Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Karena berkat rahmat-Nya, saya selaku penuyusun laporan kasus ini, dapat
menyelesaikan laporan kasus ini, yang berjudul Dengue Haemorhagic Fever .
Dimana laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat tugas dalam
menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia selama satu tahun di wahana
terpilih, yakni RSUD Cilegon.
Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung saya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Khususnya
untuk dokter pembimbing dalam kasus saya ini, yakni dr. Hermawan, Sp.PD, yang
bersedia untuk meluangkan waktunya untuk membimbing saya. Tidak lupa, saya
mengucapkan terima kasih kepada dokter pendamping wahana RSUD Cilegon, yang
sudah memberikan bantuan, dan kesempatan pada saya, sehingga laporan kasus ini
dapat terselesaikan, dan dapat dipresentasikan Ucapan terima kasih saya ucapkan
kepada teman-teman sejawat dokter internsip yang telah mendukung saya, sehingga
laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini terdapat banyak
kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, saya dengan terbuka menerima segala
kritik, dan saran dalam penulisan laporan kasus ini, sehingga penulisan laporan
selanjutnya, dapat lebih baik lagi kedepannya. Saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan-kesalahan penulisan, di dalam laporan kasus ini.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, dan
para pembaca tentunya. Terima kasih.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
Borang Portofolio
No. ID Peserta :
Nama Peserta : dr. Teza Taufiq AR
No. ID Wahana :
Nama Wahana : RSUD Cilegon
Topik :Dengue Haemorhagic Fever
Tanggal Kasus : 01 September 2017
Nama Pasien : Sdr.ID No. Rekam Medis : 58 09 37
Nama Pendamping :
dr. H. Kamal Sumardin
Tanggal Presentasi : Oktober 2017 dr. Dian Arissanthy
Narasumber :
Dr. Hermawan, Sp. PD
4
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr.ID Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 19 tahun Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : SMA Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa Alamat : Ling. Blentrang 02/01
Kel. Purwakarta, Kec. Purwakarta. Cilegon
No CM : 30 28 33 Tanggal masuk RS : 01 September 2017
Tanggal dikasuskan : Oktober 2017 Dokter yang memeriksa : Dr. Hermawan,
Sp.PD
PASIEN DATANG KE RS
Sendiri / Bisa jalan / Tidak bisa jalan / Dengan alat bantu
Diantar oleh keluarga : Ya / Tidak
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis, tanggal 01 September 2017, pukul : 08.16 WIB.
Keluhan utama
Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan demam. Demam dirasakan
4 hari yang lalu, Demam terus menerus dari pagi sampai malam. Os pun
mengeluhkan pusing dan nyeri kepala terutama di sekitar bola mata. Badan terasa
sakit, sendi-sendi terasa ngilu.
Os mengeluh sakit di perutnya, selain itu os mencret 1x/hari, tidak disertai
lendir dan darah. Mual dan muntah 1x/hari, berisi makanan. BAB kehitaman tidak
ditemukan, tanda-tanda perdarahan spontan seperti mimisan, gusi berdarah, BAB dan
BAK darah tidak ditemukan. Os belum berobat dan hanya mengkonsumsi obat
pereda panas saja.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak Ada
5
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Alergi : Tidak ada
Sistem Saraf : Tidak ada
Sistem Respirasi : Tidak ada
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada
SistemGastrointestinal :Tidak ada
SistemUrinarius :Tidakada
SistemGenitalis :Tidakada
Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang pelajar yang tinggal di daerah ling.purwakarta dengan angka
kasus DHF yang tinggi di cilegon. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya
informasi tentang kesehatan lingkungan hidup di sekitarnya.
III. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 110x/menit, reguler
Nafas : 80x/menit
Suhu : 37,8C (Axilla)
Saturasi O2 : 98%
6
Mulut : Bibir sianosis (-), atrofi papil lidah (-), faring hipremis (-),
tonsil T1/T1, coated tongue (-)
Leher : Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran kelenjar
getah bening maupun tiroid, nyeri tekan (-)
Thorax
7
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (+);area traube timpani; nyeri
ketok CVA (-/-)
Genital : Tidak Ada Kelainan
Colok Dubur : Tidak dilakukan
Ekstremitas :
Ekstremitas Dextra Sinistra
Superior
RL reg Volar +
Inferior
Luka - -
8
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas
Edema - -
Deformitas - -
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 01 september 2017
Hematologi
Hematokrit 45 % 37,0 43 %
Kimia Klinik
9
Klorida 105,5 mEq/L 94,0 111,0 mEq/L
Imunoserologi
10
Hemoglobin 15,0 g/dl 12,0 - 16,0
11
Hematologi
12
IV. RESUME
Subjektif
Os datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan demam. Demam dirasakan
4 hari yang lalu, Demam terus menerus dari pagi sampai malam. Os pun
mengeluhkan pusing dan nyeri kepala terutama di sekitar bola mata. Badan terasa
sakit, sendi-sendi terasa ngilu.
BAB kehitaman tidak ditemukan, tanda-tanda perdarahan spontan seperti
mimisan, gusi berdarah, BAB dan BAK darah tidak ditemukan. Os belum berobat
dan hanya mengkonsumsi obat pereda panas saja.
RiwayatPenyakitDahulu :
Tidak ada (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada (-)
Objektif
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 110x/menit, reguler
Nafas : 80x/menit
Suhu : 37,8C (Axilla)
Saturasi O2 : 98%
13
Ekstremitas Inferior & Superior : edema (-) petechie reg.volar (+)
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 01 September 2017
Hemoglobin 15,5 g/dl 12,0 - 16,0
Hematokrit 45 % 37,0 43 %
VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Paracetamol drip 3x500mg
IVFD RL 20 tpm
Inj Ranitidine 2x1amp
Inj Ondansentron 3x1 amp
Biodiar 3x1 tab K/P
14
Non-medikamentosa
Pantau Intake Output
Cek DPR/12 jam
Pantau tanda-tanda perdarahan
Pantau TTV dan tanda-tanda renjatan
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
X. FOLLOW UP
02 September 2017
S : Demam (+) terus menerus, mencret 2x/hari.
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 84x/menit, reguler
Nafas : 21x/menit
Suhu : 374C (Axilla)
Pulmo
SNves +/+ Ronkhi -/- wheezing -/-
Abdomen
Soepel+, NT -, organomegali -, Asites -
P :
Medikamentosa
Paracetamol Tab 3x500mg
15
IVFD RL 30 tpm
Inj Ranitidine 2x1amp
Inj Ondansentron 3x1 amp
Biodiar 3x1 tab K/P
Non-medikamentosa
Pantau Intake Output
Cek DPR/8 jam
Pantau tanda-tanda perdarahan
Pantau TTV dan tanda-tanda renjatan
P :
Psidii 3x1 tab
IVFD RL 40 tpm
Biodiar Stop
terapi Lain dilanjutkan
16
04 september 2017
S : demam +
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 85x/menit, reguler
Nafas : 22x/menit
Suhu : 36.5C (Axilla)
Pulmo
SNves +/+ Ronkhi -/- wheezing -/-
05 Mei 2017
S : Demam -
O : Keadaan umum : Tampak sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 82x/menit, reguler
Nafas : 36x/menit
Suhu : 36C (Axilla)
Pulmo
SNves +/+ Ronkhi -/- wheezing -/-
17
Ondansentron 4mg 3x1
Pct 3x1 tab
Psidii 3x1 tab
18
BAB II
PEMBAHASAN
I. Definisi
DD klinis dilaporkan pertama kali oleh Banyamin Reesh pada bulan Agustus
-Oktober 1780 (break bone fever) di Philadelphia.4,6 Pada tahun 1954, DBD pertama
kali dilaporkan di Filipina yang kemudian menyebar ke negara-negara kawasan Asia
Tenggara. Pada tahun 1980 an penyakit ini merambah negara-negara di Benua
Amerika yang beriklim tropis dan subtropis.6
Di Indonesia, pertama kali dilaporkan kasus DD oleh Bylon di Batavia
tahun1779.4 Kasus DBD pertama kali terdiagnosis di Surabaya pada tahun 1968.
Penyakit ini terutama menyerang anak usia dibawah 15 tahun. Dalam kurun waktu
40 tahun, penyakit ini telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia.6 Istilah
haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina tahun 1953
, kasusnya dilaporkan oleh Quintos dkk pada tahun 1954.4,7
Hingga tahun 1956 baru dikenal virus dengue tipe 1 dan 2.4 Virus DEN-1
pertama kali diisolasi Sabin dan Schlesinger di Honolulu tahun 1943. Pada tahun
yang sama, Kimura dan Hotta berhasil mengisolasi dan mempublikasikan virus
DEN-1 selama terjadi epidemi di Nagasaki.5 Virus DEN-2 berhasil diisolasi oleh
sejumlah ahli di New Guinea pada tahun 1944. Virus DEN-3 dan 4 diidentifikasi
4
oleh Hammon dkk tahun 1960 dan dua tahun kemudian berhasil mengidentifikasi
virus DEN- 5 dan 6.
19
III. Etiologi
IV. Patofisiologi
20
1. Teori virulensi virus 6. Teori endotoksin
2. Teori imunopatologi 7. Teori limfosit
3. Teori antigen antibodi 8. Teori trombosit endotel
4. Teori infection enchancing antibody 9. Teori apoptosis. 9
5. Teori mediator 10. Teori the secondary
heterologous infection
Dalam hal ini dijelaskan bagaimana patogenesis yang dapat dilihat pada
gambar 2 yang dirumuskan oleh suvatte, tahun 1977. Sesuai dengan namanya adalah
tentang infeksi sekunder, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue
lainnya pada seorang pasien. Dikarenakan antibodi yang dibentuk tubuh untuk
melindungi dari serotipe lain sangat kurang dan peran dari sel T memori.16
Akibat terjadinya tumpang tindih tersembut maka terjadi tranformasi limfosit
yang menghasilkan titer tinggi antibodi igG anti dengue. Dampaknya dari banyaknya
jumlah replikasi virus tersebut maka terjadi kompleks antigen-antibodi / virus
antibody complex. Selanjutnya akan mengaktifkan sistem komplemen. Pelepasan
C3a dan C5a akibat aktivasi komplemen C3 dan C5 menyebabkan pelepasan zat
vasoaktif yang berefek:
1. peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular. Pada pasien syok bera bisa kehilangan plasma 30% yang berlangsung
24-48 jam
2. Perembasan plasma ini menimbulkan peningkatan Ht, penurunan Na, terdapatnya
cairan pada rongga serosa ( efusi pleura, Asites ).
21
3. Apabila tidak tertangani menyebabkan syok hipovolemik Asidosis Anoksia
kematian.
22
Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar
imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama
perjalanan infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear
yang terinfeksi virus dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan studi in vitro,
teorui ini saat ini dikenal sebagai antibody dependent enhancement (ADE) yang
dianut untuk menjelaskan patogenesis DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung
bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue
heteroolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS. 1
Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus
DEN akan masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :
- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor
Fc dan masuk dalam monosit
- Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan
sumsum tulang (terjadi viremia).
- Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan
berbagai sistem humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem
komplemen), sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas
kapiler dan mengaktivasi faktor koagulasi. 10
23
Gambar 3. Teori secondary heterologous infection
24
Gambar 4. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an
patogenesis DBD/DSS
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )
Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )
25
V. Manifestasi Klinis
A. Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi ; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi
11
perdarahan dan leukopenia. Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya
trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam. 4,12
-
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 8
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat
terlihat pada wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam
dan kemungkinan makulopapular maupun menyerupai demam skalartina
yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum
suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari. 12
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi,
berkeringat, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan
membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelanis sign yang
patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat menyertai.4,12
26
Gambar 6. Spektrum Klinis DD dan DBD
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD.11 Kasus DBD ditandai 4
manifestasi klinis yaitu :
- Demam tinggi onset < 7 hari
- Perdarahan Spontan dan tidak spontan
- Hepatomegali
- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).4,7,8,12
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota
gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat
lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi.12
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4
cm dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan
penyakit tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan
hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik.8
27
Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue
(Dikutip dari kepustakaan no. 11dan 12)
Demam Dengue Gejala Klinis Demam Berdarah
Dengue
++ Nyeri Kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri Otot +
++ Ruam Kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji tornikuet positif ++
++++ Petekie +++
0 Perdarahan saluran cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++
28
Gambar 7. Kurva suhu pada demam berdarah dengue,
saat suhu reda keadaan klinis pasien memburuk (syok)
(dikutip dari kepustakaan no.2
Dengue Shock Syndrome
Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah
dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab
dan pasien tampak gelisah. 11
29
VI. Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum
infeksi dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD
adalah masalah kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila
kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin
DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat membantu dalam membuat
diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga catatan medis dapat
dibuat lebih tepat.2
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda
laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium
tersebut harus ada) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2
30
- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa. 4,7,8,12,16
2. Pencitraan pencitraan
2.1 Pemeriksaan rontgen dada
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi
cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.13
31
2.2. Pencitraan Ultrasonografis
Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting
tidak menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai
organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat
membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai
sebagai alat diagnostik bantu untuk meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih
berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan penebalan
pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda bermakna pada
DBD I-II dibanding DBD III-IV. 13
3. Pemeriksaan Serologi.
Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :
- Uji hambatan hemaglitinasi
- Uji Netralisasi
- Uji fiksasi komplemen
- Uji Hemadsorpsi Immunosorben
- Uji Elisa Anti Dengue Ig M
- Tes Dengue Blot. 7
32
Gambar 10. Respon imun terhadap infeksi dengue
Respon imun terhadap infeksi dengue :
Antibodi Ig M :
- Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi
- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi
primer singkat
Antibodi Ig G :
- Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala
- Meningkat pada infeksi primer
- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti
dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis
peningkatan Ig G anti dengue. 14
33
VIII. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 11
IX. Penatalaksanaan
34
Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih
berat sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran
plasma. Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa
kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan
tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya
8
kehilangan cairan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume
replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.2
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam
ketiga hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari
saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit,
trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil
diatasi hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15%
memerlukan transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk
resusitasi awal syok ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer
memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk
mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD
stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan Ringer
akibat adanya asidosis berat. 2
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk
rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan
jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena
tidak ada perembesan plasma.2
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan
hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih
besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada
cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular
lebih baik.2
35
Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid
(20ml/kgBB/30menit) dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada
perbaikan maka diperlukan pemberian transfusi darah minimal 100 ml dapat segera
diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah dilakukan pemberian cairan yang
memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat
traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis
sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya
juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.2
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan
bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi
36
trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP)
yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi
trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula diberikan
packed red cell (PRC).2
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali
dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk
mencegah terjadinya oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila
terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi
hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih
sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin
rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi. 2
Gambar 13. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik pergerakan cairan pada
kapiler yang harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya syok pada DBD
(dikutip dari kepustakaan no. 13)
37
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:
38
Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht.
39
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%
40
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue
41
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau
asidosis).7
X. Pencegahan
42
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam
setelah menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
- Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat.
- Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 15
43
BAB III
KESIMPULAN
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis,
undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue
(DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock
syndrome/DSS). 1
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus
yang dikenal (DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan
memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe
yang lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak yang lebih buruk. Hal
ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody dependent enhancement (ADE),
dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi serotipe kedua. 1
44
BAB IV
PENUTUP
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis,
undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue
(DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock
syndrome/DSS).
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat,
pemahaman mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik.
Pemantauan klinis dan laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD.
Akhirnya dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan pada kasus
DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien. Penanganan yang cepat tepat dan
akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.
45
Daftar Pustaka
1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue
Haemorrhagic Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A,
penyunting. Proceedings Book 13th National Congress of Child Health.
KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329-
2. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati
N, penyunting. Current Management of Pediatrics Problems. Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6
September 2004.h. 63-
3. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam :
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics.
Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders.2004.h.1092-4
4. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press
1988
5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody
dependent enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana
Med Trop 2002; 54(3):h.171-79
6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada
Penderita Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-
13 September 1998.h.
7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era
2003. Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-9
8. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive
Guidelines. New Delhi : WHO.1999
9. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam :
Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah
Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit
Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.2004.h.32-43
10. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam :
Akib Aap, Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap
46
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV.
Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31
Juli 2001. h. 41-55
11. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam
tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h. 80-135
12. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H,
Hadinegoro SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi &
Penyakit Tropis. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002.h.176-208
13. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras.
Cermin Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
14. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/
modules.php? name= ontent&pa=showpage&pid=33. Diunduh pada tanggal
27 Juni 2006.
15. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD.
Edisi 1 Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2002.
16. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam
tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h. 80-135
47
PORTOFOLIO
Dengue Haemoraghic Fever
Disusun oleh:
dr. Teza Taufiq AR
Pendamping:
dr. Dian Arissanthy
dr. H. Kamal Sumardin
Pembimbing:
dr.Hermawan, Sp.PD
48