Anda di halaman 1dari 35

i

Laporan Kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE

Dipresentasikan oleh:
dr. Christiani Simbolon

Pembimbing:
dr. Religius Pinem, Sp. PD-KGEH

Pendamping:
dr. Erna Marpaung

Wahana Internsip:
RSUD Sidikalang

KOMITE INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PPSDM KESEHATAN
2017
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Christiani Simbolon

Judul Portofolio : Demam Bedarah Dengue

Pendamping : dr. Erna Marpaung

Sidikalang, 23 November 2017

Pendamping Dokter Internsip

dr. Erna Marpaung dr. Christiani Simbolon


iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Demam Berdarah Dengue”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing dr. Religius Pinem, Sp.PD-KGEH dan juga kepada dr. Erna
Marpaung selaku pendamping yang telah membantu dan membimbing sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Sidikalang, 23 November 2017

Penulis
iv

DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................................i
Halaman Pengesahan......................................................................................................ii
Kata Pengantar...............................................................................................................iii
Daftar Isi..........................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS............................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................13
3.1 Definisi......................................................................................................................13
3.2 Epidemiologi.............................................................................................................13
3.3 Patofisiologi...............................................................................................................14
3.4 Manifestasi Klinis......................................................................................................17
3.5 Diagnosis...................................................................................................................17
3.6 Diagnosis Banding.....................................................................................................21
3.7 Terapi.........................................................................................................................21
3.8 Kriteria Merujuk........................................................................................................29
3.9 Pencegahan dan Edukasi...........................................................................................30
3.10 Prognosis.................................................................................................................31
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 34
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus flavivirus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
(vektor primer), Aedes albopictus (vektor sekunder), dan Aedes scutellaris (Indonesia
Timur). Vektor primer dan sekunder ini terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia
kecuali di daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.1,2
World Health Organization (WHO) melaporkan sebanyak 2.5 miliar orang
mempunyai resiko terinfeksi dengue, dengan estimasi sebanyak 50 juta kasus infeksi
dengue di seluruh dunia tiap tahun. Dengue ini endemik di lebih dari 100 negara di
Afrika, Amerika, Mediterranean Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat.3
Kasus DBD di Sumatera Utara masih sangat tinggi, Sumatera Utara menduduki
urutan ke 19 dari seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 2008, kasus DBD di
Sumatera Utara mencapai 4.454 dengan 50 kematian.4
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah kasus DBD yaitu
perubahan iklim dan kelembaban udara, lingkungan fisik dan biologik, dan perilaku
penduduk. Berdasarkan pengamatan terhadap pola penularan DBD di Indonesia,
umumnya musim penularan DBD berlaku pada musim hujan.4
Tempat perindukan nyamuk vektor dilaporkan semakin banyak. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Hasyimi pada tahun 2004, perilaku penduduk yang selalu
menampung air karena takut tidak tersedianya air menyebabkan tempat perindukan
nyamuk Aedes aegypti cenderung menjadi banyak sehingga memperluas peluang
terjadinya transmisi DBD.3
Pengaruh lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap transmisi DBD. Suatu
penelitian pada tahun 2008 menyatakan bahwa penduduk di perumahan yang padat lebih
cenderung terserang DBD. DBD dapat menyebabkan terjadinya gagal hati dan dehidrasi
berat sebagai komplikasi. DBD juga dapat menyebabkan kematian kepada penderitanya,
terutama pada anak jika tidak mendapat rawatan yang baik. Dilaporkan bahwa setiap
tahun, sebanyak 21.000 anak meninggal dunia karena DBD.3

1.2 Tujuan
2

Pada laporan kasus ini disajikan kasus “ Seorang Laki-laki 55 tahun dengan
Demam Berdarah Dengue”. Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari lebih
dalam tentang cara mendiagnosis dan mengelola penderita dengan penyakit tersebut di
atas.

1.3 Manfaat
Penulisan portofolio ini diharapkan dapat membantu para dokter dalam
mendiagnosisdan melakukan pengelolaan kasus Demam Bedarah Dengue
3

BAB II
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk : 12 Oktober 2017

ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Tn. F
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Batak
Agama : Kristen
Alamat : Tigalingga, Sidikalang

ANAMNESIS
Autoanamnese Alloanamnese

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama : Demam
Deskripsi :
Hal ini dialami pasien sejak empat hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
bersifat terus-menerus tidak disertai menggigil. Demam turun dengan obat
penurun panas, tetapi kemudian demam naik lagi. Nyeri sekitar mata dirasakan
tiga hari ini. Pegal-pegal pada seluruh badan dijumpai. Sakit kepala dijumpai.
Mual dirasakan tiga hari ini, muntah tidak dijumpai. Nyeri ulu hati disangkal.
Riwayat mimisan dijumpai, satu kali sebelum masuk rumah sakit. Riwayat gusi
berdarah dan BAB hitam disangkal. Riwayat sulit dan nyeri saat BAK disangkal,
frekuensi BAK 3x sehari, volume kira- kira setengah gelas tiap BAK, berwarna
kuning jernih. BAB normal, warna kuning. Riwayat bepergian ke daerah endemis
malaria disangkal. Pasien mengakui memiliki tetangga dengan penyakit demam
berdarah. Riwayat DM disangkal, riwayat hipertensi disangkal.
RPT :-
RPO : Paracetamol
ANAMNESIS UMUM ORGAN

Jantung Sesak Napas :- Edema :-


4

Angina
:- Palpitasi :-
Pectoris
Lain-lain :-
Saluran Asma,
Batuk-batuk :- :-
Pernapasan bronkitis
Dahak :- Lain-lain :-
Saluran
Nafsu Makan : menurun Penurunan BB :-
Pencernaan
Keluhan Keluhan
:- :-
Menelan Defekasi
Keluhan Perut : + (mual) Lain-lain :-
Saluran Sakit Buang Buang air kecil
:- :-
Urogenital Air Kecil tersendat
Mengandung : Warna urin
:- Keadaan Urin
Batu kuning jernih
Haid :- Lain-lain :-
Sendi dan Keterbatasan
Sakit pinggang :- :-
Tulang Gerak
Keluhan
:+ Lain-lain :-
Persendian
Endokrin Haus/Polidipsi :- Gugup :-
Perubahan
Poliuri :- :-
Suara
Polifagi :- Lain-lain :-
Saraf Pusat Sakit Kepala :+ Hoyong :+
Lain-lain :-
Darah dan
Pucat :- Perdarahan :+
Pembuluh darah
Petechiae :- Purpura :-
Lain-lain :-
Claudicatio
Sirkulasi Perifer :- Lain-lain :-
Intermitten

ANAMNESIS FAMILI : tidak dijumpai keluhan sama pada keluarga pasien

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS :
Keadaan Umum Keadaan Penyakit
Sensorium CM Pancaran wajah Lemah
5

Tekanan darah 100/60 mmHg Sikap Paksa -


88x/i, reguler, t/v :
Nadi Reflek fisiologis +
cukup
Pernapasan 20x/i Reflek patologis -
o
Temperatur 38 C (axila)

Anemia (-) Ikterus (-) Dispnu (-)


Sianosis (-) Edema (-) Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik Petechi (-)
TB : 165 cm
BB : 60 kg

Keadaan Gizi :
BW = BB x 100 % = 60/65%
TB-100
BW = 92%
IMT = 22,04 kg/m2 (normoweight)

KEPALA :
Mata : konjunctiva palp. inf. pucat (-/-), sklera ikterik(-/-), edema palpebra(-/-).pupil
ukuran 3 mm isokor, ki=ka, reflex cahaya direk (+)/indirek(+), kesan = Normal
Telinga : dalam batas normal
Hidung : bercak darah bekas mimisan (+)
Mulut : Lidah : dalam batas normal
Gigi geligi : dalam batas normal
Tonsil/faring : dalam batas normal
LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea : medial, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Simetris, tidak ada ketinggalan bernapas
6

Palpasi
Nyeri tekan :-
Fremitus suara : sf kanan = kiri, kesan normal
Iktus : teraba di ICS V 1 cm medial LMCS

Perkusi
Paru : Sonor
Batas paru-hati R/A :R: ICR V LMCS Dextra/ A: ICR VI LMCS Dextra
Peranjakan : 1 cm

Jantung
Batas Atas Jantung : ICS III LMCS
Batas Kanan Jantung : ICS V Linea Sternalis Dextra
Batas Kiri Jantung : ICR V 1 cm medial LMCS

Auskultasi
Paru
Suara Pernapasan : vesikuler
Suara tambahan :-
Jantung
M1 > M2, T1 > T2, A2 >A1, P2 > P1 desah sistolis (-), desah diastolis (-)
HR : 88x/i, reguler, intensitas cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis, tidak ada ketinggalan bernapas
Palpasi : sf kanan = kiri,kesan normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernapasan : vesikuler
Suara tambahan :-

ABDOMEN
Inspeksi
7

Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus : tidak terlihat
Vena kolateral : (-)
Caput medusae : (-)
Hernia Umbilikal : (-)

Palpasi
Dinding Abdomen : soepel, nyeri tekan (-)

HATI
Pembesaran : tidak ada pembesaran
Permukaan : tidak teraba
Pinggir : tidak teraba
Nyeri tekan : (-)

LIMFA
Pembesaran : (-) Schuffner : (-), Haecket : (-)

GINJAL
Ballotement : (-), Kiri/Kanan, lain-lain : (-)

UTERUS/OVARIUM : tdp
TUMOR : (-)

Perkusi
Pekak hati : (+)
Pekak beralih : (-)

Auskultasi
Peristaltik usus : normoperistaltik

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kostovertebra (-) kiri/kanan
8

INGUINAL : tdp
GENITALIA LUAR : tdp
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) : tdp

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH


Deformitas Sendi - Edema - -
Lokasi - Arteri Femoralis + +
Jari Tabuh - Arteri Tibialis Posterior + +
Tremor Ujung Jari - Arteri Dorsalis Pedis + +

Telapak Tangan Sembab - Refleks KPR + +


Sianosis - Refleks APR + +
Eritema Palmaris - Refleks Fisiologis + +
Lain-Lain Rumple Refleks Patologis - -
leed (+)
Lain-lain

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Darah
Hb : 14,3 g/dL
Leukosit : 4,5 x 103/mm3
Trombosit: 90 x 103/mm3
Ht : 40,7 %
KGDS : 112 mg/dl

RESUME
Keluhan Utama : Demam
Telaah : Hal ini dialami pasien 4 hari SMRS.
Demam bersifat terus-menerus, menggigil (-).
Nyeri periorbita (+), pegal-pegal pada seluruh
ANAMNESIS
badan (+), sakit kepala (+). Mual (+), muntah (-).
Nyeri ulu hati (-). Riwayat mimisan (+), 1 kali
SMRS. BAK dan BAB Normal.

Keadaan Umum : Sedang


STATUS PRESENS Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Normal
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum
Sensorium : compos mentis
TD :100/60 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, t/v : cukup
Pernapasan : 20 x/menit
9

Temperatur :38oC

Ekstremitas
Anggota gerak atas : rumpel leed (+)

Darah rutin
Hb : 14,3 g/dL
Leukosit : 4,5 x 103/mm3
LABORATORIUM RUTIN Trombosit: 90 x 103/mm3
Ht : 40,7 %
KGDS : 112 mg/dl

- Demam Berdarah Dengue (DBD)


- Demam Typhoid
DIAGNOSA BANDING
- Malaria

Demam Berdarah Dengue


DIAGNOSA SEMENTARA

PENATALAKSANAAN Aktivitas : tirah baring


Diet : Diet MB
Tindakan suportif : IVFD RL 30 gtt/i
Medikamentosa :
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj. Transamin 500 mg/12 jam
- Inj. Norages 1 amp/8 jam (K/P)
- Domperidone tablet 3 x 10 mg

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan


1. Darah rutin/ 24 jam
2. Serologi IgM, IgG (Anti Dengue)
3. Widal test
4. Malaria darah tepi
10

FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN

Tgl S O A P
Terapi Diagnostik
13/10 Demam (+) Sens :CM Demam - Tirah Baring - Cek darah
/2017 H-5 TD : 100/60 mmHg Berdarah - IVFD RL 30 gtt/i lengkap
Sakit HR : 84 x/i Dengue - Inj. Ranitidine 50 - Cek Ig G
Kepala (+) RR: 18 x/i mg/12 jam Ig M anti
Nyeri Temp : 37,8 oC - Inj. Transamin 500
Periorbita dengue
mg/12 jam
(+) Cor : dbn - Cek Widal
- Inj. Norages 1
Mimisan (-) Pulmo : vesikuler, amp/8 jam (K/P) test
Mual (+) Rh -/-, Wh -/- - Domperidone tablet
Muntah (-) Abdomen : nyeri
3 x 10 mg
tekan (-)

Hasil Lab
(12/10/2017)
Hb : 14,3 g/dL
Leukosit : 4,5 x
103/mm3
Trombosit: 90 x
103/mm3
Ht : 40,7 %
KGDS : 112 mg/dl

14/10 Demam (+) Sens :CM Demam - Tirah Baring - Cek Darut
/2017 H-6 TD : 110/70 mmHg Berdarah - IVFD RL 30 gtt/i ulang besok
Sakit HR : 80 x/i Dengue - Inj. Ranitidine 50
Kepala (+) RR: 18 x/i mg/12 jam
Nyeri Temp : 37,6oC - Inj. Norages 1
Periorbita(-) amp/8 jam (K/P)
Mimisan (-) Cor : dbn - Domperidone tablet
Mual (+) Pulmo : vesikuler,
3 x 10 mg
Muntah (-) Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : nyeri
tekan (-)

Hasil Lab
Hb : 14,1 g/dL
Leukosit : 4,9 x
103/mm3
Trombosit: 114 x
103/mm3
Ht : 40,2 %

Ig G anti Dengue: -
Ig M anti Dengue: -
11

Widal test : Normal

15/10 Demam (-) Sens :CM Demam - Tirah Baring - Cek darut
/2017 H-7 TD : 110/80 mmHg Berdarah - IVFD RL 20 gtt/i ulang besok
Sakit HR : 84 x/i Dengue - Inj. Ranitidine 50
Kepala (+) RR: 20 x/i mg/12 jam
Nyeri Temp : 37oC - Domperidone tablet
Periorbita(-)
3 x 10 mg
Mimisan (-) Cor : dbn
Mual (+) Pulmo : vesikuler, - Paracetamol tablet
Muntah (-) Rh -/-, Wh -/- 3 x 500 mg
Abdomen : nyeri
tekan (-)

Hasil Lab
Hb : 14,5 g/dL
Leukosit : 5,5 x
103/mm3
Trombosit: 133 x
103/mm3
Ht : 41,4 %

16/10 Demam (-) Sens :CM Demam Terapi PBJ - PBJ


/2017 H-8 TD : 110/80 mmHg Berdarah - Ranitidine tablet 2 - Kontrol ke
Sakit HR : 84 x/i Dengue x 150 mg Poli 3 hari
Kepala (-) RR: 20 x/i - Domperidone tablet lagi
Nyeri Temp : 36,8oC 3 x 10 mg
Periorbita(-)
- Paracetamol tablet
Mimisan (-) Cor : dbn
Mual (-) Pulmo : vesikuler, 3 x 500 mg
Muntah (-) Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : nyeri
tekan (-)

Hasil Lab
Hb : 14,5 g/dL
Leukosit : 7,0 x
103/mm3
Trombosit: 168 x
103/mm3
Ht : 42,6 %
12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
DBD merupakan satu penyakit demam akut yang disertai dengan
pendarahan dan dapat menimbulkan syok dan menyebabkan kematian. Penyakit
ini umumnya menyerang anak-anak, namun orang dewasa juga dapat diserang
oleh penyakit ini.1 Tanda-tanda penyakit ini adalah demam mendadak 2 sampai
dengan (s/d) 7 hari tanpa penyebab jelas, lemah, lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
pendarahan di kulit (petechiae), lebam (ecchymosis), ruam, mimisan, berak darah
dan kesadaran menurun. Biasanya pada DBD, hanya beberapa simptom yang
disebutkan muncul pada pasien. Kadang-kadang DBD dapat berlanjutan sehingga
menimbulkan syok.2

3.2 Epidemiologi
Istilah hemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di
Filipina pada tahun 1953. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya
pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970 dan
pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Dalam 50
tahun terakhir, tercatat insidens kasus demam berdarah dengue telah meningkat 30
kali seiring dengan perkembangan dan pertambahan penduduk dari kota ke desa
dalam dekade terakhir ini. Di seluruh dunia, diperkirakan sedikitnya terdapat 50
juta dari 2,5 milyar penduduk yang tinggal di daerah endemik terinfeksi virus
dengue setiap tahunnya.3
Dengue merupakan penyebab demam kedua tertinggi setelah malaria.
Infeksi dengue ini endemis pada banyak negara Asia Tenggara, Pasifik Barat,
Amerika dan hiperendemis di Thailand. Demam berdarah dengue kebanyakan
terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun.3
Anak golongan usia 10 – 15 merupakan golongan umur tersering
menderita DBD dibandingkan dengan bayi dan orang dewasa, dan sekitar 50%
penderita DBD merupakan golongan umur tersebut. Anak perempuan lebih
beresiko menderita DBD dibandingkan anak laki – laki, namun dalam penelitian
di Indonesia didapati laki – laki lebih tinggi terkena DBD dibandingkan
perempuan dengan perbandingan 1,4:1 dikarenakan nyamuk Aedes aegypti yang
13

aktif menggigit pada siang hari dengan dua puncak aktivitas yaitu pada pukul
08.00 – 12.00 dan 15.00 – 17.00, pada jam tersebut anak-anak biasanya bermain
di luar rumah.3
Beberapa faktor mempengaruhi beratnya penyakit, seperti faktor host,
serotipe virus atau genotype, sekuens infeksi virus, perbedaan antibodi
crossreactive dengue, dan respons sel T. Usia lebih tua sebelumnya dilaporkan
memiliki faktor risiko untuk mortalitas pada demam dengue atau demam berdarah
dengue sebagai komorbiditas yang berhubungan dengan penuaan dan penurunan
imunitas sebagai faktor risiko untuk fatalitas pada pasien tua dengan infeksi aktif.
Walaupun syok dan kebocoran plasma lebih sering terjadi pada usia muda,
frekuensi perdarahan internal dapat terjadi seiring dengan pertambahan usia.
Selain itu komplikasi infeksi dengue pada dewasa, seperti demam dengue dengan
perdarahan dan DBD mengalami peningkatan.2

3.3 Patogenesis dan Patofisiologi Demam Berdarah Dengue

Demam dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang


terdiri dari serotipe DEN-1 sampai DEN-4. Virus ini ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Walaupun di beberapa daerah dapat disebabkan oleh
Aedes albopictus. Infeksi dengan salah satu serotipe dapat memberikan imunitas
seumur hidup akan serotipe yang sama dan imunitas parsial dengan akan serotipe
yang lain1.
Nyamuk Aedes aegypti yang menyebabkan demam dengue ini akrab
dengan kehidupan manusia dan menyenangi tempat-tempat dengan genangan air
bersih diatasnya. Nyamuk Aedes aegypti betina yang merupakan vektor penyakit
ini merupakan nyamuk yang aktif di siang hari, dan ketika menggigit manusia
yang telah terinfeksi virus, nyamuk ini akan membawa virus ini dan menginfeksi
manusia yang sehat melalui gigitannya1,2.
Sekali masuk ke tubuh manusia, virus dengue memiliki waktu inkubasi 3-
14 hari (rata-rata 4-7 hari), dimana replikasi terjadi di sel dendritik 1. Sel-sel yang
menjadi target adalah sel retikuloendotelial, seperti sel dendritik, hepatosit, dan
sel-sel endotelial menghasilkan produksi mediator yang berperan dalam
menentukan kuantitas, tipe, dan durasi baik imunitas selular maupun imunitas
humoral1.
14

Patogenesis terjadinya demam berdarah masih diperdebatkan, bukti yang


kuat menyatakan mekanisme imunopatologis lah penyebab terjadinya manifestasi
terjadinya demam berdarah dengue3. Respon imun yang berperan dalam
mekanisme terjadinya demam berdarah dengue adalah :
a. Respon imun humoral meliputi pembentukan antibodi yang berperan
dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi oleh komplemen
dan sitotoksisitas yang dimediasi oleh antibodi. Antibodi terhadap virus
dengue mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag
(antibody dependent enhancement)
b. Respon imun selular meliputi limfosit T baik T helper (CD4) dan T
sitotoksik (CD8). Differensiasi T-helper terutama TH1 akan mtenyebabkan
terjadinya differensiasi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan
TH2 akan memproduksi IL-4,IL-5, IL-6, dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini malah meningkatkan proses
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.

Re-infeksi dengue virus yang heterolog akan menyebabkan terjadinya


peningkatan amnestik antibody sehingga menyebabkan komplek imun
meningkat, peningkatan ini akan memicu sejumlah kejadian imunologi yang
bermanifestasi akan terjadinya demam berdarah. Oleh Kurane dan Ennis
dirangkumlah bahwa infeksi virus dengue akan menyebabkan aktivasi
makrofag untuk memfagosit komplek virus-antibodi non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di dalam makrofag. Terinfeksinya makrofag oleh virus
dengue menyebabkan terjadinya aktivasi T-helper dan T-sitotoksik. Aktivasi T-
helper dan T-sitotoksik akan memproduksi interferon gammadan limfokin.
Interferon gamma mengaktivasi monosit. Keluarnya mediator inflamasi
seperti histamin dan IL-6 akan menyebabkan disfungsi endotel dan
menyebabkan terjadinya kebocoran plasma. Selain itu, aktivasi C3a dan C5a
oleh komplek virus-antibodi juga menyebabkan kebocoran plasma3.
Trombositopenia pada demam berdarah dengue terjadi melalui berbagai
mekanisme, yakni
a. Supresi sumsum tulang. Pada biopsi sumsum tulang pasien demam
berdarah dengue, terjadi hiposelular dan supresi megakariosit.
15

b. Dekstrusi trombosit, terjadi karena pengikatan fragmen C3g,


terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer.
c. Gangguan fungsi trombosit terjadi karena mekanisme pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan
pertanda degranulasi trombosit3.

Gambar 1. Patofisiologi demam berdarah dengue


3.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi virus dengue dapat berupa asimptomatik, demam yang tidak


khas, demam berdarah dengue, ataupun dengue shock syndrome.
Manifestasi klinisnya umumnya berupa fase demam tinggi yang tiba-tiba
selama 2-7 hari, diikuti dengan fase kritis 2-3 hari. Pada fase kritis, demam pasien
turun namun saat ini berisiko tinggi untuk terjadinya renjatan jika tidak mendapat
pengobatan yang adekuat.
Gejala utama demam dengue meliputi demam tinggi dan minimal gejala
berikut:
- Nyeri kepala yang hebat
- Nyeri belakang mata yang hebat
- Nyeri sendi
- Nyeri otot dan nyeri tulang
16

- Bercak-bercak
- Manifestasi pendarahan yang ringan
- Leukopenia1

Menurut WHO, kriteria minimal untuk diagnosis demam berdarah dengue


adalah sebagai berikut :
- Demam
- Manifestasi pendarahan seperti hemokonsentrasi, trombositopenia, tes
torniquet positif
- Kegagalan sirkulasi
- Hepatomegali,3

3.5 Diagnosis
Kriteria Diagnosis :
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun
1997 yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini
dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).
Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, belangsung terus menerus selama
2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:
 Uji tourniquet positif
 Petekie, ekimosis, purpura
 Perdarahan mukosa, epitaksis, perdarahan gusi
 Hematemesis dan atau melena
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (100.000/u atau kurang)
b. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari nilai dasar /
menurut standar umur dan jenis kelamin

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan,


 Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/
peningkatan hematokrit 20%.
17

 Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma 


 Dijumpai tanda perembesan plasma
o Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
o Hipoalbuminemia

Tabel 1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011


DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium
DD Demam disertai minimum 2  Leukopenia (jumlah
gejala leukosit ≤4000
 Nyeri kepala sel/mm3 )
 Nyeri retro-orbital  Trombositopenia
 Nyeri otot (jumlah trombosit
 Nyeri sendi/tulang <100.000 sel/mm3 )
 Ruam kulit makulopapular  Peningkatan
 Manifestasi perdarahan hematokrit (5%-10%)
 Tidak ada tanda perembesan  Tidak ada bukti
plasma perembesan plasma

Demam dan manifestasi  Trombositopenia


DBD I perdarahan (uji bendung positif) <100.000 sel/mm3 ;
dan tanda perembesan plasma  peningkatan
hematokrit ≥20%
DBD II Seperti derajat I ditambah  Trombositopenia
perdarahan spontan <100.000 sel/mm3 ;
 peningkatan
hematokrit ≥20%
DBD * III Seperti derajat I atau II ditambah  Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, <100.000 sel/mm3 ;
tekanan nadi ≤ 20 mmHg,  peningkatan
hipotensi, gelisah, diuresis hematokrit ≥20%
menurun
DBD* IV Syok hebat dengan tekanan  Trombositopenia
darah dan nadi yang tidak <100.000 sel/mm3 ;
terdeteksi  peningkatan
hematokrit ≥20%
18

* Diagnosis infeksi dengue: Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi,


dikonfirmasi dengan deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi
anti dengue positif (IgM anti dengue atau IgM/IgG anti dengue positif)

Laboratorium:
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR, namun karena teknik
yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik
terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG lebih banyak.
Parameter Laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
 Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
 Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari 3-8.
 Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukan peningkatan
hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.
 Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
 Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinuria akibat kebocoran plasma.
 SGOT/SGPT dapat meningkat.
 Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
 Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
 Golongan darah atau cross match: bila akan diberikan transfuse darah atau
komponen darah.
 Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
19

IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,


menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
 Uji HI: dilakukan pengumpulan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
 NS 1: Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama
sampai hari ke-8. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93% dengan
spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur
virus. Hasil negatif NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

Pemeriksaan Radiologis:
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat diumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi
lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.

3.6 Diagnosis Banding 13


 Demam tifoid
 Malaria
 Campak
 Influenza
 Demam chikungunya
 Leptospirosis
 Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

3.7 Terapi

Tata laksana DBD secara umum adalah tirah baring, pemberian cairan,
medikamentosa simptomatik, dan antibiotik hanya apabila terdapat infeksi
sekunder9. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga,
terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan,
20

maka dibutuhkan sumplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi


dan hemokonsentrasi secara bermakna. Terdapat lima protokol berdasarkan
PAPDI (Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia) bersama divisi
Tropik dan Infeksi, dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik FK UI sebagai
berikut6:
Protokol 1. Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok
Digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada
penderita DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk
dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka DBD di Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan
hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :
• Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik
dalam waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan HB, Ht, Leukosit
dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera
kembali ke Unit Gawat Darurat.
• Hb, Ht normal tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
• Hb,Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.
21

Gambar 2. Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa syok di
IGD

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka di ruang rawat diberikancairan infus kristaloid sesuai dengan rumus :
1500 + {20 x (BB dalam kg-20)}. Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg : 1500
+{20 x (55-20)}= 2200 ml. Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb,
Ht tiap 24 jam :
• Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, Trombosit
dilakukan tiap 12 jam.
• Bila Hb, Ht meningkat > 20 % dan trombosit < 100.000 maka pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan
HT

Gambar 3. Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang rawat

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%


Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit
cairan sebanyak 5 %. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah
dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien
kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang
ditandai dengan tanda-tanda hematokrit menurun, frekuensi nadi turun, tekanan
darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi
5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
22

keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi


menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantaun keadaan tetap membaik maka
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian. Apabila setelah
pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tapi keadaan tetap tidak membaik,
yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20
mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus
menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan
bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi
5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah
cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya
kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien
ditangani sesusi dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.
Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi
pemberian cairan awal ditangani sesusi dengan protokol tatalaksana sindrom syok
dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi
seperti terapi pemberian cairan awal.
23

Gambar 4. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit > 20%

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan
tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau
hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau
perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.
Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti
keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan
dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht dan
trombosis serta hemostasis harus segera dilakukan dan pemeriksaan hb,Ht dan
trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris
didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi
24

komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan


defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan APTT yang memanjang), PRC
diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan
pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit
<100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Gambar 5. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa


Apabila berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal
pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh
karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan.
Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan
penderita DBD tanpa renjatan dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan
penderita DBD mendapat pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak
tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda tanda renjatan dini, dan
penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan.
Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit.
Pemeriksaan – pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah
25

perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan
klorida, serta ureum dan kreatini.
Pada fase awal, cairan elektrolit diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan
dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan
tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg,
frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral
teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah
cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit
keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu
60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan
hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan infus harus
dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi
telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan
maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus
dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama setelah terjadi renjatan (karena
selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid
hanya sekitar 20 % saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat
pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan
baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi jantung dan nafas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2
ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit
dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. Bila setelah fase awal
pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan
kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi
setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai
hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih
berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai
hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahn (internal bleeding) maka pada
penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai
kebutuhan.
26

Sebelum cairan kristaloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui


sifat-sifat cairan tesebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan
tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan
tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan caian dilakukan
pemasangan kateter vena sentral, dan pembeian koloid dapat ditambah hingga
jumlah maksimum 30 ml/kgBB dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18
cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan
koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID,
infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target
tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat
inotropik/vasopresor.
27

Gambar 6. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

3.8 Kriteria Merujuk/Referral

Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), DHF termasuk area


kompetensi 4a, dimana lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas, yaitu
kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter, sedangkan DSS termasuk area
kompetensi 3B yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi
menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien,
lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.1

3.9 Pencegahan dan Edukasi2


Belum ada vaksin yang tersedia melawan dengue, dan tidak ada pengobatan
spesifik untuk menangani infeksi dengue. Hal ini membuat pencegahan adalah
langkah terpenting, dan pencegahan berarti menghindari gigitan nyamuk jika kita
tinggal di atau bepergian ke area endemik
Jalan terbaik untuk mengurangi nyamuk adalah menghilangkan tempat nyamuk
bertelur, yang disebut pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
PSN adalah kegiatan memberantas jentik di tempat berkembangbiaknya nyamuk
dengan cara 3M Plus :
1.Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/wc,
drum, dll seminggu sekali
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan,
dan lain-lain.
3.Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air
hujan.
4. Plus adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk
dengan cara :
- Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah (Abatisasi). Abate 1% ditaburkan
ke dalam penampungan air dengan takaran 1 gram untuk 10 liter air.
28

- Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk


- Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
- Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
- Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
- Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar

3.10 Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang
didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DHF, kematian telah terjadi
pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat
kematian dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan
dengan penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat
kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan
intrakranial.
29

BAB IV
PEMBAHASAN

TEORI KASUS
Manisfestasi Klinis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan  Demam selama 4 hari, disertai
kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 nyeri kepala, nyeri retro
yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. orbita, nyeri sendi
Kriteria Klinis  Ditemui adanya manifestasi

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, perdarahan : uji tourniquet

belangsung terus menerus selama 2-7 hari. positif, epistaksis


 Trombosit 90.000 mg/dl
b. Terdapat manifestasi perdarahan yang
ditandai dengan:
 Uji tourniquet positif
 Petekie, ekimosis, purpura
 Perdarahan mukosa, epistaksis,
perdarahan gusi
 Hematemesis dan atau melena
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (100.000/u atau kurang)
b. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan
hematokrit 20% dari nilai dasar / menurut
standar umur dan jenis kelamin
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan,
 Dua kriteria klinis pertama ditambah
trombositopenia dan hemokonsentrasi/
peningkatan hematokrit 20%.
 Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi
perembesan plasma
 Dijumpai tanda perembesan plasma
30

o Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)


o Hipoalbuminemia

Terapi Pada Pasien diberi terapi:


 Tata laksana DBD secara umum adalah - Tirah Baring
tirah baring, pemberian cairan, - IVFD RL 30 gtt/i
medikamentosa simptomatik, dan - Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
antibiotik hanya apabila terdapat infeksi - Inj. Transamin 500 mg/12 jam
sekunder. - Inj. Norages 1 amp/8 jam (K/P)
- Domperidone tablet 3 x 10 mg

KESIMPULAN

Tn. F, laki-laki, 55 tahun menderita Demam Berdarah Dengue dan ditatalaksana


dengan tirah baring, IVFD RL 30 gtt/i, inj. Ranitidine 50 mg/12 jam, inj.
Transamin 500 mg/12 jam, inj. Norages 1 amp/8 jam (K/P) dan Domperidone
tablet 3 x 10 mg.
31

DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI, 2012. Infeksi virus dengue. In S.S. Poorwo Soedarmo, H. Garna, S.R.
S. Hadinegoro & H.I. Satari, eds. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. 2nd
ed. Jakarta, Indonesia: Badan Penerbit IDAI. pp.155 - 180.
2. Nimmannitya, S., 2011. Dengue & Dengue Hemorhagic Fever. In: Cook,
G.C., Zumila, A.I., ed., 2011. Manson’s Tropical Disease, 23nd ed. USA:
Elsevier.
3. WHO, 2012. Dengue haemorrhagic fever, Guideline For Diagnosis,
Treatment, Prevention And Control. Geneva, Switzerland: WHO Geneva
Publication.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Buletin Jendela
Epidemiologi. Demam Berdarah Dengue.
5. Dengue Fever. Centers for Disease Control and Prevention
http://www.cdc.gov/dengue/symptoms/index.html.
6. Sudoyo, W. A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. In: Demam Berdarah Dengue.
Interna Publishing, Edisi V.
7. Shepherd, Suzanne Moore. Dengue. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/215840-overiew.

8. Hadinegoro, S.R., 2004. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Edisi ke-3.
9. Tanto, Chris, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius,
2014. ISBN 978-602-17338-5-1.

10. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.


Jakarta Pusat : Konsil Kedokteran Indonesia, 2012. ISBN 979-15546-41

11. Yuswulandary,V. Repository USU. Demam Berdarah Dengue.


http://repository.usu.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai