
kepala dirasakan berdenyut di puncak kepala, sebelum mengalami penurunan
kesadaran pasien demam tinggi terus menerus. Demam turun setelah minum obat
dari dokter yang pasien lupa namanya. Keluhan muntah menyemprot tidak ada,
kelemahan sisi tubuh tidak ada, bicara pelo tidak ada, mulut mengot tidak ada,
gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan belum dapat dinilai. Saat ini
pasien belum dapat mengerti isi pikiran orang lain baik secaralisan, tulisan
maupun isyarat dan belum dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan maupun isyarat.
4

Riwayat kejang ada 14 hari SMRS , 1 kali , lamanya 5 menit, kelojotan


seluruh tubuh, sebelum kejang pasien sadar, saat kejang pasien tidak sadar, dan
setelah kejang pasien tidak sadar. Riwayat batuk lama tidak ada, penurunan berat
badan drastis tidak ada, keringat malam hari tidak ada, demam hilang timbul tanpa
sebab jelas tidak ada, serta riwayat muncul benjolan di tempat lain tidak ada.
Riwayat infeksi di telinga, hidung dan tenggorokan ada, keluar cairan dari telinga,
berwarna hijau, bau, sejak 2 tahun yang lalu . Riwayat sakit gigi, infeksi gigi,
gigi berlubang tidak ada. Riwayat tatoo dan penggunaan obat-obatan melalui
jarum suntik tidak ada, riwayat terpapar radiasi tidak ada. Riwayat hipertensi ada
sejak 10 tahun yang lalu, tidak minum obat secara teratur. Riwayat penyakit
jantung tidak ada, riwayat kencing manis tidak ada, riwayat sakit ginjal tidak ada,
dan riwayat trauma tidak ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama

III. PEMERIKSAAN
Status Internus (6 Oktober 2017)
Kesadaran : GCS = 10 (E3M5V2)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu Badan : 38,1 C
Pernapasan : 20 kali/menit
BB : 60 kg
TB : 165 cm
IMT : 22,04 kg/m2 (normoweight)
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-),sklera ikterik(-/-) bibir
kering (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
5

Thorax
Cor: I : Ictus kordis tidak terlihat
P : Ictus kordis teraba di 2 jari lateral linea midclavicula sinistra ICS V
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas
kiri 2 jari lateral linea mid clavicula sinistra ICS V
A : Bunyi jantung I-II (+) normal, HR= 80x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: I : Gerakan dada simetris kiri = kanan
P: Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor
A: Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Abdomen : I : Datar
P: Lemas
P: Timpani
A: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema pretibial (-)
Kulit : Turgor < 2

Status Psikiatrikus
Sikap : Belum dapat dinilai Ekspresi Muka : berkurang
Perhatian : Belum dapat dinilai Kontak Psikik : berkurang
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normochepali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
6

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Belum dapat dinilai
Anosmia Belum dapat dinilai
Hiposmia Belum dapat dinilai
Parosmia Belum dapat dinilai
N. Optikus Kanan Kiri
Visus Belum dapat dinilai
Campus visi V.O.D V.O.S

Anopsia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai


Hemianopsia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Fundus Oculi
- Papil edema tidak ada tidak ada
- Papil atrofi tidak ada tidak ada
- Perdarahan retina tidak ada tidak ada

N. Occulomotorius, Trochlearis, & Abducens Kanan Kiri


Diplopia bdd Bdd
Celah mata tidak ada tidak ada
Ptosis tidak ada tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus tidak ada tidak
(-) ada
- Exophtalmus tidak ada tidak
(-) ada
- Enophtalmus tidak ada tidak
(-) ada
- Deviation conjugae tidak ada tidak ada
Gerakan bola mata bdd bdd
7

Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
- Refleks cahaya
Langsung + +
Konsensuil + +
Akomodasi + +
- Argyl Robertson - -

N. Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Trismus Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Refleks kornea Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Sensorik
- Dahi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Pipi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Dagu Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

N. Fasialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Menutup mata Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Menunjukkan gigi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Lipatan nasolabialis Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Bentuk muka Simetris Simetris
8

Sensorik
- 2/3 depan lidah Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Otonom
Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Chvosteks sign Tidak ada Tidak ada

N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan Belum dapat dinilai
Detik arloji Belum dapat dinilai
Tes Weber Belum dapat dinilai
Tes Rinne Belum dapat dinilai

N. Vestibularis Kanan Kiri


Nistagmus Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Vertigo Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

N. Glossopharingeus dan N. Vagus Kanan Kiri


Arcus pharingeus Simetris
Uvula Di tengah
Gangguan menelan Belum dapat dinilai
Suara serak/sengau Belum dapat dinilai
Denyut jantung Tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah Tidak ada
- Batuk Tidak ada
- Okulokardiak Tidak ada
- Sinus karotikus Tidak ada
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Belum dapat dinilai
9

N. Accessorius Kanan Kiri


Mengangkat bahu Belum dapat dinilai
Memutar kepala Belum dapat dinilai

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah Belum dapat dinilai
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada Tidak ada
Disatria Belum dapat dinilai

MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Tidak ada laterisasi Tidak ada laterisasi
Kekuatan Tidak ada laterisasi Tidak ada laterisasi
Tonus Meningkat Meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps Meningkat Meningkat
- Triceps Meningkat Meningkat
- Radius Meningkat Meningkat
- Ulnaris Meningkat Meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Tromner Tidak ada Tidak ada
- Leri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Meyer Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Trofi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan Tidak ada laterisasi
Kekuatan Tidak ada laterisasi
Tonus Meningkat Meningkat
10

Klonus
- Paha Tidak ada Tidak ada
- Kaki Tidak ada Tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR Meningkat Meningkat
- APR Meningkat Meningkat
Refleks patologis
- Babinsky + +
- Chaddock + +
- Oppenheim Tidak ada Tidak ada
- Gordon Tidak ada Tidak ada
- Schaeffer Tidak ada Tidak ada
- Rossolimo Tidak ada Tidak ada
- Mendel-Beckhterew Tidak ada Tidak ada
Refleks kulit perut
- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
Refleks cremaster tidak ada kelainan
Trofik tidak ada kelainan
11

SENSORIK : Belum dapat dinilai

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : terpasang kateter
Defekasi : tidak ada kelainan

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
12

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kaku kuduk : (+)
Kerniq : (+/+)
Lasseque : (+/+)
Brudzinsky
- Neck : (-)
- Cheek : (-)
- Symphisis : (-)
- Leg I : (-)
- Leg II : (-)

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : bdd Romberg : bdd
Hemiplegic : bdd Dysmetri : bdd
Scissor : bdd Jari-jari : bdd
Propulsion : bdd Jari hidung : bdd
Histeric : bdd Tumit-tumit : bdd
Limping : bdd Rebound phenomen : bdd
Steppage : bdd Dysdiadochokinesis : bdd
Astasia-Abasia: bdd Trunk Ataxia : bdd
Limb Ataxia : bdd
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Chorea : (-)
Athetosis : (-)
Ballismus : (-)
Dystoni : (-)
Myocloni : (-)
13

REFLEKS PRIMITIF
Glabella : (-)
Palmomental : (-)
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Belum dapat dinilai
Afasia sensorik : Belum dapat dinilai
Apraksia : Belum dapat dinilai
Agrafia : Belum dapat dinilai
Alexia : Belum dapat dinilai
Afasia nominal : Belum dapat dinilai

LABORATORIUM ( 5 Oktober 2017)


DARAH
Hb : 12.4 g/dL Ureum : 54 mg/dL
6 3
Eritrosit : 4.09 x 10 /mm Kreatinin : 0.51 mg/dL
Leukosit : 16.3 x 103/mm3 Kalsium : 9.5 mg/dL
Diff Count : 0/0/91/3/6 % Magnesium : 1.8 mEq/L
Trombosit : 490 x 103/L Natrium : 141 mEq/L
Hematokrit : 34 % Kalium : 3.7 mEq/L
BSS : 90 mg/dL Klorida : 101 mmol/L
SGOT : 50 U/L SGPT : 82 U/L

URINE
Warna : tidak diperiksa Sedimen :
pH : tidak diperiksa - Eritrosit : tidak diperiksa
Protein : tidak diperiksa - Leukosit : tidak diperiksa
Darah : tidak diperiksa - Thorak : tidak diperiksa
Urobilin : tidak diperiksa - Sel Epitel : tidak diperiksa
Bilirubin : tidak diperiksa - Bakteri : tidak diperiksa
14

FESES
Konsistensi : tidak diperiksa Eritrosit : tidak diperiksa
Lendir : tidak diperiksa Leukosit : tidak diperiksa
Darah : tidak diperiksa Telur cacing : tidak diperiksa
Amuba coli : tidak diperiksa
Histolitika : tidak diperiksa

LIQUOR CEREBROSPINALIS
Makroskopi Kimia
- Volume : 2 mL - Nonne : Negatif
- Warna : Tidak berwarna - Pandy : Positif
- Kejernihan : Jernih - Protein : 273.8 mg/dL
- Bau : Tidak Berbau - LDH : 511 U/L
- Berat jenis : 1.010 - Glukosa : 59.8 mg/dL
- Bekuan : Negatif - Klorida : 122 mEq/L
- pH : 9.0

Mikroskopi
- Jumlah Lekosit: 36.0 sel/ul
- Hitung Jenis :
PMN :0%
MN : 100 %
Sel Blast : Tidak ditemukan

DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Obs Penurunan Kesadaran
: Hemiparese Duplex Tipe Spastik
: Obs bangkitan umum tonik klonik
: GRM (+)
Diagnosis Topik : Meningen + Encephalon
Diagnosis Etiologi : Meningoencephalitis Bakteri
15

DIAGNOSIS BANDING
1. Meningoencephalitis Bakteri
2. Meningoencephalitis TB

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Ro Thorax
2. CT Scan Kepala

V. PENATALAKSANAAN
A. Norfarmakologis
- Head up 30o
- O2 NRM 8-10 L/menit
- Diet cair 2100 kkal TKTP /NGT
- Mobilisasi Pasif

B. Farmakologis
- IVFD NS 0,9% gtt xx/menit (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x2 gr (IV)
- Inj. Dexamethason 4 x 10 mg (IV)
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Inj. Fenitoin 3 x 100 mg (IV)
- Inj. Vitamin B6, B12 1x1 ampul (IM)
- Paracetamol 3 x 1 gr (iv) (prn)
16

Follow Up
a. 6 Oktober 2017
S: Penurunan Kesadaran
O:
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Sensorium : E3M5V2
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 92x/menit
Respiratory rate : 24 x/menit
Temperature : 36,5C
SpO2 : 99%
Status Neurologis
N. III : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, 3mm/3mm
N. VII : Plica nasolabialis simetris
N. XII : Deviasi lidah bdd, disastria bdd

Fungsi Lengan kanan Lengan kiri Tungkai kanan Tungkai kiri


motorik
Gerakan Tidak ada laterisasi
Kekuatan Tidak ada laterisasi
Tonus
Klonus - -
Refleks
fisiologis
Refleks Hoffman Hoffman Babinsky (+) Babinsky (+)
patologis Tromner (-) Tromner (-) Chadock (+) Chadock (+)

Fungsi Luhur : bdd


Fungsi Sensorik : bdd
Fungsi Vegetatif : Terpasang Kateter
17

Gejala Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (+)


: Lasseque (+/+)
: Kernig (+/+)
Gerakan Abnormal : tidak ada kelainan
Gait dan Keseimbangan : bdd

A : Diagnosis Klinik : Penurunan Kesadaran


: Hemiparese Duplex Tipe Spastik
: Obs bangkitan umum tonik klonik
: GRM (+)
Diagnosis Topik : Meningen + Encephalon
Diagnosis Etiologi : Suspek Meningoencephalitis

P: Norfarmakologis
- Head up 30o
- O2 NRM 8-10 L/menit
- Diet cair 2100 kkal TKTP /NGT
- Mobilisasi Pasif
- R/ Pemeriksaan laboratorium dan Pemeriksaan Ro Thorax dan CT-
Scan Kepala
Farmakologis
- IVFD NS 0,9% gtt xx/menit (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x2 gr (IV)
- Inj. Dexamethason 4 x 10 mg (IV)
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Inj. Fenitoin 3 x 100 mg (IV)
- Inj. Vitamin B6, B12 1x1 ampul (IM)
- Paracetamol 3 x 1 gr (iv) (prn)
18

b. 7 Oktober 2017
S: Penurunan Kesadaran
O:
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Sensorium : E2M5V2
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 75x/menit
Respiratory rate : 22 x/menit
Temperature : 36,5C
SpO2 : 99%
Status Neurologis
N. III : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, 3mm/3mm
N. VII : Plica nasolabialis simetris
N. XII : Deviasi lidah bdd, disastria bdd

Fungsi Lengan kanan Lengan kiri Tungkai kanan Tungkai kiri


motorik
Gerakan Tidak ada laterisasi
Kekuatan Tidak ada laterisasi
Tonus
Klonus - -
Refleks
fisiologis
Refleks Hoffman Hoffman Babinsky (+) Babinsky (+)
patologis Tromner (-) Tromner (-) Chadock (+) Chadock (+)

Fungsi Luhur : bdd


Fungsi Sensorik : bdd
Fungsi Vegetatif : Terpasang Kateter
Gejala Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (+)
19

: Lasseque (+/+)
: Kernig (+/+)
Gerakan Abnormal : tidak ada kelainan
Gait dan Keseimbangan : bdd

Hasil Pemeriksaan Ro. Thorax PA


Rontgen thoraks PA :

Pada pemeriksaan foto Thorax PA didapatkan:


- Cor tidak membesar
- Corakan bronkovaskular normal
- Diafragma lancip
- Sudut kostrofrenikus lancip
Kesan : Cor dan pulmo normal
20

A : Diagnosis Klinik : Penurunan Kesadaran


: Hemiparese Duplex Tipe Spastik
: Obs bangkitan umum tonik klonik
: GRM (+)
Diagnosis Topik : Meningen + Encephalon
Diagnosis Etiologi : Suspek Meningoencephalitis

P: Norfarmakologis
- Head up 30o
- O2 NRM 8-10 L/menit
- Diet cair 2100 kkal TKTP /NGT
- Mobilisasi Pasif
- FU Hasil CT-Scan
Farmakologis
- IVFD NS 0,9% gtt xx/menit (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x2 gr (IV)
- Inj. Dexamethason 4 x 10 mg (IV)
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Inj. Fenitoin 3 x 100 mg (IV)
- Inj. Vitamin B6, B12 1x1 ampul (IM)
- Paracetamol 3 x 1 gr (iv) (prn)
21

c. 8 Oktober 2017
S: Penurunan Kesadaran
O:
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Sensorium : E2M4V2
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 82x/menit
Respiratory rate : 24 x/menit
Temperature : 36,4C
SpO2 : 99%
Status Neurologis
N. III : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, 3mm/3mm
N. VII : Plica nasolabialis simetris
N. XII : Deviasi lidah bdd, disastria bdd

Fungsi Lengan kanan Lengan kiri Tungkai kanan Tungkai kiri


motorik
Gerakan Tidak ada laterisasi
Kekuatan Tidak ada laterisasi
Tonus
Klonus - -
Refleks
fisiologis
Refleks Hoffman Hoffman Babinsky (+) Babinsky (+)
patologis Tromner (-) Tromner (-) Chadock (+) Chadock (+)

Fungsi Luhur : bdd


Fungsi Sensorik : bdd
Fungsi Vegetatif : Terpasang Kateter
Gejala Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (+)
22

: Lasseque (+/+)
: Kernig (+/+)
Gerakan Abnormal : tidak ada kelainan
Gait dan Keseimbangan : bdd

Hasil CT Scan Kepala :

Pada pemeriksaan foto CT Scan kepala tanpa kontras, didapatkan:


- Sulcii hilang
- Sisterna menyempit
- Tulang-tulang intak. Jaringan lunak tenang
Kesimpulan: Menyokong suatu meningitis.
23

A : Diagnosis Klinik : Penurunan Kesadaran


: Hemiparese Duplex Tipe Spastik
: Obs bangkitan umum tonik klonik
: GRM (+)
Diagnosis Topik : Meningen + Encephalon
Diagnosis Etiologi : Suspek Meningoencephalitis

P: Norfarmakologis
- Head up 30o
- O2 NRM 8-10 L/menit
- Diet cair 2100 kkal TKTP /NGT
- Mobilisasi Pasif

Farmakologis
- IVFD NS 0,9% gtt xx/menit (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x2 gr (IV)
- Inj. Dexamethason 4 x 10 mg (IV)
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Inj. Fenitoin 3 x 100 mg (IV)
- Inj. Vitamin B6, B12 1x1 ampul (IM)
- Paracetamol 3 x 1 gr (iv) (prn)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan Fisiologi


3.1.1. Anatomi Otak
Otak bertanggung jawab dalam mengurus organ dan jaringan yang terdapat di
kepala. Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum), otak kecil atau
cerebelum (cerebellum) dan batang otak (trunkus serebri). Jaringan otak
dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh tulang
tengkorak dan mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi menunjang otak
yang lembek dan halus sebagai penyerap goncangan akibat pukulan dari luar
terhadap kepala1.
a. Cerebrum (Telencephalon)
Cerebral Hemisper
Otak adalah pusat integrasi tertinggi dari SSP dan merupakan segmen
yang paling dibedakan dari otak manusia. Pada dasarnyaterdiri dari dua struktur:
dua cerebral hemisferdan beberapa ganglia basalis. Yang terakhir ini memiliki
beberapaperanan dalam aktivitas motorik, terutama inisiasi dan gerakan lamban.
Mereka terletak jauh di dalam hemisfer dan tidak dapat dilihat sampai otak
dipotong. Kedua cerebral hemisfer dipisahkan oleh fisura longitudinal dan terdiri
dari bagian utama dari substansi yang terlihat pada otak. 2
Gambar 1. Susunan otak. Potongan sagittal kepala pada orang dewasa; dilihat dari sisi kiri
medial. Otak tengah, pons, dan medula oblongata bersama-sama membentuk batang otak1
25

Lobus Cerebral
Permukaan otak dibentuk oleh gyri yang dipisahkan oleh sulcus. Kedua
sulcus lateral dan sulcus sentralis dapat membagi hemisfer menjadi empat lobus :
- Lobus frontal
- Lobus parietalis
- Lobus temporal
- Lobus occipital
Lobus frontal terletak di depan sulcus sentralis, lobus parietalis terletak
dibelakang. Lobus temporal terletak di bawah sulcus lateral, dan sulcus parieto-
occipital memisahkan parietalis lobus dari lobus occipital. Jauh di dalam sulcus
lateral terletak insula, dilindungi oleh lobus frontal, parietal, dan temporal. Insula
ini sering dianggap sebagai lobus kelima. Tidak diketahui fungsinya pada otak
manusia. 3

Gambar 2. Otak besar, dilihat dari sisi kiri 1

Seperti disebutkan sebelumnya, daerah-daerah tertentu dari otak memiliki


fungsi spesifik. Ini dapat dibagi menjadi primer dan sekunder (asosiasi) area. Area
utama merupakan awal dan keluarnya jalur proyeksi. Contohnya, sebagian besar
tractus pyramidalis berasal dari gyrus presentralis, dan tractus sensoris dari
thalamus berakhir di gyrus postsentralis. Sekitar 80% dari permukaan otak
diambil oleh daerah asosiasi yang mengelilingi daerah terisolasi primer serta
proses informasi. 1,2
26

Gambar 3. Fungsi kortikal hemisfer sebelah kiri1


Presentralis gyrus bertanggung jawab atas pelaksanaan gerakan (korteks
motor utama), sedangkan postsentral gyrus merupakan pusat somatosensori untuk
sensasi sadar (primer sensorik korteks). Di sisi medial pada kedua lobus occipital,
pada setiap sisi dari calcarine fisura adalah pusat untuk visi sadar (korteks visual
primer). Hal ini dikelilingi oleh daerah asosiasi visual di mana rangsangan visual
terorganisir. Gyrus yang melintang jauh di sulcus lateral temporallobus
membentuk korteks akustik (akustik korteks primer), yang dikelilingi oleh area
asosiasi auditori (pusat akustik sekunder). 2,3
b. Diencephalon
Diencephalon adalah wilayah otak yang terletak di antara cerebral
hemisfer dan mengelilingi ventrikel ketiga. Ini terdiri dari thalamus, yang
merupakan pusat sentraljalur sensorik (nyeri, suhu, tekanan, sentuhan, serta
pendengaran) dan hipotalamus di bawahnya.1
c. Midbrain (Mesencephalon)
Mesencephalon adalah bagian terkecil dari otak, terletak di antara
diencephalondan pons. Daerah di atasadalah tectum yang terdiri dari empat
proyeksi, tecti lamina. Keduanya terdiri dari colliculi superior, keempat yang
lebih rendah adalah colliculi inferior. Empat colliculi tersebut merupakan corpora
quadrigemina. Yang memberikan jalur refleks akustik dan optik ke sumsum
tulang belakang. 1
27

d. Pons dan Cerebellum


Pons dan cerebellum bersama-sama membentuk bagian metencephalon
dariotak belakang (rhombencephalon). Cerebellum terletak padafossa cranial
posterior dibawah lobus occipital pada cerebrum, dipisahkan oleh tentorium
cerebelli. Bentuk permukaan anterior dari keempat ventrikel. Yang
menghubungkan ke otak tengah, pons, dan medula oblongata oleh peduncles
cerebellar. Fungsi otak kecil adalah mengkoordinasikan aktivitas otot (koordinasi
antagonis otot kelompok fleksor/ekstensor), bekerjasama dengan ganglia basalis
dalam pergerakan.1
e. Medulla Oblongata
Medula oblongata (myencephalon, medula), sekitar 4 cm, antara otak dan
tulang belakang pada foramen magnum. Pada anterior memiliki alur median
(sulcus media, fissura mediana anterior), dari traktus-traktus pyramidalis. 1

3.1.2 Anatomi Selaput Otak


Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti selaput otak (meningea)
yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan
dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga
lapis, yaitu:
a. Durameter
Durameter disebut juga selaput otak keras atau pachymeninges. Durameter
dibentuk dari jaringan ikat fibrous yang kuat dan tebal. Durameter dapat dibagi
menjadi durameter cranialis yang membungkus otak dan durameter spinalis
yang membungkus medula spinalis. Secara konvensional durameter ini terdiri
atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat
dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan
membentuk sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan
lapisan periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan
meningeal merupakan lapisan durameter yang sebenarnya, sering disebut
dengan cranial durameter.
28

b. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Membran ini dipisahkan dari
durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh
cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Pia mater berhubungan
dengan Universitas Sumatera Utara arachnoid melalui struktur-struktur jaringan
ikat yang disebut trabekulae dan septumseptum yang membentuk suatu
anyaman padat yang menjadi sistem rongga-rongga yang paling berhubungan.
Dari arachnoid keluar tonjolan-tonjolan mirip berry ke dalam sinus sagittal
superior atau asosiasi venous lacunae dan sinus lain beserta venavena besar.
c. Piameter
Lapisan piameter merupakan lapisan tipis yang berhubungan erat dengan otak
dan sum-sum tulang belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini
merupakan lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri atas jaringan
penyambung yang halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi
pada jaringan saraf.
29

Gambar 4. Lapisan Meningeal


3.2 Meningoensefalitis
3.2.1 Definisi
Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama lainnya
yaitu cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis. Meningitis
adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri,
virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan
ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,
cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau virus. Meningitis dan ensefalitis dapat
dibedakan pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering bersamaan
sehingga disebut meningoensefalitis. Mediator radang dan toksin dihasilkan
dalam sel subaraknoid dapat menyebar ke dalam parenkim otak dan menyebabkan
respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis, reaksi radang mencapai cairan
serebrospinal (CSS) dan menimbulkan gejala-gejala iritasi meningeal di samping
gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada beberapa agen
etiologi dapat menyerang meninges maupun otak misalnya enterovirus. 1,2
30

3.2.2 Epidemiologi
Di Amerika, terdapat lebih dari 10.000 kasus dilaporkan setiap tahunnya,
namun insiden sesungguhnya dapat mencapai 75.000 kasus. Kurangnya pelaporan
dikarenakan tidak ada gejala klinis dari sebagian besar kasus dan
ketidakmampuan dari beberapa agen viral untuk tumbuh dalam kultur. Menurut
laporan CDC, perawatan pasien dalam rumah sakit dengan meningitis virus
bervariasi dari 25.000-50.000 setiap tahun. Insidensi meningoensefalitis adalah 11
per 100.000 populasi pertahun diperkirakan dalam beberapa laporan. 1
Prevalensi dan insiden di dunia bervariasi. Penyebab meningitis viral di
dunia adalah enterovirus, virus campak, VZV, dan HIV. Gejala meningitis dapat
timbul sedikit pada 1 dari 3000 kasus infeksi oleh agen ini. Studi dari Finland
telah memperkirakan insiden untuk menjadi 19 per 100,000 populasi pada anak
usia 1-4 tahun. Hal ini merupakan contrast signifikan hingga 219 kasus per
100,000 yang diperkirakan untuk anak lebih muda dari 1 tahun. Virus encephalitis
B Japaneese, pathogen tersering pada meningitis virus didunia, menyebabkan
lebih dari 35,000 infeksi setiap tahunnya melalui Asia tetapi diperkirakan untuk
menyebabkan 200-300 kali penjumlahannya dari infeksi subklinis. Distribusi dan
karakteristik penyerangan oleh vector arthropod, menunjukkan variabilitas
geografis yang kuat. Kurangnya aturan vaksinasi yang efektif pada Negara dunia
ketiga memainkan peranan pada ketimpangan geografis dari agen infeksi lain. 1
Insiden ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Sekitar 150-
3000 kasus, yang kebanyakan ringan dapat terjadi setiap tahun di Amerika
Serikat. Kebanyakan kasus herpes virus ensefalitis di Amerika Serikat. 1
Arboviral ensefalitis lebih lazim dalam iklim yang hangat dan insiden
bervariasi dari daerah ke daerah dan dari tahun ke tahun. St Louis ensefalitis
adalah tipe yang paling umum, ensefalitis arboviral di Amerika Serikat, dan
ensefalitis Jepang adalah tipe yang paling umum di bagian lain dunia. Ensefalitis
lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda. 1,2
31

3.2.3 Etiologi
Penyebab ensefalitis yang paling sering adalah infeksi karena virus.
Beberapa contoh termasuk: 1,2
Herpes virus
Arbovirus ditularkan oleh nyamuk kutu dan serangga lainnya
Rabies ditularkan melalui gigitan hewan
Ensefalitis mempunyai dua bentuk, yang dikategorikan oleh dua cara virus
dapat menginfeksi otak :
Ensefalitis primer. Hal ini terjadi ketika virus langsung menyerang otak dan
saraf tulang belakang. Hal ini dapat terjadi setiap saat (ensefalitis sporadis),
sehingga menjadi wabah (epidemik ensefalitis).
Ensefalitis sekunder. Hal ini terjadi ketika virus pertama menginfeksi bagian
lain dari tubuh kemudian memasuki otak.
Infeksi bakteri dan parasit seperti toksoplasmosis dapat menyebabkan
ensefalitis pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. 1,2
Berikut adalah beberapa penyebab yang lebih umum ensefalitis:
2.4 Virus herpes
Beberapa virus herpes yang menyebabkan ensefalitis antara lain sebagai
berikut.
1) Herpes simpleks virus. Ada dua jenis virus herpes simpleks (HSV)
infeksi. HSV tipe 1 (HSV-1) lebih sering menyebabkan cold sores
lepuh demam atau sekitar mulut Anda. HSV tipe 2 (HSV-2) lebih
sering menyebabkan herpes genital. HSV-1 merupakan penyebab
paling penting dari ensefalitis sporadis yang fatal di Amerika
Serikat, tetapi juga langka.
2) Varicella-zoster virus. Virus ini bertanggung jawab untuk cacar air
dan herpes zoster. Hal ini dapat menyebabkan ensefalitis pada
orang dewasa dan anak-anak, tetapi cenderung ringan.
3) Virus Epstein-Barr. Virus herpes yang menyebabkan infeksi
mononucleosis. Jika ensefalitis berkembang, biasanya ringan,
tetapi dapat berakibat fatal pada sejumlah kecil kasus. 1,2
32

b. Infeksi pada Anak


Pada kasus yang jarang, ensefalitis sekunder terjadi setelah infeksi virus
anak dan dapat dicegah dengan vaksin, termasuk:
- Campak (rubeola)
- Mumps
- Campak Jerman (rubella)
Dalam kasus tersebut ensefalitis mungkin disebabkan karena reaksi
hipersensitivitas - reaksi yang berlebihan dari sistem kekebalan tubuh untuk
suatu zat asing / antigen. 2
c. Arboviruses
Virus yang ditularkan oleh nyamuk dan kutu (arboviruses) dalam beberapa
tahun terakhir, menghasilkan epidemi ensefalitis. Organisme yang menularkan
penyakit hewan dari satu host ke yang lain disebut vektor. Nyamuk adalah vektor
untuk transmisi ensefalitis dari burung atau tikus ke manusia. Jenis ensefalitis ini
cukup jarang. 2
3.2.4 Faktor Risiko
Beberapa faktor yang menyebabkan risiko lebih besar adalah3,4:
Umur. Beberapa jenis ensefalitis lebih lazim atau lebih parah pada anak-
anak atau orang tua.
Sistem kekebalan tubuh semakin lemah. Jika memiliki defisiensi imun,
misalnya karena AIDS atau HIV, melalui terapi kanker atau transplantasi
organ, maka lebih rentan terhadap ensefalitis.
Geografis daerah. Mengunjungi atau tinggal di daerah di mana virus
nyamuk umum meningkatkan risiko epidemi ensefalitis.
Kegiatan luar. Jika memiliki pekerjaan outdoor atau mempunyai hobi,
seperti berkebun, joging, golf atau mengamati burung, harus berhati-hati
selama wabah ensefalitis.
Musim. Penyakit yang disebabkan nyamuk cenderung lebih menonjol di
akhir musim panas dan awal musim gugur di banyak wilayah Amerika
Serikat.2
33

3.2.5 Patofisiologi

Virus / Bakteri

Mengenai CNS

meningoensefalitis

Ke jaringan susunan saraf pusat

TIK meningkat Kerusakan susunan saraf


pusat

nyeri kepala - gangguan penglihatan kejang


spastic

- gangguan bicara

mual, muntah - gangguan pendengaran resiko


cedera

- kelemahan gerak

BB turun

- gangguan sensorik motorik

nutrisi kurang

Patogenesis dari ensefalitis mirip dengan patogenesis dari viral meningitis,


yaitu virus mencapai Central Nervous System melalui darah (hematogen) dan
melalui saraf (neuronal spread)2. Penyebaran hematogen terjadi karena
penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri intraserebral. Penyebaran
hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal yang
terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat tiba di likuor dan
invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia mater5.
34

Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran


melalui neuron, misalnya pada ensefalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pada
dua penyakit tersebut, virus dapat masuk ke neuron sensoris yang menginnervasi
port dentry dan bergerak secara retrograd mengikuti axon-axon menuju ke
nukleus dari ganglion sensoris. Akhirnya saraf-saraf tepi dapat digunakan sebagai
jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat5.
Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus
dihancurkan. Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah untuk
membuat protein yang menghancurkan kapsel virus. Setelah itu nucleic acid virus
berkontak langsung dengan sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini
sitoplasma dan nukleus sel tuan rumah membuat nucleic acid yang sejenis dengan
nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi.5
Karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan rumah dapat
dihancurkan. Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular.
Setelah proses invasi, replikasi dan penyebaran virus berhasil, timbullah
manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disususl oleh manifestasi
lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam, dan lemas-
letih seluruh tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan susunan
saraf pusat berupa gangguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan,
gangguan berbicara,gangguan pendengaran dan kelemahan anggota gerak), serta
gangguan neurologis yakni peningkatan TIK yang mengakibatkan nyeri kepala,
mual dan muntah sehinga terjadi penurunan berat badan.5

3.2.6 Diagnosis
a. Manifestasi Klinis
Trias meningitis5:
1. Demam
2. Kekakuan leher
3. Perubahan status mental
35

Secara umum gejala ensefalitis berupa5 :


1. Demam
2. sakit kepala
3. setidaknya salah satu dari : penurunan kesadaran, new onset seizures
dan atau defisit neurologis focal.
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala
infeksi umum dengan tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial
yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan
kabur, kejang, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat
edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan
luasnya abses. 1,6
Kebanyakan pasien melaporkan demam, sakit kepala,
iritabilitasm nausea, muntah, kaku leher, atau kelelahan dalam 18-36 jam
sebelumnya. Nyeri kepala hampir selalu ada dan seringkali dilaporkan
dengan intensitas yang berat. Gejala konstitusional lain adalah muntah,
diare, batuk dan mialgia yang timbul pada lebih 50% pasien. Riwayat
kenaikan temperature timbul pada 76-100% pasien yang dating untuk
mendapatkan perjatian medis. Pola yang sering adalah demam dengan
derajat rendah pada tahap prodromal dan kenaikan temperature yang lebi
tinggi pada saat terdapat tanda neurologis.3,4
Beberapa virus menyebabkan onset cepat dari gejala diatas,
sementara lainnya bermanifest sebagai prodromal viral nonspesifik,
seperti mialgia, gejala seperti flu, dan demam derajat rendah yang timbul
selama gejala neurologis sekitar 48 jam. Dengan onset kaku kuduk dan
nyeri kepala, demam biasanya kembali4.
36

Pengambilan riwayat yang hati-hati dan harus termasuk evaluasi


paparan kontak kesakitan, gigitan nyamuk, debu, aktivitas outdoor pada
daerah endemis penyakit lyme, riwayat bepergian dengan kemungkinan
terpapar terhadap tuberculosis, sama halnya dengan penggunaan
medikasi, penggunaan obat intravena, dan resiko penyebaran penyakit
menular seksual. Bagian yang penting dari riwayat adalah penggunaan
antibiotic sebelumnya, dimana dapat mempengaruhi gambaran klinis
meningitis bacterial5.
Photophobia secara ralatif adalah sering namun dapat ringan,
Fonofobia juga dapat timbul. Kejang timbul pada keadaaan biasanya dari
demam, meskipun keterlibatan dari parenkim otak (encephalitis) juga
dipertimbangkan, Encephalopathy global dan deficit neurologis fokal
adalah jarang tetapi dapat timbul. Refleks tendon dalam biasanya normal
tetapi dapat berat5.
Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat membantu dalam
diagnosis. Hal ini meliputu faringitis dan pleurodynia pada infeksi
enteroviral, manifestasi kulit seperti erupsi zoster pada VZV, ruam
maculopapular dari campak dan enterovirus, erupsi vesicular oleh herpes
simpleks, dan herpangina pada infeksi coxsackie virus. Infeksi Epstein
Bar virus didukung oleh faringitis, limfadenopatu, cytomegalovirus, atau
HLV sebagai agent penyebab. Parotitis dan orchitis dapat timbul dengan
campak, sementara kebanyakan infeksi enteroviral dikaitkan dengan
gastroenteritis dan ruam5.
37

b. Pemeriksaan Radiologi
CT dan MRI sekarang merupakan pilihan tepat untuk menyelidiki
suspek lesi pada otak.6
- CT Scan
Sifat atau komposisi jaringan dapat ditentukan dengan melihat
kepadatan atau nilai Hounsfield.Ada empat kategori kepadatan
secara umum, yaitu pengapuran tulang atau yang sangat padat dan
putih terang, kepadatan jaringan lunak yang menunjukkan berbagai
nuansa warna abu-abu, kepadatan lemak yang berwarna abu-abu
gelap dan udara yang berwarna hitam. Dengan menerapkan prinsip-
prinsip ini, dimungkinkan untuk menentukan bagian yang terlihat
pada CT scan apapun, dan CT scan kepala pada khususnya.6
CT scan kepala dapat menunjukkan :
1. CT bisa menunjukkan hipodens pada pre kontras-hyperdensity
pada post kontras salah satu atau kedua lobus temporal, edema /
massa dan kadang-kadang peningkatan kontras. 7
2. Lesi isodens atau hipodens berbentuk bulat cincin, noduler atau
pola homogen dan menyangat dengan kontras, tempat predileksi
pada hemisfer (grey-white junction). 7
3. Bias ditemukan edema cerebri.
4. Kadang disertai tanda-tanda perdarahan.
38

Gambar 5. CT Scan otak pada seorang gadis dengan Rasmussen's encephalitis6

Gambar 6. CT scan menunjukkan lesi massa yang besar dengan annular caption
setelah kontras intravena di hemisfer kanan, dengan mid-line shift6
- MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Gambaran ensefalitis pada MRI di dapatkan :
1. Perubahan patologis yang biasanya bilateral pada bagian medial
lobus temporalis dan bagian inferior lobus frontalis (adanya
lesi).7
2. Lesi isointens atau hipointens berbentuk bulat cincin, noduler
atau pola homogen dan menyangat dengan kontras, tempat
predileksi pada hemisfer (grey-white junction), pada T1WI. 7
3. Hiperintens lesi pada T2WI dan pada flair tampak hiperintens .6
39

Gambar 7.Gambar proton density-Axial pada wanita 62 tahun


dengan ensefalitis herpes yang menunjukkan hyperintensity T2,
melibatkan lobus temporal kanan.1

Gambar 8. Axial nonenhanced gambar T1-menunjukkan cortical


hyperintensity (panah) sesuai dengan petechial hemorrhage. Secara umum,
adalah patologis tetapi kurang umum digambarkan pada ensefalitis herpes. 1
40

Gambar 9. Axial gadolinium


T1 menunjukkan peningkatan
citra lobus temporal kanan
anterior dan gyrus
Parahippocampalis. Pada
ujung anterior temporal
kanan adalah hypointense,
daerah seperti bulan sabit
yang dikelilingi oleh
meningkatnya abses epidural.
6

Gambar 10: Axial


menunjukkan citra difusi
terbatas pada lobus temporal
medial kiri yang sesuai
dengan ensefalitis herpes.
Pasien ini juga memiliki hasil
positif pada uji reaksi
polymerase chain untuk
herpes simplex virus, baik
yang sensitif maupun yang
spesifik. Selain itu, pada hasil
EEG didapatkan periodik
epileptiform lateralized, yang
mendukung diagnosis
6
ensefalitis herpes.
41

Gambar 11. Coronal T2


menunjukkan citra hyperintensity di
lobus temporal kiri (panah) yang
serupa dengan kelainan difus. Dapat
dilihat pada Gambar 11. Sehingga
dapat dikatakan ensefalitis herpes.
Pada pasien dengan infeksi HHV6, di
samping tengah abnormalitas lobus
temporal, hyperintensity T2 normal
telah terlihat dan di inferior frontal,
sehingga dapat ditentukan diagnosis.
Dapat terlihat 2 pencitraan khas: satu
terlihat pada orang dewasa yang
lebih tua melibatkan hyperintensity
T2 terbatas pada lobus temporal
medial; pada orang remaja, pola yang
lebih bervariasi menunjukkan difus,
batasan focal dengan MR dinyatakan
normal, difus korteks nekrosis, atau
daerah focal kecil hyperintensity T2
abnormal.

Gambar 12. MRI pasien, perempuan, 8 tahun, dengan ensefalitis Rasmussen.


A. Desember 2008, pasien datang dengan keluhan sakit kepala dan epilepsia
parsial. Terdapat lesi dengan pembengkakan otak lokal di lobus parietal
dan oksipital kanan serta cerebellar hemisphere kanan. B. April 2009,
pasien yang sama, sekarang hilang kesadaran dengan epilepsia partialis.
42

B.
Terdapat perkembangan ensefalitis - hemispher otak kiri telah terlihat
dengan pembengkakan otak yang parah dan pergeseran struktur garis
tengah6

Gambar 13. Herpes simpleks tipe 1 ensefalitis pada seorang anak 11 tahun.
gambar a. T2-tertimbang menunjukkan lesi bilateral hyperintense dalamlobus
temporal (panah). b. gambar DW jelas menunjukkan lesi ini sebagai hyperintense
(anak panah). c. gambar ADC menunjukkan penurunan ADC ini lesi (panah).6

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
- Pemeriksaan darah lengkap, ditemukan jumlah leukosit meningkat.
- Pemeriksaan cairan serobrospinal :cairan jemih, jumlah sel diatas normal,
hitung jenis didominasi oleh limfosit, protein dan glukosa normal atau
meningkat.2
43

Tabel 2. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal7

Agen Tekanan Hitung Kadar Kadar Mikrobiologi


Infeksi Leukosit Glukosa Protein
Meningitis 200-300 100-5000 <40 >100 Patogen spesifik pada
Bakteri > 80% 50% bakteri gram dan
PMN 80% dari hasil kultur
Meningitis 90-200 10-300 Normal N / sedikit Isolasi virus,
Viral Limfosit meningkat pemeriksaan PCR
Meningitis 180-300 100-500 Menuru Meningkat, Kultur Basl tahan
TB Limfosit n, <40 >100 asam, PCR
Meningitis 180-300 10-200 Menuru 50-200 Dengan tinta india,
Kriptokokus Limfosit n antigen kriptokokus,
kultur
Meningitis 90-200 10-300 N N / sedikit Negatif
aseptic Limfosit meningkat
Keganasan Mononuk Menuru Meningkat Negatif
lear n
Nilai normal 80-200 0,5 50-75 15-40 Negatif
Limfosit
Pemeriksaan lainnya :
- EEG didapatkan gambaran penurunan aktivitas atau perlambatan7.
44

3.2.7 Tatalaksana
a. Kejang diatasi dengan :
Anti Kejang.
- Beri Diazepam iv pelan-pelan dengan dosis 0,3-0,5 mg/menit
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20mg. Obat yang praktis diberikan yaitu
diazepam rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kg. Atau:
Diazepam rektal 5mg untuk anak dengan BB kurang dari 10kg;
Diazepam rektal 10mg untuk BB lebih dari 10kg;
Diazepam rektal 5mg untuk anak dibawah 3 tahun;
Diazepam rektal 7,5mg untuk anak diatas 3 tahun
- Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulangi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih kejang, dianjurkan ke RS, agar dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
- Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara iv
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan
1mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti,
dosis selanjutnya adalah 4-8mg/kg/hari,dimulai 12 jam setelah
dosis awal.
- Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif. 3
b. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis diberantas dengan obat
obatan atau dengan operasi
c. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
Dosisnya 1 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 60 menit dan
dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam
45

Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis
pertama 10 mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam.
Kortikosteroid masih menimbulkan pertentangan. Ada yang
setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang mengatakan
tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan
jalan nafas.1,2
d. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau
(shunting).
e. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 30 cc setiap hari selama 2
3 minggu, bila gagal dilakukan operasi.
f. Fisioterapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.1,2
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa
menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika
yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar
daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :
Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid
berarti daya tahan host telah menurun.
Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit
dan fagositosis tidak efektif.
Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan
komplemen dalam likuor rendah.3
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai
spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta
dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya antibiotika
diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.3
46

Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :


a. Ampisilin
Diberikan secara intravena
Dosis : Neonatus: 50 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Umur 1 2 bulan : 100 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 400 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 8 12 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Anak : 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 4 8 gram/hari dibagi dalam 4
kali pemberian.
47

d. Ceftriaxon
- Dewasa dan anak > 12 tahun dan anak BB > 50 kg : 1 -
2 gram satu kali sehari. Pada infeksi berat yang
disebabkan organisme yang moderat sensitif, dosis
dapat dinaikkan sampai 4 gram satu kali sehari.
- Bayi 14 hari : 20 - 50 mg/kg BB tidak boleh lebih dari
50 mg/kg BB, satu kali sehari.
- Dewasa 15 hari -12 tahun : 20 - 80 mg/kg BB, satu kali
sehari. Dosis intravena > 50 mg/kg BB harus diberikan
melalui infus paling sedikit 30 menit.1,3
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika
yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini
Tabel 3. Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab
No Kuman penyebab Pilihan pertama Alternatif lain
1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim
2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol
3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol
4. S. aureus Nafosillin Vancomisin
5. S. epidermitis Sefotaksim Ampisillin bila sensitif dan atau
Enterobacteriaceae ditambah aminoglikosida secara
intrateca.
6. Pseudomonas Pipersillin + Sefotaksim
Tobramisin
7. Streptococcus Penicillin G Vankomisin
Group A / B
8. Streptococcus Ampisillin +
Group D Gentamisin
9. L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim
Sulfametoksasol

Terapi suportif melibatkan pengobatan dehidrasi dengan cairan pengganti


dan pengobatan shock, koagulasi intravaskular diseminata , patut sekresi hormon
antidiuretik , kejang , peningkatan tekanan intrakranial, apnea, aritmia, dan koma.
Terapi suportif juga melibatkan pemeliharaan perfusi serebral yang memadai dihadapan edema
serebral.
48

Dengan pengecualian dari HSV dan HIV, tidak ada terapi spesifik untuk
virusensefalitis .Manajemen mendukung dan sering membutuhkan masuk ICU,
yangmemungkinkan terapi agresif untuk kejang, deteksi tepat waktu kelainan
elektrolit dan bila perlu, pemantauan jalan napas dan perlindungan dan
pengurangan peningkatan tekanan intrakranial.Asiklovir adalah pilihan perawatan
untuk infeksi HSV. Infeksi HIV dapat diobatidengan kombinasi ARV.Infeksi M.
pneumoniae dapat diobati dengan doksisiklin, eritromisin, azitromisin,
klaritromisin atau, meskipun nilai mengobati penyakitmikoplasma SSP dengan agen ini
masih diperdebatkan. Perawatan pendukung sangat penting untuk menurunkan
tekanan intrakranial dan untuk mempertahankan tekanan perkusi serebral yang
memadai dan oksigenasi.
3.2.8 Komplikasi
Meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis.
Komplikasiakut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome
of Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis.
meningkatnya tekanan intrakrania (TIK) 4. Komplikasi intermediet terdiri atas
efusi subdural, demam, abses otak, hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik
adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian, kecacatan motorik 4,7.
3.2.9 Prognosis
Prognosis tergantung dari virulensi virus dan variabel-variabel terkait
dengan status kesehatan pasien, seperti usia yang ekstrim, status imunitas, dan
gangguan neurologis yang sudah ada sebelumnya. Hasil yang buruk dapat
diantisipasi pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dan orang dewasa yang lebih
dari 55 tahun.
Ensefalitis herpes simpleks yang tidak diterapi memiliki mortalitas 50-75%,
dan hampir 100% dari korban mengalami sekuele motorik jangka panjang dan
cacat mental. Mortalitas rata-rata ensefalitis herpes simpleks yang diterapi adalah
20%. Sekitar 40% pasien mengalami kesulitan belajar, gangguan memori,
kelainan neuropsikiatri, epilepsi, defisit pengendalian motorik halus, dan disartria.
Ensefalitis varicella-zoster memiliki angka mortalitas 15% pada pasien
imunokompeten dan hampir 100% pada pasien imunosupresi.
49

Angka kematian untuk ensefalitis Epstein-Barr adalah 8%. Ensefalitis rabies


dan acute disseminated encephalitis hampir 100% fatal8.
BAB IV
ANALISA KASUS

Penderita, laki-laki berumur 46 tahun, dirawat di bagian neurologi RSMH


karena mengalami penurunan kesadaran secara perlahan-lahan. Sejak 16 hari
SMRS, penderita mengalami penurunan kesadaran secara perlahan-lahan.
Penderita mulai susah berkomunikasi, pasien tampak bicara sedikit-sedikit
kemudian menjadi tidak bicara kemudian tampak mengantuk dan susah
dibangunkan. Pasien juga mengeluh sakit kepala, menurut pasien nyeri kepala
dirasakan berdenyut di puncak kepala, sebelum mengalami penurunan kesadaran
pasien demam tinggi terus menerus. Demam turun setelah minum obat dari
dokter yang pasien lupa namanya. Keluhan muntah menyemprot tidak ada,
kelemahan sisi tubuh tidak ada, bicara pelo tidak ada, mulut mengot tidak ada,
gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan belum dapat dinilai. Saat ini
pasien belum dapat mengerti isi pikiran orang lain baik secaralisan, tulisan
maupun isyarat dan belum dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan maupun isyarat.
Penurunan kesadaran adalah kegawatan neurologi yang menjadi petunjuk
kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common pathway dari gagal
organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal
otak dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi
dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS) yang terdapat
dibatang otak. ARAS merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari
kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui
brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut akan
menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
52

Berdasarkan gejala kemungkinan penurunan kesadaran yang dialami oleh


pasien saat ini disebabkan karena meningoensefalitis (proses inflamasi pada
meningen dan parenkim otak) karena tanpa adanya lateralisasi dan ditemukan
adanya demam yang menandakan adanya suatu reaksi infeksi.
Demam dan sakit kepala merupakan gejala awal yang sering ditemukan
pada pasien meningitis. Nyeri kepala yang disebabkan karena rangsangan
terhadap nosiseptor nyeri di kepala. Defisit neurologis dapat terjadi akibat proses
inflamasi pada parenkim otak.
Riwayat batuk lama tidak ada, penurunan berat badan drastis tidak ada,
keringat malam hari tidak ada, demam hilang timbul tanpa sebab jelas tidak ada,
serta riwayat muncul benjolan di tempat lain tidak ada. Riwayat infeksi di telinga,
hidung dan tenggorokan ada, keluar cairan dari telinga, berwarna hijau, bau, sejak
2 tahun yang lalu . Riwayat sakit gigi, infeksi gigi, gigi berlubang tidak ada.
Riwayat tatoo dan penggunaan obat-obatan melalui jarum suntik tidak ada,
riwayat terpapar radiasi tidak ada. Riwayat hipertensi ada sejak 10 tahun yang
lalu, tidak minum obat secara teratur. Riwayat penyakit jantung tidak ada, riwayat
kencing manis tidak ada, riwayat sakit ginjal tidak ada, dan riwayat trauma tidak
ada. Hal ini dimaksudkan untuk mencari sumber infeksi yang dapat menyebabkan
penyebaran infeksi sampai ke susunan saraf pusat. Pada pasien ini kemungkinan
sumber infeksinya berasal dari infeksi kronis di telinga yang menyebar ke otak.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan GCS 10 (E3M5V2), tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, respiratory rate 20 x/menit, suhu 38,1 C, dan
SpO2 99%. Penurunan GCS karena meningoencephalitis yang terjadi.
Pada pemeriksaan neurologis tidak didapatkan kelainan pada N. III , N.VII
dan N. XII. Pada pemeriksaan fungsi motorik, didapatkan tidak ada laterisasi pada
gerakan dan kekuatan pasien. Tonus otot pasien meningkat. Klonus paha dan kaki
negatif. Refleks fisiologis meningkat. Refleks patologis Babinsky dan Chaddock
positif pada kedua ekstremitas bawah. Peningkatan tonus, refleks fisiologis,
klonus positif, dan adanya refleks patologis menunjukan bahwa terdapat lesi
sentral atau lesi upper motor neuron.
53

Fungsi luhur dan sensorik belum dapat dinilai karena pasien dalam
keadaan somnolen. Tidak ditemukan gerakan abnormal. Gait dan keseimbangan
belum dapat dinilai.
Pada pemeriksaan gejala rangsang meningeal didapatkan kaku kuduk
positif, lasseque positif pada kedua ekstremitas bawah, dan kernig positif pada
kedua ekstremitas bawah. Hal ini menunjukan ada inflamasi pada meningen.
Manifestasi klinis dari spasme otot leher disebut kaku kuduk, oleh karena
manuver yang meregangkan elemen neural dan meninges pada canalis spinalis
memberikan mekanisme protektif untuk meminimalisir tekanan pada struktur
yang terinflamasi. Sebagai contoh, spasme otot servikal menimbulkan kaku
kuduk, dan spasme otot-otot lumbal bermanifestasi sebagai Kernigs sign.
Pada pemeriksaan darah rutin dan kimia darah didapatkan peningkatan
jumlah leukosit (16.300/mm3) yang menunjukkan adanya proses infeksi. Analisis
liquor cerebrospinalis ditemukan tidak berwarna, jernih, tidak berbau, bekuan
tidak ada, dan pH 9.0. Secara mikroskopis LCS ditemukan jumlah leukosit 36.0
sel/ul diantaranya PMN 0% dan MN 100%. Tidak ditemukan sel blast. Komposisi
kimia dari LCS didapatkan Nonne negatif, Pandy positif, protein 237.8 mg/dL
(98-107 mg/dL) , LDH 511 U/L, glukosa 59.8 mg/dL (40-70 mg/dL), dan klorida
122 mEq/L.

Pemeriksaan LCS pada pasien lebih mengarah ke arah meningoensefalitis


bakterial.
54

Pada pemeriksaan foto Thorax PA didapatkan kesan cor da pulmo dalam


batas normal. Pada pemeriksaan CT Scan kepala tidak ditemukan kelainan. Terapi
yang diberikan untuk pasien ini terdiri atas terapi farmakologis dan non
farmakologis. Terapi farmakologis dengan pemberian IVFD NaCl 0,9%.
Pemberian cairan NaCl yang merupakan cairan kristaloid tidak mengandung
glukosa oleh karena hiperglikemia dapat menyebabkan edema serebri. Pemberian
ceftriaxone 2 x 2 gr bertujuan untuk mencegah adanya infeksi yang disebabkan
oleh kuman gram positif maupun negatif. Ceftriaxone merupakan golongan
sefalosporin yang mempunyai spektrum yang efektif terhadap mikroorganisme
gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga stabil terhadap enzim
betalaktamase yang dihasilkan oleh bakteri. Pemberian dexamethason bertujuan
untuk menghambat reaksi inflamasi, mencegah komplikasi infeksi, menurunkan
edema serebri, dan mencegah perlekatan (meminimalkan resiko obliterasi
endarteritis serta meminimalkan resiko adhesi arachnoid). Omeprazole di gunakan
untuk mencegah strees ulcer yang dapat menyebabkan perdarahan. Fenitoin
digunakan sebagai obat utama anti kejang dengan mempengaruhi sistem inhibisi
yang melibatkan GABA.
55

DAFTAR PUSTAKA

1. Faller A, Schuenke M, Schuenke G. The central and peripheral nervous


systems. In : The human body - an introduction to structure and function.
New York : Thieme ; 2014. hal. 538-53
2. Lazoff M. Encephalitis. Diunduh dalam
www.emedicine.medscape.com/article/791896/overview/html; 2010.
Diakses pada tanggal 26 Juni 2017.
3. Tunkel AR, et al. 2010. The Management of Encephalitis: Clinical
Practice Guidelines by the Infectious Diseases Society of America.
Clinical Infectious Diseases 47: hal 30327.
4. UK Standards for Microbiology Investigations. Investigation of Viral
Encephalitis and Meningitis. Public Health England 2014;2.3:1-31.
5. Sutton D, Stevens J, Mizklel K. Intracranial lesions. Dalam Sutton D,
editor. Text book of radiology and imaging 7th ed. London: Churchill
Livingstone; 2013. hal.1726
6. Hopkins R, Peden C, Gandhi S. Principles of interpreting CT. Dalam
Radiology for anaesthesia and intensive care. London: Greenwich Medical
Media; 2003. hal 219-21
7. Zamponi N, Rossi B, Polonara G, Salvolini U. Neuropaediatric
emergencies. Dalam Scarabino T, Salvolini U, Jinkins JR, editors.
Emergency neuroradiology. New York: Springer; 2006. hal 371,390-1.
8. Solomon T, Hart IJ, Beeching NJ. Viral encephalitis: A clinicians guide.
Practical Neurology. 2011;7; hal 288-305.

Anda mungkin juga menyukai