Anda di halaman 1dari 48

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Teza Taufiq AR


Jabatan : Dokter Internsip
Periode Internsip : November 2016 November 2017
Topik : Dengue Haemorhagic Fever
Wahana : RSUD Cilegon

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI TANGGAL :



Dokter Pembimbing

dr. Hermawan ,Sp.PD,

Dokter Pendamping Dokter


Pendamping

dr. Dian Arissanthy dr. H. Kamal


Sumardin
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Karena berkat rahmat-Nya, saya selaku penuyusun laporan kasus ini, dapat
menyelesaikan laporan kasus ini, yang berjudul Dengue Haemorhagic Fever .
Dimana laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat tugas dalam
menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia selama satu tahun di wahana
terpilih, yakni RSUD Cilegon.
Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung saya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Khususnya
untuk dokter pembimbing dalam kasus saya ini, yakni dr. Hermawan, Sp.PD, yang
bersedia untuk meluangkan waktunya untuk membimbing saya. Tidak lupa, saya
mengucapkan terima kasih kepada dokter pendamping wahana RSUD Cilegon, yang
sudah memberikan bantuan, dan kesempatan pada saya, sehingga laporan kasus ini
dapat terselesaikan, dan dapat dipresentasikan Ucapan terima kasih saya ucapkan
kepada teman-teman sejawat dokter internsip yang telah mendukung saya, sehingga
laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini terdapat banyak
kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, saya dengan terbuka menerima segala
kritik, dan saran dalam penulisan laporan kasus ini, sehingga penulisan laporan
selanjutnya, dapat lebih baik lagi kedepannya. Saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan-kesalahan penulisan, di dalam laporan kasus ini.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, dan
para pembaca tentunya. Terima kasih.

Cilegon, Oktober 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Lembar pengesahan .................................................................................................1


Kata pengantar .........................................................................................................2
Daftar isi....................................................................................................................3
Borang portofolio .....................................................................................................4
Bab i status pasien ....................................................................................................5
1.1. Identitas Pasien ........................................................................................5
1.2. Anamnesis ...............................................................................................5
1.3. Pemeriksaan fisik ....................................................................................6
1.4. Resume ....................................................................................................13
1.5. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................14
1.6. Diagnosa Kerja .......................................................................................14
1.7. Diagnosa Banding ...................................................................................14
1.8. Penatalaksanaan ......................................................................................14
1.9. Prognosis .................................................................................................15
1.10. Follow Up ..............................................................................................15

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................16


2.1. Definisi ....................................................................................................16
2.2. Sejarah infeksi dengue ............................................................................16
2.3. Etiologi ....................................................................................................17
2.4. Patofisiologi ............................................................................................17
A. Teori Heterologist Infection Secondary .............................................21
B. Teori Antibody Descent Enchanment.................................................22
2.5. Manifestasi Klinis ...................................................................................26
2.6. Diagnosis .................................................................................................30
2.7. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................34
2.8. Komplikasi .............................................................................................34
2.9. Penatalaksanaan ......................................................................................34
2.10. Pencegahan ............................................................................................42

BAB III KESIMPULAN ..........................................................................................


BAB IV PENUTUP ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

3
Borang Portofolio

No. ID Peserta :
Nama Peserta : dr. Teza Taufiq AR
No. ID Wahana :
Nama Wahana : RSUD Cilegon
Topik :Dengue Haemorhagic Fever
Tanggal Kasus : 01 September 2017
Nama Pasien : Sdr.ID No. Rekam Medis : 58 09 37
Nama Pendamping :
dr. H. Kamal Sumardin
Tanggal Presentasi : Oktober 2017 dr. Dian Arissanthy
Narasumber :
Dr. Hermawan, Sp. PD

Tempat Presentasi : RSUD Cilegon


Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Tinjauan pustaka Penyegaran

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa


Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Membahas Kasus Dengue Haemorhagic Fever
Tujuan :Mengetahui kasus Dengue Haemorhagic Fever
Bahan
Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
bahasan :
Cara
Diskusi Presentasi E-mail Pos
membahas :
DATA PASIEN
Nama: Sdr.ID Umur: 19 tahun No. RM: 58 09 37
Nama Klinik : Telp: Terdaftar Sejak :

4
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr.ID Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 19 tahun Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : SMA Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa Alamat : Ling. Blentrang 02/01
Kel. Purwakarta, Kec. Purwakarta. Cilegon
No CM : 30 28 33 Tanggal masuk RS : 01 September 2017
Tanggal dikasuskan : Oktober 2017 Dokter yang memeriksa : Dr. Hermawan,
Sp.PD
PASIEN DATANG KE RS
Sendiri / Bisa jalan / Tidak bisa jalan / Dengan alat bantu
Diantar oleh keluarga : Ya / Tidak

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis, tanggal 01 September 2017, pukul : 08.16 WIB.
Keluhan utama
Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan demam. Demam dirasakan
4 hari yang lalu, Demam terus menerus dari pagi sampai malam. Os pun
mengeluhkan pusing dan nyeri kepala terutama di sekitar bola mata. Badan terasa
sakit, sendi-sendi terasa ngilu.
Os mengeluh sakit di perutnya, selain itu os mencret 1x/hari, tidak disertai
lendir dan darah. Mual dan muntah 1x/hari, berisi makanan. BAB kehitaman tidak
ditemukan, tanda-tanda perdarahan spontan seperti mimisan, gusi berdarah, BAB dan
BAK darah tidak ditemukan. Os belum berobat dan hanya mengkonsumsi obat
pereda panas saja.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak Ada

5
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Alergi : Tidak ada
Sistem Saraf : Tidak ada
Sistem Respirasi : Tidak ada
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada
SistemGastrointestinal :Tidak ada
SistemUrinarius :Tidakada
SistemGenitalis :Tidakada
Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang pelajar yang tinggal di daerah ling.purwakarta dengan angka
kasus DHF yang tinggi di cilegon. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya
informasi tentang kesehatan lingkungan hidup di sekitarnya.
III. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 110x/menit, reguler
Nafas : 80x/menit
Suhu : 37,8C (Axilla)
Saturasi O2 : 98%

Kepala : Normocephali, tidak terdapat benjolan ataupun lesi, distribusi


rambut
merata warna hitam, rambut tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, konjungtiva pucat -
/-, sklera ikterik - /-, edema palpebra -/-, refleks cahaya +/+
Telinga : Normotia, abses (-), nyeri tekan tragus (-), deformitas (-)
Hidung : Septum deviasi (-), darah (-), deformitas (-)

6
Mulut : Bibir sianosis (-), atrofi papil lidah (-), faring hipremis (-),
tonsil T1/T1, coated tongue (-)
Leher : Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran kelenjar
getah bening maupun tiroid, nyeri tekan (-)
Thorax

Inspeksi : Bentuk thorax normal, barrel chest (-), pergerakan dada


simetris saat statis dan dinamis, tipe pernapasan
thoracoabdominal, retraksi sela iga ICS I-V (-), ictus cordis
tidak terlihat
Palpasi : Simetris pada keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-),
nyeri tekan (-), ictus cordis teraba 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra sela iga V
Paru-paru
Palpasi : Fremitus Kanan = Kiri
Perkusi :Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi :Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Perkusi :Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas atas : ICS II linea sternal sinistra
Pinggang : ICS III linea parasternal sinistra

Batas kiri :ICS III linea midclav kiri


ICS IV linea midclav kiri
ICS V 1 cm lateral linea midclav kiri
Auskultasi :Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, lesi kulit (-), sikatrik (-), caput medusae (-),
pembuluh darah kolateral (-), massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik
Palpasi : Dinding perut : Nyeri tekan (-)
Hati : Tidak teraba pembesaran
Limpa : Tidak teraba pembesaran

7
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (+);area traube timpani; nyeri
ketok CVA (-/-)
Genital : Tidak Ada Kelainan
Colok Dubur : Tidak dilakukan

Ekstremitas :
Ekstremitas Dextra Sinistra

Superior

Akral Hangat (+) Hangat (+)

Luka Tidak ada Tidak ada

Otot : tonus Normotonus Normotonus

Otot : massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Normal Normal

Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas

Sensorik Normal Normal

Kekuatan 5555 5555

RL reg Volar +

CRT < 2 detik -

Inferior

Akral Hangat (+) Hangat (+)

Luka - -

Otot : tonus Normotonus Normotonus

Otot : massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Normal Normal

8
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas

Sensorik Normal Normal

Kekuatan 5555 5555

Edema - -

Deformitas - -

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 01 september 2017
Hematologi

Golongan darah B Positif

Hemoglobin 15,5 g/dl 12,0 - 16,0

Hematokrit 45 % 37,0 43 %

Eritrosit 4,5 juta 4,00 5,00 juta

MCV 87,9 fl 82,0 92,0 fl

MCH 27,3 pg 27,0 31,0 pg

MCHC 31,7 g/dl 32,0 36,0 g/dl

Leukosit 2,07 ribu/ul 5,00 - 10,00 ribu/ul

Trombosit 58.000 150 450 ribu

Kimia Klinik

Gula Darah Sewaktu 70 mg/dl < 200 mg/dl

Natrium 135,2 mEq/L 135 147 mEq/L

Kalium 4,30 mEq/L 3,30 5,40 mEq/L

9
Klorida 105,5 mEq/L 94,0 111,0 mEq/L

Imunoserologi

HBsAg (Rapid) Non reaktif

Anti HIV Penyaring Non reaktif


Rapid
Anti HCV (Rapid) Non reaktif

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 02 September 2017


Hematologi

Hemoglobin 15,7 g/dl 12,0 - 16,0

Hematokrit 44.9 % 37,0 43 %

Leukosit 2,18 ribu/ul 5,00 - 10,00 ribu/ul

Trombosit 33.000 150 450 ribu

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 02 September 2017 pukul 16.00 wib


Hematologi

Hemoglobin 14,4 g/dl 12,0 - 16,0

Hematokrit 41,2 % 37,0 43 %

Leukosit 2,29 ribu/ul 5,00 - 10,00 ribu/ul

Trombosit 28.000 150 450 ribu

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 02 September 2017 pukul 24.00 wib


Hematologi

10
Hemoglobin 15,0 g/dl 12,0 - 16,0

Hematokrit 41.9 % 37,0 43 %

Leukosit 3,47 ribu/ul 5,00 - 10,00 ribu/ul

Trombosit 20.000 150 450 ribu

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 03 September 2017 pukul 06.00 wib


Hematologi

Hemoglobin 14,8 g/dl 12,0 - 16,0

Hematokrit 43.0 % 37,0 43 %

Leukosit 3,97 ribu/ul 5,00 - 10,00 ribu/ul

Trombosit 21.000 150 450 ribu

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 03 September 2017 pukul 14.00 wib


Hematologi

Hemoglobin 14,8 g/dl 12,0 - 16,0

Hematokrit 43.0 % 37,0 43 %

Leukosit 5,10 ribu/ul 5,00 - 10,00 ribu/ul

Trombosit 20.000 150 450 ribu

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 03 September 2017 pukul 22.00 wib

11
Hematologi

Hemoglobin 14,7 g/dl 12,0 - 16,0

Hematokrit 41,7 % 37,0 43 %

Leukosit 6,87 ribu/ul 5,00 - 10,00 ribu/ul

Trombosit 21.000 150 450 ribu

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 04 September 2017


Hematologi

Hemoglobin 15,5 g/dl 12,0 - 16,0

Hematokrit 44,4 % 37,0 43 %

Leukosit 6,84 ribu/ul 5,00 - 10,00 ribu/ul

Trombosit 26.000 150 450 ribu

Pemeriksaan Hematologi pada tanggal 05 September 2017


Hematologi

Hemoglobin 15,3 g/dl 12,0 - 16,0

Hematokrit 43,6 % 37,0 43 %

Leukosit 6,77 ribu/ul 5,00 - 10,00 ribu/ul

Trombosit 56.000 150 450 ribu

Pemeriksaan Radiologi Thorax PA


Tanggal 17 April 2017

Kesan : Cor dan Pulmo dan batas normal

12
IV. RESUME
Subjektif
Os datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan demam. Demam dirasakan
4 hari yang lalu, Demam terus menerus dari pagi sampai malam. Os pun
mengeluhkan pusing dan nyeri kepala terutama di sekitar bola mata. Badan terasa
sakit, sendi-sendi terasa ngilu.
BAB kehitaman tidak ditemukan, tanda-tanda perdarahan spontan seperti
mimisan, gusi berdarah, BAB dan BAK darah tidak ditemukan. Os belum berobat
dan hanya mengkonsumsi obat pereda panas saja.

RiwayatPenyakitDahulu :
Tidak ada (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada (-)
Objektif
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 110x/menit, reguler
Nafas : 80x/menit
Suhu : 37,8C (Axilla)
Saturasi O2 : 98%

Mata : Pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, CA -/-, RC +/+


Pulmo
Perkusi :Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi :Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Perkusi : thympani, Shifting dullness (-); nyeri ketok CVA (-/-)
Genital : Scrotum edema (-)

13
Ekstremitas Inferior & Superior : edema (-) petechie reg.volar (+)

Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 01 September 2017
Hemoglobin 15,5 g/dl 12,0 - 16,0

Hematokrit 45 % 37,0 43 %

Eritrosit 4,5 juta 4,00 5,00 juta

MCV 87,9 fl 82,0 92,0 fl

MCH 27,3 pg 27,0 31,0 pg

MCHC 31,7 g/dl 32,0 36,0 g/dl

Leukosit 2,07 ribu/ul 5,00 - 10,00 ribu/ul

Trombosit 58.000 150 450 ribu

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG (ANJURAN)


Serologi IgM dan IgG anti Dengue

VI. DIAGNOSA KERJA


DHF

VII. DIAGNOSA BANDING


-

VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Paracetamol drip 3x500mg
IVFD RL 20 tpm
Inj Ranitidine 2x1amp
Inj Ondansentron 3x1 amp
Biodiar 3x1 tab K/P

14
Non-medikamentosa
Pantau Intake Output
Cek DPR/12 jam
Pantau tanda-tanda perdarahan
Pantau TTV dan tanda-tanda renjatan

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

X. FOLLOW UP
02 September 2017
S : Demam (+) terus menerus, mencret 2x/hari.
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 84x/menit, reguler
Nafas : 21x/menit
Suhu : 374C (Axilla)
Pulmo
SNves +/+ Ronkhi -/- wheezing -/-
Abdomen
Soepel+, NT -, organomegali -, Asites -

Ekstremitas Bawah & Scrotum


Ptechie generalisata
A : DHF

P :
Medikamentosa
Paracetamol Tab 3x500mg

15
IVFD RL 30 tpm
Inj Ranitidine 2x1amp
Inj Ondansentron 3x1 amp
Biodiar 3x1 tab K/P
Non-medikamentosa
Pantau Intake Output
Cek DPR/8 jam
Pantau tanda-tanda perdarahan
Pantau TTV dan tanda-tanda renjatan

03 September 2017 pukul 14.00wib dan 22.00wib


S : demam +, mencret -
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Nadi : 60x/menit, reguler
Nafas : 22x/menit
Suhu : 37,5C (Axilla)
Pulmo
SNves +/+ Ronkhi -/- wheezing -/-

Ekstremitas Bawah & Scrotum


Edema -/-, ptechie +
A : DHF

P :
Psidii 3x1 tab
IVFD RL 40 tpm
Biodiar Stop
terapi Lain dilanjutkan

16
04 september 2017
S : demam +
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 85x/menit, reguler
Nafas : 22x/menit
Suhu : 36.5C (Axilla)
Pulmo
SNves +/+ Ronkhi -/- wheezing -/-

Ekstremitas Bawah & Scrotum


Ptechie +
A : DHF
P : terapi dilanjutkan

05 Mei 2017
S : Demam -
O : Keadaan umum : Tampak sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 82x/menit, reguler
Nafas : 36x/menit
Suhu : 36C (Axilla)
Pulmo
SNves +/+ Ronkhi -/- wheezing -/-

Ekstremitas Bawah & Scrotum


Edema -/-, petechie +
A : DHF
P : BLPL
Ranitidine tab 2x1

17
Ondansentron 4mg 3x1
Pct 3x1 tab
Psidii 3x1 tab

18
BAB II
PEMBAHASAN

I. Definisi

Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh


arthropod borne viruses dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia,
rash,leukopeni dan limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan
penyakit demam akibat virus dengue yang berat dan sering kali fatal. 3
DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas
vaskuler dan bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD)
dapat mengalami perdarahan berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk
DBD. 1

II. Sejarah infeksi dengue dan virus dengue

DD klinis dilaporkan pertama kali oleh Banyamin Reesh pada bulan Agustus
-Oktober 1780 (break bone fever) di Philadelphia.4,6 Pada tahun 1954, DBD pertama
kali dilaporkan di Filipina yang kemudian menyebar ke negara-negara kawasan Asia
Tenggara. Pada tahun 1980 an penyakit ini merambah negara-negara di Benua
Amerika yang beriklim tropis dan subtropis.6
Di Indonesia, pertama kali dilaporkan kasus DD oleh Bylon di Batavia
tahun1779.4 Kasus DBD pertama kali terdiagnosis di Surabaya pada tahun 1968.
Penyakit ini terutama menyerang anak usia dibawah 15 tahun. Dalam kurun waktu
40 tahun, penyakit ini telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia.6 Istilah
haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina tahun 1953
, kasusnya dilaporkan oleh Quintos dkk pada tahun 1954.4,7
Hingga tahun 1956 baru dikenal virus dengue tipe 1 dan 2.4 Virus DEN-1
pertama kali diisolasi Sabin dan Schlesinger di Honolulu tahun 1943. Pada tahun
yang sama, Kimura dan Hotta berhasil mengisolasi dan mempublikasikan virus
DEN-1 selama terjadi epidemi di Nagasaki.5 Virus DEN-2 berhasil diisolasi oleh
sejumlah ahli di New Guinea pada tahun 1944. Virus DEN-3 dan 4 diidentifikasi
4
oleh Hammon dkk tahun 1960 dan dua tahun kemudian berhasil mengidentifikasi
virus DEN- 5 dan 6.

19
III. Etiologi

Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan


ukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal. 8 Hingga saat ini dikenal empat
serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 1-9,16
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes
aegypty merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya
seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan
epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.8,16

Gambar 2. Profil nyamuk Aedes dibandingkan nyamuk anopheles dan culex

IV. Patofisiologi

Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya


perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai
peningkatan hematokrit dan trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini
membedakan demam dengue dan demam berdarah dengue. 9,10
Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas.3 Beberapa teori
dan hipotesis yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah :

20
1. Teori virulensi virus 6. Teori endotoksin
2. Teori imunopatologi 7. Teori limfosit
3. Teori antigen antibodi 8. Teori trombosit endotel
4. Teori infection enchancing antibody 9. Teori apoptosis. 9
5. Teori mediator 10. Teori the secondary
heterologous infection

Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris


muncul teori infeksi sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan
aktivasi komplemen, dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing
antibody kemudian muncul peran endotoksemia dan limfosit T. 9 selain itu ada teori
lain yang dijelaskan menurut suvatte 1977, yaitu the secondary heterologous
infection.

A. Teori the secondary heterologous infection

Dalam hal ini dijelaskan bagaimana patogenesis yang dapat dilihat pada
gambar 2 yang dirumuskan oleh suvatte, tahun 1977. Sesuai dengan namanya adalah
tentang infeksi sekunder, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue
lainnya pada seorang pasien. Dikarenakan antibodi yang dibentuk tubuh untuk
melindungi dari serotipe lain sangat kurang dan peran dari sel T memori.16
Akibat terjadinya tumpang tindih tersembut maka terjadi tranformasi limfosit
yang menghasilkan titer tinggi antibodi igG anti dengue. Dampaknya dari banyaknya
jumlah replikasi virus tersebut maka terjadi kompleks antigen-antibodi / virus
antibody complex. Selanjutnya akan mengaktifkan sistem komplemen. Pelepasan
C3a dan C5a akibat aktivasi komplemen C3 dan C5 menyebabkan pelepasan zat
vasoaktif yang berefek:
1. peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular. Pada pasien syok bera bisa kehilangan plasma 30% yang berlangsung
24-48 jam
2. Perembasan plasma ini menimbulkan peningkatan Ht, penurunan Na, terdapatnya
cairan pada rongga serosa ( efusi pleura, Asites ).

21
3. Apabila tidak tertangani menyebabkan syok hipovolemik Asidosis Anoksia
kematian.

Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan


oleh Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD

Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe


berbeda dapat memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil
laboratorium hanya berlaku pada anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji
HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun ternyata merupakan infeksi primer. Gejala
klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu. Dari observasi ini, diduga kuat
adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting dalam patofisiologi
DBD. 10

B. Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory

Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori


enhancing antibody dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting
untuk dipahami. 10

22
Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar
imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama
perjalanan infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear
yang terinfeksi virus dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan studi in vitro,
teorui ini saat ini dikenal sebagai antibody dependent enhancement (ADE) yang
dianut untuk menjelaskan patogenesis DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung
bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue
heteroolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS. 1
Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus
DEN akan masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :
- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor
Fc dan masuk dalam monosit
- Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan
sumsum tulang (terjadi viremia).
- Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan
berbagai sistem humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem
komplemen), sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas
kapiler dan mengaktivasi faktor koagulasi. 10

Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:


- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)
- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing
antibody). 10

Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan


menyebabkan kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus.
Teori ini pula yang mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan
akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks antibodi
non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit akan terjadi opsonisasi,
internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan berkembang.
Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga penyakit
cenderung lebih berat.10

23
Gambar 3. Teori secondary heterologous infection

Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup


respon imun meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999)
menjelaskan bahwa kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder
dengue terjadi akibat efek sinergistik dari IFN-, TNF- dan protein kompleman
teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.1
Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus
membentuk kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc
monosit (makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui
antigen MHC memicu limfosit T (CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin
(IFN-) yang mengaktivasi sel lain termasuk makrofag sehingga terjadi up-regulation
pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi ini memicu imunopatologi
sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet, produksi sitokin
(TNF, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.

24
Gambar 4. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an
patogenesis DBD/DSS
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )
Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )

25
V. Manifestasi Klinis

Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :


1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS). 11

Gambar 5. Siklus transmisi demam dengue/ demam berdarah dengue

A. Demam Dengue

Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi ; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi
11
perdarahan dan leukopenia. Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya
trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam. 4,12
-
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 8
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat
terlihat pada wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam
dan kemungkinan makulopapular maupun menyerupai demam skalartina
yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum
suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari. 12
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi,
berkeringat, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan
membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelanis sign yang
patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat menyertai.4,12

26
Gambar 6. Spektrum Klinis DD dan DBD

Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut


- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
leukopeni hingga periode demam berakhir
- Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme
pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
- Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin
meningkat. 8

B. Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD.11 Kasus DBD ditandai 4
manifestasi klinis yaitu :
- Demam tinggi onset < 7 hari
- Perdarahan Spontan dan tidak spontan
- Hepatomegali
- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).4,7,8,12
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota
gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat
lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi.12
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4
cm dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan
penyakit tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan
hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik.8

27
Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue
(Dikutip dari kepustakaan no. 11dan 12)
Demam Dengue Gejala Klinis Demam Berdarah
Dengue
++ Nyeri Kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri Otot +
++ Ruam Kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji tornikuet positif ++
++++ Petekie +++
0 Perdarahan saluran cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++

Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia


sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama
menentukan tingkat keparahan DBD dan membedakannya dengan DD ialah
gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai
trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.8

28
Gambar 7. Kurva suhu pada demam berdarah dengue,
saat suhu reda keadaan klinis pasien memburuk (syok)
(dikutip dari kepustakaan no.2
Dengue Shock Syndrome
Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah
dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab
dan pasien tampak gelisah. 11

Gambar 8. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran


plasma pada DBD ( Dikutip dari kepustakaan no. 13)

29
VI. Diagnosis

Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum
infeksi dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD
adalah masalah kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila
kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin
DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat membantu dalam membuat
diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga catatan medis dapat
dibuat lebih tepat.2
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda
laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium
tersebut harus ada) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2

Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :


Kriteria klinis :
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena
- Pembesaran hati
- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :
- Trombositopenia (100.000/l atau kurang)
- Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%. 8,16

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :


- Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
- Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan
spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
- Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah,
kulit lembab dan penderita gelisah.

30
- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa. 4,7,8,12,16

VII. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan
peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya
terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai
hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah
leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan
limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.
Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII,
faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD.4

2. Pencitraan pencitraan
2.1 Pemeriksaan rontgen dada
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi
cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.13

Gambar 9. Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue

31
2.2. Pencitraan Ultrasonografis
Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting
tidak menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai
organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat
membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai
sebagai alat diagnostik bantu untuk meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih
berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan penebalan
pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda bermakna pada
DBD I-II dibanding DBD III-IV. 13

3. Pemeriksaan Serologi.
Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :
- Uji hambatan hemaglitinasi
- Uji Netralisasi
- Uji fiksasi komplemen
- Uji Hemadsorpsi Immunosorben
- Uji Elisa Anti Dengue Ig M
- Tes Dengue Blot. 7

Pemeriksaan rapid sero diagnostic test


Uji serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat
pula menimbulkan keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif
palsu pada hari demam ke 2-3. Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M dan Ig G
atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit 3-4 akan dijumpai peningkatan Ig M lalu
meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun kembali dan menghilang pada hari
sakit ke 30-60. Peningkatan Ig M akan diikuti peningkatan Ig G yang mencapai
puncak pada hari ke 15 kemudian menurun dalam kadar rendah seumur hidup. Tetapi
pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G sehingga kadarnya naik dengan
cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari
demam ke 2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari
lagi.

32
Gambar 10. Respon imun terhadap infeksi dengue
Respon imun terhadap infeksi dengue :
Antibodi Ig M :
- Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi
- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi
primer singkat
Antibodi Ig G :
- Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala
- Meningkat pada infeksi primer
- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti
dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis
peningkatan Ig G anti dengue. 14

Gambar 11. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue

33
VIII. Komplikasi

1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 11

IX. Penatalaksanaan

Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki


sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler
Diseminata (KID).13

Gambar 12. Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit


(dikutip dari kepustakaan no. 2)

Penatalaksanaan Demam Dengue


Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :
- Tirah baring selama fase demam akut
- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tbuh tetap dibawah 40 C,
sebaiknya diberikan parasetamol
- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang
mengalami nyeri yang parah
- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang
berkeringat lebih atau muntah. 8

Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue

34
Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih
berat sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran
plasma. Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa
kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan
tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya
8
kehilangan cairan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume
replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.2
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam
ketiga hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari
saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit,
trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil
diatasi hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15%
memerlukan transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk
resusitasi awal syok ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer
memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk
mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD
stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan Ringer
akibat adanya asidosis berat. 2
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk
rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan
jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena
tidak ada perembesan plasma.2
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan
hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih
besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada
cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular
lebih baik.2

Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD

35
Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid
(20ml/kgBB/30menit) dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada
perbaikan maka diperlukan pemberian transfusi darah minimal 100 ml dapat segera
diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah dilakukan pemberian cairan yang
memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2

Tabel 4. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat
traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis
sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya
juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.2
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan
bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi

36
trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP)
yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi
trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula diberikan
packed red cell (PRC).2
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali
dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk
mencegah terjadinya oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila
terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi
hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih
sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin
rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi. 2

Gambar 13. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik pergerakan cairan pada
kapiler yang harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya syok pada DBD
(dikutip dari kepustakaan no. 13)

37
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

Bagan 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.

38
Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht.

39
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%

40
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue

41
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau
asidosis).7

X. Pencegahan

- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan
tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
- Foging Focus dan Foging Masal
d. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang
waktu 1 minggu
e. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam
jangka waktu 1 bulan
f. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan
menggunakan Swing Fog

Gambar 14. Kegiatan foging


- Penyelidikan Epidemiologi

42
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam
setelah menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
- Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat.
- Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 15

43
BAB III
KESIMPULAN

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis,
undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue
(DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock
syndrome/DSS). 1

Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus
yang dikenal (DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan
memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe
yang lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak yang lebih buruk. Hal
ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody dependent enhancement (ADE),
dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi serotipe kedua. 1

44
BAB IV
PENUTUP

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis,
undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue
(DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock
syndrome/DSS).
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat,
pemahaman mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik.
Pemantauan klinis dan laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD.
Akhirnya dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan pada kasus
DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien. Penanganan yang cepat tepat dan
akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.

45
Daftar Pustaka
1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue
Haemorrhagic Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A,
penyunting. Proceedings Book 13th National Congress of Child Health.
KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329-
2. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati
N, penyunting. Current Management of Pediatrics Problems. Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6
September 2004.h. 63-
3. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam :
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics.
Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders.2004.h.1092-4
4. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press
1988
5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody
dependent enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana
Med Trop 2002; 54(3):h.171-79
6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada
Penderita Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-
13 September 1998.h.
7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era
2003. Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-9
8. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive
Guidelines. New Delhi : WHO.1999
9. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam :
Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah
Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit
Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.2004.h.32-43
10. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam :
Akib Aap, Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap

46
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV.
Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31
Juli 2001. h. 41-55
11. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam
tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h. 80-135
12. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H,
Hadinegoro SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi &
Penyakit Tropis. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002.h.176-208
13. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras.
Cermin Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
14. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/
modules.php? name= ontent&pa=showpage&pid=33. Diunduh pada tanggal
27 Juni 2006.
15. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD.
Edisi 1 Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2002.
16. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam
tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h. 80-135

47
PORTOFOLIO
Dengue Haemoraghic Fever

Disusun oleh:
dr. Teza Taufiq AR

Pendamping:
dr. Dian Arissanthy
dr. H. Kamal Sumardin

Pembimbing:
dr.Hermawan, Sp.PD

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD KOTA CILEGON
NOVEMBER 2016-2017

48

Anda mungkin juga menyukai